v. hasil dan pembahasan 5.1. perkembangan produksi …repository.ub.ac.id/7986/6/bab 5 hasil dan...
TRANSCRIPT
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perkembangan Produksi Perikanan
5.1.1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya
Produksi perikanan budidaya berasal dari kecamatan Boyolangu, Besuki,
Ngunut, Sumbergempol, Kalidawir, Karangrejo, Sendang, Tulungagung,
Bandung, Kedungwaru, Rejotangan, Gondang, Pakel, Ngantru, Kauman,
Pucanglaban, Campurdarat, dan Pagerwojo.
Perikanan budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tulungagung
dikelompokkan pada dua usaha yaitu budidaya ikan hias dan konsumsi. Ikan
hias dikhususkan pada ikan mas koki (kaliko, tosa, rasket, mutiara, lion head
(kepala singa), mata kantong (mata bola), mas lowo, tekin, Spenser, rensil dan
40 jenis ikan lainya, sedangkan ikan konsumsi yang berorientasi pasar adalah
dominasi ikan lele, gurami, tombro, nila hitam, dan patin.
Tabel 4. Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Tulungagung
Berdasarkan Jenis Ikan
Jenis Ikan
Produksi Perikanan Budidaya (ton) Rata-Rata
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Lele 21.675,11 19.337,13 10.820,63 9.764,95 10.596,06 8.556,17 11.728,56 13.211,23
Patin 122 3.640 4.948,65 2.456,46 2.696,39 3.121,79 3.567,63 2.936,131
Gurami 2.996 6.855 1.3571,89 8.707,92 15.050,95 13.404,17 21.201,22 11.683,88
Nila 532 112,08 193,53 148,27 21,95 56,65 112,56 168,1486
Sidat 642 694 0 0 0 0 9 192,1429
Gabus
0 10,34 0 0 0 2,068
Tawes
3,87 0 2,86 1,97 0 0 1,45
Jumlah 25.967,11 30.642,08 29.534,7 21.090,8 28.367,32 25.138,78 36.618,97
Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa produksi perikanan budidaya di
Kabupaten Tulungagung mengalami fluktuatif dari tahun 2010 sampai 2016,
sedangkan produksi tertinggi pada tahun 2016 sebanyak 36.618,97 ton
sedangkan nilai terendah pada tahun 2013 sebanyak 21.090,8 ton. ikan yang
36
paling mendominasi produksi perikanan budidaya terdapat ikan lele yang
mempunyai rata-rata sebesar 13.211,23 ton/tahun.
5.1.2. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Laut
Pesisir Kabupaten Tulungagung memiliki panjang pantai 61,470 km
Usaha tangkap laut berada di perairan pantai selatan Pulau Jawa yaitu Samudra
Indonesia dengan potensi sebesar 25.000 ton per tahun, Potensi Tangkap
Lestari (MSY) sebesar 12.000 ton/tahun dan Total Allowed Catc (TAC) sebesar
10.000 ton/tahun. Melihat tingkat pemanfaatan sampai saat ini hanya sekitar
15% - 26%.
Produksi ikan laut berasal dari Aktivitas penangkapan ikan laut
menggunakan jenis alat tangkap meliputi purse seine, payang, pancing, gillnet
dan lainya, sedangkan alat tangkap yang paling dominan adalah pancing.
Armada kapal motor yang paling banyak digunakan nelayan kabupaten
Tulungagung adalah 10-30 GT. Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan, antara
lain: sebelah, lidah, manyung, cumi-cumi, tuna, peperek, layur, kurisi, ubur-ubur,
kembung, layang, teri, tongkol, cakalang, kwee, terinasi, tembang, kakap putih,
lobster dan lemuru.
37
Tabel 4. Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Tulungagung
Berdasarkan Jenis Ikan
No Jenis Ikan Produksi Perikanan Tangkap (ton) Rata -
rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kembung 938,991 612,689 521,595 365,875 197,745 85,19 34,955 393,86
2 Tongkol 3.890,964 932,714 839,47 609,05 223,02 262,1 132,035 984,19
3 Layur 970,13 203,34 143,76 38,3 303,35 318 473,62 350,07
4 Cakalang 24,79 206,288 405,56 353,363 137,4 276,695 276,504 240,08
5 Peperek 0 123,475 83,565 26,385 4,6 6,6 0 34,94
6 Tuna 607,655 661,552 559,87 583,835 230,909 186,76 211,581 434,59
7 Lobster 0 90,881 7,843 0 8,305 3,351 41,234 21,65
8 Lemuru 0 67,83 57,622 9,74 178,988 68,58 4,366 55,30
9 Kurisi 17,52 28,901 98,753 91,89 30,485 27,87 49,032 49,20
10 Kakap Putih 0 0 0 0 0,08 0 5,37 0,77
11 Kuwe 0,57 4,18 7,075 5,075 1,3 0 0,547 2,67
12 Tembang 0 0 11,756 0 8,825 0 0 2,94
13 Ikan
Sebelah 374,016 207,171 180,03 152,2 89,44 50,68 48,711 157,46
14 Lidah 349,66 151,027 109,06 122,645 100,49 48,265 21,565 128,95
15 Teri 372,934 853,641 666,17 427,805 105,52 5,2 0 347,32
16 Manyung 555,036 205,342 245,02 168,75 81,08 38,7 51,784 192,24
17 Hiu 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Layang 313,856 551,711 596,449 307,53 138,735 33,87 37,694 282,83
19 Lemedang 0 0 0 0 0,756 3,84 0 0,65
20 Pari 0 0 0 0 2,26 2,4 0,871 0,79
21 Gurita 0 0,776 5,743 0 8,28 0,116 0 2,13
22 Ikan Lainya 102,463 104,618 335,514 127,247 54,058 98,924 385,186 172,57
Jumlah 8.518,585 5.006,136 4.874,855 3.023,815 1.905,626 1.517,141 1.775,055
Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa produksi perikanan di tulungagung
dari tahun 2010-2016 mengalami penurunan hasil tangkapan laut, untuk produksi
tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 8.518,585 ton dan produksi terendah
terjadi pada tahun 2015 sebesar 1.517,141 ton. Untuk ikan yang mendominasi
hasil tangkapan nelayan produksi tertinggi didapat rata-rata ikan tongkol sebesar
984,19 ton/tahun.
