model pembelajaran penemuan

110
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 04:16:00 DADANG JSN BELUM ADA KOMENTAR Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. KEUNTUNGAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN : a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

Upload: dinazuraini

Post on 18-Nov-2015

60 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

model pembelajaran

TRANSCRIPT

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM 201304:16:00DADANG JSNBELUM ADA KOMENTARMetodeDiscovery Learningadalah teori belajaryangdidefinisikan sebagai proses pembelajaranyangterjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.

Sebagai strategi belajar,Discovery Learningmempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry)danProblem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipilpadaketiga istilah ini, padaDiscovery Learninglebih menekankan pada ditemukannya konsepatauprinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa padadiscoverymasalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

Dalam mengaplikasikan metodeDiscovery Learningguru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbingdanmengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yangteacher orientedmenjadistudent oriented.

DalamDiscovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorangproblem solver, seorangscientis,historin,atauahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

KEUNTUNGAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN :

a.Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

b.Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c.Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d.Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

e.Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

f.Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

g.Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

h.Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentuataupasti.

i.Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;

j.Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;

k.Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;

l.Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;

m.Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;

n.Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;

o.Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;

p.Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;

q.Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

KELEMAHAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN :

a.Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

b.Metode ini tidakefisienuntuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

c.Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

d.Pengajarandiscoverylebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

e.Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

f.Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

1.Langkah Persiapan

a.Menentukan tujuan pembelajaran.

b.Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

c.Memilih materi pelajaran.

d.Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

e.Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f.Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g.Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2.Pelaksanaan

a.Stimulation(stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement(pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

c.Data collection(pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d.Data Processing(Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

e.Verification(Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f.Generalization(menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

Dalam Model PembelajaranDiscovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes.

Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajarandiscovery learningdapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan.

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) KURIKULUM 2013

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN(DISCOVERY LEARNING)

A.Definisi/ Konsep1.Definisi

MetodeDiscovery Learningadalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.Bruner memakai metode yang disebutnyaDiscovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). MetodeDiscovery Learningadalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila indifidu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan daninferi. Proses tersebut disebutcognitive processsedangkandiscoveryitu sendiri adalahthe mental process of assimilatig conceps and principles in the mind(Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).Sebagai strategi belajar,Discovery Learningmempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri(inquiry) danProblem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, padaDiscovery Learninglebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkanProblem Solvinglebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalamDiscovery Learningadalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.Dengan mengaplikasikan metodeDiscovery Learningsecara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metodeDiscovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yangteacher orientedkestudent oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.

2.KonsepDalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebutsistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negative; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakanDiscovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive,iconic, dansymbolic.Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001). Dalam mengaplikasikan metodeDiscovery Learningguru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorangproblem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metodeDiscovery Learningharus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yanglebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metodeDiscovery Learningmenurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorangproblem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajardiberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.B.Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil PembelajaranBerdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatanDiscovery Learningdalam pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.1.Kelebihan PenerapanDiscovery Learninga.Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.b.Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karenamenguatkan pengertian, ingatan dan transfer.c.Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.d.Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.e.Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.f.Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.g.Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.h.Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.i.Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;j.Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajaryang baru;k.Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;l.Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;m.Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik;n.Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;o.Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukanmanusiaseutuhnya;p.Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;q.Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;r.Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2. KelemahanPenerapan Discovery Learninga.Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.b.Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karenamembutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.c.Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapandengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.d.Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkanmengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.e.Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasanyang dikemukakan oleh para siswaf.Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

C.Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses PembelajaranLangkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learningdi kelas adalah sebagai berikut:1.Langkah Persiapan MetodeDiscovery Learninga. Menentukan tujuan pembelajaranb. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gayabelajar, dan sebagainya)c. Memilih materi pelajaran.d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswaf. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yangkonkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolikg. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

2.Prosedur Aplikasi MetodeDiscovery LearningMenurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metodeDiscovery Learningdi kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

a.Stimulation(stimulasi/pemberian rangsangan)Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b.Problem statement(pernyataan/ identifikasi masalah)Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurutpermasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c.Data collection (pengumpulan data).Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknyahipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

d.Data processing(pengolahan data)Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

e.Verification(pembuktian)Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f.Generalization(menarik kesimpulan/generalisasi)Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi makadirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulansiswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaranatas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

D.Sistem PenilaianDalam Model PembelajaranDiscovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis.Jika bentuk penilaiannyamenggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaiandapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.

1.Penilaian TertulisPenilaiantertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soaltes tertulis, yaitu:Soal dengan memilih jawabana.pilihan gandab.dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)c.menjodohkanSoal dengan mensuplai-jawaban.a.isian atau melengkapib.jawaban singkatc.soal uraianDari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:a.materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;b.konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.c.bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkanpenafsiran ganda.

2.PenilaianDiriPenilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, di mana subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status,proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik,peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan teknik ini dalam penilaian di kelas antara lain sebagai berikut:a.dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;b.peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinyac.dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan obyektif dalam melakukan penilaian.

3.Penilaian Sikap

ContohFormat Penilaian Sikap

Mata Pelajaran: _________Semester:_________Kelompok: _________Kelas:_________

NoNama SiswaSkorNilai

Komitmen TugasKerja SamaKetelitianMinatJumlah Skor

1

2

3

4

5

..

..

4.Penilaian KinerjaContoh Format Penilaian KinerjaNama Siswa: Tanggal: Kelas:

NOAspek Yang DinilaiTingkat Kemampuan

1234

1.

2.

Jumlah

Kriteria PenskoranKriteria Penilaian1.Baik Sekali410 12A2.Baik37 9B3.Cukup24 6C4.Kurang13D

A: Pengelompokan yang dilakukan siswa sangat baik, uraian yang dijabarkan rinci dan diperoleh dengan menggunakan seluruh indra disertai dengan gambar-gambar ataudiagramB: Pengelompokan yang dilakukan siswa baik, uraian yang dijabarkan kurang rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar ataudiagramC:Pengelompokan yang dilakukan siswa cukup baik, uraian yang dijabarkan tidak rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian kecil indra dengan gambar-gambar ataudiagramD:Pengelompokan yang dilakukan siswa kurang baik, uraian yang dijabarkan kurang sesuai dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram5.Penilaian Hasil Kerja Siswa

Nama Siswa: Tanggal: Kelas: Input

ProsesOut Put/HasilNilai

Daftar Pustaka

Dahar, RW., 1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Holiwarni, B., dkk., 2008. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota (Laporan Penelitian). Lemlit UNRI, Pekanbaru.

http://darussholahjember.blogspot.com/2011/05/aplikasi-metode-discovery-learning.html (23Mei 2013).

http://ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-menurut-para-ahli-pdf-d368189396 (23Mei 2013).

http://prismabekasi.blogspot.com/2012/10/definisi-belajar-menurut-para-ahli.html(23Mei 2013)

Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X.

