bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 ilmu...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Hakikat IPA
Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta
melalui pengamatan yang tepat pada sasaran serta menggunakan prosedur, dan
dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Dalam hal
ini para guru, khususnya yang mengajar sains di sekolah dasar, diharapkan
mengetahui dan mengerti hakikat pembelajaran IPA, sehingga dalam
pembelajaran IPA guru tidak kesulitan dalam mendesain dan melaksanakan
pembelajaran. Siswa yang melakukan pembelajaran juga tidak mendapat kesulitan
dalam memahami konsep sains.Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan
sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu
pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:
a. Ilmu pengetahuan alam sebagai produk
Kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah
membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan
analitis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain:
1. Fakta dalam IPA
Pernyataan tentang benda-benda yang benar ada, atau peristiwa yang
benar terjadi dan mudah dikonfirmasi secara objektif.
2. Konsep IPA
Merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.
3. Prinsip IPA
Merupakan generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep IPA.
9
4. Hukum-hukum alam (IPA)
Prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga bersifat tentatif
(sementara), akan tetapi karena mangalami pengujian yang berulang-
ulang maka hukum alam bersifat kekal selama belum ada pembuktian
yang lebih akurat dan logis.
5. Teori ilmiah
Merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta, konsep, prinsip yang
saling berhubungan.
b. Ilmu pengetahuan alam sebagai proses
Yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA
merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses
dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi oleh ilmuwan.
Adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan keterampilan proses
sains adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti
mengamati, mengukur, mengklasifikasikan dan menyimpulkan.Mengamati
adalah mengumpulkan semua informasi dengan pancaindera. Adapun
penarikan kesimpulan adalah kesimpulan setelah melakukan observasi dan
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
c. Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap
Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Hal ini sesuai
dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam melakukan
penelitian dan mengomunikasikan hasil penelitiannya.
2.1.1.2 Tujuan Mata Pelajaran IPA
Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI dalam Badan Nasional Standar
Pendidikan (BNSP, 2006) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
10
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.1.3 Karakteristik IPA
Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman (Ahmad Susanto, 2013:
170):
a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.
b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena
alam, termasuk juga penerapannya.
c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan dan ketekunan dalam menyingkap
rahasia alam.
d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau
beberapa saja.
e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat
objektif.
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Mills (Agus Suprijono, 2009: 45) “model adalah bentuk
representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.” Model merupakan
interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa
sistem.Menurut Heri Rahyubi (2011: 6) “pembelajaran adalah proses interaksi
11
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan kepada peserta didik.Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Proses pembelajaran dialami manusia sepanjang hayat, serta berlaku
di manapun dan kapanpun.
Menurut Heri Rahyubi (2011: 251) “model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran.”
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009: 45) “model
pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori
psikologi pendidikan dan teori yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.”
Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk
penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di
kelas.
Menurut Slavin (Hosnan, 2014: 234)“pembelajaran kooperatif adalah solusi
ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif
dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda.”
Sedangkan menurut Kagan (Hosnan, 2014: 235) “pembelajaran kooperatif adalah
strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa
dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar
untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu objek.”
Pembelajaran kooperatif menurut Roger(Miftahul Huda, 2014: 29):
Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang
diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada
perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar
yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas
12
pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran
anggota-anggota yang lain.
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang
teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih, di mana
keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri.Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa
yang ada di dalam kelompok mempunyai tingkat yang berbeda-beda (tinggi,
sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras,
budaya dan suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.2.2 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Sadker dan Sadker (Miftahul Huda, 2011: 66) menjabarkan beberapa
manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan
keterampilan afektif dan kognitif siswa, pembelajaran kooperatif juga
memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:
a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan
memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.
b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki
sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk
belajar.
c. Siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan diantara mereka
akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar
mereka nanti.
d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap
teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang
berbeda-beda.
13
Pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa keunikan yaitu:
a. Interpendensi positif dengan prosedur yang terstruktur jelas.
b. Terdapat akuntabilitas individu atas pembagian kerja kelompok.
c. Relatif menekankan kelompok yang terdiri dari siswa-siswa dengan level
kemampuan yang berbeda.
d. Saling berbagi peran kepemimpinan.
e. Masing-masing anggota saling membagi tugas pembelajaran dengan anggota
yang lain.
f. Bertujuan memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok.
g. Menjaga relasi kerja sama yang baik.
h. Mengajarkan keterampilan kerja sama yang efektif.
i. Guru mengobservasi pada kualitas teamwork siswa.
j. Merancang prosedur-prosedur yang jelas dan mengalokasikan waktu yang
memadai untuk pemrosesan kelompok.
