bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori. 2.1.1 pembelajaran...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori.
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta
berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan
keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia
(Depdiknas, 2004).
IPS adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara
interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Widiarto, 2007:1).
Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk
membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan
menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali
berkembang secara tidak terduga.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pembelajaran sebuah
bidang ilmu yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala dan masalah
sosial di masyarakat dengan meninjau dari beberapa aspek kehidupan atau
satu perpaduan. Norma Machezie mengemukakan bahwa Ilmu Sosial
adalah semua ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam kontek
sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari
manusia sebagai anggota masyarakat (Ischak, 1997).
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial. Materi IPS yang diberikan pada
pembelajaran peserta didik jenjang SD/MI memuat materi Geografi,
Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Aspek-aspek yang menjadi ruang
lingkup pembelajaran IPS meliputi 1) Manusia, tempat, dan lingkungan;
8
2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan; 3) Sistem sosial dan budaya; dan
4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah
program pembelajaran yang mempelajari serta menganalisa gejala dan
masalah social dimasyarakat dengan manusia sebagai masyarakatnya dan
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi dengan
mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan
humaniora dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi,
sejarah, antropologi, dan politik.
Ruang Lingkup Pembelajaran IPS
Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
hukum, dan budaya (Trianto, 2010: 171). Pembelajaran IPS di SD
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. (Depdiknas, 2006).
Mata pelajaran IPS disusun secara sistemats, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat, sehingga siswa diarahkan untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai, (Depdiknas, 2006).
Untuk menguatkan hakekat pembelajaran IPS maka disusunlah tujuan
pembelajaran IPS yang disusun dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang standar isi untuk satuan pendididkan dasar dan menengah,
dijelaskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
9
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local,
nasional dan global. (BNSP, 2006:170).
Berdasarkan penjabaran diatas maka standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD) yang tercantum dalam silabus yang akan digunakan
dalam mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut.
TABEL 2.1
Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1.6 Meneladani
kepahlawanan dan
patriotisme tokoh-
tokoh
dilingkungannya
1.6.1 Menjelaskan pentingnya memiliki sikap
kepahlawanan dan patriotisme
1.6.2 Memberi contoh rela berkorban dalam
kehidupan sehari-hari
1.6.3Menunjukkan sikap positif terhadap para
pahlawan dalam membela bangsa dan
negara.
Sumber : Permendiknas 22 Tahun 2006_tentang Standar Isi
10
2.1.2 Model Think Pair Share (TPS)
Model TPS yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berfikir secara mandiri dan selanjutnya berpasangan guna
menyampaikan hasil pemikiran kepada rekannya dalam satu kelompok. Yatim
Riyanto (2010:274) Pendapat yang serupa juga disampaikan Mulyatiningsih
(2011:233) model TPS merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan
cara sharing pendapat antar siswa. Model ini dapat digunakan sebagai umpan
balik materi yang diajarkan guru. Senada dengan itu menurut Kagan, 1994 dalam
Eggan (2012:134) TPS adalah model kerja kelompok yang meminta siswa
individual didalam pasangan belajar untuk menjawab pertanyaan dari guru
kemudian berbagi jawaban itu dengan seseorang rekan.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model TPS adalah model pembelajaran yang
dilakukan dengan cara berfikir secara mandiri dalam sebuah kelompok diskusi
untuk memecahkan suatu masalah yang nantinya hasil pemikiran atau jawaban
dari permasalahan akan dikomunikasikan atau dibagikan (share) dengan
rekannya.
Langkah – langkah Model Pembelajaran TPS
Menurut Yatim Riyanto (2010:275) langkah-langkah pembelajaran
menggunakan model TPS, diantaranya:
1. Guru menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang akan dicapai.
2. Siswa diminta untuk berpikir tentang topik materi/permasalahan yang
disampaikan guru secara individual.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)
dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang topiknya tadi.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok pasangan
mengemukakan hasil diskusinya untuk berbagi jawaban (share) dengan
seluruh siswa di kelas.
