bab ii kajian pustaka 2.1kajian teori 2.1.1 pembelajaran … · 2018. 7. 6. · 6 bab ii kajian...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia SD
Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran mendasar yang sudah
diajarkan sejak TK sampai dengan perguruan tinggi. Bahasa Indonesia mempunyai peran
penting dalam proses pembelajaran, yakni mata pelajaran Bahasa Indonesia bersumber
pada hakikat pembelajaran bahasa yaitu belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi dan
belajar sastra berarti belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Dua
peran penting tersebut merupakan kompetensi yang hendak dicapai dalam belajar Bahasa
Indonesia. Hartati (2003) dalam http://soddis.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-dan-
tujuan-bahasa-indonesia.html menyatakan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan
tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya Nasional Nomor 21 Tahun 2016 tentang
standar isi, secara garis besar pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam
Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Mahsun (2014: 39) menyatakan bahwa, dalam pembelajaran Bahasa ada dua komponen yang harus dipelajari, yaitu masalah makna dan bentuk. Kedua unsur tersebut harus hadir secara stimulan dan keduanya harus ada. Namun pemakai bahasa harus menyadari bahwa komponen makna menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa, dan karena itu bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia. Untuk itu guru perlu menyadari, bahwa kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk dalam bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis.
Pendapat lain dikemukakan oleh Harun Rasyid dan Suratno (2009: 126), bahwa
bahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya, sebagai tanda
yang menyimpulkan suatu tujuan. Dengan demikian, Bahasa Indonesia yang diberikan di
dalam kelas lebih untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hal berkomunikasi
dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan Bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis.
7
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dalam kurikulum 2013 dilaksanakan secara
terpadu, yang dikenal dengan istilah pembelajaran tematik. Berdasarkan pendapat para
pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD adalah pembelajaran dengan kompetensi untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan baik dan benar
serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia; dan belajar sastra untuk menumbuhkan
apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia melalui kemampuan berpikir
sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis yang dilaksanakan secara terpadu.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasar
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, (2016: 100) mencakup:
1. Bentuk dan ciri teks faktual (deskriptif, petunjuk/arahan, laporan sederhana), teks tanggapan (ucapan terima kasih, permintaan maaf, diagram/tabel), teks cerita (narasi sederhana, puisi) teks cerita non naratif (cerita diri/personal, buku harian).
2. Konteks budaya, norma, serta konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya jenis teks. 3. Paralinguistik (lafal, kelantangan, intonasi, tempo, gestur, dan mimik). 4. Satuan bahasa pembentuk teks: kalimat sederhana dua kata pola SP. 5. Bentuk dan ciri teks genre faktual (teks laporan informatif hasil observasi, teks arahan/petunjuk,
teks instruksi, teks surat tanggapan pribadi), genre cerita (cerita petualangan, genre tanggapan, teks dongeng, teks permainan/dolanan daerah (teks wawancara, ulasan buku).
6. Konteks budaya, norma, serta konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya jenis teks. 7. Satuan bahasa pembentuk teks: kalimat sederhana pola SPO dan SPOK, kata, dan kelompok
kata. 8. Penanda kebahasaan dalam teks. 9. Bentuk dan ciri teks genre faktual (teks laporan buku, laporan investigasi, teks penjelasan
tentang proses, teks paparan iklan), genre cerita (teks narasi sejarah, teks pantun dan syair), dan genre tanggapan (pidato persuasif, ulasan buku, teks paparan, teks penjelasan).
10. Konteks budaya, norma, serta konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya jenis teks. 11. Satuan bahasa pembentuk teks: kalimat sederhana pola SPPel, SPOPel, SPOPelK, kata, frasa,
pilihan kata/diksi. 12. Penanda kebahasaan dalam teks. 13. Paralinguistik (lafal, kelantangan, intonasi, tempo, gestur, dan mimik).
Tujuan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5 mencakup empat
kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4)
keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler (Salinan Lampiran Permendikbud No 24 Tahun 2016
Tentang KI Dan KD Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar Dan
Pendidikan Menengah: 10).
8
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yang akan dicapai, yaitu “Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan kompetensi sikap sosial, yaitu “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air”. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. (Salinan Lampiran Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah: 10)
Kompetensi sikap dapat dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung
dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta
didik lebih lanjut, aktivitas ini merupakan penumbuhan dan pengembangan dari
kompetensi sikap.
Kompetensi inti Pengetahuan dan Kompetensi inti Keterampilan yang dirumuskan
dalam Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI Dan KD (2016: 10) sebagai berikut:
1. Kompetensi Inti 3 (Pengetahuan)
KI 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati,
menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan
Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,di sekolah dan
tempat bermain
2. Kompetensi Inti 4 (Keterampilan)
KI 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas,
sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia
Rumusan kompetensi di atas, menunjukkan bahwa fungsi pembelajaran Bahasa
Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat komunikasi.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa
yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun untuk
menyerap ilmu yang dipelajari lewat bahasa itu. Selain itu pembelajaran Bahasa Indonesia
juga dapat membentuk sikap berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk
menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia perlu
9
diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa
persatuan nasional.
