bab ii insyaallah bener.docx
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP PENGETAHUAN
1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar
menjawab pertanyaan “what” (Notoatmojo, 2010)
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil
pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi
pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu.
(Nashrulloh, 2009)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia terhadap sesuatu atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu . Pengetahuan
dapat terwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula
objek yang dapat dipahami oleh manusia yang berbentuk ideal atau yang
bersangkutan dengan masalah kejiwaan. (Notoatmojo, 2010)
1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2003:144-146) pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
Contoh : Dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
protein pada anak balita.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi dapat manjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam
perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur oranisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat
menggabarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthetist)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atu menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara
anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi,dapat
menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan
sebab-sebab itu tidak mau ikut KB, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.
1.3 Sumber- sumber Pengetahuan
Menurut Nursalam dan Siti Pariani (2001:9) ada 6 sumber pengetahuan
manusia:
a. Tradisi
Dengan adat istiadat kita dan profesi keperawatan , bebrapa pendapat
diterima sebagai sesuatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan
banyak permasalahn dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi
adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjurkan untuk
memulai mencoba memcahkan masalah. Akan tetapi, tradisi mungkin
terdapat kendala untuk kebutuhan manusia karena beberapa tradisi begitu
melekat sehingga validitas, manfaat dan kebenarannya tidak pernah dicoba
diteliti. Disamping itu tradisi tidak cocok dengan keadaan mayarakat
Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi. Misalnya : bidan membantu
klien untuk mandiri dan mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya sesuai yang diinginkannya.
b. Autoritas
Dalam masyarakat yang semakin majemuk, adanya suat autoritas
seseorang dengan keahlian trtentu. Psien memerlukan perawat atau dokter
dalam lingkup medik, orang dengan masalah hukum tergantung pengacara,
murid tergantung dengan dosen atau instruktur atau buku. Ketergantungan
terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena kita tidak dapat
secara otomatis menjadi seorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahna
yang dihadapi. Akan tetapi, seperti halnya tradisi, jika keahliannya
tergantung dari penglaman pribadi, sering pengetahuannya tidak teruji secara
ilmiah.
c. Pengalaman seseorang
Kita semua memecahan suatu permasalahan berdasarkan observasi
dan pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan yang penting
dan bermanfaat. Kemampun untuk menyimpulkan, mengetahui aturan, dan
membuat prediksi berdasarkan observasi adalah penting bagi penalaran
manusia. Akan tetapi, pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan
pemahaman : (1) setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk
membuat kesimpulan yang valid tentang situasi, (2) pengalaman seseorang
diwarnai degan penilain yang bersifat subjektif.
d. Trial dan Error
Kadang-kadang kita menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan
kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui trial and error.
Meskipun pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis,sering tidak
efisien. Metode ini cenderung ke suatu resiko yang tinggi, penyelesaiannya
untuk beberapa hal mungkin idiosyentric.
e. Alasan yang logis
Kita sering menyelesaikan suatu masalah berdasarkan proses
pemikiran yang logis. Pemikiran ini merupakan komponen yang penting
dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas
karena validitas alasan deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang
memulai, dan alasan tersebut mungkin tidak efisien untuk mengevaluasi
akurasi permasalahan.
f. Metode Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari
suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan
sistematis serta dalam mengumpulkan dan menganalisa datanya didasarkan
pada prinsip validitas dan reliabilitas. Metoode ini jika dikobinasi dengan
pemikiran yang logis baik dengan pendekatan induktif dan deduktif,
sehingga akan mampu menciptakan suatu sistem problem solvin yang lebih
akurat dan tepat dari pada tradisi, autoritas, pengalaman dan trial and error.
2. KONSEP MOBILISASI DINI
2.1 Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di
tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk peregangan atau belajar
berjalan (Soelaiman, 2000).
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini
merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu
esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari kedua defenisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah upaya mempertahankan kemandirian
sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologis.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki tungkai bawah sesegera mungkin biasanya dalam waktu 6
jam (Gallagher, 2004).
2.2 Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito, (2000) mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang Gerak Pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan.
2.3 Manfaat Mobilisasi
Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah :
Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation . Dengan
bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot
perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan
demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,
mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
Dengan bergerak akan merangsang peritaltik usus kembali normal. Aktifitas
ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat
anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih
misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan
bisa merawat anaknya dengan cepat.
Mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi
sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya thrombosis dan
tromboemboli dapat dihindari. Menurut (Gallagher, 2004) walaupun pada
tahap awal pasca persalinan ibu tidak ingin bangkit dari tempat tidur, tetapi
kembali bergerak sangat disarankan bagi para ibu pasca seksio sesarea.
Operasi dan anastesi menyebabkan pneumonia sehingga sangat penting untuk
mobilisasi.
Mobilisasi dapat meningkatkan fungsi paru-paru semangkin dalam nafas
yang ditarik, semangkin meningkat sirkulasi darah. Hal tersebut memperkecil
resiko pembentukan gumpalan darah, meningkatkan fungsi pencernaan dan
menolong saluran pencernaan agar mulai bekerja lagi. Dalam 6-8 jam tenaga
medis akan menolong ibu untuk melakukan mobilisasi seperti duduk ditempat
tidur, duduk di bagian samping tempat tidur, dan mulai berjalan jarak pendek,
Semangkin cepat ibu bisa bergerak kembali proses menyusui dan merawat
anak juga semangkin mudah.
2.4 Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik
sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan
salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan
baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal
dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh
darah yang terbuka.
Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan
menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus. Menurut (Fundamental,2006) Seorang ibu jika
tidak melakukan mobilisasi dapat mengganggu fungsi metabolik normal,
yaitu: laju metabolik, metabolisme karbahidrat, lemak protein, katidak
seimbangan dan elaktrolit, ketidak seimbangan kalsium,dan gangguan
pencernaan.keberadaan proses infeksius pada pasien yang tidak melakukan
mobilisasi mengalami peningkatan BMR (Basal Metabolik Rate) diakibatkan
karena demam atau penyembuhan luka. Demam dan penyembuhan luka
meningkatkatkan kebutuhan oksigen seluler. Pada ibu yang tidak melakukan
mobilisasi juga terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, penggumpalan
darah pada ekstermitas bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor
tersebut mengakibatkan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan
curah jantung yang terlihat pada tekanan darah. Seorang ibu juga beresiko
terjadi pembentukan trombus, trombus adalah akumulasi trombosit, fibrin,
faktor- faktor pembekuan darah dan elemen sel- sel darah yang menempel
pada bagian anterior vena atau arteri, kadang- kadamg menutup lumen
pembuluh darah.
2.5 Mobilisasi Dini pada Ibu post partum normal
Persalinan merupakan proses yang sangat melelahkan oleh karena itu ibu tidak
dianjurkan langsung turun dari ranjang karena dapat menyebabkan pingsan
akibat sirkulasi yang belum berjalan baik. Karena sehabis melahirkan ibu merasa
lelah, dan harus beristirahat. Pergerakan dilakukan dengan miring kanan atau
kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Biasanya pada 2
jam post partum ibu sudah bisa turun dari tempat tidur dan melakukan aktifitas
seperti biasa. Mobilisasi dilakukan secara bertahap mulai dari gerakan miring
kekanan dan kekiri, lalu menggerakakan kaki. dan Cobalah untuk duduk di tepi
tempat tidur, setelah itu ibu bisa turun dari ranjang dan berdiri atau bisa pergi
kekamar mandi, sehingga sirkulasi dalam tubuh akan berjalan dengan baik.
NAMBAH
2.2 Mobilisasi Dini Pasca Persalinan Normal
2.2.1 Definisi Mobilisasi Dini
Mobilisasi atau disebut juga early ambulation adalah kemampuan seseorang
untuk berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk,
dan sebagianya disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas dalam 24-
48 jam post partum. (Hincliff, 2004)
Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis. (Fizari, 2009)
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan (Rambey, 2008).
Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis
karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Mobilisasi sangat
penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah
baring lama seperti terjadinya decubitus, kekakuan/penegangan otot-otot
diseluruh tubuh dan sirkuasi darah dan pernapasan terganggu (Mansjoer, 2009).
Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu post partum terlentang di tempat tidurnya
selama 7-14 hari setelah melahirkan. Mobilisasi dini sangat penting dalam
mencegah trombosis vena. Setelah persalinan normal jika gerakannya tidak
terhalang oleh pemasangan infus dan tanda-tanda vitalnya juga memuaskan,
biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke kamar mandi dengan
dibantu satu atau dua jam setelah melahirkan secara normal (Roper, 2002).
Mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum, baik ibu yang mengalami
persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan mempunyai variasi
tergantung pada keadaan umum ibu, jenis persalinan atau tindakan persalinan.
2.2.2 Manfaat Mobilisasi Dini
Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses
pengeluaran lochea dan membantu proses penyembuhan luka dan mengurangi
resiko infeksi puerperium. (Manuaba, 2002).
Selain itu mobilisasi dini juga bermanfaat mempercepat involusi alat kandungan,
melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan
kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran
sisa metabolism, dan juga faal usus dan kandung kencing lebih baik. (Sinsin,
2009)
Ibu nifas yang melakukan mobilisasi dini juga akan merasa lebih sehat dan kuat,
dan memiliki kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara
anaknya. (Fizari, 2009)
2.2.3 Bentuk Mobilisasi Dini
1. Berdiri
2. Duduk
3. Berpindah dari satu kelompok lain, seperti : a. Dari tempat tidur ke kursi;
b. Dari kursi biasa ke kursi berlubang; c. Dari kursi roda ke kloset duduk; d. Dari
lantai ke kursi atau tempat tidur; e. Bangkit dari duduk; f. Berjalan : dengan
bantuan: (Penyangga kaki dari logam, Sepatu khusus, Bidai, Kaki palsu); g.
Menggerakkan tubuh, bahu, tangan dan lengan untuk berbagai macam gerakan,
seperti: (1). Menggerakkan dan melepaskan pakaian; 2). Menjaga kebersihan
pribadi; 3). Mengerjakan pekerjaan rumah tangga; h. Melakukan gerakan badan;
i. Mobilisasi dengan bantuan alat mekanik; j. Kursi roda : di dorong oleh orang
lain di jalanan sendiri.) (Roper, 2002)
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Gerak
1. Sendi yaitu pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang.
2. Tulang merupakan jaringan hidup yang mempulnyai banyak suplai
darah.Tulang dapat tumbuh dan memperbaiki dirinya. Fungsi tulang sebagai tuas
untuk menggerakkan otot-otot dan menyimpan kalsium dan fosfat,
mengeluarkannya bila dibutuhkan.
3. Tendon merupakan jaringan ikat yang kuat, berwarna putih dan tidak elastis
untuk melekatkan otot pada tulang.
4. Ligamen merupakan pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk
mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain untuk menyangga suatu
organ.
5. Otot, dibagi menjadi 3, yaitu, otot skeletal yaitu otot yang ditemukan pada
tulang rawan atau kulit. Dikendalikan melalui sistem syaraf pusat, serat-seratnya
memperlihatkan garis-garis melintang. Otot polos ditemukan pada dinding visera
dan pembuluh darah. Dikendalikan melalui sistem syaraf otonom, serat-seratnya
tidak memperlihatkan garis melintang. Dan otot jantung yang hanya ditemukan
di jantung
6. Sistem syaraf
Jaringan syaraf dibentuk dari neuron yang sel-selnya terkadang mengalami
proses yang sangat panjang dikhususkan untuk penghantar implus syaraf yang
menyokong dan memberi makan neuron-neuron.
7. Neuron adalah unit dasar sistem persyarafan. (Cunningham, 2002)
2.2.5 Resiko Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
Berbagai masalah dapat terjadi bila tidak melakukan mobilisasi dini, misalnya :
a. Gangguan pernafasan yaitu sekret akan terakumulasi pada saluran
pernafasan yang akan berakibat klien sulit batuk dan mengalami gangguan
bernafas.
b. Pada sistem kardiovaskuler terjadi hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh
sistem syaraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah
sewaktu berdiri dari berbagai dalam waktu yang lama.
c. Pada saluran perkemihan yang mungkin terjadi adalah statis urin yang
disebabkan karena pasien pada posisi berbaring tidak dapat mengosongkan
kandung kemih secara sempurna.
d. Pada gastrointestinal terjadi anoreksia diare atau konstipasi. Anoreksia
disebabkan oleh adanya gangguan katabolisme yang mengakibatkan ketidak
seimbangan nitrogen karena adanya kelemahan otot serta kemunduran
reflek deteksi, maka pasien dapat mengalami konstipasi. (Prawirohardjo,
2002)