bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1 ......8 bab i i kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1...

16
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika Menurut Nyimas Aisyah (2007: 1.4), pembelajaran Matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas / sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah (2007: 21.5), pembelajaran matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mempelajari hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. 2.1.2 Jenis-jenis Konsep dalam Pembelajaran Matematika di SD Menurut Karso, dkk (2014: 1.44) konsep-konsep matematika SD dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis konsep, yaitu : a. Konsep dasar Konsep dasar pada pembelajaran matematika merupakan materi-materi atau bahan-bahan dan sekumpulan bahasa atau semesta bahasan, dan umumnya merupakan materi baru untuk para siswa yang mempelajarinya. Konsep-konsep dasar ini merupakan konsep-konsep yang pertama kali dipelajari oleh para siswa dari sejumlah konsep yang diberikan. Oleh karena itu, setelah konsep dasar ini ditanamkan maka konsep dasar ini akan menjadi prasyarat dalam memahami konsep-konsep berikutnya. b. Konsep yang berkembang Konsep yang berkembang dari konsep dasar merupakan sifat atau penerapan dari konsep-konsep dasar. Konsep yang berkembang ini merupakan kelanjutan dari konsep dasar dan dalam mempelajarinya memerlukan pengetahuan tentang

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. KAJIAN TEORI

    2.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika

    Menurut Nyimas Aisyah (2007: 1.4), pembelajaran Matematika adalah

    proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

    lingkungan (kelas / sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar

    matematika di sekolah. Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah (2007: 21.5),

    pembelajaran matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-konsep dan

    struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta

    mencari hubungan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.

    Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk

    menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mempelajari hubungan antara

    konsep-konsep dan struktur matematika.

    2.1.2 Jenis-jenis Konsep dalam Pembelajaran Matematika di SD

    Menurut Karso, dkk (2014: 1.44) konsep-konsep matematika SD dapat

    dikelompokkan ke dalam tiga jenis konsep, yaitu :

    a. Konsep dasar

    Konsep dasar pada pembelajaran matematika merupakan materi-materi atau

    bahan-bahan dan sekumpulan bahasa atau semesta bahasan, dan umumnya

    merupakan materi baru untuk para siswa yang mempelajarinya. Konsep-konsep

    dasar ini merupakan konsep-konsep yang pertama kali dipelajari oleh para siswa

    dari sejumlah konsep yang diberikan. Oleh karena itu, setelah konsep dasar ini

    ditanamkan maka konsep dasar ini akan menjadi prasyarat dalam memahami

    konsep-konsep berikutnya.

    b. Konsep yang berkembang

    Konsep yang berkembang dari konsep dasar merupakan sifat atau penerapan

    dari konsep-konsep dasar. Konsep yang berkembang ini merupakan kelanjutan

    dari konsep dasar dan dalam mempelajarinya memerlukan pengetahuan tentang

  • 8

    konsep dasar. Konsep jenis ini akan mudah dipahami oleh para siswa apabila

    mereka telah menguasai konsep prasyaratnya, yaitu konsep dasarnya.

    c. Konsep yang harus dibina keterampilannya

    Konsep yang termasuk ke dalam jenis konsep ini merupakan konsep-konsep

    dasar atau konsep-konsep yang berkembang. Konsep ini perlu mendapat perhatian

    dan pembinaan dari guru sehingga para siswa mempunyai keterampilan dalam

    menggunakan atau menampilkan konsep-konsep dasar maupun konsep-konsep

    yang berkembang. Pembinaan keterampilan terhadap konsep ini diharapkan

    proses pembelajaran metematika dapat mengkaji isu-isu tentang kurangnya

    keterampilan berhitung.

    2.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

    Nyimas Aisyah, dkk (2008: 1-4) tujuan matematika di sekolah, khususnya

    SD atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan

    sebagai berikut:

    a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam

    menyelesaikam masalah.

    b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisai, menyusun bukti, atau menjelaskan

    gagasan dan pernyataam matematika.

    c. Memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

    menafsirkan solusi yang diperoleh.

    d. Mengkomunikasikan gagasan dan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah.

    e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap

    ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

    Nurhadi (2004: 203), menyatakan tujuan pembelajaran matematika adalah:

    a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. b. Mengembangkan efektivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan

    penemuan dan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,

    membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.

    c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi dan

    mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,

    grafik, peta, diagaram dalam menjelaskan gagasan.

  • 8

    2.1.4 Ruang Lingkup Matematika

    Menurut Depdiknas (Cahya Prihandoko, 2006: 4) “matematika diartikan

    sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan, hubungan antara bilangan dengan

    prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian mengenai bilangan”.

