bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1....

31
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996: 14, dalam Puji Purnomo, 2008: 137). Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut aktivitas, kreativitas, dan kearifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai rencana yang telah diprogramkan, secara efektif dan menyenangkan (E.Mulyasa, 2006: 189). Dalam hal ini, menunjukkan bahwa aktivitas, kreatifitas, dan kearifan guru merupakan patokan dalam mencapai tujuan yang telah diprogramkan dalam perencanaan. Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang saling bersinergi dan berinteraksi tanpa mengabaikan salah satu dari elemen tersebut. Menurut Gagne (dalam E. Mulyasa, 2006: 191) aspek psikologis menujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap, dan seterusnya. Dengan demikian guru diharapkan mampu menciptakan pelajaran sesuai dengan perkembangan mental yang dimiliki oleh siswanya. Secara didaktis, guru mengatur pelajaran peserta didik. Dalam hal ini, guru harus menentukan dengan tepat jenis belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan mengingat kompetensi dasar yang harus dicapai. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dan upaya yang direncanakan secara tersusun dengan tujuan yang telah diprogramkan agar siswa

Upload: nguyenmien

Post on 03-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup

belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,

perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI,

1996: 14, dalam Puji Purnomo, 2008: 137).

Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut aktivitas,

kreativitas, dan kearifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta

didik sesuai rencana yang telah diprogramkan, secara efektif dan menyenangkan

(E.Mulyasa, 2006: 189). Dalam hal ini, menunjukkan bahwa aktivitas, kreatifitas, dan

kearifan guru merupakan patokan dalam mencapai tujuan yang telah diprogramkan

dalam perencanaan. Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang

saling bersinergi dan berinteraksi tanpa mengabaikan salah satu dari elemen tersebut.

Menurut Gagne (dalam E. Mulyasa, 2006: 191) aspek psikologis menujuk

pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar

keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap, dan seterusnya. Dengan

demikian guru diharapkan mampu menciptakan pelajaran sesuai dengan

perkembangan mental yang dimiliki oleh siswanya. Secara didaktis, guru mengatur

pelajaran peserta didik. Dalam hal ini, guru harus menentukan dengan tepat jenis

belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan

mengingat kompetensi dasar yang harus dicapai.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dan upaya yang

direncanakan secara tersusun dengan tujuan yang telah diprogramkan agar siswa

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

8

dapat mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dengan demikian tidak lepas

daripada tanggungjawab untuk mempersiapkan siswanya agar dapat hidup dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA

2.1.2.1 Pengertian IPA

Secara umum, IPA adalah pengetahuan tentang gejala alam yang dapat

didefinisikan sebagai: cara berpikir untuk memahami alam semesta, cara melakukan

investigasi, dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari penyelidikan (Direktorat

Ketenagaan 2006, dalam Wardani, dkk, 2009: 8.15). Sebagai suatu cara berpikir, IPA

merupakan aktivitas manusia yang ditandai dengan proses berpikir yang

menggambarkan keingintahuan untuk memahami fenomena alam. Sebagai cara

melakukan investigasi, IPA merupakan gambaran pendekatan-pendekatan yang

digunakan dalam menyusun pengetahuan, yang dikenal dengan metode ilmiah

(scientific method). Akhirnya, sebagai ilmu pengetahuan, IPA merupakan hasil

kreativitas para ilmuwan secara berabad-abad dalam bentuk penemuan yang

dikumpulkan dan disusun secara sistematis.

Memperhatikan karakteristik peserta didik SD, mata pelajaran IPA di SD

bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika, biologi, dan kimia. Selain itu, pembelajaran

IPA di SD hendaknya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

memperoleh pengalaman langsung (hands on experiences) dalam menemukan dan

mengembangkan konsep-konsep IPA (Wardani, dkk, 2009: 8.15).

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.

Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scienta yang berarti “saya tahu”. Dalam

bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”.

Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam bahasa Indonesia

dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan natural science yang dalam

bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Dalam kamus Fowler

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

9

(1951), natural science didefinisikan sebagai; systematic and formulated knowledge

dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction

yang diartikan bahwa ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang

sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat

kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi. Sumber lain

menyatakan bahwa natural science didefinisikan sebagai piece of theoretical

knowladge atau sejenis pengetahuan teoritis.

IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA

didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam

yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan

dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi

ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun

berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi

dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran

matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada

hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan

berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu

rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah .

IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu

yang ada di alam. IPA mempunyai beberapa pengertian berdasarkan cara pandang

ilmuwan berkaitan mulai dari pengertian IPA itu sendiri, cara berfikir IPA , cara

penyelidikann IPA sampai objek kajian IPA. Adapun pengertian IPA menurut

Trowbridge and Bybee (1990) sains atau IPA merupakan representasi dari hubungan

dinamis yang mencakup tiga faktor utama yaitu the extant body of scientific

knowledge, the values of science and the method and procecces of science” yang

artinya sains merupakan produk dan proses, serta mengandung nilai-nilai. IPA adalah

hasil interpretasi tentang dunia kealaman. IPA sebagai proses/metode penyelidikan

meliputi cara berpikir, sikap dan langkah-langkah kegiatan scientis untuk

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

10

memperoleh produk-produk IPA, misalnya observasi, pengukuran, merumuskan,

menguji hipotesa, mengumpulkan data, bereksperimen dan prediksi.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefenisikan sebagai kumpulan pengetahuan

yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP

(Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

sesuatu secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas

tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan

pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa,

hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang

empirik dan faktual.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa hakikat IPA

adalah kumpulan pengetahuan yang beroriantasi pada fakta, konsep, prinsip, serta

proses produktif dari pengalaman untuk menemukan sesuatu di lingkungan yang

berkaitan dengan alam dan manusia melalui sikap dan keterampilan ilmiah.

