bab ii kajian pustaka 2.1 a. - repository.uksw.edu€¦ · pengertian yang sudah dipaparkan para...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD
a. Pengertian Matematika
Matematika dalam sudut pandang Andi Hakim (Fathani, 2009: 21)
“bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein
yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan
Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan atau
intelegensia. Dari apa yang telah dikemukan Andi matematika didefinisikan
dari sudut pandang susunan katanya. Dilihat dari susunan katanya terbagi
dalam dua bahasa yang sebenarnya memilki inti arti yang sama tentang
matematika, yaitu ilmu yang mempelajari atau ilmu tentang belajar bisa juga
disebut dengan intelegensi.
Menurut Bourne (Fathani, 2009: 20) “juga memahami matematika
sebagai kontruktivisme sosial dengan penekannannya pada knowing how,
yaitu pelajaran dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam
mengkontruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan
lingkungannya.” Dilihat dari pengertian tersebut matamtika adalah suatu
susunan dari sosial dan lebih ditekankan pada cara untuk mengetahui
bagaimana makhluk hidup ini dalam menyusun ilmu-ilmu pengatahuan
tersebut dengan cara yang dilakukan tentunya dengan berinteraksi antara
makhluk hidup yang satu denganyang lainnya.
Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2013: 1) “matemaika
adalah simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai
dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma
atau postulat dan akhirnya ke dalil.” Dari pengertian diatas Ruseffendi
mengartikan matematika itu adalah simbol, kemudian dia mengatakan juga
8
sebagai ilmu tentang pola keteraturan dan strukturnya itu terorganisasi dengan
baik.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang di kemukakan di atas dapat
dilihat dari arti kata Matematika sendiri dalam bahasa Yunani bermakna
mempelajari, sedangkan dalam bahasa Sansekerta mempunyai makna yaitu
kepandaian, ketahuan, intelegensi. Jadi, Matematika adalah ilmu yang
mempelajari pola berfikir, pola perorganisasian pembuktian yang logis, serta
susunan bahasa dan penelaahannya yang dibangun memalui proses penalaran
bertahap dari hal yang abstrak kekongkrit dalam pembelajaran didalam kelas.
Pembelajaran Matematika di SD berkeinginan untuk selalu
menstimulasi pemikiran siswa sehingga mereka dapat menemukan ide-ide
atau jawaban baru dalam proses pembelajaran. Stimulus yang di berikan oleh
guru bisa dengan memberikan berbagai bentuk soal atau suatu masalah yang
ada dalam kehidupan kenyataan. Apabila siswa di hadapkan langsung pada
dunia nyata tentulah guru nantinya akan mendapat jawaban yang sangat
beragam dikarenakan setiap latar belakang siswa siswinya itu berbeda-beda.
Mendekatkan anak antara matematika dan kehidupan sehari-hari tentunya
sangatlah bagus, karena anak ini mengalami sendiri.
b. Pengertian Pembelajaran Matematika
Teori Bruner (Heruman, 2013: 4) “dalam metode penemuannya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya.” Menurut
Bruner arti menemukan disini adalah discovery atau temuan yang baru. Bisa
juga dengan menemukan yang sama sekali baru yaitu invention. Bahwa
diharapkan pada nantinya setiap orang yang belajar matematika dapat
“menemukan” hal yang baru, seperti proses hitungan yang lebih cepat,
mungkin juga bisa lebih menyederhana materi geometri yang ada dalam
matemtika.
Heruman (2013: 5) “selain belajar penemuan dan belajar bermakna,
pada pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar kontruktivisme.
Dalam kontruktivisme, konstruksi pengatahuan dilakukan oleh siswa sendiri,
9
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan menciptakan iklim yang
kondusif.” Dari pernyataan Heruman diatas, mengartikan belajar matemat ika
adalah menkontruktivismekan atau bahasa mudahnya adalah menyusun,
menyusun ilmu pengetahuan tersebut disusun sendiri oleh siswa yang artinya
bahwa siswa sendiri itulah yang paham akan cara belajarnya sendiri. Hingga
nantinya guru ini tidak akan menjadi acuan yang utama dalam proses belajar
mengajar, guru hanya akan memberikan fasilitas kepada siswa atau
menjebatani temuan-temuan siswa yang baru dan disambungkan pada mata
pelajaran matematika.
Sejalan dengan teori yang sudah dikemukakan diatas. Dari kedua
pengertian yang sudah dipaparkan para ahli makan pelajaran matematika ini
menuntut siswa untuk dapat memberikan penemuan yang baru dalam proses
belajar mengajar. Dan siswa tentunya harus dapat menyusun ilmu-ilmu
pengatahuan tersebut menurut apa yang diketahui oleh siswa sendiri. Siswa
yang sudah bersikap seperti itu, maka guru hanya berperan sebagai fasilitator.
c. Tujuan Pembelajaran Matematika
Cockrof (Mulyono, 2003: 253) mengemukakan bahwa Matematika
perlu diajarkan kepada siswa karena:
1) Selalu di gunakan dalam segala segi kehidupan.
2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika
yang sesuai.
3) Meruapakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas.
4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai
cara.
5) Menikatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan
kesadaran keruangan.
6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah
yang menantang.
Seperti apa yang telah disampaikan oleh Conkrof matematika ini
penting untuk diajarkan kepada siswa. Karena matematika ini tak lepas dari
kehidupan, saat bertransaksi jual beli tentunya perlu mengunakan ilmu
matematika. Dan pada semua bidang studi, mau tidak mau tentunya akan
melibatkan ilmu matematika dalam setiap bidang studi tersebut, contoh
seperti dalam bidang studi kimia tentu masih mengadaptasi hitungan
10
penjumlahan, pengurangan dalam mengubah rumus kimia. Dengan adanya
grafik dan tabel yang ada dalam matematika tentunya itu akan bertujuan
untuk menyajikan data informasi, sehingga sangat memudahkan. Matematika
juga menuntuk untuk berpikir secara logika atau logis, sehingga memberikan
kebebasan untuk berpikir.
Dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
kurikulum KTSP (2006: 148) telah di jabarkan tujuan pembelajaran
Matematika sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Dari tujuan yang telah dituliskan dalam KTSP terdapat lima hal
penting yang berkepentingan dalam tujuan pembelajaran matematika. Yang
pertama bertujuan untuk memahami dari konsep setelah dipahami kemudian
dijelaskan antara konsep yang satu dengan yang lain dan pada akhirnya akan
diaplikasikan. Kedua bertujuan untuk berpikir secara logika tentang pola dan
sifat dan kemudian merangkum semuanya itu menjadi inti sari dan
menyampaikan gagasan-gagasan. Ketiga bertujuan untuk memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan dalam memahami masalh yang ada dalam
matematika kemudian merancang model matematika kemudian
menyelesaikan model matematika tersebut dan didefinisikan sendiri dari apa
yang telah didapat tadi. Keempat bertujuan untuk mengkomunikasikan atau
mendiskusikan antara gagasan dengan simbol, tabel, diagram yang sudah ada
didalam matematika yang nantinya untuk memperjelas dari suatu keadaan
11
atau masalah. Kelima bertujuan untuk rasa saling menghargai antara manusia
sebagai makhluk sosial yang menggunaka matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
2.1.2 Cooperative Learning
a. Pengertian Cooperative Learning
Roger, dkk (Miftahul, 2013: 29) “menyatakan cooperative learning
merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi
secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajaran yang didalamnnya
setiap pembelajaran bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan
didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.”
seperti apa yang telah dikemukakan oleh Roger cooperative learning ini
kegiatan belajar kelompok yang terorganisir oleh satu tujuan pembelajaran
yang menuntut adanya perubahan informasi. Pada setiap kelompok
bertanggung jawab atas tujuan pembelajaran kelompoknya sendiri-sendiri dan
dianjurkan untuk saling mendorong untuk meningkatkan pembelajarannya
pada setiap anggota yang ada dalam kelompok tersebut.
Ada juga pendapat lain yang di kemukan oleh Parker (Miftahul, 2013:
29) “mendefinisikan kelompok kecil cooperative learning sebagai suasana
pembelajaran di mana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-
kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan
bersama.” Sedangkan menurut Parker, cooperative learning adalah proses
belajar mengajar yang menggunakan interaksi kelompok-kelompok kecil
untuk mendapat tugas akademik demi untuk meraih tujuan pembelajaran
secara bersama-sama.
Sedangkan menurut Johnson dan Johnson (Miftahul, 2013: 31)
“menyajikan definisi tentang cooperative learning yang berbeda. Menurutnya
cooperative learning berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan tujuan
bersama.” Berbeda lagi definisi cooperative learning yang dikemukakan oleh
Johnson. Dia mengartika cooperative learning ini lebih singkat, dimana ini
12
adalah suatu bentuk kerja sama, kerja sama tersebut tentunya diharapkan
untuk mencapai tujuan bersama juga.
Dari tiga definisi yang di sampaian oleh para ahli tersebut maka, di
dalam lingkup cooperative learning diterapkan dalam pengajaran,
pembelajaran sering di sebut juga membuat kelompok-kelompok kecil dalam
proses belajar mengajar. Kelompok-kelompok tersebut terdiri dari para siswa-
siswi yang kemudian diberikan tugas atau masalah akademik oleh guru.
Dengan dibentuknya kelompok tersebut maka diharapkan siswa ini saling
berinteraksi dan menemukan hal-hal baru yang dapat disumbangkan dalam
proses belajar mengajar. Sehingga nantinya siswa ini dapat meningkatkan
kwalitas belajar pada setiap anggota dalam kelompok, maka akan tercapailah
tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar hari itu juga. Dan guru
disini hanya akan berperan sebagai fasilitator, tidak menjadi bagian yang
utama lagi dalam proses belajar mengajar.
b. Manfaat Cooperative Learning
Sadker dan Sadker (Miftahul, 2013: 66) menjabarkan beberapa
manfaat cooperative learning. Menurut selain meningkatkan keterampilan
kognitif dan afektif siswa, cooperative learning juga memberikan manfaat-
manfaat besar lainnya seperti berikut ini:
1. Siswa yang diajarkan dengan dan dalam struktur-struktur
cooperative learning akan memperoleh hasil pembelajaran
yang lebih tinggi, hal ini khususnnya berlaku bagi siswa-
siswi SD untuk pelajaran Matematika.
