referat haid nyimas

27
FISIOLOGI HAID DAN KELAINANNYA Referat Perceptor dr. Marzuqi Sayuti, Sp.OG dr. Zulfadli, Sp.OG Oleh Nyimas Farisa Nadhilla, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Upload: nyimas-farisa-nadhilla

Post on 12-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

FISIOLOGI HAID DAN KELAINANNYA

Referat

Perceptor

dr. Marzuqi Sayuti, Sp.OG

dr. Zulfadli, Sp.OG

Oleh

Nyimas Farisa Nadhilla, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG

2015

I. PENDAHULUAN

Haid atau Menstruasi adalah pelepasan lapisan fungsional endometrium secara siklik

dan priodik yang diikuti dengan terjadinya perdarahan yang keluar dari alat kemaluan

wanita akibat penurunan mendadak hormon progesteron karena endometrium tidak

menerima hasil fertilisasi atau tidak terjadinya kehamilan.

Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya

haid yang baru. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang

siklus haid yang normal atau siklus dianggap sebagai siklus yang klasik ialah 28 hari,

tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada

wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya selalu

tidak sama. Lebih dari 90% wanita mempunyai siklus menstruasi antara 24 sampai 35

hari.

Lama haid biasanya antara 3 – 6 hari, ada yang 1 – 2 hari dan diikuti darah sedikit

sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7 – 8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama

haid itu tetap. Kurang lebih 50% darah menstruasi dikeluarkan dalam 24 jam

pertama.

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis,

dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran

reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena

tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik

maupun lama siklus menstruasi.

II. ISI

A. Fisiologi Haid

Haid/menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan

peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang

berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari menarche

sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi. Lama perdarahan

pada menstruasi bervariasi, pada umumnya 4-6 hari, tapi 2-9 hari masih

dianggap fisiologis.

Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang

klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja pada beberapa

perempuan tetapi juga pada perempuan yang sama. Rata-rata panjang siklus

haid pada gadis usia 12 tahun adalah 25,1 hari, pada perempuan usia 43 tahun

panjang siklus haidnya 27,1 hari dan pada perempuan usia 55 tahun siklus

haidnya adalah 51,9 hari. Panjang siklus haid yang biasa pada manusia antara

25-32 hari, dan sekitar 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya

berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang atau lebih dari 42 hari dan

tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatior).

Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yag 1-2 hari diikuti darah sedikit-

sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada umumnya lamanya 4-6

hari, tetapi antara 2-8 hari masih dianggap normal. Pada setiap perempuan

biasanya lama haid itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc.

Pada perempuan yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak.

Perempuan dengan enemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih

banyak

Selama siklus menstruasi, jumlah hormon estrogen dan progesterone yang

dihasilkan oleh ovarium berubah. Bagian pertama siklus menstruasi yang

dihasilkan oleh ovarium adalah sebagian estrogen. Estrogen ini yang akan

menyebabkan tumbuhnya lapisan darah dan jaringan yang tebal diseputar

endometrium. Dipertengahan siklus, ovarium melepas sebuah sel telur yang

dinamakan ovulasi. Bagian kedua siklus menstruasi, yaitu antara pertengahan

sampai datang menstruasi berikutnya, tubuh wanita menghasilkan hormon

progesteron yang menyiapkan uterus untuk kehamilan.

Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di

ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di

endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi,

fase proliferasi dan fase ekskresi.

Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di

ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di

endometrium juga dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari fase proliferasi

fase ekskresi, pramenstruase, dan fase menstruase.

a. Siklus Endometrium

Masa yang berlangsung dari hari pertama menstruasi sampai pada

menstruasi berikutnya disebut siklus menstruasi, yang pada umumnya

berlangsung selama kira-kira 28 hari. Hari pertama darah yang keluar

sedikit, hari kedua banyak dan kemudian berangsur berkurang. Mula-mula

darah memberku akrena pengaruh thromboplastin endometrium, akan

tetapi segera dicairkan oleh activator plasminogen endometrium. Biasanya

darah yang keluar adalah encer, tetapi jika terdapat bekuan darah berarti

bahwa banyaknya darah menstruasi berlebihan.

Dalam satu siklus endometrium dibedakan menjadi 4 fase, yaitu:

1) Fase proliferasi.