Kompetensi dasar pengetahuan dan kompetensi dasar keterampilan yang
dirumuskan dalam Permendikbud No. 24 Tahun 2016 Tentang KI Dan KD (2016: 10) untuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5 dijelaskan secara rinci melalui tabel 2.1 sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.1 Menentukan pokok pikiran dalam teks lisan dan tulis
4.1 Menyajikan hasil identifikasi pokok pikiran dalam teks tulis dan lisan secara lisan, tulis, dan visual
3.2 Mengklasifikasi informasi yang didapat dari buku ke dalam aspek: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana
4.2 Menyajikan hasil klasifikasi informasi yang didapat dari buku yang dikelompokkan dalam aspek: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana menggunakan kosakata baku
3.3 Meringkas teks penjelasan (eksplanasi) dari media cetak atau elektronik
4.3 Menyajikan ringkasan teks penjelasan (eksplanasi) dari media cetak atau elektronik dengan menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif secara lisan, tulis, dan visual
3.4 Menganalisis informasi yang disampaikan paparan iklan dari media cetak atau elektronik
4.4 Memeragakan kembali informasi yang disampaikan paparan iklan dari media cetak atau elektronik dengan bantuan lisan, tulis, dan visual
3.5 Menggali informasi penting dari teks narasi sejarah yang disajikan secara lisan dan tulis menggunakan aspek: apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana
4.5 Memaparkan informasi penting dari teks narasi sejarah menggunakan aspek: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana serta kosakata baku dan kalimat efektif
3.6 Menggali isi dan amanat pantun yang disajikan secara lisan dan tulis dengan tujuan untuk kesenangan
4.6 Melisankan pantun hasil karya pribadi dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat sebagai bentuk ungkapan diri
3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi
4.7 Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri
3.8 Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada teks nonfiksi
4.8 Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan latar cerita yang terdapat pada teks nonfiksi
3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam surat undangan (ulang tahun, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dan lain-lain.)
4.9 Membuat surat undangan (ulang tahun, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dan lain-lain.) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan
Sumber: Permendikbud No. 24 Tahun 2016 tentang KI dan KD (2016: 10-11)
10
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu
setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. (Lampiran Permendikbud No. 22 tahun 2016
tentang Standar Proses, 2016: 1)
Prinsip pembelajaran yang perlu mendapat perhatian, tertuang dalam Lampiran
Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah (2016: 2) adalah:
1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; 3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; 4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; 5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; 6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban
yang kebenarannya multi dimensi; 7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; 8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan
mental (softskills); 9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai
pembelajar sepanjang hayat; 10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung
tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
peserta didik, dan dimana saja adalah kelas; 13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran; dan 14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
2.1.2. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
Salah satu pembelajaran yang berbasis penelitian adalah pembelajaran inkuiri.
National Science Education Standards /NSES dalam Sitiatava Rizema Putra (2013: 85-
86), mendefinisikan bahwa inkuiri adalah sebagai aktivitas beraneka ragam yang
meliputi observasi, membuat pertanyaan dan memeriksa buku-buku atau sumber informasi
lain untuk melihat sesuatu yang telah diketahui, merencanakan investigasi, memeriksa
11
kembali sesuatu yang sudah diketahui menurut bukti eksperimen, menggunakan alat untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data, mengajukan jawaban,
penjelasan, dan prediksi, serta mengomunikasikan hasil.
Oemar Hamalik (2012: 63) mengemukakan bahwa pendekatan inkuiri adalah
suatu strategi yang berpusat pada siswa dan kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada
suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu
prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas. Oemar Hamalik,
menjelaskan bahwa fokus pembelajaran inkuiri menekankan pada pemecahan masalah
melalui prosedur yang jelas. Melengkapi pendapat Oemar Hamalik, Piaget dalam Sofyan
dan Lif (2010: 103), mendefinisikan bahwa pendekatan inkuiri sebagai pendidikan yang
mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan eksperimen sendiri, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan mencari sendiri jawaban atas pertanyaan yang siswa ajukan.
Definisi yang sejalan dengan Piaget, dikemukakan oleh M. Gellu dalam Sofyan
dan Lif (2010:103), yang mengatakan bahwa pendekatan inkuiri adalah suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga siswa dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Dari beberapa pendapat tentang pendekatan inkuiri di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pendekatan inkuiri merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sendiri, mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan, menyelidiki dan
melakukan percobaan secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga berdasarkan
pengalamannya sendiri, dapat merumuskan penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
sendiri dengan penuh percaya diri.
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri:
Menurut Hamruni (2011: 95) terdapat enam langkah yang harus diikuti dalam
menerapkan model pembelajaran inkuiri meliputi orientasi, merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan
kesimpulan.
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri menurut
Sanjaya dalam Sitiatava Rizema Putra (2013: 101-104) adalah sebagai berikut:
12
1. Orientasi Pada tahap pertama ini yakni langkah orientasi yang berarti, guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang bersifat kondusif. Adapun beberapa hal yang akan dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah yakni sebagai berikut : a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai oleh siswa. b. Menerapkan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa guna meraih tujuan.
Dalam tahap ini pula dijelaskan bagaimana langkah-langkah inkuiri tersebut serta tujuan setiap langkah tersebut, yang dimulai dari urutan langkah merumuskan masalah hingga merumuskan kesimpulan.
c. Menjelaskan bagaimana pentingnya akan topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dan dilaksanakan dalam rangka agar untuk memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah adalah langkah membawa siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap siswa ialah mengajukan berbagai pertanyaan yang mendorong siswa agar dapat merumuskan jawaban sementara atau perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikir.
5. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, namun juga mesti didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Guna meraih kesimpulan yang tepat dan akurat, sebaiknya guru mampu untuk menunjukkan kepada siswa mengenai data-data yang relevan.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini mempunyai alasan yang rasional,
dalam pembelajaran ini siswa dilibatkan dalam pembelajaran, sehingga siswa
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai materi yang diajarkan, dan siswa
lebih tertarik terhadap materi yang diajarkan.
13
Trianto (2011: 169) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pendekatan inkuiri
ada lima tahapan pembelajaran yaitu:
1. Mengajukan pertanyaan atau masalah Memberikan pertanyaan atau suatu masalah kepada siswa, kemudian meminta siswa untuk merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru meminta kepada siswa untuk mengajukan gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
3. Mengumpulkan data Hipotesis digunakan untuk proses mengumpul data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
4. Analisis data Siswa bertanggungjawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran benar atau salah setelah memperoleh dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.
5. Membuat kesimpulan Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Langkah-langkah pendekatan inkuiri yang senada, juga dikemukakan oleh Bruce
Joyce dan Marssha Weil dalam Hidayati, dkk (2010: 6-10), yang menyebutkan ada lima
tahap pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya teori, yaitu:
1. Tahap pertama, guru memberikan permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan inkuiri kepada siswa. Tahap pertama ini guru menjelaskan tujuan dan proses pelaksanaan pembelajaran inkuiri, selanjutnya guru bisa memberikan pertanyaan kepada siswa dengan jawaban ya atau tidak (yes and no questions) yang bertujuan agar siswa dapat berpikir lebih teliti. Tahap awal untuk membawa siswa ke dalam pemikiran inkuiri dapat dilakukan dengan memberikan permasalahan, ide, pemikiran atau gagasan yang sederhana.
2. Tahap kedua, adalah verifikasi yaitu siswa mengumpulkan data atau informasi tentang masalah yang dimunculkan dalam tahap pertama. Siswa dapat mengajukan pertanyaan kepada guru dengan jawaban ya atau tidak.
3. Tahap ketiga, adalah tahap eksperimen, pada tahap ini siswa dapat mengajukan faktor atau unsur baru ke dalam permasalahan untuk melihat apakah unsur tersebut berpengaruh terhadap permasalahan yang dimunculkan. Selanjutnya guru dapat memfasilitasi siswa untuk menyusun dan menguji hipotesis.
4. Tahap keempat, guru dapat memfasilitasi siswa untuk mengorganisir data yang didapat, selanjutnya siswa dapat menyusun deskripsi atau penjelasan dari temuan yang mereka dapat dari proses yang telah dilakukan sehingga diperoleh kesimpulan.
5. Tahap kelima, siswa diminta untuk menganalisis proses inkuiri. Pada tahap ini merupakan tahap refleksi dimana siswa boleh mengevaluasi terhadap masalah yang dimunculkan oleh guru, sehingga guru dapat menganalisis proses inkuiri yang telah dilaksanakan dan mengembangkan proses inkuiri agar lebih efektif.
14
Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut, maka
langkah-langkah inkuiri dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Orientasi:
a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai oleh
siswa.
b. Menerapkan pokok-pokok kegiatan dan langkah-langkah inkuiri
c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
d. Menerima dan menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak (yes and no
questions) atau menerima permasalahan, ide, pemikiran atau gagasan yang
sederhana atau verifikasi
2. Merumuskan masalah
3. Merumuskan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5. Menguji hipotesis
6. Merumuskan kesimpulan
7. Refleksi
Wina Sanjaya (2009: 199-201), pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip
berikut ini:
1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
2. Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya.
4. Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
5. Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru
15
adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
Dalam melaksanakan pendekatan inkuiri terdapat keuntungan dan kelemahan.