38
5.2. Faktor Produksi Perikanan
5.2.1. Faktor Produksi Perikanan Budidaya
Budidaya Perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan
ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai
budidaya perairan atau akuakultur mengingat organisme air lain seperti kerang,
udang maupun tumbuhan air. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
produksi suatu budidaya, diantaranya jumlah tenaga kerja yang digunakan atau
rumah tangga perikanan yang bekerja di bidang pembudidayaan ikan, luas lahan
yang tersedia untuk budidaya, jumlah benih yang ditebar, jumlah penggunaan
pupuk, dan jumlah pakan yang telah digunakan dalam proses pembudidayaan
tersebut. Dalam penelitian ini faktor yang digunakan yaitu hanya jumlah rumah
tangga perikanan (RTP), luas lahan, dan benih yang di gunakan.
Tabel 6. Data Perikanan Budidaya Kabupaten Tulungagung Tahun 2004-
2016
Tahun RTP
(orang) Luas Lahan
(ha) Benih (Ekor) Produksi (Ton)
2004 10.112 114,56 105.325.700 19.436,04
2005 12.052 136,02 163.859.300 21.641,5
2006 12.168 136,54 274.398.060 24.964,12
2007 12.200 136,74 295.390.530 27.453,32
2008 12.248 136,9 176.243.000 19.206,074
2009 12.248 136,9 198.463.050 20.531,12
2010 11.803 265,03 232.745.800 25.967,11
2011 10.362 233,62 322.643.000 30.642,08
2012 13.545 318,6 315.475.000 29.534,7
2013 13.517 299,56 133.726.120 21.090,8
2014 13.517 299,56 147.248.180 28.367,32
2015 14.816 307,02 243.196.410 25.138,78
2016 14.816 307,96 418.530.250 36.618,97
Sumber: Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, 2017
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat, bahwa volume produksi perikanan
budidaya dari tahun 2004-2016 mengalami fluktuatif, pada benih jumlah
39
ketersediaan benih dari tahun 2004-2016 meningkat, pada jumlah RTP
mengalami kenaikan diikuti luas lahan juga mengalami peningkatan. Berikut
merupakan hasil analisis uji asumsi klasik, regresi linear berganda, dan uji
statistik dari perikanan budidaya di Kabupaten Tulungagung.
5.2.1.1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah suatu uji yang dilakukan agar model regresi tidak
bias atau BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Suatu model regresi dikatakan
tidak bias apabila semua asumsi-asumsi yang mendasari model tersebut
terpenuhi, yaitu data normalitas, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi
heterokedastisitas dan tidak terjadi multikolinealitas. Sebaliknya,kebenaran
pendugaan model dan atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan
dapat diragukan, jika ada paling tidak satu asumsi dalam model regresi yang
tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah model regresi, variabel
terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.
Hasil pengujian normalitas model regresi dapat dilihat gambar normal P-Plot of
Regression Standarized dan grafik histogram. Dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
40
1. Normal P-P Plot of Regression standarized Residual
Gambar 2. Grafik Normal P-P Plot Perikanana Budidaya
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan gambar 2 grafik Normal P-P Plot di atas terlihat bahwa titik-
titik berhimpit atau sangat dekat dengan garis diagonal, yang berarti model
regresi ini dipercaya berdistribusi normal.
2. Uji Kolmogorof-Smirnov
Kolmogorof-Smirnov merupakan uji untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi secara normal, yaitu meregresikan Unstandarized residual dengan
masing-masing variabel independen, jika Uji t nilai signifikansi antar variabel
independen dengan residual lebih dari 0,05 maka residual berdistribusi secara
normal (Priyatno, 2016).
Tabel 7. Hasil uji Kolmogorov Perikanan Budidaya
Output Strandardized Residual
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,629
0,824
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan output diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (sig.)
pada Kolmogorov-smirnov sebesar 0,824. kerena nilai signifikansi lebih dari 0,05
maka residual terdistribusi secara normal.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Produksi
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Expecte
d C
um
Pro
b1.00
.75
.50
.25
0.00
41
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan varians yang mempengaruhi persyaratan adalah dimana terdapat
varian yang sama dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka biasa disebut homoskedastisitas. Hasil Uji heterokedastisitas dapat dilihat
gambar dibawah ini:
1. Scatterplot
Uji heteroskedastisitas dengan metode scatterplot yaitu dengan melihat
pola titik-titik pada scatterplot regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang
tidak jelas di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi
masalah heteroskedastisitas (Priyatno, 2016).
Gambar 3. Uji heteroskedastisitas Perikanan Budidaya Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan gambar 3 scatterplot diatas, terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas.
Artinya pada model regresi ini tidak terjadi heterokedastisitas, sehingga model
regresi layak digunakan.
Scatterplot
Dependent Variable: Produksi
Regression Standardized Predicted Value
2.01.51.0.50.0-.5-1.0-1.5-2.0
Regre
ssio
n S
tudentized R
esid
ual
3
2
1
0
-1
-2
42
2. Uji Glejser
Tabel 8. Hasil uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser) Perikanan Budidaya
Model T Tingkat Signifikasi
(Constant)
RTP (X1)
Luas lahan (X2)
Benih (X3)
-1,202
1,736
0,929
-2,156
0,260
0,117
0,377
0,059
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada semua
variabel (RTP, Luas lahan dan benih) > 0,05, dapat disimpulkan bahwa model
regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi ini layak
untuk digunakan.
c. Uji Multikolienaritas
Menurut imam Ghozali (2005), multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai
tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel
bebas lainya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi
variabel terikat dan diregresi terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan
oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF
tinggi karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang
tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0.10 atau sama
dengan nilai VIF diatas 10. Setiap analisis harus menentukan tingkat kolienaritas
yang masih dapat ditolerir. Dari hasil penelitian terlihat hasil pengujian
multikolinieritas sebagaimana tampak pada tabel 6.
Tabel 9. Hasil Uji Multikolienaritas Perikanan Budidaya
Model Tolerance VIF
RTP (X1)
Luas lahan (X2)
Benih (X3)
0,531
0,524
0,878
1,884
1,908
1,139
Sumber: data primer diolah, (2017)
43
Berdasarkan tabel 9 di atas dapat kita lihat, nilai tolerance berturut-turut
untuk variabel RTP (X1), Luas lahan (X2) dan Benih (X3) sebesar 0,531, 0,524
dan 0.878 (dimana semua nilai tolerance dari variabel-variabel tersebut > 0.1)
dan nilai VIF sebesar 1,884, 1,908 dan 1,139 (dimana semua nilai VIF variabel-
variabel tersebut <10), sehingga dapat dikatakan bahwa semua variabel bebas
yang mempengaruhi produksi perikanan budidaya di kanupaten tulungagung
tidak mengalami multikolinearitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah model regresi ada
korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode
sebelumnya (t-1). Model regresi yang baik adalah yang tidak adanya masalah
autokorelasi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan uji durbin-watson (uji DW) (Priyatno, 2016).
Pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson sebagai berikut:
1. dU<dW<4-dU, maka artinya tidak terjadi autokorelasi.