2. Siswa yang berpartisipasi dalam cooperative learning akan
memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang
lebih besar untuk belajar.
3. Dengan cooperative learning, siswa menjadi lebih peduli
pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun
rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar meraka
nanti.
4. Cooperative learning meningkatkan rasa penerimaan siswa
terhadap teman-temannya yang berasa dari latar belakang ras
dan etnik yang berbeda-beda.
Johnson, dkk (Miftahul, 2013: 66-67) menyatakan bahwa pentingnya
cooperative learning di ruang kelas sebenarnya sudah ditekankan dalam
berbagai penelitian masa lalu. Sejak penelitian pertama yang dilakukan pada
13
tahung 1898, hingga pada saat tahun ini sudah sekitar 600 penelitian
eksperimentalk dan 100 penelitian kolerasi yang dilakukan untuk
membandingkan tiga kategori model pembelajaran yaitu, kompetitif,
individualistik dan cooperative. Semua hasil yang dilakukan oleh para peniliti
tadi menunjukkan hasil yang beragam, namun tentunya saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Apabila diklasifikasikan dri kesemua
peelitian tadi maka akan ada tiga kategori utama yang menandai hasil-hasil
umum yang diperoleh. Ketiga kategori ini menyangkut hasil pembelajaran
siswa, relasi posotif antar siswa dan kesehatan psikologis siswa. Dari
penelitian-penelitian tersebut dapat diketahui bahwa cooperative learning
dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan inividualistik
memberikan:
1. Hasil pembelajaran yang lebih tinggi. Hasil ini meliputi produktivitas
belajar yang semakin meningkat, daya ingat yang lebih lama, motivasi
instrinsik yang lebih besar, motivasi berprestasi yang semakin tinggi,
kedisiplinan yang lebih stabil dan berpikir dengan lebih kritis.
2. Relasi antar siswa yang lebih positif. Relasi ini meliputi keterampilan
bekerja sama yang semakin baik, kepedulian kepada orang lain yang
semakin meningkat, dukungan sosial dan akademik yang semakin
besar dan sikap toleran antar perbedaan.
3. Kesehatan psikologis yang lebih baik. Kesehatan ini meliputi
penyesuaian psikologis, perkembangan sosial, kekuatan ego,
kompetensi sosial, harga diri, identitas diri dan kemampuan
menghadapi kesulitan dan tekanan.
c. Kendala Cooperative Learning
Slavin (Miftahul, 2013: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau
yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dengan
cooperative learning:
1. Free Rider
Jika tidak dirancang dengan baik, cooperative learning
justru berdampak pada munculnya free rider atau
“pengendara bebas”. Yang dimaksud di sini adalah adanya
14
beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal
pada tugas kelompoknya. Mereka hanya “mengekor” saja apa
yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang
lain. Ini sering terjadi ketika kelompok untuk menangani
suatu lemba kerja, satu proyek atau satu laporan tertentu.
Untuk tugas-tugas yang seprti ini, seringkali ada satu anak
atau beberapa anak yang mengerjakan hampir semua
pekerjaan kelompoknya, sementara sisanya malah asik
bermain, berbicara dengan yang lain atau tidak ikut
mengerjakan.
2. Diffusion of Responsibility
Maksudnya disini adalah suatu kondisi dimana
beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung
diabaikan oleh anggota-anggota kelompok yang lain yang
merasa lebih mampu atau lebih bisa mengerjakan tugas
tersebut.
3. Learning a Part of Task Specialization
Dalam beberapa metode tertentu, seperti jig saw, group
investigation dan masih banyak metode lain yang terkait,
setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau
mengerjakan bagian materi yang berbeda antar satu sama
lain. Pembagian semacam ini seringkali membuat siswa
hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung
jawabnya, sementara bagaian materi yang lain yang
dikerjakan oleh kelompok lain hampir tidak digubris atau
dipedulikan sama sekali, padahal kesluruhan materi tersebut
saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
Dari apa yang telah dikemukakan Slavin diatas ternyata cooperative
learning ini memiliki suatu kendala atau kelemahan juga apabila sudah
diterapkan didalam kelas. Yang pertama adanya siswa yang tidak mengikuti
kerja kelompok, karena merasa sudah ada teman yang bertanggung jawab
akan tugas tersebut maka dia hanya tinggal mengikuti saja. Kemudian yang
kedua siswa didalam kelompok yang dianggap anggota yang lain ini bodoh
atau tidak mampu mengerjakan akan ditinggalkan oleh teman-temannya
karena dianggap hanya menyusahkan saja bagi kelompok. Dan yang ketiga
untuk beberapa jenis cooperative learning yang mengharuskan siswa
berkunjung pada kelompok lain dan berperan sebagai nara sumber ini
biasanya membuat siswa hanya fokus atau menghafalkan materi pelajaran
yang dia punya saja, tidak dapat menerima materi yang lain dengan jelas
15
karena meraka berpikir tanggungjawab mereka menjadi narasumber yang
baik.