Menurut Amin dalam Suryanti (2009: 142) pendekatan inkuiri sebagai pendekatan
pembelajaran memiliki beberapa keuntungan yaitu :
1. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. 2. Menciptakan suasana yang mendukung berlangsungnya pembelajaran yang berpusat pada
siswa. 3. Membantu siswa mengembangkan konsep diri yang positif. 4. Meningkatkan penghargaan sehingga siswa mengembangkan ide untuk menyelesaikan tugas
dengan caranya sendiri. 5. Mengembangan bakat individual secara optimal. 6. Menghindarkan siswa dari cara belajar menghafal.
Menurut Sanjaya (2006: 208), kekurangan pembelajaran dari pendekatan inkuiri,
diantaranya:
1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. 2. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam
belajar. 3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga
sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. 4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi
pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
Implementasi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri disajikan melalui tabel 2.2
yaitu sintak pendekatan inkuiri berikut ini.
Tabel 2.2 Sintak Pendekatan Inkuiri
Kegiatan Guru Sintak Inkuiri Kegiatan Siswa
1.1 Menjelaskan topik dan tujan,
yaitu tentang menulis surat undangan ulang tahun.
1.2 Membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap surat undangan ulang tahun.
1.3 Memberikan contoh beberapa surat undangan ulang tahun.
1.4 Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan berkaitan dengan menulis surat undangan ulang tahun.
1. Orientasi a. Menjelaskan topik,
tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai oleh siswa.
b. Menerapkan pokok-pokok kegiatan dan langkah-langkah inkuiri
c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
d. Menerima dan menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak (yes and no questions) atau menerima permasalahan, ide, pemikiran atau gagasan
1.1 Memahami topik dan tujuan
tentang menulis surat undangan ulang tahun.
1.2 Melakukan analisis terhadap surat undangan ulang tahun.
1.3 Menerima contoh beberapa surat undangan ulang tahun.
1.4 Melakukan tanya jawab berkaitan menulis surat undangan ulang tahun.
16
yang sederhana atau verifikasi
2.1 Membantu siswa menguji kebenaran atas data-data yang terkumpul terkait dengan menulis surat undangan ulang tahun.
2.2 Membantu siswa mencari fakta/bukti atas hipotesis yang diajukan.
2. Merumuskan masalah 2.1 Menguji kebenaran data-data dengan memanfaatkan media yang ada (buku, internet).
2.2 Mencari fakta/bukti atas hipotesis yang diajukan.
3.1 Membimbing untuk mengklarifikasi dan mendefinisikan hipotesis.
3.2 Membimbing siswa merumuskan hipotesis.
3. Merumuskan hipotesis 3.1 Melakukan klarifikasi hipotesis.
3.2 Merumuskan hipotesis
4.1 Membimbing siswa untuk mengumpulkan fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis melalui buku, internet, dan sebagainya.
4.2 Membimbing siswa cara-cara mengumpulkan fakta, bukti, data yang mendukung hipotesis.
4. Mengumpulkan data 4.1 Melakukan pengumpulan data, fakta, bukti yang mendukung hipotesis melalui buku, internet, dan sebagainya.
4.2 Mengumpulkan fakta, bukti, data yang mendukung hipotesis.
5.1 Membantu siswa memperluas hipotesis yang diajukan.
5.2 Membantu mengkaji kualitas dan kekurangan hipotesis.
5.3 Meyakinkan siswa atas kebenaran/fakta yang menjadi jawaban dari rumusan hipotesis dan dari data-data yang telah terkumpul.
5. Menguji hipotesis 5.1 Memperluas hipotesis yang diajukan.
5.2 Mengkaji kualitas dan kekurangan hipotesis.
5.3 Menerima kebenaran/fakta yang menjadi jawaban rumusan hipotesis dan dari data-data yang telah terkumpul.
6.1 Membantu siswa mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan, yaitu dengan memberikan kesimpulan atas beberapa hasil uji hipotesis.
6.2 Membimbing siswa untuk mencoba mengembangkan beberapa kesimpulan.
6.3 Membimbing siswa untuk menganalisis masing-masing kesimpulan yang telah dibuat.
6. Merumuskan kesimpulan 6.1 Mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan, yaitu memberikan kesimpulan atas beberapa hasil uji hipotesis.
6.2 Mengembangkan beberapa kesimpulan.
6.3 Melakukan analisis atas
masing-masing kesimpulan yang telah dibuat.
7.1 Membimbing siswa untuk menganalisis proses inkuiri yang telah dilaksanakan.
7. Refleksi 7.1 Mengevaluasi masalah yang dimunculkan oleh guru.
17
2.1.3 Keterampilan Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Berdasarkan teori
taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar meliputi tiga ranah
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
penilaian dan mencipta (Wardani Naniek Sulistya, 2012: 7).