11
5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
6. Guru memberi kesimpulan.
7. Penutup.
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Warsono (2012:203) proses
pembelajaran dengan menggunakan model TPS dapat mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Siswa duduk berpasangan.
2. Guru melakukan presentasi dan kemudian mengajukan pertanyaan.
3. Mula-mula siswa diberi kesempatan berfikir secara mandiri.
4. Siswa kemudian saling berbagi (share) bertukar pikiran dengan
pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru.
5. Guru memandu pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya.
6. Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus
dibahas, menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian
siswa saat berdiskusi dengan pasanganya.
7. Simpulan dan refleksi.
Pendapat yang serupa juga disampaikan Miftahul Huda (2014:207) proses
pembelajaran dengan menggunakan model TPS dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri
dari 4 anggota/siswa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri-sendiri terlebih dahulu.
4. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap
pasangan mendiskusikan hasil pekerjaan individunya.
12
5. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing
untuk menshare hasil diskusinya.
Berdasarkan ketiga pendapat para ahli tentang langkah model TPS yang telah
dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam model
TPS adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang akan dicapai
2. Guru memberikan pertanyaan kemudian siswa diberi kesempatan berpikir
mengenai topic permasalahan yang telah dijelaskan secara individual.
3. Membentuk kelompok kemudian siswa saling berbagi (share) bertukar pikiran
dengan pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru.
4. Setiap pasangan menshare hasil diskusi pasangan dengan pasangan lainnya
dalam satu kelompok.
5. Masing-masing kelompok menshare dalam diskusi kelas.
6. Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus dibahas,
menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian siswa saat
berdiskusi dengan pasanganya.
7. Simpulan dan refleksi.
Kelebihan dan Kelemahan Model TPS:
Menurut Shomin Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,
(2014 : 211) Kelebihan TPS adalah
1. Mudah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap
kesempatan
2. Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa
3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata
pelajaran
4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi
5. Siswa dapat belajar dari siswa lain
13
6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau
menyampaikan idenya.
Kelemahan Model TPS Menurut Shomin Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif
dalam Kurikulum 2013, (2014 : 212) kelemahan TPS adalah
1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
2. Lebih sedikit ide yang muncul
3. Jika ada perselisihan tidak ada penengah
2.1.3 Pendekatan Inkuiri
W. Gulo, 2004 dalam Trianto (2011:135) pendekatan inkuiri adalah suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analistis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pendapat serupa disampaikan oleh Wina Sanjaya (2010:196) mengatakan pendekatan
inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri dari jawaban
dari suatu masalah yang dipertanyakan. Senada dengan itu Kindsvatter William dan
Ishler (2014:163) dalam Jamil Suprihatin pendekatan inkuiri adalah sebuah
pendekatan, yang mana guru melibatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk
menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik melalui proses identifikasi
persoalan, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan
mengambil kesimpulan dengan langkah-langkah siswa mampu menemukan suatu
prinsip, hukum, atau teori.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar
dengan menggunakan pendekatan inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan
seluruh kemampuan siswa untuk mencari, menyelidiki, dan merumuskan sendiri
penemuannya serta dengan pendekatan ikuiri siswa dapat berpikir secara kritis dan
14
analitis dalam memecahkan masalah dan mengambil kesimpulan dan mampu
menemukan prinsip, hukum dan teori.
Langkah – langkah Pendekatan Inkuiri
Menurut Wina Sanjaya (2010:202) secara umum proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah: (1)
menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
siswa; (2) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
untuk mencapai tujuan; (3) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada sesuatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan
yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.
3. Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari sesuatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu di uji kebenaranya.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk mengkaji hipotesis yang diajukan.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang di anggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data.