Rizqi, 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak dipublikasikan).

Syamsudini , 2012.Aplikasi Metode Discovery Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.

Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKAMODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

O L E H :SALMON. A. LAA DKK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS PATTIMURAAMBON,2012BAB IPENDAHULUANA.Latar BelakangPendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat formal, meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan kualitas pendidikan dicerminkan oleh prestasi belajar siswa. Sedangkan keberhasilan atau prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang bagus. Karena kualitas pendidikan yang bagus akan membawa siswa untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.Pada saat proses belajarmengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama ini, metode dan model pembelajaran mana yang tepat untuk dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam belajar.Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa.Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan di atas adalah model pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil belajar. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan, metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru harus menguasai prinsipprinsip belajar mengajar serta mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip prinsip belajar mengajar dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu materi pelajaran tertentu.B.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dari makalah ini adalah modelpembelajaran discovery learning.

C.Manfaat PenulisanAdapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai masukan dan pertimbangan kepada mahasiswa sebagai calon guru untuk menggunakan model pembelajaran discovery learning.

BAB IIPEMBAHASANA.Pengertian Pembelajaran Discovery Learning Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi. Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata mata ditemukan oleh siswa sendiri.Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajarandiscovery learningadalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

B.Tujuan Pembelajaran Discovery LearningBell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:a.Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.b.Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikanc.Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.d.Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.e.Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.f.Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

C.Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery LearningDalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi, strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:a.Strategi InduktifStrategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan barangkali atau mungkin.b.Strategi deduktifDalam matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah sector yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui sebelumnya, siswa akan dapat menemukan bahwa luas lingkaran adalah.

D.Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery LearningDahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:a.Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.b.Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.c.Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.d.Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.e.Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.

E.Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery LearningKelebihan discovery learning1.Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)2.Dapat meningkatkan motivasi3.Mendorong keterlibatan keaktifan siswa4.Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untukmenemukan hasil akhir.5.Menimbulakan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat6.Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.7.Melatih siswa belajar mandiri

Kekurangan discovery learning1.Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswa2.Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberiinformasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.3.Menyita pekerjaan guru.4.Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan5.Tidak berlaku untuk semua topik .

F. Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas 1.Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:a)Menentukan tujuan pembelajaran.b)Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).c)Memilih materi pelajaran.d)Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).e)Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.f)Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.g)Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam Budiningsih, ( 2005:50).2. Prosedur Aplikasi Discovery LearningAdapun menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:a)Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.b)Problemstatement(pernyataan/ identifikasi masalah).Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).c)Datacollection(pengumpulan data).Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).d)Dataprocessing(pengolahan data).Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.e)Verification(pentahkikan/pembuktian).Verificationmenurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).f)Generalization(menarik kesimpulan/generalisasi)Tahapgeneralitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).

BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanPembelajarandiscovery learning(penemuan) merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.Pembelajaran penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja hingga menemukan jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan untuk berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri, karena mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi.Pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan penemuan.

B.SaranKarena model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan dalam proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan beberapa siswa saja, karena model pembelajaran discovery diperlukan keaktifan seluruh siswa.Selain itu alat alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh guru atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan siswa pengalaman langsung.

DAFTAR PUSTAKAArdi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematikaElvira-yunita-utami.Penerapan MetodeDicsovery Learningpada Pembelajaran Matematika dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Neg 2 Pengasih Kabupatan.Kulon Progohttp-3A-2Findex-of-ppt.com-2FMetode-2Pembelajaran-2FDiscovery-2FLearning-2FRatumanan, T. G. 2004.Belajar dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.

Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Latihan Berstruktur Pada Pokok Bahasan Bilangan Berpangkat (Penelitian Tindakan pada Siswa KelBAB IPENDAHULUANA.Latar BelakangMasalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan ditemukan solusinya. Diantara berbagai masalah yang ada, masalah kualitas

pendidikan/hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat menarik dan tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan indikator keberhasilan proses pengajaran yang diterapkan pada siswa khususnya dan sekaligus indikator untuk menilai kualitas sistem pendidikan yang diterapkan pada umumnya.Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku belajar-mengajar yang positif pada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Untuk memperoleh pembelajaran yang berhasil maka guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran harus selalu proaktif dan responsif terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu guru sebagai elemen penting dalam proses belajar mengajar harus berperan aktif dengan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta melakukan refleksi terhadap pengelolaan pembelajaran yang dilakukan, sehingga siswa merasa tidak bosan dan bahkan selalu termotivasi dan tertarik untuk mengikuti proses belajar-mengajar.Dari hasil observasi dan diskusi awal dengan beberapa guru matematika di SMP Negeri 6 Kulisusu pada tanggal 21 Februari 2008 diperoleh informasi bahwa prestasi belajar mereka masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN matematika tahun ajaran 2006/ 2007 masih rendah yaitu 5,08. Selain itu juga siswa menunjukan sikap yang kurang bersemangat mengikuti pelajaran. Mereka tidak bersemangat dalam belajar. Hal ini berdasarkan wawancara dengan siswa, mereka mengatakan bahwa mereka merasa bosan belajar matematika, akhirnya mereka menjadi malas belajar. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan prestasi belajar siswa rendah. Dari kondisi ini guru sebaiknya melakukan refleksi untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran.Rendahnya perolehan rata-rata prestasi belajar matematika, salah satunya disebabkan oleh metode mengajar yang diterapkan guru yang hanya menggunakan metode ceramah, diskusi informasi, karena metode mengajar mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing maka keberhasilan belajar bergantung pada ketepatan pemilihan metode dalam arti kesesuaian antara tujuan pokok dengan metode, situasi dan kondisi serta kepribadian guru yang mengajarkan materi tersebut. Dalam kurikulum matematika diharapkan sebaiknya membangkitkan kreativitas siswa agar siswa tersebut belajar aktif, dimungkinkan konsep-konsep matematika yang diajar sudah dipahami dengan baik. Oleh sebab itu dalam memilih metode sebaiknya guru mengacu pada cara kerja siswa aktif sehingga diharapkan metode mengajar yang digunakan lebih efektif. Untuk dapat mengarahkan siswa sehingga dapat bekerja aktif dalam pembelajaran, maka alternatif solusi yang kami tawarkan adalah dengan menerapkan metode latihan berstruktur pada pembelajaran matematika. Alasan kami menawarkan metode latihan berstruktur sebagai alternatif solusi atas permasalahan yang diahadapi di SMPN Negri 6 Kulisusu karena melalui metodi ini diharapkan dapat membangkitkan kreatifitas siswa dan siswa dapat belajar lebih akatif sebab merekan lebih banyak berperan dalam pembelajaran. Metode ini akan membimbing siswa agar lebih mudah memahami pelajaran matematika karena pembelajarannya terstruktur mulai dari hal-hal yang sederhana sampai pada hal-hal yang lebih lompleks, sehingga pemahaman siswa juga lebih mendalam. Dengan menerapkan metode ini maka diharapkan nilai UAN siswa SMP Negeri 6 Kulisusu akan meningkat.Olehnya itu Metode latihan berstruktur merupakan salah satu metode mengajar yang seharusnya diterapkan oleh guru di SMP Naegeri 6 Kulisusu untuk mengatasi masalah dalam proses belajar mengajar. Melalui metode ini siswa dalam mempelajari materi pelajaran dimodelkan atau dipresentasikan lebih dahulu oleh guru secara tahap demi tahap dan terstruktur mulai dari materi yang sifatnya sederhana menuju ke materi yang sifatnya lebih kompleks. Agar setiap siswa dapat menyelesaikan masalah pada konsep yang kompleks maka diberikan pelatihan lanjutan namun masih berada dibawah bimbingan guru.Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Latihan Berstruktur Pada Pokok Bahasan Bilangan Berpangkat (Penelitian Tindakan pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu).C. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam penelitian ini adalah Apakah melalui penerapan metode latihan berstruktur dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu pada pokok bahasan Bilangan Berpangkat?D. Tujuan PenelitianSejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut:Meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu pada pokok bahasan Bilangan Berpangkat melalui metode latihan berstruktur.E. Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1.Bagi guru, dapat mengetahui pola dan strategi pembelajaran yang tepat dalam upaya memperbaiki dan memudahkan mengajar konsep bilangan berpangkat sehingga dapat dipahami oleh siswa dengan baik.2.Bagi siswa, sebagai bahan evaluasi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar utamanya hasil belajar matematika.3.Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika.4.Bagi peneliti: menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan keilmuan.5.Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang menyangkut topik penelitian yang relevan dengan penelitian ini.BAB IIKAJIAN PUSTAKA1. Pengertian Proses Belajar-MengajarMenurut Usman (1993:4) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya, sedangkan menurut Whitaker dalam Sumanto (1990) menjelaskan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terjadi dalam diri siswa ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang dimaksudkan dalam belajar adalah adanya perubahan tingkah laku anak didik, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak terampil menjadi terampil.Proses belajar-mengajar merupakan sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar dan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Hal senada diungkapkan Usman (1993:6) bahwa mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada siswa.Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar-mengajar merupakan kegiatan memberi, membimbing atau mengarahkan dan menerima ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dari guru sebagai pendididik kepada siswa sebagai peserta didik.2. Prestasi BelajarKata prestasi berasal dari bahasa Belanda yakni prestizie yang berarti apa yang telah diciptakan atau hasil pekerjaan. Pada dasarnya prestasi belajar itu diperoleh melalui proses belajar, dimana proses belajar bukan hanya mencatat, membaca dan tidak pula hanya sekedar menghafal melainkan harus dimengerti dan dipahami tentang apa dan bagaimana sesuatu itu dipelajari.Winkel (1984:162) mengartikan kata prestasi sebagai bukti keberhasilan usaha yang dicapai, sedangkan Nasution (2001:39) menyatakan bahwa prestasi adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan, sehingga prestasi belajar adalah prestasi yang menunjukkan tingkat keberhasilan seseorang yang dicapai karena telah melakukan usaha belajar yang optimal.Prestasi belajar siswa ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal atau bersumber dari siswa itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal atau bersumber dari luar peserta didik. Faktor internal tersebut meliputi prasyarat belajar yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran berikutnya, ketrampilan belajar yang dimiliki siswa yang meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti mata pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku, belajar kelompok mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian, dan mencari sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap, cita-cita dan hubungannya dengan orang lain. Faktor eksternal antara lain meliputi proses belajar mengajar, sarana belajar yang dimiliki, lingkungan belajar, dan kondisi sosial ekonomi keluarga.Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar adalah hasil-hasil yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar. Hasil-hasil yang dicapai siswa tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) aspek kognitif yang mencakup ketramplan intelektual,strategi-strategi kognitif dan informasi verbal, (2) afektif yang berhubungan dengan sikap, dan (3) psikomotor yang berhubungan dengan ketrampilan-ketrampilan motorik. Hasil belajar tersebut diperoleh dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru baik dilakukan melalui tes tertulis maupun lisan.Berdasarkan pengertian prestasi yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Prestasi yang dicapai siswa merupakan gambaran hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar dan merupakan interaksi antar berbagai faktor. Jika dikaitkan dengan Matematika, maka prestasi belajar matematika merupakan tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika setelah proses belajar-mengajar matematika dalam selang waktu tertentu yang tercermin dalam skor yang diperoleh dari hasil belajar matematika.Prestasi belajar matematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah prestasi yang akan diperoleh sisiwa pada pokok bahasan bilangan berpangkat setelah siswa diajar dengan model pembelajaran terstruktur. Jadi prestasi belejar metematika disini adalah tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika tentang bilangan berpangkat setelah proses belajar-mengajar dengan metode latihan berstruktur dalam waktu tertentu yang tercermin dalam skor yang diperoleh dari hasil belajar matematika tentang bilangan berpangkat.3. Metode Latihan BerstrukturMetode latihan berstruktur merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan berstruktur terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh keterampilan tertentu (Roestiyah :2001). Pemberian latihan dilakukan setelah siswa memperoleh konsep yang akan dilatihkan. Soal-soal yang diberikan kepada siswa dimulai dari soal-soal yang sederhana ke soal-soal yang lebih kompleks. Hal ini dilakukan dengan bimbingan dari guru, dimana guru terlebih dahulu memberikan contoh cara menyelesaikan soal secara berstruktur dengan baik. Selanjutnya siswa diperintahkan untuk menyelesaikan soal-soal yang sejenis dengan soal yang telah diselesaikan oleh guru. Dengan metode latihan berstruktur, para siswa akan merasa terbimbing secara baik dan dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dengan benar.Dalam kaitannya dengan metode mengajar, Slameto (1995) mengungkapkan bahwa metode latihan berstruktur ini merupakan kombinasi dari metode latihan dan metode pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kecakapan mental dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya melalui latihan yang dibuat secara berstruktur, sehingga siswa terlatih untuk berpikir secara lebih sistematis, logis, teliti, dan teratur .Selanjutnya Slameto (1995) menjelaskan tujuan metode latihan berstruktur secara khusus sebagai berikut:1. Siswa memiliki ketrampilan motorik/gesit seperti menghafal, menggunakan alat-alat dan lain-lain.2. Mengembangkan kecakapan intelektual seperti mengalikan, membagi, menjumlahkan dan mengurangi.3. Memiliki kemampuan menghubungkan antara suatu keadaan dengan hal yang lain seperti hubungan sebab akibat tujuan belajar.Apabila seorang guru akan menerapkan secara terpadu metode latihan berstruktur dan pengajaran langsung akan nampak pada saat membimbing siswa melakukan pengetahuan dan keterampilan secara terstruktur dan pada saat membimbing pelatihan lanjutan. Menurut Roestiyah (2001) menerapkan metode latihan berstruktur dalam pembelajaran sebaiknya memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:1.Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas yang dapat menanamkan pengertian pemahaman akan maksud dan tujuan latihan sebelum siswa melakukannya.2.Menggunakan latihan hanya untuk materi/konsep yang dilakukan secara otomatis siswa tanpa menggunakan pertimbangan yang mendalam seperti menghafal, menghitung dan lain-lain.3.Dalam latihan pendahuluan guru harus lebih dahulu harus menekankan pada diagnosa, karena pelatihan permulaan tersebut belum diharapkan siswa dapat menghasilkan keterampilan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran4.Guru harus memperhitungkan waktu atau masa latihan agar siswa tidak merasa bosan.Untuk melaksanakan pembelajaran ini digunakan model pembelajaran langsung. Dalam melaksanakan pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting yang dirangkum dalam tabel di bawah:FasePeran Guru1.Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

2.Mendemonstrasikan pengetahuan atau ketrampilan

3.Membimbing pelatihan

4.Mengecek pemahaman dan umpan balik

5.Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan1. Guru menjelaskan indikator pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran2.Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap3.Guru merencanakan dan membimbing pelatihan awal4.Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balikGuru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hariTabel 1. Sintaks (fase-fase) Model Pengajaran Langsung (Nur, 2000)4.Materi Bilangan Berpangkata.Pangkat bulat positifDefinisi: Apabila n adalah sebuah bilangan bulat positif dan a bilangan real maka didefinisikan sebagai perkalian n faktor yang masing-masing faktornya adalah a (Noermandiri dan Sucipto, 2000:2).Sifat-sifat bilangan dengan pangkat bulat positif (Noermandiri dan Sucipto: 2002:2-8)a)Sifat 1Jika m dan n adalah bilangan bulat positif dan a R, makab)Sifat 2Jika a (a 0) dan m dan n adalah bilangan bulat positif, maka:

c)Sifat 3Jika m dan n adalah bilangan bulat positif dan a R, makad)Sifat 4Jika n adalah bilangan bulat positif dan a,b R, makae)Sifat 5Jika n adalah bilangan bulat positif dan dan a,b R dan , makab.Pangkat 0 dan pangkat bulat negatifSifat-sifat bilangan dengan pangkat 0 dan pangkat bulat negatiff)Sifat 6Untuk setiap a bilangan real, dan a 0, maka berlakug)Sifat 7Untuk setiap bilangan real a dan bilangan bulat n, berlaku:.c.Pangkat tak sebenarnya (Harta, 2005:95-107)

, bentuk dengan m,n bilangan bulat dan n 1, dinamakan bilangan bulat berpangkat tak sebenarnya. Bilangan berpangkat tak sebenarnya adalah suatu bilangan yang bila ditarik akarnya menghasilkan suatu bilangan bulat yang berpangkat pecahan. Untuk , maka = 0 asalkan m dan n positif.d.Bilangan kuadrat sempurnaBilangan kuadrat sempurna adalah suatu bilangan yang apabila ditarik akarnya menghasilkan suatu bilangan bulat.e.Operasi pangkat tak sebenarnyaPenyederhanaan bentuk akarUntuk bilangan a dan b tidak negatif berlaku:

Perpangkatan dan perkalian bentuk akarUntuk a bilangan rasional dan m,n dan k adalah bilangan bulat berlaku

Pembagian bentuk akarUntuk b , a dan b bilangan tidak negatif, berlakudan5. Hipotesis Penelitian TindakanBerdasarkan kajian teori di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian tindakan yaitu :Melalui metode latihan berstruktur prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu pada pokok bahasan Bilangan Berpangkat dapat ditingkatkan.BAB IIIMETODE PENELITIAN1. Setting PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 6 Kulisusu pada tanggal 7 April sampai dengan 12 Mei 2008 semester genap tahun pelajaran 2007/2008.2 Faktor yang DitelitiAda beberapa faktor yang ingin diteliti untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:a.Faktor siswa; untuk melihat prestasi belajar siswa dalam mempelajari matematika.b.Faktor guru; untuk melihat bagaimana materi pelajaran dipersiapkan dan bagaimana teknik guru dalam menerapkan model pembelajaran problem posing.c.Faktor sumber belajar; untuk melihat apakah sumber pelajaran yang tersedia dapat mendukung pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan.3. Prosedur penelitianProsedur penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam 3 (tiga) siklus, dimana tiap-tiap siklus akan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai pada faktor-faktor yang diselidiki. Untuk dapat mengetahui prestasi siswa dalam belajar matematika, sebelum diberikan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes awal, sedangkan observasi adalah untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar matematika. Tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut:a.Perencanaan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:1)Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),2)Membuat lembar observasi,3)Menyiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep-konsep matematika yang baik.4)Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai oleh siswa.5)Menyiapkan jurnal untuk refleksi diri.b.Pelaksanaan tindakan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang termuat dalam RPP yang telah dibuat. Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:a.Siklus I1) PerencanaanKegiatan yang dilakukan selama perencanaan tindakan kelas dengan menerapkan metode latihan berstruktur dan pengajaran langsung pada siklus I yaitu:a)Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam kelasb)Menganalisis dan merumuskan masalah yang terjadi untuk dibenahi dalam pelaksanaan tindakanc)Merencanakan perbaikan atau perencanaan tindakan2). Pelaksanaan tindakanPelaksanaan tindakan atau pelaksanaan perbaikan mencakup 2 (dua) tahap yakni sebagai berikuta)Menyiapkan pelaksanaan tindakan yang terdiri dari beberapa langkah yaitu: (1) membuat rencana pembelajaran beserta skenario tindakan yang akan dilaksanakan, (2) menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan (3) menyiapkan cara mengambil dan menganalisis data yang berkaitan dengan proses dan hasil perbaikan, dan (4) peneliti menetapkan keyakinan untuk melaksanakan dan berkolaborasi dengan guru bidang studi Matematika dalam melakukan tindakan perbaikan.b)Melaksanakan tindakan dengan menerapkan secara terpadu metode latihan berstruktur pada materi pokok bilangan berpangkat (RPP 1 dan RPP 2).3). ObservasiPada tahap ini akan dilakukan observasi terhadap pelaksanakan tindakan melalui penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Di samping itu juga akan dilakukan evaluasi terhadap daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan pada materi pokok bilangan berpangkat (RPP1 dan RPP2). Hasil yang didapatkan pada observasi/evaluasi selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya.4). Refleksi dan tindak lanjutData-data yang diperoleh melalui observasi/evaluasi akan dikumpul dan dianalisis. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dilakukan kegiatan yaitu :a)Mengkaji perubahan-perubahan aktivitas dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa setiap individub)Melakukan analisis tentang tindakan yang telah diberikan, baik keunggulan maupun kelemahan/kegagalannyac)Menetapkan metode/strategi rencana perbaikan pada siklus selanjutnyad)Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah bila nilai yang dicapai siswa secara individu 6,5 dan secara kelompok 7,5(Usman, 1993:96).b. Siklus 21) PerencanaanKegiatan yang dilakukan selama perencanaan pada siklus 2 adalah:a)peneliti menetapkan/merumuskan kelebihan dan kekurangan yang telah dicapai dalam siklus 1b)peneliti meninjau/merevisi kembali Rencana pelaksanaan pembelajaran pada RPP 1 dan RPP 2.2)Pelaksanaan TindakanMelaksanakan pembelajaran dengan melaksanakan secara terpadu metode latihan berstruktur pada materi pokok bilangan berpangkat dan bentuk akar (RPP 3 dan RPP 4).3)Observasi/EvaluasiPada tahap ini akan dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan melalui penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Disamping itu juga akan dilakukan evaluasi terhadap daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan pada materi bilangan berpangkat dan bentuk akar (RPP 3 dan RPP 4). Hasil yang didapatkan pada observasi/evaluasi selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya.4)RefleksiData-data yang diperoleh melalui observasi/evaluasi dikumpul dan dianalisis. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dilakukan kegiatan yaitu :a)Mengkaji perubahan-perubahan aktivitas dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa setiap individub)Melakukan analisis tentang tindakan yang telah diberikan, baik keunggulan maupun kelemahan/kegagalannyac)Menetapkan metode/strategi rencana perbaikan pada siklus selanjutnyad)Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah bila nilai yang dicapai siswa secara individu 6,5 dan secara kelompok 7,5(Usman, 1993:96).c. Siklus 31) PerencanaanKegiatan yang akan dilakukan selama perencanaan pada siklus 3 adalah:a)peneliti menetapkan/merumuskan kelebihan dan kekurangan yang telah dicapai dalam siklus 2c)peneliti meninjau/merevisi kembali Rencana pelasanaan pembelajaran pada RPP 3 dan RPP 42)Pelaksanaan TindakanMelaksanakan pembelajaran dengan melaksanakan secara terpadu metode latihan berstruktur pada materi pokok bilangan berpangkat dan bentuk akar (RPP 5 dan RPP 6).3)Observasi/EvaluasiPada tahap ini akan dilakukan observasi terhadap pelaksanakan tindakan melalui penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Disamping itu juga akan dilakukan evaluasi terhadap daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan pada materi pokok bilangan berpangkat (RPP 5 dan RPP 6). Hasil yang didapatkan pada observasi/evaluasi selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya.4)RefleksiData-data yang diperoleh melalui observasi/evaluasi dikumpul dan dianalisis. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dilakukan kegiatan yaitu :a) Mengkaji perubahan-perubahan aktivitas dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa setiap individub) Melakukan analisis tentang tindakan yang telah diberikan, baik keunggulan maupun kelemahan/kegagalannyac) Menetapkan metode/strategi rencana perbaikan pada siklus selanjutnyad) Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah bila nilai yang dicapai siswa secara individu 65 dan secara kelompok 75(Usman, 1993:96).4. Model penelitian tindakan kelas

Gambar 1. Desain penelitian tindakan kelas (Jatmika, 2003: 9)

5. Cara pengambilan dataa.Sumber data dalam penelitian ini meliputi data dari siswa, guru, dan proses pembelajaranb.Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif meliputi: (a) aktivitas siswa selama proses pembelajaran, (b) pengelolaan pengajaran guru selama proses pembelajaran. Data kuantitatif adalah data hasil prestasi belajar siswa pada materi pokok bilangan berpangkat yang meliputi nilai pretest, nilai hasil belajar siklus 1, siklus 2, dan siklus 3 serta nilai posttestc.Cara pengambilan data dilakukan melalui: (a) untuk data aktivitas siswa diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa mengikuti pembelajaran, (b) data pengelolaan pengajaran oleh guru diperoleh dengan menggunakan lembar observasi terhadap pengelolaan pengajaran dan (c) data prestasi belajar siswa diperoleh melalui pretest, tes siklus 1, siklus 2 dan siklus 3 serta posttest6. Teknik analisis dataData-data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran distribusi hasil belajar Matematika yang diajarkan dengan penerapan metode latihan berstruktur baik melalui tes setiap siklusnya, pretest, maupun posttest. Adapun rumus yang digunakan yaitu:a.Penilaian hasil tesRentang nilai yang akan digunakan untuk tes obyektif dalam penelitian ini adalah 0 sampai dengan 100, maka penilaian dilakukan dengan menggunakan rumus:(Usman, 1993:136)

Menentukan nilai rata-rata(Sudjana, 1986:67)

Dengan = Nilai rata-rata= Nilai tiap-tiap siswan = Jumlah siswab.Standar deviasi

(Sudjana, 1986:95)c.Menghitung Persentase siswa yang gagal dalam mengikuti tes

(Usman, 1993:139)

d.Menentukan persentase peningkatan hasil belajar setelah diberikan pengajaran dengan penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur menggunakan rumus :

(Rusel, 1974: 23)

Dengan : P = Persentase peningkatan hasil belajarNi = Nilai siswa setelah diberikan pengajaran dengan penerapan secara terpadu metode latihan berstrukturNf = Nilai siswa sebelum diberikan pengajaran dengan penerapan secara terpadu metode latihan berstrukture.Menentukan persentase rata-rata peningkatan hasil belajar setelah diberikan pengajaran dengan penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur menggunakan rumus :

(Rusel, 1974: 94)

BAB IVDATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA.Data Hasil PenelitianData hasil belajar siswa dapat disajikan dalam tabel 4.1 berikut:Tabel 4.1. Data hasil belajar matematika pada pokok bahasan bilangan berpangkatNo UrutKode SiswaTes AwalSiklus ISiklus IISiklus IIITes Akhir

SkorNilaiSkorNilaiSkorNilaiSkorNilaiSkorNilai1AA723.33433.33758.33758.332066.672AE1240.00866.67975.00975.002273.333DE1136.67758.33758.33975.002480.004FR1033.33650.00866.67866.672066.675BR620.00866.67866.67975.002480.006AR620.00975.00866.67975.002376.677AS723.33650.00758.33866.671756.678EB1136.67758.33866.67975.002376.679ER1136.67866.67975.00975.002686.6710EK1446.67650.00758.33758.331756.6711EV826.67650.00758.33866.672376.6712FI826.67975.00975.001083.332686.6713HE1136.67866.671083.33975.002686.6714IR930.00866.67975.00975.002583.3315BO1136.67866.67758.33975.002273.3316AL1240.00975.001083.331191.672790.0017ASR723.33758.33758.33866.672066.6718AL826.67866.67975.00975.002480.0019SAM826.67758.33758.33975.002170.0020SY723.33650.00650.001083.332583.3321NA516.67433.33650.00758.331756.6722NI826.67758.33975.001083.332583.3323NO930.00650.00866.67975.002170.0024RA1033.33650.00758.33866.672273.3325SAM826.67758.33650.00975.002790.0026SAN723.33758.33758.33866.672170.0027SAR930.00866.67975.001083.332686.6728SRF1136.67758.33758.33975.002583.3329SEP1136.67866.67758.33975.001860.0030SRI1033.33758.33866.67866.672066.6731SYU1136.67433.33650.00975.002686.6732TON826.67866.67758.33866.672066.6733DA930.00758.331083.33975.002376.6734NIT1033.33975.00975.00866.672376.6735RAH930.00758.33758.33866.672170.0036NUR1033.33758.33866.67758.332066.67Rata-rata30.4658.8064.8172.2275.00Nilai Minimum16.6733.3350.0058.3356.67Nilai Maksimum46.6775.0083.3391.6790.00Standar Deviasi6.6710.909.7827.7159.644Varian44.54

118.8

95.68

59.52

93.02

Data diatas selanjutnya diklasifikasikan kedalam 5 kategori ( sangat rendah (SR), Rendah (R), Sedang (S), tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST)) yang disajikan dalam tabel 4.2Tabel 4.2 Pengkategorian Hasil Belajar MatematikaNo UrutKode SiswaTes AwalSiklus ISiklus IISiklus IIITes Akhir

NKNKNKNKNK1AA23.33SR33.33SR58.33S58.33S66.67T2AE40.00R66.67T75.00T75.00T73.33T3DE36.67SR58.33S58.33S75.00T80.00T4FR33.33SR50.00R66.67T66.67T66.67T5BR20.00SR66.67T66.67T75.00T80.00T6AR20.00SR75.00T66.67T75.00T76.67T7AS23.33SR50.00R58.33S66.67T56.67S8EB36.67SR58.33S66.67T75.00T76.67T9ER36.67SR66.67T75.00T75.00T86.67ST10EK46.67R50.00R58.33S58.33S56.67S11EV26.67SR50.00R58.33S66.67T76.67T12FI26.67SR75.00T75.00T83.33T86.67ST13HE36.67SR66.67T83.33T75.00T86.67ST14IR30.00SR66.67T75.00T75.00T83.33T15BO36.67SR66.67T58.33S75.00T73.33T16AL40.00R75.00T83.33T91.67ST90.00ST17ASR23.33SR58.33S58.33S66.67T66.67T18AL26.67SR66.67T75.00T75.00T80.00T19SAM26.67SR58.33S58.33S75.00T70.00T20SY23.33SR50.00R50.00R83.33T83.33T21NA16.67SR33.33SR50.00R58.33S56.67S22NI26.67SR58.33S75.00T83.33T83.33T23NO30.00SR50.00R66.67T75.00T70.00T24RA33.33SR50.00R58.33S66.67T73.33T25SAM26.67SR58.33S50.00R75.00T90.00ST26SAN23.33SR58.33S58.33S66.67T70.00T27SAR30.00SR66.67T75.00T83.33T86.67ST28SRF36.67SR58.33S58.33S75.00T83.33T29SEP36.67SR66.67T58.33S75.00T60.00S30SRI33.33SR58.33S66.67T66.67T66.67T31SYU36.67SR33.33SR50.00R75.00T86.67ST32TON26.67SR66.67T58.33S66.67T66.67T33DA30.00SR58.33S83.33T75.00T76.67T34NIT33.33SR75.00T75.00T66.67T76.67T35RAH30.00SR58.33S58.33S66.67T70.00T36NUR33.33SR58.33S66.67T58.33S66.67T

Keterangan:N = NilaiK = KategoriSR = Sangat rendahR = rendahS = SedangT = TinggiST = Sangat tinggiSelanjutnya pengkategorian hasil belajar direkapitulasi pada tabel 4.3Tabel 4.3 Rekapitulasi Pengkategorian Hasil Belajar MatematikaNoIntervalKategoriTes AwalSiklus ISiklus IISiklus IIITes Akhir

fP (%)fP (%)fP (%)fP (%)fP (%)10 - 39,9SR3391.6738.3300.0000.0000.00240 - 54,9R38.33719.44411.1100.0000.00355 - 65,9S00.001233.331438.89411.11411.11466 - 84,9T00.001438.891850.003186.112569.44585 - 100ST00.0000.0000.0012.78719.44Jumlah36100.0036100.0036100.0036100.0036100.00

Keterangan: f = frekuensi; P = persentaseDengan menerapkan syarat ketuntasan individual dengan nilai 65 dan ketuntasan klasikal dengan nilai 75%, maka diperoleh data ketuntasan hasil belajar siswa mulai dari tes awal sampai dengan tes akhir seperti disajikan pada tabel 5.4 berikut:

Tabel 4.5 Data Ketuntasan Belajar SiswaNo UrutKode SiswaTes AwalSiklus ISiklus IISiklus IIITes Akhir

NKNKNKNKNK1AA23.33BT33.33BT58.33BT58.33BT66.67T2AE40.00BT66.67T75.00T75.00T73.33T3DE36.67BT58.33BT58.33BT75.00T80.00T4FR33.33BT50.00BT66.67T66.67T66.67T5BR20.00BT66.67T66.67T75.00T80.00T6AR20.00BT75.00T66.67T75.00T76.67T7AS23.33BT50.00BT58.33BT66.67T56.67BT8EB36.67BT58.33BT66.67T75.00T76.67T9ER36.67BT66.67T75.00T75.00T86.67T10EK46.67BT50.00BT58.33BT58.33BT56.67BT11EV26.67BT50.00BT58.33BT66.67T76.67T12FI26.67BT75.00T75.00T83.33T86.67T13HE36.67BT66.67T83.33T75.00T86.67T14IR30.00BT66.67T75.00T75.00T83.33T15BO36.67BT66.67T58.33BT75.00T73.33T16AL40.00BT75.00T83.33T91.67T90.00T17ASR23.33BT58.33BT58.33BT66.67T66.67T18AL26.67BT66.67T75.00T75.00T80.00T19SAM26.67BT58.33BT58.33BT75.00T70.00T20SY23.33BT50.00BT50.00BT83.33T83.33T21NA16.67BT33.33BT50.00BT58.33BT56.67BT22NI26.67BT58.33BT75.00T83.33T83.33T23NO30.00BT50.00BT66.67T75.00T70.00T24RA33.33BT50.00BT58.33BT66.67T73.33T25SAM26.67BT58.33BT50.00BT75.00T90.00T26SAN23.33BT58.33BT58.33BT66.67T70.00T27SAR30.00BT66.67T75.00T83.33T86.67T28SRF36.67BT58.33BT58.33BT75.00T83.33T29SEP36.67BT66.67T58.33BT75.00T60.00BT30SRI33.33BT58.33BT66.67T66.67T66.67T31SYU36.67BT33.33BT50.00BT75.00T86.67T32TON26.67BT66.67T58.33BT66.67T66.67T33DA30.00BT58.33BT83.33T75.00T76.67T34NIT33.33BT75.00T75.00T66.67T76.67T35RAH30.00BT58.33BT58.33BT66.67T70.00T36NUR33.33BT58.33BT66.67T58.33BT66.67T

014183232

038.8950.0088.8988.89

36223618364364

Selain data-data diatas, masih ada lagi data yaitu data tentang peningkatan hasil belajar dari siklus ke siklus maupun dari tes awal ke tes akhir seperti disajikan pada tabel 4.5 berikut:Tabel 4.5. Peningkatan Hasil Belajar SiswaNo UrutKode SiswaPeningkatan dari