d. Masalah Srtuktural Cooperative Learning di SD
Cooperative learning apabila sudah masuk ke dalam pembelajaran
dalam sekolah dasar dan berjalan secara lancar, baik dan juga produktif itu
sangatlah tidak mudah untuk dilaksanakan. Dan ujung tombak dalam proses
pembelajaran itu adalah guru kelas, maka guru harus berpikir keras serta
memiliki waktu lebih untuk menyiapkan segalanya agar nantinya proses
pembelajaran tersebut dapat belajar dengan baik.
Didalam sekolah dasar masalah-masalah umum yang sering muncul
adalah ketika penerapan cooperative learning berlangsung dalam proses
belajar mengajar didalam kelas, yaitu:
1. Pelatihan anggota (training for group members)
2. Ukuran kelompok (size of group)
3. Komposisi kelompok dari sisi kemampuan dan gender (ability
groupings and gender composition)
4. Jenis aktivitas yang dilaksanakan (type og activity)
5. Durasi waktu (length of time)
2.1.3 Metode Talking Stick
a. Pengertian Talking Stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang
berbicara menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan atar suku),
sebagaimana di kemukakan oleh Carol Locust, tongkat berbicara telah
digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat
menyimak secara adil dan tidak memihak Miftahul (2013 :30). Tongkat
berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang
memounyai hak berbicara. Pada saat pimpinana rapat mulai berdiskusi dan
membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara.
Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau
menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu
16
orang keorang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya.
Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu di kembalikan
lagi ke ketua atau pimpinan rapat.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpul kan bahwa Talking
Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang
di berikan secara bergiliran atau bergantian.
Model pembelajaran Talking Stick termasuk salah satu cooperative
learning dimana model pembelajaran talking stick merupakan model
pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan. Dalam proses belajar mengajar di kelas model pembelajaran
ini berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat
yang diberikan guru dari satu siswa kepada siswa yang lainnya. Pada saat
guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah
yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh guru. Hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat
giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Pembelajaran dengan
model Talking Stick juga melatih siswa mambaca dan memahami dengan
cepat materi yang telah diajarkan oleh guru, agar siswa lebih giat belajar.
Pada dasarnya model pembelajaran Talking Stick merupakan salah
satu alternative yang mengarah pada pemahaman konsep. Miftahul (2013: 2)
yang menjelaskan bahwa “talking stick merupakan model pembelajaran
dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab
pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya”. Cahyo
(2013: 2) mengemukkan Bahwa model pembelajaran talking stick merupakan
model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat
petunjuk giliran, siswa yang mendapatkan tongkat akan diberi pertanyaa dan
harus menjawabnya. Kemudiaan secara estafet tongkat tersebut berpindah
ketangan siswa lainnya secara bergilir, demikian seterusnya sampai seluruh
siswa mendapat tongkat pertanyaan.
17
Pembelajaran dengan metode talking stick mendorong peserta didik
untuk berani mengemukakan pendapat. Adapun langkah-langkah
pembelajaran talking stick menurut Suprijono (2009: 110) adalah sebagai
berikut:
a. Guru menyampaikan materi pokok yang akan diajarkan, kemudian
peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi
tersebut.
b. Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup buku
pelajarannya.
c. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya, tongkat
tersebut diberikan kepada salah satu pesrta didik, peserta didik yang
menerima tongkat tersebut di wajibkan menjawab pertanyaan dari
guru dan demikian seterusnya.
d. Ketika stick bergulir dari peserta didik yang satu kepeserta didik yang
lain, sebaiknya diiringi oleh lagu/musik.
e. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan
refleksi terhadap apa yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawabn yang di berikan
oelh peserta didik.
g. Bersama-sama dengan guru peserta didik merumuskan kesimpulan.
Adapun sintak metode talking stick menurut Miftahul (2013: 225)
adalah sebagai berikut ini :
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya sekitar 20cm.
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberi kesempatan para kelompok untuk membaca dan
mempelajari materi pelajaran.
c. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat didalam wacana.
d. Setelah siswa selesai membaca materi pelajarn dan mempelajari
isinya, guru mempersilakan siswa untuk menutup isi bacaan.
e. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu
siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang
memegang tongkat tersebut harus menjawab. Demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru.
f. Guru memberi kesimpulan.
g. Guru melakukan evaluasi atau penilaian.
h. Guru menutup pelajaran.
