bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori. 2.1.1 pembelajaran...

26
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori. 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia (Depdiknas, 2004). IPS adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Widiarto, 2007:1). Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pembelajaran sebuah bidang ilmu yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari beberapa aspek kehidupan atau satu perpaduan. Norma Machezie mengemukakan bahwa Ilmu Sosial adalah semua ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam kontek sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat (Ischak, 1997). IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Materi IPS yang diberikan pada pembelajaran peserta didik jenjang SD/MI memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Aspek-aspek yang menjadi ruang lingkup pembelajaran IPS meliputi 1) Manusia, tempat, dan lingkungan;

Upload: buicong

Post on 22-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori.

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa,

fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta

berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan

keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia

(Depdiknas, 2004).

IPS adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara

interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Widiarto, 2007:1).

Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk

membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan

menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali

berkembang secara tidak terduga.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pembelajaran sebuah

bidang ilmu yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala dan masalah

sosial di masyarakat dengan meninjau dari beberapa aspek kehidupan atau

satu perpaduan. Norma Machezie mengemukakan bahwa Ilmu Sosial

adalah semua ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam kontek

sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari

manusia sebagai anggota masyarakat (Ischak, 1997).

IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi

yang berkaitan dengan isu sosial. Materi IPS yang diberikan pada

pembelajaran peserta didik jenjang SD/MI memuat materi Geografi,

Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Aspek-aspek yang menjadi ruang

lingkup pembelajaran IPS meliputi 1) Manusia, tempat, dan lingkungan;

8

2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan; 3) Sistem sosial dan budaya; dan

4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah

program pembelajaran yang mempelajari serta menganalisa gejala dan

masalah social dimasyarakat dengan manusia sebagai masyarakatnya dan

mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi dengan

mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan

humaniora dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi,

sejarah, antropologi, dan politik.

Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang

ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,

hukum, dan budaya (Trianto, 2010: 171). Pembelajaran IPS di SD

mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang

berkaitan dengan isu sosial. (Depdiknas, 2006).

Mata pelajaran IPS disusun secara sistemats, komprehensif, dan

terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan

dalam kehidupan di masyarakat, sehingga siswa diarahkan untuk dapat

menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab,

serta warga dunia yang cinta damai, (Depdiknas, 2006).

Untuk menguatkan hakekat pembelajaran IPS maka disusunlah tujuan

pembelajaran IPS yang disusun dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006

tentang standar isi untuk satuan pendididkan dasar dan menengah,

dijelaskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut :

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

9

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam

kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local,

nasional dan global. (BNSP, 2006:170).

Berdasarkan penjabaran diatas maka standar kompetensi (SK) dan

kompetensi dasar (KD) yang tercantum dalam silabus yang akan digunakan

dalam mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut.

TABEL 2.1

Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

1.6 Meneladani

kepahlawanan dan

patriotisme tokoh-

tokoh

dilingkungannya

1.6.1 Menjelaskan pentingnya memiliki sikap

kepahlawanan dan patriotisme

1.6.2 Memberi contoh rela berkorban dalam

kehidupan sehari-hari

1.6.3Menunjukkan sikap positif terhadap para

pahlawan dalam membela bangsa dan

negara.

Sumber : Permendiknas 22 Tahun 2006_tentang Standar Isi

10

2.1.2 Model Think Pair Share (TPS)

Model TPS yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk berfikir secara mandiri dan selanjutnya berpasangan guna

menyampaikan hasil pemikiran kepada rekannya dalam satu kelompok. Yatim

Riyanto (2010:274) Pendapat yang serupa juga disampaikan Mulyatiningsih

(2011:233) model TPS merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan

cara sharing pendapat antar siswa. Model ini dapat digunakan sebagai umpan

balik materi yang diajarkan guru. Senada dengan itu menurut Kagan, 1994 dalam

Eggan (2012:134) TPS adalah model kerja kelompok yang meminta siswa

individual didalam pasangan belajar untuk menjawab pertanyaan dari guru

kemudian berbagi jawaban itu dengan seseorang rekan.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan model TPS adalah model pembelajaran yang

dilakukan dengan cara berfikir secara mandiri dalam sebuah kelompok diskusi

untuk memecahkan suatu masalah yang nantinya hasil pemikiran atau jawaban

dari permasalahan akan dikomunikasikan atau dibagikan (share) dengan

rekannya.

Langkah – langkah Model Pembelajaran TPS

Menurut Yatim Riyanto (2010:275) langkah-langkah pembelajaran

menggunakan model TPS, diantaranya:

1. Guru menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang akan dicapai.

2. Siswa diminta untuk berpikir tentang topik materi/permasalahan yang

disampaikan guru secara individual.

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)

dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang topiknya tadi.

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok pasangan

mengemukakan hasil diskusinya untuk berbagi jawaban (share) dengan

seluruh siswa di kelas.

11

5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok

permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

6. Guru memberi kesimpulan.

7. Penutup.

Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Warsono (2012:203) proses

pembelajaran dengan menggunakan model TPS dapat mengikuti langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Siswa duduk berpasangan.

2. Guru melakukan presentasi dan kemudian mengajukan pertanyaan.

3. Mula-mula siswa diberi kesempatan berfikir secara mandiri.

4. Siswa kemudian saling berbagi (share) bertukar pikiran dengan

pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru.

5. Guru memandu pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil

diskusinya.

6. Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus

dibahas, menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian

siswa saat berdiskusi dengan pasanganya.

7. Simpulan dan refleksi.

Pendapat yang serupa juga disampaikan Miftahul Huda (2014:207) proses

pembelajaran dengan menggunakan model TPS dapat mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri

dari 4 anggota/siswa.

2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut

sendiri-sendiri terlebih dahulu.

4. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap

pasangan mendiskusikan hasil pekerjaan individunya.

12

5. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing

untuk menshare hasil diskusinya.

Berdasarkan ketiga pendapat para ahli tentang langkah model TPS yang telah

dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam model

TPS adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang akan dicapai

2. Guru memberikan pertanyaan kemudian siswa diberi kesempatan berpikir

mengenai topic permasalahan yang telah dijelaskan secara individual.

3. Membentuk kelompok kemudian siswa saling berbagi (share) bertukar pikiran

dengan pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru.

4. Setiap pasangan menshare hasil diskusi pasangan dengan pasangan lainnya

dalam satu kelompok.

5. Masing-masing kelompok menshare dalam diskusi kelas.

6. Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus dibahas,

menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian siswa saat

berdiskusi dengan pasanganya.

7. Simpulan dan refleksi.

Kelebihan dan Kelemahan Model TPS:

Menurut Shomin Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,

(2014 : 211) Kelebihan TPS adalah

1. Mudah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap

kesempatan

2. Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa

3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata

pelajaran

4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi

5. Siswa dapat belajar dari siswa lain

13

6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau

menyampaikan idenya.

Kelemahan Model TPS Menurut Shomin Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif

dalam Kurikulum 2013, (2014 : 212) kelemahan TPS adalah

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor

2. Lebih sedikit ide yang muncul

3. Jika ada perselisihan tidak ada penengah

2.1.3 Pendekatan Inkuiri

W. Gulo, 2004 dalam Trianto (2011:135) pendekatan inkuiri adalah suatu

rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan

siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analistis,

sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Pendapat serupa disampaikan oleh Wina Sanjaya (2010:196) mengatakan pendekatan

inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses

berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri dari jawaban

dari suatu masalah yang dipertanyakan. Senada dengan itu Kindsvatter William dan

Ishler (2014:163) dalam Jamil Suprihatin pendekatan inkuiri adalah sebuah

pendekatan, yang mana guru melibatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk

menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik melalui proses identifikasi

persoalan, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan

mengambil kesimpulan dengan langkah-langkah siswa mampu menemukan suatu

prinsip, hukum, atau teori.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar

dengan menggunakan pendekatan inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan

seluruh kemampuan siswa untuk mencari, menyelidiki, dan merumuskan sendiri

penemuannya serta dengan pendekatan ikuiri siswa dapat berpikir secara kritis dan

14

analitis dalam memecahkan masalah dan mengambil kesimpulan dan mampu

menemukan prinsip, hukum dan teori.

