bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pembelajaran...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik
Sungkono (Suryobtoto:2009) pembelajaran tematik secara singkat diuraikan
meliputi prinsip-prinsip, ciri-cirinya, pemilihan tema dan contoh implikasinya
disekolah. Sedangkan menurut Sutirjo dan Istuti Mamik (Suryobroto:2009)
pembelajaran tematik adalah satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan,
ketrampilan, nilai atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan
menggunakan tema. Kesimpulan dari pernyataan pakar bahwa pembelajaran
tematik diupayakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan siswa dengan
melibatkan siswa dalam kegiatan belajar berdasarkan tema. Keterpaduan dalam
pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan
aspek belajar mengajar. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajatan terpadu
yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam
beberapa mata pelajaran dan diberikan dalam satu kali tatap muka.
Menurut Kunandar (2007:311)Tema merupakan alat atau wadah untuk
mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh. Dalam
pembelajaran, tema diberikan dengan maksud untuk menyatukan isi kurikulum
dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa siswa dan
membuat pemmbelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam menerapkan dan melaksanakan
pembelajaran tematik (Suryobroto:2009) yaitu: 1) bersifat terintegrasi dengan
lingkungan, 2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, 3) efisiensi,
lebih jelasnya dapat diuraian sebagai berikut ini:
1. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan
Pembelajaran yang dilakukan dikemas dalam suatu format keterkaitan,
maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi yang
dihadapi siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah yang
8
nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikatkan dengan topik
yang dibahas.
2. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa bekerja secara sungguh-
sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang rill sekaligus
mengaplikasikannya.
3. Efisiensi
Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara lain dalam segi
waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber belajar yang otentik
sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.
Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau karakteristik seperti berikut ini:
a. Berpusat pada siswa
Proses pembelajaran yang dilakukan harus menempatkan siswa sebagai
pusat aktivitas dan harus mampu memperkaya pengalaman belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa
Agar pembelajaran lebih bermakna maka siswa perlu belajar secara
langsung dan mengalami sendiri.
c. Permasalahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Mengingat tema dikaji dari berbagai mata pelajaran dan saling berkaitan
maka batas mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran.
e. Bersifat fleksibel
f. Pelaksanaan pembelajaran tematik tidak terjadwal secara ketat antar mata
pelajaran
g. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan
siswa.
9
Tabel 2.1
KompetensiInti dan Kompetensi Dasar
Tema Keindahan Alam Negeriku
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
3.Memahami pengetahuan
faktual dengan cara
mengamati [mendengar,
melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan
benda-benda yang
dijumpainya di rumah,
sekolah, dan tempat
bermain.
IPS
3.3.Memahami manusia dalam hubungannya
dengan kondisi geografis di sekitarnya.
BAHASA INDONESIA
3.4.Menggali informasi dari teks cerita
petualangan tentang lingkungan dan
sumber daya alam dengan bantuan guru
dan teman dalam bahasa Indonesia lisan
dan tulis dengan memilih dan memilah
kosakata baku.
MATEMATIKA
3.7.Menentukan kelipatan persekutuan dua
buah bilangan dan menentukan kelipatan
persekutuan terkecil (KPK).
3.14.Memahami penambahan dan
penguranganbilangan decimal.
PPKN
3.3. Memahami hak dan kewajiban sebagai
warga dalam kehidupan sehari-hari di
rumah, sekolah dan masyarakat.
IPA
3.7. Mendeskrisikan hubungan antara
sumber daya alam dengan lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4.Menyajikan pengetahuan
faktual dalam bahasa yang
jelas dan logis dan
IPS
4.3.Menceritakan manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan
geografis tempat tinggalnya.
10
sistematis, dalam karya
yang estetis dalam gerakan
yang mencerminkan anak
sehat, dan dalam tindakan
yang mencerminkan
perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia
PPKN
4.2.Melaksanakan kewajiban sebagai warga
di lingkungan rumah, sekolah dan
masyarakat
BAHASA INDONESIA
4.4.Menyajikan teks cerita petualangan
tentang lingkungan dan sumber daya
alam secara mandiri dalam teks bahasa
Indonesia lisan dan tulis dengan memilih
dan memilah kosakata baku
MATEMATIKA
4.1.Mengemukakan kembali dengan kalimat
sendiri , menyatakan kalimat matematika
dan memecahkan masalah dengan efektif
permasalahan yang berkaitan dengan
KPK dan FPB, satuan kuantitas, desimal
dan persen terkait dengan aktivitas
sehari-hari di rumah, sekolah, atau
tempat bermain serta memeriksa
kebenarannya.