Secara rinci keenam jenjang ranah kognitif dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan jenjang berpikir terendah. Seorang individu yang belajar akan mengetahui apa yang dikemukakan oleh guru, sehingga ia memperoleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali apa saja yang telah dipelajari, baik yang menyangkut nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
2. Pemahaman (comprehension) Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya kemudian dipahami dari berbagai aspek, sehingga menjadi sesuatu yang diketahuinya lebih mendalam. Seorang peserta didik yang memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri, atau dengan kata lain dapat mengungkapkan sesuatu hal berdasarkan inti pokok yang diketahuinya.
3. Penerapan (application) Penerapan atau aplikasi adalah “kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum atau teori-teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkrIt”.
4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan menjadi bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya.
5. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu proses memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi sesuatu unsur yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis.
6. Penilaian (evaluation) Penilaian adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif. Penilaian atau evaluasi merupakan “kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide, sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada” (Anas Sudijono, 2008: 52).
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Dalam kaitannya dengan hasil
belajar, ranah afektif (sikap) dapat diungkapkan sebagai kecenderungan siswa untuk
bertindak dengan cara tertentu.
Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil proses belajar antara lain:
18
1. Recieving/attending atau penerimaan, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam kategori ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2. Responding atau memberi respon jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar, yang meliputi ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
3. Valuing atau penilaian, yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
4. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kategori ini adalah konseptualisasi suatu nilai yakni mau menilai, menemukan dan mengkristalisasikan kaidah-kaidah dan menata suatu nilai, yaitu menimbang berbagai macam alternatif penyelesaian sehingga timbul sistem nilai.
5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni ”keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya yang di dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya” (Sudijono, 2008: 54-56).
Ranah belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Hasil belajar keterampilan ini sebenarnya merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang
baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). Hasil
belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor, apabila peserta didik
telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang
terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya (Anas Sudijono, 2008: 58). Ada
enam tingkatan keterampilan, yakni:
1. Gerakan refleks, yakni keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. 2. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. 3. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif,
motoris dan lain-lain. 4. Kemampuan di bidang fisik, misalnya: kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan. 5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang
kompleks. 6. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretasi (Nana Sudjana, 2011: 30-31).
Gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respons terhadap stimulus
tanpa sadar misalnya melompat, menunduk, berjalan, menggerakkan leher dan kepala,
menggenggam, dan memegang. Contoh kegiatan belajar mengupas mangga dengan
pisau, memotong dahan bunga, menampilkan ekspresi yang berbeda, meniru gerakan
polisi lalu lintas, meniru gerakan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin.
19
Gerakan dasar (basic fundamental movements) adalah gerakan yang muncul
tanpa latihan, tapi dapat diperhalus melalui praktik. Gerakan ini terpola dan dapat ditebak
seperti gerakan tak berpindah, bergoyang, membungkuk, mendorong, berputar. Gerakan
berpindah seperti merangkak, meluncur, berjalan, meloncat-loncat. Gerakan manipulasi
menyusun blok/balok, menggunting, menggambar, keterampilan gerak tangan dan jari-jari:
memainkan bola, menggambar.
Gerakan persepsi (perceptual obilities) adalah gerakan dasar yang sudah lebih
meningkat, karena dibantu kemampuan perseptual, memilih satu objek yang bervariasi
seperti membaca, menggambar simbol geometri menulis alphabet.
Gerakan kemampuan fisik (psycal abilities) adalah gerak yang lebih efisien,
berkembang melalui kematangan dan belajar menggerakkan otot/sekelompok otot selama
waktu tertentu seperti berlari jauh, menari, melakukan senam.
Gerakan terampil (skilled movements) adalah gerakan yang dapat mengontrol
berbagai tingkat gerak–terampil, tangkas, cekatan melakukan gerakan yang sulit dan rumit
(kompleks) melakukan gerakan terampil berbagai cabang olahraga seperti menari,
berdansa, membuat kerajinan tangan, mengetik, bermain piano, skating.
Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communicatio) adalah gerakan untuk
mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan. Ada 2 gerakan yaitu gerak estetik seperti
gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah; dan gerakan kreatif seperti gerakan-
gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran kerja seni yang bermutu
(membuat patung, melukis, menari balet), melakukan senam tingkat tinggi, bermain drama
(acting) dan keterampilan olahraga tingkat tinggi.
Hasil belajar bersifat kuantitatif, melalui pengukuran. Pengukuran menurut
Wardani NS, dkk (2012: 47) adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa. Pengukuran menurut Alen dan
Yen juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan
keadaan individu (Wardani NS, dkk., 2012: 48).
Teknik pengukuran menurut Wardani Naniek Sulistya dan Slameto (2012: 146)
dibedakan menjadi tiga yakni tes tertulis, tes lesan dan tes perbuatan, yang dijelaskan
secara rinci melalui tabel 2.3 yaitu teknik pengukuran dan bentuk instrumen berikut ini.
20
Tabel 2.3 Teknik Pengukuran dan Bentuk Instrumen
Teknik Pengukuran Bentuk Instrumen
a. Tes tertulis
- Tes pilihan: pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan lain-lain.
- Tes isian: isian singkat, dan uraian.
b. Tes lisan - Daftar pertanyaan
c. Tes praktik (tes kinerja)
- Tes identifikasi - Tes simulasi - Tes uji petik kinerja
d. Penugasan individual atau kelompok
- Pekerjaan rumah - Projek
e. Penilaian portofolio - Lembar penilaian portofolio
f. Jurnal - Buku catatan jurnal
g. Penilaian diri - Kuisener/lembar catatan diri
h. Penilaian antar teman - Lembar penilaian antar teman
Sumber : Wardani Naniek Sulistya dan Slameto (2012: 146)
Sejalan dengan klasifikasi tes yang dikemukakan oleh Wardani Naniek Sulistya
dan Slameto, Poerwanti Endang (2008: 4-9) juga mengklasifikasikan jenis-jenis tes
sebagai berikut:
1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan a. Tes Tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya. b. Tes Lisan. Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response), semuanya dalam
bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
c. Tes Unjuk Kerja. Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya a. Tes esei (essay-type test). Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
b. Tes jawaban pendek. Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
c. Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
Menurut Wardani Naniek Sulistya, (2012: 143), bentuk tes berdasarkan waktu
penyelenggaraannya dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
21
1. Tes masuk. Tes masuk adalah tes yang diselenggarakan sebelum dan menjelang suatu program pengajaran dimulai sampai dengan tes seleksi, tes masuk diselenggarakan untuk menentukan apakah seorang calon dapat diterima sebagai peserta program pengajaran karena ia memiliki jenis kemampuan yang dipersyaratkan.
2. Tes formatif. Tes yang dilakukan saat program pengajaran sedang berlangsung (progress test). 3. Tes sumatif. Tes yang diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara keseluruhan
(total). 4. Pre test dan post test. Hasil pra test digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik
pada awal program pengajaran dan digunakan untuk menentukan sejauh mana kemajuan peserta didik. Kemajuan yang dicapai bisa dilihat dengan membandingkan hasil pra test dengan hasil tes yang diselenggarakan di akhir program pengajaran (post test).
Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan (2016: 7-
8), menjelaskan mekanisme penilaian hasil belajar oleh pendidik yakni:
1. perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus;
2. penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/pengamatan dan teknik penilaian lain yang relevan, dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas atau guru kelas;
3. penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
4. penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
5. peserta didik yang belum mencapai KKM satuan pendidikan harus mengikuti pembelajaran remidi; dan
6. hasil penilaian pencapaian pengetahuan dan keterampilan peserta didik disampaikan dalam bentuk angka dan/atau deskripsi.
Mekanisme penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan:
1. penetapan KKM yang harus dicapai oleh peserta didik melalui rapat dewan pendidik; 2. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan pada semua mata pelajaran mencakup aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 3. penilaian pada akhir jenjang pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah;
Mekanisme penilaian hasil belajar oleh Pemerintah:
1. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN) dan/atau bentuk lain dalam rangka pengendalian mutu pendidikan;
2. bentuk lain penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk survei dan/atau sensus; dan
3. bentuk lain penilaian hasil belajar oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Menteri.
Mendasarkan penjelasan mekanisme penilaian hasil belajar oleh pendidik, bahwa
penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau
teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai, dan di sisi lain bahwa keterampilan hasil
22
belajar terkait dengan aspek kognitif, sehingga pengukuran keterampilannya meliputi
aspek pengetahuan dan sikap.
Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar ranah keterampilan tampak
dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar
keterampilan ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami
sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-
kecenderungan berperilaku).
Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar
keterampilan, apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu
sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif. Contoh (1)
peserta didik bertanya kepada guru tentang contoh kedisiplinan; (2) peserta didik mencari
dan membaca buku-buku yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat
memberikan penjelasan kepada teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adiknya di
rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan yang diterapkan di
sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan di masyarakat; (4) peserta didik
menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya agar berlaku disiplin baik di
sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan di masyarakat; (5) peserta didik
dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah
sebelum pelajaran di mulai, disiplin dalam mengikuti tata tertib sekolah, tertib dalam
mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenang dalam mengikuti pelajaran; (6) peserta
didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin menjaga kebersihan
rumah, disiplin belajar, disiplin menjalankan ibadah; (7) peserta didik dapat memberikan
contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan di masyarakat, seperti menaati rambu-
rambu lalu lintas, antri ketika membeli es; (8) peserta didik mengamalkan dengan
konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah dan kedisiplinan
dalam menaati peraturan yang ada.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar keterampilan.
Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1)
kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu
pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4)
kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang
23
diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Sementara itu Ryan (1980)
menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan
langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik
berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa
waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Jadi penilaian hasil belajar keterampilan mencakup persiapan, proses, dan produk.
Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik
melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta
didik.
Penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan observasi.
