bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pembelajaran ...eprints.uny.ac.id/40641/3/3. bab ii kajian...

38
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Menurut Herman Hudoyo (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:13), belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman seseorang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sementara itu, Anthony Robbins (Trianto, 2010:16) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan baru dari pengetahuan yang dimiliki. Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Nasution (Sugihartono, dkk., 2012:80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran merupakan usaha guru membelajarkan siswa dengan memberdayakan potensi yang ada dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Upload: dangnhi

Post on 03-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Menurut Herman Hudoyo (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:13),

belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman

seseorang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sementara itu, Anthony

Robbins (Trianto, 2010:16) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan

hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu

(pengetahuan) yang baru. Jadi, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan

baru dari pengetahuan yang dimiliki.

Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Nasution (Sugihartono, dkk.,

2012:80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi

atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak

didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak

hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan,

laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Dengan

demikian, pembelajaran merupakan usaha guru membelajarkan siswa dengan

memberdayakan potensi yang ada dalam rangka mencapai tujuan yang

diharapkan.

10

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di satuan

pendidikan dengan materi matematika dan pola pikir matematika terpilih yang

disesuaikan dengan kebutuhan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan

perkembangan ilmu pengetahuan. Matematika sekolah berbeda dalam hal

penyajian, pola pikir, keterbatasan semestanya dan tingkat keabstrakannya. Ia

berhubungan dengan anak didik atau peserta didik yang menjalani proses

perkembangan kognitif dan emosionalnya masing-masing. Karakteristik

matematika yang bersifat umum dapat disesuaikan dengan perkembangan peserta

didik (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 13). Menurut Erman Suherman, dkk.

(2001: 54) matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah,

yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna

menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa

serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Jadi, dapat dikatakan bahwa

matematika sekolah lebih difokuskan pada pembentukan pola pikir dan sikap

matematis dalam diri siswa melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pembelajaran matematika

di sekolah dapat didefinisikan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan

tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang

melaksanakan kegiatan belajar matematika dengan melibatkan partisipasi aktif

peserta didik di dalamnya. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang

kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika di

sekolah.

11

2. Karakteristik Siswa SMP

Menurut Piaget (Ratna Wilis Dahar, 2006:136-137), setiap individu

mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut.

a. Tingkat sensori-motor, dimulai sejak lahir sampai umur 2 tahun

b. Tingkat pra-operasional, dimulai dari umur 2 tahun sampai umur 7 tahun

c. Tingkat operasional konkret, dimulai dari umur 7 tahun sampai umur 11 tahun

d. Tingkat operasional formal, dimulai dari umur 11 tahun.

Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru. Pada periode ini, anak

dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi yang

lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini adalah ia tidak

perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret, ia mempunyai

kemampuan untuk berpikir abstrak.

Menurut Piaget (Sugihartono, dkk., 2012:109), pengamatan sangat penting

dan menjadi dasar dalam menuntun proses berpikir anak, berbeda dengan

perbuatan melihat yang hanya melibatkan mata, pengamatan melibatkan seluruh

indra, menyimpan kesan lebih lama dan menimbulkan sensai yang membekas

pada siswa. Oleh karena itu, dalam belajar diupayakan siswa harus mengalami

sendiri dan terlibat langsung secara realistik dengan obyek yang dipelajarinya.

Belajar harus bersifat aktif dan sosial.

Siswa SMP yang rata-rata berusia 13 sampai 15 tahun dan siswa kelas

tujuh berusia 12 atau 13 tahun belum sepenuhnya bisa berpikir abstrak. Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan Bell (1978:101) bahwa siswa kelas tujuh yang

berusia 12 atau 13 tahun beberapa diantaranya masih pada tahap operasional

12

konkret, beberapa baru saja mencapai tahap operasional formal, dan yang lain

berada pada tahap transisi antara tahap operasional konkret dan tahap operasional

formal. Dapat dikatakan bahwa dalam proses berpikir siswa sedang mengalami

transisi dari penggunaan operasi konkret menuju operasi formal. Oleh karena itu,

diperlukan strategi yang tepat dalam pembelajaran agar konsep matematika yang

abstrak dapat dengan mudah dipahami sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir

siswa.