2.1.2.3 Kendala-Kendala Model Pembelajaran Kooperatif
Slavin (Miftahul Huda, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau
apa yang disebutnya pitfalls(lubang-lubang perangkap) terkait dengan
pembelajaran kooperatif:
a. Free Rider.
Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru
berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang
dimaksud pengendara bebas disini adalah beberapa siswa yang tidak
bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya; mereka
hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu
kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika
kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani satu lembar kerja,
satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini,
sering kali ada satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hampir
semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain
justru “bebas berkendara”, berkeliaran ke mana-mana.
b. Diffusion of Responsibility.
Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebaran
tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota
14
yang dianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota
lain yang “lebih mampu”.
c. Learning a Part of Task Specialization.
Dalam beberapa metode tertentu, setiap kelompok ditugaskan untuk
mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antarsatu
sama lain. Pembagian semacam ini sering sering kali membuat siswa
hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya,
sementara bagian materi lain yang dikerjakan oleh kelompok lain
hampir tidak digubris sama sekali, padahal semua materi tersebut saling
berkaitan satu sama lain.
Menurut Slavin (Miftahul Huda, 2011: 69), ketiga kendala ini bisa diatasi
jika guru mampu:
a. Mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswa-
siswanya.
b. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap
siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah
bekerja kelompok.
c. Mengintegrasikan metode yang satu dengan metode yang lain.
2.1.2.4 Aspek-Aspek Model Pembelajaran Kooperatif
a. Tujuan: semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil dan
diminta untuk mempelajari materi tertentu dan saling memastikan semua
anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut.
b. Level kooperasi: kerja sama dapat diterapkan dalam level kelas dan level
sekolah.
c. Pola interaksi: setiap siswa saling mendorong kesuksesan antarsatu sama lain.
Siswa mempelajari materi pembelajaran bersama siswa lain, saling
menjelaskan cara menyelesaikan tugas pembelajaran, saling menyimak
penjelasan masing-masing, saling mendorong untuk bekerja keras, dan saling
memberikan bantuan akademik jika ada yang membutuhkan. Pola interaksi
ini muncul di dalam dan di antara kelompok-kelompok kooperatif.
15
2.1.2.5 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Sintaks model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase, sebagai
berikut.
Tabel 4
Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif
Fase-Fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar.
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi.
Mempresentasikan informasi kepada peserta
didik secara verbal.
Fase 3: Organize students into
learning teams
Mengorganisir peserta didik ke
dalam tim-tim belajar.
Memberikan penjelasan kepada peserta didik
tentang tata cara pembentukan tim belajar dan
membantu kelompok melakukan transisi yang
efisien.
Fase 4: Assist team work and
study
Membantu kerja tim dan belajar.
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik
mengerjakan tugasnya.
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi.
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai
berbagai materi pembelajaran atau kelompok-
kelompok mempresentasikan hasil hasil
kerjanya.
Fase 6: Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan.
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha
dan prestasi individu maupun kelompok.
Sumber: Agus Suprijono (2009: 65).
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Team-Achivement Divisions (STAD) adalah salah satu rangkaian
teknik pengajaran yang dikembangkan dan diteliti di Universitas John Hopkins
yang secara umum dikenal sebagai kelompok belajar siswa. Teknik ini didasarkan
pada gagasan tentang siswa-siswa yang belajar dalam kelompok belajar kooperatif
dalam memahami pelajaran. Kelompok belajar siswa bukanlah aktivitas satu
waktu yang dirancang untuk berjalan di kelas dari waktu ke waktu, tetapi
merupakan pengganti pengajaran tradisional yang bisa digunakan sebagai cara
pengorganisasian kelas yang permanen untuk mengajarkan berbagai macam
16
subjek penalaran secara efektif. Gagasan tentang model kelompok belajar siswa
berbagi tempat dengan model pembelajaran kooperatif yang lain adalah bahwa
siswa bekerja bersama-sama untuk mempelajari dan bertanggung jawab atas
pelajarannya sendiri dan juga pembelajaran teman lain. Tetapi, model kelompok
belajar siswa menekankan penggunaan tujuan kelompok dan keberhasilan
kelompok, yang hanya bisa dicapai jika semua anggota kelompok itu mempelajari
objek yang sedang diajarkan. Dengan demikian, dalam kelompok belajar siswa,
tugas siswa bukanlah melakukan sesuatu tetapi mempelajari sesuatu sebagai
sebuah kelompok, di mana kerja kelompok dilakukan sampai semua anggota
kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari itu.
Ada tiga konsep penting bagi semua model kelompok belajar siswa;
penghargaan kelompok, tanggung jawab perseorangan, dan kesempatan yang
sama untuk memperoleh keberhasilan. Dalam semua model ini, kelompok-
kelompok itu bisa memperoleh sertifikat atau penghargaan lain adalah kelompok
yang berhasilmencapai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Perlu dicatat
bahwa kelompok itu tidaklah saling bersaing; semua kelompok (atau tidak
satupun) yang bisa memenuhi kriteria itu dalam satu minggu. Tanggung jawab
perseoranganmerujuk kepada semua model kelompok belajar siswa, keberhasilan
kelompok tergantung pada pembelajaran perseorangan dari semua anggota
kelompok. Ini memfokuskan kepada aktivitas anggota kelompok pada pengajaran
tutorial satu sama lain dan memastikan bahwa siapa saja yang ada dalam
kelompok itu siap untuk menjawab kuis atau ujian lain yang akan dijalani siswa
tanpa bantuan teman sekelompok. Kesempatan yang sama untuk berhasilberarti
bahwa apa yang disumbangkan siswa untuk kelompok mereka berdasarkan pada
kemajuan atas kemampuan siswa dari yang sebelumnya. Hal ini menjamin bahwa
anak-anak yang pintar, sedang dan kurang pintar sama-sama tertantang untuk
melakukan yang terbaik dan serta dari semua anggota kelompok akan dinilai.
17
Penelitian Slavin (Shlomo Sharan, 2014: 4) tentang model pembelajaran
kooperatif telah menunjukkan bahwa:
Penghargaan kelompok dan tanggung jawab perseorangan merupakan unsur
mendasar bagi pengaruh kerjasama berdasarkan ada pencapaian
keterampilan. Tidaklah cukup untuk memberitahu siswa untuk bekerja
bersama. Selain itu, ada alasan bagus untuk percaya bahwa jika para siswa
diberi penghargaan setelah melakukan pekerjaan yang lebih baik dari
sebelumnya, mereka akan lebih terpacu untuk belajar daripada jika mereka
diberi penghargaan berdasarkan pada prestasi yang lebih baik dari teman
mereka, karena penghargaan atas kemajuan yang dicapai bisa memberi
keberhasilan dan tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah untuk dicapai
siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat mudah diadaptasi dan
telah digunakan dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial, bahasa
Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya dan pada tingkat sekolah menengah
sampai perguruan tinggi.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dibagi menjadi
kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin
dan sukunya. Lalu gurumemberikan suatu pelajaran, kemudian siswa-siswa di
dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa
menguasai pelajaran itu. Akhirnya, semua siswa menjalani kuis perseorangan
tentang materi tersebut, dan pada saat itu siswa tidak bisa membantu satu sama
lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata siswa
sendiri dari yang sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada
seberapa tinggi peningkatan yang bisa dicapai atau seberapa tinggi nilai itu
melampaui nilai yang sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlah untuk
mendapatkan nilai kelompok, dan kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu
bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya. Keseluruhan siklus
aktivitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya
memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas. Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan pelajaran-
pelajaran ilmu pasti, seperti perhitungan dan penerapan matematika, penggunaan
bahasa dan mekanika, geografi dan keterampilan perpetaan, dan konsep sains.
18
Gagasan utama di belakang model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok
mereka memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka
dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk
melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting,
berharga dan menyenangkan. Para siswa diberi waktu untuk bekerja bersama
setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika
menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab
perseorangan). Siswa mungkin bekerja berpasangan dan bertukar jawaban,
mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, siswa bisa
mendiskusikan pendekatan-pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau
saling memberi pertanyaan tentang isi dari yang dipelajari.
Siswa mengajari teman sekelompok dan menaksir kelebihan dan
kekurangan agar bisa berhasil menjalani tes. Karena skor kelompok didasarkan
pada kemajuan yang diperoleh siswa atas nilai sebelumnya (kesempatan yang
sama untuk berhasil), siapapun bisa menjadi “bintang” kelompok dalam satu
minggu itu, karena nilainya lebih baik dari nilai sebelumnya atau karena
makalahnya dianggap sempurna, sehingga selalu menghasilkan nilai maksimal
tanpa mempertimbangkan nilai rata-rata siswa itu yang sebelumnya.Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model generik tentang pengaturan
kelas dan bukan model pengajaran komprehensif untuk subjek tertentu, guru
menggunakan pelajaran dan materi sendiri. Lembar tugas dan kuis disediakan
untuk kebanyakan subjek sekolah untuk siswa kelas tiga sampai sembilan tetapi
kebanyakan guru menggunakan materinya sendiri untuk menambah atau
mengganti materi-materi ini.
19
2.1.3.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Untuk mengatasi pembelajaran IPA agar dapat menarik, siswa menjadi
termotivasi, minat belajar siswa tinggi adalah dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Dengan meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan alternatif proses
pembelajaran agar lebih menyenangkan dan bermakna. Sebagai pedoman langkah
dalam memberikan tindakan kelas dalam model pembelajaran kooperatif tipe
STAD terdapat lima komponen sebagai berikut:
a. Presentasi kelas
Materi dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada awalnya
diperkenalkan dalam presentasi kelas. Seringkali ini adalah diskusi pelajaran
yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi
audiovisual. Presentasi kelas dalam model pembelajaran kooperatif tipe
STAD berbeda dengan pengajaran biasa karena mereka harus benar-benar
fokus pada satuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan cara
ini, siswa menyadari bahwa selama presentasi kelas berlangsung mereka
harus memperhatikan dengan seksama, karena akan membantu saat menjalani
kuis dengan baik, dan nilai kuis itu menentukan nilai kelompok.
b. Kelompok
Kelompok terbentuk dari empat atau lima orang siswa yang mewakili
kemampuan, jenis kelamin, dan ras siswa di kelas itu. Fungsi utama dari
kelompok adalah menyiapkan para anggotanya untuk menjalani kuis dengan
baik. Setelah guru menyajikan materi, kelompok berkumpul untuk
mempelajari lembar tugas dan materi-materi lainnya. Lembar tugas itu bisa
saja materi-materi yang dibuat sendiri oleh guru. Yang seringkali terjadi,
pelajaran berjalan dengan siswa yang mendiskusikan masalah itu bersama-
sama, bertukar jawaban, dan mengoreksi kekeliruan apa saja yang mungkin
dibuat teman. Kelompok merupakan yang paling penting dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada setiap nilai, yang ditekankan
adalah apa yang dilakukan anggota kelompok untuk membantu anggotanya.
20
Kelompok menyediakan dukungan sesama teman untuk memperoleh
kemajuan akademik yang penting sebagai pengaruh pembelajaran, tetapi
kelompok juga menyedikan saling perhatian dan penghargaan yang penting
bagi hubungan antarkelompok, penghargaan diri, dan penerimaan siswa-
siswa yang terpinggirkan.
c. Kuis
Setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu sampai dua kali praktik
kelompok, para siswa menjalani kuis perseorangan. Siswa-siswa tidak
diijinkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini untuk
memastikan bahwa setiap siswa secara perseorangan bertanggung jawab atas
pengetahuan yang diperoleh.
d. Skor kemajuan perseorangan
Gagasan di belakang skor kemajuan perseorangan adalah menanamkan tujuan
prestasi yang bisa diperoleh kepada siswa, jika dia bekerja lebih keras dan
berbuat lebih baik dibandingkan sebelumnya. Setiap siswa bisa menyumbang
nilai maksimal untuk kelompok dalam sistem penilaian ini, tetapi tidak ada
siswa yang bisa melakukan itu tanpa menunjukkan kemajuan yang lebih baik
daripada yang sebelumnya. Tiap-tiap siswa diberikan nilai “dasar”, yang
diambil dari rata-rata prestasi siswa pada kuis yang sama. Kemudian, siswa
memperoleh nilai untuk kelompok berdasarkan pada seberapa banyak nilai
kuis mereka melebihi nilai sebelumnya.
e. Penghargaan kelompok
Kelompok bisa saja memperoleh sertifikat atau penghargaan lain jika nilai
rata-rata melampaui kriteria tertentu. Skor kelompok siswa bisa juga
digunakan untuk menentukan sampai lima nilai tambahan perolehan nilai.
Sertifikat untuk kelompok yang mencapai standar prestasi tinggi, perlakuan
laporan berkala, pemasangan pada papan buletin, pengakuan khusus, hadiah
kecil-kecilan, atau penghargaan lain menegaskan gagasan bahwa bekerja baik
secara berkelompok adalah penting.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara rinci dapat
dilihat pada tabel 5 berikut.
21
Tabel 5
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Langkah-Langkah Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD
Perilaku Guru
Presentasi Kelas
Guru memperkenalkan dan menyajikan
materi.
Guru memberi tahu siswa apa yang sedang
mereka pelajari.
Guru memunculkan keingintahuan siswa
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
Kelompok
Guru membuat salinan lembar rekapitulasi
kelompok.
Guru merangking siswa dari yang paling
pintar.
Guru membentuk kelompok yang terdiri
dari empat sampai lima siswa yang
mewakili kemampuan, jenis kelamin dan ras
siswa di kelas itu.
Guru menugaskan siswa ke dalam
kelompok.
Guru meminta siswa untuk mengerjakan
permasalahan atau mempersiapkan jawaban
untuk menjawab pertanyaan.
Guru meminta siswa untuk saling
menjelaskan jawaban.
Guru memanggil siswa secara acak.
Guru memberi umpan balik.
Kuis Guru memberikan kuis perseorangan
kepada siswa.
Skor Kemajuan Perseorangan Guru memberi nilai berdasarkan kemajuan
siswa.
Pengahargaan Kelompok Guru memberikan pengakuan khusus atau
penghargaan lain.
22
2.1.3.3 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berdasarkan Standar
Proses
Berikut adalah sintaks model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran IPA berdasarkan Standar Proses.
Tabel 6
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Pembelajaran
IPA Berdasarkan Standar Proses
Kegiatan Perilaku Guru Perilaku Siswa
Kegiatan Awal Guru mengajak siswa untuk
berdoa sesuai keyakinan dan
kepercayaan masing-masing
dan memberi salam.
Guru melakukan presensi dan
memberikan motivasi kepada
siswa.
Guru menyampaikan kegiatan
yang akan dilakukan selama
proses pembelajaran.
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
Guru melakukan apersepsi.
Siswa berdoa dan mengucapkan
salam.
Siswa mengaitkan materi yang
akan diajarkan dengan materi
yang sebelumnya.
Kegiatan Inti Eksplorasi
Guru memperkenalkan dan
menyajikan materi.
Guru memberi tahu siswa
apa yang sedang mereka
pelajari.
Guru memunculkan
keingintahuan siswa
dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan.
Elaborasi
Guru membuat salinan
lembar rekapitulasi
kelompok.
Guru merangking siswa dari
yang paling pintar.
Guru membentuk kelompok
yang terdiri dari empat
sampai lima siswa yang
mewakili kemampuan,
jenis kelamin dan ras
siswa di kelas itu.
Guru menugaskan siswa ke
dalam kelompok.
Guru meminta siswa untuk
mengerjakan
Eksplorasi
Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
Siswa menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru.
Elaborasi
Siswa berkelompok sesuai
dengan pembagian
kelompok yang sudah
dibuat oleh guru.
Siswa berdiskusi
mengerjakan suatu
permasalahan berkaitan
dengan materi yang sedang
dijelaskan secara
berkelompok.
Setelah berdiskusi siswa
mempersiapkan beberapa
jawaban mengenai masalah
tersebut.
Konfirmasi
Siswa presentasi menjelaskan
jawaban mereka.
Siswa saling menanggapi
jawaban kelompok satu
sama lain.
23
permasalahan atau
mempersiapkan jawaban
untuk menjawab
pertanyaan.
Guru meminta siswa untuk
saling menjelaskan
jawaban.
Konfirmasi
Guru memanggil siswa
secara acak.
Guru memberi umpan balik.
Guru memberikan kuis
perseorangan kepada
siswa.
Guru memberi nilai
berdasarkan kemajuan
siswa.
Guru memberikan
pengakuan khusus atau
penghargaan lain.
Siswa mengerjakan kuis
perseorangan yang
diberikan oleh guru.
Siswa memperoleh
penghargaan dari guru.
Kegiatan
Akhir Guru menanyakan kepada siswa
tentang materi yang belum
dipahami.
Guru dan siswa membuat
kesimpulan kegiatan hari ini.
Guru melakukan refleksi dan
memberikan penguatan kepada
siswa.
Guru memberikan tugas kepada
siswa.
Guru menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan
selanjutnya.
Guru mengajak siswa untuk
berdoa.
Siswa bertanya tentang materi
yang belum dipahami.
Siswa membuat kesimpulan.
Siswa diberikan tugas (pekerjaan
rumah) oleh guru.
Siswa berdoa untuk mengakhiri
pembelajaran.
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
hidup manusia. Menurut Burton (Ahmad Susanto, 2013: 3) “belajar merupakan
perubahan dalam tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi antara
individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih bisa berinteraksi dengan lingkungannya.”Pengertian belajar menurut
Gagne (Ahmad Susanto, 2013: 1) “belajar adalah suatu proses di mana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.”
24
Menurut Hagenhahn dan Olson (Heri Rahyubi, 2012: 3) “belajar adalah
perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku yang
merupakan hasil dari pengalaman dan tidak dicirikan oleh kondisi diri yang
sifatnya sementara seperti yang disebabkan oleh sakit, kelelahan atau obat-
obatan.” Hampir sama dengan Hagenhahn dan Olson, menurut Mayer (Heri
Rahyubi, 2012: 3) “belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam
pengetahuan dan perilaku seseorang yang disebabkan oleh pengalaman.” Belajar
menurut Morgan (Heri Rahyubi, 2012: 5) “merupakan perubahan tingkah laku
yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.” Dari
beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan perilaku melalui pengalaman yang didapatkan.
Sedangkan pengertian belajar menurut Hilgard (Wina Sanjaya, 2008: 229),
“belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik
latihan di dalam laboratoium maupun dalam lingkungan alamiah.”Menurut Laster
D. Crow dan Alice Crow (Heri Rahyubi, 2012: 5) “belajar adalah upaya untuk
memperoleh kebiasaan, pengetahuan, dan sikap.”Menurut Slameto (2010: 2)
“belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Menurut Winkel
(Ahmad Susanto, 2013: 4) “belajar adalah suatu aktivitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas.”
Dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang secara
sadar dilakukan individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang
berbentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan.
25
2.1.4.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Gagne (Purwanto, 2013: 42) “hasil belajar adalah terbentuknya
konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan,
yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-
stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-
kategori.”Winkel (Purwanto, 2013: 45) “hasil belajar ialah perubahan yang
mengakibatkan manusia dalam sikap dan tingkah lakunya, perubahan itu
mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.” Sepaham dengan Winkel,
Purwanto (2013: 46) “hasil belajar merupakan perubahan perilaku manusia akibat
belajar, dapat berupa perubahan dalam aspek kogitif, afektif dan psikomotorik.”
Winkel menekankan bahwa hasil belajar adalah perubahan mengenai sikap dan
tingkah lakunya. Sedangkan Purwanto hanya menyebutkan perubahan perilaku
manusia setelah belajar. Meskipun demikian, mereka mempunyai pemahaman
bahwa perubahan akibat belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Perubahan perilaku tersebut disebabkan telah mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.
Perubahan akibat pengalaman belajar, tidak semata-mata hanya pada perubahan
secara kognitif (pengetahuan) saja, tetapi siswa juga dapat mengalami perubahan
secara afektif (sikap) serta mampu melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
performanya (psikomotorik).
Dapat dikatakan, hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa
karena telah memiliki pengalaman belajar pada mata pelajaran tertentu di mana
perubahannya dapat dilihat dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
2.1.4.3 Tipe Hasil Belajar
Proses pembelajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat
siswa belajar, yang berarti pembelajaran meupakan sebuah proses yang
direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
hasil belajar merupakan perolehan dari hasil proses belajar siswa sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil
26
belajar siswa. Bila hasil belajar tinggi pembelajaran tersebut dikatakan berhasil,
tetapi jika hasil belajar rendah pembelajaran tersebut dikatakan tidak berhasil.
Gagne (Agus Suprijono, 2009: 5) mengemukakan ada lima tipe hasil
belajar, yakni:
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons
secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut
tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun
penerapan aturan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan
mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual
merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif brsifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
2.1.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar
Hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya
terlibat beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut dapat
berasal dari dalam diri seseorang (internal) dan dari luar diri seseorang (eksternal).
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut
Ahmad Susanto (2013: 12):
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu meliputi
kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar dan minat
anak.
27
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar meliputi model
penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru
dan kondisi masyarakat.
Faktor internal pertama yang mempengaruhi hasil belajar adalah intelegensi
atau kecerdasan. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya hasil belajar. Secara logika, semakin tinggi tingkat
intelegensi, makin tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat
dicapai. Begitu pun sebaliknya, jika intelegensinya rendah maka kecenderungan
hasil belajar yang dicapainya juga rendah. Faktor kedua yaitu kesiapan, belajar
akan lebih berhasil jika berlandaskan tingkat kematangan individu. Ketiga yaitu
bakat yang merupakan kemampuan potensial yang dimiliki oleh individu. Faktor
selanjutnya adalah kemauan belajar, kemauan belajar yang tinggi akan
berpengaruh positif terhadap hasil belajar seseorang. Faktor yang terakhir adalah
minat, minat merupakan kecenderungan, gairah untuk menginginkan sesuatu.