    Bilangan-bilangan dalam matematika banyak macamnya, diantaranya bilangan

    rasional, bilangan bulat, bilangan cacah, bilangan asli, bilangan genap, bilangan

    ganjil, dan lain- lain. Yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah

    mengenai pembulatan, penaksiran dan operasi campura bilangan bulat.

    2.1.5 Konsep penjumlahan bilangan pada siswa SD

    Menurut David Glover (2004:29) “integer merupakan nama lain dari

    bilangan bulat. Bilangan bulat dapat berupa bilangan bulat positif seperti 1, 2, 3

    dan seterusnya; atau bilangan bulat negatif seperti -1, -2, -3, dan seterusnya. Nol

    juga merupakan bilangan bulat. (Anonim: 2010) “himpunan bilangan bulat adalah

    himpunan bilangan yang terdiri dari bilangan bulat negatif, nol dan bilangan bulat

    positif. Himpunan bilangan Bulat (B) adalah B = {.., - 6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2,

    3, 4, 5, 6, 7, ... }”.

    Konsep Penjumlahan bilangan:

    a. Dengan menggunakan benda konkrit benda yang digunakan secara nyata bisa

    digunakan siswa dalam menghitung soal penjumlahan atau bisa juga benda –

    benda yang dapat kit temukan di lingkungan.

    b. Dengan menggunakan benda semi konkrit penggunaan benda semi konkret

    dalam pembelajaran matematika selain mengantarkan siswa ke jenjang

    pemikiran yang lebih tinggi juga memudahkan dan mengefektifkan proses

    belajar mengajar.

    c. Dengan menggunakan benda abstrak penggunaan benda abstrak bisa berupa

    berbagai macam gambar dan video digunakan jika tidak ada benda konkrit

    yang ditemui, siswa akan berpikir lebih kritis untuk membantu pembelajaran.

  • 8

    2.2. Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Team Game

    Tournament (TGT)

    2.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Team

    Game Tournament (TGT)

    Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model

    pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh

    siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,

    dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Hamdani, 2011: 92).

    Menurut Isjoni (2009: 83) berpendapat bahwa TGT adalah suatu tipe

    pembelajaran kooperatif menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

    yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis

    kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Menurut Robert E. Slavin (2009: 163)

    menyatakan TGT adalah bentuk pembelajaran yang terdapat dalam pembelajaran

    kooperatif yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penelitian

    pendidikan, termasuk juga dalam penyampaian materi di kelas. Dalam TGT

    menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor

    kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan

    anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.

    Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan oleh para tokoh di

    atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif TGT adalah

    suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-

    kelompok belajar yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras

    yang berbeda menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan

    sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim

    mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti

    mereka.

    2.2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning Type

    Team Game Tournament (TGT)

    Menurut Hamdani (2011: 92) langkah-langkah model pembelajaran

    Cooperative Learning Type Team Game Tournament (TGT) meliputi.

  • 8

    a. Penyajian Kelas

    Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas.

    Biasanya, dilakukan dengan pengajaran langsung atau ceramah dan diskusi yang

    dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar

    memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan

    membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game

    karena skor game akan menentukan skor kelompok.

    b. Kelompok (team)

    Kelompok biasanya terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya

    heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras, atau etnik. Fungsi

    kelompok adalah lebih mendalami kelompok bersama teman kelompoknya dan

    lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik

    dan optimal pada saat game.

    c. Game

    Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji

    pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.

    Kebanyakan game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa

    memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan

    nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor. Skor ini

    dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

    d. Turnamen

    Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru

    melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Pada

    turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Empat

    siswa yang tertinggi prestasinya dikelompokkan pada baris depan, empat siswa

    selanjutnya pada baris belakangnya, begitu seterusnya. Siswa yang pandai

    berkompetisi dengan peserta pandai dari kelompok lainnya, demikian pula dengan

    siswa yang kurang pandai juga berkompetisi dengan siswa yang kurang pandai

    dari kelompok lain. Dengan cara demikian setiap peserta didik memiliki peluang

    sukses sesuai dengan tingkat kemampuannya.

  • 8

    e. Team Recognize (Penghargaan Kelompok)

    Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, dan masing-masing

    kelompok akan mendapat serifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi

    kriteria yang ditentukan.