2.1.2.2 Pembelajaran IPA di Sekolah

Pembelajaran IPA di sekolah adalah pembelajaran IPA yang diajarkan di

sekolah, mulai dari Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Bahan ajar IPA di

sekolah terdiri atas bagian-bagian IPA yang dipilih guna menumbuhkembangkan

kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan, serta sikap produktif dan

ilmiah yang berpatokan pada IPTEK. Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara

umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja

ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan

kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep

dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

11

yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses

kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan,

serta kesehatan; (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair,

padat dan gas; (3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya, dan pesawat sederhana; (4) bumi dan alam semesta meliputi tanah,

bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Dengan demikian, dalam

pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja

ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.

Untuk mengenal apa IPA itu, kita juga dapat menjelaskan melalui segi

fungsinya. Dari berbagai pustaka dapat dirangkum bahwa fungsi IPA itu ada lima,

yaitu untuk:

1. Membangun pola berpikir

Kita simak dari fakta sejarah, bagaimana IPA terbangun dari pola berpikir

manusia yang berkembang dari zaman ke zaman. Di sisi lain, IPA itu sendiri juga

dapat membangun pola berpikir manusia dengan ciri-ciri khusus.

2. Menjelaskan adanya hubungan antara berbagai gejala alam

Dalam menjelaskan sesuatu, IPA mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu :

1) Analitis, artinya lengkap mendeskripsikan semua bagian dari objek.

2) Penelitiannya, serta hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya.

3) Logis, artinya dapat diterima oleh akal.

4) Sistematis, artinya disusun secara logis dan sistematis sehingga tampak jelas

tata urutan serta hubungan satu dengan yang lain dan jelas pula bahwa tidak

ada kebenaran ilmu pengetahuan yang bertumpang tindih dalam arti

berlawanan satu dengan yang lain.

5) Kausatif, maksudnya IPA menjelaskan mengapa segala gejala alam itu terjadi.

6) Kuantitatif, yang meliputi tiga arti:

a. Kesimpulan yang diuji kebenarannya melalui statistika,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

12

b. Penjelasannya disertai dengan angka-angka dengan besaran hasil pengukuran

atau dengan rumusan-rumusan matematika,

c. Kuantitatif dalam artiannya yang tak langsung menyatakan kecermatan

pengukuran.

Menurut Carl Hempel ada dua tujuan IPA dalam menjelaskan berbagai gejala

alam ini, yaitu:

1. Untuk hal yang bersifat praktis, maksudnya untuk kepentingan kesejahteraan

umat manusia.

2. Untuk memenuhi hasrat ingin tahu.

3. Meramalkan

Peramalan dari IPA ini adalah peramalan yang didasarkan atas

adanya konsistensi atau keteraturan dari gejala-gejala alam. Kunci pokok dari

sesuatu yang dapat digunakan untuk meramalkan itu adalah adanya keteraturan

yang konsisten.

4. Menguasai atau mengontrol alam guna kesejahteraan manusia

Dengan IPA orang bisa mengolah sumber daya alam. Orang juga dapat

mendirikan industri-industri untuk menghasilkan barang-barang bagi kesejahteraan

manusia. Dengan IPA orang dapat mempermudah hubungan komunikasi maupun

transportasi. Dengan IPA orang dapat mencegah atau menghindari malapetaka

akibat gejala alam.

5. Melestarikan berbagai gejala alam

Suatu gejala alam mungkin sekali tak terulang kejadiannya sehingga IPA

dalam hal ini selaku kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis secara tak

langsung merekam gejala-gejala alam, misalnya kehadiran komet, pergeseran

benua, perubahan flora dan fauna.

Sedangkan maanfaat IPA sendiri adalah untuk mengembangkan sikap

ilmiah antara lain:

1. Sikap ingin tahu (curiousity)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

13

2. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

3. Sikap kerja sama (cooperation)

4. Sikap tidak putus asa ( perseverance)

5. Sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness)

6. Sikap mawas diri (self critism)

7. Sikap bertanggung jawab (responsibility)

8. Sikap berpikir bebas (independence in thinking)

9. Sikap kedisiplinan diri (self discipline)

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis

kompetensi (Depdiknas, 2003: 2) adalah sebagai berikut.

1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mengembangkan keterampilan,sikap dan nilai ilmiah

3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara

4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup dimasyarakat dan melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

E. Mulyasa (2004: 112) menyebutkan ruang lingkup bahan kajian IPA untuk

SD/ MI meliputi aspek-aspek berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

b. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas.

c. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya

dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit

lainnya.

e. Sains, Lingkungan, Teknologi, Masyarakat merupakan penerapan konsep sains

dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui

pembuatan suatu karya teknologi sederhana.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

14

2.1.3 Belajar

2.1.3.1 Pengertian belajar

Gagne (Suprijono 2013: 2) menyatakan belajar adalah perubahan disposisi

atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi

tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

alamiah. Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah

aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan

sikap (Winkel, dalam Purwanto 2013: 38-39). Perubahan itu diperoleh melalui usaha

(bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan

hasil pengalaman.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah

suatu pengalaman yang direncanakan, dilakukan, dan dievaluasi kelebihan dan

kekurangannya dalam suatu lingkungan tertentu yang menjadi tempat pembentukan

diri untuk menjadi seseorang yang diinginkan atau yang diinginkan orang lain.

2.1.3.2 Prinsip-prinsip belajar

Prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan

pegangan dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagai suatu hukum, prinsip belajar

akan sangat menentukan proses dan hasil belajar. Prinsip belajar menyangkut

motivasi, perhatian, aktivitas, umpan balik, dan perbedaan individual. Motivasi

berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Bila motornya tidak ada, maka aktivitas

tidak akan terjadi. Bila motornya lemah, maka aktivitas yang terjadi lemah. Perhatian

memiliki kaitan yang erat sekali dengan motivasi, bahkan tidak dapat dipisahkan.