IPA
4.6.Menyajikan secara tertulis hasil
pengamatan daur hidup beberapa
jenis mahluk hidup.
Tingkat kompetensi tersebut dikembangkan berdasarkan kriteria; (1)
Tingkat perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi Indonesia, (3)
Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu Tingkat Kompetensi juga
memperhatikan; tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan
pendidikan, dan keterpaduan antar jenjang yang relevan (Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah).
11
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik
pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai
kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan
kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar
dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti
sebagai berikut:
1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka
menjabarkan KI-1;
2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka
menjabarkan KI-2;
3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka
menjabarkan KI-3; dan
4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka
menjabarkan KI-4.
Setiap tingkat kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses
pembelajaran dan penilaian. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan
penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:
1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat
pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi
yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama;
2. Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi
pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan
alam, sumber/ media lainnya);
3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta
didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat
dihubungi serta diperoleh melalui internet);
4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran
siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan
sains
5. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);
6. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia;
7. Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users)
dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta
didik;
8. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi
pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan
9. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis (Permendikbud No 67
Tahun 2013 tentang Struktur Kurikulum SD).
2.1.2. Hasil Belajar
Menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum jamil, 2013:37) hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan
12
belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance).
Artinya bahwa hasil belajar itu diukur pada saat siswa sedang belajar dan pada
saat siswa selesai belajar oleh karena itu menurut Gagne ada lima tipe hasil belajar
yaitu intellectual skill (ketrampilan intelektual), cognitive strategy (strategi
kognitif), verbal information (informasi verbal), motor skill (ketrampilan
motoris), dan attitude (sikap). Hal ini dikuatkan oleh Taksonomi Bloom bahwa
penilaian hasil belajar dinilai dari 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Ranah kognitif dapat dinilai dengan tehnik tes sedangkan penilaian ranah afektif
dan psikomotor dilakukan dengan tehnik nontes. Howard Kingsley membagi tiga
macam hasil belajar yaitu (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengertian, (c) sikap dan cita-cita.
(http://audiesruby.blogspot.com/2013/12/taksonomi-bloom-dan-konsep-
permasalahan.html)
Menurut Susanto Ahmad hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Definisi diatas dipertegas lagi
oleh pendapat Nawawi (Susanto Ahmad, 2013:5) yaitu hasil belajar dapat
diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran
di sekolah yang dinyatakan dalam skor. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
keberhasilan dicapai pada saat proses pembelajaran berlangsung dan juga pada
akhir pembelajaran.
Jadi dari beberapa definisi hasil belajar diatas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh dari pengukuran aspek kognitif
(intelektual), aspek afektif (sikap) dan psikomotor (ketrampilan).Untuk
mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang dikehendaki dapat diketahui melalui pengukuran. Pengukuran
merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka
pada suatu gejala atau peristiwa atau benda ( Wardani Naniek Sulistya dkk, 2012:
47). Untuk menetapkan angka dalam pengukuran tersebut diperlukan alat ukur
yang disebut dengan instrumen seperti tes, panduan wawancara, skla sikap dan
angket.
13
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.
1. Penilaian kompetensi sikap. Pendidik melakukan penilaian kompetensi
sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer
evaluation) oleh siswa dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk
observasi, penilaian diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau
skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal
berupa catatan pendidik.
1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan
pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian diri.
3) Penilaian antarsiswa merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
antarsiswa.
4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas
yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan. Pendidik menilai kompetensi
pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
14
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik
tugas.
3. Penilaian Kompetensi Keterampilan. Pendidik menilai kompetensi
keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut
siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen
yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
dilengkapi rubrik.
1. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa
keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
tuntutan kompetensi.
2. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi
kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis
maupun lisan dalam waktu tertentu.
3. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang
bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan,
prestasi, dan/atau kreativitas siswa dalam kurun waktu tertentu. Karya
tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan
kepedulian siswa terhadap lingkungannya.
Instrumen penilaian juga harus memenuhi persyaratan yaitu sebagai
berikut:
1. Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2. Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan; dan
3. Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa.
Dalam kegiatan memeberikan angka tersebut dapat bermakna apabila
dilakukan sebuah asesmen. Asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan
15
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa (Wardani Naniek
Sulistya dkk, 2012: 50).
Jenis-jenis assesmen selalu dikaitkan dengan fungsinya. Asesmen di tinjau
dari fungsinya (Wardani Naniek Sulistya dkk, 2012: 55) yaitu:
1. Asesmen formatif
Berfungsi untuk memperbaiki hasil atau program untuk memperbaiki hasil
atau program kegiatan.
2. Asesmen sumatif
Berfungsi untuk menentukan tingkat tingkat keberhasilan pada akhir
program
3. Asesmen penempatan
Berfungsi untuk mengelompokan seseorang berdasarkan kriteria tertentu
dan menempatkan pada kategori program yang sesuai dengan kriteria.
4. Asesmen diagnostik
Berfungsi untuk mendeteksi kelemahan-kelemahan yang biasanya bersifat
psikologis atau mengidentifikasi kesulitan belajar siswa yang berkaitan
dengan pembuatan program remediasi.
Prinsip asessmen pembelajaran adalah patokan yang harus dipedomani
ketika guru melakukan asesmen proses dan hasil belajar. Prinsip-prinsip yang
harus dijadikan pedoman adalah sebagai berikut:
1. Komprehensif(menyeluruh)
Asesmen/ penilaian terhadap hasil belajar siswa harus dilaksanakan secara
menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup seluruh domain aspek kognitif,
psikomotorik dan afektif atau nilai, dan ketrampilan, serta materi secara
representatif sehingga hasilnya dapat diintegrasikan dengan baik.
2. Berorientasi pada kompetensi
Konsekuensi perubahan kurikulum akan menuntut perubahan dalam
sistem asesmennya. Dalam kurikulum KTSP asesmen harus berorientasi pada
pencapaian kompetensi(rangkaian kemampuan), bukan pada penugasan materi
(pengetahuan).
16
3. Terbuka, adil, dan objektif
Prosedur asesmen, kriteria asesmen dan pengambilan keputusan
hendaknya diketahui oleh pihak yang berkepentingan, sehingga terbuka bagi
beragai kalangan(stake holder) baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi semua pihak yang
berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat
merugikan semua pihak. Pelaksanaan asesmen juga tidak menguntungkan atau
merugikan bagi siswa dan tidak membedakan latar belakang sosial ekonominya.
4. Berkesinambungan
Asesmen harus dilaksanakan secara terus-menerus, berkesinambungan
berencana, bertahap, teratur dari waktu ke waktu, untuk mengetahui
perkembangan secara menyeluruh kemajuan belajar siswa.
5. Bermakna
Asesmen diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak.
6. Terpadu, sistematis, dan menggunakan acuan kriteria
Pelaksanaan asesmen merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah yang baku serta berdasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan
7. Mendidik dan akuntabel
Asesmen dilakukan bukan untuk mendiskriminasi siswa (lulus atau tidak
lulus) atau menghukum siswa, tetapi untuk mendeferensiasi siswa (sejauhmana
seorang siswa membuat kemajuan atau posisi masing-masing siswa dalam
rentang cakupan pencapaian suatu kompetensi).
Teknik yang digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur
hasil belajar siswa dengan menggunakan tehnik tes dan non tes berikut ini:
1) Teknik Tes
Tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian
angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam
kondisi yang relatif sama (Wardani Naniek Sulistya dkk, 2012: 142). Jenis-jenis
tes secara lebih jelas disajikan sebagai berikut ini:
17
1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakannya dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Tes tertulisadalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal
soal maupun jawabannya.
2. Tes lisan. Baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya
dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki
rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari
tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap
dari instrumen asesmen yang lain.
3. Tes unjuk kerja. Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu
sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan
psikomotor.
2) Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya yaitu:
1. Tes Esei (Essay-type Test).
Tes Esai atau uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya
dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2. Tes Jawaban Pendek.
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata
pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
3. Tes Objektif.
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan
untukmenjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula
disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
3) Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraannya menurut Wardani
Naniek Sulistya dkk, (2012: 143) yaitu:
1. Tes formatif metupakan tes yang dilakukan pada saat program
pengajaran sedang berlangsung (progress test).
2. Tes sumatif merupakan tes yang diselenggarakan untuk mengetahui
hasil pengajaran secara keseluruhan (total).
18
3. Pra test dan post test, Hasil pra test digunakan untuk mengetahui
kemampuan siswa pada awal program pengajaran dan digunakan untuk
menentukan sejauh mana kemajuan siswa. Kemajuan yang dicapai bisa
dilihat dengan membandingkan hasil pra tes dengan hasil tes yang
diselenggarakan di akhir program pengajaran (post test).
2) Non Tes
Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah (Wardani Naniek Sulistya dkk, 2012: 73). Teknik non
tes digunakan untuk menilai ranah afektif dan psikomotorik. Macam-macam
tehnik Non Tes adalah sebagai berikut:
1. Unjuk kerja adalah suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan
melalui pengamatan aktivitas siswa dalam melakukan sesuatu yang
berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato,
membaca puisi dan berdiskusi; kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah dalam kelompok; partisipasi siswa dalam diskusi; ketrampilan
menari; ketrampilan memainkan alat musik; kemampuan berolahraga;
ketrampilan menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat;
bermain peran; bernyanyi dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat.
2. Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam
waktu tertentu.
3. Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas
kepada siswa yang dilakukan secara individu.
4. Tugas kelompok sama seperti tugas individu, namun tugas ini
dikerjakan secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai
kompetensi kerja kelompok.
5. Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau
pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik,
laporan praktikum, dan Laporan Pemantapan Praktik Kerja Lapangan
(PPL).
19
6. Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai untuk
mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi dapat
dilakukan pada awal praktik ataupun pada akhir praktik.
7. Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan
siswa dalam satu periode tertentu.
Jadi hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh dari pengukuran
dengan menggunakan teknik tes dan nontes. Teknik tes digunakan untuk
mengukur aspek kognitif (intelektual) dan teknik nontes dapat digunakan untuk
mengukur spek afektif (sikap) dan psikomotor (ketrampilan).
Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan ke dalam dua
cara atau dua sistem, yakni penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan
patokan (PAP). Penilaian acuan norma (PAN) adalah penilaian yang diacukan
kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian dapat diketahui posisi
kemampuan siswa didalam satu kelompoknya. Untuk itu, norma atau kriteria
yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa, dibandingkan
dengan nilai rata-rata kelasnya. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang
tergantung pada prestasi kelompoknya. Keuntungan sistem ini adalah dapat
diketahui prestasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui
keberhasilan pengajaran bagi semua siswa. Kelemahannya adalah kurang
meningkatkan kualitas hasil belajar. Sistem penilaian ini tepat digunakandalam
penilaian formatif. Sistem penilaian acuan norma disebut standar relatif.
Penialaian acuan patokan(PAP) adalah penilaian yang diacukan kepada
tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, derajat
keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan
dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Biasanya keberhasilan siswa
ditentukan kriteriannya, yakni berkisar antara 75-80%. Artinya siswa dapat
dikatakan berhasil apabila ia menguasai atau dapat mencapai sekitar 75-80% dari
tujuan atau nilai yang seharusnya dicapai. Kurang dari kriteria tersebut
dinyatakan belum berhasil. Sistem penilaian acuan patokan disebut standar
mutlak.
20
Salah satu prinsip penilaian pada Kurikulum 2013 adalah menggunakan
acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan
siswa. Kriteria paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan
dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Hasil belajar yang merupakan besarnya skor yang diperoleh melalui
pengukuran dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan menggunakan
teknik tes dan non tes diukur kriteria ketuntasan belajarnya dengan menggunakan
KKM (kriteria ketuntasan minimal).
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) di satuan pendidikan
atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama.
Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian
kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka
maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara
nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari
kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan
secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, siswa, dan
orang tua siswa. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu
melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh siswa dan
atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan
Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar siswa.
Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal
pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Adapun fungsi kriteria ketuntasan
minimal antara lain:
a) Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi siswa sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti.
21
b) Sebagai acuan bagi siswa dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran.
c) Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan
evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.
d) Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan siswa dan antara
satuan pendidikan dengan masyarakat.
e) Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap
mata pelajaran. (Depdiknas, 2010: 4).
Jadi hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran
dalam aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotor yang dilakukan dengan teknik
tes dan nontes dan diukur ketuntasan belajarnya dengan menggunakan KKM
(kriteria ketuntasan minimal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.3. Pendekatan Discovery
Pendekatan discovery menurut Sa’ud (Suryobtoto:2009) adalah penemuan
sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada tetapi
belum diketahui orang. Sejalan dengan definisi tersebut Gyorgy (dalam
Carter:2009) pendekatan discovery adalah ketidaksengajaan yang bertemu dengan
fikiran yang sudah siap.
Menurut Suryobroto (Paul Suparno, 2007:73) pendekatan penemuan
(discovery) dapat diartikan sebagai cara mengajar yang mementingkan pengajaran
seseorang, manipulasi obyek, percobaan dan lain-lain sebelum sampai generalisasi
umum. Pendekatan discovery adalah sebuah proses pembelajaran dimana
siswabelajar dengan diperkenankan untuk menemukan sendiri informasinya
melalui berbagai kegiatan yang dapat mengaktifkan siswa dalam menggali
informasi guna menemukan sendiri pengetahuannya.
Menurut Throwbridge dan Bybee (dalam Paul Suparno, 2007:73)
menjelaskan pendekatan discovery adalah sebagai proses mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan sustu konsep atau prinsip. Proses mental yang
dimaksud antara lain : mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.
22
Melalui tehnik ini siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri dan
mengalami proses mental sendiri, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan
memberikan instruksi saja. Dengan demikian pembelajaran discovery adalah
suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental baik
secara mandiri maupun melalui tukar pendapat pada kegiatan diskusi dengan
kelompok, melalui kegiatan membaca materi dan mencoba sendiri agar siswa
dapat belajar secara mandiri.
Jadi pendekatan discovery adalah sebuah pendekatan dimana seorang guru
memberikan kesempatan dan kebebasan kepada siswa untuk menemukan,
menggali dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa dapat lebih
mengerti. Dengan belajar menemukan sendiri siswa akan lebih mudah dalam
mengingat apa yang telah dipelajarinya.
Penggagas pendekatan discovery adalah Jerome Bruner. Pendekatan
Discovery adalah sebuah pendekatan yang berbasis inquiri. Pendekatan discovery
mengungkapkan bahwa pembelajaran yang terbaik bagi siswa adalah belajar
dengan menemukan sendiri fakta-fakta dan hubungan-hubungan dengan usaha
mereka sendiri. Teori belajar yang berpengaruh dalam pembelajaran discovery
learning adalah teori belajar konstruktivis dimana dalam pemecahan masalah,
siswa menggunakan pengalaman yang lama ke dalam pengetahuan yang ada
untuk menemukan fakta-fakta, hubungan dan kenyataan untuk dipelajari. Dalam
pembelajaran discovery, siswa berinteraksi dengan alam dengan cara menjelajahi
dan memanipulasi objek, menimbulkan pertanyaan dan kontroversi dan
melakukan percobaan. Sebagai hasil, siswa dapat memahami dan mengingat
konsep dan pengetahuan yang mereka pelajari sendiri (learning-
theories.com:2007).
2.1.3.1.Langkah-langkah Pendekatan Discovery
Menurut Sund (Suryobtoto:2009) pendekatan discovery adalah proses
mental di mana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip.
Proses mental tersebut meliputi : mengamati, mengklasifikasi, membuat dugaan,
23
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan. Sedangkan langkah-langkah
pendekatan discovery menurut Depdikbud (SEQIP, 2002:7) antara lain:
1. Motivasi
Langkah ini bertujuan menuntun siswa ke arah materi pembelajaran.
Untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa, antusiasme dan kesediaan
belajar siswa.
2. Perumusan masalah
Memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas
3. Penyusunan opini
Pendapat siswa berdasarkan pengalaman atau interprestasinya sehingga
dapat memberikan hipotesis dari permasalahan yang diberikan
4. Perencanaan dan konstruksi alat
Melakukan persiapan peralatan percobaan yang akan digunakan
5. Pelaksanaan percobaan
Langkah percobaan merupakan titik perhatian pembelajaran, jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah, disini akhirnya akan ditemukan hasil melalui
pengalaman percobaan menggunakan peralatan yang khusus
dikembangkan untuk tujuan ini
6. Kesimpulan
Berupa hasil dari kesimpulan suatu prosedur pemecahan masalah
7. Abstraksi
Abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci yang diperoleh
melalui kasus khusus dalam melakukan penelitian untuk mencapai syarat-
sayarat umum. Abstraksi merupakan suatu idealis dan suatu generalisasi
sejumlah pernyataan yang menggunakan istilah-istilah teknis terperinci
dan konsep-konsep yang tepat.
8. Konsolidasi pengetahuan
Langkah in bertujuan agar siswa semakin menguasai pengetahuan yang
baru diperoleh, untuk memungkinkan integrasi dan internalisasi
pengetahuan itu ke dalam struktur pengetahuan yang sudah ada.
24
Sedangkan penerapan langkah-langkah pendekatan discovery menurut Syah
(Agus N. Cahyo, 2013):
1. Stimulation (pemberian rangsangan) : Kegiatan belajar dimulai dengan
memberikan pertanyaan yang merangsang berfikir siswa, menganjurkan
dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2. Problem Statmen (pernyataan/ identifikasi masalah) : Memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan
merumusan dalam bentuk hipotesa.
3. Data Collection (pengumpulan data) : Memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan sebanyak-
banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.