15
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang
relevan.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Muhammad Jauhar (2011:67) yang
menyatakan, ada enam tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran
inkuiri yaitu:
1. Orientasi
Hal yang harus dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah: a)
menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai
siswa. b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
untuk mencapai tujuan, c) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu
cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak
(berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban
dari suatu masalah yang dikaji.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran
inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting
16
dalam motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggung jawabkan.
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukan kepada siswa data mana
yang relevan.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang langkah pendekatan inkuiri yang telah
dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam
pendekatan inkuiri adalah sebagai berikut:
1. Menyimak topik permasalahan
2. Merumuskan masalah
3. Merumuskan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5. Menganalisis data
6. Membuat kesimpulan
2.1.4 Hasil Belajar
Dalam setiap pembelajaran, guru tidak hanya mentransfer materi kepada
peserta didik, namun juga harus ada hasil belajar dari setiap pembelajaran yang
dilakukan. Menurut Wardani Nanik Sulistya hasil belajar adalah besarnya skor yang
diperoleh melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pengukuran pada
17
hasil belajar (tes). Pengukuran proses belajar dapat dilakukan ketika proses
pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran dan pengukuran hasil dapat
diperoleh dari tes yang dilakukan.
Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap
kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Selanjutnya Sudjana
(2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta
didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2013:14) hasil belajar
merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil
belajar yang diperoleh peserta didik sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukan
oleh peserta didik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan besarnya skor yang
diperoleh siswa melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pada hasil
belajar (tes) sebagai hasil dari proses belajar.
Pengukuran proses dapat diperoleh dari unjuk kerja siswa. Menurut Wardani
Naniek Sulistya (2012:73) unjuk kerja adalah suatu penilaian/pengukuran yang
dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu
berupa tingkah laku atau interaksi dalam pembelajaran. Sedangkan pengukuran hasil
belajar dapat diproleh melalui tes.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria keberhasilan
pembelajaran. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa
jauh hasil belajar siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Proses mengukur
dengan menggunakan alat ukur yang sama ini dinamakan pengukuran.
Menurut Mardapi (2008:2) pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka
bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk
menggambarkan karakteristik suatu objek.
Menurut Wardani Nanik Sulistya, dkk (2012:47) pengukuran adalah kegiatan
atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
18
peristiwa atau benda. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran perlu
menggunakan sebuah alat ukur yang disebut instrumen.
Sedangkan menurut Anas Sudijono (2008:4) pengukuran adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur hakekatnya adalah
membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Menurut Uno
(2008:93) mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan
bersifat kuantitatif. Peristiwa mengukur objek yang sama, akan memberikan hasil
ukur yang sama pula. Misalnya pengukuran panjang, berat suatu benda, dan lain-lain.
Jadi, pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan
angka-angka pada suatu objek atau peristiwa dengan kriteria tertentu.
Berdasarkan penjabaran pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur
hasil belajar peserta didik digunakan alat penilaian hasil belajar. Pengukuran dan
penilaian tentu saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar peserta
didik. Hal ini dipertegas dengan pendapat Arikunto dalam Jihad dan Haris (2013:54)
menyatakan bahwa untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran
terlebih dahulu, sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti
tanpa dilakukan penilaian.
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) menyatakan bahwa asesmen atau
penilaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi ini dapat diperoleh dari data proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa. Kemudian informasi atau data tersebut diolah
untuk dapat menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Menurut Grondlund dalam Jihad dan Haris (2013:54) penilaian sebagai proses
sistematik pengumpulan, penganalisaan dan penafsiran informasi untuk menentukan
sejauh mana siswa mencapai tujuan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui
pencapaian keberhasilan pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Nana Sudjana (2012:3) penilaian merupakan proses memberikan
atau menentukan nilai kepada objek tertentu. Sedangkan menurut Warsono dan
Hariyanto (2012:264) penilaian mencangkup semua metode yang digunakan untuk
19
menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Nilai unjuk kerja ini
diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian atau asesmen adalah proses
pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik sesuai kriteria tertentu.
Menurut Jihad dan Haris (2013:63) diadakannya penilaian memiliki tujuan
untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, dan
sekaligus memberi umpan balik yang tepat. Penilaian secara sistematis dan
berkelanjutan memiliki tujuan untuk: 1) menilai hasil belajar siswa di sekolah; 2)
mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat; dan 3)
mengetahui mutu pendidikan di sekolah (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
No.012/U/2001).
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:56) fungsi penilaian dalam
pembelajaran yaitu:
a. Penilaian formatif
Penilaian formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan. Tujuan
dari penilaian formatif adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa
terhadap pokok bahasan tertentu.
b. Penilaian sumatif
Penilaian sumatif dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur wulan,
semester, atau tahun ajaran). Tujuan dari penilaian sumatif adalah untuk melihat
prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus
hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam rapot dan penentuan kenaikan
kelas.
c. Penilaian diagnosis
Penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemaham siswa dan faktor-faktor yang
diduga menjadi penyababnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan
belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan
20
belajar, aspek-aspek yang melatar belakangi kesulitan belajar yang dialami anak
serta berbagai kondisi siswa.
d. Penilaian penempatan
Penilaian yang ditunjukkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya. Misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan
anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan.
e. Penilaian seleksi
Penilaian seleksi digunakan untuk memilih orang yang paling tepat untuk
menempati kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapan
saja saat diperlukan.Mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta
didik dapat dilakukan dengan beragam teknik, baik yang berhubungan dengan
proses belajar maupun hasil belajar. Secara umum dalam penilaian terdapat 2
teknik yaitu teknik tes dan non tes.
1. Teknik Tes
Menurut Asep dan Haris (2013:67) Tes merupakan himpunan
pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus
dilaksanakan oleh orang yang dites. Menurut Wardani Nanik Sulistya
(2012:114) tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk
pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relative ajeg bila
dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Sedangkan menurut Nana Sudjana
(2012:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaaan yang
diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk
lisan (tes lisan), dalam betuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk
perbuatan (tes tindakan).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah alat ukur penilaian dalam
bentuk pertanyaan sehingga diperoleh jawaban-jawaban dalam bentuk angka
yang spesifik dan jelas, tes dapat diberikan secara lisan maupun tulisan.
21
Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Wardani Naniek Sulistya
(2012:144-145) sebagai berikut:
1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
a. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan
memberikan jawaban tertulis.
b. Tes lisan
Tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara
langsung antara pendidik dan peserta didik, dengan tujuan untuk melakukan
pengukuran atau menentukan skor.
Tes lisan tidak sama dengan pembelajaran yang melakukan tanya-jawab. Tes
lisan memiliki kelebihan:
- Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta
didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan
langsung.
- Bagi peserta didik yang kemampuan berfikirnya relatif lambat, tes bentuk ini
dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan
pertanyaan yang dimaksud.
- Hasil tes dapat langsung dapat diketahui peserta didik.
Adapun kelemahan Tes Lisan adalah:
- Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes.
- Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
c. Tes perbuatan
Tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atu kegiatan yang mengukur
keterampilan.
1) Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
a. Tes esei (essay-type test)
22
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-
gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya
dalam bentuk tulisan.
b. Tes jawaban pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-
jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas
maupun angka-angka.
c. Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab
tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes
pilihan jawaban (selected response test).
2. Teknik non tes
Menurut Wardani, Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) Teknik
non-tes adalah alat ukur untuk memperoleh hasil belajar non-tes, misalnya untuk
mengetahui perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah afektif dan
psikomotor. Teknik non tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau
pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian,
sosiometri, studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task
analysis (analisis tugas), checklists and rating scales dan portofolio. Wardani,
Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) membagi teknik non tes
menjadi 7 macam yaitu:
a. Unjuk Kerja
Suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui aktivitas peserta didik
dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti
berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik
dalam memecahkan masalah kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi;
keterampilan menari; dan lain sebagainya.
23
b. Penugasan
Penugasan merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.
c. Tugas Individu
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan
secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam
bentuk seperti pembuatan kliping, pemmbuatan makalah dan sebagainya.
d. Tugas Kelompok
Hampir sama dengan tugas individu, namun bedanya tugas ini dikerjakan secara
berkelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok
e. Laporan
Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang
diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan
lain sebagainya.
f. Response dan Ujian Praktik
Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya. Ujian praktik dapat dilakukan pada awal praktik atau setelah
melakukan praktik.
g. Portofolio
Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi
yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu. Portofolio dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang sedang
dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan
yang diperoleh peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik
yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaan sehari-hari, evaluasi diri
terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru.
24
Menurut Jihad dan Haris (2013:75) ketercapaian tujuan pembelajaran dapat
dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat apabila ada
pengukuran. Mengukur hasil belajar siswa dapat menggunakan alat ukur penilaian
yang berupa instrument penilaian. Bentuk instrument dapat disesuaikan dengan
tujuan penilaian, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa, cakupan
materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Apabila pengukuran
menggunkan tes dapat menggunakan instrument yang berbentuk butur-butir soal, dan
instrumen dapat berupa lembar pengamatan atau observasi apabila pengukuran
dilakukan dengan cara mengamati atau observasi. Instrument yang digunakan
mengukur hasil belajar peserta didik haruslah valid dan reliable, artinya instrument
tes yang digunakan harus benar-benar mampu untuk menilai apa yang harus dinilai
dan tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran.
Hasil dari pencapain tes dipergunakan sebagai dasar penskoran atau evaluasi.
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan
siswa. Menentukan keberhasilan siswa dalam sistem penilaian dilakukan penskoran
dan penentuan standar keberhasilan belajar. Penskoran menurut Ngalim Purwanto
(1986:92) adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-
angka. Angka-angka hasil penskoran diubah menjadi nilai-nilai melalui proses
pengolahan yang telah ditetapkan. Menurut Jihad dan Haris (2013:86) sistem
penilaian perlu memperhatikan keterkaitan dengan tiga ranah yang ada yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda-beda sehingga teknik penskoran untuk ketiga ranah
tersebut harus dibedakan.
Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012) mengartikan bahwa evaluasi merupakan
proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan
cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan
seperti KKM atau batas keberhasilan atau patokan nilai yang telah ditentukan. Acuan
atau patokan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat berupa Penilaian
25
Acuan Norma (PAN). PAN merupakan cara penilaian yang mengacu kepada rata-rata
kelompok atau rata-rata kelas. Kriteria ini ditentukan setelah tes dilaksanakan dan
standar kelulusan didasarkan pada keadaan kelompok atau kelas. Sedangkan kriteria
yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan
bersifat baku disebut dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Evaluasi dalam pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan evaluasi
hasil belajar. Evaluasi proses belajar menurut Wardani Naniek Sulistya dan Slameto
(2012:18) adalah evaluasi atau penilaian yang dilaksanakan pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang
dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar
peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan
secara berkesinambungan.
2.2 Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah:
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Sumiyati (2012) dengan judul
Penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Menjumlahkan
Dan Mengurangkan Berbagai Bentuk Pecahan Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS Pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Kec, Banyuputih Kab.
Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar matematika dari siswa yang berjumlah 17 anak setelah
menggunakan model TPS. Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94%
mendapat nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan
KKM 60, sedangkan 8 siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum
tuntas dalam pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa
menunjukkan sebanyak 11 siswa atau 64,71%T PS.
Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94% mendapat nilai ≥65 dan
dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan KKM 60, sedangkan 8
siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum tuntas dalam
26
pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa menunjukkan sebanyak 11
siswa atau 64,71% mendapat nilai ≥65 dinyatakan sudah tuntas, sebanyak 6 siswa
atau 35,29% mendapat nilai <65 dinyatakan belum tuntas dalam pencapaian KKM
matematika. Dari tahap pra siklus hingga siklus 1 terjadi peningkatan ketuntasan
KKM dari 9 siswa yang tuntas menjadi 11 siswa tuntas pada siklus 1, dari sebanyak 8
siswa yang belum tuntas pada tahap pra siklus berkurang menjadi 6 siswa pada siklus
1. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa yaitu 23,53%, sebanyak 15
siswa atau 88,24% mencapai nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran
matematika, sebanyak 2 siswa atau 11,76% dari jumlah seluruh siswa dinyatakan
belum tuntas KKM matematika karena belum mencapai nilai 65. Ketuntasan
meningkat dari siklus 1 sebanyak 11 siswa yang tuntas menjadi 15 siswa tuntas pada
siklus kedua. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah ketercapaian
ketuntasan belajar siswa yang selalu mengalami peningkatan. Kelemahan dari
penelitian ini yaitu tidak dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri dalam
pembelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan mengenai
pendekatan Inkuiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Puji Yatmoko (2012) dengan judul penelitian
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Pada Pokok Bahasan Pecahan
Untuk Siswa Kelas V SDN Banyubiru 05 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada
penelitian ini hasil tes matematika siswa pada pra siklus ada 5 siswa yang mendapat
nilai terendah yaitu 30 dengan persentase 16,1% dan nilai tertinggi 100 ada 2 anak
atau 6,5%. Rata-rata kelas yang didapat yaitu 56,5 dengan persentase ketuntasan
45,2% sebanyak 14 siswa dengan nilai ≥60 dan sebanyak 17 siswa atau 54,8% belum
tuntas dengan nilai <60. Pada siklus I nilai terendah yaitu 30 sebanyak 1 siswa dan
nilai tertinggi 100 sebanyak 3 siswa. Nilai rata-rata kelas adalah 63,6 dengan
prosentase ketuntasan 64,5% sebanyak 20 siswa dengan nilai ≥60 dan 11 siswa atau
35,5% belum tuntas dengan nilai <60. Sedangkan pada siklus II hasilnya meningkat
lagi dengan rata-rata tes matematika adalah 76,1 dengan persentase ketuntasan
27
mencapai 93,5% sebanyak 29 siswa dengan nilai ≥60 dan 2 siswa atau 6,5% belum
tuntas dengan nilai <60. Kelebihan dari penelitian ini adalah penjabaran data nilai
matematika siswa sudah lengkap. Hasil perolehan nilai dari data pra siklus hingga
siklus 3 disajikan dengan lengkap beserta table dan diagramnya. Kelemahan dari
penelitian ini yaitu tidak dijelaskan secara lengkap langkah-langkah pembelajaran
TPS dan dalam penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri. Oleh
karena itu, dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan lebih lengkap mengenai
langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dan pendekatan Inkuiri.
Penelitian yang dilakukan Akfera Bekti Susanti (2012) berjudul “Peningkatan
Aktivitas Dan Hasil Belajar Dengan Menerapkan Dienes Games Dalam Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Pada Sifat-Sifat Bangun Ruang Kelas V Semester
2 Di SD Negeri Kutowinangun 2 Tahun Pelajaran 2011/2012” mengemukakan bahwa
penelitian dengan memerapkan teori Dienes Games dalam model pembelajaran
kooperatif tipeTPS dapat meningkatkan aktifitas siswa yaitu keterampilan social,
minat dan perhatian siswa, serta hasil belajar siswa meningkat.keterampilan siswa
meningkat dengan mendapat skor 48,67 dari skor maksimal 64. Minat siswa dalam
mengikuti pembelajaran mendapat skor 48 dari skor maksimal 64. Perhatian siswa
dengan nilai 48 dari skor maksimal 64. Pada hasil belajar matematika mengalami
peningkatan dari rata-rata 69,19 pada tahap pra siklus menjadi 76,13 pada tahap
siklus 1. KKM yang ditentukan yaitu 70. Pada tahap pra siklus sebanyak 5 siswa atau
31,25% sudah mencapai KKM 70 sehingga dinyatakan tuntas, sedangkan sebanyak
11 siswa atau 68,75% belum mencapai KKM yang ditentukan dan dinyatakan belum
tuntas. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa dalam tahap pra siklus yaitu 85 dan nilai
terendah yaitu 54. Pada siklus 1 terjadi kenaikan hasil belajar siswa, nilai tertinggi 92
dan nilai terendah 60. Siswa yang dapat menuntaskan KKM sebanyak 11 siswa atau
68,75 meningkat sebanyak 37,50% dari tahap pra siklus, sedangkan yang belum
tuntas ada 5 siswa atau 31,25%. Rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus 1 yaitu
76,13. Pada siklus perbaikan yaitu siklus 2 pencapaian ketuntasan KKM matematika
mencapai 100%. Semua siswa dari jumlah 16 siswa tuntas KKM dengan nilai
28
tertinggi 100, nilai terendah 85, dan rata-rata yang diperoleh pada siklus 2 yaitu
94,37. Kelebihan dari penelitian ini yaitu dapat meningkatkan aktifitas siswa baik dari
segi social, keaktifan dalam belajar, dan hasil belajar. Kelemahan dari penelitian ini
yaitu data yang disajikan kurang lengkap pada tiap tahap/siklus penelitian. Dalam
penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri. Oleh karena itu, pada
penelitian selanjutnya data pada setiap siklus akan disajikan lebih lengkap baik
menggunakan tabel maupun diagram serta dalam penelitian selanjutnya akan
dijelaskan lebih lengkap mengenai langkah-langkah pembelajaran menggunakan
model TPS dengan pendekatan Inkuiri..
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga
ketuntasan hasil belajar IPS dapat tercapai.
2.3 Kerangka Berpikir
Hasil belajar merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh
siswa setelah melakukan proses belajar yang diberikan oleh guru dan dapat
dinyatakan menggunakan angka-angka atau skor melalui pengukuran. Dalam
pembelajaran ada 3 aspek yang perlu dinilai secara seimbang yaitu aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Sementara itu, dalam proses pembelajaran saat ini yang
dilakukan di SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Berdasarkan hasil Observasi di SDN
Kumpulrejo 03 Salatiga, dalam kegiatan pembelajaran Guru tidak menggunakan
RPP dan Model pembelajaran tertentu seperti model TPS, dalam pembelajaran yang
berlangsung belum menggunakan kurikulum 2013. Pembelajaran yang digunakan
masih mengacu pada standar isi kurikulum KTSP dengan Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD). proses kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru
(teacher center), selama proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS hampir 75%
aktivitas siswa berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Hal ini terlihat ketika
siswa maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini juga
nampak terlihat pada hasil ulangan harian kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Nilai
Tertinggi 70 dan nilai terendah yaitu 50
29
Nampak dengan cara guru mengajar masih cenderung berceramah
menyampaikan materi kepada siswa dan siswa hanya mencatat, kurang adanya
kesempatan untuk siswa bertanya atau sharing pendapat antar siswa, siswa hanya
memahami dan menghafal materi saja, serta pembelajaran yang dilakukan berbasis
teks book (siswa hanya mengerjakan soal-soal dan tugas yang ada dibuku). Siswa
tidak diberi kesempatan untuk berfikir secara mandiri dan selanjutnya berpasangan
menyampaikan hasil pemikiran kepada rekannya dalam satu kelompok sehingga
pengetahuan yang didapat mudah hilang. Hasil belajar IPS di SDN Kumpulrejo 03
Salatiga belum sesuai dengan harapan. Dari permasalahan yang di lihat 100% siswa
tidak tuntas dengan KKM 80. Rata-rata nilai ulangan harian kelas 4 yaitu 76.
Terdapat 18 siswa yang tidak tuntas dan 3 siswa tuntas dari KKM yang telah
ditetapkan adalah 80.