Dari pendapat di atas dalam langkah-langkah model
pembelajaran talking stick memiliki beberapa tahapan dimana guru
menyiapkan sebuah tongkat, lalu guru menyampaikan materi pokok yang
akan dipelajari, kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
18
membaca buku dan mempelajari materi pelajaran. Setelah siswa selesai
membaca buku dan mempelajarinya, lalu guru menyuruh siswa untuk
menutup bukunya. Kemudian guru mangambil tongkat dan memberikan
kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang
memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya hingga
seluruh siswa mendapat bagian untuk untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Kemudian guru memberikan kesimpulan dari hasil
pendapat siswa. Dengan beberapa paparan sintak yang dijabarkan oleh para
ahli maka peneliti menyusun sintak seperti dibawah ini.
Tabel 2.1
Sintak Pembelajaran Cooperative Learning tipe Talking Stick
No Tahapan Aktivitas Guru
1. Langkah Pertama
Persiapan
1. Guru menyiapkan tongkat untuk permainan
talking stick yang pajangnya sekitar 20-
40cm.
2. Langkah Kedua
Pemaparan Materi
1. Guru menyampaikan materi pokok yang
akan di pelajari di kelas.
3. Langkah Ketiga
Pembentukan
Kelompok
1. Guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok.
2. Setelah guru selesai memaparkan materi,
guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk membaca kembali materi yang sudah
di terangkan tadi, dan menutup bukunya
apabila waktu yang diberikan oleh guru
telah habis.
4. Langkah Keempat
Permainan Talking
Stick
1. Guru mengambil tongkat untuk di putar
siswa, dan guru menjelaskan cara
permainannya.
2. Setiap tongkat berhenti pada siswa tepat
pada saat lagu berhenti maka siswa tersebut
akan mendapatkan soal dari guru.
3. Seterusnya seperti itu hingga sebagian
besar siswa mendapatkan bagian untuk
menjawab.
5. Langkah Kelima
Kesimpulan
1. Guru memberikan kesimpulan dari jawaban
para siswa.
2. Guru melakukan evalusia / penilaian.
3. Guru memberikan tugas pekerjaan rumah
kepada siswa, bertujuan agar siswa dapat
mengulang kembali materi yang telah di
ajarkan.
4. Guru mengakhiri pelajaran.
19
Sintak talking stick diatas terdiri dari lima langkah utama dalam
proses belajar nantinya.
1. Pertama persiapan, tentunya guru menyiapkan tongkat sepanjang 20-
40cm untuk permainan talking stick.
2. Kedua pemaparan materi, guru memaparkan materi yang akan
diajarkan didalam kelas.
3. Ketiga pembentukan kelompok, kemudian membagi siswa kedalam
beberapa kelompok. Setelah terselesaikan diskusi kelompok dan juga
pemaparan materi yang ada, guru meminta siswa untuk siswa untuk
belajar kembali dan setalah waktu yang diberikan telah habis maka
guru meminta siswa untuk menutup segala macam bentuk catatan
dan buku pegangan
4. Keempat permainan talking stick, guru menerangkan pada siswa cara
bermain talking stick dan aturan permainannya. Permainan
dilakukan hingga siswa mendapatkan soalnya sudah merata.
5. Kelima kesimpulan, pada langkah terakhir ini guru menyampaikan
kesimpulan pembelajaran pada siswa dan mengucapkan salam
penutup.
Dari lima langkah yang dijabarkan dalam pembelajaran matematika
dengan penerapan cooperative learning tipe talking stick tersebut, kemudian
disusun menjadi langkah-langkah pembelajaran berdasarkan Permendiknas
No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Langkah-langkah tersebut akan
disajikan pada tabel 2.2. Diharapkan dengan sudah disusunnya langkah-
langkah tersebut, kegiatan belajar mengajar nantinya akan menimbulkan
motivasi siswa dikarekan adanya pembentukan kelompok dan akan berjalan
secara natural hingga mengasilkan nilai yang diatas dari KKM.
20
Tabel 2.2
Langkah-Langkah Cooperative Learning tipe Talking Stick Sesuai dengan
Standar Proses
Tahap Kegiatan
Guru Dan Siswa
Pendahuluan 1. Guru mempersiapkan tongkat untuk permainan talking
stick.
2. Guru memberikan apresepsi semanarik mungkin kepada
siswa.
3. Guru menerangkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.
Inti Eksplorasi
1. Guru memaparkan materi kepada siswa.
2. Siswa membentuk kelompok kecil dibantu oleh guru.
Elaborasi
1. Siswa melakukan diskusi tentang masalah yang diberikan
oleh guru.
2. Siswa mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya di
depan kelas.
3. Guru meminta siswa untuk mempelajari atau membaca-
baca kembali materi yang sudah diajarkan tadi.
4. Waktu yang diberikan habis maka guru meminta siswa
untuk menutup bukunya, memasukkannya kedalam tas
atau laci.
5. Siswa dengan bimbingan dari guru melakukan permainan
talking stick.
Konfirmasi
1. Guru memberikan penguatan kepada siswa.
2. Guru memberikan reward kepada siswa.
Penutup 1. Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan
pembelajaran.
2. Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru
sebagai proses penilaian pembelajaran.
3. Guru memberikan kegiatan tindak lanjut.
4. Guru memberikan salam penutup.
b. Kelebihan dan Kelemahan Talking Stick
Menurut Miftahul (2013: 35) bahwa model pembelajaran Talking
Stick memiliki kelebihan dan kelemahan antara lain:
a) Menguji kesiapan siswa.
b) Melatih siswa membaca dan memahami dengan cepat.
c) Agar siswa lebih giat belajar dan lebih termotivasi untuk mendapat
nilai yang bagus.
21
Dan juga sebagai tambahan bahwa metode talking stick ini dapt
digunakan pada semua tingkatan kelas atau semua tingkatan umur.
Kelemahannya adalah membuat siswa senam jantung.
Dalam model pembelajaran talking stick guru menguji kesiapan siswa
terhadap materi pelajaran, lalu siswa dilatih membaca dan memahami dengan
cepat materi yang telah diajarkan oleh guru, dengan adanya model ini siswa
lebih giat lagi untuk belajar, sehingga membuat siswa senam jantung.
2.1.4 Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi
Menurut Sadirman (2014: 73) “dilihat dari susunan kata motivasi,
“motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam
dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan. Maka motivasi dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif.”
Menurut Mc. Donald (Sadirman, 2014: 73-74) “motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang di tandai dengan munculnya
“feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.” Dari
pengertian yang dikemukan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen
penting, yaitu apa saja.:
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada
diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi didalam sistem tubuh
manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun
motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya
akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa atau “feeling”, afeksi
seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-
persoalan kejiwaan dan emosi yang dapat menentukan atau
mempengaruhi tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi
dalam hal ini sebenarnya merupaka respon dari suatu aksi atau
tujuan.
Sedangkan oleh Eysenck, dkk (Slameto, 2010: 170) merumuskan
motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan,
22
intensitas, konsisten, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan
konsep yang rumit dan berkaiatan dengan konsep-konsep lain seperti minat,
konsep diri, sikap.
Dengan demikian motivasi ini dapat dikatakan usaha atau motif pada
manusia untuk menuju kondisi-kondisi atau keadaan yang membuat manusia
itu nyaman atau senang. Bisa dikatakan juga sebagai usaha seorang manusia
untuk mencapai pada tujuan yang dia inginkan. Apabila manusia tersebut
merasa tidak suka maka tidak akan bekerja keras atau berusaha untuk
mencapainya, tetapi apabila sebaliknya maka dengan segala usaha yang
manusia itu miliki atau dia akan mencapai tujuan atau kondisi tersebut.
b. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi dan belajar adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
keduanya ini saling memberikan pengaruh. Hakikat dari motivasi belajar
adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa siswi yang sedang belajar
untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Indikator motivasi belajar dapat
dikelompokkan kedalam beberapa kategori sebagai berikut ini :
1. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil.
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
4. Adanya penghargaan dalam belajar.
5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Dalam proses belajar mengajar tentulah anak itu membutuhkan yang
namanya motivasi. Contohnya seperti, seorang siswa tentunya mau tidak mau
dia akan mengikuti ujian kenaikan kelas agar dapat lanjut ke jenjang
pendidikan diatasnya, maka membutuhkan sejumlah ilmu yang dapat
membuatnya lolos dari soal-soal ujian kenaikan kelas tersebut. Apabila anak
ini tidak dapat ilmu yang cukup atau bahkan sedikit maka timbulah motif
pada anak untuk mencotek tman sebangkunya atau bertanya kepada temannya
untuk meloloskan dari ujian kenaikan kelas tersebut.
23
c. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi ini tentulah memiliki fungsi perannya dalam proses belajar
mengajar. Seperti yang sudah dituliskan di atas bahwa dalam belajar
mengajar itu anak membutuhkan motivasi dampak yang akan diperoleh
adalah hasil belajar di akhir proses pembelajaran. Hasil beloajar yang baik
atau optimal tentulah ada motivasi yang baik dalam diri anak tersebut.
Semakin tepat dan tekad besar motivasi yang dimilkinya maka akan semakin
baik dan berhasil pula nilai yang akan anak ini capai. Sehubungn dengan itu
maka ada tiga fungsi dari motivasi :
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energinya. Motivasi dalam hal ini
digambarkan sebgai motor penggerak dari setiap kegiatan yang
dikerjakan.
2. Menentukan arah pembuatan, yakni arah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
3. Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dikerjakan yang serasi sehingga nantinya tujuan itu
akan tercapai.
Selain itu masih banyak lagi fungsi dari motivasi. Motivasi dapat
berfungsi sebagai pendorong usaha dan pecapaian atas prestasi. Dengan kata
lain semakin rajin atau tekun dan diiring dengan memiliki rasa motivasi yang
tinggi maka seseorang tersebut akan memiliki prestasi belajar yang baik pula.
d. Macam-macam Motivasi
Membahasa mengenai macam-macam dari motivasi sungguh sangat
beragam apabila dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda juga. Maka
motivasi ini juga bervariasi.
1. Motivasi yang dilihat dari dasar pembentukannya.
Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motivasi bawaan adalah motif yang
dibawa sejak lahir, tanpa harus dipelajari ataupun dimengerti.
24
Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena memang
sudah dipelajari. Sebagai contoh dorongan anak untuk dia
belajar dikarenakan tidak mau memiliki nilai paling jelak di
kelasnya. Motif-motif ini sering di sebut juga motif-motif yang
diisyaratkan oleh lingkungan sosial
2. Motivasi menurut Frandens
Cognitive motives
Motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni menyangkut
kepuasan dari individual.
Self expression
Yaitu adalah tentang penampilan diri, jadi bagaimana perilaku
manusia tersebut. Yang penting kebutuhan individu itu tidak
sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi tetapi juga
mampu untuk membuat kejadian itu sendiri.
Self enhancement
Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan
meningkatkan kemajuan diri seseorang.
3. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
Motif atau kebutuhan organis, yaitu misalnya : kebutuhan untuk
minum, makan, bernafas dan kebutuhan untuk beristirahat.
Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis ini antara lain :
dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas,
dorongan untuk berusaha.
Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan
untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi untuk
menaruh minat.
Motivasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah motivasi
belajar siswa. Motivasi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yaitu
masuk dalam kategori motivasi yang memang sudah dipelajari. Dan biasanya
motivasi ini dapat timbul dikarenakan adanya doringan dari lingkungan sosial
25
disekitar siswa. Motivasi ini tentu pada nantinya akan dapat diukur karena
memang sudah dipelajari sebelumnya.
e. Ciri-ciri Motivasi
Sadirman (2014: 83) motivasi yang ada pada diri setiap orang itu
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tekun menghadapi tugas.
2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapainya).
3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
4. Lebih senang bekerja mandiri.
5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.
6. Dapat mempertahankan pendapatnya.
7. tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Dari apa yang sudah dikemukakan Sadirman seperti diatas, bahwa
motivasi itu memiliki ciri-ciri. Dengan adanya ciri-ciri ini maka akan dibuat
acuan bagi peneliti untuk membuat kisi-kisi lembar angket.
2.1.5 Hasil Belajar
Sebelum membahas soal hasil belajar, tentunya akan dibahas dulu
perihal belajar secara sekilas saja.
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”
dalam Slameto (2010: 2).
Setelah mengetahui definisi belajar, adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh manusia untuk merubah perilakunya atau menambah sesuatu
di dalam dirinya yang baik dimana nantinya itu akan berdampak dalam
kehidupan. Selanjutnya akan membahas tentang hasil belajar.
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah wujud dari kemampuan yang diperoleh siswa dari
suatu interaksi dalam proses pembelajaran melalui evaluasi hasil belajar baik
berupa tes maupun non tes. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya
proses pembelajaran.
26
Merujuk pada pemikiran Gagne (Suprijono, 2013: 5-6) hasil belajar
berupa:
1. Informasi verbal yaitu, kapabilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu, kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang.
3. Strategi kognitif yaitu, kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.
4. Keterampilan motorik yaitu, kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,
sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Sedangkan menurut Bloom (Suprijono, 2013: 6) “hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.”
Berdasarkan para pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perwujudan dari kemampuan siswa dalam proses belajar
mengajar dan pada akhirnya akan diadakan evaluasi berupa tes atau non tes.
Didalam evaluasi tersebut tentunya harus mengandung tiga unsur penting
dalam menilai siswa yaitu, ranah kognitif, priskomotirik dan juga afektif.
Hasil belajar merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari proses belajar
mengajar, karena hasil belajar menjadi tolak ukur keberhasilan seorang guru
yang telah melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sehingga dapat
diketahui apakah siswa telah meguasai materi pelajaran dengan baik atau
tidak. Dengan demikian hasil belajar yang akan diteliti tentunya tentang
pencapaian akhir dari siswa dalam mengikuti pembelajaran pada tiap
siklusnya inilah hasil belajar yang akan diukur.
2.1.6 Hubungan Antara Motivasi Belajar, Hasil Belajar dan Cooperative
Learning Tipe Talking Stick
“Cooperative learning dipandang sebagai sarana ampuh untuk
memotivasi pembelajaran dan memberikan pengaruh yang positif terhadap
iklim ruang kelas yang pada saatnya akan turut mendorong pencapaian yang
lebih besar, meningkatkan sikap-sikap positif dan harga diri yang lebih
dalam, mengembangkan skill-skill kolaboratif yang lebih baik dan
27
mendorong motivasi sosial yang lebih besar kepada orang lain yang
membutuhkan.” Ministry of Education (1997) dalam Miftahul 2013: 66
“Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi
untuk melakukan kegiatan belajar. Dan hasil belajar akan optimal apabila ada
motivasi yang tepat” Sadirman (2014: 75)
Hubungan antara cooperative learning tipe talking stick, motivasi
belajar dan juga hasil belajar adalah dalam pembelajaran yang cenderung
konvesional dan ceramah saja motivasi siswa untuk belajar pasti tidak ada
karena dirasa kurang interaktif pelajaran yang akan dialaminya. Apabila
sudah tidak ada motivasi belajar maka hasil belajar yang dihasilkanpun akan
rendah bahkan bisa di bawah KKM. Maka dari itu perlu dirterapkan proses
pembelajaran yang menyenangkan, seperti menggunakan cooperative
learning tipe talking stick ini. Melalui model pembelajaran ini di harapkan
siswa lebih antusias dan juga bersemangat dan memiliki motivasi yang lebih
untuk bersaing dengan teman-teman sekelasnya. Setelah proses embelajaran
di kemas dengan baik dan menimbulkan motivasi siswa yang bagus maka
hasil belajar yang di peroleh siswa pun akan menjadi ikut tinggi bahkan
mungking di atas KKM.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas. Penetilian
tindakan kelas ini dilakukan untuk memberikan penawar pada kelas-kelas
yang masih memiliki masalah dalam kegiatan belajar mengajarnya. Dan
penelitian ini cukup praktis dan efektif untuk dilaksanakan.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dilakukan oleh
Candra Ramadhani pada tahun 2013 yang berjudul “Peningkatan Motivasi
Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV B SD Negeri Clapar Tahun Ajaran
2012/2013 Melalui Metode Talking Stick Pada Mata Pelajaran Matematika.”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan motivasi dan hasil belajar
siswa kelas IV B SD Negeri Clapar tahun pelajaran 2012/2013 melalui
metode Talking Stick dinyatakan berhasil. Hal ini ditunjukkan dengan rata-
28
rata persentase hasil observasi pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
sebesar 82,45% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,22%
dengan kriteria sangat baik. Rata-rata persentase hasil observasi motivasi
belajar siswa pada siklus I sebesar 63,62% dan mengalami peningkatan pada
siklus II menjadi 95,24% dengan kriteria sangat baik. Nilai rata-rata tes hasil
belajar pada siklus I adalah 76,43, namun pada aspek “penalaran”, siswa yang
tuntas baru mencapai 42,86% dari jumlah siswa. Nilai rata-rata tes hasil
belajar siswa pada siklus II adalah 73,73 sedangkan semua aspek penilaian
telah berhasil ditingkatkan di atas 80%.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Candra Ramadhani tersebut,
dapat di informasikan bahwa dengan penerapan cooperative learning tipe
talking stick pada pembelajaran Matematika ini dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa dan juga hasil belajar siswa. Ini dibuktikan dengan peningkatan
yang terdapat pada motivasi belajar siswa dan hasil belajar pada tiap siklus
yang telah dilalui. Pada penelitian yang dilakukan oleh Candra Ramadhani
untuk hasil belajar siswa meningkat hingga 91,22% pada siklus yang ke II
dan untuk motivasi siswa pencapaiannya di siklus yang ke II adalah 95,24%
dengan kriteria sangat baik. Dilihat dari peningkatan yang terjadi cukup
signifikan maka penelitian ini dapat dijadikan acuan penulis untuk melakukan
penelitian.
2.3 Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03 hanya terdapat 1
anak saja yang memiliki nilai tuntas dan sisanya 36 anak belum mencapai
nilai KKM. Rendahnya nilai ketuntasan siswa ini dipicu karena kurang
termotivasinya siswa dalam mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru.
Cooperative learning tipe talking stick ini memiliki ciri khas
menggabungkan antara kelompok-kelompok belajar dengan permainan
tongkat berjalan. Yang nantinya akan berakibat pada siswa untuk saling
bersaing untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama dan juga
meningkatkan kwalitas belajarnya antara satu anggota dengan anggota yang
29
lainnya dalam satu kelompok tersebut. Langkah-langkah cooperative learning
tipe talking stick ini dikembangkan untuk lebih menstimulus pola belajar
siswa dan lebih mengkedapankan kepentingan siswa. Karena pada akhirnya
guru hanya akan menfasilitatori siswa dalam proses belajar mengajar.
Cooperative learning tipe talking stick ini tentunya banyak memberikan
kelebihan, maka dimungkinkan untuk dapat meningkatkan motivasi belajar
dan juga hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03 Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada kerangka berpikir yang telah dibuat hipotesi
penelitian adalah sebagai berikut ini :
a. Pembelajaran cooperative learning tipe talking stick dapat
meningkatkan motivasi belajar terhadap mata pelajaran Matematika
siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03 Kabupaten Sidorejo Kota
Salatiga semester II tahun ajaran 2013/2014.
b. Dengan diterapkan pembelajaran cooperative leraning tipe talking
stick sehingga dapat meningkat motivasi belajar pada mata
pelajaran Matematika siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03
Kabupaten Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran
2013/2014.
c. Pembelajaran cooperative learning tipe talking stick dapat
meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar terhadapa mata
pelajaran Matematika siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03
Kabupaten Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran
2013/2014.