    Tabel 2.1

    Peningkatan Perolehan Poin dalam Suatu Kelompok

    Peningkatan Penghargaan

    40 Poin Good team

    45 Poin Great team

    50 Poin Super team

    (Sumber : Slavin, 1995)

    2.2.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative

    Learning Type Team Game Tournament (TGT)

    Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Cooperative Learning

    Type Team Game Tournament (TGT) menurut Slavin (2009: 7) adalah sebagai

    berikut.

    a. Kelebihan

    1) Mudah divariasikan dengan berbagai media pembelajaran

    seperti komik, VCD, teka-teki silang, roda impian, kartu bridge, scrabble,

    dan kartu soal.

    2) Meningkatkan rasa percaya diri pada siswa.

    3) Meningkatkan kekompakan antar anggota kelompok.

    4) Mengeratkan hubungan antar anggota kelompok.

    5) Waktu pembelajaran lebih singkat.

    6) Keterlibatan siswa lebih optimal.

    b. Kekurangan

    1) Memerlukan persiapan yang rumit dalam pelaksanaannya.

    2) Bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk.

    3) Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok

    maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan semestinya.

  • 8

    4) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam

    kelompok belajar akan dapat mengganggu berjalannya proses

    pembelajaran.

    Tabel 2.2

    Sintak Model Pembelajaran TGT (Team Games Turnamen)

    Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

    Tahap 1

    Menyampaikan

    tujuan dan

    memotivasi siswa

    Guru menyampaikan semua

    tujuan pembelajaran secara

    umum yang ingin di capai dan

    memotivasi siswa belajar

    Mendengarkan penjelasan

    yang di sampaikan guru

    dan mencatat tujuan

    Tahap 2

    Menyajikan materi

    pembelajaran

    Guru menyajikan materi

    pelajaran secara umum kepada

    siswa dengan cara demonstrasi

    lewat bahan bacaan / LKS

    Memperhatikan

    demonstrasi yang di

    lakukan guru dan

    mempelajari LKS

    Tahap 3

    Pembentukan

    kelompok

    heterogen

    Guru membagi siswa menjadi

    kelompok secara heterogen,

    masing-masing kelompok terdiri

    dari 4-5 orang

    Bergabung dengan

    kelompok yang telah di

    bagikan oleh guru

    Tahap 4

    Turnamen

    Guru membagi siswa kedalam

    beberapa meja turnamen

    Masing-masing kelompok

    masuk ke meja turnamen

    Tahap 5

    Evaluasi

    Guru membagi soal-soal

    tournament kepada masing-

    masing kelompok turnamen

    Masing-masing kelompok

    mengerjakan soal

    turnamen dan dalam

    mengerjakan soal tidak

    boleh saling membantu

    Tahap 6

    Penghargaan

    kelompok

    Guru memberikan penghargan

    kepada setiap kelompok yang

    memiliki poin tinggi

    Mendengarkan nama-

    nama kelompok yang

    berhak mendapatkan

    penghargaan.

  • 8

    2.3. Hasil Belajar

    Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan

    aneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan, keterampilan,

    dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa

    bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Belajar

    mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari

    pengalaman. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi juga

    meliputi aspek afektif serta psikomotor. Dari kedua pendapat tersebut, dapat

    disimpulkan bahwa suatu proses belajar akan menghasilkan suatu hasil belajar.

    Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu

    aktivitas atau proses yang mengakibatkan adanya perubahan yang dihasilkan. Hal

    ini sesuai dengan pendapat Gagne1 bahwa dalam setiap proses akan selalu

    terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil/prestasi

    belajar (achievement) seseorang. Menurut Ws.Winkel (1999:51) hasil belajar

    adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

    lakunya. Aspek perubahan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan

    psikomotorik. Perubahan-perubahan tersebut dapat dicapai melalui usaha belajar.

    Tujuan pembelajaran biasanya dituangkan ke dalam indikator - indikator.

    Pemberian indikator dalam pembelajaran mengacu pada hasil belajar yang harus

    dikuasai siswa. Dalam pencapaian hasil belajar siswa, guru dituntut untuk

    memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara proporsional.

    Horward membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan

    kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing

    jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam

    kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima hasil belajar, yakni (a) informasi

    verbal; (b) keterampilan verbal; (c) strategi kognitif; (d) sikap; dan (e)

    keterampilan motoris. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

    secara garis besar hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah sesuai

    dengan pendapat Bloom yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah

    kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yaitu

    pengetahuan atau ingatan, hasil belajar, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

  • 8

    Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5 aspek, yaitu penerimaan,

    jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik

    berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang

    meliputi gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

    keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan, serta gerakan ekspresif dan

    interpretatif.

    Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada

    individu yang belajar. Proses pembelajaran merupakan sebuah aktivitas sadar

    untuk membuat siswa belajar. Proses sadar tersebut mengandung implikasi bahwa

    pembelajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan

    pembelajaran yang telah ditetapkan.

    Hasil belajar merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal ini

    disebabkan banyak faktor yang terkandung di dalamnya baik yang berasal dari

    faktor internal maupun faktor eksternal.

    Menurut Dimyati faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

    1. Faktor jasmaniah, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat

    bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahun (alergi,

    asma, dan sebagainya).

    2. Faktor psikologis, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri,

    tercekam rasa takut, serta ketidakmatangan emosi.

    3. Faktor kematangan fisik, seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran

    sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

    Sedangkan faktor eksternal adalah: (a) faktor sosial, terdiri dari lingkungan

    keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok: (b) faktor budaya, seperti adat

    istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian dan lain-lain; (c) faktor

    lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, tempat belajar dan iklim; (d) faktor

    lingkungan spiritual dan agama.

    Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung atau tidak langsung

    dalam pencapaian hasil belajar. Siswa yang mengalami masalah belajar perlu

    mendapatkan bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut yang nantinya dapat

    mempengaruhi proses perkembangan siswa.

  • 8

    Menurut Dimyati dan Mudjiono hasil belajar merupakan hasil dari suatu

    interaksi tindak mengajar atau tindak belajar. Hal ini menggambarkan bahwa hasil

    yang dicapai mencakup ketiga ranah hasil belajar (kognitif, afektif, psikomotorik).

    Sedangkan menurut Soedijarto hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang

    dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

    pendidikan yang ditetapkan. Aspek yang ditekankan adalah pada aspek kognitif

    yaitu pada penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut,

    dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan yang

    dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika, yang

    wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Derajat

    kemampuan siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar matematika.

    Menurut Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan

    kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu:

    kognitif, afektif dan psikomotorik.

    1) Ranah Kognitif

    Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan

    kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan

    (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis

    (analysis), penilaian (evaluation), dan menciptakan (creat).

    Indikator siswa dalam penelitian ini yang masuk dalam ranah kognitif

    meliputi: (1) mampu menjawab soal dengan benar; (2) kelengkapan jawaban.

    2) Ranah Afektif

    Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori

    tujuan peserta didik afektif adalah penerimaan (receiving), penanggapan

    (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan

    pembentukan pola hidup (organization by a value complex)

    Indikator siswa dalam penelitian ini yang masuk dalam ranah afektif meliputi:

    (1) sistematika penulisan jawaban (runtut) (2) aktif bertanya dan

    mengemukakan pendapat.

  • 8

    3) Ranah Psikomotorik

    Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan

    motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Rincian dalam

    domain psikomotorik terdiri dari: persepsi kesiapan (set); respon terpimpin

    (guided response); mekanisme (mechanism); respon tampak yang kompleks

    (complex overt response); penyesuaian (adaptation); Penciptaan (originality).

    Indikator siswa dalam penelitian ini yang masuk dalam ranah psikomotorik

    meliputi: (1) ketepatan waktu pengumpulan (2) mempresentasikan hasil

    kelompok Hasil belajar matematika dapat tercapai secara proporsional apabila

    guru mampu mengembangkan pembelajaran yang melibatkan siswa secara

    aktif dalam kegiatan/aktivitas belajar. Agar guru mampu menciptakan

    pembelajaran yang mengaktifkan siswa, guru perlu memahami tentang

    aktivitas belajar dan jenis - jenisnya.

    Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes

    kepada siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil

    belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

    pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

    Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-

    pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa

    dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam

    bentuk perbuatan (tes tindakan).

    Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi:

    1. Tes Uraian

    Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat penilaian

    hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian bebas,

    uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan siswa

    dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu

    merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya.

  • 8

    Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah:

    a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.

    b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan,

    dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.

    c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir

    logis, analitis dan sistematis.

    d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving).

    e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa

    memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses

    berpikir siswa.

    Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut:

    a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua

    bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat

    menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.

    b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat

    pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya

    tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa

    yang dikehendaki.

    c. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas,

    pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas

    yang jumlah siswanya relatif besar.

    2. Tes Objektif

    Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar.

    Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup

    dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa bentuk tes

    objektif, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda.

    a. Kebaikan dari tes objektif yaitu:

    - Soal dapat disusun dengan mudah.

    - Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat.

    - Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.

  • 8

    b. Kelemahan dari tes objektif yaitu:

    - Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.

    - Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.