S - 1 ke S - 2S - 2 ke S - 3Tes awal Ke Tes Akhir

N1N2P12N2N3P23N. awalN. AkhirPeningkatan1AA33.3358.3375.0058.3358.330.0023.3366.67185.712AE66.6775.0012.5075.0075.000.0040.0073.3383.333DE58.3375.0028.5758.3375.0028.5736.6780.00118.184FR50.0066.6733.3366.6766.670.0033.3366.67100.005BR66.6775.0012.5066.6775.0012.5020.0080.00300.006AR75.0075.000.0066.6775.0012.5020.0076.67283.337AS50.0066.6733.3358.3366.6714.2923.3356.67142.868EB58.3375.0028.5766.6775.0012.5036.6776.67109.099ER66.6775.0012.5075.0075.000.0036.6786.67136.3610EK50.0058.3316.6758.3358.330.0046.6756.6721.4311EV50.0066.6733.3358.3366.6714.2926.6776.67187.5012FI75.0083.3311.1175.0083.3311.1126.6786.67225.0013HE66.6775.0012.5083.3375.00-10.0036.6786.67136.3614IR66.6775.0012.5075.0075.000.0030.0083.33177.7815BO66.6775.0012.5058.3375.0028.5736.6773.33100.0016AL75.0091.6722.2283.3391.6710.0040.0090.00125.0017ASR58.3366.6714.2958.3366.6714.2923.3366.67185.7118AL66.6775.0012.5075.0075.000.0026.6780.00200.0019SAM58.3375.0028.5758.3375.0028.5726.6770.00162.5020SY50.0083.3366.6750.0083.3366.6723.3383.33257.1421NA33.3358.3375.0050.0058.3316.6716.6756.67240.0022NI58.3383.3342.8675.0083.3311.1126.6783.33212.5023NO50.0075.0050.0066.6775.0012.5030.0070.00133.3324RA50.0066.6733.3358.3366.6714.2933.3373.33120.0025SAM58.3375.0028.5750.0075.0050.0026.6790.00237.5026SAN58.3366.6714.2958.3366.6714.2923.3370.00200.0027SAR66.6783.3325.0075.0083.3311.1130.0086.67188.8928SRF58.3375.0028.5758.3375.0028.5736.6783.33127.2729SEP66.6775.0012.5058.3375.0028.5736.6760.0063.6430SRI58.3366.6714.2966.6766.670.0033.3366.67100.0031SYU33.3375.00125.0050.0075.0050.0036.6786.67136.3632TON66.6766.670.0058.3366.6714.2926.6766.67150.0033DA58.3375.0028.5783.3375.00-10.0030.0076.67155.5634NIT75.0066.67-11.1175.0066.67-11.1133.3376.67130.0035RAH58.3366.6714.2958.3366.6714.2930.0070.00133.3336NUR58.3358.330.0066.6758.33-12.5033.3366.67100.00Rata-Rata58.8072.2226.6864.8172.2213.2230.4675.00157.38

Keterangan:N1 = nilai siklus 1P12 = Peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2

N2 = Nilai siklus 2P23 = Peningkatan dari siklus 2 ke siklus 3

N3 = Nilai Siklus 3

B.Deskriptif Hasil Penelitian1.Deskriptif nilai tes awalDari hasil tes yang telah dilakukan sebelum pembelajaran dengan menerapkan metode latihan berstruktur dapat diperoleh nilai minimum 16,17; nilai maksimum 46,67; rata-rata 30,46; standar deviasi 6,67 dan varian 44,54. hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Sedangkan berdasarkan hasil pengkategorian dari nilai tes awal yang diperoleh siswa dapat disajikan pada gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Deskripsi hasil belajar siswa sebelum menerapkan metode latihan berstruktur (tes awal).

2.Deskripsi Aktifitas Siswa dan Hasil Belajar SiswaBerdasarkan hasil pengamatan terhadap nilai perolehan siswa pada tiap siklusnya, diperoleh gambaran bahwa pada siklus I dengan menerapkan metode latihan berstruktur dapat diperoleh nilai minimum 33,33; nilai maksimum 75,00; rata-rata 58,80 standar deviasi 10,9 dan varian 118,8. Dari hasil pengkategorian nilai sebagaimana disajikan pada tabel 4.3 diperoleh nilaik formatif siswa bila digambarkan peningkatannya seperti pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Deskripsi Pengkategorian Nilai Formatif Siswa Melalui Metode Latihan Berstruktur

Pada siklus I dijumpai 14 dari 36 siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan hasil belajar secara individual, sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar hanya mencapai 38,89%. Hal ini menunjukkan bahwa siklus I belum dinyatakan tuntas secara klasikal. Oleh karena itu dilanjutkan pada siklus berikutnya (siklus II). Hal ini terjadi karena metode latihan berstruktur merupakan metode pembelajaran baru bagi mereka.Pada siklus II dijumpai 18 dari 36 orang telah mencapai ketuntasan belajar secara individual, sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar hanya mencapai 50%. Ini berarti siklus II belum dinyatakan tuntas secara klasikal. Oleh karena itu perlu dilanjutkan lagi pada siklus berikutnya (Siklus III), tetapi meskipun demikian telah terlihat adanya peningkatan ketuntasan belajar baik secara individu maupun secara klasikal hanya saja hasilnya belum memuaskan. Pada siklus III dijumpai 32 dari 36 orang telah mencapai ketuntasan belajar secara individual, sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar telah mencapai 88,89%. Hal ini berarti sampai pada siklus III siswa dapat dinyatakan tuntas secara klasikal dalam pembelajaran.3.Deskripsi Nilai AkhirDari hasil tes yang telah dilakukan sesudah pembelajaran dengan menerapkan metode latihan berstruktur (Tes Akhir) dapat diperoleh nilai minimum 58,33; nilai maksimum 91,67; rata-rata 72,22; standar deviasi 7,71 dan varian 59,52. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada 4.1, sedangkan berdasarkan hasil pengkategorian dari nilai tes akhir yang diperoleh siswa dapat disajikan pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3. Deskripsi hasil belajar siswa sesudah menerapkan metode latihan berstruktur (Tes Akhir)

Secara grafik perbandingan antara nilai perolehan hasil belajar siswa sebelum (Tes Awal) dan sesudah (Tes Akhir) pembelajaran dengan menerapkan metode latihan berstruktur dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4. Deskripsi Perbandingan Hasil Belajar Siswa Sebelum Dan Sesudah Pembelajaran Dengan Menerapkan Metode Latihan Berstruktur

C.Hasil Pelaksanaan Tindakan1.PendahuluanSebelum melakukan tindakan dalam penelitian ini, peneliti melakukan pertemuan awal dengan guru-guru matematika kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu. Pada pertemuan tersebut peneliti melakukan wawancara singkat terhadap guru untuk mengetahui sejauh mana pengalaman dalam melaksanakan pengajaran matematika di kelas VIII, serta untuk mengetahui model pembelajaran yang digunakan. Dari hasil wawancara tersebut peneliti memperoleh informasi bahwa prestasi belajar siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN matematika mereka masih rendah yaitu 5,0. Selain wawancara yang dilakukan dengan guru, maka peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa mereka menyatakan bahwa mereka merasa kurang semangat dalam belajar.Melihat kondisi tersebut, maka kami sebagai peneliti mengadakan observasi awal terhadap proses pembelajaran di sekolah pada