4. Data Processing (pengolahan data) : Mengolah data yang telah diperoleh
siswa melalui kegiatan wawncara, observasi dll. Kemudian data tersebut
ditafsirkan.
5. Verification (pembuktian) : Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan
dihubungkan dengan hasil processing.
6. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi): Mengadakan
penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil
verifikasi.
Berdasarkan uraian beberapa pakar maka langlah-langkah dalam kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan (discovery) adalah:
1. Stimulus
Dalam tahap ini siswa diberikan sebuah pertanyaan yang merangsang
berfikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku
dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.
25
2. Mengamati objek
Siswa melakukan kegiatan mengamati gambar atau teks bacaan
3. Mengidentifikasi masalah
Dalam tahap ini siswa mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas
4. Mengklasifikasi masalah
Siswa mengkatagorikan masalah yang dibahas
5. Merumuskan masalah
Setelah mengidentifikasi masalah dan mengklasifikasikannya, siswa
memfokuskan perhatiannya untuk mengenali masalah yang akan dibahas.
6. Membuat jawaban sementara
Siswa membuat jawaban sementara (hipotesis) terhadap rumusan masalah
yang didapatkan.
7. Membuat perencanaan
Siswa membuat perencanaan untuk memecahkan masalah.
8. Pengumpulan data
Dalam tahap ini siswa mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai
masalah yang ditemukan melalui teks bacaan.
9. Pengolahan data
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, siswa mengolah data tersebut
dengan cara mendiskusikannya bersama teman sekelompoknya untuk
menemukan jawaban masalah tersebut.
10. Verifikasi
Dalam proses pengolahan data tersebut siswa juga melakukan pembuktian
terhadap hasil jawaban yang telah ditemukan
11. Generalisasi
Siswa menggeneralisasikan/ menarik kesimpulan jawaban terhadap
masalah
12. Abstraksi
Dalam tahap ini siswa melakukan abstraksi terhadap hasil diskusi
13. Presentasi
Siswa melakukan presentasi hasil diskusi.
26
Kelebihan dan kekurangan pendekatan Discovery
Menurut Bruner (Paul Suparno:75) beberapa kelebihan dari penggunaan
pendekatan discovery antara lain:
1) Mengembangkan potensi intelktual. Siswa hanya akan dapat
mengembangkan pikirannya dengan berfikir, dengan menggunakan
pikiran itu sendiri
2) Mengembangkan motivasi intrinsik. Dengan menemukan sendiri dalam
discovery siswa akan merasa puas secara intelektual.
3) Belajar menemukan sendiri. Untuk terampil dalam menemukan sesuatu,
siswa hanya dapat lewat praktik menemukan sesuatu.
4) Ingatan tahan lebih lama. Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat
akan hal yang dipelajari. Sesuatu yang ditemukan sendiri biasanya tahan
lama dan tidak mudah dilupakan.
5) Discovery juga dapat menimbulkan keingintahuan siswa dan memotivasi
siswa untuk terus berusaha menemukan sesuatu sampai menemukannya.
6) Melatih ketrampilan siswa dalam memecahkan persoalan sendiri dan
melatih siswa untuk dapat mengumpulkan dan menganalisis data sendiri.
Selain memiliki kelebihan, pendekatan discovery juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu:
1. Membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar
menerima
2. Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan
menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai
3. Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak
4. Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan karena yang
lebih penting dan diutamakan adalah pengertian.
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang yang dilakukan dengan judul “Peningkatan hasil belajar
matematika dengan Pendekatan penemuan (discovery) Menggunakan bantuan
media dua dimensi pada siswa kelas VI Semester II SD Negeri Posong Kecamatan
27
Tulis Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012” oleh Beti Iriyanto (2010)
hasilnya adalah pada pembelajaran sebelum siklus ketuntasan belajar 30,67%.
Pada siklus I meningkat menjadi 38,46% tuntas. Sedangkan pada akhir siklus II
meningkat menjadi 84,61% ketuntasan. Kelebihan dari penelitian ini adalah
peningkatan yang signifikan pada peningkatan hasil belajar siswa menjadi 84,61%
pada akhir siklus II, sedangkan kekurangannya adalah penggunaan pendekatan
discovery masih belum dilakukan secara maksimal sehingga siswa lebih tertarik
dan hanya memperhatikan media pembelajarannya saja dan bukan pada proses
pembelajarannya yang didalamnya berisi petunjuk dan informasi.
Penelitian yang dilakukan dengan judul “Upaya Peningkatan hasil belajar
IPA dengan Pendekatan Pembelajaran Penemuan (Discovery) bagi Siswa kelas VI
SDN Tambahmulyo 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Semester I Tahun
Pelajaran 2011/2012” oleh Siti Ariyani (2010) hasilnya adalah pada pembelajaran
sebelum siklus ketuntasan belajar 67,57%. Pada siklus I meningkat menjadi
78,38%. Sedangkan pada akhir siklus II meningkat menjadi 89,19%. Kelebihan
dari penelitian ini adalah peningkatan yang signifikan pada peningkatan hasil
belajar siswa menjadi 89,19% pada akhir siklus II dan juga terdapat sebuah
kegiatan guru yaitu mengumumkan setiap peningkatan yang dialami siswa
sehingga mereka menjadi termotivasi untuk lebih meningkatkan lagi hasil belajar
mereka, sedangkan kekurangannya adalah dalam setiap siklus guru masih
cenderung lebih mendominasi pada proses pembelajaran sehingga siswa
cenderung pasif. Solusi untuk kekurangan dalam skripsi tersebut adalah dalam
proses pembelajaran dilakukan dengan berpusat pada siswa ( student center)
sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan juga guru
hendaknya hanya berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa agar aktif
menemukan pengalamannya sendiri dalam proses belajarnya.
Penelitian yang dilakukan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui
penerapan Pendekatan Discovery pada Siswa kelas VI SD Negeri I Sugihan
Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012”
oleh Pratiknjo (2010) hasilnya adalah pada pembelajaran sebelum siklus
ketuntasan belajar 40%. Pada siklus I meningkat menjadi 70%. Sedangkan pada
28
akhir siklus II meningkat menjadi 81%. Kelebihan dari penelitian ini adalah
peningkatan yang signifikan pada peningkatan hasil belajar siswa menjadi 81%
pada akhir siklus II, sedangkan kekurangannya adalah pada proses pembelajaran
guru masih belum bisa sepenuhnya mengatur dan memberikan bimbingan kepada
siswa sehingga pada refleksi siklus ke II masih ada beberapa kelompok yang
belum mengalami penemuan pada materi yang dipelajari dan juga masih terdapat
7 siswa yang tuntas namun dengan remidi. Solusi dari kekurangan tersebut adalah
penyampaian materi hendaknya dilakukan denga lebih jelas, selain itu guru harus
mengecek pemahaman materi dari siswa secara keseluruhan, selain itu konfirmasi
pada proses belajar sangat penting untuk dilakukan agar keseluruhan materi dapat
dipahami siswa secara maksimal.
Penelitian yang dilakukan dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA
melalui Siswa kelas V Pada Mata Pelajaran IPA dengan PendekatanDiscovery di
SDN Tingkir Tengah 02 SalatigaSemester II Tahun Pelajaran 2011/2012” oleh
Yohanes Andri Kristiawan (2012) hasilnya adalah pada pembelajaran sebelum
siklus ketuntasan belajar 58,97%. Pada siklus I meningkat menjadi 76,92%.
Sedangkan pada akhir siklus II meningkat menjadi 94,87%. Kelebihan dari
penelitian ini adalah peningkatan yang signifikan pada peningkatan hasil belajar
siswa menjadi 94,87% pada akhir siklus II, sedangkan kekurangannya adalah pada
proses pembelajaran guru masih belum bisa sepenuhnya mengelola kelas dengan
baik sehingga pada siklus I masih banyak siswa yang ramai sendiri ketika PBM
sedang berlangsung. Solusi dari kekurangan tersebut adalah seharusnya guru
memeberikan arahan yang jelas dan sederhana pada siswa agar mereka bisa
memahami langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan agar siswa dapat
memahami apa yang akan mereka lakukan pada saat pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan dengan judul “Penggunaan Media gambar
Dalam Penerapan Pendekatan Discovery Untuk Meningkatan Hasil Belajar IPA
Pada Siswa kelas III SD Negeri 3 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Grobogan Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” oleh Dwijaya Putry Iriany
(2010) hasilnya adalah pada pembelajaran sebelum siklus ketuntasan belajar 52%.
Pada siklus I meningkat menjadi 74%. Sedangkan pada akhir siklus II meningkat
29
menjadi 89%. Kelebihan dari penelitian ini adalah peningkatan yang signifikan
pada peningkatan hasil belajar siswa menjadi 81% pada akhir siklus II, sedangkan
kekurangannya adalah pada siklus I guru tidak membantu siswa dalam melakukan
penemuan dan juga masih banyak siswa yang ramai sendiri dalam PBM. Solusi
dari kekurangan tersebut adalah seharusnya guru sebagai fasilitator dan
pembimbing dapat memberikan arahan pada siswa sehingga mereka dapat
melakukan kegiatan penemuan dengan langkah-langkah yang tepat dan juga guru
hendaknya menegur siswa yang ramai sendiri.
Keunggulan dari penelitian di atas adalah melalui pendekatan
pembelajaran discovery siswa akan mengalami sendiri bagaimana cara untuk
mencari jawaban atas pertanyaan dan kemudian siswa akan menemukan sendiri
informasi dan pengetahuannya. Dengan adanya aktivitas siswa tersebut akan
meningkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan kekurangannya adalah guru masih
cukup mendominasi PBM padahal seharusnya guru hanyalah berperan sebagai
pembimbing dan penyedia informasi saja.
2.3 Kerangka Berfikir
Penerapan pendekatan pembelajaran merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Namun, pada
kenyataannya saat ini pembelajaran yang dilakukan di sekolah-sekolah masih
menggunakan metode konvensional, dimana guru hanya ceramah saja sedangkan
siswanya pasif. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
siswa yang ditunjukan dengan hasil belajar yang di bawah KKM > 90. Hal
tersebut terjadi secara terus menerus sehingga hasilnya pun terlihat dari hasil
evaluasi, karena itu perlu diadakan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan discovery.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan discovery siswa
akan lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran pada tema Keindahan Alam
Negeriku sedangkan guru berperan sebagai fasilitator saja. Berikut ini adalah
langkah-langkah peembelajaran dengan menggunakan pendekatan discovery:
30
1) Menyimak gambar
Pada tahap ini siswa menyimak gambar untuk merangsang siswa.
2) Merumuskan masalah
Tahapan ini siswa mengidentifikasi masalah dan mengklasifikasikan
masalah
3) Membuat jawaban sementara
Setelah melakukan identifikasi dan klasifikasi masalah pada tahap
merumuskan masalah, siswa membuat jawaban sementara terhadap
masalah dan membuat perencanaan untuk mecari jawaban terhadap
masalah.
4) Pengumpulan data
Pada tahap pengolahan data siswa mencari data sebanyak-banyaknya dari
berbagai sumber seperti melalui bacaan atau pengamatan terhadap gambar.
5) Pengolahan data
Dalam tahap pengolahan data siswa mengoalah data/ informasi yang
diperoleh dapat dengan cara berdiskusi dengan teman sekelompok. Pada
tahap ini terjadi langkah verifikasi atau pembuktian.
6) Generalisasi
Pada tahap generalisasi siswa mengolah data-data yang telah didapatkan
menjadi sebuah kesimpulan.
7) Presentasi
Siswa mempresentasikan hasil generalisasi pada masalah yang telah
dilakukan di depan kelas dan siswa yang lain menanggapi
Secara lebih jelas kerangka pikir dalam penelitian ini dapat kita lihat
dalam gambar 2.1 sebagai berikut.
31
Gambar 2.1
Peningkatan Hasil Belajar Tematik Keindahan Alam Negeriku Melalui
Pendekatan Discovery
Pembelajaran Tematik 6:
Keindahan Alam Negeriku
K
Pembelajaran konvensional Hasil belajar ≤ KKM 90
Pembelajaran tematik dengan
pendekatan discovery
3.Merumuskan masalah tentang kaitan
sumber daya alam dengan jenis mata
pencaharian yang muncul
2.Menyimak gambar Kepulauan Raja
Ampat
1.Membentuk kelomok @3 orang
5.Mengumpulkan data tentang jenis-
jenis SDA, manfaat SDA, presentase
SDA, jenis-jenis mata pencaharian
yang muncul
4.Membuat jawaban sementara tentang
kaitan sumber daya alam dengan jenis
mata pencaharian yang muncul
7.Menggeneralisasikan tentang jenis-
jenis mata pencaharian dan SDA
8.Mempresentasikan hasil generalisasi
tentang jenis-jenis mata pencaharian
kaitannya dengan SDA
Tes formatif Skor tes
Unjuk kerja
Unjuk kerja
Unjuk kerja
Unjuk kerja
Unjuk kerja
Unjuk kerja
Unjuk kerja
Skor unjuk
kerja
Hasil
belajar
6.Mengolah data tentang jenis-jenis
SDA, manfaat SDA, presentase SDA,
jenis-jenis mata pencaharian yang
muncul
Unjuk kerja
32
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar
tema Keindahan Alam Negeriku diduga dapat diupayakan melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran discovery siswa kelas IV SDN Kutowinangun 09
Salatiga Tahun 2013/ 2014.