3. Perangkat Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perangkat adalah

alat/perlengkapan, sedangkan pembelajaran adalah proses/cara/perbuatan

menjadikan orang/makhluk hidup belajar. Perangkat pembelajaran adalah sesuatu

atau beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti

yang diharapkan. (Nazarudin, 2007:113). Dari definisi tersebut dapat dikatakan

bahwa perangkat pembelajaran adalah segala perlengkapan yang digunakan dalam

proses pembelajaran.

Menurut Nazarudin (2007:111), perangkat pembelajaran terdiri dari

analisis pekan efektif, program tahunan, program semester, silabus, rencana

pelaksanaan pembelajaran, dan standar ketuntasan belajar minimal atau kriteria

ketuntasan minimal. Sedangkan menurut Poppy Kamalia Devi, dkk (2009),

perangkat pembelajaran yang harus disiapka guru diantaranya meliputi silabus,

RPP, LKS, dan instrumen evaluasi. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan

dalam penelitian ini adalah RPP dan LKS yang diuraikan sebagai berikut.

13

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

1) Pengertian RPP

Menurut Depdiknas (2009), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian

pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar. RPP adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai

satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan

dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup satu

kompetensi dasar yang terdiri atas satu atau beberapa indikator untuk satu kali

pertemuan atau lebih (Abdul Majid, 2014:125). Sementara itu, menurut Trianto

(2011:214), RPP adalah panduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru

dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan.

Dalam Peraturan Menteri nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses,

dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar

peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan

berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran

berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fsik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD

yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang

penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di

satuan pendidikan.

14

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) adalah rancangan program pembelajaran sebagai pedoman

yang akan digunakan guru dalam pembelajaran di kelas

2) Komponen, Prinsip, dan Langkah Penyusunan RPP

Menurut BSNP (2007:11), komponen RPP adalah sebagai berikut.

a) Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,

program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah

pertemuan

b) Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal

peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester

pada suatu mata pelajaran.

c) Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai

peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan

indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

d) Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau

diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang

menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi

15

dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati

dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

e) Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang

diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

f) Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,

dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator

pencapaian kompetensi.

g) Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian

KD dan beban belajar.

h) Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar

atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode

pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta

karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada

setiap mata pelajaran.

16

i) Kegiatan pembelajaran

(1) Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

(a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti

proses pembelajaran

(b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari

(c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan

dicapai

(d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan

sesuai silabus

(2) Inti

Pelaksanan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk

mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik.

Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

17

(a) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

i) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam

tentang topik/tema materi yang akan dipelajari.

ii) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media

pembelajaran, dan sumber belajar lain.

iii) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik dengan guru,

lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

iv) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran

v) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,

studio, atau lapangan.

(b) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

(i) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam

melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.

(ii) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan

lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan

maupun tertulis.

(iii) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,

menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.

(iv) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan

kolaboratif.

18

(v) Memfasilitasi peserta didik berkompetensi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar.

(vi) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang

dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun

kelompok.

(vii) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja

individual maupun kelompok.

(viii) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,

festival, serta produk yang dihasilkan

(ix) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang

menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya didik peserta didik.

(c) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

(i) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk

lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta

didik.

(ii) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi

peserta didik melalui berbagai sumber.

(iii)Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan.

19

(iv) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:

1. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab

pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan

menggunakan bahasa yang baku dan benar.

2. Membantu menyelesaikan masalah.

3. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan

pengecekan hasil eksplorasi.

4. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.

5. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau

belum berpartisipasi aktif.

(3) Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

(a) Bersama-sama dengan peserta didik membuat

rangkuman/simpulan pelajaran.

(b) Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan

secara konsisten dan terpogram.

(c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

(d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran

remidi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau

memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai

dengan hasil belajar peserta didik.

(e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

20

j) Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan

dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar

Penilaian.

k) Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan

kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator

pencapaian kompetensi.

Menurut BSNP (2007:11), prinsip-prinsip penyusunan RPP adalah sebagai

berikut.

a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin,

kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi,

kemampuan social, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar,

latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

b) Mendorong partisipasi aktif peserta didik

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk

mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan

semangat belajar.

c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran

membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk

tulisan.

21

d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,

penguatan, pengayaan dan remidi.

e) Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara

SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian

kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman

belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,

keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi

dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi

dan kondisi.

Langkah-langkah dalam penyusunan RPP menurut Masnur Muslich

(2007:54) adalah sebagai berikut.

a) Ambillah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan diterapkan dalam

pembelajaran.

b) Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit

tersebut.

c) Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.

d) Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.

e) Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran

tersebut.

22

f) Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/dikenakan kepada siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

g) Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan

pembelajaran.

h) Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan

tujuan pembelajaran, yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

i) Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2 (dua)

jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu

pertemuan. Pembagian jam setiap pertemuan bisa didasarkan pada satuan

tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/jenis materi pembelajaran.

j) Sebutkan sumber atau media belajar yang akan digunakan dalam

pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/unit pertemuan.

k) Tentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen penilaian yang akan

digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian berbentuk

tugas, rumuskan tugas tersebut secara jelas dan bagaimana rambu-rambu

penilaiannya. Jika instrumen penilaiannya berbentuk soal, cantumkan soal-

soal tersebut dan tentukan rambu-rambu penilaiannya dan/atau kunci

jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses, susunlah rubriknya dan

indikator masing-masing.

23

b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

1) Pengertian LKS

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan

untuk melakukan kegiatan penyeledikan atau pemecahan masalah. Lembar

Kegiatan Siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif

maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk

panduan eksperimen atau demonstrasi. Lembar Kegiatan Siswa memuat

sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk

memaksimalkan pamahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai

indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Pengaturan awal

(advance organizer) dari pengetahuan dan pemahaman siswa diberdayakan

melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga

situasi belajar menjadi lebih bermakna dan dapat terkesan dengan baik pada

pemahaman siswa. Karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu

dampak pada kegiatan pembelajaran, maka muatan materi setiap Lembar Kegiatan

Siswa pada setiap kegiatannya diupayakan agar dapat mencerminkan hal itu

(Trianto, 2011:222).

Menurut Depdiknas (2009), Lembar Kegiatan Siswa merupakan

serangkaian kegiatan yang direncanakan guru untuk dilakukan siswa dalam

pelaksanaan pembelajaran. Siswa disebut juga peserta didik, sehingga Depdiknas

menyebut Lembar Kegiatan Siswa sebagai Lembar kegiatan Peserta Didik.

Lembar Kegiatan Peserta Didik adalah lembaran yang berisi tugas yang harus

dikerjakan oleh peserta didik yang digunakan sebagai sarana untuk

24

mengoptimalkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan keterlibatan peserta

didik dalam proses belajar-mengajar.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa LKS adalah panduan rangkaian

kegiatan yang sistematis dan terpadu yang harus dilakukan oleh siswa yang

berupa penyelidikan dan pemecahan masalah dengan melibatkan keaktifan siswa

untuk pembentukan konsep berdasarkan tujuan pembelajaran yang hendak

dicapai.

2) Struktur LKS yang baik

Menurut Depdiknas (2008:23-24), struktur LKS yang baik secara umum

adalah sebagai berikut.

a) Judul

b) Petunjuk belajar

c) Kompetensi yang akan dicapai

d) Informasi pendukung

e) Langkah-langkah kegiatan

f) Latihan-latihan

g) Penilaian

3) Kriteria Kualitas Lembar Kerja Siswa

Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992:41-46) mengatakan bahwa

keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar

mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu

syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik.

25

a) Syarat- syarat didaktik

Mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat

digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih

menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting

dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa.

LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi

sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa

ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa.

LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang

dapat dijabarkan sebagai berikut :

(1) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran

(2) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep

(3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa

sesuai dengan ciri KTSP

(4) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral,

dan estetika pada diri siswa

(5) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi

b) Syarat konstruksi

Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan

penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan

kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti

oleh pihak pengguna, yaitu anak didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut yaitu:

(1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.

26

(2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

(3) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan

anak. Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang

kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana

dulu.

(4) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan

merupakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan

informasi bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak

terbatas.

(5) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan

siswa.

(6) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa

untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. Memberikan bingkai

sehingga anak dapat menuliskan jawaban atau menggambar sesuai dengan

yang diperintahkan. Hal ini dapat juga memudahkan guru untuk

memeriksa hasil kerja siswa.

(7) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang panjang

tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi. Namun kalimat yang terlalu

pendek juga dapat mengundang pertanyaan. Gunakan lebih banyak

ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih dekat pada sifat konkrit

sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat “formal” atau abstrak sehingga

lebih sukar ditangkap oleh anak. Dapat digunakan oleh anak-anak, baik

yang lamban maupun yang cepat. Memiliki tujuan yang jelas serta

27

bermanfaat sebagai sumber motivasi. Mempunyai identitas untuk

memudahkan administrasinya. Misalnya, kelas, mata pelajaran, topik,

nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.

c) Syarat teknis

(1) Tulisan

(a) Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau

romawi.

(b) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf

biasa yang diberi garis bawah.

(c) Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu

baris.

(d) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan

jawaban siswa.

(e) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya

gambar serasi.

(2) Gambar

Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat

menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada

pengguna LKS.

(3) Penampilan

Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan

tertarik pada penampilan bukan pada isinya.

28

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa LKS yang baik adalah LKS

yang memenuhi syarat didaktik, konstruksi, dan teknis

4. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna

bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan

siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa

(Abdul Majid, 2014:180).

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah proses pembelajaran

yang diawali dengan mengambil kejadian atau permasalahan pada kehidupan

sehari-hari siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang sedang dibahas.

Proses ini dapat dilakukan dengan kegiatan mensimulasikan, menceritakan,

berdialog, atau tanya jawab. Fakta dan permasalahan yang diperoleh dari konteks

atau lingkungan kehidupan siswa merupakan awal untuk mempelajari konsep

sekaligus sebagai objek penerapan konsep itu sendiri (Wina Sanjaya, 2009: 255).

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Johnson (2002: 25):

“The CTL system is an educational process that aims to help students see

meaning in the academic material they are studying by connecting

academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the

context of their personal social and cultural circumstances.

29

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa Pembelajaran kontekstual

merupakan proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna di

dalam materi akademik yang dipelajari dengan menghubungkan materi tersebut

dengan konteks kehidupan sehari-hari dalam lingkungan personal, sosial, dan

budaya.

Menurut Masnur Muslich (2007:43), pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual melibatkan tujuh komponen utama sebagai berikut.

a. Constructivism (konstruktivisme, membangun, membentuk)

Komponen ini merupakan landasan filosofis pendekatan CTL.

Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya

pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan

dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap

dipraktikkannya. Manusia harus mengkontruksinya terlebih dahulu pengetahuan

tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa

perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna

bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.

b. Questioning (bertanya)

Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam

pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa

untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan

berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan

pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.

30

c. Inquiry (menyelidiki, menemukan)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini

diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-

kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.

Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari

hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dari fakta

yang dihadapi.

d. Learning community (masyarakat belajar)

Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari

kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh

dengan sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang

tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang

dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah

yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community ini.

e. Modeling (pemodelan)

Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran

keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru

siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya, cara

mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu

penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa

daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa

ditunjukkan modelnya atau contohnya.

31

f. Reflection (refleksi atau umpan balik)

Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan

pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru

dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan

merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam

pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa

akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan

pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap

terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.

g. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)

Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual

adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau

informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran

perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa

memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian

autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data

yang telah dikumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung,

bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual merupakan proses pembelajaran yang mengaitkan antara

situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep materi yang

sedang dipelajari dan melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: (1)

32

constructivism, (2) questioning, (3) inquiry, (4) learning community, (5)

modeling, (6) reflection, and (7) authentic assessment.

5. Pembelajaran dengan Model Probing Prompting

Probing prompting berasal dari dua kata, yaitu probing dan prompting.

Erman Suherman (2003: 189-190) mengungkapkan bahwa probing questions

adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban yang lebih

lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban

sehingga jawaban yang diperoleh lebih jelas, sedangkan prompting questions

adalah pertanyaan yang bermaksud menuntun siswa agar ia dapat menemukan

jawaban yang lebih benar. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh

Mudasiru (2014):

“Probing questions are used to get under the surface of an initial answer.

Having got the students taking the teacher can use probing questions to

bring out more detail. While the same questions are ask for students, the

use of probing questions will vary according to the student's response.

Prompting questions are questions that suggest the expected answer. they

are used to guide students thinking."

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa probing questions digunakan untuk

memperoleh di bawah permukaan dari jawaban awal. Setelah siswa memberikan

jawaban awal, guru dapat menggunakan probing questions untuk menggali

(jawaban siswa) lebih detail. Walaupun pertanyaan yang sama diberikan ke

beberapa siswa, penggunaan probing questions akan berubah-ubah sesuai dengan

respons siswa tersebut. Prompting questions adalah pertanyaan yang membimbing

ke jawaban yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk

menuntun pemikiran siswa.

33

Siswa membuat guru menggunakan probing questions untuk pertanyaan

yang lebih rinci. Ketika pertanyaan diberikan kepada siswa, penggunaan probing

questions ini tergantung denga berbagai macam respons siswa. Prompting

questions merupakan pertanyaan yang mengarahkan kepada jawaban yang

diharapkan. Pertanyaan itu digunakan untuk membimbing pemikiran siswa.

Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran

probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan

aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru

yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan

yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi

(Erman Suherman, 2001: 55). Menurut Suyatno (2009), praktik pembelajaran

menggunakan probing prompting disajikan melalui serangkaian pertanyaan-

pertanyaan yang menggali pengetahuan siswa serta membimbing ke arah

perkembangan yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada

siswa mendorong siswa untuk selalu aktif berpikir dan mengembangkan

kemampuan berpikirnya. Model pembelajaran ini menuntun dan mengarahkan

kemampuan berpikir siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Pembelajaran dengan model ini mengikuti perkembangan kemampuan yang

dimiliki siswa. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kurang akan dibimbing

dengan pertanyaan yang lebih mudah. Begitu juga siswa yang lebih mampu, maka

akan diarahkan dan ditingkatkan pemahamannya dengan pertanyaan lebih sulit.

Sementara itu, menurut Siti Mutmainnah (2013, 39-40), pembelajaran

dengan model probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru

34

menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun menggali sehingga

terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan

pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Langkah-

langkah pembelajaran dengan model probing prompting adalah sebagai berikut:

1. Menghadapkan pada situasi baru

Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan

memperhatikan gambar, rumus atau situasi lainnya yang mengandung

permasalahan.

2. Memberikan kesempatan berpikir

Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa

untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.

3. Mengajukan persoalan

Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan Tujuan

Pembelajaran Khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.

4. Memberikan kesempatan berpikir

Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa

untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.

5. Menunjuk siswa

Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. Jika jawabannya

tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut

untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang

berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban. Dalam

hal ini, jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru

35

mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk

jalan penyelesaian jawaban. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menurut

siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan

sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada

langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar

seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.

6. Mengajukan pertanyaan akhir

Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih

menekankan bahwa tujuan pembelajaran khusus (TPK)/indikator tersebut benar-

benar telah dipahami oleh seluruh siswa

Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh bahwa pembelajaran dengan

model probing prompting adalah pembelajaran dengan menyajikan pertanyaan

yang menuntun dan menggali untuk mengaitkan pengalaman sebelumnya dengan

materi yang sedang dipelajari. Langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah (1)

menghadapkan siswa pada situasi baru, (2) memberikan kesempatan kepada siswa

untuk merumuskan jawaban, (3) mengajukan persoalan kepada siswa sesuai

dengan indikator, (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan

jawaban, (5) menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan, dan (6) mengajukan

pertanyaan akhir untuk menekankan bahwa indikator telah dipahami siswa.

6. Materi Segitiga dan Segi Empat

Menurut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan

Lulusan (SKL), ruang lingkup matematika sekolah khususnya SMP/MTs meliputi

aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, statistika dan peluang.

36

Aspek geometri dan pengukuran yang harus dipelajari yaitu 1) memahami

bangun-bangun geometri, 2) unsur-unsur dan sifat-sifatnya, 3) ukuran dan

pengukurannya, meliputi: hubungan antargaris, sudut (melukis sudut dan

membagi sudut), segitiga (termasuk melukis segitiga) dan segiempat, 4) theorema

Pythagoras, 5) lingkaran (garis singgung, lingkaran luar dan lingkaran dalam

segitiga dan melukisnya), 6) kubus, balok, prisma, limas dan jaring-jaringnya, 7)

kesebangunan dan kongruensi, 8) tabung, kerucut, bola, serta menggunakannya

dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, materi segitiga dan segi empat

merupakan salah satu materi dari aspek geometri yang harus dipelajari siswa

SMP.

Menurut Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP, Standar Kompetensi

dan Kompetensi Dasar dari materi segitiga dan segi empat disajikan pada Tabel 2

berikut:

37

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Segitiga dan segi

Empat Siswa SMP Kelas VII

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Geometri

6. Memahami konsep segitiga dan

segi empat serta menentukan

ukurannya

6.1.Mengidentifikasi sifat-sifat

segitiga berdasarkan sisi dan

sudutnya.

6.2.Mengindentifikasi sifat-sifat

persegipanjang, persegi, trapesium,

jajargenjang, belah ketupat dan

layang-layang

6.3.Menghitung keliling dan luas

bangun segitiga dan segi empat serta

menggunakannya dalam pemecahan

masalah.

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, dapat dirumuskan beberapa indikator, yaitu:

a. Menjelaskan pengertian persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat,

layang-layang, dan trapesium

b. Menjelaskan sifat-sifat segi empat ditinjau dari sisi, sudut, dan diagonalnya

c. Menurunkan rumus keliling bangun segitiga dan segi empat

d. Menurunkan rumus luas bangun segitiga dan segi empat

e. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung keliling dan luas

bangun segitiga dan segi empat

7. Perangkat Pembelajaran Segitiga dan Segi Empat Menggunakan

Pendekatan Kontekstual dan Model Pembelajaran Probing Prompting

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang

dimaksud perangkat pembelajaran materi segitiga dan segi empat menggunakan

38

pendekatan kontekstual dan model pembelajaran probing prompting adalah suatu

perangkat pembelajaran untuk membelajarkan konsep segitiga dan segi empat

yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan

Siswa (LKS) yang dikembangkan menggunakan pendekatan kontekstual dan

model pembelajaran probing prompting.

RPP yang disusun telah disesuaikan dengan komponen-komponen RPP

yang termuat dalam BSNP tahun 2007 dan langkah-langkah dalam model

pembelajaran probing prompting. Langkah-langkah pembelajaran pada RPP yang

meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup disesuaikan dengan tahapan

probing prompting, yaitu: (1) menyajikan situasi baru, (2) merumuskan jawaban,

(3) mengajukan persoalan, (4) merumuskan jawaban, (5) menunjuk siswa, (6)

mengajukan pertanyaan akhir. Selain itu, disesuaikan pula dengan tujuh

komponen utama pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu: (1)

contructivism, (2) questioning, (3) inquiry, (4) learning community, (5) modeling,

(6) reflection, (7) authentic assessment. Sesuai dengan kurikulum KTSP, langkah-

langkah dalam proses pembelajaran adalah (1) eksplorasi, (2) elaborasi, dan (3)

konfirmasi. Keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dengan tahapan probing

prompting, langkah-langkah pembelajaran dalam KTSP, dan tujuh komponen

utama pada pendekatan kontekstual disajikan dalam Tabel 3 berikut:

39

Tabel 2. Keterkaitan antara Kegiatan Pembelajaran dengan Tahapan Probing

Prompting, Langkah-langkah Pembelajaran dalam KTSP, dan Tujuh

Komponen Utama pada Pendekatan Kontekstual

Kegiatan

Pembelajaran

Langkah-langkah

Probing Prompting

Langkah-

langkah

Pembelajaran

dalam KTSP

Tujuh komponen

utama pada

pendekatan

kontekstual

Pendahuluan

Inti Menyajikan situasi

baru

Eksplorasi Constructivism

Merumuskan

jawaban

Elaborasi Constructivism,

question, inquiry,

learning community,

modeling, authentic

assessment

Mengajukan

persoalan

Merumuskan

jawaban

Menunjuk siswa

Mengajukan

pertanyaan akhir

Konfirmasi Reflection, modeling,

dan authentic

assessment

Penutup

Sementara itu, LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan syarat

didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis. Tentunya, LKS yang dikembangkan

memuat tujuh komponen utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

yang langkah-langkahnya telah disesuaikan dengan model pembelajaran probing

prompting.

8. Kualitas Perangkat Pembelajaran

Van den Akker dan Nieveen (Rochmad, 2012:68) menyatakan bahwa

dalam penelitian pengembangan model pembelajaran perlu kriteria kualitas yaitu

kevalidan (validity), kepraktisan (practically), dan keefektifan (effectiveness).

Oleh karena itu, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan

berkualitas jika memenuhi kualifikasi valid, praktis, dan efektif.

40

a. Aspek kevalidan

Validitas dalam suatu penelitian pengembangan meliputi validitas isi dan

validitas konstruk. Van den Akker (Rochmad, 2012: 68) menyatakan:

“validity refers to the extent that design of the intervention is based on

state-of-the art knowledge (‘content validity’) and that the various

components of the intervention are consistently linked to each other

(‘construct validity’).”

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa perangkat pembelajaran

dikatakan valid jika memenuhi validitas isi dan validitas konstruk. Perangkat

pembelajaran yang dikembangkan dikatakan memenuhi validitas isi jika sesuai

dengan kurikulum yang berlaku, yang tertuang dalam Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar pada materi segitiga dan segi empat untuk SMP kelas VII

sedangkan dikatakan memenuhi validitas konstruk jika adanya saling keterkaitan

setiap komponen dalam perangkat pembelajaran.

Kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan ini didasarkan

pada validitas isi yang dinilai oleh validator. Agar perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dalam penelitian ini memenuhi kualifikasi valid, ada beberapa

aspek yang harus dipenuhi, meliputi: (1) kesesuaian dengan prinsip penyusunan

RPP berdasarkan BSNP tahun 2007, (2) kesesuaian dengan model pembelajaran

probing prompting, (3) kesesuaian dengan pendekatan kontekstual, (4) kesesuaian

LKS dengan syarat didaktik, konstruksi, dan teknis, serta (5) kesesuaian dengan

kualitas isi materi LKS.

41

b. Aspek kepraktisan

Berkaitan dengan kepraktisan dalam penelitian pengembangan Van den

Akker (Rochmad, 2012: 70) menyatakan:

“practically refers to the extent that user (or other expert) consider the

intervention as appealing and usable in ‘normal’ condition”.

Berdasarkan kutipan di atas, diketahui bahwa kepraktisan mengacu pada

tingkat bahwa pengguna mempertimbangkan intervensi dapat digunakan dan

disukai dalam kondisi normal. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan

dikatakan praktis jika pengguna menyatakan bahwa perangkat pembelajaran dapat

diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya termasuk kategori minimal

baik. Dalam hal ini, kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan

dapat diketahui dari respons siswa dan respons guru sebagai pengguna perangkat

pembelajaran tersebut. Berikut adalah aspek yang harus dipenuhi agar perangkat

pembelajaran memenuhi kualifikasi praktis yang menjadi dasar penyusunan

angket respons siswa dan guru.

1) Kemudahan siswa dalam menggunakan LKS dan mengikuti proses

pembelajaran.

2) Keterbantuan siswa dalam memahami materi menggunakan LKS dan proses

pembelajaran.

3) Kebermanfaatan LKS untuk memahami materi dan kebermanfaatn penyajian

pertanyaan-pertanyaan dalam proses pembelajaran.

4) Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran

5) Kesesuaian penyajian RPP

6) Kesesuaian penyajian LKS

42

Selain angket respons siswa dan guru, kepraktisan perangkat pembelajaran

yang dikembangkan juga dilihat dari hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran.

Perangkat pembelajaran yang dihasilkan memenuhi kualifikasi praktis apabila

persentase rata-rata keterlaksanaan pembelajaran berada dalam kriteria minimal

baik.

c. Keefektifan

Berkaitan dengan keefektifan dalam penelitian pengembangan Van den

Akker dalam (Rochmad, 2012: 70) menyatakan:

“effectiveness refer to the extent that the experience and outcomes with the

intervention are consistent with the intended aims”.

Berdasarkan pada kutipan di atas, diketahui bahwa keefektifan mengacu

pada tingkatan bahwa pengalaman dan hasil intervensi konsisten dengan tujuan

yang dimaksud. Dalam penelitian pengembangan di bidang pembelajaran,

indikator untuk menyatakan bahwa keterlaksanaan model dikatakan efektif

misalnya dapat dilihat dari komponen-komponen: (1) hasil belajar siswa, (2)

aktivitas siswa, dan (3) kemampuan siswa dalam matematika.

Dalam hal ini, perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi

kualifikasi efektif apabila persentase ketuntasan hasil tes belajar siswa yang

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) minimal baik, dengan KKM yang

telah ditetapkan sekolah adalah 75.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain adalah hasil

penelitian yang dilakukan oleh Trisniawati, S.Si dalam tesisnya yang berjudul

43

“Keefektifan Pendekatan Kontekstual dan Discovery dalam Pembelajaran Bangun

Ruang Sisi Datar pada Kelas VIII Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta Ditinjau dari

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis”. Pada penelitian

tersebut didapatkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan

kontekstual lebih efektif daripada pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan discovery ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika

SMP Negeri 13 Yogyakarta pada pembelajaran bangun ruang sisi datar dan

pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual lebih atau efektif

dengan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan discovery ditinjau

dari kemampuan kemampuan komunikasi matematis SMP Negeri 13 Yogyakarta

pada pembelajaran bangun ruang sisi datar.

Selain itu, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil

penelitian yang dilakukan oleh Yuriska Mayasari, Irwan, dan Mirna dalam

penelitiannya yang berjudul “Penerapan Teknik Probing Prompting dalam

Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang”. Pada

penelitian tersebut didapatkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa yang belajar dengan teknik probing prompting lebih baik dari

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan tanpa

pembelajaran teknik Probing Prompting.

C. Kerangka Berpikir

Siswa diharapkan mampu memahami konsep matematika dengan baik

dalam pembelajaran matematika di SMP dan mampu menerapkannya untuk

44

memecahkan masalah. Dalam memahami konsep, siswa mengkonstruksi

pengetahuan menurut dirinya sendiri. Namun, faktanya siswa masih kurang

menguasai materi segitiga dan segi empat. Siswa masih mengalami kesulitan

belajar karena hanya berorientasi pada menghafal rumus dan kurang mampu

menerapkannya dalam permasalahan nyata yang berhubungan dengan konsep

yang dimiliki. Selain itu, perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang ada

kurang memfasilitasi siswa dalam belajar karena RPP yang disusun selalu

menggunakan metode ceramah. Sementara itu, LKS yang digunakan hanya

berisikan ringkasan materi dan kumpulan soal yang dibeli dari suatu penerbit.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, guru harus mampu mendesain

pembelajaran agar tercipta pembelajaran yang efektif dan dapat memfasilitasi

siswa dalam belajar sehingga dibutuhkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan

LKS. Dengan adanya penyusunan RPP, dapat membantu guru untuk

melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sementara itu,

LKS dapat dijadikan sebagai penunjang pembelajaran yang akan memfasilitasi

siswa untuk terlibat aktif sehingga mampu mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri. Perangkat pembelajaran tersebut dikembangkan dengan menggunakan

pendekatan kontekstual dan model pembelajaran probing prompting. Dalam

pendekatan kontekstual, siswa dengan permasalahan yang nyata diharapkan lebih

mudah memahami materi yang diajarkan karena siswa membangun pengetahuan

dan keterampilan baru melalui fakta yang mereka alami dalam kehidupan.

Sedangkan melalui model pembelajaran probing prompting, diharapkan siswa

termotivasi dalam belajar matematika dan lebih mudah memahami konsep dalam

45

matematika karena siswa ikut berpikir dan berpartisipasi aktif dalam proses

pembelajaran. Penyajian permasalahan nyata di kehidupan sehari-hari dan peran

guru sebagai fasilitator dalam hal menggali dan menuntun jawaban siswa sangat

cocok untuk siswa yang berada pada tahap transisi antara tahap operasional

konkret dan tahap operasional formal. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan

pembahasan materi segitiga dan segi empat yang merupakan materi paling awal

dan mendasar dalam kajian geometri tingkat SMP.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dikembangkan perangkat pembelajaran

berupa RPP dan LKS materi segitiga dan segi empat dengan pendekatan

kontekstual dan model pembelajaran probing prompting untuk SMP kelas VII.

Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

46

Bagan berikut menggambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

1. Siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan dapat melihat

makna dari proses pembelajaran karena siswa membangun pengetahuan

dan keterampilan baru melalui fakta yang mereka alami dalam kehidupan.

2. Siswa lebih mudah memahami konsep dalam matematika karena siswa

ikut berpikir dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan

pendekatan kontekstual dan model pembelajaran probing prompting, yaitu

perangkat pembelajaran yang mengacu pada langkah-langkah probing

prompting: 1) menyajikan situasi baru, 2) merumuskan jawaban, 3)

mengajukan persoalan, 4) merumuskan jawaban, 5) menunjuk siswa, 6)

mengajukan pertanyaan akhir dan memuat tujuh komponen utama pendekatan

kontekstual: 1) contructivism, 2) questioning, 3) inquiry, 4) learning

community, 5) modeling, 6) reflection, 7) authentic assessment.

1. Siswa SMP Kelas VII berada pada tahap transisi antara tahap operasional

konkret dan operasional formal

2. Materi segitiga dan segi empat merupakan materi paling awal dan

mendasar dalam kajian geometri SMP

1. Kemampuan penguasaan materi siswa pada materi segitiga dan segi empat

masih kurang.

2. Perangkat pembelajaran yang ada kurang memfasilitasi siswa dalam

belajar

Pembelajaran Matematika Siswa SMP Kelas VII

Materi Segitiga dan Segi Empat