Perhatian adalah pemusatan energi psikis (pikiran dan perasaan) terhadap suatu

objek. Makin terpusat pada pelajaran, proses belajar makin baik, dan hasilnya akan

makin baik.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

15

Belajar itu sendiri adalah aktivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila

ada siswa duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental

emosionalnya tidak terlihat aktif di dalam situasi pembelajaran itu, pada hakikatnya

siswa tersebut tidak ikut belajar. Konfusius (Melvin.L.Silberman, 2011: 23)

menyatakan, “Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya lihat, saya ingat. Yang saya

kerjakan, saya pahami.”, tiga pernyataan sederhana ini berbicara banyak tentang

perlunya belajar aktif. Melvin.L.Silberman (2011: 23) memodifikasi pernyataan

Konfusius tersebut dan memperluas kata-kata bijaknya menjadi sebuah paham belajar

aktif, yaitu: Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit

ingat. Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain,

saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan

pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.

Dengan pendapat tersebut guru harus berusaha meningkatkan kadar aktivitas belajar

siswa agar apa yang diharapkan dapat tercapai. Memang, mendengarkan penjelasan

guru sudah termasuk aktivitas namun barangkali kadarnya perlu ditingkatkan dengan

menggunakan metode-metode yang lain.

Umpan balik dalam proses belajar dilakukan karena siswa perlu dengan

segera mengetahui apakah yang dilakukan sudah benar atau belum. Bila ternyata

masih salah, pada bagian mana ia masih salah dan mengapa salah serta bagamana

seharusnya ia melakukan kegiatan tersebut. Untuk itu siswa perlu sekali memperoleh

umpan balik dengan segera, supaya ia tidak terlanjur berbuat kesalahan yang dapat

menimbulkan kegagalan belajar.

Belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak belajar berarti tidak

memperoleh kemampuan. Belajar dalam proses mental dan emosional terjadi secara

individual. Masing-masing siswa memiliki kadar aktivitas yang beragam. Siswa

belajar sebagai pribadi sendiri, yang memiliki perbedaan dengan siswa yang lain.

Perbedaan itu ada dalam pengalaman, minat, bakat, kebiasaan belajar, kecepatan, tipe

belajar, dan sebagainya. Di dalam menggunakan metode mengajar, guru perlu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

16

menggunakan metode yang bervariasi karena tipe belajar masing-masing siswa

berbeda. Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah, N.K.

(dalam Daryanto 2011: 156), guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat

belajar secara efektif dan efisien, tepat pada tujuan yang diharapkan. Salah satu

langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian

atau biasanya disebut metode mengajar.

2.1.3.3 Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah suatu istilah yang memayungi beberapa model

pembelajaran yang memfokuskan tanggung jawab proses pembelajaran pada pelajar.

Bonwell dan Eison (Sunarto, 2012: 18) mempopulerkan pendekatan ini ke dalam

pembelajaran. Istilah active learning ini sudah dikenal pada tahun 1980-an.

Kemudian pada tahun 1990-an association for the study of higher education (ASHE)

memberikan laporan yang lebih lengkap tentang active learning. Dalam laporannya

tersebut mereka telah mendiskusikan berbagai metode pembelajaran untuk

memperkenalkan active learning.

Berikut pandangan dari para ahli mengenai kegiatan siswa dan lingkungan

belajar active learning yang dipaparkan oleh Missouri department of elementary and

secondary education Missouri department of elementary and secondary education

(Sunarto, 2012: 18) sebagai berikut.

1. Silberman,M (Sunarto, 2012: 19) mengggambarkan saat belajar aktif, para

siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk

mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang

mereka belajar. Belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, penuh

semangat, dan keterlibatan secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan

baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan

mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu diperlukan oleh siswa untuk

melakukan kegiatan-menggambarkannya sendiri, mencontohkan, mencoba

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

17

keterampilan, dan melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan yang telah

mereka miliki.

2. Glasgow (Sunarto, 2012: 19) siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras

untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri.

Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam memutuskan apa

dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka lakukan,

dan bagaimana mereka akan melakukan itu. Peran mereka kemudian akan

semakin luas untuk self/ management, dan memotivasi diri untuk menjadi

suatu kekuatan yang lebih besar yang dimiliki siswa.

3. Model dan Michael (Sunarto, 2012: 19) menggambarkan suatu lingkungan

belajar aktif adalah lingkungan belajar dimana para siswa secara individu

didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya

sendiri dari informasi yang mereka peroleh.

4. UC Davis TAC Handbook (Sunarto, 2012: 19), active learning adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menjadi guru bagi

mereka sendiri. Active learning adalah suatu pendekatan bukan metode.

Menurut Joel Wein (Sunarto, 2012: 19-20) mendefinisikan active learning

adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa dengan memberikan peran

yang lebih aktif di dalam proses pembelajaran. Unsur umum di dalam pendekatan ini

adalah bahwa guru dipindahkan peran kedudukannya dari yang paling berperan depan

suatu kelas dan mempresentasikan materi pelajaran; menjadi para siswalah yang

berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri, dan guru diubah menjadi seorang

pelatih dan penolong di dalam proses situ.

Akhirnya pada tahun 2004 sebagimana dikatakan oleh Mayer (Sunarto, 2012:

20) strategi seperti “active learning” sudah berkembang luas hampir pada semua

kelompok teori yang mengenalkan tentang pembelajaran yang mana siswa dapat

menemukan sendiri. Bruner (Sunarto, 2012: 20) menjelaskan bahwa asalkan siswa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

18

sudah terlibat dalam proses pembelajaran, kemudian dapat mengingat kembali

informasi yang telah diberikan sebelumnya, itu sudah dikatakan siswa aktif. Tetapi

penjelasan itu ditentang oleh Mayer (Sunarto, 2012: 20); Kairschner, Sweller, and

Clark, 2006 (Sunarto, 2012: 20) yang pada intinya mengatakan bahwa aktif

menjelaskan bahwa siswa aktif tidak hanya sekedar hadir di kelas, menghafalkan dan

akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa harus terlibat aktif baik

secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif melakukan praktik dalam

proses pembelajaran.