Endometrium mula-mula tipis, kemudian tumbuh menjadi tebal karena

hyperplasia dan bertambahnya jaringan didalam stroma. Dipermukaan

endometrium terdapat stroma longgar, sedangkan sebelah dalam

stroma menjadi padat.

Kelenjar-kelenjar mula-mula lurus, kemudian kelenjar tumbuh lebih

cepat dari pada jaringan lain sehingga kelenjar berkelok-kelok. Fase

proliferasi berlangsung dari hari ke 5-14.

2) Fase sekresi

Tebalnya endometrium sedikit berkurang karena cairan jaringan

hilang, tetapi kelenjar berubah menjadi panjang dan berkelok-kelok

dan mengeluarkan sekret. Stroma banyak dan udem.

Di dalam endometrium tertimbun banyak glikogen, yang kelak

diperlukan untuk makanan ovum. Arteria spiralis sangat berkelok-

kelok bercabang di dalam zona kompakta. Arteriola tumbuh lebih

cepat dari pada endometrium sehingga ujungnya mendekati

permukaan endometrium dan berkelok-kelok.

Pada fase sekresi endometrium terdapat 3 zona, yaitu:

a) Zona Kompakta.

Zona kompakta merupakan lapisan dibawah permukaan

endometrium dan ditembus oleh salura-saluran kelenjar yang

hamper lurus dan lebih kecil yang seringkali mengandung sekresi.

b) Zona Spongiosa.

Zona spongiosa merupakan lapisan yang terdapat diantara zona

kompakta dan zona basalis, berlubang-lubang karena terdapat

rongga kelenjar dengan sedikit stroma.

c) Zona Basalis.

Zona basalis merupakan zona yang berbatasa dengan

endometrium. Selama siklus menstruasi zona basalis mengalami

sedikit perubahan histologik dan di dalam kelenjar terdapat

mitosis.

Zona kompakta dan zona spongiosa disebut zona fungsionalis.

Fase sekresi berlangsung dari hari ke 14-28.

3) Fase Pramenstruasi

Fase pramenstruasi terjadi 2-3 hari sebelum menstruasi. Tebalnya

endometrium berkurang karena cairsan jaringan dan secret hilang;

kelenjar dan arteria menjadi kollaps. Di dalam stoma terdapat leukosit

polimorfonuklear atau mononuclear sehingga menimbulkan

pseudoinflamasi.

Satu sampai lima hari sebelum menstruasi terjadi stasis relative, yang

berlangsung kurang dari 24 jam sampai 4 hari, dan vasodilatasi, yang

diikuti dengan vasokostriksi. Fase pramenstruasi sesuai dengan fase

iskemia.

4) Fase menstruasi.

Perdarahan menstruasi merupakan perdarahan arterial atau perdarahan

venous, terutama perdarahan arterial. Mula-mula terjadi rheksis arteria

spiralis, kemudian terbentuk hematoma yang akan melepaskan zona

fungsionalis. Zona spongiosa tidak seluruhnya terlepas dan bahkan

terdapat bagian-bagian zona kompakta yang masih tertinggal.

Perdarahan berhenti jika arteria spiralis kembali berkontraksi.

Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa epitel zona spongiosa,

yang sudah dimulai pada waktu fase menstruasi. Banyaknya darah

pada menstruasi normal kira-kira 25-60 ml.

Siklus ovarium saling berhubungan dengan siklus endometrium, dimana

siklus ovarium dibagi menjadi 3 fase yaitu, folikuler, ovulasi dan luteal. Pada

tiap siklus haid, FSH (follicle stimulating hormone) dikeluarkan oleh lobus

anterior hipofisis yang menimbulkaan beberapa folikel primr yang dapat

berkembang dalam ovarium. Umumnya satu folikerl, kadang-kadang juga

lebih dari satu, berkembang menjadi folikel de Graaf yang membuat estrogen.

Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga lobus anterior hipofisis dapat

mengeluarkan hormone gonadotropin kedua, yakni LH (lutheinizing

hormone). Selanjutnya folikel de Graaf makin lama makin matang dan makin

banyak berisi likuor follikuli yang mengandung estrogen. Estrogen

mempunyai pengaruh terhadapt endometrium; menyebabkan endometrium

tumbuh atau berproliferasi.

Dibawah pengaruh LH folikel de Graaf menjadi lebih matang, mendekati

permukaan ovarium, dan kemudian terjadilah ovulasi (ovum dilepas oleh

ovarium). Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang

akan merangsang peritoneum di pelvis, sehingga timbul rasa sakit yang

disebut intermenstrual pain (Mittelschmerz). Dapat pula diikuti dengan adanya

perdarahan vagina sedikit. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum,

yang akan menjadi korpus luteum dibawah pengaruh hormone-hormon LH

dan LTH (luteotropic hormone), suatu hormone gonadotropin juga. Korpus

luteum menghasilkan hormone progesterone. Progesteron ini mempunyai

pengaruh terhadap endomterium yang telah berproliferasi dan menyebabkan

kelenjar-kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi (masa sekresi).

Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi dan ini

mengakibatkan bahwa kadar estrogen dan progesterone menurun.

Menurunnya kadar estrogen dan progesterone menimbulkan efek pada arteri

yang berlekuk-lekuk di endometrium. Tampak dilatasi dan stasis dengan

hyperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Sesudah itu terjadi

degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik. Proses

ini disebut haid. Bilamana ada pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus

luteum tersebut di atas dipertahankan, bahkan berkembang menjadi korpus

luteum graviditatis.

Fase-fase endometrium terjadi pada saat yang bersamaan mencerminkan

pengaruh hormon-hormon ovarium pada uterus. Pada awal fase folikuler,

lapisan endometrium yang kaya akan nutrien dan pembuluh darah terlepas,

inilah yang disebut fase menstruasi. Pelepasan ini terjadi akibat merosotnya

estrogen dan progesteron ketika korpus luteum tua berdegenerasi pada akhir

fase luteal sebelumnya.

Pada akhir fase folikuler, kadar estrogen yang meningkat menyebabkan

endometrium menebal atau sering disebut dengan fase proliferasi. Setelah

ovulasi, progesteron dari korpus luteum menimbulkan perubahan vaskuler dan

sekretorik di endometrium yang telah dirangsang oleh estrogen untuk

menghasilkan lingkungan yang ideal untuk implatasi, fase ini disebut fase

sekresi. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, dimulailah fase folikuler

menstruasi yang baru.

Corpus luteum graviditatum

Setelah terjadi ovulasi maka sel telur masuk ke dalam tuba ke cavum uteri.

Hal tersebut disebabkan pada waktu ovulasi ujung ampulla tuba menutup

permukaan ovarium dan selanjutnya sel telur digeraakkan oleh peristaltic dan

rambut getar dari sel-sel selaput lender tuba ke arah cavum uteri. Kalau tidak

terjadi fertilisasi maka sel telur mari dalam beberapa jam. Kalau terjadi

fertilisasi, maka sel telur tersebut akan berjalan ke cavum uteri, sesampainya

dicavum uteri menanamkan diri dalam endometrium (nidasi). Zygot

mengeluarkan hormone-hormon sehingga corpus luteum bertahan menjadi

corpus luteum graviditatum yang hidup sampai bulan ke IV dari kehamilan.

Karena corpus luteum tidak mati, maka progesterone dan esterogen terus

terbentuk, endometrium dengan demikian tidak mati dan menjadi lebih tebal,

berubah menjadi decidua. Ini sebabnya maka selama kehamilan berlangsung

tidak ada haid.

Corpus luteum menstruationum

Mempunyai masa hidup kira-kira 8 hari. Dengan terbentuknya corpus

albicans maka oembentukkan hormone progesterone dan esterogen mulai

berkurang, dan bahkan berhenti. Ini menghasilkan iskemia dan nekrosis

endomeetrium yang kemudian disusul dengan menstruasi.

ASPEK ENDOKRIN DALAM SIKLUS HAID

Dalam proses terjadinya ovulasi harus ada kerjasama antara korteks serebri,

hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula supra renalis dan

kelenjar kelenjar endokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam

proses tersebut adalah hubungan antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium

(hyopothalamic-pituitary-ovarian axis).

Siklus haid (siklus ovarium) normal di bagi menjadi :

1. Fase follikuler

2. Fase Luteal

Tidak lama sesudah haid mulai, pada fase follikuler dini, beberapa follikel

berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini

disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang.

Dengan berkembangnya follikel, produksi estrogen meningkat, dan ini

menekan produksi FSH.