Siswa dengan minat yang besar terhadap pembelajaran akan memusatkan
perhatian pada pelajaran secara intensif, hal ini memungkinkan tingkat hasil
belajar yang akan dicapai akan lebih tinggi.
Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah model
penyajian materi. Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model
penyajian materi. Model penyajian materi yang menyenangkan, menarik dan
mudah dimengerti tentunya berpengaruh positif terhadap keberhasilan belajar.
Faktor eksternal selanjutnya yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar ialah
peranan guru. Dalam sistem pendidikan dan khususnya dalam pelajaran yang
berlaku, peranan guru dan keterlibatannya masih menempati posisi yang penting.
Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovasi dalam perilakunya
akan ditiru oleh siswanya. Begitu pula dengan sikap guru terhadap siswa saat
mengajar. Yang ketiga adalah suasana pembelajaran, suasana pembelajaran yang
tenang dan menantang serta melibatkan siswa secara aktif dapat meningkatkan
keberhasilan siswa dalam belajar. Yang terakhir adalah masyarakat. Lingkungan
masyarakat sangat berpengaruh terhadap belajar siswa.
28
Untuk memperoleh hasil belajar siswa, maka dilaksanakan evaluasi atau
penilaian untuk mengukur sejauh mana siswa memahami dan menguasai materi.
Model evaluasi yang sesuai adalah model kesesuaian oleh Ralph W. Tyler, John
B. Carol dan Lee J. Cronbach (Purwanto, 2013: 27). Kegiatan evaluasi dilakukan
untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam pengalaman
belajar telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar. Objek evaluasi adalah
tingkah laku siswa yang megalami perubahan pada akhir kegiatan pembelajaran.
Perubahan perilaku yang dievaluasi bukan hanya pada aspek kognitif saja tetapi
juga afektif dan psikomotorik. Untuk aspek kognitif evaluasi dilakukan dengan
teknik tes menggunakan instrumen tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran.
Sedangkan untuk aspek psikomotorik dan aspek sikap diukur menggunakan
teknik non tes observasi dengan rubrik penilaian proses yang dilakukan selama
pembelajaran berlangsung.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe STAD membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif siswa secara
bersama membantu siswa dalam akademis mereka. Slavin (Shlomo Sharan, 2014:
6) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan
pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi Bahasa, Geografi, Ilmu Sosial
Sain, Matematika dan Bahasa Inggris, studi yang telah dilaksanakan di sekolah-
sekolah pinggiran dan pedesaan Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman.
Penelitian STAD telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan
diri, menyukai kelas, kehadiran dan perilaku siswa.
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Donatus melalui PTK
yang berjudul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA (SAINS)
Melalui Metode Cooperative Learning Tipe Students Teams Achivement
Divisions (STAD) pada Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar Negeri Ledok 02 Semester
2 Tahun Pelajaran 2011/2012” juga menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
29
ini ditunjukkan dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar IPA. Sebelum
diberikan tindakan, ketuntasan belajar siswa adalah sebesar 56,82%. Setelah
tindakan pada siklus I terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar dengan
prosentase sebesar 79,55%. Pada siklus II, terjadi lagi peningkatan hasil belajar
dengan mencapai prosentase sebesar 97,73%.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Anggit Sriwidodo melalui jurnal
yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD
Negeri Sampang 1 Karangtengah Demak Tahun Ajaran 2011/2012” menyatakan
bahwa siklus pertama mempunyai ketuntasan belajar klasikal yaitu 62,5% dengan
nilai rata-rata 60,8. Siklus kedua mempunyai ketuntasan belajar klasikal yaitu
62,5% dengan nilai rata-rata 63,9. Siklus ketiga mempunyai ketuntasan belajar
klasikal yaitu 79,2% dengan nilai rata-rata 70,2. Hal ini dapat dikatakan berhasil
karena ketuntasan belajar klasikal lebih besar dari indikator keberhasilan yaitu
75%. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa SD Negeri Sampang 1
Karangtengah Demak kelas 4 semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwitasari melalui PTK yang
berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Pesaren 2
Semester 1/2013-2014” menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar siswa. Sebelum diberikannya
tindakan ketuntasan belajar siswa dalam kelas tidak lebih dari 34%. Setelah
diberikannya tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dalam pembelajaran siswa ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi
69%.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Adjie melalui jurnal yang berjudul
“Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA Kelas 5 Melalui
30
Model Kooperatif Tipe STAD di SD Inpres 1 Ongka” menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V SD Inpres 1 Ongka, pada materi perubahan wujud benda
dan perubahan sifat benda di tes awal: siswa yang tuntas 16 orang atau persentase
50% dengan daya serap klasikal 65,47% atau nilai rata-rata 65%. Pada Siklus I
meningkat siswa yang tuntas 24 orang atau 75% dengan daya serap klasikal
75,94%, . Dan pada siklus II meningkat siswa yang tuntas 30 orang atau
persentase 95% dengan daya serap klasikal sebesar 87,03%.
Persamaan dan perbedaan kajian hasil penelitian yang relevan di atas dapat
dilihat secara rinci pada tabel 7 berikut.
Tabel 7
Persamaan dan Perbedaan Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
No Nama
Peneliti Tahun Mapel Variabel Bebas
Variabel Terikat
Kelas Hasil Belajar
Siklus
I (%)
Siklus
II (%)
1. Donatus 2012 IPA
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD
79,55 97,73 3
2. Anggit
Sriwidodo 2012 IPA
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD
62,5 79,2 4
3. Purwitasari 2013 IPA
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD
34 69 5
4. Adjie 2014 IPA
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD
75,94 87,03 5
5. Unike Baiti
Sari 2015 IPA
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD
? ? 4
31
Berdasarkan tabel di atas, terdapat kelebihan pada hasil penelitian Anggit
Sriwidodo, Purwitasari dan Adjie karena model tersebut diterapkan pada kelas 4
dan 5 yang tergolong dalam kelas tingkat tinggi sehingga model pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih mudah untuk diterapkan karena cara berpikir siswa
lebih terarah sehingga lebih mudah dalam mengikuti instruksi guru. Namun
peningkatan hasil belajar siswa pada hasil penelitian Anggit Sriwidodo dan Adjie
tidak terlalu signifikan dibandingkan hasil penelitian Purwitasari di kelas 5.
Sedangkan penelitian Donatus diterapkan di kelas 3 yang masih tergolong dalam
kelas tingkat rendah sehingga siswa masih kesulitan dalam memahami instruksi
guru apalagi dalam pelajaran IPA yang baru saja diterima siswa pada saat
menginjak kelas 3. Namun peningkatan hasil belajar siswa pada hasil penelitian
Donatus dapat dikatakan lebih signifikan dibandingkan hasil penelitian Anggit
Sriwidodo dan Adjie. Dari kajian hasil penelitian relevan tersebut penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dikatakan berhasil karena hasil
belajar IPA siswa meningkat. Penelitian selanjutnya akan di lakukan pada kelas 4
dengan variabel dan mata pelajaran yang sama.
2.3 Kerangka Pikir
Pada penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa metode pembelajaran
STAD memungkinkan siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk bekerja
sama dengan teman-teman lainnya, karena dalam pembelajaran ini siswa didorong
untuk bagaimana memecahkan masalah bersama-sama dengan kelompoknya.
Selain itu siswa secara individu dapat terbentuk menjadi siswa yang aktif dan
mencintai belajar, karena sebagai individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut
berkontribusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok.
Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran ceramah.Dengan
metode pembelajaran ceramah, siswa jarang diberikan kesempatan untuk
memecahkan masalah bersama-sama dengan teman-temannya. Akhirnya, siswa
tidak dibiasakan untuk belajar bersama orang lain yang ada di sekitarnya, dalam
memecahkan sebuah masalah belajar yang sedang dihadapinya.
32
Gambar 1
Kerangka Pikir Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran konvensional Hasil belajar ˂ KKM
Kompetensi Dasar:
10.1 Mendeskripsikan berbagai
penyebab perubahan
lingkungan fisik (angin, hujan,
cahaya matahari, dan
gelombang air laut).
10.2 Menjelaskan Pengaruh
perubahan lingkungan fisik
terhadap daratan (erosi, abrasi,
banjir, dan longsor).
Tes formatif
Mendapat penghargaan
Standar Kompetensi:
10. Memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap
daratan.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Membentuk kelompok
beranggota 4 siswa
Mengerjakan kuis
perseorangan
Diskusi kelompok
Presentasi
Skor tes
Non tes
Hasil belajar
IPA ≥ KKM
Lembar
Observasi
33
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hasil kajian teori dan kajian penelitian yang relevan di atas,
maka dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
a. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diduga dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Ngajaran 02
di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
b. Penerapan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang
sesuai sintaksdiduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4
semester 2 SDN Ngajaran 02 di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.