Bonwell dan Eison (Sunarto, 2012: 20) memberikan beberapa contoh

pembelajaran aktif seperti pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain

peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja kelompok, atau membuat laporan

singkat dan sebagainya. Disarankan agar guru menjadi pemandu sepanjang tahap

awal pembelajaran, kemudian biarkan anak melakukan praktik keterampilan baru

kemudian memberikan informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa selama

pembelajaran. Disarankan penggunaan active learning pada saat siswa telah

mengenal materi sebelumnya, dan mereka telah memiliki suatu pemahaman yang

baik menyangkut materi sebelumnya.

Menurut Sunarto (2012: 21) active learning adalah suatu pendekatan

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif

dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan

menyimpulkannya untuk kemudian diterapkan/ dipraktikan) dengan menyediakan

lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan

kegiatan belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa active

learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk

berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dalam mencari, mengolah,

menyimpulkan, membagi/ menerapkan informasi dengan suasana yang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

19

menyenangkan serta tanpa merasa terpaksa dan dirugikan serta memahami dan dapat

menerapkan apa yang telah mereka alami dari pembelajaran.

2.1.4 Hasil Belajar

Keberhasilan dari kegiatan proses belajar mengajar dapat diketahui dari hasil

belajar. Menurut E. Mulyasa penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu

kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta

didik. Pada umumnya, hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:

(1) peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya

atas perilaku yang diinginkan; (2) mereka mendapatkan bahwa perilaku yang

diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi

kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan perilaku yang

diinginkan. Kesinambungan tersebut merupakan dinamika proses belajar sepanjang

hayat dan pendidikan yang berkesinambungan. Dikatakan demikian karena

kesenjangan itu akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

jaman, dan hal tersebut perlu dilakukan penilaian secara terus-menerus untuk

mengetahui kebutuhan berikutnya (E. Mulyasa, 2008: 208).

Menurut E. Mulyasa (2006: 210) ada 5 kriteria keberhasilan belajar, yaitu :

1. Sekurang-kurangnya 75% isi dan prinsip-prinsip pembelajaran dapat

dipahami, diterima, dan diterapkan oleh para peserta didik dan guru di kelas.

2. Sekurang-kurangnya 75% peserta didik merasa mendapat kemudahan, senang

dan memiliki kemauan belajar yang tinggi.

3. Para peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.

4. Materi yang dikomunikasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan

mereka memandang bahwa hal tersebut akan sangat berguna bagi

kehidupannya kelak.

5. Pembelajaran yang dikembangkan dapat menumbuhkan minat belajar para

peserta didik untuk belajar lebih lanjut (Contunuing).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

20

Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang yang

belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan,

keterampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Perubahan perilaku sebagai

hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan

lingkungan), dimana proses mental dan emosional terjadi.

Menurut Sudjana (2005: 3) Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar, peranan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dan dikuasai oleh siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana 2005: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Sedangkan Gagne (Sudjana 2005: 22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang teridiri dari enam

aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sistesis, dan

evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek

berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisani, dan internalisasi.

3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b)

keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

21

ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan

interpretatif.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah perubahan perilaku atau tingkah laku yang berupa koqnitif, apektif,

dan psikomotorik yang dihasilkan secara bertahap dan berkesinambungan melalui

pengalaman yang diciptakan oleh orang lain atau diri sendiri dalam lingkup ruang

tertentu.

2.1.5 Metode Tari Bambu Dalam Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.5.1 Hakikat Metode Pengajaran

Metode berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti ‘melalui’

dan hodos berarti ‘jalan’ atau ‘jalan’. Dengan demikian metode dapat diartikan cara

atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Ada juga yang

mengartikan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan

menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut. Menurut

Sanjaya (Haryono, 2013: 69) metode belajar diartikan sebagai away inachieving

something. Singkatnya metode adalah jalan untuk mencapai tujuan (Hamid Darmadi,

2009: 42). Al-Syaibany (dalam, Hamid Darmadi, 2009: 43) memberikan takrif

metode jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, sebagai berikut: “Metode

mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru

dalam rangka kemestian-kemestian matapelajaran yang diajarkan, ciri-ciri

perkembangan murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan

perubahan yang dikehendaki pada tingkahlaku mereka. Selanjutnya menolong

mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat

dan nilai-nilai yang diinginkan’. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa metode adalah suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai sesuatu

yang ingin dicapai atau dikehendaki melalui proses yang tersusun dan terarah.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

22

Berdasarkan pandangan secara umum fungsi metode adalah sebagai pemberi

jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dan ilmu

pendidikan. Sedangkan dalam kontek lain metode merupakan sarana untuk

menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan

disiplin suatu ilmu. Dengan melihat penjelasan diatas kita bisa menyimpulkan bahwa

metode dalam pembelajaran sangatlah penting, karena hal inilah yang membantu

dalam mencapai keberhasilan dalam pembelajaran.

2.1.5.2 Pembelajaran Kooperatif (Kooperative Learning)

Menurut Scott Gordon (Lie, 2010: 41), pada dasarnya manusia senang

berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun,

pengelompokan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan

kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri,

karena dalam kelompok homogeny tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa

mengasah proses berpikir, bernegoisasi, beragumentasi, dan berkembang.

Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri yang menonjol

dalam metode pembelajaran kelompok Cooperative Learning. (Lie 2010: 41).

Pembelajaran kooperatif akan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja

sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang tertrukstur. Melalui pembelajaran

kooperatif pula, seorang siswa akan menjadi sumber belajar bagi temannya yang lain.

Lie (Made Wena, 2012: 188-189) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif

dikembangkan dengan dasar asumsi bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika

peserta didik dapat saling mengajari. Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa

dapat belajar dari dua sumber belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain.

Menurut Slavin, dalam pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk

bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi

yang disampaikan oleh guru. Jhonson mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah pengelompokan siswa di dalam kelas dalam suatu kelompok kecil agar siswa

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

23

dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan

mempelajari satu sama lain. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya

sebagai objek belajar tetapi sebagai subjek belajar karena mereka dapat berkreasi

secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran

kooperatif merupakan model alternative dalam mendekati permasalahan, mampu

mengerjakan tugas besar, meningkatkan keterampilan komunikasi dan social, serta

perolehan kepercayaan diri. Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong dalam

untuk belajar, saling memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma

yang menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996: 4, dalam Puji

Purnomo, dkk, 2008: 137). Dalam pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan

sikap social untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan cara bekerjasama.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa,

pembelajaran kooperatif adalah suatu kegitan pembelajaran yang dilakukan dengan

cara berkelompok dan atau teman sebaya yang lebih dari satu secara heterogen untuk

mencapai tujuan pembelajaran dengan cara bergotong royong dan bekerjasama serta

memiliki tanggungjawab yang sama.

2.1.5.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Cooperative learning berasal dari cooperative yang artinya mengerjakan

sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu

kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model

pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan

pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok

yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah

siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai

tujuan tertentu tanpa merasa dirugikan satu dengan yang lain. Dalam pembelajaran

kooperatif, siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

24

Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak

teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap

pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi

secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya. (Priyanto, 2007 dalam

Made Wena, 2012: 189).

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan

interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan

buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, dalam Made Wena, 2012:

189). Menurut Lie (dalam Made Wena, 2012: 189) pembelajaran kooperatif adalah

sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama

dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang tertrukstur, dan dalam sistem ini guru

bertindak sebagai fasilitator. Sedangkan Abdurahman dan Bintoro (dalam Made

Wena, 2012: 189) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran

yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih

asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat

nyata. Menurut Made Wena (2012: 189) pembelajaran kooperatif adalah sistem

pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai

sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar yang lain. Sedangkan Ngalimun

menyatakan, bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan

cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,

menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok

kohenif (kompak-partisipatif), tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen

(kemampuan, gender, karakter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung

jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi (Ngalimun, 2013: 161-162).

Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran berkelompok yang terdiri

dari kemampuan, gender, karakter yang berbeda yang saling bekerjasama dalam

mencapai tujuan pembelajaran dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

25

didampingi oleh guru sebagai fasilitator serta memanfaatkan berbagai sumber belajar

yang ada.

2.1.5.4 Keterampilan-keterampilan kooperatif

Pembelajaran kooperatif akan terlaksana dengan baik jika siswa memiliki

keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan-keterampilan kooperatif yang

perlu dimiliki siswa seperti diungkapkan Nur (Puji Purnomo, dkk, 2008: 137-138)

adalah keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menegah, dan tingkat mahir.

1. Keterampilan kooperatif tingkat awal : (a) menggunakan kesepakatan,

menghargai kontribusi; (b) menggunakan suara pelan; (c) mengambil giliran

dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f)

mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h)

menyelesaikan tugas tepat waktu; (i) menyebutkan nama dan memandang

bicara; (j) mengatasi gangguan; (k) menolong tanpa memberi jawaban; dan (l)

menghormati perbedaan individu.

2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah ; (a) menunjukkan penghargaan

dan simpati; (b) menggunakan pesan “saya”; (c) menyatakan ketidak-setujuan

dengan cara yang dapat diterima; (d) mendengarkan dengan aktif; (e)

bertanya; (f) membuat ringkasan; (g) menafsirkan; (h) mengatur dan

mengorganisir; (i) memeriksa ketepatan; (j) menerima tanggunjawab; (k)

menggunakan kesabaran; dan (l) menunjukan sikap tetap tenang/

menguketegangan.

3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir : (a) mengelaborasi; (b) memeriksa

secara cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menganjurkan suatu posisi; (e)

menetapkan tujuan; (f) berkomporomi; dan (g) menghadapi masalah khusus.

(Puji Purnomo, 2008: 138).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

26

2.1.5.5 Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat

elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Nurhadi & Senduk dan Lie (dalam Made

Wena, 2012: 190-191) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam

pembelajaran kooperatif, yaitu (a) saling ketergantungan positif (positive

interdedependence); (b) interaksi tatap muka (face to face interaction); (c)

akuntabilitas individual (individual accountability), dan (d) keterampilan untuk

menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan social yang secara sengaja

diajarkan (use of collarative/ social skill).

2.1.5.5.1 Saling Ketergantungan Positif

Sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan

suasana belajar yang mendorong agar siswa saling membutuhkan. Siswa yang satu

membutuhkan siswa yang lain, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini kebutuhan

antara siswa tentu terkait dengan pembelajaran (bukan kebutuhan yang berada di luar

pembelajaran). Hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan siswa

yang lain inilah yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Dalam

pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja

sama dalam mencapai tujuan. Suasana saling ketergantungan tersebut dapat

diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu sebagai berikut:

1) Saling ketergantungan dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini masing-masing

siswa merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan

pembelajaran.

2) Saling ketergantungan dalam penyelesaian tugas. Dalam hal ini masing-

masing siswa membutuhkan teman dalam menyelesaikan tugas-tugas

pembelajaran. Siswa yang kurang pandai merasa perlu bertanya pada siswa

yang lebih pandai, sebaliknya yang lebih pandai merasa berkewajiban untuk

mengajari temannya yang belum bisa.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

27

3) Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar. Siswa yang tidak memiliki

sumber belajar (misalnya buku) akan berusaha meminjam pada temannya,

sedangkan yang memiliki sumber belajar merasa berkewajiban untuk

meminjamkan pada temannya.

4) Saling ketergantungan peran. Siswa yang sebelumnya mungkin sering

bertanya (karena belum paham pada suatu masalah) pada temannya, suatu saat

ia akan berusaha mengajari temannya yang mungkin mengalami masalah

(berperan sebagai pengajar), demikian pula siswa yang sebelumnya sering

meminjam bahan ajar (buku) pada temannya, suatu saat ia akan meminjamkan

bahan ajar yang ia miliki pada temannya yang membutuhkan, dan sebagainya.

5) Saling ketergantungan hadiah. Penghargaan/hadiah diberikan kepada

kelompok, karena hasil kerja adalah hasil kerja kelompok; bukan hasil kerja

individual/perseorangan. Sedangkan keberhasilan kelompok dalam mencapai

tujuan pembelajaran bergantung pada keberhasilan setiap anggota/individu

kelompok. Itulah sebabnya setiap anggota kelompok dituntut bertanggung-

jawab, bekerja keras mensukseskan kelompoknya dengan cara berpartisipasi

secara aktif dan konstruktif.

2.1.5.5.2 Interaksi Tatap Muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap

muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga

dengan sesama siswa (Nurhadi & Senduk, dalam Made Wena, 2012: 191). Jadi dalam

hal ini, semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan

keterampilan bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok.

Dalam hal ini antaranggota kelompok melaksanakan aktivitas-aktivitas dasar seperti

bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu dengan sabar teman yang sedang

memberi penjelasan, berkata sopan, meminta bantuan, memberi penjelasan, dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

28

sebagainya. Pada proses pembelajaran yang demikian para siswa dapat saling

menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.

2.1.5.5.3 Akuntabilitas Individual

Mengingat pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam bentuk

kelompok, maka setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan fikiran demi

keberhasilan pekerjaan kelompok. Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar

kelompok), setiap siswa (individu) harus bertanggung jawab terhadap penguasaan

materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas

rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan mampu

menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa.

Tanpa adanya tanggung jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit dicapai.

2.1.5.5.4 Keterampilan Menjalin Hubungan Antarpribadi

Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat

berkolaborasi, bekerjasama dan bersosialisasi antaranggota kelompok. Dengan

demikian, dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa,

sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani

mempertahankan fikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai

sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi tidak hanya

diasumsikan, tetapi secara sengaja diajarkan oleh guru. Dalam hal ini siswa yang

tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari

guru tetapi juga teguran sesama siswa. Dengan adanya teguran tersebut siswa secara

perlahan dan pasti akan berusaha menjaga hubungan antarpribadi.

Menurut Lie (dalam Made Wena, 2012: 192) ada tiga hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yaitu (a)

pengelompokan, (b) semangat pembelajaran kooperatif, dan (c) penataan ruang kelas.

Ketiga faktor tersebut harus diperhatikan dan dijadikan pijakan dasar oleh guru dalam

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

29

menerapkan pembelajaran kooperatif dalam kelas. Tanpa memperhatikan masalah

tersebut, tujuan-tujuan pembelajaran kooperatif sulit tercapai.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan

keterampilan sosial. Utnuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif

menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur

tujuan, dan struktur reword-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas

diorganisir. Struktur tujuan dan reword mengacu pada derajat kerjasama atau

kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reword. Suprijono Agus

(2009: 61).

Table 2.1

Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif

Tahap Perilaku Guru Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada materi yang dipelajari dan memotivasi siswa untuk belajar.

Tahap 2 Menyajikan informasi atau materi pelajaran

Menyajikan informasi atau materi pelajaran kepada siswa baik dengan demontrasi atau bahan bacaan.

Tahap 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagamana membentuk kelompok belajar dan bekerjasama dengan kelompok agar terjadi perubahan yang efisien.

Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Mengamati, mendorong, dan membimbing siswa dalam menyelesaikan tugas.

Tahap 5 Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

Tahap 6 Mengumumkan pengakuan atau penghargaan

Memberikan umpan balik terhadap hasil kerja seluruh kelompok dan memberi penghargaan kepada kelompok yang telah menunjukkan hasil kerja kelompok.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

30

2.1.6 Metode Pembelajaran Tari Bambu (Bamboo Dancing)

2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Tari Bambu

Metode Tari Bambu dikembangkan oleh Anita Lie (Huda Miftahul 2013: 249-

251). Metode ini merupakan modifikasi dari metode Inside Outside Circle. Di

beberapa kelas, metode IOC sering kali tidak bisa dilaksanakan karena kondisi

penataan ruang kelas yang tidak menunjang. Tidak ada cukup ruang di dalam kelas

untuk membentuk lingkaran dan tidak selalu memungkinkan untuk membawa siswa

keluar dari ruang kelas dan belajar di alam bebas. Kebanyakan ruang kelas di

Indonesia ditata dengan model klasikal/ tradisional. Bahkan, banyak penataan

tradisional yang bersifat permanen, seperti kursi dan meja yang sulit dipindahkan.

Disinilah, Tari Bambu bisa menjadi alternatif untuk masalah tersebut.

Metode ini diberi nama Tari Bambu karena siswa berjajar dan saling

berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong bambu yang digunakan

dalam tari bambu dari Filipina yang juga popular di beberapa daerah di Indonesia.

Kegiatan belajar mengajar dalam metode ini, siswa dapat saling berbagi

informasi pada saat yang bersamaan. Metode ini bisa digunakan dalam beberapa mata

pelajaran, seperti agama, IPS, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling

cocok digunakan dengan metode ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran

pengalaman, fikiran, dan informasi antarsiswa.

Salah satu keunggulan dari metode ini adalah adanya struktur yang jelas dan

memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat

dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong

royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan

meningkatkan keterampilan komunikasi. Metode pembelajaran Tari Bambu bisa

digunakan untuk semua tingkatan usia anak didik. Lie, Anita (2010: 67).

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

31

2.1.6.2 Langkah-langkah Metode Pembelajaran Tari Bambu

Pembelajaran dengan tipe Tari Bambu diawali dengan pengenalan topik oleh

guru. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau dapat pula bertanya

jawab apa yang diketahui siswa mengenai topik itu. Kegiatan sumbang saran ini

dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur koqnitif yang telah dimiliki siswa agar

lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.

Selanjutnya, guru membagi kelas menjadi dua kelompok besar. Aturlah

sedemikian rupa pada tiap-tiap kelompok besar berdiri berjajar dan saling berhadapan

dengan yang lain yang juga dalam posisi berdiri berjajar. Dengan demikian di dalam

tiap-tiap kelompok besar mereka saling berpasang-pasangan. Pasangan ini disebut

pasangan awal. Bagikan tugas kepada tiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas.

Pada kesempatan itu berikan waktu yang cukup kepada mereka agar mendiskusikan

tugas yang diterimanya.

Usai diskusi, setiap orang dari kelompok besar akan yang berdiri akan berjajar

saling berhadapan itu bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini tiap-tiap

siswa akan mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian seterusnya.

Pergeseran searah jarum jam baru terhenti tiap-tiap siswa kembali ke pasangan awal.

Setelah melakukan diskusi, guru memimpin tanya jawab dengan kelompok dan

ditanggapi oleh kelompok yang lain untuk mengetahuai hasil diskusi dari tiap-tiap

kelompok. Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, Tanya

jawab, dan sebagainya. Kegiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh

melalui diskusi di tiap-tiap kelompok besar dapat diobjektifikasi dan menjadi

pengetahuan bersama seluruh kelas.

2.1.6.3 Metode Tari Bambu Dalam Pembelajaran IPA

Tipe Tari Bambu dapat diterapkan dalam pelajaran IPA, adapun penerapan

pada saat proses pembelajaran IPA dengan menggunakan Tari Bambu, yaitu:

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

32

Tabel 2.2 Penerapan Metode Tari Bambu dalam Pembelajaran IPA

No Tahap Tari Bambu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa Mengenalkan topik pembelajaran kepada siswa

Kegiatan sumbang saran

Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa terhadap topik bahasan Sumber Energi dan Kegunaannya.

Mengembangkan minat dan rasa ingin tahu terhadap pokok bahasan Sumber Energi dan Kegunaannya.

Mengkaitkan pokok bahasan Sumber Energi dan Kegunaannya dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Berusaha mengingat pengalaman sehari-hari dan menghubungkanya dengan pokok bahasan Sumber Energi dan Kegunaannya.

2 Menyajikan informasi Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pokok bahasan Sumber Energi dan Kegunaannya.

Memberikan respon terhadap pertanyaan guru.

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelmpok belajar

Membentuk kelas ke dalam empat kelompok besar dan berdiri berjajar saling berhadapan.

Membentuk kelas ke dalam empat kelompok besar dan berdiri berjajar saling berhadapan.

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Memfasilitasi siswa dalam diskusi kelompok dan memberikan kesempatan masing-masing kelompok untuk menemukan konsep “Sumber Energi dan Kegunaannya”.

Melakukan diskusi dan bekerja sama dalam kelompok untuk menemukan konsep “Sumber Energi dan Kegunaannya”.

Mengorganisasikan kelompok secara

Usai diskusi, setiap orang dari tiap

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

33

prosedur kelompok besar yang berdiri berjajar saling berhadapan itu bergeser mengikuti arah jarum jam.

Dengan cara ini tiap-tiap siswa akan mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian seterusnya. Pergeseran searah jarum jam baru terhenti ketika tiap-tiap siswa kembali ke pasangan semula.

5 Evaluasi Meminta salah satu perwakilan dari kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dengan menggunakan kalimat sendiri atau tanyajawab oleh guru yang dilemparkan kepada kelompok.

Mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan mencoba memberi penjelasan terhadap konsep “Sumber Energi dan Kegunannya” yang telah ditemukan.

Mengklarifikasikan konsep-konsep siswa yang masih salah dan menjelaskan konsep “Sumber Energi dan Kegunaannya” yang harus dipahami siswa.

Mencermati dan berusaha memahami penjelasan guru.

6 Mengumumkan pengakuan atau penghargaan

Memberikan umpan balik terhadap hasil kerja seluruh kelompok dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang telah menunjukkan hasil kerja baik.

Menerima umpan balik terhadap hasil kerja seluruh kelompok dan menerima penghargaan untuk kelompok yang telah menunjukkan hasil

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

34

kerja baik. Memberikan

pertanyaan kepada siswa mengenai proses Sumber Energi dan Kegunaannya, siapa yang menjawab benar dan banyak secara cepat akan mendapatkan hadiah.

Siswa berlomba menjawab pertanyaan dengan cepat dan benar.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiati,

Wahyudi, dan Warsiti (2013) dengan penelitian yang berjudul “ Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Teknik Tari Bambu Dalam Peningkatkan Pembelajaran IPA

Siswa Kelas III SDN 3 Grenggeng” dari hasil selama kegiatan PTK ini didapatkan

data dari hasil observasi guru dalam mengajar pada siklus I dengan jumlah skor 2,9,

siklus II jumlah skor 3,2, dan pada siklus III jumlah skor 3,6, sedangkan hasil

observasi siswa pada siklus I jumlah skor 2,9, siklus II jumlah skor penilaian 3,2, dan

siklus III jumlah skor penilaian mencapai 3,6. Berdasarkan perolehan hasil belajar

(posttest) pada siklus I ketuntasan hasil belajar IPA siswa sebanyak 85% atau

sebanyak 23 siswa yang tuntas dari jumlah 27 siswa, pada siklus II sebanyak 89%

atau sebanyak 23 siswa, dan pada siklus III ketuntasan hasil belar siswa meningkat

menjadi 93% atau sebanyak 25 siswa. Persentase ketuntasan hasil belajar yang

diperoleh dari ketiga siklus dapat melebihi indicator capaian penelitian yaitu 85%

dari jumlah siswa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif teknik tari bambu dapat meningkatkan pembelajaran tentang

gerak benda pada siswa kelas III.

Suheni Dara Yusnita Rambe (2012) dengan judul penelitian “Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Bamboo Dancing Pada Mata Pelajaran IPA Di Kelas IV SD Negeri 118431 Binanga

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

35

Tolang Tahun Ajaran 2011/2012”. Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berupa

pretes diperoleh rata-rata pengetahuan awal siswa tentang materi perubahan

lingkungan sebesar 23,5 dan presentase ketuntasan klasikal 0%. Setelah dilakukan

siklus I selama 2 kali pertemuan, dari hasil postes rata-rata hasil belajar IPA siswa

meningkat menjadi sebesar 66,8 dengan presentase ketuntasan secara klasikal 73,3%

(belum mencapai ketuntasan optimal secara klasikal). Selanjutnya setelah dilakukan

perbaikan pada siklus II selama 2 kali pertemuan, dari hasil postes siklus II rata-rata

hasil belajar siswa pada materi perubahan lingkungan meningkat menjadi sebesar

81,2 dengan presentase ketuntasan secara klasikal 96,7% (secara klasikal telah

mencapai ketuntasan hasil belajar). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif melalui bamboo dancing dapat

meningkatkan hasil belajar pokok bahasan perubahan lingkungan pada siswa di kelas

IV SD Negeri 118431 Binanga Tolang Tahun Ajaran 2011/2012.

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian diatas, diperoleh hasil bahwa

pembelajaran dengan menggunakan Kooperatiif tipe Tari Bambu dapat meningkatkan

hasil belajar siswa. Peningkatan keaktifan dan hasil belajar ini dapat dilihat dari

perubahan angka ketuntasan pada siklus I hingga siklus II. Dengan demikian,

penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe Tari Bambu dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar siswa sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya. Namun demikian, masih perlu dibuktikan lagi melalui

penelitian tindakan kelas ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang

penting dan semakin dirasakan kegunaannya. Hal penting dalam belajar IPA adalah

untuk melatih diri berpikir dan bertindak secara ilmiah dan rasional. Namun, pada

kenyataannya IPA sering kali dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan

membosankan serta menakutkan sehingga minat dan hasil belajar yang diperoleh

siswa masih rendah.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

36

Untuk memperoleh hasil belajar IPA yang baik diperlukan suatu model dan

metode pembelajaran yang meransang partisipasi aktif dan kooperatif dari siswa.

Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk berbagi informasi dengan teman sebaya

yang bertujuan agar siswa lebih memahami IPA. Sedangkan guru memberikan

informasi yang dirancang untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang

diberikan dan memberikan tugas serta soal-soal yang harus diselesaikan siswa.

Pembelajaran tersebut dapat diperoleh dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif metode tari bambu. Metode ini dikembangkan oleh Anita

Lie untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada

saat yang bersamaan. Metode pembelajaran tari bambu bisa digunakan untuk semua

tingkatan usia peserta didik. Metode pembelajaran ini menghadirkan suasana belajar

IPA yang aktif dan menyenangkan, sehingga diharapkan siswa dapat menerima

pelajaran secara maksimal. Salah satu keunggulan metode ini adalah adanya struktur

yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi informasi mengenai apa yang

telah mereka pahami tentang materi yang diajarkan dengan pasangan yang berbeda

dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesam siswa dalam

suasana gotong royong dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi untuk

memahami materi yang dipelajari. Penerapan model pembelajaran kooperatif metode

tari bambu dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran IPA baik secara fisik

maupun mental. Jika siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktikan dan

mendiskusikan materi pelajaran, maka siswa akan lebih banyak ingat mengenai

pelajaran yang diberikan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa ada kaitan antara model pembelajaran

kooperatif tipe tari bambu terhadap hasil belajar IPA, maka melalui model

pembelajaran kooperatif tipe tari bambu diduga dapat berpengaruh terhadap hasil

belajar IPA. Secara grafis pemikiran yang dilakukan oleh peneliti dapat digambarkan

dalam bentuk diagram sebagai berikut.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8175/2/T1_292010307_BAB II.pdf · bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika,

37

Bagan 2.1

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori – teori di atas dapat diambil suatu hipótesis bahwa dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Tari Bambu Dapat meningkatkan

hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA Kelas II SDN Mangunsari 01 Kecamatan

Sidomukti Kota Salatiga pada materi IPA tentang sumber energi dan kegunaannya.

Guru menggunakan metode konvensional

Kondisi awal

Guru menggunakan metode Tari Bambu

Siklus 1 1.Perencanaan 2.Tindakan (menggunakan model TB dan tanpa media pembelajaran) 3.Refleksi

Siklus 2 1.Perencanaan 2.Tindakan(Guru menggunakan metode TB dan media pembelajaran dalam menyampaikan materi) 3.Refleksi

Hasil belajar siswa rendah dikarenakan siswa belum menguasai pembelajaran dengan mudah

Pembelajaran berhasil dan hasil belajar meningkat atau tuntas.

Tindakan

Kondisi akhir