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu
ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur
atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta
didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, dan partisipasi peserta didik dalam
simulasi. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat
terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya,
lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil
observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya dapat diisi secara bebas dalam bentuk
uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, dapat pula dalam bentuk
memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan
atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat
berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1. Tes simulasi. Tes simulasi adalah kegiatan keterampilan yang dilakukan melalui tes ini,
jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan
penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan
keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah
menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
24
2. Tes unjuk kerja (work sample) adalah kegiatan keterampilan yang dilakukan melalui tes
ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta
didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam
melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya.
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi
langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat
menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Keterampilan
yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat
baik, baik, kurang baik, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah
keterampilan adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam
kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit
bila dibandingkan dengan ranah keterampilan. Pengukuran hasil belajar ranah
keterampilan menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Dalam ranah keterampilan yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar
fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual,
diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4)
keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa melalui
gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Mendasarkan uraian di atas, maka keterampilan menulis adalah besarnya skor
yang diperoleh dari sikap menulis, kemampuan menganalisis tulisan dan tes unjuk kerja.
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan.
Penelitian yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menulis Eksposisi Melalui
Strategi Pembelajaran Inkuiri”, telah dilakukan oleh Hartono (2016). Tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis eksposisi melalui strategi pembelajaran
inkuiri dan mendeskripsikan penerapan strategi pembelajaran inkuiri pada keterampilan
menulis eksposisi siswa kelas 5 SD Negeri Karangasem IV No. 204 Laweyan Surakarta
Tahun Ajaran 2015/2016. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat
meningkatkan keterampilan menulis eksposisi pada siswa kelas V SD Negeri Karangasem
25
IV No. 204 Surakarta melalui strategi pembelajaran inkuiri. Hal ini terlihat pada
pelaksanaan tindakan siklus I rata-rata proses belajar siswa secara klasikal adalah 72,22%
dikategorikan cukup baik dan pada siklus II meningkat dari 72,22% menjadi 83,33%
sehingga dikategorikan baik. Kekurangan dalam penelitian ini yaitu penelitian tidak
melakukan penilaian terhadap keterampilan dan pengetahuan siswa dalam pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri. Solusinya adalah dalam penelitian ini harus melakukan
penilaian hasil belajar melalui aspek kognitif dan psikomotorik yang berupa tes dan lembar
observasi.
Peneliti lain adalah Singgih Winarso yang pada tahun 2012 telah melakukan
penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Sifat Cahaya dengan Metode Inkuiri”.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar sifat cahaya melalui penerapan metode
inkuiri. Prosedur dari penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan (planning),
pelaksanaan tindakan (action), observasi dan evaluasi tindakan (observation and
evaluation) dan refleksi tindakan (reflecting). Kelebihan penelitian inkuiri ini adalah dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 di SD Negeri Sooka 1 Kecamatan Punung
Kabupaten Pacitan melalui pembelajaran inkuiri. Hal ini terlihat pada kondisi awal sebelum
dilaksanakan tindakan atau pada pratindakan ketuntasan klasikal sebesar 46,7%, siklus 1
mencapai 73,3%, siklus 2 mencapai 80%. Kekurangan dari penelitian ini adalah penelitian
tidak melakukan penilaian terhadap keterampilan belajar siswa yang muncul pada saat
siswa melakukan aktivitas-aktivitas dalam pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini akan mengukur aspek pengetahuan dan keterampilan dalam proses belajar.
Uni Apriyani pada tahun 2013 melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Batuan”. Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep batuan melalui penerapan model
pembelajaran inkuiri. Kelebihan dengan menerapkan inkuiri adalah dapat meningkatkan
pemahaman konsep batuan melalui penerapan model pembelajaran inkuiri. Hal ini terlihat
dari hasil pembelajaran konsep batuan pada pra siklus ketuntasan klasikal baru mencapai
47,22%, pada siklus 1 ketuntasan klasikal sebesar 72,22%, dan siklus 2 ketuntasan
klasikal mencapai 83,33%. Kekurangan dari penelitian ini adalah hanya meneliti
meningkatnya skor hasil belajar IPA saja, sedangkan proses dalam pembelajaran model
26
inkuiri tidak dilakukan pengukuran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengukur
proses belajar untuk mencapai aspek kognitif dan psikomotor peserta didik.
Penelitian yang terkait keberhasilan penelitian melalui penerapan pendekatan
inkuiri merupakan refleksi dari penelitian yang sudah ada sebelumnya dan secara rinci
disajikan pada tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.4 Hasil Penelitian Relevan
Nama Tahun
Penelitian
Jenis Peneli
tian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 2 Kelebihan Kelemahan
Hartono 2016 PTK Pendekatan Inkuiri
Hasil belajar Bahasa Indonesia
Adanya peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia dari tiap siklus
Tidak dilakukan pengukuran dalam aspek afektif
Singgih Winarso
2012 PTK Pendekatan Inkuiri
Hasil Belajar IPA
Adanya peningkatan yang sudah mencapai indikator kinerja yaitu 80% jumlah siswa sudah mengalami ketuntasan belajar
Pengukuran hasil belajar IPA mencakup aspek keterampilan
Uni Apriyani
2013 PTK Pendekatan Inkuiri
Hasil Belajar IPA
Adanya peningkatan hasil belajar IPA dari tiap siklus
Tidak dilakukan pengukuran dalam aspek kognitif
Dari beberapa hasil penelitian di atas, nampak terdapat peningkatan hasil belajar
Bahasa Indonesia siswa, setelah menggunakan pendekatan inkuiri.