Dengan adanya permasalahan yang terjadi maka perlu adanya perbaikan
dalam pembelajaran salah satunya dengan melakukan pemilihan model pembelajaran
dan pendekatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran IPS yaitu model pembelajaran TPS dengan pendekatan Inkuiri.
Model pembelajaran TPS merupakan strategi pembelajaran yang mengarahkan siswa
untuk menelaah materi, dalam langkah-langkah pembelajarannya Guru
menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang akan dicapai. Siswa diminta
untuk berpikir tentang topik materi/permasalahan yang disampaikan guru secara
individual. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)
dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang topiknya tadi. Guru
memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok pasangan mengemukakan hasil
diskusinya untuk berbagi jawaban (share) dengan seluruh siswa di kelas. Berawal
dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan
menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. Guru memberi kesimpulan.
Penutup.Siswa akan diarahkan secara langsung baik individu maupun berkelompok
sehingga siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya dengan
pengalamannya melalui ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan
30
keterampilan (psikomotor) agar lebih memahami materi yang diajarkan dengan aktif,
kreatif, produktif dan efektif untuk mencapai hasil belajar.
siswa dapat saling berdiskusi dan saling memotivasi satu sama lain dalam kelompok
untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran IPS. Model TPS merupakan
model pembelajaran yang dilakukan dengan cara berfikir secara mandiri dalam
sebuah kelompok diskusi untuk memecahkan suatu masalah yang nantinya hasil
pemikiran atau jawaban dari permasalahan akan dikomunikasikan atau dibagikan
(share) dengan rekannya. Pendekatan inkuiri adalah proses pembelajaran yang
menuntut siswa melakukan atau mencari tahu sendiri sehingga diharapkan siswa
dapat berfikir secara ilmiah yang sistematis, kritis, logis, dan analistis akan sesuatu
yang baru yang ingin mereka ketahui. Dengan model TPS dan pendekatan inkuiri
siswa dapat secara aktif mengikuti proses pembelajaran karena siswa dapat terlibat
secara langsung sehingga hasil belajar siswa mencapai KKM yang sudah ditentukan
yaitu 80.
Kesimpulan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dengan
pendekatan Inkuiri
1. Menyimak topik permasalahan
2. Berfikir sendiri
3. Mengidentifikasi masalah
4. Berfikir berpasangan (Pair)
5. Merumuskan masalah
6. Merumuskan hipotesis
7. Berkelompok
8. Membentuk kelompok diskusi (@ siswa)
9. Mengumpulkan data
10. Menganalisis data
11. Membuat kesimpulan
12. Sharing
13. Menshare hasil diskusi di dalam kelas
31
14. Mengerjakan kuis secara individu
15. Refleksi pelaksanaan pembelajaran
Skema hasil belajar IPS melalui model TPS dengan pendekatan Inkuiri disajikan
lebih rinci dalam gambar 2.1 berikut ini.
32
.
Pembelajaran IPS : KD 2. 1
Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam
mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Pembelajaran Berbasis Pada Buku Hasil Belajar Rendah ≤ KKM
90
Model Think Pair Share (TPS) dan
Pendekatan Inkuiri Pengukuran Hasil
Belajar
A. Berfikir sendiri
1. 1. Mengidentifikasi masalah tentang Menghargai jasa dan
peranan tokoh perjuangan
5. B. Berfikir berpasangan (Pair)
4.
1. Merumuskan masalah tentang Menghargai jasa dan
peranan tokoh perjuangan
2.
C. Berkelompok
3. 4. Membentuk kelompok diskusi (@ siswa)
5.
5. Mengumpulkan data
6. Menganalisis data
7. Mengiterpretasi hasil analisis data
8. Membuat kesimpulan
D. Sharing
2. 9. Menshare hasil diskusi di dalam kelas
10 Refleksi pelaksanaan pembelajaran
Rubrik Unjuk
Kerja
Skor Proses
Belajar/ Non Tes
10. Mengerjakan kuis secara individu Skor Tes
Hasil
Belajar
Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri