bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/47537/3/bab ii.pdf · 2019-07-30 · tinjauan pustaka ini...

17
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variasi kekentalan pelumas untuk mendapatkan nilai kekerasan dan mikrostruktur terhadap baja AISI 1045. Media pendingin berupa Pelumas dipilih karena pelumas dapat menyerap panas dari bagian-bagian yang mendapatkan pelumasan dan apabila pelumas digunakan sebagai media pendingin, pelumas dapat menghambat karbon ketika pelumas terkena suhu tinggi akibat proses pencelupan material kerja yang sudah di heat treatment (carbon residu). Waktu pendinginan dibuat tidak bervariasi menggunakan oli dengan tingkat kekentalan yang berbeda, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh viskositas pelumas terhadap tingkat kekerasan baja AISI 1045. Tinjauan pustaka ini insyaAllah akan menjelaskan tentang pengertian dari proses penelitian yang dilakukan seperti: Sistim Penomoran baja AISI, Baja AISI 1045, Heat treatment, Quenching, Media Pendingin, dan tentang pengertian pengujian yang dilakukan (kekerasan dan mikrostruktur). 2.1 Baja AISI Di Amerika serikat dan negara-negara lain memiliki standard AISI (The American Iron and Steel Institue). Tidak semua jenis logam dan metal termasuk kedalam standard AISI. Berdasarkan Standard Amerika, ASTM (American Society For Testing and Metal) dan SAE (Society of Automotive Engineers) membuat suatu standard untuk logam yaitu (The Unified Numbering System).

Upload: others

Post on 06-Mar-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variasi

kekentalan pelumas untuk mendapatkan nilai kekerasan dan mikrostruktur terhadap

baja AISI 1045. Media pendingin berupa Pelumas dipilih karena pelumas dapat

menyerap panas dari bagian-bagian yang mendapatkan pelumasan dan apabila

pelumas digunakan sebagai media pendingin, pelumas dapat menghambat karbon

ketika pelumas terkena suhu tinggi akibat proses pencelupan material kerja yang

sudah di heat treatment (carbon residu). Waktu pendinginan dibuat tidak bervariasi

menggunakan oli dengan tingkat kekentalan yang berbeda, dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh viskositas pelumas terhadap tingkat kekerasan baja AISI

1045. Tinjauan pustaka ini insyaAllah akan menjelaskan tentang pengertian dari

proses penelitian yang dilakukan seperti: Sistim Penomoran baja AISI, Baja AISI

1045, Heat treatment, Quenching, Media Pendingin, dan tentang pengertian

pengujian yang dilakukan (kekerasan dan mikrostruktur).

2.1 Baja AISI

Di Amerika serikat dan negara-negara lain memiliki standard AISI (The

American Iron and Steel Institue). Tidak semua jenis logam dan metal termasuk

kedalam standard AISI. Berdasarkan Standard Amerika, ASTM (American Society

For Testing and Metal) dan SAE (Society of Automotive Engineers) membuat suatu

standard untuk logam yaitu (The Unified Numbering System).

6

Ada empat nominal yang menjadi dasar penerapan komposisi kimia.

Standard yang digunakan AISI sama dengan SAE,hanya saja perbedaannya dalam

bidang penambahan huruf untuk menujukan proses pembuatan baja. Untuk

contohnya pada kadar Carbon “C” untuk open hearth furnace serta (BOF) dan “E”

untuk electric arc furnance (Anonim,2011).

2.1.1 Sistem Penomoran Baja AISI

Standard yang diteteapkan oleh perusahaan baja AISI mengacu kepada,

SAE (Society of Automotive Engineers) dimana, penomoran ini memiliki tujuan

agar dapat mempermudah konsumen untuk memilih baja sesuai dengan kegunaanya

masing-masing.

Gambar 2.1. Sistem Penomoran AISI (Anonim, 2011)

Dari gambar diatas menunjukan bahwa dua penomoran pertama

menunjukan jenis tipe material, yaitu pada digit pertama merupakan element utama

dan pada digit kedua merupakan elemen kedua. Kandungan persentase karbon

terdapat pada dua digit terakhir yang disebut dengan seperseratus persen. Seperti

contoh baja AISI 1045, artinya 1 untuk baja karbon (carbon steel), 0 untuk

menunjukan plain (tidak ditambahkan sulfur dan phospor). Dua digit terakhir yaitu

45 adalah kandungan karbon sebesar 0,45 %.

7

2.2 Baja American Iron and Steel Institue (AISI 1045)

American Iron and Steel Institue (AISI) 1045 adalah baja karbon yang

kandungan karbonya sekitar 0,43% - 0,50% baja ini termasuk dalam golongan baja

menengah (Glyn dkk, 2001 dalam Purnomo, 2011). AISI 1045 menunjukan bahwa

45 adalah kandungan atau kadar karbon pada baja tersebut yaitu 0,45 %. Sifat

mekanik dari baja AISI 1045 sangat baik dimana baja tersebut memiliki sifat

mekanik dan kemampuan pengelasan mesin, serta tingkat kekerasan dan ketahanan

aus yang baik (Yusman, 2018). Baja AISI diharapkan dapat mempunyai ketahanan

aus yang baik sehingga dapat berfungsinya untuk menahan keausan akibat

bergesekan dengan rantai. Umumya nilai kekuatan tarik baja AISI 1045 sebesar

570 hingga 700 MPa, dan nilai kekerasan Brinell berkisar antara 170 hingga 210

BHN. Suhu Austenitic baja AISI 1045 berkisar antara 820˚ C - 860˚ C yang dimana

sifat yangdidapatkan berupa kemampuan las yang baik, mampu mesin yang baik,

serta reduksi beban impak yang cukup baik (Mustofa, 2016). Berikut merupakan

hasil dari proses pengujian komposisi kimia yang dilakukan oleh PT. TIRA

AUSTETITE Tbk, dengan standar DIN 50049/EN 10204/2.3 menggunakan baja

AISI 1045 yang dapat diketahui pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Hasil Pengujian Komposisi Kimia AISI 1045

Komposisi (%) Standar AISI 1045 Hasil Pengujian

C 0,43-0,50 0,45

Si 0,10-0,30 0,9

Mn 0,60-0,90 0,8

P 0,04 maks 0,01

S 0,05 maks 0,02

Mo 0,025 0,018

Sumber: Yusman (2018)

8

2.3 Heat treatment

Suatu proses pengubahan sifat fisik logam atua yang disebut dengan Heat

treatment merupakan pemanasan dan pengaturan laju pendinginan sampai struktur

mikro berubah. Proses heat treatment digunakan untuk memanaskan spesimen

sampai mencapai Suhu austenisasinya (Djafrie, 1995 dalam Hanafi, 2018). Proses

perlakuan panas ini bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat logam yang

diinginkan. Setelah heat treatment terjadi perubahan sifat dapat mencakup

keseluruhan bagian logam (Mizhar dan Suherman, 2011). Heat treatment yang

sering digunakan adalah, hardening, normalizing dan tempering (Choudhury dkk,

2001 dalam Mustofa, 2016). Perlakuan heat treatment pada baja biasanya

dilakukan dengan proses heat treatment dan colling. Pada saat pendinginan

mengalami terjadinya perubahan martensit yang dapat membuat kekerasan

optimum. Sifat-sifat yang lain tidak terpengaruh pada proses pengerasan (Zinn dan

Semiatin, 1988 dalam Mustofa, 2016). Gambar proses ini secara sederhana dapat

digambarkan melalui skema diagram Suhu terhadap waktu pada Gambar 2.3

Gambar 1.3 Diagram Suhu pada Waktu (Karmin dan Ginting, 2012)

9

2.4 Waktu Tahan (Holding Time)

Waktu Tahan (Holding time) adalah proses penahanan waktu yang

bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses

hardening memiliki prinsip menahan suhu pengerasan agar dapat menjadi

pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen larut kedalam

austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya (Koswara, 1999 dalam Hanafi,

2018). Hal yang sangat berpengaruh dalam proses quenching adalah Waktu

penahanan yang mana jika pemberian holding time yang diberikan kurang tepat atau

terlalu cepat, maka transformasi yang terjadi tidak sempurna dan tidak sejenis selain

itu holding time yang singkat akan menghasilkan kekerasan yang rendah hal ini

dikarenakan kurangnya jumlah karbida yang larut. Selain itu jika holding time yang

diberikan terlalu lama, transformasi terjadi namun diikuti dengan pertumbuhan

butir yang dapat menurunkan ketangguhan (Thelning, 1984 dalam Pramono, 2011).

Penentukkan holding time dari bermacam jenis baja dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 1.4 Jenis Baja dan Waktu Tahan yang Dibutuhkan pada Proses Perlakuan

Panas

Jenis Baja Waktu Tahan (menit)

Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah 5-15

Baja Campuran Menengah 15-25

Baja Perkakas 10-30

Baja kadar crome tinggi 10-60

Baja untuk Pekerjaan 15-30

Sumber: Prayitno dkk, 1999 dalam Pramono, 2011

Tebal dan tipisnya suatu benda uji sangat berpengaruh pada pemberian

holding time pada saat proses austenisasi. Pemberian waktu penahanan terhadap

ketebalan benda uji dapat ditulis secara sematis pada persamaan 1 berikut (Krauss,

1986 dalam Pramono 2011).

10

T = 1,4 × H ................(1)

dengan: T = Holding Time (menit)

H = Ketebalan Benda uji (mm)

2.5 Direct Quenching

Bentuk pendinginan dengan cara memanaskan logam baja sampai suhu

austenite, diatas termperatur kritis dari logam yang ingin di quenching, kemudian

di holding time agar fasa dari logam tersebut menjadi homogen merupakan bentuk

dari proses direct quenching. Pada temperature ini kumpulan ferit dan sementit

bertranformasi menjadi austenite. Selanjutnya fase austenite yang mengandung

logam tersebut diquneching dengan cepat kedalam suatu media pendingin sehingga

mencapai temperature ruang. Fasa yang terjadi adalah martensite, yang terjadi

dibawah Suhu eutectoid.

fasa austenite menuju fasa martensite dapat berpindah dengan pendinginan

tanpa memotong hidung kurva diagram CCT dan perpindahan yang terjadi

membuat austenite tidak sempat berubah membentuk ferit dengan sementit.

Transformasi tersebut terjadi tidak dengan cara difusi, melainkan dengan cara

perpindahan atom secara cepat dan fasa yang jerjadi .adalah fasa : Austenit →

Martensite. Sel martensit memiliki susunan unit berupa Body Centered Tetragonal

(BCT) dimana dalam fasa martensite ini baja akan menjadi kuat, keras dan sangat

rapuh. Proses Direct quenching dapat dilihat pada Gambar 2.5.

11

Gambar 2.5 Direct Quenching Proces (Acta, 2016).

Pengaruh media quenching terhadap sifat mekanik baja AISI 1045 telah

diteliti terlebih dahulu pada tahun 2011 oleh mahasiswa asal sultan agung

penelitiannya berjudul tentang Karakteristik Fisik dan Mekanik proses pengerasan

Baja AISI 1045 dengan media quenching. Pada penelitian yang dilakukan baja AISI

1045 dengan dimensi baja berdiameter 35mm dan variasi ketebalan 10mm, 15mm,

20mm dan 25mm, Suhu yang digunakan 840˚C, media quenching yang digunakan

adalah air dengan variasi volume 10L, 15L, 20L. dan 25L, serta metode pengujian

kekerasan yang dilakukan adalah metode Rockwell. Pada setiap baja dilakukan 4

titik pengujian kekerasan dan didapatkan hasil rata– rata dari 10 liter air adalah

59,62 HRC, 15 liter air adalah 58,56 HRC, 20 liter air adalah 57,62 HRC dan pada

25 liter air adalah 58,37 (Purnomo, 2011).

12

Selain itu mahasiswa asal politeknik Manufaktur Ceper Klaten, melakukan

penelitian serupa dengan menggunakan baja karbon sedang dengan dimensi dari

spesimen yaitu berdiameter 25mm dan panjang 20mm, dimana baja karbon di

lakukan proses quenching pada Suhu 850oC dan media yang digunakan adalah air

garam dengan variasi air garam berbanding dengan air sebesar 0% ; 2,5% ; 5% ;

7,5% ; 10% ; 12,5% ; 15% ; 17,5% ; 20% ; 22,5% ; 25% ; 27,5% ; 30%. Pengujian

yang dilakukan adalah uji kekerasan dengan metode brinell dan didapatkan

kekuatan kekerasan rata–rata dari setiap variasi air garam adalah 179 ; 171 ; 178 ;

175 ; 186 ; 183 ; 187 ; 186 ; 183 ; 187 ; 186 ; 187 ; 194 ; 192 ; 165 ; dan 189

(Sutiyoko, 2014 dalam Yusman, 2018). Dengan media–media tertentu seperti

media air, air garam dengan kadar tertentu dan oli pada proses quenching

diharapkan dapat menghasilkan nilai kekerasan yang lebih baik dari pada kekerasan

sebelumnya sehingga akan dapat bermanfaat pada dunia industri dan berbagai

macam aspek yang menggunakan bahan baja.

2.6 Diagram (Fe-C)

Diagram Fe-C digunakan untuk memudahkan menentukan Suhu

pemanasan, dimana diagram tersebut sering disebut dengan Diagram Fasa Fe – C.

Diagram Fe-C dapat menampilakan hubungan perubahan fasa yang yang terjadi

selama proses pemanasan dan pendinginan yang lambat dengan kadar karbon

(Murtiono, 2012).

13

Gambar 2.6. Diagram Fe-C (Anonim, 2015)

2.7 Diagram Pendinginan Lanjut (CCT)

Diagram CCT diagram, merupakan diagram hubungan antara kecepatan

pendinginan menerus dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya

transformasi fasa. Berikut contoh gambar diagram CCT:

14

Gambar 2.7. Diagram CCT (Imam, 2014).

Diagram CCT diatas menunjukan proses pendinginan baja secara

skematika, dimana pendinginan tersebut berlangsung dengan terus-menurus

menyebabkan perbedaan laju pendinginan sehingga akan menghasilkan fasa atau

struktur baja yang tidak serupa.

Pada kurva (a), (b), (c), memperlihatkan permulaan dan akhir dari

dekomposisi austenite menjadi fasa atau struktur baja akhir. Kurva (a)

menunjukkan pendinginan menerus yang sangat cepat dari suhu austenite. Laju

pendinginan cepat ini menghasilkan perubahan posisi fasa austenite menjadi

martensit. Fasa austenite akan berubah menjadi martensit pada Suhu Martensite

Start (MS). Sedangkan akhir pembentukan martensite dinamakan Martensite

Finish (MF).

15

Kurva (b) menunjukkan pendinginan menerus dengan laju medium.

Dengan laju pendinginan continue ini fasa austenite berubah secara perlahan

menjadi fasa bainite. Kurva (c) menunjukkan pendinginan menerus dengan laju

pendinginan tidak cepat.

Pendinginan lambat ini menyebabkan fasa austenite berubah posisinya

menjadi fasa ferit dan perlit. Berikut adalah gambar kurva diagram CCT AISI 1045:

Gambar 2.8. Kurva Diagram CCT (Continiue Colling Transformation Baja AISI

1045) (SIJ, 2016)

Gambar diatas merupakan gambar dari kurva diagram CCT (Continiue

Colling Transformation) pada baja AISI 1045, yang diambil memaluli spesivikasi

baja AISI 1045, gambar tersebut menunjukan bahwa pemanasan pada temperaur

austenite terjadi pada suhu kisaran antara 830-860˚C dengan waktu tahan antara

15 – 25 menit yang dapat menghasilkan tingkat kekerasan kira-kira 170-210

brinnel.

16

2.8 Media Pendingin

Jenis media quenching yang sering digunakan salah satunya adalah oli, dimana oli

memiliki nilai viskositas yang berbeda.

Pada penelitian ini menggunakan Oli SAE 20, SAE 40, SAE 90, SAE 140

zat karbon yang timbul pada pada pelumas menyebabkan specimen menjadi

terlindungi. Berdasarkan tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, sehingga

dipilihlah proses heat treatment dengan quenching media Pelumas SAE 20, SAE

40, SAE 90, SAE 140. Oli atau Pelumas memiliki sifat untuk selalu melekat dan

menyebar pada permukaan spesimen yang bergeser, sehingga membuat tingkat

keausan dan kenaikan suhu kecil (Soedjono,1978 dalam Maulana, 2018).

Penelitian menganai quenching pernah dilakukan oleh mahasiswa asal Palu

dimana pada pendinginan media oli kekerasan logam mengalami peningkatan dari

raw material yang memiliki nilai kekerasan 62,3 HRC setelah dilakukan

pendinginan dengan media oli menjadi 63,7 (Bahtiar dkk, 2014).

Penelitian serupa dilakukan dengan menggunakan baja karbon sedang

SNCM 447, dimana baja dipanaskan sampai suhu 900˚C lalu dilakukan quenching

dengan menggunakan media oli. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian

kekerasan Vickers, setelah diuji maka hasil nikai kekerasan dari baja SNCM 447

sebesar 504 VHN mengalami peningkatan dari yang semula sebesar 216 VHN.

Sehingga dapat disimpulkan pengaruh media oli dapat meningkatkan kekerasan

baja SNCM 447 (Sumiyanto, 2012 dalam Yusman, 2018).

2.8.1 Oli SAE 20, SAE 40, SAE 90, SAE 140

Pada dasarnya oli SAE 20, 40, 90, dan 140 merupakan jenis spesifikasi dari

oli hidrolik dan garden mobil, yang mana oli tersebut berfungsi sebagai pelumas

mesin hidrolis dan gardan mobil, tidak hanya itu oli juga berfungsi untuk meredam

17

gesekan,getaran,dan panas yang timbul karna adanya kontak gesekan sebuah benda

dalam waktu yang lama.

Sehingga oli, dapat InsyaAllah melindungi komponen otomotif motor dan

mobil, dari gaya gesek dan tekanan. Kualitas oli hidrolis dan oli gardan sangat

menentukan keawetan mesin mobil dan komponen pendukungnya, yang perlu

diketahui pembaca ialah kapan waktu yang tepat untuk mengganti oli (Anonim,

2016).

Berdasarkan hal tersebut oli memiliki tingkat viskositas yang berbeda

sesuai dengan kondisi iklim disuatu daerah, kekentalan oli yang meningkat

mengakibatkan bertambahnya massa pada oli tersebut. Berikut jenis-jenis oli

beserta fungsinya berdasarkan tingkat viskositas nya:

a. Oli SAE 20, oli yang memiliki tingkat kekentalan sebesar 20, oli ini berfungsi

sebagai oli hidrolik pada mobil.

b. Oli SAE 40, oli yang memiliki tingkat kekentalan sebesar 40, oli ini berfungi

sebagai oli mesin yang sudah ber umur.

c. Oli SAE 90, oli yang memiliki tingkat kekentalan sebesar 90, oli ini berfungsi

sebagai oli transmisi pada kendaran alat berat.

d. Oli SAE 40, oli yang memiliki tingkat kekentalan sebesar 140, oli ini berfungsi

sebagai oli garden pada kendaraan alat berat.

2.9 Pengujian Kekerasan (Vickers)

Hardening merupakan proses perlakuan panas baja, yang menghasilkan

jenis baja yang keras secara yang baik sehingga baja memiliki sifat mampu keras

dan tahan aus yang tinggi.

18

Oleh karena itu diperlukan pengujian sifat kekerasan suatu specimen.

Dalam penelitian ini menggunakan metode uji Vickers yang mana dalam pengujian

Vickers ini menggunakan indentor piramida intan,dengan besar sudut nya adalah

136˚. Dalam pengujian Vickers terdapat dua jenis pengujian , yaitu makro (1kg-

100kg) dan mikro (10g-1000g) (Poerwadarminto, 1994 dalam Hanafi 2018).

Menurut Bradbury (1990) angka Hardness Vickers (HV) dirumuskan

sebagai hasil bagi beban uji (F) dengan luas permukaan beban (A) luka dan

dikalikan dengan sin (136/2). Berikut rumus pengujian Vickers:

Diketahui: VHN = Angka Kekerasan Vickers

P = Nilai Beban yang diberikan

D = besar diagonal rata-rata

Gambar dari pengujian Vickers dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.9 Pengujian Kekerasan (Vickers) (Anonim,2016).

𝑉𝐻𝑁 =1,854 𝑥 𝑝

𝑑2 𝑎𝑡𝑎𝑢

2𝑝 sin∅/2

𝑑2

19

Pada gambar diatas diketahui bahwa Jejak yang dibuat dengan penekanan

piramida tidak tergantung pada besar pembebanan. Pengujian ini tidak

diperuntukan pada beban yang sangat ringan.

Uji makro vickers menggunakan beban berkisar antara 10 kgf hingga 120

kgf tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji (Hanafi 2018). Penelitian

menggunakan pengujian Vickers dengan baja AISI 1045 ini, sebelumnya telah

dilakukan oleh Mahasiswa dari Universitas Nusantara PGRI Kediri, tentang

Pengaruh Pendinginan Terhadap Nilai Kekerasan Bahan AISI 1045 Pada Proses

Pemanasan. Penelitiannya tersebut menggunakan Pengujian kekerasan micro

Vickers dan metode penelitian pengolahan data menggunakan metode Taguchi yang

dibantu dengan software Minitab 16 untuk mengetahui karakteristik performasi dari

parameter permesinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil kekerasan baja

AISI 1045 dapat meningkat . Peningkatan nilai kekerasan terendah pada quenching

oli SAE 20W dengan waktu tahan 10 menit mendapatkan hasil nilai kekerasan

183,5 VHN dengan kekerasan material sebelum diproses heat treatment sebesar

176,2 VHN, dan pengaruh quenching dengan nilai kekerasan yang paling baik

adalah media pendingin air dengan waktu tahan 15 menit dengan hasil nilai

kekerasan yaitu 583,8 VHN.

2.10 Pengujian Mikrostruktur

Mikrostruktur merupakan butiran-butiran partikel suatu benda logam yang

sangat kecil dan sukar untuk dilihat dengan kasat mata, oleh karnanya penggunaan

mikroskop optic atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran-butiran logam

sangat diperlukan.

20

Analisis mikrostruktur bertujuan untuk mendapatkan jenis struktur yang

berada dalam baja tertentu dan didalam penelitian digunakan untuk menentukan

seberapa besar perubahan struktur mikro yang terjadi sebagai akibat komposisi atau

perlakuan panas.

Jenis struktur logam yang berubah berupa fasa dan sifat-sifat logam

terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat dipengaruhi oleh struktur mikro logam

uji dan paduannya. Pengubahan struktur mikro dari logam dapat terjadi dengan

jalan heat treatment ataupun dengan proses (deformasi) dari logam yang akan diuji

(USU Institutional Repository, 2011 dalam Yusman, 2018).