    Pada penelitian ini dalam mengukur hasil belajar siswa, guru memberikan

    soal tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa mempunyai tugas untuk

    memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat. Selain mengukur hasil belajar

    siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat diukur melalui ranah

    psikomotor dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar ranah psikomotorik

    dapat diukur melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa bentuk cara

    pengukuran untuk menilai hasil belajar ranah psikomotorik.

    2.4. KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN

    a. Gatot Prayitno, Suripto, Chamdani (2013) dalam penelitian yang berjudul

    “Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Dalam Peningkatan

    Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V Sd Negeri 2 Bocor”. Hasilnya

    penelitian menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Hasil penelitiannya

    menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat meningkatkan hasil

    belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase

    ketuntasan hasil belajar siswa 40% dengan 8 siswa yang mengalami tuntas

    belajar dan 11 siswa atau 60% siswa yang belum tuntas. Pada siklus II

    ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 60% atau 12 siswa sudah

    tuntas belajar dan 7 siswa atau 40% siswa yang belum tuntas. Pad siklus III

    ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 85% atau 17 siswa sudah

    tuntas belajar dan 2 siswa atau 15% siswa belum tuntas.

    b. Iwan Yuni Isetyawati (2014) dengan skripsi yang berjudul “Upaya

    Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Operasi Hitung

    Campuran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (teams

    games tournament) bagi siswa kelas II SD Negeri Percobaan 3 Pakem”

    Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa kelas II. Terbukti pada hasil belajar siklus

  • 8

    I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 64% dengan 16 siswa yang

    mengalami tuntas belajar dan 12 siswa atau 36% siswa yang belum tuntas.

    Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 96% atau 27

    siswa sudah tuntas belajar dan 1 siswa atau 4% siswa yang belum tuntas.

    c. Ari Dwi Susyanto (2015) dengan penelitian yang yang berjudul ”Upaya

    meningkatkan hasil belajar matematika melalui pembelajaran Kooperatif

    tipe team games tournamen pada siswa kelas V SDN Jembangan

    Poncowarno Kebumen” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

    penerapan model TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V.

    Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa

    50% dengan 9 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 9 siswa atau 50%

    siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa

    meningkat menjadi 86% atau 16 siswa sudah tuntas belajar dan 3 siswa atau

    14% siswa yang belum tuntas

    d. Harjoko (2014) dalam penelitian yang berjudul “Meningkatkan Hasil

    Belajar Matematika melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

    Tipe TGT (Teams Games Tournaments) pada Siswa Kelas V SDN

    Kedungjambal 02 Kab. Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014”. Hasil

    penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus

    I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 61% dengan 11 siswa yang

    mengalami tuntas belajar dan siswa atau 39% siswa yang belum tuntas.

    Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 83% atau 15

    siswa sudah tuntas belajar dan 3 siswa atau 17% siswa yang belum tuntas.

    2.5. KERANGKA PIKIR

    Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran

    Cooperative Learning Type Team Game Tournament (TGT) hasil belajar

    matematika siswa kelas V di SDN Margomulyo 01 Kecamatan Juwana

    Kabupaten Pati masih rendah. Dengan adanya hasil belajar tersebut peneliti

    berupaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan melakukan inovasi dengan

    menggunakan model-model yang variatif dalam proses pembelajaran yaitu salah

  • 8

    satunya dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Type

    Team Game Tournament (TGT).

    Dalam penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe TGT ada beberapa

    tahapan yang perlu ditempuh yaitu:

    1) Mengajar

    Mempresentasikan atau menyajikam materi, menyampaikan tujuan, tugas atau

    kegiatan yang harus dilakukan siswa dan memberikan motivasi.

    2) Bekerja dalam kelompok

    Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dengan kemampuan

    akademis, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah guru

    menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok diskusi dengan

    menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah

    bersama, saling memberikan jawaban dan mengkoreksi jika ada anggota

    kelompok yang salah dalam menjawab

    3) Permainan

    Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok yang

    berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua

    anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang

    diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan

    kelompok

    4) Penghargaan Kelompok

    Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata yang diperoleh oleh

    kelompok dari permainan.

  • 8

    Alur kerangka pikir peneliti ini tergambar dalam bagan berikut ini:

    2.6. HIPOTESIS TINDAKAN

    Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka hipotesis penelitian ini

    adalah model pembelajaran Cooperative Learning type Team Game Tournament

    (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V.

    HASIL

    BELAJAR

    MATEMATIKA

    RENDAH

    HASIL BELAJAR

    SISWA

    MENINGKAT

    METODE

    PEMBELAJARAN

    KOOPERATIF TIPE TGT

    ( TEAM GAMES

    TOURNAMENT)

    PELAKSANAAN

    TGT DALAM

    PEMBELAJARAN