2.3. Kerangka Pikir
Pembelajaran yang dilakukan guru siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Pati
adalah konvensional yakni guru menjadi pusat pembelajaran. Dalam pembelajaran, siswa
tidak dilibatkan. Metode pembelajaran yang dipilih selalu dominan menggunakan metode
ceramah, metode tanya jawab, dan pemberian tugas. Pembelajaran tidak didesain dengan
pembelajaran inovatif yang melibatkan peserta didik dalam pembelajaran. Melalui
pembelajaran seperti ini, nampak hasil belajar yang dicapai siswa tidak dapat mencapai
optimal, bahkan tidak 100% dari seluruh siswa yang mencapai ketuntasan. Hasil belajar
diukur melalui tes. Sementara capaiannya adalah aspek keterampilan. Hal ini
menimbulkan masalah pembelajaran yakni masalah desain pembelajaran dan masalah
pengukuran hasil belajar.
27
Permasalahan desain pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar perlu
segera diatasi, dengan pembelajaran inovatif yakni mendesain pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri dan pengukuran hasil belajar memfokuskan pada keterampilan menulis.
Pendekatan inkuiri adalah pendekatan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
KD 3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi, KD 4.7
Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan
dengan bahasa sendiri, KD 3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam
surat undangan ulang tahun, dan KD 4.9 Membuat surat undangan ulang tahun, dengan
kalimat efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa melalui langkah sebagai
berikut:
1. Orientasi:
a. Menyimak topik, tujuan, dan keterampilan menulis dengan bahasa sendiri
b. Menyimak hal-hal yang perlu diperhatikan dan langkah-langkah untuk menulis
konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi
c. Mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak
2. Merumuskan masalah konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi
3. Merumuskan hipotesis tentang konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi
4. Menandai konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi
5. Menulis konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan
dengan bahasa sendiri
6. Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan
dengan bahasa sendiri
Keterampilan menulis surat undangan adalah besarnya skor yang diperoleh dari
sikap menulis, kemampuan menganalisis tulisan dan tes unjuk kerja.
Kerangka berfikir peningkatan keterampilan menulis melalui pendekatan inkuiri
secara rinci disajikan melalui gambar 2.1 di halaman berikut.
28
Keterangan: TN = Teks Nonfiksi LO = Lembar Observasi
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Peningkatan Keterampilan Menulis Melalui Pendekatan Inkuiri
KD 3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi KD 3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam surat undangan ulang
tahun KD 4.7 Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam
tulisan dengan bahasa sendiri KD 4.9 Membuat surat undangan ulang tahun, dengan kalimat efektif dan
memperhatikan penggunaan ejaan
Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
Orientasi menulis konsep pada TN (menyimak naskah pidato)
Merumuskan masalah konsep-konsep pada teks nonfiksi
Merumuskan hipotesis konsep-konsep pada teks nonfiksi
Menandai konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi
Menulis teks nonfiksi dengan bahasa sendiri LO Analisis Tulisan
LO Tes Unjuk Kerja Menyajikan tulisan nonfiksi dalam bahasa sendiri
Pembelajaran Konvensional Keterampilan Menulis<KKM
LO Analisis Tulisan
LO Sikap Menulis
LO Sikap Menulis
Keterampilan Menulis
29
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, hipotesis tindakan yang
dirumuskan adalah:
1. Peningkatan keterampilan menulis KD 3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling
berkaitan pada teks nonfiksi diduga dapat diupayakan melalui pendekatan inkuiri siswa
kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Kecamatan Jaken Pati semester I tahun pelajaran
2016/2017.
2. Peningkatan keterampilan menulis KD 4.7 Menyajikan konsep-konsep yang saling
berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri diduga dapat
diupayakan melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02
Kecamatan Jaken Pati semester I tahun pelajaran 2016/2017.
3. Peningkatan keterampilan menulis KD 3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan
ejaan dalam surat undangan ulang tahun, diduga dapat diupayakan melalui pendekatan
inkuiri siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Kecamatan Jaken Pati semester I tahun
pelajaran 2016/2017.
4. Peningkatan keterampilan menulis KD 4.9 Membuat surat undangan ulang tahun,
dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan diduga dapat diupayakan
melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Kecamatan Jaken Pati
semester I tahun pelajaran 2016/2017.