Langkah – langkah Pendekatan Inkuiri

Menurut Wina Sanjaya (2010:202) secara umum proses pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah: (1)

menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh

siswa; (2) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa

untuk mencapai tujuan; (3) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada sesuatu

persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan

yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.

3. Mengajukan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari sesuatu permasalahan yang sedang

dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu di uji kebenaranya.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk mengkaji hipotesis yang diajukan.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang di anggap

diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan

pengumpulan data.

15

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang

relevan.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Muhammad Jauhar (2011:67) yang

menyatakan, ada enam tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran

inkuiri yaitu:

1. Orientasi

Hal yang harus dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah: a)

menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

siswa. b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa

untuk mencapai tujuan, c) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu

persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah

persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu

cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak

(berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai

pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban

sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban

dari suatu masalah yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran

inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting

16

dalam motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan

ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima

sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan

data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir

rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan

argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggung jawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukan kepada siswa data mana

yang relevan.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang langkah pendekatan inkuiri yang telah

dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam

pendekatan inkuiri adalah sebagai berikut:

1. Menyimak topik permasalahan

2. Merumuskan masalah

3. Merumuskan hipotesis

4. Mengumpulkan data

5. Menganalisis data

6. Membuat kesimpulan

2.1.4 Hasil Belajar

Dalam setiap pembelajaran, guru tidak hanya mentransfer materi kepada

peserta didik, namun juga harus ada hasil belajar dari setiap pembelajaran yang

dilakukan. Menurut Wardani Nanik Sulistya hasil belajar adalah besarnya skor yang

diperoleh melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pengukuran pada

17

hasil belajar (tes). Pengukuran proses belajar dapat dilakukan ketika proses

pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran dan pengukuran hasil dapat

diperoleh dari tes yang dilakukan.

Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap

kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Selanjutnya Sudjana

(2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta

didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2013:14) hasil belajar

merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil

belajar yang diperoleh peserta didik sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukan

oleh peserta didik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan besarnya skor yang

diperoleh siswa melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pada hasil

belajar (tes) sebagai hasil dari proses belajar.

Pengukuran proses dapat diperoleh dari unjuk kerja siswa. Menurut Wardani

Naniek Sulistya (2012:73) unjuk kerja adalah suatu penilaian/pengukuran yang

dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu

berupa tingkah laku atau interaksi dalam pembelajaran. Sedangkan pengukuran hasil

belajar dapat diproleh melalui tes.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria keberhasilan

pembelajaran. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa

jauh hasil belajar siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Proses mengukur

dengan menggunakan alat ukur yang sama ini dinamakan pengukuran.

Menurut Mardapi (2008:2) pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka

bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk

menggambarkan karakteristik suatu objek.

Menurut Wardani Nanik Sulistya, dkk (2012:47) pengukuran adalah kegiatan

atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau

18

peristiwa atau benda. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran perlu

menggunakan sebuah alat ukur yang disebut instrumen.

Sedangkan menurut Anas Sudijono (2008:4) pengukuran adalah kegiatan

yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur hakekatnya adalah

membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Menurut Uno

(2008:93) mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan

bersifat kuantitatif. Peristiwa mengukur objek yang sama, akan memberikan hasil

ukur yang sama pula. Misalnya pengukuran panjang, berat suatu benda, dan lain-lain.

Jadi, pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan

angka-angka pada suatu objek atau peristiwa dengan kriteria tertentu.

Berdasarkan penjabaran pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur

hasil belajar peserta didik digunakan alat penilaian hasil belajar. Pengukuran dan

penilaian tentu saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar peserta

didik. Hal ini dipertegas dengan pendapat Arikunto dalam Jihad dan Haris (2013:54)

menyatakan bahwa untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran

terlebih dahulu, sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti

tanpa dilakukan penilaian.

Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) menyatakan bahwa asesmen atau

penilaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur

pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi ini dapat diperoleh dari data proses

pembelajaran dan hasil belajar siswa. Kemudian informasi atau data tersebut diolah

untuk dapat menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.