Pada saat ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya

membantu pembuatan estrogen dalam follikel. Perkembangan follikel berahir

setelah kadar estrogen dalam plasma meninggi. Pada awalnya estrogen

meninggi secara berangsur angsur, kemudian dengan cepat mencapi

puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik dan

dengan mendadak terjadi puncak pelepasan LH (LH-surge) pada pertengahan

siklus yang mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap

kira kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Dalam beberapa jam setelah

LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH

menurun.

Menurunnya estrogen mungkin disebabkan perubahan morfologik pada

follikel atau mungkin juga akibat umpan balik negatif yang pendek dari LH

terhadap hipotalamus. LH-surge yang cukup saja tidak menjamin terjadinya

ovulasi; follikel hendaknya pada tingkat yang matang agar dapat dirangsang

untuk brovulasi. Pecahnya folikel terjadi antara 16 – 24 jam setelah LH-surge.

Pada fase luteal, setelah ovulasi sel sel granulasa membesar membentuk

vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein), follikel menjadi korpus

luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulose juga bertambah dan mencapi

puncaknya pada hari 8 – 9 setelah ovulasi . Luteinized granulose cells dalam

korpus luteum membuat progesterone banyak, dan luteinized theca cells

membuat pula estrogen yang banyak sehingga kedua hormon itu meningkat

pada fase luteal. Mulai 10 – 12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami

regresi berangsur angsur disertai dengan berkurangnya kapiler kapiler dan

diikuti oleh menurunnya sekresi progesterone dan estrogen.

Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon

gonadotropin. Pada kehamilan hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh

adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadotropin (HCG) yang dibuat

oleh sinsiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan

korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah

terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus

luteum hingga 9 – 10 minggu kehamilan. Kemudian fungsi ini diambil alih

oleh plasenta.

VASKULARISASI ENDOMETRIUM DALAM SIKLUS HAID

Cabang cabang arteri uterine berjalan terutama dalam stratum vaskulare

endometrium. Dari sini sejumlah arteri radialis berjalan langsung ke

endometrium dan membentuk arteri spiralis. Pembuluh pembuluh darah ini

memelihara stratum fungsional endometrium yang terdiri dari stratum

kompaktum dan sebagian stratum spongiosum. Stratum basale dipelihara oleh

arteriola arteriola miometrium di dekatnya. Mulai dari fase proliferasi terus ke

fase sekresi pembuluh pembuluh darah berkembang dan menjadi lebih

berkeluk keluk dan segera setelah mencapai permukaan, membentuk jaringan

kapiler yang banyak. Pada miometrium kapiler kapiler mempunyai endotel

yang tebal dan lumen yang kecil. Vena vena yang berdinding tipis membentuk

pleksus pada lapisan yang lebih dalam dari lamina propria mukosa dan

membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur dengan sinusoid sinusoid

pada semua lapisan.

Hampir sepanjang siklus haid pembuluh pembuluh darah menyempit dan

melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium memucat dan

berwarna merah karena penuh dengan darah, berganti ganti. Bila tidak terjadi

pembuahan, korpus luteum mengalami kemunduran yang menyebabkan kadar

progesterone dan estrogen menurun.

Penurunan kadar hormon ini mempengaruhi keadaan endometrium ke arah

regresi, dan pada suatu saat lapisan fungsionalis dari endometrium terlepas

dari stratum basale yang di bawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh

pembuluh darah terputus, dan terjadilah pengeluaran darah yang disebut haid.

B. Kelainan-kelainan pada Haid

Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa

reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun. Gangguan ini

mungkin berkaitan dengan lamanya siklus haid, atau jumlah dan lamanya

menstruasi.

Adapun gangguan-gangguan pada haid adalah:

1) Perubahan pada siklus haid

a. Polimenorea

Yaitu siklus haid pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari

pendarahan). Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan

hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, akan menjadi

pendeknya masa luteal. Penyebabnya ialah kongesti ovarium

karena peradangan, endometritis, dan sebagainya.

b. Oligomenorea

Yaitu siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Perdarahan pada

oligomenorea biasanya berkurang. Penyebabnya adalah gangguan

hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis, obat-obatan

tertentu, bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit

nutrisi yang buruk, olah raga yang berat, penurunan berat badan

yang signifikan.

c. Amenorea

Merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik

dalam sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa. Sepanjang

kehidupan individu, tidak adanya menstruasi dapat berkaitan

dengan kejadian hidup yang normal seperti kehamilan, menopause,

atau penggunaan metode pengendalian kehamilan. Selain itu,

terdapat beberapa keadaan atau kondisi yang berhubungan dengan

amenorea yang abnormal.

Amenorea dibagi menjadi dua bagian besar :

Amenorea primer di mana seorang wanita tidak pernah

mendapatkan sampai umur 18 tahun. Terutama gangguan

poros hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan tidak

terbentuknya alat genitalia.

Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat

menstruasi sampai umur 18 tahun dan diikuti oleh

kegagalan menstruasi dengan melewati waktu 3 bulan atau

lebih. Penyebabnya sebagian besar bersumber dari

penyebab yang mungkin dapat ditegakkan.

Sebab terjadinya amenorea:

a. Fisiologis :

hamil dan laktasi

menopause senium

b. Kelainan congenital

c. Didapatkan :

infeksi genitalia

kelainan hormonal

tumor pada poros hipotalamus-hipofisis atau

ovarium

kelainan dan kekurangan gizi

2) Perubahan jumlah darah haid

a. Hipermenorea.

Hipermenorea adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari

normal (lebih dari 8 hari). Terjadinya pada masa haid yang mana

haid itu sendiri teratur atau tidak. Pendarahan semacam ini sering

terjadi dan haidnya biasanya anovoasi penyebab terjadinya

menoragia kemungkinan terdapat mioma uteri, polip endometrium

atau hyperplasia endometrium (penebalan dinding rahim, dan

biasanya terjadi pada ketegangan psikologi.

b. Hipomenorea

Hipomenorea adalah pendarahan haid yan lebih pendek dari biasa

dan/atau lebih kurang dari biasa penyebabnya kemungkinan

gangguan hormonal, kondisi wanita dengan penyakit tertentu.

3) Gangguan pada siklus dan jumlah darah haid

Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat

digolongkan dalam beberapa bagian yang tergolong dalam perdarahan

uterus abnormal (PUA).

PUA meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun

lamanya. Terdapat 9 kategori utama klasifikasi PUA, yaitu:

Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat

dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan

histopatologi

Kelompok COEIN merupakan kelainan non strurktur yang

tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau hitopatologi.

a. Polip (PUA-P)

Biasanya polip bersifat asimptomatik, namun pada umumnya

dapat pula menyebabkan PUA. Lesi umumnya jinak, namun

sebagian kecil atipik atau ganas. Diagnosis polip ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histereskopi, dengan

atau tanpa hasil histopatologi.

b. Adenomiosis (PUA-A)

Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman

jaringan endometrium pada hasil histopatologi. Hasil USG

menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada

miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya

hipertrofi miometrium.

c. Leimioma uteri (PUA-L)

Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya

bukan penyebab tunggal PUA. Klasifikasi mioma uteri:

Primer: ada atau tidaknya satu aray lebih mioma uteri.

Sekunder: memberdakan mioma uteri yang melibatkan

endometrium (mioma uteri submukosum) dengan jenis

mioma uteri lainnya

Tersier: klasifikasi untuk mioma uteri submukosum,

intramural dan subserosum.

d. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

e. Coagulopathy (PUA-C)

13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki

kelainan hemostasis sistemik dan yang paling sering ditemukan

adalah penyakit von Willebrand.

f. Ovulatory disfunction (PUA-O)

Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA

dengan manisfestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan

jumlah darah yang bervariasi. Gejala bervariasi mulai dari

amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan

banyak. Gangguan ovarium dapat disebabkan oleh sindrom

ovarium polikistik, hiperprolaktemia, obesitas, anoreksia.

g. Endometrial (PUA-E)

Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan

dengan siklus haid teratur. Penyebab perdarahannya adalag

gangguan hemostasis lokal endometrium. Terdapat penurunan

produksi factor yang terkait vasokonstroksi seperti endothelin-

1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas fibrinolisis.

h. Iatrogenik (PUA-I)

Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan

penggunaan estrogen, progestin, dan AKDR.

i. Not yet classified (PUA-N)

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, WS. 2003. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta

Green, JH. 2010. Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia. Bina Rupa Aksara. Tangerang

Halle, G. 2007. Menstrual Disorders. Faculty Of Medicine, University Of Yaunde.

Prawirohardjo, S. 1984. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Sastrawinata, S. 1983. Obstetri Fisiologi. Bagian Obsterti dan Ginekologi Fakuktas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung

Supono. 1985. Ilmu Kebidanan bab 1: Fisiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang