bab ii kajian pustaka 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/59827/3/bab ii.pdf · disebabkan oleh proses...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anemia
2.1.1 Pengertian
Anemia adalah kondisi tubuh mengalami penurunan kadar hemoglobin
hingga kurang dari batas normal. Akibat menurunnya hemoglobin yakni adanya
penurunan transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan perifer (Taber &
Supriyadi, 1994).
2.1.2 Jenis-jenis Anemia
Berdasarkan Pringgodigdo (2012), Anemia terbagi atas :
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan kurangnya kadar
zat besi dalam tubuh. Baughman dan Hackley (2000) menjelaskan bahwa anemia
defisiensi besi merupakan tipe anemia yang paling umum, ditemukan pada pria
dan wanita pasca-menopause karena perdarahan dan malabsorpsi.
b. Anemia Hemolitik
Handayani dan Haribowo (2008) menjelaskan anemia hemolitik
disebabkan oleh proses hemolysis yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya.
c. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam
sumsum tulang. Keadaan ini disebabkan oleh hematomyelopoisis abnormal yang
disebabkan defisiensi vitamin B12 dan/atau asam folat (Firani, 2018).
7
d. Anemia Makrositik dan Mikrositik
Keadaan dimana ukuran eritrosit lebih besar atau lebih kecil dari normal
(Patrick, 2005).
e. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh
defek molekul hemoglobin dan berkenaan dengan serangnya nyeri.
2.2 Tanaman Chaya (Cnidoscolus aconitifolius)
2.2.1 Taksonomi Tanaman Chaya (Cnidoscolus aconitifolius)
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malpighiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Cnidoscolus
Spesies: Cnidoscolus aconitifolius (Kubitzki, 2014)
Gambar 2.1 Tanaman Chaya (Dokumentasi Pribadi, 2019)
2.2.2 Morfologi Tanaman Chaya (Cnidoscolus aconitifolius)
Chaya merupakan tanaman yang memiliki nama familiar papaya jepang
atau tree spinach. Abdala-Roberts dan Parra-Tabla (2005) menjelaskan morfologi
daun chaya yakni, panjang tangkai daun 10 – 20 cm; satu daun terdiri atas 3 – 7
8
lobus; tanaman monoceius (pistillate dan staminate terpisah); bunga cabang
dikotom; panjang tangkai bunga 15-40cm; memiliki trikoma. Sedangkan Ebeye,
et al. (2015) menjelaskan bahwa tanaman chaya memiliki tinggi sampai 6 meter,
daun sangat hijau, batang bergetah berwarna putih susu, bunga berbentuk payung
(cymes) dan berwarna putih, habitat pada padang savana dan wilayah tropis.
Gambar 2.2 Cabang Bagian Daun Atas dan Reproduksi
(Van Welzen & Fernández-Casas, 2017)
Keterangan:
a. Bagian atas (daun dan reproduksi)
b. Nektar extrafloral yang berada pada ujung tangkai daun (petiole)
c. Penampakan bawah Stipula (daun penumpu) dengan trikoma
d. Penampakan atas Stipula (daun penumpu) dengan trikoma
e. Tunas staminate (stamen)
f. Androecium (kumpulan stamen)
9
g. Pistillate (putik)
h. Helai mahkota bunga pada pistillate
i. Gynoecium dan staminodes
j. Buah
k. Biji pada penampakan depan
l. Biji pada penampakan belakang
m. Biji pada penampakan melintang
n. Permukaan biji.
2.2.3 Varietas Chaya (Cnidoscolus aconitifolius)
Gambar 2.3 Varietas Chaya (Ross-ibarra & Molina-cruz, 2002)
Chaya memiliki empat varietas yang terdiri atas Estrella, Picuda,
Chayamansa, dan Redonda. Ross-ibarra dan Molina-cruz (2002) menjelaskan
perbedaan keempat varietas yakni:
Estrella : daun menjari dengan lobus berbentuk dentate, daun tidak tumpang
tindih, persebaran di wilayah Veracruz, Guatemala, dan Yucatan.
10
Picuda : daun memiliki lima sampai sembilan lobus yang rapat berbentuk
pinnatifid tajam, terdapat duri pada daun, persebaran di wilayah Guatemala,
Amerika Tengah dan Selatan. Persebaran cnidoscolus terutama varietas Picuda
di Asia dimulai dari Filipina hingga Malesia.
Chayamansa : daun terdiri atas lima lobus yang tumpang tindih (tiga lobus
nampak dan dua lainnya tertindih), memiliki duri pada daun, persebaran di
wilayah Yucatan, Veracruz, dan Guatemala.
Redonda : daun terdiri atas tiga lobus, memiliki duri sedikit pada daun,
persebaran di Yucatan, Veracruz, dab Guatemala.
2.2.4 Kandungan Chaya (Cnidoscolus aconitifolius)
Bahan yang terkandung pada tanaman chaya yakni, protein, vitamin (A, B,
dan C), iron, potassium, dan karoten (Ebeye, et al., 2015). Tabel 2.1 menunjukkan
kandungan tanaman chaya (mg) dalam 100 gram daun chaya.
Tabel 2.1 Kandungan Daun Chaya Parameters LPC Cooking Sundrying Mean CV
Na 83,45 45,21 68,52 65,73 29,4
K 125,45 69,22 105,5 100,1 28,5
Ca 63,49 34,79 43,22 47,17 31,2
P 158,56 96,59 126,56 127,3 24,3
Mg 43,58 20,31 22,51 28,8 44,4
Zn 74,12 36,03 47,84 52,66 37
Fe 53,69 39,41 48,58 47,23 15,3
Cu 0,29 2,03 2,38 1,57 71,3
Mn 0,18 0,06 0,39 0,21 76,2
(Sumber: Aye, 2012)
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa perbeedaan penyajian daun Chaya
mempengaruhi kandungan dalam daun Chaya. Pada tabel diatas, dilakukan proses
berbeda-beda untuk mengetahui kandungan daun Chaya. Proses yang digunakan
antara lain, Leaf protein concentration (LPC), dimasak, dan dikeringkan,
11
menunjukkan perbedaan kandungan pada masing-masing proses penyajian.
Kandunga pada proses penyajian dengan LPC merupakan yang terbanyak diantara
semua proses kecuali zat Cu dan Mn.
2.3 Hemoglobin
Hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit yang menyebabkan
eritrosit berwarna merah. Sumardjo (2009), menjelaskan bahwa darah terdiri atas
dua komponen, yakni komponen atau substansi padat (eritrosit, leukosit, dan
trombosit) dan substansi cair (plasma darah yang tersusun atas air dan senyawa
kimia). Kadar hemoglobin normal pada ditunjukkan pada table 2.2.
Tabel 2.2 Kadar Normal Hemoglobin
Usia Hb (g/dl)
Balita (12-59 bulan) 11,0
Anak (5-12 tahun) 12,0
Laki-laki ≥ 15 tahun 13,0
Perempuan 15-49 tahun 12,0
Ibu hamil 11,0
(Sumber: Lestari & Helmyati, 2018)
2.3.1 Struktur Hemoglobin
Hemoglobin disusun oleh protein globin dan heme yang mempunyai inti
berupa zat besi. Hem atau heme atau hema adalah senyawa yang terdiri atas atom
zat besi dan suatu cincin plana besar yaitu profirin (Sandjaja, 2009). Marks, et al.
(2000), menjelaskan bahwa hemoglobin dapat berada pada kondisi tegang (T)
yang inaktif dan rileks (R) yang aktif. Hemoglobin menolak mengikat oksigen
dalam keadaan inaktif, sehingga pengikatan oksigen pertama ke subunit
hemogobin deoksigenasi diperlukan energi yang cukup banyak. Hemoglobin lebih
mudah mengikat oksigen dalam keadaan aktif, atau ketika keadaan deoksigenasi
salah satu subunit telah mengikat oksigen. Struktur protein globin tersusun atas
sepasang globin alfa dan sepasang globin beta (gb. 2.4). Rantai globin alfa
12
tersusun atas 141 asam amino, sedangkan beta 146 asam amino. Protein globin
disintesis berdasarkan informasi genetik (Salam, 1994).
Gambar 2.4 Rantai alfa dan beta hemoglobin (Marks, et al., 2000)
2.3.2 Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin memiliki fungsi utama sebagai transport oksigen. (teknik
procedural keperawatran) menjelaskan proses transport oksigen yakni apabila
oksigen telah berdifusi dari alveolus ke dalam darah paru, maka oksigen
ditranspor dalam bentuk gabungan HbO2 ke kapiler jaringan, oksigen dilepas
untuk digunakan sel. Dalam sel, oksigen bereaksi dengan reaksi metabolisme dan
menghasilkan karbondioksida, karbon dioksida masuk ke kapiler jaringan dan
ditransfer kembali ke paru dan dibuang melalui napas. Sumardjo (2009)
menyatakan bahwa afinitas hemoglobin terhadap CO lebih besar daripada afinitas
hemoglobin terhadap O2, sehingga lebih suka mengikat CO. Daya afinitas
hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
pH darah;
kadar CO2 darah;
kadar 2,3 difosfogliserat;
temperature tubuh
13
2.4 Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan komponen yang ada dalam hemoglobin, mioglobin,
sitokrom, enzim katalase, dan peroksidase. Zat besi memiliki dua bentuk aktif
yakni protein heme dan non-heme. Protein hem berada pada hemoglobin,
mioglobin, dan sitokrom, sedangkan protein non-heme berada pada metaloenzim
yang mengandung besi. Peran utama zat besi sebagai pembentuk hemoglobin
(Sears & Sears, 2003). Zat besi merupakan “center” pada struktur hemoglobin
yang disebut heme.
Gambar 2.5 Fe dalam Struktur Hemoglobin
(Vorburger & McGrayne, 2000)
2.4.1 Fungsi Zat Besi
Fungsi zat besi pada umumnya sebagai respirasi dalam sel. Fungsi zat besi
penting dalam transpor dan penyimpanan oksigen, dalam proses transfer elektron
di mitokondria, dan dalam berbagai reaksi oksidasi dan reduksi dalam tubuh
(Uwe, 2012). Pemenuhan kebutuhan dalam pembentukan hemoglobin, zat besi
yang berasal dari pemecahan sel darah merah dimanfaatkan kembali dan
kekurangannya dipenuhi dan diperoleh melalui makanan (Adriani & Wijatmadi,
2016).
2.4.2 Kebutuhan Zat Besi
Kebutuhan zat besi tiap orang berbeda. Kelebihan dan kekurangan zat
absorpsi akan menimbulkan penyakit, seperti anemia defisiensi besi. Uwe (2012)
14
menyebutkan angka kecukupan gizi harian (RDA) untuk besi didasarkan pada
pencegahan defisiensi besi dan pemeliharaan kecukupan simpanan besi.
Tabel 2.3 Recommended Dietary Allowances (RDA) Zat Besi
(Sumber: Muchtadi, et al., 1993)
2.4.3 Absorbsi Zat Besi
Absorpsi atau penyerapan zat besi oleh usus sangat rendah dan
dipengaruhi oleh bentuk besi dalam makanan (ferri atau ferro). Absorpsi besi
dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat. Buku
Metabolisme gizi ) menyebutkan zat-zat penghambat absorpsi besi yakni, asam
fitrat, asam oksalat, tanin. Absorpsi zat besi juga dapat dipercepat dengan adanya
beberapa faktor. Adriani dan Wijatmadi (2016) menyebutkan bahwa vitamin C
dan protein merupakan faktor pendukung absorpsi zat besi. Vitamin C
meningkatkan absorpsi zat besi sampai empat kali. Vitamin C dengan zat besi
mebentuk senyawa askorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi.
2.4.4 Metabolisme Zat Besi dalam Darah
Tahap-tahap penyerapan zat besi (Adriani & Wijatmadi, 2016), yaitu:
1) Zat besi dalam makanan (bentuk ferri atau ferro) mengalami proses
pencernaan;
2) Fe3+ (ferri) di usus larut dalam asam lambung kemudian diikat oleh gastroferin
dan direduksi menjadi Fe2+ (ferro);
Kategori Usia (thn) Besi (mg)
Bayi 0,0-0,5
0,5-1,0
10
15
Anak-anak 1-3
4-6
7-10
15
10
10
Laki-laki 11-14
15-18
19-22
23-50
51+
18
18
10
10
10
Wanita 11-14
15-18
19-22
23-50
51+
18
18
18
18
10
Ibu Hamil 27
Menyusui 9
15
3) Ferro (Fe2+) dalam usus dioksidasi menjadi ferri (Fe3+) . Ferro (Fe2+) berikatan
dengan apoferritin dan kemudian ditransformasi menjadi ferritin,
membebaskan ferro (Fe2+) ke dalam plasma darah.
4) Ferro (Fe2+) dioksidasi menjadi ferri (Fe3+) dan berikatan dengan transferin;
5) Transferin mengangkut ferro (Fe2+) ke dalam sumsum tulang untuk bergabung
membentuk hemoglobin.
6) Transferin mengangkut ferro (Fe2+) ke tempat penyimpanan besi dalam tubuh
(hati, tulang, limpa), kemudian dioksidasi menjadi ferri (Fe3+). Ferri (Fe3+)
bergabung dengan apoferritin membentuk feritin untuk kemudia disimpan.
Besi dalam plasma seimbang dengan yang disimpan.
2.5 Natrium Nitrit (NaNO2)
Natrium nitrit adalah zat tambahan pangan yang digunakan sebagai
pengawet pada pengolahan daging, senyawa ini sagat penting dalam mencegah
pembusukan sehingga dapat disimpan dalam waktu lama dalam transportasi dan
distribusi produk daging. Taufiqurrohman (2016) menjelaskan bahwa Nitrit yang
sebagai oksidator kuat, dapat mengambil elektron dari bahan kimia lain. Ikatan
kimia yang terbuat dari elektron akan bereaksi dengan nitrit yang merupakan
oksidator kuat. Akibatnya, nitrit akan mencegah bakteri tumbuh pada daging.
Konsumsi nitrit berlebih dapat menimbulkan dampak negatif. Widmer
(2006) menjelaskan bahwa nitrit yang bergabung dengan protein menghubungkan
ke nitrosamin, dimana nitrosamin menyebabkan kanker. Kadar maksimum nitrit
yang diperbolehkan berdasarkan peraturan BPOM No. 36 tahun 2013 yakni 30
mg/kg untuk olahan daging, dan 20 mg/kg untuk olahan keju (BPOM RI, 2013).
2.6 Tikus Wistar (Rattus novergicus)
2.6.1 Klasifikasi Tikus Wistar (Rattus novergicus)
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mamalia
Ordo: Rodentia
Famili: Muridae
Genus: Rattus
16
Spesies: Rattus novergicus (Sadgala, 2010).
Gambar 2.6 Tikus Wistar (Fauziyah, 2016)
Hewan coba atau hewan model adalah hewan yang sering digunakan
sebagai uji praklinis sebelum diaplikasikan kepada manusia. Hewan coba yang
biasa digunakan, yakni marmut, kelinci, unggas, tikus, ikan. Tempat dan cara
inokulasi atau suntikan pada hewan coba, yaitu:
a. Intradermal atau intrakutan : daerah perut;
b. Subkutan: daerah lipatan paha;
c. Intramusular: di paha belakang dan samping dada;
d. Intraperitonea;: daerah perut;
e. Intravena: kelinci (telinga), marmut (vena permukaan belakang atau kaki
belakang, dan vena jugularis leher), Tikus (vena jugularis externa atau vena
lateralis pada ekor) (Ratnasari, 2018).
Tikus wistar adalah hewan coba vertebrata yang sering digunakan peneliti.
Tikus wistar dikembangkan di Wistar Institute tahun 1906, tikus ini dibiakkan
hingga sekarang, karena ideal sebagai hewan coba untuk berbagai tujuan
penelitian (Kurniawan, et al., 2018). Pemilihan tikus sebagai hewan coba karena
telah diketahui secara pasti tentang biologis dan gen hewan tersebut, sehingga
mudah dilakukan kontrol perlakuan.
Salah satu parameter pokok praklinik adalah darah, karena darah
membawa substansi hasil metabolisme ke seluruh tubuh. Profil darah merupakan
data atau nilai hematologi yang diperoleh untuk memeriksa status kesehatan
sebagai nilai awal atau kontrol dalam penelitian.
17
2.7 Hubungan Ekstrak Daun Chaya terhadap Peningkatan Kadar
Hemoglobin (Hb)
Ekstraksi merupakan salah satu teknik kimia yang digunakan untuk
memisahkan analit atau komponen dari sampel dengan menggunakan pelarut yang
sesuai (Leba, 2017). Tujuan metode ekstrak pada daun chaya untuk memisahkan
komponen zat aktif atau senyawa kimia yang ada dengan menggunakan pelarut.
Zat aktif yang terdapat dalam daun chaya yang berperan penting meningkatkan
kadar hemoglobin adalah zat besi (Fe) dan vitamin C yang berfungsi mempercepat
absorpsi zat besi. Besi dan protein adalah unsur utama pembentuk hemoglobin,
sedangkan zat gizi lain seperti vitamin C, vitamin B6, dan zink berperan sebagai
katalisator (Toto, nur aini, & nurul laily, 2018).
Pemberian ekstrak daun chaya dengan berbagai konsentrasi terhadap tikus
anemia, bertujuan untuk menambah kadar hemoglobin tikus dengan adanya
kandungan yang mendukung penambahan kadar hemoglobin. Zat besi merupakan
bagian heme dalam hemoglobin, sehingga konsumsi makanan mengandung zat
besi dapat meningkatkan produksi hemglobin dalam sumsum tulang belakang.
Vitamin C akan mempercepat absorpsi zat besi di duodenum, sehingga zat besi
dapat lebih mudah disederhanak dan berikatan dengan transferrin dalam plasma
darah ketika proses penyerapan sari makanan terjadi. Trasnferrin pembawa zat
besi menuju sumsum tulang belakang untuk selanjutnya memproduksi
hemoglobin.
2.8 Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala hal yang memfasilitasi seseorang untuk
mendapatkan pengalaman. Sumber belajar berasal dari dua kata yakni sumber dan
belajar, sumber berarti asal atau awal mula, sedangkan belajar adalah proses
mencari pengalaman (Satrianawati, 2018). Sumber belajar adalah segala sesuatu
(benda, data, fakta, ide, orang, dan lain sebagainya) yang bisa menimbulkan
proses belajar (Prastowo, 2018).
Penelitian yang dilakukan peneliti menghasilkan informasi baru yang
dapat dijadikan sumber belajar oleh peserta didik. Materi yang dapat
dikembangkan sesuai penelitian yang dilakukan yakni, pemanfaatan
18
keanekaragaman hayati Indonesia. Materi tersebut memiliki indikator pencapaian
yakni siswa mampu menganalisis dan menjelaskan pemanfaatan keanekaragaman
hayati terutama di lingkungan sekitarnya dengan menerapkan sikap ilmiah. Hasil
penelitian menjadi informasi baru bagi siswa dan sikap ilmiah didapatkan dari
langkah-langkah yang telah dilakukan peneliti untuk memperoleh hasil dalam
penelitian.
19
+ Plasma
Sumsum Tulang Belakang
Dalam darah
2.9 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dituliskan secara skematis,
sebagai berikut:
Gambar 2.7 Kerangka Konseptual
ion Fe tidak ada/berkurang dalam Hb
Hb Berkurang (Anemia Hb < 11,1
mg/l)
Pemberian ekstrak daun chaya berbagai konsentrasi
0,35; 0,70; 1,05; dan 1,40 gr/ml/200BB
Zat Besi
(Fe)
Vitamin C
Membantu
mengabsorpsi
zat besi (Fe)
Absorbsi Fe di usus halus
Apotransferrin
Tikus NaNO2 (4,25 mg/ml/ekor) NO2
Fe dalam HbO Hb-(NO2) 2+O2
(NO2
Fe2+
Transferrin-Fe Cadangan Zat Besi
Fe2+ Hem
Hem + Goblin
Hb
20
2.10 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh terhadap pemberian ekstrak daun chaya (Cnidoscolus
aconitifolus) terhadap peningkatan kadar hemoglobin tikus wistar jantan
(Rattus novergicus) anemia.