Menurut Grondlund dalam Jihad dan Haris (2013:54) penilaian sebagai proses

sistematik pengumpulan, penganalisaan dan penafsiran informasi untuk menentukan

sejauh mana siswa mencapai tujuan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui

pencapaian keberhasilan pembelajaran yang dilakukan.

Menurut Nana Sudjana (2012:3) penilaian merupakan proses memberikan

atau menentukan nilai kepada objek tertentu. Sedangkan menurut Warsono dan

Hariyanto (2012:264) penilaian mencangkup semua metode yang digunakan untuk

19

menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Nilai unjuk kerja ini

diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian atau asesmen adalah proses

pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar

peserta didik sesuai kriteria tertentu.

Menurut Jihad dan Haris (2013:63) diadakannya penilaian memiliki tujuan

untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, dan

sekaligus memberi umpan balik yang tepat. Penilaian secara sistematis dan

berkelanjutan memiliki tujuan untuk: 1) menilai hasil belajar siswa di sekolah; 2)

mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat; dan 3)

mengetahui mutu pendidikan di sekolah (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

No.012/U/2001).

Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:56) fungsi penilaian dalam

pembelajaran yaitu:

a. Penilaian formatif

Penilaian formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan. Tujuan

dari penilaian formatif adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa

terhadap pokok bahasan tertentu.

b. Penilaian sumatif

Penilaian sumatif dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur wulan,

semester, atau tahun ajaran). Tujuan dari penilaian sumatif adalah untuk melihat

prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus

hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam rapot dan penentuan kenaikan

kelas.

c. Penilaian diagnosis

Penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemaham siswa dan faktor-faktor yang

diduga menjadi penyababnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan

belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan

20

belajar, aspek-aspek yang melatar belakangi kesulitan belajar yang dialami anak

serta berbagai kondisi siswa.

d. Penilaian penempatan

Penilaian yang ditunjukkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat,

minat, dan kemampuannya. Misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan

anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan.

e. Penilaian seleksi

Penilaian seleksi digunakan untuk memilih orang yang paling tepat untuk

menempati kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapan

saja saat diperlukan.Mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta

didik dapat dilakukan dengan beragam teknik, baik yang berhubungan dengan

proses belajar maupun hasil belajar. Secara umum dalam penilaian terdapat 2

teknik yaitu teknik tes dan non tes.

1. Teknik Tes

Menurut Asep dan Haris (2013:67) Tes merupakan himpunan

pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus

dilaksanakan oleh orang yang dites. Menurut Wardani Nanik Sulistya

(2012:114) tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk

pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relative ajeg bila

dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Sedangkan menurut Nana Sudjana

(2012:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaaan yang

diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk

lisan (tes lisan), dalam betuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk

perbuatan (tes tindakan).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah alat ukur penilaian dalam

bentuk pertanyaan sehingga diperoleh jawaban-jawaban dalam bentuk angka

yang spesifik dan jelas, tes dapat diberikan secara lisan maupun tulisan.

21

Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Wardani Naniek Sulistya

(2012:144-145) sebagai berikut:

1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

a. Tes tertulis

Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan

memberikan jawaban tertulis.

b. Tes lisan

Tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara

langsung antara pendidik dan peserta didik, dengan tujuan untuk melakukan

pengukuran atau menentukan skor.

Tes lisan tidak sama dengan pembelajaran yang melakukan tanya-jawab. Tes

lisan memiliki kelebihan:

- Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta

didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan

langsung.

- Bagi peserta didik yang kemampuan berfikirnya relatif lambat, tes bentuk ini

dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan

pertanyaan yang dimaksud.

- Hasil tes dapat langsung dapat diketahui peserta didik.

Adapun kelemahan Tes Lisan adalah:

- Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes.

- Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.

c. Tes perbuatan

Tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atu kegiatan yang mengukur

keterampilan.

1) Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya

a. Tes esei (essay-type test)

22

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-

gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya

dalam bentuk tulisan.

b. Tes jawaban pendek

Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta

menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-

jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas

maupun angka-angka.

c. Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab

tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes

pilihan jawaban (selected response test).

2. Teknik non tes

Menurut Wardani, Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) Teknik

non-tes adalah alat ukur untuk memperoleh hasil belajar non-tes, misalnya untuk

mengetahui perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah afektif dan

psikomotor. Teknik non tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau

pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian,

sosiometri, studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task

analysis (analisis tugas), checklists and rating scales dan portofolio. Wardani,

Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) membagi teknik non tes

menjadi 7 macam yaitu:

a. Unjuk Kerja

Suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui aktivitas peserta didik

dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti

berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik

dalam memecahkan masalah kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi;

keterampilan menari; dan lain sebagainya.

23

b. Penugasan

Penugasan merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang

mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

c. Tugas Individu

Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan

secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam

bentuk seperti pembuatan kliping, pemmbuatan makalah dan sebagainya.

d. Tugas Kelompok

Hampir sama dengan tugas individu, namun bedanya tugas ini dikerjakan secara

berkelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok

e. Laporan

Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang

diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan

lain sebagainya.

f. Response dan Ujian Praktik

Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan

praktikumnya. Ujian praktik dapat dilakukan pada awal praktik atau setelah

melakukan praktik.

g. Portofolio

Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi

yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode

tertentu. Portofolio dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran

yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang sedang

dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan

yang diperoleh peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik

yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaan sehari-hari, evaluasi diri

terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru.

24

Menurut Jihad dan Haris (2013:75) ketercapaian tujuan pembelajaran dapat

dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat apabila ada

pengukuran. Mengukur hasil belajar siswa dapat menggunakan alat ukur penilaian

yang berupa instrument penilaian. Bentuk instrument dapat disesuaikan dengan

tujuan penilaian, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa, cakupan

materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Apabila pengukuran

menggunkan tes dapat menggunakan instrument yang berbentuk butur-butir soal, dan

instrumen dapat berupa lembar pengamatan atau observasi apabila pengukuran

dilakukan dengan cara mengamati atau observasi. Instrument yang digunakan

mengukur hasil belajar peserta didik haruslah valid dan reliable, artinya instrument

tes yang digunakan harus benar-benar mampu untuk menilai apa yang harus dinilai

dan tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran.

Hasil dari pencapain tes dipergunakan sebagai dasar penskoran atau evaluasi.

Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan

siswa. Menentukan keberhasilan siswa dalam sistem penilaian dilakukan penskoran

dan penentuan standar keberhasilan belajar. Penskoran menurut Ngalim Purwanto

(1986:92) adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-

angka. Angka-angka hasil penskoran diubah menjadi nilai-nilai melalui proses

pengolahan yang telah ditetapkan. Menurut Jihad dan Haris (2013:86) sistem

penilaian perlu memperhatikan keterkaitan dengan tiga ranah yang ada yaitu ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut memiliki

karakteristik yang berbeda-beda sehingga teknik penskoran untuk ketiga ranah

tersebut harus dibedakan.

Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012) mengartikan bahwa evaluasi merupakan

proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan

cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.

Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan

seperti KKM atau batas keberhasilan atau patokan nilai yang telah ditentukan. Acuan

atau patokan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat berupa Penilaian

25

Acuan Norma (PAN). PAN merupakan cara penilaian yang mengacu kepada rata-rata

kelompok atau rata-rata kelas. Kriteria ini ditentukan setelah tes dilaksanakan dan

standar kelulusan didasarkan pada keadaan kelompok atau kelas. Sedangkan kriteria

yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan

bersifat baku disebut dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

Evaluasi dalam pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan evaluasi

hasil belajar. Evaluasi proses belajar menurut Wardani Naniek Sulistya dan Slameto

(2012:18) adalah evaluasi atau penilaian yang dilaksanakan pada saat proses

pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang

dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar

peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan

secara berkesinambungan.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah:

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Sumiyati (2012) dengan judul

Penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Menjumlahkan

Dan Mengurangkan Berbagai Bentuk Pecahan Melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS Pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Kec, Banyuputih Kab.

Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

peningkatan hasil belajar matematika dari siswa yang berjumlah 17 anak setelah

menggunakan model TPS. Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94%

mendapat nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan

KKM 60, sedangkan 8 siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum

tuntas dalam pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa

menunjukkan sebanyak 11 siswa atau 64,71%T PS.

Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94% mendapat nilai ≥65 dan

dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan KKM 60, sedangkan 8

siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum tuntas dalam

26

pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa menunjukkan sebanyak 11

siswa atau 64,71% mendapat nilai ≥65 dinyatakan sudah tuntas, sebanyak 6 siswa

atau 35,29% mendapat nilai <65 dinyatakan belum tuntas dalam pencapaian KKM

matematika. Dari tahap pra siklus hingga siklus 1 terjadi peningkatan ketuntasan

KKM dari 9 siswa yang tuntas menjadi 11 siswa tuntas pada siklus 1, dari sebanyak 8

siswa yang belum tuntas pada tahap pra siklus berkurang menjadi 6 siswa pada siklus

1. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa yaitu 23,53%, sebanyak 15

siswa atau 88,24% mencapai nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran

matematika, sebanyak 2 siswa atau 11,76% dari jumlah seluruh siswa dinyatakan

belum tuntas KKM matematika karena belum mencapai nilai 65. Ketuntasan

meningkat dari siklus 1 sebanyak 11 siswa yang tuntas menjadi 15 siswa tuntas pada

siklus kedua. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah ketercapaian

ketuntasan belajar siswa yang selalu mengalami peningkatan. Kelemahan dari

penelitian ini yaitu tidak dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri dalam

pembelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan mengenai

pendekatan Inkuiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Puji Yatmoko (2012) dengan judul penelitian

“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Pada Pokok Bahasan Pecahan

Untuk Siswa Kelas V SDN Banyubiru 05 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada

penelitian ini hasil tes matematika siswa pada pra siklus ada 5 siswa yang mendapat

nilai terendah yaitu 30 dengan persentase 16,1% dan nilai tertinggi 100 ada 2 anak

atau 6,5%. Rata-rata kelas yang didapat yaitu 56,5 dengan persentase ketuntasan

45,2% sebanyak 14 siswa dengan nilai ≥60 dan sebanyak 17 siswa atau 54,8% belum

tuntas dengan nilai <60. Pada siklus I nilai terendah yaitu 30 sebanyak 1 siswa dan

nilai tertinggi 100 sebanyak 3 siswa. Nilai rata-rata kelas adalah 63,6 dengan

prosentase ketuntasan 64,5% sebanyak 20 siswa dengan nilai ≥60 dan 11 siswa atau

35,5% belum tuntas dengan nilai <60. Sedangkan pada siklus II hasilnya meningkat

lagi dengan rata-rata tes matematika adalah 76,1 dengan persentase ketuntasan

27

mencapai 93,5% sebanyak 29 siswa dengan nilai ≥60 dan 2 siswa atau 6,5% belum

tuntas dengan nilai <60. Kelebihan dari penelitian ini adalah penjabaran data nilai

matematika siswa sudah lengkap. Hasil perolehan nilai dari data pra siklus hingga

siklus 3 disajikan dengan lengkap beserta table dan diagramnya. Kelemahan dari

penelitian ini yaitu tidak dijelaskan secara lengkap langkah-langkah pembelajaran

TPS dan dalam penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri. Oleh

karena itu, dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan lebih lengkap mengenai

langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dan pendekatan Inkuiri.

Penelitian yang dilakukan Akfera Bekti Susanti (2012) berjudul “Peningkatan

Aktivitas Dan Hasil Belajar Dengan Menerapkan Dienes Games Dalam Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Pada Sifat-Sifat Bangun Ruang Kelas V Semester

2 Di SD Negeri Kutowinangun 2 Tahun Pelajaran 2011/2012” mengemukakan bahwa

penelitian dengan memerapkan teori Dienes Games dalam model pembelajaran

kooperatif tipeTPS dapat meningkatkan aktifitas siswa yaitu keterampilan social,

minat dan perhatian siswa, serta hasil belajar siswa meningkat.keterampilan siswa

meningkat dengan mendapat skor 48,67 dari skor maksimal 64. Minat siswa dalam

mengikuti pembelajaran mendapat skor 48 dari skor maksimal 64. Perhatian siswa

dengan nilai 48 dari skor maksimal 64. Pada hasil belajar matematika mengalami

peningkatan dari rata-rata 69,19 pada tahap pra siklus menjadi 76,13 pada tahap

siklus 1. KKM yang ditentukan yaitu 70. Pada tahap pra siklus sebanyak 5 siswa atau

31,25% sudah mencapai KKM 70 sehingga dinyatakan tuntas, sedangkan sebanyak

11 siswa atau 68,75% belum mencapai KKM yang ditentukan dan dinyatakan belum

tuntas. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa dalam tahap pra siklus yaitu 85 dan nilai

terendah yaitu 54. Pada siklus 1 terjadi kenaikan hasil belajar siswa, nilai tertinggi 92

dan nilai terendah 60. Siswa yang dapat menuntaskan KKM sebanyak 11 siswa atau

68,75 meningkat sebanyak 37,50% dari tahap pra siklus, sedangkan yang belum

tuntas ada 5 siswa atau 31,25%. Rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus 1 yaitu

76,13. Pada siklus perbaikan yaitu siklus 2 pencapaian ketuntasan KKM matematika

mencapai 100%. Semua siswa dari jumlah 16 siswa tuntas KKM dengan nilai

28

tertinggi 100, nilai terendah 85, dan rata-rata yang diperoleh pada siklus 2 yaitu

94,37. Kelebihan dari penelitian ini yaitu dapat meningkatkan aktifitas siswa baik dari

segi social, keaktifan dalam belajar, dan hasil belajar. Kelemahan dari penelitian ini

yaitu data yang disajikan kurang lengkap pada tiap tahap/siklus penelitian. Dalam

penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri. Oleh karena itu, pada

penelitian selanjutnya data pada setiap siklus akan disajikan lebih lengkap baik

menggunakan tabel maupun diagram serta dalam penelitian selanjutnya akan

dijelaskan lebih lengkap mengenai langkah-langkah pembelajaran menggunakan

model TPS dengan pendekatan Inkuiri..

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga

ketuntasan hasil belajar IPS dapat tercapai.

2.3 Kerangka Berpikir

Hasil belajar merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh

siswa setelah melakukan proses belajar yang diberikan oleh guru dan dapat

dinyatakan menggunakan angka-angka atau skor melalui pengukuran. Dalam

pembelajaran ada 3 aspek yang perlu dinilai secara seimbang yaitu aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Sementara itu, dalam proses pembelajaran saat ini yang

dilakukan di SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Berdasarkan hasil Observasi di SDN

Kumpulrejo 03 Salatiga, dalam kegiatan pembelajaran Guru tidak menggunakan

RPP dan Model pembelajaran tertentu seperti model TPS, dalam pembelajaran yang

berlangsung belum menggunakan kurikulum 2013. Pembelajaran yang digunakan

masih mengacu pada standar isi kurikulum KTSP dengan Standar Kompetensi (SK)

dan Kompetensi Dasar (KD). proses kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru

(teacher center), selama proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS hampir 75%

aktivitas siswa berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Hal ini terlihat ketika

siswa maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini juga

nampak terlihat pada hasil ulangan harian kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Nilai

Tertinggi 70 dan nilai terendah yaitu 50

29

Nampak dengan cara guru mengajar masih cenderung berceramah

menyampaikan materi kepada siswa dan siswa hanya mencatat, kurang adanya

kesempatan untuk siswa bertanya atau sharing pendapat antar siswa, siswa hanya

memahami dan menghafal materi saja, serta pembelajaran yang dilakukan berbasis

teks book (siswa hanya mengerjakan soal-soal dan tugas yang ada dibuku). Siswa

tidak diberi kesempatan untuk berfikir secara mandiri dan selanjutnya berpasangan

menyampaikan hasil pemikiran kepada rekannya dalam satu kelompok sehingga

pengetahuan yang didapat mudah hilang. Hasil belajar IPS di SDN Kumpulrejo 03

Salatiga belum sesuai dengan harapan. Dari permasalahan yang di lihat 100% siswa

tidak tuntas dengan KKM 80. Rata-rata nilai ulangan harian kelas 4 yaitu 76.

Terdapat 18 siswa yang tidak tuntas dan 3 siswa tuntas dari KKM yang telah

ditetapkan adalah 80.

Dengan adanya permasalahan yang terjadi maka perlu adanya perbaikan

dalam pembelajaran salah satunya dengan melakukan pemilihan model pembelajaran

dan pendekatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan

dalam pembelajaran IPS yaitu model pembelajaran TPS dengan pendekatan Inkuiri.

Model pembelajaran TPS merupakan strategi pembelajaran yang mengarahkan siswa

untuk menelaah materi, dalam langkah-langkah pembelajarannya Guru

menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang akan dicapai. Siswa diminta

untuk berpikir tentang topik materi/permasalahan yang disampaikan guru secara

individual. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)

dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang topiknya tadi. Guru

memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok pasangan mengemukakan hasil

diskusinya untuk berbagi jawaban (share) dengan seluruh siswa di kelas. Berawal

dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan

menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. Guru memberi kesimpulan.

Penutup.Siswa akan diarahkan secara langsung baik individu maupun berkelompok

sehingga siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya dengan

pengalamannya melalui ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan

30

keterampilan (psikomotor) agar lebih memahami materi yang diajarkan dengan aktif,

kreatif, produktif dan efektif untuk mencapai hasil belajar.

siswa dapat saling berdiskusi dan saling memotivasi satu sama lain dalam kelompok

untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran IPS. Model TPS merupakan

model pembelajaran yang dilakukan dengan cara berfikir secara mandiri dalam

sebuah kelompok diskusi untuk memecahkan suatu masalah yang nantinya hasil

pemikiran atau jawaban dari permasalahan akan dikomunikasikan atau dibagikan

(share) dengan rekannya. Pendekatan inkuiri adalah proses pembelajaran yang

menuntut siswa melakukan atau mencari tahu sendiri sehingga diharapkan siswa

dapat berfikir secara ilmiah yang sistematis, kritis, logis, dan analistis akan sesuatu

yang baru yang ingin mereka ketahui. Dengan model TPS dan pendekatan inkuiri

siswa dapat secara aktif mengikuti proses pembelajaran karena siswa dapat terlibat

secara langsung sehingga hasil belajar siswa mencapai KKM yang sudah ditentukan

yaitu 80.

Kesimpulan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dengan

pendekatan Inkuiri

1. Menyimak topik permasalahan

2. Berfikir sendiri

3. Mengidentifikasi masalah

4. Berfikir berpasangan (Pair)

5. Merumuskan masalah

6. Merumuskan hipotesis

7. Berkelompok

8. Membentuk kelompok diskusi (@ siswa)

9. Mengumpulkan data

10. Menganalisis data

11. Membuat kesimpulan

12. Sharing

13. Menshare hasil diskusi di dalam kelas

31

14. Mengerjakan kuis secara individu

15. Refleksi pelaksanaan pembelajaran

Skema hasil belajar IPS melalui model TPS dengan pendekatan Inkuiri disajikan

lebih rinci dalam gambar 2.1 berikut ini.

32

.

Pembelajaran IPS : KD 2. 1

Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam

mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

Pembelajaran Berbasis Pada Buku Hasil Belajar Rendah ≤ KKM

90

Model Think Pair Share (TPS) dan

Pendekatan Inkuiri Pengukuran Hasil

Belajar

A. Berfikir sendiri

1. 1. Mengidentifikasi masalah tentang Menghargai jasa dan

peranan tokoh perjuangan

5. B. Berfikir berpasangan (Pair)

4.

1. Merumuskan masalah tentang Menghargai jasa dan

peranan tokoh perjuangan

2.

C. Berkelompok

3. 4. Membentuk kelompok diskusi (@ siswa)

5.

5. Mengumpulkan data

6. Menganalisis data

7. Mengiterpretasi hasil analisis data

8. Membuat kesimpulan

D. Sharing

2. 9. Menshare hasil diskusi di dalam kelas

10 Refleksi pelaksanaan pembelajaran

Rubrik Unjuk

Kerja

Skor Proses

Belajar/ Non Tes

10. Mengerjakan kuis secara individu Skor Tes

Hasil

Belajar

Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri