bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pembelajaran ...eprints.uny.ac.id/40641/3/3. bab ii kajian...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
Menurut Herman Hudoyo (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:13),
belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman
seseorang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sementara itu, Anthony
Robbins (Trianto, 2010:16) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan
hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu
(pengetahuan) yang baru. Jadi, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan
baru dari pengetahuan yang dimiliki.
Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Nasution (Sugihartono, dkk.,
2012:80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi
atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak
didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak
hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan,
laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Dengan
demikian, pembelajaran merupakan usaha guru membelajarkan siswa dengan
memberdayakan potensi yang ada dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan.
10
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di satuan
pendidikan dengan materi matematika dan pola pikir matematika terpilih yang
disesuaikan dengan kebutuhan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Matematika sekolah berbeda dalam hal
penyajian, pola pikir, keterbatasan semestanya dan tingkat keabstrakannya. Ia
berhubungan dengan anak didik atau peserta didik yang menjalani proses
perkembangan kognitif dan emosionalnya masing-masing. Karakteristik
matematika yang bersifat umum dapat disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 13). Menurut Erman Suherman, dkk.
(2001: 54) matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah,
yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa
serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Jadi, dapat dikatakan bahwa
matematika sekolah lebih difokuskan pada pembentukan pola pikir dan sikap
matematis dalam diri siswa melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pembelajaran matematika
di sekolah dapat didefinisikan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan
tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang
melaksanakan kegiatan belajar matematika dengan melibatkan partisipasi aktif
peserta didik di dalamnya. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang
kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika di
sekolah.
11
2. Karakteristik Siswa SMP
Menurut Piaget (Ratna Wilis Dahar, 2006:136-137), setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut.
a. Tingkat sensori-motor, dimulai sejak lahir sampai umur 2 tahun
b. Tingkat pra-operasional, dimulai dari umur 2 tahun sampai umur 7 tahun
c. Tingkat operasional konkret, dimulai dari umur 7 tahun sampai umur 11 tahun
d. Tingkat operasional formal, dimulai dari umur 11 tahun.
Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru. Pada periode ini, anak
dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi yang
lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini adalah ia tidak
perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret, ia mempunyai
kemampuan untuk berpikir abstrak.
Menurut Piaget (Sugihartono, dkk., 2012:109), pengamatan sangat penting
dan menjadi dasar dalam menuntun proses berpikir anak, berbeda dengan
perbuatan melihat yang hanya melibatkan mata, pengamatan melibatkan seluruh
indra, menyimpan kesan lebih lama dan menimbulkan sensai yang membekas
pada siswa. Oleh karena itu, dalam belajar diupayakan siswa harus mengalami
sendiri dan terlibat langsung secara realistik dengan obyek yang dipelajarinya.
Belajar harus bersifat aktif dan sosial.
Siswa SMP yang rata-rata berusia 13 sampai 15 tahun dan siswa kelas
tujuh berusia 12 atau 13 tahun belum sepenuhnya bisa berpikir abstrak. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan Bell (1978:101) bahwa siswa kelas tujuh yang
berusia 12 atau 13 tahun beberapa diantaranya masih pada tahap operasional
12
konkret, beberapa baru saja mencapai tahap operasional formal, dan yang lain
berada pada tahap transisi antara tahap operasional konkret dan tahap operasional
formal. Dapat dikatakan bahwa dalam proses berpikir siswa sedang mengalami
transisi dari penggunaan operasi konkret menuju operasi formal. Oleh karena itu,
diperlukan strategi yang tepat dalam pembelajaran agar konsep matematika yang
abstrak dapat dengan mudah dipahami sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir
siswa.
3. Perangkat Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perangkat adalah
alat/perlengkapan, sedangkan pembelajaran adalah proses/cara/perbuatan
menjadikan orang/makhluk hidup belajar. Perangkat pembelajaran adalah sesuatu
atau beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti
yang diharapkan. (Nazarudin, 2007:113). Dari definisi tersebut dapat dikatakan
bahwa perangkat pembelajaran adalah segala perlengkapan yang digunakan dalam
proses pembelajaran.
Menurut Nazarudin (2007:111), perangkat pembelajaran terdiri dari
analisis pekan efektif, program tahunan, program semester, silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, dan standar ketuntasan belajar minimal atau kriteria
ketuntasan minimal. Sedangkan menurut Poppy Kamalia Devi, dkk (2009),
perangkat pembelajaran yang harus disiapka guru diantaranya meliputi silabus,
RPP, LKS, dan instrumen evaluasi. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah RPP dan LKS yang diuraikan sebagai berikut.
13
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
1) Pengertian RPP
Menurut Depdiknas (2009), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian
pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar. RPP adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan
dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup satu
kompetensi dasar yang terdiri atas satu atau beberapa indikator untuk satu kali
pertemuan atau lebih (Abdul Majid, 2014:125). Sementara itu, menurut Trianto
(2011:214), RPP adalah panduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru
dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan.
Dalam Peraturan Menteri nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses,
dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fsik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD
yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang
penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di
satuan pendidikan.
14
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rancangan program pembelajaran sebagai pedoman
yang akan digunakan guru dalam pembelajaran di kelas
2) Komponen, Prinsip, dan Langkah Penyusunan RPP
Menurut BSNP (2007:11), komponen RPP adalah sebagai berikut.
a) Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah
pertemuan
b) Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester
pada suatu mata pelajaran.
c) Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
d) Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang
menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi
15
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati
dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
e) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
f) Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,
dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
g) Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
KD dan beban belajar.
h) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar
atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada
setiap mata pelajaran.
16
i) Kegiatan pembelajaran
(1) Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
(a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran
(b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
(c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai
(d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus
(2) Inti
Pelaksanan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
17
(a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
i) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema materi yang akan dipelajari.
ii) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain.
iii) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
iv) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran
v) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan.
(b) Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
(i) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam
melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
(ii) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan
lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis.
(iii) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.
(iv) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif.
18
(v) Memfasilitasi peserta didik berkompetensi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar.
(vi) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun
kelompok.
(vii) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
individual maupun kelompok.
(viii) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,
festival, serta produk yang dihasilkan
(ix) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya didik peserta didik.
(c) Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
(i) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta
didik.
(ii) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
peserta didik melalui berbagai sumber.
(iii)Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan.
19
(iv) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
1. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar.
2. Membantu menyelesaikan masalah.
3. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi.
4. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.
5. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau
belum berpartisipasi aktif.
(3) Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
(a) Bersama-sama dengan peserta didik membuat
rangkuman/simpulan pelajaran.
(b) Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terpogram.
(c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
(d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remidi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai
dengan hasil belajar peserta didik.
(e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
20
j) Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian.
k) Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi.
Menurut BSNP (2007:11), prinsip-prinsip penyusunan RPP adalah sebagai
berikut.
a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin,
kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi,
kemampuan social, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar,
latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
b) Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan
semangat belajar.
c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk
tulisan.
21
d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan dan remidi.
e) Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara
SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,
keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi
dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi.
Langkah-langkah dalam penyusunan RPP menurut Masnur Muslich
(2007:54) adalah sebagai berikut.
a) Ambillah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan diterapkan dalam
pembelajaran.
b) Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit
tersebut.
c) Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.
d) Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.
e) Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran
tersebut.
22
f) Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/dikenakan kepada siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
g) Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan
pembelajaran.
h) Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan
tujuan pembelajaran, yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
i) Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2 (dua)
jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu
pertemuan. Pembagian jam setiap pertemuan bisa didasarkan pada satuan
tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/jenis materi pembelajaran.
j) Sebutkan sumber atau media belajar yang akan digunakan dalam
pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/unit pertemuan.
k) Tentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen penilaian yang akan
digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian berbentuk
tugas, rumuskan tugas tersebut secara jelas dan bagaimana rambu-rambu
penilaiannya. Jika instrumen penilaiannya berbentuk soal, cantumkan soal-
soal tersebut dan tentukan rambu-rambu penilaiannya dan/atau kunci
jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses, susunlah rubriknya dan
indikator masing-masing.
23
b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
1) Pengertian LKS
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan
untuk melakukan kegiatan penyeledikan atau pemecahan masalah. Lembar
Kegiatan Siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif
maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk
panduan eksperimen atau demonstrasi. Lembar Kegiatan Siswa memuat
sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memaksimalkan pamahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai
indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Pengaturan awal
(advance organizer) dari pengetahuan dan pemahaman siswa diberdayakan
melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga
situasi belajar menjadi lebih bermakna dan dapat terkesan dengan baik pada
pemahaman siswa. Karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu
dampak pada kegiatan pembelajaran, maka muatan materi setiap Lembar Kegiatan
Siswa pada setiap kegiatannya diupayakan agar dapat mencerminkan hal itu
(Trianto, 2011:222).
Menurut Depdiknas (2009), Lembar Kegiatan Siswa merupakan
serangkaian kegiatan yang direncanakan guru untuk dilakukan siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran. Siswa disebut juga peserta didik, sehingga Depdiknas
menyebut Lembar Kegiatan Siswa sebagai Lembar kegiatan Peserta Didik.
Lembar Kegiatan Peserta Didik adalah lembaran yang berisi tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik yang digunakan sebagai sarana untuk
24
mengoptimalkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan keterlibatan peserta
didik dalam proses belajar-mengajar.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa LKS adalah panduan rangkaian
kegiatan yang sistematis dan terpadu yang harus dilakukan oleh siswa yang
berupa penyelidikan dan pemecahan masalah dengan melibatkan keaktifan siswa
untuk pembentukan konsep berdasarkan tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai.
2) Struktur LKS yang baik
Menurut Depdiknas (2008:23-24), struktur LKS yang baik secara umum
adalah sebagai berikut.
a) Judul
b) Petunjuk belajar
c) Kompetensi yang akan dicapai
d) Informasi pendukung
e) Langkah-langkah kegiatan
f) Latihan-latihan
g) Penilaian
3) Kriteria Kualitas Lembar Kerja Siswa
Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992:41-46) mengatakan bahwa
keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar
mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu
syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik.
25
a) Syarat- syarat didaktik
Mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat
digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih
menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting
dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa.
LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi
sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa
ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa.
LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang
dapat dijabarkan sebagai berikut :
(1) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran
(2) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep
(3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa
sesuai dengan ciri KTSP
(4) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral,
dan estetika pada diri siswa
(5) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi
b) Syarat konstruksi
Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan
penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan
kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti
oleh pihak pengguna, yaitu anak didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut yaitu:
(1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.
26
(2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
(3) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan
anak. Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang
kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana
dulu.
(4) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan
merupakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan
informasi bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak
terbatas.
(5) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan
siswa.
(6) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa
untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. Memberikan bingkai
sehingga anak dapat menuliskan jawaban atau menggambar sesuai dengan
yang diperintahkan. Hal ini dapat juga memudahkan guru untuk
memeriksa hasil kerja siswa.
(7) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang panjang
tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi. Namun kalimat yang terlalu
pendek juga dapat mengundang pertanyaan. Gunakan lebih banyak
ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih dekat pada sifat konkrit
sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat “formal” atau abstrak sehingga
lebih sukar ditangkap oleh anak. Dapat digunakan oleh anak-anak, baik
yang lamban maupun yang cepat. Memiliki tujuan yang jelas serta
27
bermanfaat sebagai sumber motivasi. Mempunyai identitas untuk
memudahkan administrasinya. Misalnya, kelas, mata pelajaran, topik,
nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.
c) Syarat teknis
(1) Tulisan
(a) Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau
romawi.
(b) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf
biasa yang diberi garis bawah.
(c) Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu
baris.
(d) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan
jawaban siswa.
(e) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya
gambar serasi.
(2) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat
menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada
pengguna LKS.
(3) Penampilan
Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan
tertarik pada penampilan bukan pada isinya.
28
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa LKS yang baik adalah LKS
yang memenuhi syarat didaktik, konstruksi, dan teknis
4. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa
(Abdul Majid, 2014:180).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah proses pembelajaran
yang diawali dengan mengambil kejadian atau permasalahan pada kehidupan
sehari-hari siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang sedang dibahas.
Proses ini dapat dilakukan dengan kegiatan mensimulasikan, menceritakan,
berdialog, atau tanya jawab. Fakta dan permasalahan yang diperoleh dari konteks
atau lingkungan kehidupan siswa merupakan awal untuk mempelajari konsep
sekaligus sebagai objek penerapan konsep itu sendiri (Wina Sanjaya, 2009: 255).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Johnson (2002: 25):
“The CTL system is an educational process that aims to help students see
meaning in the academic material they are studying by connecting
academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the
context of their personal social and cultural circumstances.
29
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa Pembelajaran kontekstual
merupakan proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna di
dalam materi akademik yang dipelajari dengan menghubungkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan sehari-hari dalam lingkungan personal, sosial, dan
budaya.
Menurut Masnur Muslich (2007:43), pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama sebagai berikut.
a. Constructivism (konstruktivisme, membangun, membentuk)
Komponen ini merupakan landasan filosofis pendekatan CTL.
Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya
pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan
dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap
dipraktikkannya. Manusia harus mengkontruksinya terlebih dahulu pengetahuan
tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
b. Questioning (bertanya)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam
pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa
untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan
berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan
pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
30
c. Inquiry (menyelidiki, menemukan)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini
diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-
kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.
Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari
hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dari fakta
yang dihadapi.
d. Learning community (masyarakat belajar)
Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh
dengan sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang
tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang
dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah
yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community ini.
e. Modeling (pemodelan)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran
keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru
siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya, cara
mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu
penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa
daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa
ditunjukkan modelnya atau contohnya.
31
f. Reflection (refleksi atau umpan balik)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan
pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru
dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan
merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam
pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa
akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan
pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap
terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.
g. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau
informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran
perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa
memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian
autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data
yang telah dikumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung,
bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual merupakan proses pembelajaran yang mengaitkan antara
situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep materi yang
sedang dipelajari dan melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: (1)
32
constructivism, (2) questioning, (3) inquiry, (4) learning community, (5)
modeling, (6) reflection, and (7) authentic assessment.
5. Pembelajaran dengan Model Probing Prompting
Probing prompting berasal dari dua kata, yaitu probing dan prompting.
Erman Suherman (2003: 189-190) mengungkapkan bahwa probing questions
adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban yang lebih
lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban
sehingga jawaban yang diperoleh lebih jelas, sedangkan prompting questions
adalah pertanyaan yang bermaksud menuntun siswa agar ia dapat menemukan
jawaban yang lebih benar. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Mudasiru (2014):
“Probing questions are used to get under the surface of an initial answer.
Having got the students taking the teacher can use probing questions to
bring out more detail. While the same questions are ask for students, the
use of probing questions will vary according to the student's response.
Prompting questions are questions that suggest the expected answer. they
are used to guide students thinking."
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa probing questions digunakan untuk
memperoleh di bawah permukaan dari jawaban awal. Setelah siswa memberikan
jawaban awal, guru dapat menggunakan probing questions untuk menggali
(jawaban siswa) lebih detail. Walaupun pertanyaan yang sama diberikan ke
beberapa siswa, penggunaan probing questions akan berubah-ubah sesuai dengan
respons siswa tersebut. Prompting questions adalah pertanyaan yang membimbing
ke jawaban yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk
menuntun pemikiran siswa.
33
Siswa membuat guru menggunakan probing questions untuk pertanyaan
yang lebih rinci. Ketika pertanyaan diberikan kepada siswa, penggunaan probing
questions ini tergantung denga berbagai macam respons siswa. Prompting
questions merupakan pertanyaan yang mengarahkan kepada jawaban yang
diharapkan. Pertanyaan itu digunakan untuk membimbing pemikiran siswa.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran
probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan
aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru
yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan
yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi
(Erman Suherman, 2001: 55). Menurut Suyatno (2009), praktik pembelajaran
menggunakan probing prompting disajikan melalui serangkaian pertanyaan-
pertanyaan yang menggali pengetahuan siswa serta membimbing ke arah
perkembangan yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada
siswa mendorong siswa untuk selalu aktif berpikir dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya. Model pembelajaran ini menuntun dan mengarahkan
kemampuan berpikir siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Pembelajaran dengan model ini mengikuti perkembangan kemampuan yang
dimiliki siswa. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kurang akan dibimbing
dengan pertanyaan yang lebih mudah. Begitu juga siswa yang lebih mampu, maka
akan diarahkan dan ditingkatkan pemahamannya dengan pertanyaan lebih sulit.
Sementara itu, menurut Siti Mutmainnah (2013, 39-40), pembelajaran
dengan model probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
34
menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun menggali sehingga
terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Langkah-
langkah pembelajaran dengan model probing prompting adalah sebagai berikut:
1. Menghadapkan pada situasi baru
Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan
memperhatikan gambar, rumus atau situasi lainnya yang mengandung
permasalahan.
2. Memberikan kesempatan berpikir
Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
3. Mengajukan persoalan
Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
4. Memberikan kesempatan berpikir
Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
5. Menunjuk siswa
Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. Jika jawabannya
tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut
untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang
berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban. Dalam
hal ini, jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru
35
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk
jalan penyelesaian jawaban. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menurut
siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan
sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada
langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar
seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.
6. Mengajukan pertanyaan akhir
Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih
menekankan bahwa tujuan pembelajaran khusus (TPK)/indikator tersebut benar-
benar telah dipahami oleh seluruh siswa
Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh bahwa pembelajaran dengan
model probing prompting adalah pembelajaran dengan menyajikan pertanyaan
yang menuntun dan menggali untuk mengaitkan pengalaman sebelumnya dengan
materi yang sedang dipelajari. Langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah (1)
menghadapkan siswa pada situasi baru, (2) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban, (3) mengajukan persoalan kepada siswa sesuai
dengan indikator, (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan
jawaban, (5) menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan, dan (6) mengajukan
pertanyaan akhir untuk menekankan bahwa indikator telah dipahami siswa.
6. Materi Segitiga dan Segi Empat
Menurut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan
Lulusan (SKL), ruang lingkup matematika sekolah khususnya SMP/MTs meliputi
aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, statistika dan peluang.
36
Aspek geometri dan pengukuran yang harus dipelajari yaitu 1) memahami
bangun-bangun geometri, 2) unsur-unsur dan sifat-sifatnya, 3) ukuran dan
pengukurannya, meliputi: hubungan antargaris, sudut (melukis sudut dan
membagi sudut), segitiga (termasuk melukis segitiga) dan segiempat, 4) theorema
Pythagoras, 5) lingkaran (garis singgung, lingkaran luar dan lingkaran dalam
segitiga dan melukisnya), 6) kubus, balok, prisma, limas dan jaring-jaringnya, 7)
kesebangunan dan kongruensi, 8) tabung, kerucut, bola, serta menggunakannya
dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, materi segitiga dan segi empat
merupakan salah satu materi dari aspek geometri yang harus dipelajari siswa
SMP.
Menurut Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP, Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar dari materi segitiga dan segi empat disajikan pada Tabel 2
berikut:
37
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Segitiga dan segi
Empat Siswa SMP Kelas VII
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Geometri
6. Memahami konsep segitiga dan
segi empat serta menentukan
ukurannya
6.1.Mengidentifikasi sifat-sifat
segitiga berdasarkan sisi dan
sudutnya.
6.2.Mengindentifikasi sifat-sifat
persegipanjang, persegi, trapesium,
jajargenjang, belah ketupat dan
layang-layang
6.3.Menghitung keliling dan luas
bangun segitiga dan segi empat serta
menggunakannya dalam pemecahan
masalah.
Berdasarkan Tabel 2 tersebut, dapat dirumuskan beberapa indikator, yaitu:
a. Menjelaskan pengertian persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat,
layang-layang, dan trapesium
b. Menjelaskan sifat-sifat segi empat ditinjau dari sisi, sudut, dan diagonalnya
c. Menurunkan rumus keliling bangun segitiga dan segi empat
d. Menurunkan rumus luas bangun segitiga dan segi empat
e. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung keliling dan luas
bangun segitiga dan segi empat
7. Perangkat Pembelajaran Segitiga dan Segi Empat Menggunakan
Pendekatan Kontekstual dan Model Pembelajaran Probing Prompting
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang
dimaksud perangkat pembelajaran materi segitiga dan segi empat menggunakan
38
pendekatan kontekstual dan model pembelajaran probing prompting adalah suatu
perangkat pembelajaran untuk membelajarkan konsep segitiga dan segi empat
yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) yang dikembangkan menggunakan pendekatan kontekstual dan
model pembelajaran probing prompting.
RPP yang disusun telah disesuaikan dengan komponen-komponen RPP
yang termuat dalam BSNP tahun 2007 dan langkah-langkah dalam model
pembelajaran probing prompting. Langkah-langkah pembelajaran pada RPP yang
meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup disesuaikan dengan tahapan
probing prompting, yaitu: (1) menyajikan situasi baru, (2) merumuskan jawaban,
(3) mengajukan persoalan, (4) merumuskan jawaban, (5) menunjuk siswa, (6)
mengajukan pertanyaan akhir. Selain itu, disesuaikan pula dengan tujuh
komponen utama pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu: (1)
contructivism, (2) questioning, (3) inquiry, (4) learning community, (5) modeling,
(6) reflection, (7) authentic assessment. Sesuai dengan kurikulum KTSP, langkah-
langkah dalam proses pembelajaran adalah (1) eksplorasi, (2) elaborasi, dan (3)
konfirmasi. Keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dengan tahapan probing
prompting, langkah-langkah pembelajaran dalam KTSP, dan tujuh komponen
utama pada pendekatan kontekstual disajikan dalam Tabel 3 berikut:
39
Tabel 2. Keterkaitan antara Kegiatan Pembelajaran dengan Tahapan Probing
Prompting, Langkah-langkah Pembelajaran dalam KTSP, dan Tujuh
Komponen Utama pada Pendekatan Kontekstual
Kegiatan
Pembelajaran
Langkah-langkah
Probing Prompting
Langkah-
langkah
Pembelajaran
dalam KTSP
Tujuh komponen
utama pada
pendekatan
kontekstual
Pendahuluan
Inti Menyajikan situasi
baru
Eksplorasi Constructivism
Merumuskan
jawaban
Elaborasi Constructivism,
question, inquiry,
learning community,
modeling, authentic
assessment
Mengajukan
persoalan
Merumuskan
jawaban
Menunjuk siswa
Mengajukan
pertanyaan akhir
Konfirmasi Reflection, modeling,
dan authentic
assessment
Penutup
Sementara itu, LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan syarat
didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis. Tentunya, LKS yang dikembangkan
memuat tujuh komponen utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
yang langkah-langkahnya telah disesuaikan dengan model pembelajaran probing
prompting.
8. Kualitas Perangkat Pembelajaran
Van den Akker dan Nieveen (Rochmad, 2012:68) menyatakan bahwa
dalam penelitian pengembangan model pembelajaran perlu kriteria kualitas yaitu
kevalidan (validity), kepraktisan (practically), dan keefektifan (effectiveness).
Oleh karena itu, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan
berkualitas jika memenuhi kualifikasi valid, praktis, dan efektif.
40
a. Aspek kevalidan
Validitas dalam suatu penelitian pengembangan meliputi validitas isi dan
validitas konstruk. Van den Akker (Rochmad, 2012: 68) menyatakan:
“validity refers to the extent that design of the intervention is based on
state-of-the art knowledge (‘content validity’) and that the various
components of the intervention are consistently linked to each other
(‘construct validity’).”
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa perangkat pembelajaran
dikatakan valid jika memenuhi validitas isi dan validitas konstruk. Perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dikatakan memenuhi validitas isi jika sesuai
dengan kurikulum yang berlaku, yang tertuang dalam Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar pada materi segitiga dan segi empat untuk SMP kelas VII
sedangkan dikatakan memenuhi validitas konstruk jika adanya saling keterkaitan
setiap komponen dalam perangkat pembelajaran.
Kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan ini didasarkan
pada validitas isi yang dinilai oleh validator. Agar perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dalam penelitian ini memenuhi kualifikasi valid, ada beberapa
aspek yang harus dipenuhi, meliputi: (1) kesesuaian dengan prinsip penyusunan
RPP berdasarkan BSNP tahun 2007, (2) kesesuaian dengan model pembelajaran
probing prompting, (3) kesesuaian dengan pendekatan kontekstual, (4) kesesuaian
LKS dengan syarat didaktik, konstruksi, dan teknis, serta (5) kesesuaian dengan
kualitas isi materi LKS.
41
b. Aspek kepraktisan
Berkaitan dengan kepraktisan dalam penelitian pengembangan Van den
Akker (Rochmad, 2012: 70) menyatakan:
“practically refers to the extent that user (or other expert) consider the
intervention as appealing and usable in ‘normal’ condition”.
Berdasarkan kutipan di atas, diketahui bahwa kepraktisan mengacu pada
tingkat bahwa pengguna mempertimbangkan intervensi dapat digunakan dan
disukai dalam kondisi normal. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dikatakan praktis jika pengguna menyatakan bahwa perangkat pembelajaran dapat
diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya termasuk kategori minimal
baik. Dalam hal ini, kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dapat diketahui dari respons siswa dan respons guru sebagai pengguna perangkat
pembelajaran tersebut. Berikut adalah aspek yang harus dipenuhi agar perangkat
pembelajaran memenuhi kualifikasi praktis yang menjadi dasar penyusunan
angket respons siswa dan guru.
1) Kemudahan siswa dalam menggunakan LKS dan mengikuti proses
pembelajaran.
2) Keterbantuan siswa dalam memahami materi menggunakan LKS dan proses
pembelajaran.
3) Kebermanfaatan LKS untuk memahami materi dan kebermanfaatn penyajian
pertanyaan-pertanyaan dalam proses pembelajaran.
4) Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran
5) Kesesuaian penyajian RPP
6) Kesesuaian penyajian LKS
42
Selain angket respons siswa dan guru, kepraktisan perangkat pembelajaran
yang dikembangkan juga dilihat dari hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran.
Perangkat pembelajaran yang dihasilkan memenuhi kualifikasi praktis apabila
persentase rata-rata keterlaksanaan pembelajaran berada dalam kriteria minimal
baik.
c. Keefektifan
Berkaitan dengan keefektifan dalam penelitian pengembangan Van den
Akker dalam (Rochmad, 2012: 70) menyatakan:
“effectiveness refer to the extent that the experience and outcomes with the
intervention are consistent with the intended aims”.
Berdasarkan pada kutipan di atas, diketahui bahwa keefektifan mengacu
pada tingkatan bahwa pengalaman dan hasil intervensi konsisten dengan tujuan
yang dimaksud. Dalam penelitian pengembangan di bidang pembelajaran,
indikator untuk menyatakan bahwa keterlaksanaan model dikatakan efektif
misalnya dapat dilihat dari komponen-komponen: (1) hasil belajar siswa, (2)
aktivitas siswa, dan (3) kemampuan siswa dalam matematika.
Dalam hal ini, perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi
kualifikasi efektif apabila persentase ketuntasan hasil tes belajar siswa yang
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) minimal baik, dengan KKM yang
telah ditetapkan sekolah adalah 75.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Trisniawati, S.Si dalam tesisnya yang berjudul
43
“Keefektifan Pendekatan Kontekstual dan Discovery dalam Pembelajaran Bangun
Ruang Sisi Datar pada Kelas VIII Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta Ditinjau dari
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis”. Pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual lebih efektif daripada pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan discovery ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika
SMP Negeri 13 Yogyakarta pada pembelajaran bangun ruang sisi datar dan
pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual lebih atau efektif
dengan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan discovery ditinjau
dari kemampuan kemampuan komunikasi matematis SMP Negeri 13 Yogyakarta
pada pembelajaran bangun ruang sisi datar.
Selain itu, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yuriska Mayasari, Irwan, dan Mirna dalam
penelitiannya yang berjudul “Penerapan Teknik Probing Prompting dalam
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang”. Pada
penelitian tersebut didapatkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan teknik probing prompting lebih baik dari
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan tanpa
pembelajaran teknik Probing Prompting.
C. Kerangka Berpikir
Siswa diharapkan mampu memahami konsep matematika dengan baik
dalam pembelajaran matematika di SMP dan mampu menerapkannya untuk
44
memecahkan masalah. Dalam memahami konsep, siswa mengkonstruksi
pengetahuan menurut dirinya sendiri. Namun, faktanya siswa masih kurang
menguasai materi segitiga dan segi empat. Siswa masih mengalami kesulitan
belajar karena hanya berorientasi pada menghafal rumus dan kurang mampu
menerapkannya dalam permasalahan nyata yang berhubungan dengan konsep
yang dimiliki. Selain itu, perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang ada
kurang memfasilitasi siswa dalam belajar karena RPP yang disusun selalu
menggunakan metode ceramah. Sementara itu, LKS yang digunakan hanya
berisikan ringkasan materi dan kumpulan soal yang dibeli dari suatu penerbit.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, guru harus mampu mendesain
pembelajaran agar tercipta pembelajaran yang efektif dan dapat memfasilitasi
siswa dalam belajar sehingga dibutuhkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan
LKS. Dengan adanya penyusunan RPP, dapat membantu guru untuk
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sementara itu,
LKS dapat dijadikan sebagai penunjang pembelajaran yang akan memfasilitasi
siswa untuk terlibat aktif sehingga mampu mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri. Perangkat pembelajaran tersebut dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dan model pembelajaran probing prompting. Dalam
pendekatan kontekstual, siswa dengan permasalahan yang nyata diharapkan lebih
mudah memahami materi yang diajarkan karena siswa membangun pengetahuan
dan keterampilan baru melalui fakta yang mereka alami dalam kehidupan.
Sedangkan melalui model pembelajaran probing prompting, diharapkan siswa
termotivasi dalam belajar matematika dan lebih mudah memahami konsep dalam
45
matematika karena siswa ikut berpikir dan berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Penyajian permasalahan nyata di kehidupan sehari-hari dan peran
guru sebagai fasilitator dalam hal menggali dan menuntun jawaban siswa sangat
cocok untuk siswa yang berada pada tahap transisi antara tahap operasional
konkret dan tahap operasional formal. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan
pembahasan materi segitiga dan segi empat yang merupakan materi paling awal
dan mendasar dalam kajian geometri tingkat SMP.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dikembangkan perangkat pembelajaran
berupa RPP dan LKS materi segitiga dan segi empat dengan pendekatan
kontekstual dan model pembelajaran probing prompting untuk SMP kelas VII.
Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
46
Bagan berikut menggambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini.
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
1. Siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan dapat melihat
makna dari proses pembelajaran karena siswa membangun pengetahuan
dan keterampilan baru melalui fakta yang mereka alami dalam kehidupan.
2. Siswa lebih mudah memahami konsep dalam matematika karena siswa
ikut berpikir dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan
pendekatan kontekstual dan model pembelajaran probing prompting, yaitu
perangkat pembelajaran yang mengacu pada langkah-langkah probing
prompting: 1) menyajikan situasi baru, 2) merumuskan jawaban, 3)
mengajukan persoalan, 4) merumuskan jawaban, 5) menunjuk siswa, 6)
mengajukan pertanyaan akhir dan memuat tujuh komponen utama pendekatan
kontekstual: 1) contructivism, 2) questioning, 3) inquiry, 4) learning
community, 5) modeling, 6) reflection, 7) authentic assessment.
1. Siswa SMP Kelas VII berada pada tahap transisi antara tahap operasional
konkret dan operasional formal
2. Materi segitiga dan segi empat merupakan materi paling awal dan
mendasar dalam kajian geometri SMP
1. Kemampuan penguasaan materi siswa pada materi segitiga dan segi empat
masih kurang.
2. Perangkat pembelajaran yang ada kurang memfasilitasi siswa dalam
belajar
Pembelajaran Matematika Siswa SMP Kelas VII
Materi Segitiga dan Segi Empat