2. dW<dL atau dW>4-dL, maka artinya terjadi autokorelasi.
3. dL<dW<dl atau 4-dU<dW<4dL, maka artinya tidak ada kepastian atau
kesimpulan yang pasti.
Tabel 10. Hasil Uji Autokorelasi (Durbin-Watson)
Model Durbin –Watson
1 1,848a
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 10 hasil uji autokorelasi diatas, didapatkan nilai uji
durbin-Watson sebesar 1,848. Untuk memperoleh nilai dL dan dU dapat dilihat
pada n=13 dengan k=3 sehingga pada signifikansi 0,05 diperoleh nilai dL 0,499
dan dU 1,526. Sehingga nilai Durbin-Watson berada diantara dU (1.526) < dW
44
(1,848) < 4-dU (2,474). Dapat disimpulkan bahwa dalam regresi linier tersebut
tidak terdapat autokorelasi.
5.2.1.2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara dua variabel atau lebih variaben independen dengan satu variabel
dependen yang ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Perbedaan
dengan regresi linear sederhana yaitu pada jumlah variabel independenya
dimana regresi linier sederhana hanya menggunakan satu variabel indepanden.
Variaben independen dilambangkan dengan X1,X2,...Xn sedangkan variabel
dependen dilambangkan dengan Y (Priyatno, 2016).
Tabel 11. Aalisis Regresi linier Berganda Perikanan Budidaya
Model B Tingkat Signifikasi
(Constant)
RTP (X1)
Luas lahan (X2)
Benih (X3)
15.981,963
-0,503
27,048
0,00004
0,038
0,448
0,035
0,000
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan hasil analisis SPSS diperoleh persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
Y= α+b1X1 +b2X2+b3X3 +ҽ
Y = 15.981,963 - 0,503X1 + 27,048 X2 + 0,00004X3 + e
Dimana: Y = Output produksi
X1 = RTP
X2 = Luas Lahan
X3 = Benih
α = Konstanta
e = Variabel lain
45
Dengan rincian penjelasan dibawah ini:
1. Variabel Y (Produksi)
Variabel Y menghasilkan nilai 15.981,963 hal ini menunjukkan bahwa
variabel bebas yang mempengaruhi terikat dianggap tidak ada atau sama
dengan nol maka nilai produksi ikan sebesar 15.981,963.
Menurut Dian dan Jangkung (2015), nilai koefisien regresi pada konstanta
adalah sebesar 4,624. Nilai tersebut menunjukkan bahwa produksi budidaya lele
ketika faktor-faktor produksi bernilai 0 adalah sebesar 4,624%.
2. Variabel X1 (RTP)
Koefisien regresi variabel X1 (RTP) sebesar -0,503, artinya jika RTP di
tambah, maka produksi akan mengalami penurunan sebesar 0,503 dengan
asumsi variabel independen lainya bernilai tetap. Koefisien bernilai negatif
menunjukkan bahwa RTP (X1) mempunyai hubungan yang berlawanan arah
dengan produksi (Y). Artinya apabila RTP ditingkatkan akan diikuti dengan
menurunnya produksi.
Berdasarka penelitian Sofiyanti dan Suartini (2016), Jumlah pembudidaya
memiliki korelasi positif terhadap kenaaikan skor produksi perikanan. Kenaikan
jumah pembudidaya sebesar satu satuan akan mampu menaikkan 0,014 skor
produksi perikanan dengan asumsi faktor lain tetap.
3. Variabel X2 (Luas lahan)
Koefisien regresi variabel X2 (Luas lahan) sebesar 27,048, artinya jika
luas lahan di tambah, maka produksi akan mengalami kenaikan sebesar 27,048
dengan asumsi variabel independen lainya bernilai tetap. Koefisien bernilai positif
menunjukkan bahwa luas lahan (X2) mempunyai hubungan yang searah dengan
produksi (Y). Artinya apabila luas lahan ditingkatkan akan diikuti dengan
meingkatkannya produksi.
46
Berdasarkan penelitian Fahry et,al (2014), koefsien luas lahan yang
positif sebesar 1,204 menunjukkan jika luas lahan ikan nila meningkat 1 persen
maka produksi ikan nila meningkat sebesar 1,204 persen. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa luas lahan memiliki pengaruh yang positif terhadap produksi ikan
nila.
4. Variabel X3 (Benih)
Koefisien regresi variabel X3 (Benih) sebesar 0,00004, artinya jika Benih
di tambah, maka produksi akan mengalami peningkatan sebesar 0,00004
dengan asumsi variabel independen lainya bernilai tetap. Koefisien bernilai
Positif menunjukkan bahwa benih (X3) mempunyai hubungan yang searah
dengan produksi (Y). Artinya apabila Benih ditingkatkan akan diikuti dengan
meningkatnya produksi.
Benih ikan merupakan awal dari suatu proses budidaya dan oleh karena
itu kualitas benih ikan ikan harus benar-benar bagus. Dengan kata lain mutlak
diperlukan suatu jaminan yang menyatakan bahwa kondisi benih suatu ikan
sesuai standar benih yang berkualitas ketika akan digunakandengan jaminan
yang tertulis atau bersertifikat (Husen, 2012).
5.2.1.3. Uji Statistik
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu produksi perikanan
budidaya (Y) sebagai variabel terikat dan RTP (X1), luas lahan (X2) dan benih
(X3) sebagai variabel bebas. Untuk melihat hubungan antara variabel terikat dan
variabel bebas maka dapat dilakukan serangkaian uji statistik sebagai berikut:
a. Koefisien Determinasi (R2)
Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui presentase sumbangan
pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
47
dependen. Hasil analisis determinasi dapat dilihat pada output model summary
(Priyatno, 2016).
Koefisien determinasi bertujian untuk mengukur seberapa besar pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Kisaran nilai adjusted R2 adalah 0<R2<1.
Apabila nilai adjusted R2 semakin mendekati angka 1, maka semakin kuat
variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Hasil uji R2 dapat dilihat
dalam tabel 10.
Tabel 12. Uji Koefisien Determinan (R2) Perikanan Budidaya
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 0,920a 0,847 0,796 2313,88796
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 12 diperoleh nilai R2 (adjusted R Square) = 0,847
dengan demikian berarti bahwa pengaruh variabel RTP, Luas lahan dan Benih
yang di gunakan terhadap produksi perikanan budidaya adalah 84,7%.
Sedangkan untuk sisanya sebesar 15,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
diluar analisis yang di gunakan yaitu: obat-obatan, pakan, penyakit, dan hama.
b. Uji Simultan (F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel
RTP (X1), luas lahan (X2) dan benih (X3) terhadap Produksi perikanan budidaya
(Y). Pada penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Untuk
menentukan apakah variabel independen mempengaruhi variabel depanden
secara simultan maka nilai Fhitung dibanding dengan Ftabel pada tingkat signifikansi
0,05.
1. Apabila Fhitung > Ftabel berarti semua variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh secara nyata pada variabel terikat.
2. Apabila Fhitung< Ftabel berarti semua variabel bebas tidak tidak berpengaruh
secara nyata pada variabel terikat. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel 10.
48
Tabel 13. Hasil Uji Simultan (F) Perikanan Budidaya
Model F Signifikasi
Regression 16,572 0,001a
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 13 menunjukkan nilai Fhitung adalah sebesar 16,572
dengan sig Fhitung sebesar 0,000. Pada derajat signifikansi sebesar 5%, dengan
nilai df N1=2 dan df N2=13 di peroleh nilai Ftabel sebesar 3,41. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa nilai Fhitung (16,572) > Ftabel (3,41), hal ini menunjukkan
adanya pengaruh seecara nyata variabel bebas (RTP, Luas lahan, Benih)
terhadap Produksi perikanan budidaya. Berdasarkan uji signifikan, data
dikatakan signifikan jika nilai kuarang dari 0,05 / 5%. Hasil analisis diperoleh nilai
signifikan sebesar 0,001, nilai ini dibawah 0,05 / 5%, sehinnga hasil analisis
dikatakan signifikan atau dapat dipercaya.
c. Uji Parsial (t)
Uji t pada regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen (Priyatno, 2016).
1. Apabila thitung < ttabel artinya variabel bebas tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat.
2. Apabila thitung > ttabel artinya veriabel bebas berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat.
Untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari masing-masing variabel
bebas (X) RTP, Luas lahan dan Benih terhadap variabel terikat (Y) Produksi
perikanan budidaya, dilakukan dengan cara membandingkan nilai masing-
masing thitung variabel bebas dengan ttabel yang dilihat menggunakan tabel statistik
dengan rumus N – k = 13 – 3 = 10, dengan derajat signifikansi 5% di peroleh ttabel
sebesar 2,22813. Hasil uji t dapat di lihat sebagai berikut.
49
Tabel 14. Hasil uji Parsial (t)
Model t-hitung t-tabel Signifikasi
RTP (X1)
Luas lahan (X2)
Benih (X3)
-0,794
2,477
5,373
2,22813
2,22813
2,22813
0,448
0,035
0,000
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 14 menunjukkan hubungan yaitu RTP (X1), luas lahan
(X2) dan Benih (X3) terhadap produksi budidaya (Y) yang lebih jelasnya dapat
dilihat pada uraian berikut:
1. Variabel RTP (X1)
Berdasarkan uji statistik diatas diketahui bahwa variabel RTP tidak
berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan budidaya. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel RTP tidak berpengaruh terhadap banyak sedikitnya
produksi perikanan budidaya Kabupaten Tulungagung. Hal ini dibuktikan dari
nilai thitung variabel yang lebih kecil dari nilai ttabel (-0,794 < 2,22813).
Menurut Sutrisno (2009), rendahnya kualitas sumberdaya manusia di
sektor perikanan menjadi penghalang dalam pengembangan sektor tersebut.
Pada umumnya kondisi kualitas sumberdaya manusia pada sektor perikanan
adalah (1) tingkat pendidikan relatif rendah, (2) pendayagunaan relatif randah,
(3) produktivitas relatif rendah, (4) daya saing rendah, dan (5) budaya etos kerja
rendah.
2. Variabel Luas lahan (X2)
Berdasarkan uji statistik diatas diketahui bahwa variabel Luas lahan tidak
berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan budidaya. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel Luas lahan berpengaruh terhadap banyak
sedikitnya produksi perikanan budidaya Kabupaten Tulungagung. Hal ini
dibuktikan dari nilai thitung variabel yang lebih kecil dari nilai ttabel (2,477 > 2,22813).
50
Ditinjau dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang digunakan dalam
kegiatan budidaya maka semakin tinggi pula produksi yang dihasilkan dan
selanjutnya dikatakan bahwa faktor pasokan benih dapat memberikan resiko
yang besar terhadap budidaya (Cahyono, 2001).
3. Variabel Jumlah Benih (X3)
Berdasarkan uji statistik diatas diketahui bahwa variabel jumlah Benih
berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan budidaya. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel jumlah Benih berpengaruh terhadap banyak
sedikitnya produksi perikanan budidaya Kabupaten Tulungagung. Hal ini
dibuktikan dari nilai thitung variabel yang lebih besar dari nilai ttabel (7,373 >
2,22813).
Padat penebaran benih adalah jumlah benih yang ditebar per satuan luas
atau volume air. Padat penebaran disesuaikan dengan luas tempat budidaya
atau volume air budidaya. Populasi ikan yang terlalu padat beresiko rentan
terkena penyakit. Disamping itu, padat penebaran yang tinggi juga menyebabkan
ikan harus berkompetisi dalam mendapatkan makanan (Ciptanto, 2010).
5.2.2. Faktor Produksi Perikanan Tangkap
Perikanana tangkap, berbeda dengan perikanan budidaya, usaha
penangkapan ikan dan organisme air lainya di alam (laut, sungai, danau dan
badan air lainya). Kehidupan organisme air di alam dan faktor-faktornya (biotik
dan abiotik) tidak dikendalikan secara sengaja oleh manusia. Perikanan tangkap
sebagian besar dilakukan di laut, terutama disekitar pantai dan laut lepas,
perikanan tangkap juga ada di danau dan sungai. terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi perikanan tangkap yang diginakan dalam penelitian ini
adalah jumlah rumah tangga perikanan (RTP), jumlah alat tangkap yang
digunakan, jumlah Armada yang digunakan.
51
Tabel 15. Data Perikanan Tangkap Kabupaten Tulungagung Tahun 2004-
2016
Tahun RTP
(orang) Alat tangkap
(unit) Armada
(unit) Produksi (Ton)
2004 687 621 598 8.512,075
2005 655 690 679 8.365,081
2006 670 657 688 7.964,454
2007 638 670 650 8.064,907
2008 638 659 650 8.153,750
2009 583 643 621 8.218,997
2010 674 602 580 8.518,585
2011 574 585 686 5.006,136
2012 574 594 690 4.874,855
2013 462 474 487 3.023,815
2014 475 475 498 1.905,626
2015 403 443 416 1.517,141
2016 403 451 422 1.775,055
Sumber: Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, 2017
Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat produksi perikanan tangkap di
Kabupaten Tulungagung pad tahun 2004-2016 mengalami penurunan
sedangkan jumlah RTP, jumlah armada, dan alat tangkap cenderung menurun
setiap tahunya, karena produksi perikanan tangkap tidak lepas dari faktor-faktor
tersebut. Berikut merukakan hasil analisis uji asumsi klasik, regresi linear
berganda, dan uji statistik dari perikanan tangkap di Kabupaten Tulungagung.
5.2.2.1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah model regresi, variabel
terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.
Hasil pengujian normalitas model regresi dapat dilihat gambar normal P-Plot of
Regression Standarized dan grafik histogram. Dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
52
1. Normal P-P Plot of Regression standarized Residual
Gambar 4. Grafik Normal P-P Plot Perikanan Tangkap Sumber: data primer diolah, (2017)
Pada gambar 4 grafik Normal P-P Plot di atas terlihat bahwa titik-titik
berhimpit atau sangat dekat dengan garis diagonal, yang berarti model regresi ini
dipercaya berdistribusi normal.
2. Uji Kolmogorof-Smirnov
Kolmogorof-Smirnov merupakan uji untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi secara normal, yaitu meregresikan Unstandarized residual dengan
masing-masing variabel independen, jika Uji t nilai signifikansi antar variabel
independen dengan residual lebih dari 0,05 maka residual berdistribusi secara
normal (Priyatno, 2016).
Tabel 16. Hasil uji Kolmomogorov Perikanan Tangkap
Output Strandardized Residual
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,783
0,571
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (sig.) pada
Kolmogorov-smirnov sebesar 0.571. kerena nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka
residual terdistribusi secara normal.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Produksi
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Expecte
d C
um
Pro
b1.00
.75
.50
.25
0.00
53
b. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan varians yang mempengaruhi persyaratan adalah dimana terdapat
varian yang sama dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka biasa disebut homoskedastisitas. Hasil Uji heterokedastisitas dapat dilihat
gambar dibawah ini:
1. Scatterplot
Uji heteroskedastisitas dengan metode scatterplot yaitu dengan melihat
pola titik-titik pada scatterplot regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang
tidak jelas di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi
masalah heteroskedastisitas (Priyanto, 2016).
Gambar 5. Uji heteroskedastisitas
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan gambar 5 scatterplot diatas, terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas.
Artinya pada model regresi ini tidak terjadi heterokedastisitas, sehingga model
regresi layak digunakan.
Scatterplot
Dependent Variable: Produksi
Regression Standardized Predicted Value
1.51.0.50.0-.5-1.0-1.5
Regre
ssio
n S
tudentized R
esid
ual
3
2
1
0
-1
-2
54
2. Uji Glejser
Tabel 17. Hasil uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser) Perikanan Tangkap
Model T Tingkat Signifikasi
(Constant)
RTP (X1)
Alat tangkap (X2)
Armada (X3)
0,161
-0,672
0,880
-0,502
0,876
0,519
0,402
0,628
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada semua
variabel (RTP, Alat tangkap dan Armada) > 0,05, dapat disimpulkan bahwa
model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi ini
layak untuk digunakan.
c. Uji Multikolienaritas
Menurut imam Ghozali (2005), multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai
tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel
bebas lainya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi
variabel terikat dan diregresi terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan
oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF
tinggi karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang
tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0.10 atau sama
dengan nilai VIF diatas 10. Setiap analisis harus menentukan tingkat kolienaritas
yang masih dapat ditolerir. Dari hasil penelitian terlihat hasil pengujian
multikolinieritas sebagaimana tampak pada tabel 16.
Tabel 18. Hasil Uji Multikolienaritas Perikanan Tangkap
Model Tolerance VIF
RTP (X1)
Alat tangkap (X2)
Armada (X3)
0,148
0,960
0,195
6,737
1,404
5,121
Sumber: data primer diolah, (2017)
55
Berdasarkan tabel 18 dapat kita lihat, nilai tolerance berturut-turut untuk
variabel RTP (X1), Alat tangkap (X2) dan Armada (X3) sebesar 0,148, 0,960 dan
0.195 (dimana semua nilai tolerance dari variabel-variabel tersebut > 0.1) dan
nilai VIF sebesar 6,737, 1,404 dan 5,121 (dimana semua nilai VIF variabel-
variabel tersebut <10), sehingga dapat dikatakan bahwa semua variabel bebas
yang mempengaruhi produksi perikanan tangkap di kabupaten tulungagung tidak
mengalami multikolinearitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah model regresi ada
korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode
sebelumnya (t-1). Model regresi yang baik adalah yang tidak adanya masalah
autokorelasi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan uji durbin-watson (uji dW) (Priyatno, 2016).
Pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson sebagai berikut:
1. dU<dW<4-dU, maka artinya tidak terjadi autokorelasi.
2. dW<dL atau dW>4-dL, maka artinya terjadi autokorelasi.
3. dL<dW<dl atau 4-dU<dW<4dL, maka artinya tidak ada kepastian atau
kesimpulan yang pasti.
Tabel 19. Hasil Uji Autokorelasi ( Durbin-Watson) Perikanan Tangkap
Model Durbin –Watson
1 1,636a
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 19 hasil uji autokorelasi diatas, didapatkan nilai uji
durbin-Watson sebesar 1,636. Untuk memperoleh nilai dL dan dU dapat dilihat
pada n=13 dengan k=3 sehingga pada signifikansi 0,05 diperoleh nilai dL 0,499
dan dU 1,526. Sehingga nilai Durbin-Watson berada diantara dU (1.526) < dW
56
(1,586) < 4-dU (2,474). Dapat disimpulkan bahwa dalam regresi linier tersebut
tidak terdapat autokorelasi.
5.2.2.2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara dua variabel atau lebih variaben independen dengan satu variabel
dependen yang ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Perbedaan
dengan regresi linear sederhana yaitu pada jumlah variabel independenya
dimana regresi linier sederhana hanya menggunakan satu variabel indepanden.
Variaben independen dilambangkan dengan X1,X2,...Xn sedangkan variabel
dependen dilambangkan dengan Y (Priyatno, 2016).
Tabel 20. Aalisis Regresi linier Berganda Perikanan Tangkap
Model B Tingkat Signifikasi
(Constant)
RTP (X1)
Alat tangkap (X2)
Armada (X3)
-11274,9 15,507
27,095
-12,757
0,000
0,003
0,001
0,004
Sumber: Hasil data primer diolah, (2017)
Berdasarkan hasil analisis SPSS diperoleh persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
Y= α+b1X1 +b2X2+b3X3 +e
Y = -11.274,9+ 15,507X1 + 27,095X2 - 12,757X3 + e
Dimana: Y = Output produksi
X1 = RTP
X2 = Alat tangkap
X3 = Armada
α = Konstanta
ҽ = Variabel lain
57
1. Variabel Y (Produksi)
Variabel Y menghasilkan nilai -11.274,9 hal ini menunjukkan bahwa
variabel bebas yang mempengaruhi terikat dianggap tidak ada atau sama
dengan nol maka nilai produksi ikan sebesar -11.274,9.
Berdasarkan penelitian Primyastanto (2016), didapatkan Nilai konstanta
(a) adalah -4.268; artinya, jika faktor produksi teknis yang ada pada persamaan
ini bernilai 0, maka hasil tangkapan bernilai negatif (-4.268).
2. Variabel X1 (RTP)
Koefisien regresi variabel X1 (RTP) sebesar 15,507, artinya jika RTP di
tambah, maka produksi akan mengalami kenaikan sebesar 15,507 dengan
asumsi variabel independen lainya bernilai tetap. Koefisien bernilai positif
menunjukkan bahwa RTP (X1) mempunyai hubungan yang searah dengan
produksi (Y). Artinya apabila RTP ditingkatkan akan diikuti dengan meningkatnya
produksi.
Menurut Primyastanto (2016), setiap peningkatan pengalaman menjadi
nelayan sebesar 1 tahun, maka akan meningkatkan produksihasil tangkapan
sebesar 0,143 ton/tahun dengan asumsi variabel lain bernilai tetap. Hal ini
dimungkinkan karena seorang yang memiliki pengalaman menjadi nelayan
semakin lama dapat mengetahui ciri-ciri dan tanda-tanda daerah penangkapan
yang memiliki sumberdaya ikan yang melimpah sehingga ikan yang ditangkap
semakin banyak.
3. Variabel X2 (Alat tangkap)
Koefisien regresi variabel X2 (Alat tangkap) sebesar 27,095, artinya jika
Tangkap di tambah, maka produksi akan mengalami kenaikan sebesar 27,095
dengan asumsi variabel independen lainya bernilai tetap. Koefisien bernilai positif
menunjukkan bahwa Alat tangkap (X2) mempunyai hubungan yang searah
58
dengan produksi (Y). Artinya apabila alat tangkap ditingkatkan akan diikuti
dengan meningkatnya produksi.
Menurut Primyastanto (2016), setiap peningkatan panjang kantong
payang sebesar 1 meter, maka akan meningkatkan produksi hasil tangkapan
sebesar 0,515 ton/tahun dengan asumsi variabel lain bernilai tetap. Hal ini
dikarenakan semakin panjang kantong payang, maka semakin luas cakupan
daerah yang terbentuk, sehingga semakin besar peluang gerombolan ikan yang
tertangkap.
4. Variabel X2 (Armada)
Koefisien regresi variabel X2 (Armada) sebesar -12,757, artinya jika
Armada di tambah, maka produksi akan mengalami penurunan sebesar 12,757
dengan asumsi variabel independen lainya bernilai tetap. Koefisien bernilai
negatif menunjukkan bahwa armada (X2) mempunyai hubungan yang
berlawanan arah dengan produksi (Y). Artinya apabila Armada ditingkatkan akan
diikuti dengan menurunnya produksi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Zebua dan Ramli (2004),
menyatakan bahwa jumlah armada dan nelayan mempengaruhi yang negatif
atau mempunyai hubungan berlawanan arah terhadap produksi perikanan di
wilayah nias.
5.2.2.3. Uji Statistik
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu produksi perikanan
tangkap (Y) sebagai variabel terikat dan RTP (X1), Alat tangkap (X2) dan Armada
(X3) sebagai variabel bebas. Untuk melihat hubungan antara variabel terikat dan
variabel bebas maka dapat dilakukan serangkaian uji statistik sebagai berikut:
59
a. Koefisien Seterminan (R2)
Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui presentase sumbangan
pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Hasil analisis determinasi dapat dilihat pada output model summary
(Priyatno, 2016).
Koefisien determinasi bertujian untuk mengukur seberapa besar
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Kisaran nilai adjusted R2
adalah 0<R2<1. Apabila nilai adjusted R2 semakin mendekati angka 1, maka
semakin kuat variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Hasil uji R2
dapat dilihat dalam tabel 21.
Tabel 21. Uji Koefisien Determinan (R2) Perikanan Tangkap
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 0,988a 0,976 0,968 522,55855
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 21 diperoleh nilai R2 (adjusted R Square) = 0,976
dengan demikian berarti bahwa pengaruh variabel RTP, Alat tangkap dan
Perahu yang di gunakan terhadap produksi perikanan tangkap adalah 97,6%.
Sedangkan untuk sisanya sebesar 2,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar
analisis yaitu: pengalaman, jumlah ABK, biaya perjalanan, perbekalan, dan faktor
alam.
b. Uji Simultan (F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel RTP
(X1), Alat tangkap (X2) dan Armada (X3) terhadap Produksi perikanan tangkap
(Y). Pada penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Untuk
menentukan apakah variabel independen mempengaruhi variabel depanden
secara simultan maka nilai Fhitung dibanding dengan Ftabel pada tingkat signifikansi
0,05.
60
1. Apabila Fhitung > Ftabel berarti semua variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh secara nyata pada variabel terikat.
2. Apabila Fhitung< Ftabel berarti semua variabel bebas tidak tidak berpengaruh
secara nyata pada variabel terikat. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 22. Hasil Uji Simultan (F)
Model F Signifikasi
Regression 120,798 0,000a
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 22 menunjukkan nilai Fhitung adalah sebesar 120,798
dengan sig Fhitung sebesar 0,000. Pada derajat signifikansi sebesar 5%, dengan
nilai df N1=2 dan df N2=13 di peroleh nilai Ftabel sebesar 3,41. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa nilai Fhitung (120,798) > Ftabel (3,41), hal ini menunjukkan
adanya pengaruh seecara nyata variabel bebas (RTP, Alat tangkap, Armada)
terhadap Produksi perikanan budidaya. Berdasarkan uji signifikan, data
dikatakan signifikan jika nilai kuarang dari 0,05 / 5%. Hasil analisis diperoleh nilai
signifikan sebesar 0,000, nilai ini dibawah 0,05 / 5%, sehinnga hasil analisis
dikatakan signifikan atau dapat dipercaya.
c. Uji Parsial (t)
Uji t pada regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen (Priyatno, 2016).
1. Apabila thitung < ttabel artinya variabel bebas tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat.
2. Apabila thitung > ttabel artinya veriabel bebas berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat.
Untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari masing-masing variabel
bebas (X) RTP, Alat tangkap dan Armada terhadap variabel terikat (Y) Produksi
perikanan tangkap, dilakukan dengan cara membandingkan nilai masing-masing
61
thitung variabel bebas dengan ttabel yang dilihat menggunakan tabel statistik dengan
rumus N – k = 13 – 3 = 10, dengan derajat signifikansi 5% di peroleh ttabel sebesar
2,22813. Hasil uji t dapat di lihat sebagai berikut.
Tabel 23. Hasil uji Parsial (t)
Model t-hitung t-tabel Signifikasi
RTP (X1)
Alat tangkap (X2)
Armada (X3)
4,084
4,889
3,778
2,22813
2,22813
2,22813
0,003
0,001
0,004
Sumber: data primer diolah, (2017)
Berdasarkan tabel 23 menunjukkan hubungan yaitu RTP (X1), Alat
tangkap (X2) dan Armada (X3) terhadap produksi tangkap (Y) yang lebih jelasnya
dapat dilihat pada uraian berikut:
1. Variabel RTP (X1)
Berdasarkan uji statistik diatas diketahui bahwa variabel RTP
berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan tangkap. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel RTP berpengaruh terhadap banyak sedikitnya
produksi perikanan tangkap Kabupaten Tulungagung. Hal ini dibuktikan dari nilai
thitung variabel yang lebih kecil dari nilai ttabel (4,084 > 2,22813).
Setiap armada membutuhkan jumlah anak buah kapal (ABK) yang sudah
standar sehingga berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Menurut amami f.l.
et.al (2016), menyatakan bahwa produksi hasil tangkapan kapal tonda 5 GT
berbeda dengan kapal tonda 6 GT karena terdapat perbedaan jumlah ABK,
jumlah pancing tonda dan fishing ground.
2. Variabel Jumlah Alat tangkap (X2)
Berdasarkan uji statistik diatas diketahui bahwa variabel jumlah alat
tangkap berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan tangkap. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel alat tangkap berpengaruh terhadap banyak
sedikitnya produksi perikanan tangkap Kabupaten Tulungagung. Hal ini
62
dibuktikan dari nilai thitung variabel yang lebih besar dari nilai ttabel (4,889 >
2,22813).
Menurut fattah et.al, (2017), Alat tangkap merupakan media nelayan
untuk mempermudah menangkap ikan sehingga alat tangkap yang semakin
meningkat dapat menurunkan hasil tagkapan.
3. Variabel Jumlah Armada (X3)
Berdasarkan uji statistik diatas diketahui bahwa variabel jumlah alat
tangkap berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan tangkap. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel Armada berpengaruh terhadap banyak sedikitnya
produksi perikanan tangkap Kabupaten Tulungagung. Hal ini dibuktikan dari nilai
thitung variabel yang lebih besar dari nilai ttabel (3,778 > 2,22813).
Menurut fattah et.al (2017), Jenis armada kabupaten malang paling
banyak adalah kapal motor 10-30 GT sehingga mempengaruhi hasil tangkapan
ikan kerena kemampuan jangkau fishing ground dan daya tampung kapal.
Peningkatan hasil perikanan dipengaruhi oleh alat tangkap, armada dan modal
usaha.
5.3. Faktor Produksi Perikanan yang Paling Dominan
5.3.1. Faktor yang Paling Dominan Perikanan Budidaya
Berdasarkan ketiga faktor perikanan budidaya kabupaten tulungagung
yaitu RTP, Luas lahan dan benih yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 24. Faktor yang dominan mempengaruhi produksi perikanan
budidaya
Coefficients Beta Zero-order %
RTP -0,142 0,393 -5,58
Luas Lahan 0,447 0,596 26,64
Benih 0,748 0,851 63,65
Dependent Variable: Produksi PB Total 84,72
Sumber: Analisis data, 2017
63
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi perikanan budidaya mempunyai kontribusi sendiri-
sendiri. Untuk faktor RTP besarnya kontribusi terhadap produksi perikanan
budidaya adalah sebesar -5,58%. Kemudian luas lahan yang mempengaruhi
sebesar 26,64%. kontribusi benih yang digunakan terhadap produksi sebesar
63,65%.
Sehingga dapat artikan bahwa dari ketiga variabel atau faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi perikanan budidaya diatas yang paling dominan
mempengaruhi produksi perikanan budidaya yaitu jumlah benih yang tersedia
yaitu sebesar 63,65%
5.3.2. Faktot yang Paling Dominan Perikanan Tangkap
Berdasarkan ketiga faktor di perikanan tangkap kabupaten tulungagung
yaitu RTP, Alat tangkap dan Armada yang digunakan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 25. Faktor Yang Dominan Mempengaruhi Produksi Perikanan
Tangkap
Coefficients Beta Zero-order %
RTP 0,550 0,953 52,42
Alat Tangkap 0,835 0,945 78,91
Armada -0,444 0,761 -33,79
Dependent Variable: Produksi NT Total 97,53
Sumber: Analisis data, 2017
Berdasarkan tabel 25 dapat dilihat bahwa faktor produksi perikanan
tangkap yang berupa RTP berpengaruh sebesar 52,42%, Alat tangkap yang
berpengaruh sebesar 78,91% dan jumlah Armada yang berpengaruh sebesar -
33,79%.
64
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari ketiga variabel atau faktor-faktor
produksi perikanan tangkap pada tabel 23 yang paling dominan mempengaruhi
produksi perikanan tangkap yaitu faktor Alat tangkap yaitu sebesar 78,91%.
5.4. Besarnya Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap PDRB Kabupaten
Tulungagung
Besarnya kontribusi subsektor perikanan terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 di Kabupaten
Tulungagung dapat dilihat pada gambar berikut:
Tabel 26. Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDRB Kabupaten
Tulungagung
Tahun PDRB Sektor Perikanan
PDRB Seluruh Sektor Kontribusi (%)
2004 77.797 4.697.952 1,65
2005 92.659,26 6.224.125,49 1,48
2006 102.691,49 6.574.499,61 1,56
2007 115.575,35 6.965.388,06 1,65
2008 125.121,93 7.375.768,84 1,69
2009 134.058,07 7.760.314,64 1,72
2010 136.980,53 7.829.889,53 1,74
2011 453.263,10 17.845.220,98 2,53
2012 498.634,74 18.999.034,89 2,62
2013 582.006,47 20.164.271,43 2,88
2014 627.612,49 21.265.195,56 2,95
2015 666.712,75 22.326.624,63 2,98
2016 706.582,17 23.443.436,56 3,01
Sumber: data diolah, 2017
Berdasarkan pada Tabel 26, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor
perikanan terhadap PDRB Kabupaten Tulungagung pada tahun 2004-2016
mengalami peningkatan sehingga dapat diartikan bahwa sektor perikanan
memberikan kontribusi yang baik terhadap PDRB Kabupaten Tulungagung.
Kontribusi PDRB sektor perikanan yang paling tinggi PDRB seluruh sektor
menurut lapangan usaha di Kabupaten Tulungagung terjadi pada tahun 2016
65
sebanyak 3,01%, kontribusi PDRB yang paling rendah terjadi pada tahun 2005
sebesar 1,48%.
Dibandingkan dengan PDB konvensional dengan nilai acuan 2,34%
didapatkan pada tahun 2011-2016 yang berarti dapat disimpulkan bahwa sektor
perikanan Kabupaten Tulungagung dapat memberikan peranan yang baik
terhadap pendapatan wilayah karena nilai kontribusi sektor perikanan pada tahun
2011-2016 lebih tinggi dibandingkan dengan PDB konvensional.
Nilai kontribusi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
menunjukan bahwa sektor perikanan mempunyai peran yang baik untuk
perekonomian Kabupaten Tulungagung. Kontribusi suatu sektor dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut harus tinggi, utamanya
dilihat dari sudut pandang kontribusinya terhadap pembentukan PDRB suatu
Kabupaten jika dibandingkan dengan sektor lain (Nurlia, 2011).
Gambar 6. Besar Kontribusi Sektor Perikanan Terhadap PDRB Kabupaten
Tulungagung Tahun 2004 - 2016
Berdasarkan gambar 6 dapat dilihat bahwa kontribusi sektor perikanan
terhadap PDRB Kabupaten Tulungagung pada tahun 2004-2016 mengalami
peningkatan. Pada Tahun 2004-2007 kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Presentase 8.082 8.47 9.215 10.2 9.014 9.345 9.33 11.83 12.41 13.98 14.64 15.08 15.58
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Pre
se
nta
se
%
Sektor Perikanan
66
Kabupaten Tulungagung mengalami peningkatan nilai kontribusi dari 8,08%
sampai dengan 10,2%. Sedangkan pada tahun 2007-2010 kontribusi sektor
perikanan mengalami penurunan dari 10,2 persen menjadi 9,33 persen. Namun
pada tahun 2011-2016 mengalami peningkatat dari 11,8 persen hingga 15,5
persen. Kontribusi PDRB sektor perikanan yang paling tinggi di Kabupaten
Tulungagung terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 15,5 persen, sedangkan nilai
terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 8,08 persen.
Gambar 7. Nilai Rata-Rata Kontribusi Sektor Pertanian, Kehutanan, Dan
Perikanan Pada Tahun 2004-2016
Berdasarkan gambar 7 diatas menunjukan nilai rata-rata kontribusi dari
tahun 2004 sampai 2016 sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang
kontribusinya paling tinggi terhadap PDRB Kabupaten Tulungagung yaitu
subsektor tanaman bahan makanan dengan nilai kontribusi sebesar 50,8 persen,
kemudian penyumbang kedua yaitu subsektor peternakan dengan nilai sebesar
24,02 persen, selanjutnya penyumbang ketiga yaitu subsektor perikanan dengan
nilai kontribusi sebesar 12,65 persen, penyumbang keempat yaitu subsektor
tanamanbahan
makanan
tanamanperkebunan
peternakan kehutanan perikanan
rata-rata 50.82380858 10.21406253 24.02818151 2.283103202 12.65084417
0
10
20
30
40
50
60
Pre
se
nta
se
%
Nilai Rata-rata Kontribusi Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Tahun 2004-2016
67
tanaman perkebunan dengan nilai kontribusi sebesar 10,21 persen. Sedangkan
penyumbang terendah yaitu subsektor kehutanan sebesar 2,28 persen.
5.5. Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa faktor
jumlah benih yang digunakan dalam perikanan budidaya berpengaruh nyata
terhadap volume produksi perikanan budidaya. Hal ini dikarenakan dari dinas
kelautan dan perikanan kabupaten tulungagung telah membentuk Balai Benih
Ikan (BBI), sehingga benih-benih yang dibudidayakan dapat memenuhi
kebutuhan untuk budidaya ikan didalam maupun diluar kabupaten tulungagung.
Sedangkan faktor jumlah RTP dan Luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap
kenaikan volume produksi. Hal ini dikarenakan jumlah RTP setiap tahunya
mengalami peningkatan namun tidak terlalu signifikan, masih kurangnya
pengetahuan tentang cara berbudidaya yang baik dan benar, meningkatkan
minat masyarakat terhadap budidaya dan meningkatkan jumlah Pokdakan
(Kelompok Pembudidaya Ikan) agar produksi perikanan budidaya kabupaten
tulungagung menjadi sektor yang berkontribusi yang besar terhadap PDRB.
Sedangkan faktor Luas lahan tidak berpengaruh signifikan dikarenakan
berkurangnya lahan untuk budidaya, yang beralih fungsi menjadi lahan untuk
pembangunan dan usaha lainya.
Berdasarkan penelitian untuk perikanan tangkap faktor yang berpengaruh
nyata yaitu RTP, Alat tangkap, dan Armada. Ini sesuai dengan pendapat kadjun
(2013), dimana laju produksi kegiatan perikann tangkap ditentukan oleh
seberapa besar upaya memapar suatu daerah penangkapan ikan. Upaya
penangkapan ditentukan oleh jumlah RTP, dimensi alat tangkap, jumlah Armada,
dan penggunaan teknologi penangkapan. Dengan demikian, upaya
penangkapan akan menentukan jumlah produksi ikan pada suatu kawasan
68
perikanan, sehingga upaya penangkapan berpengaruh terhadap keadaan
sumberdaya ikan akan tetapi upaya penangkapan ini juga harus melihat apakah
dalam upaya tersebut terjadi over fishing atau tidak, jika telah terjadi over fishing,
maka sebaiknya upaya penangkapan dikurangi dengan mengurangi jumlah alat
tangkap dan Armada yang beroperasi. Tetapi, jika potensi perikananya masih
kurang optimal sebaiknya ditambah jumlah alat tangkap dan Armada yang
beroperasi.
Dengan upaya pemerintah Kabupaten Tulungagung, tetap menekankan
pentingnya pengembangan sektor perikanan terutama perikanan darat melalui
program pemerintah yaitu minapolitan dan Kelompok-Kelompok Pembudidaya
Ikan (Pokdakan). Dengan adanya progam usaha minapolitan yang mandiri
ataupun berkelompok dibeberapa wilayah di Kabupaten Tulungagung dapat
mendorong peningkatan produksi budidaya perikanan darat sehingga dari
peningkatan produksi tersebut dapat mempengaruhi PDRB Kabupaten
Tulungagung terutama ubsektor perikanan.