bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58468/23/bab ii.pdf · 5 bab ii tinjauan pustaka 2.1...

22
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora normal pada kulit manusia, serta di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran telinga luar. Bakteri ini mendominasi di daerah folikel sebasea kulit dan dapat menyebabkan jerawat ketika menginfeksi kulit (Mollerup, et al., 2016). 2.1.1 Klasifikasi Bakteri Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteridae Order : Actinomycetales Family : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium Spesies : Propionibacterium acne (Bruggeman, 2010). 2.1.2 Morfologi Bakteri P.acnes adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk sel batang, panjang bervariasi antara 1-1,5 μm, nonmotil, tidak membentuk spora dan dapat tumbuh di udara dan memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob fakultatif sampai ke anaerob. Bakteri ini mampu melakukan fermentasi glukosa sehingga menghasilkan asam propionat dan asetat dalam jumlah yang banyak (Narulita, 2017). 2.1.3 Stuktur Bakteri 1. Kapsul Kapsul berbentuk lapisan tipis dan terletak di luar dinding sel. Susunan dari kapsul berasal dari suatu polisakarida, polipeptida atau bisa juga keduanya. Stuktur

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora normal

pada kulit manusia, serta di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran

telinga luar. Bakteri ini mendominasi di daerah folikel sebasea kulit dan dapat

menyebabkan jerawat ketika menginfeksi kulit (Mollerup, et al., 2016).

2.1.1 Klasifikasi Bakteri

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Class : Actinobacteridae

Order : Actinomycetales

Family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acne (Bruggeman, 2010).

2.1.2 Morfologi Bakteri

P.acnes adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk sel batang,

panjang bervariasi antara 1-1,5 µm, nonmotil, tidak membentuk spora dan dapat

tumbuh di udara dan memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob fakultatif

sampai ke anaerob. Bakteri ini mampu melakukan fermentasi glukosa sehingga

menghasilkan asam propionat dan asetat dalam jumlah yang banyak (Narulita,

2017).

2.1.3 Stuktur Bakteri

1. Kapsul

Kapsul berbentuk lapisan tipis dan terletak di luar dinding sel. Susunan dari

kapsul berasal dari suatu polisakarida, polipeptida atau bisa juga keduanya. Stuktur

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

6

ini tidak semua bakteri memilikinya. Kapsul bersifat antigenik dan memerlukan

pewarnaan untuk mengetahuinya. Fungsi dari kapsul pada bakteri untuk melindungi

dari proses fagositosis. Derajat keganasan dari bakteri yang memiliki kapsul

biasanya lebih virulen (Jawetz, et al., 2013).

2. Dinding sel

Dinding sel dimiliki oleh hampir keseluruhan bakteri. Susunan kimiawi dari

bakteri dilihat dari susunan peptidoglikan. Dinding sel memiliki fungsi untuk

mempertahankan bentuk bakteri. Fungsi lain untuk penentuan patogenitas dan

antigenisitas. Bakteri gram positif pada dinding sel tersusun atas polisakarida yang

disebut asam teikoat yang terlibat dalam proses transportasi dari dalam dan luar sel.

Sedangkan, pada bakteri gram negatif, peptidoglikan hanya sedikit (Jawetz, et al.,

2013).

3. Membran Sitoplasma

Membran sitoplasma sebagian besar terdiri dari fosfolipid. Kegunaan dari

stuktur ini adalah untuk mengatur bahan-bahan tertentu yang keluar dan masuknya

dari dalam maupun luar sel. Bahan yang dapat melewati membran sitoplasma

seperti air, asam amino, beberapa gula sederhana, sedangkan protein tidak dapat

lewat karena ukurannya yang relatif besar (Jawetz, et al., 2013).

4. Mesosom

Mesosom berbentuk lipatan dari membran sitoplasma yang berfungsi dalam

pembelahan sel dan metabolisme. Mesosom pada bakteri gram positif berukuran

lebih besar dari gram negatif. Proses pembelahan sel berlangsung dengan

membentuk septa melintang pada membran sitoplasma di daerah mesosom dan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

7

membagi dua sehingga komponen anak sama seperti induknya (Jawetz, et al.,

2013).

5. Inti Sel

Inti sel bakteri memiliki kromosom yang mengatur semua kegiatan pada

bakteri dan menentukan sifat resistensi pada suatu bakteri. Sel bakteri juga memiliki

materi genetik ekstrak kromosom berupa small cyclic yang disebut plasmid.

Plasmid dapat melakukan penggandaan diri dan berpindah dari satu bakteri ke

bakteri yang lain (Jawetz, et al., 2013).

6. Flagella

Flagella ialah alat gerak yang tersusun dari protein flagelin dan tidak

dimiliki semua bakteri. Bakteri yang memiliki flagella dengan menggunakan

pengamatan hanging drop, pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pun media

pembenihan semi solid dapat terlihat pergerakannya yang aktif (Jawetz, et al.,

2013).

7. Pili

Pili merupakan stuktur tambahan yang menempel di permukaan dinding sel

bakteri. Stuktur ini tersusun dari suatu protein yang disebut pilin. Pilin membuat

suatu bakteri dapat menempel pada sel hospes. Selain itu terdapat sex pili yang

berarti dapat memindahkan materi genetik dari bakteri satu ke bakteri lain (Jawetz,

et al., 2013).

2.1.4 Sifat Pertumbuhan

P.acnes membentuk koloni terutama di kelenjar minyak dan folikel rambut

kulit manusia. Sifat pertumbuhan P.acnes secara anaerob. PH yang cocok untuk

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

8

pertumbuhan bakteri ini berkisar antara 6,0 – 7,0. Suhu optimal untuk pertumbuhan

antara 300C – 370C (Achermann, et al., 2014).

2.1.5 Habitat

P.acnes merupakan flora normal yang ada di beberapa bagian tubuh

manusia. Bakteri ini sudah ada sejak bayi dengan jumlah sedikit dan bertambah

banyak saat memasuki usia pubertas berkaitan dengan meningkatnya produksi

sebum pada folikel sebasea. Kulit merupakan habitat utama dari P.acnes, namun

juga dapat ditemukan di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran telinga

luar (Mollerup, et al., 2016).

2.1.6 Stuktur Antigen

Antigen spesifik yang dimiliki oleh P.acnes berawal dari infiltrasi limfosit

CD4 pada unit pilosebasea. Bakteri P.acnes yang berada pada folikel akan di fagosit

oleh neutrofil. Produksi sitokin dalam reaksi inflamasi melibatkan toll like receptor

, terutama toll like receptor 2. P.acnes juga menstimulasi produksi sitokin pro

inflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan TNFα (Damayanti, 2014).

2.1.7 Daya Tahan

Bakteri P.acnes dapat tumbuh dengan baik di musim dingin dan kurang

tahan pada musim panas. Sinar ultraviolet mampu membunuh bakteri ini pada

permukaan kulit dan mampu menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas

dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian bawah glandula

sebasea (Narulita, 2017).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

9

2.1.8 Patogenitas

P.acnes dapat melakukan invasi ke dalam jaringan dan menghasilkan

beberapa produk enzim yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu penyakit.

Tabel 2.1 Peranan Produk Eksoseluler dari P.acnes Enzim Substrat Peranan

Lipase Trigliserid Nutrisi, memproduksi

asam lemak bebas sebagai

iritan

Phospholipase C Phospholipid Mengganggu fungsi

membrane

Proteinase Kolagen, keratin Nutisi, aktivasi

komplemen, menghasilkan

kemotaksin, proteolisis

dalam kolon, invasi

jaringan

Hialuronidase,

neuroaminidase

Mukopolisakarida Invasi jaringan

Acid phosphatase

Bacteriocins

Fosfat gula Nutrisi

Histamin Triptamin Arterial muscle Antagonis dengan bakteri

lain dan mediator inflamasi

akut

(Wilyani, 2017).

Berdasarkan tabel 2.1, didapatkan bahwa P.acnes memiliki produk

eksoseluler berupa lipase, phospholipase C, proteinase, hyaluronidase,

neuroaminidase, acid phosphatase, bacteriocins, histamin dan triptamin yang

berperan dalam patogenesis acne vulgaris (Wilyani, 2017).

2.1.9 Patogenesis

Patogenesis terbentuknya jerawat meliputi empat faktor, yaitu

hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi

sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas bakteri. Bakteri yang dapat

menimbulkan jerawat terbanyak adalah P.acnes, diikuti oleh Staphilococcus

epidermidis kemudian Staphilococcus aureus (Pommerville, 2012). Jerawat

muncul karena terpicunya hormon androgen saat memasuki masa pubertas, yaitu

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

10

kelenjar adrenal aktif menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, prekusor

testosteron. Penderita acne vulgaris memiliki kadar androgen serum dan kadar

sebum tinggi. Hormon ini akan menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea

dan merangsang produksi sebum. Epitel folikel rambut bagian atas, berubah

menjadi hiperkeratotik, sehingga terjadi sumbatan pada muara folikel rambut.

Didalam folikel rambut terdapat bakteri dan folikel akan membesar dan pecah

(Damayanti, 2014). Peranan P.acnes pada pembentukan jerawat adalah memecah

trigliserida, yang merupakan salah satu komponen dari sebum, menjadi asam lemak

bebas sehingga terjadi kolonisasi P.acnes yang memicu inflamasi. Selain itu,

antibodi terhadap antigen dinding sel P.acnes meningkatkan respons inflamasi

melalui aktivasi komplemen. Enzim 5-alfa reduktase, enzim yang mengubah

testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT), memiliki aktivitas tinggi pada kulit

yang mudah berjerawat (Movita, 2013).

2.1.10 Manifestasi Klinis Infeksi

P.acnes dapat menyebabkan terjadinya acne vulgaris atau jerawat. Derajat

jerawat dapat dikelompokkan berdasarkan tipe dan jumlah lesi menjadi ringan,

sedang,berat bahkan sangat berat berdasarkan tabel berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Jerawat Derajat Komedo Papul/pustule Nodul,kista,sinus Inflamasi Jaringan

parut

Ringan <10 <10 - - -

Sedang <20 >10-50 - + +

Berat >20-50 >50-100 < 5 ++ ++

Sangat

berat

>50 >100 > 5 +++ +++

(Movita, 2013)

Predileksi jerawat biasanya tumbuh di daerah tubuh yang memiliki kelenjar

sebasea terbanyak seperti di wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

11

atas. Lokasi lainnya yang kadang dapat terkena adalah leher, lengan bagian atas dan

glutea (Nugroho & Widayati, 2013).

Erupsi kulit polimorf menimbulkan gejala komedo dan papul tidak disertai

peradangan dan disertai gatal. Komedo merupakan gejala dari jerawat berupa papul

miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum. Berwarna hitam jika

mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau terbuka. Jika letaknya lebih

dalam dan tidak mengandung unsur melanin disebut komedo putih atau tertutup.

Papula terbentuk seperti penonjolan kulit yang padat dari lem, sedangkan pustula

berbentuk seperti vesikel yang didalamnya terdapat pus (Nugroho & Widayati,

2013).

P. acnes juga dapat menjadi penyebab infeksi pasca operasi, endokarditis,

sinovitis, pustulosis, hiperostosis, sindrom osteitis (SAPHO) dan sarcoidosis.

Beberapa penelitian juga mengidentifikasi P. acnes sebagai kontaminan produk

darah, kultur jaringan, dan luka bedah (Mollerup, et al., 2016).

2.1.11 Identifikasi Bakteri

2.1.11.1Pewarnaan Gram Positif

Pewarnaan gram merupakan metode yang digunakan untuk membedakan

bakteri gram positif dengan bakteri gram negatif. Reaksi atau sifat bakteri tersebut

ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Bakteri gram positif akan menunjukan

warna ungu, sedangkan gram negatif menunjukan warna merah (Damayanti, 2014).

Pewarnaan gram positif dengan cara menyiapkan ose dan dipanaskan,

kemudian mengambil akuades steril menggunakan ose dan diteteskan pada kaca

objek. Ose dipanaskan kembali, lalu diamkan hingga tidak panas. Koloni bakteri

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

12

yang telah tumbuh pada media diambil dengan menggunakan ose, lalu dioleskan

pada kaca objek dan diratakan dengan akuades steril yang telah diteteskan

sebelumnya. Kaca objek dilewatkan diatas api kecil atau diamkan hingga

mengering sendiri. Kaca objek diletakan diatas rak pewarnaan. Kristal violet

diteteskan diatasnya dan diamkan selama 5 menit kemudian dibilas dengan air

mengalir. Setelah itu diteteskan lugol, diamkan selama 1 menit, dan dibilas dengan

air mengalir. Alkohol diteteskan sampai tidak ada lagi warna ungu yang luntur. Lalu

diteteskan safranin, diamkan 45 detik, dibilas dengan air mengalir. Lalu kaca objek

dikeringkan dengan tisu (diusap bagian atasnya). Diberi tetesan minyak imersi

diatas kaca objek lalu amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x (Nenis,

et al., 2015).

Bakteri P.acnes termasuk bakteri gram positif, karena pada uji ini

didapatkan bakteri berwarna ungu (Soedarto, 2015).

(Abate, 2013)

Gambar 2.1 Pewarnaan Gram pada P.acnes

2.1.11.2 Uji Katalase

Uji katalase digunakan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme

untuk menguraikan hidrogen peroksida dengan menghasilkan enzim katalase. Uji

ini pada bakteri P.acnes menunjukkan hasil positif yang berarti bakteri membentuk

katalase yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung udara (Lestari, et

al., 2018).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

13

(Chamberlain, 2009)

Gambar 2.2 Uji Katalase pada P.acnes

2.1.11.3 Uji Koagulase

Uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan koagulase. Uji ini

dilakukan dengan cara memberi setetes aquades atau NaCl fisiologis steril

diletakkan pada kaca benda, kemudian satu ose biakan yang diuji disuspensikan.

Setetes plasma diletakkan di dekat suspensi biakan tersebut, keduanya dicampur

dengan menggunakan ose dan kemudian digoyangkan. Reaksi positif terjadi apabila

dalam waktu 2-3 menit terbentuk presipitat granuler.

Sedangkan, untuk uji tabung digunakan untuk mengetahui adanya

koagulase bebas dengan cara 200 µl plasma dimasukkan secara aseptis ke dalam

tabung reaksi steril. Sebanyak 3-4 koloni biakan yang diuji ditambahkan ke dalam

tabung reaksi. Selanjutnya, tabung dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 370C.

Pengamatan dilakukan pada 4 jam pertama, dan sesudah 18-24 jam. Reaksi positif

akan terjadi apabila terbentuk clot atau jelly dan ketika tabung dimiringkan jelly

tetap berada di dasar tabung (Dewi, 2013).

Uji koagulase pada bakteri P.acnes menunjukkan hasil positif, namun daya

koagulasinya tidak sebesar Staphylococcus aureus (Dewi, et al., 2015).

(Chamberlain, 2009)

Gambar 2.3 Uji Koagulase pada P.acnes

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

14

2.1.11.4 Kemampuan memfermentasi laktosa

Sampel bakteri P.acnes yang akan diujikan diambil menggunakan ose dan

dibiakkan ke dalam agar darah dan Mc Conkey Agar (MCA) dengan digoreskan.

Agar yang telah diinokulasi dengan sampel dimasukkan ke dalam inkubator pada

suhu 37o C selama 24 jam. Kemudian, koloni yang tumbuh diamati dan dicatat

koloninya. Setiap bentuk koloni berbeda yang terpisah dibiakkan kembali ke agar

miring trypticase soy agar (TSA) dan diberikan label agar tidak terjadi kekeliruan.

Agar miring yang telah dibiakkan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam

dengan suhu 37o C (Fajar, 2015). P.acnes tidak berwarna dan tidak mampu

memfermentasikan laktosa (Lestari, et al., 2018).

(Lestari, et al., 2018).

Gambar 2.4 Uji Fermentasi Laktosa pada P.acnes

2.1.11.5 TSIA (Uji Triple Sugar Iron Agar)

TSIA merupakan media diferensial yang dengan indikator pH yang dapat

membedakan mikroorganisme berdasarkan kemampuannya dalam memecah

karbohidrat spesifik dengan menghasilkan gas atau tidak sehingga dapat

dikelompokkan menjadi non fermenter, fermenter glukosa atau fermenter laktosa

dan glukosa. Karbohidrat dapat berupa glukosa, laktosa dan sukrosa (Haryani, et

al., 2012). Uji ini dilakukan dengan cara mengambil isolat bakteri dengan

menggunakan ose lurus. Lalu, diinokulasikan pada medium TSIA. Diambil dengan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

15

ose masing-masing stok kultur dan digoreskan pada medium. Inkubasikan pada

suhu 370C selama 2-3 x 24 jam dan amati perubahannya. Perubahan warna menjadi

kuning menandakan asam, jika lebih merah menandakan basa, warna hitam

menunjukkan terbentuknya H2S dan apabila medium terangkat menunjukkan

bakteri mampu membentuk gas (Nenis, et al., 2015).

P.acnes pada uji ini menunjukkan media berwarna kuning dan terdapat gas,

namun tidak memproduksi H2S karena tidak mengalami perubahan menjadi

kehitaman (Lestari, et al., 2018).

(Pradhan, 2013)

Gambar 2.5 Uji TSIA pada P.acnes

2.1.11.6 Uji Indol

Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah bakteri mampu membentuk

indol dari degradasi asam amino triptophan atau tidak. Tryptophan adalah suatu

asam amino esensial yang mampu mengalami oksidasi dengan melakukan kegiatan

enzimatik di beberapa bakteri. Konversi triptofan menjadi produk metabolik di

perantarai oleh enzim Tryptophanase. Hasil positif (+) jika terbentuk cincin

berwarna merah di permukaan, sedangkan hasil negatif (–) jika tidak terdapat

bentukan cincin berwarna merah pada permukaan (Romadhon, 2016).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

16

Hasil uji indol dari P.acnes adalah positif, karena terbentuk cincin berwarna

merah pada permukaan setelah diberi reagen kovac’s (Soedarto, 2015). Sedangkan

motility diamati dari ada tidaknya kekeruhan disekitar tusukan yang berarti negatif

di bakteri ini karena tidak ada kekeruhan disekitar tusukan (Cavalcanti, et al., 2011).

(American Society of Microbiology, 2012)

Gambar 2.6 Uji Indol pada P.acnes

2.1.11.7 Uji Sitrat

Uji sitrat dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri mampu menggunakan

sitrat sebagai sumber karbon. Uji ini dilakukan dengan mengambil serbuk sitrat

sebanyak 1,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer (250 ml) yang

berisi 50 ml akuades. Setelah itu, panaskan pada hotplate pada suhu 1500C dalam

waktu 15 menit. Dilanjutkan dengan memasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak

4 ml dan dimasukkan dalam plastik. Kemudian, lakukan sterilisasi di autoklaf

selama 1-2 jam dan masukkan ke dalam kulkas bersuhu 30C.

Ambil dengan menggunakan ose kuman yang sudah diremajakan pada

media EMB dan SSA dan oleskan ose tersebut pada bagian lempeng media sitrat,

lalu inkubasi pada suhu 350C dalam waktu 24 jam. Keesokan harinya amati

perubahan pada warna media, hasil negatif (-) jika tidak adanya perubahan warna

atau media tetap berwarna hijau. Sedangkan hasil positif (+) jika terdapat perubahan

warna dari hijau menjadi biru yang artinya bakteri menggunakan sitrat sebagai

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

17

sumber karbon (Romadhon, 2016). Hasil dari uji sitrat pada bakteri P.acnes adalah

negatif (-) yang menandakan bakteri ini tidak menggunakan sitrat sebagai sumber

karbon ( Prapanta, et al., 2014).

(American Society of Microbiology, 2012)

Gambar 2.7 Uji Sitrat pada P.acnes

2.1.11.8 Uji Urease

Urea merupakan produksi limbah organik utama dari pencernaan protein

yang dieksresikan dalam urin. Berbagai mikroorganisme memiliki kemampuan

untuk menghasilkan enzim urease yang merupakan suatu enzim hidrolitik, yang

menyerang ikatan amida dan membebaskan ammonia (Hemraj, et al., 2013).

Uji urease bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri memiliki enzim

urease yang dapat menguraikan urea menjadi amoniak. Uji ini menggunakan

medium urea base. Isolat diinokulasikan ke dalam medium urea base. Lalu

diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam (Nenis, et al., 2015). Uji ini pada bakteri

P.acnes adalah negatif (-) karena tidak terdapat perubahan warna medium menjadi

merah muda ( Prapanta, et al., 2014).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

18

(American Society of Microbiology, 2012)

Gambar 2.8 Uji Urease pada P.acnes

2.1.12 Pengobatan

Pengobatan jerawat terutama bertujuan untuk menekan pertumbuhan

bakteri P. acnes. Golongan obat untuk pengobatan jerawat adalah golongan

makrolid seperti eritromisin dan klindamisin. Golongan makrolid efektif untuk

kuman gram positif (Legiawati, 2010).

Tabel 2.3 Pengobatan Jerawat Derajat ringan Derajat sedang Derajat berat Maintance

Retinoid topikal Retinoid topikal Isotretinoin Retinoid topikal

Benzoil peroksida

atau antibiotik

topikal

Benzoil peroksida

atau antibiotik

topikal

Benzoil peroksida

atau antibiotik

topikal atau retinoid

topikal

Benzoil peroksida

atau antibiotik

topikal

Antibiotik oral Antibiotik oral

Terapi hormon Terapi hormon

(Movita, 2013)

2.1.13 Resistensi Antibiotik

Resistensi tertinggi P.acnes terdapat pada antibiotik topikal jerawat yaitu

eritromisin, klindamisin dan tetrasiklin. Resistensi ini terjadi seiring banyaknya

penggunaan terapi topikal jerawat dalam jangka wakti lama.

Menurut penelitian disebutkan bahwa 10% bakteri P.acnes mengalami

reistensi terhadap eritromisin, klindamisin dan tetrasiklin. Resistensi tertinggi dari

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

19

pasien dengan jerawat terhadap eritromisin (63,2 %), klindamisin (57,9 %),

tetrasiklin (47,4 %) (Sitohang, et al., 2019).

2.1.14 Uji Kepekaan terhadap Antimikroba in vitro

2.1.14.1 Metode Dilusi

Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM dan KBM dari suatu

antimikroba. Hal ini dapat dicapai dengan pengenceran antimikroba baik di media

agar atau broth. (Lalitha, 2009).

2.1.14.2 Metode Difusi Cakram

Diameter zona inhibisi yang mengitari disk antimikroba berhubungan

dengan KHM untuk bakteri tertentu. Secara umum, semakin besar zona inhibisi,

semakin rendah konsentrasi antimikroba yang dibutuhkan. Metode Kirby-Bauer

dan metode Stokes digunakan untuk pengujian kerentanan antimikroba. (Lalitha,

2009).

Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Antibakteri berdasarkan Diameter Zona Hambat

(Kriteria David Stout)

Aktivitas Antibakteri Diameter Zona Hambat (mm)

Lemah < 5

Sedang 5 – 10

Kuat 10 - 20

Sangat kuat > 20

(Zahro & Agustini, 2013).

2.2 Pepaya

2.2.1 Sejarah

Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Amerika tropis dan menyebar

sampai India pada abad ke 16. Tanaman ini dikenal sebagai papaya dalam bahasa

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

20

Inggris, papita dalam bahasa Hindi dan Erandakarkati dalam bahasa Sansekerta

(Yogiraj, et al., 2014).

Pepaya adalah tanaman tradisional yang sering digunakan untuk pengobatan

berbagai macam penyakit. Terutama daunnya yang digunakan mengobati penyakit

malaria, demam berdarah, penyakit kuning (Yogiraj, et al., 2014).

2.2.2 Taksonomi Pepaya

Toksonomi dari papaya adalah sebagai berikut (Yogiraj, et al., 2014) :

Domain : Flowering plant

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Dilleniidae

Superdivisi : Spermatophyta

Pili : Steptophyta

Ordo : Brassicales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya Linn

2.2.3 Morfologi Daun Pepaya

(Anitha , et al., 2018)

Gambar 2.8 Daun Pepaya (Carica papaya L.)

Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman bertangkai tunggal yang dapat

tumbuh hingga 20 meter. Daun pepaya berukuran besar, memiliki tulang daun

menjari atau palmate dan memiliki tangkai daun yang halus dan berongga (Anitha

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

21

, et al., 2018). Daun pepaya bergerombol di dekat puncak batang dengan tangkai

hingga 1 meter dan memiliki panjang daun 25-75 cm (Farooq, 2009).

2.2.4 Habitat dan Distribusi Geografis

Pepaya merupakan tumbuhan yang tumbuh dengan baik di daerah beriklim

tropis dengan ketinggian 100 meter diatas permukaan laut. Membutuhkan iklim

hangat dan lembab untuk hidup. Pepaya tumbuh dengan kondisi daerah yang suhu

udaranya diatas 100 C. Karena jika ditanam di daerah yang memiliki suhu dibawah

100C dapat memperlambat proses pematangan buah-buahan.

Tanaman pepaya membutuhkan media tumbuh yang subur.Media tumbuh

tanaman pepaya ini di tanah lempung berpasir yang dikeringkan dan mempunyai

pH 6-7 merupakan media tumbuh tanaman pepaya yang baik (Javadekar, 2014).

2.2.5 Kandungan Daun Pepaya

Daun pepaya mengandung berbagai kandungan kimia seperti alkaloids

carpain, pseudocarpain and dehydrocarpain I and II, choline, carposide, vitamin

C and E. Pada daun pepaya yang masih muda, kandungan carpain dan alkaloid

dapat menekan aksi jantung,mengatasi infeksi amoeba, sebagai anti malaria,

mengobati jaundice, kencing nanah, demam dan juga asma (Igwe, 2015). Daun

papaya muda ialah daun yang berwarna hijau yang terletak di 3 lapis pertama dari

pucuk daun (Fithriyani, 2017). Daun pepaya juga mampu menyembuhkan demam

berdarah dengan meningkatkan sel darah putih dan trombosit, menormalkan

pembekuan dan perbaikan hati (Aravind, et al., 2013).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

22

Tabel 2.5 Fitokimia Ekstrak Etanol Daun, Biji Mentah dan Matang Pepaya

(Quintal, et al., 2011)

Tabel 2.6 Fitokimia Ekstrak Etanol Daun dan Batang Pepaya Kandungan Daun Batang

Alkaloid + +

Saponin + +

Phenol + -

Flavonoid + +

Anthraquinone + -

Steroid + -

Terpenoid + -

(Umar, et al., 2018)

Tabel 2.7 Kandungan Bahan Aktif Daun Pepaya dalam Berbagai Ekstrak Kandungan Uji Ekstrak

aquades

Ekstrak

etanol

Ekstrak etil

asetat

Alkaloid Dragenodroff’s

test

+ + +

Karbohidrat Molish test - + +

Saponin Cloroform and

H2SO4 test

- + +

Glikosida Molish test - + +

Fenol Ferric chloride

test and lead

acetate test

- - +

Flavonoid Shinoda test - + +

Tannin Neutral Fecl3 - - -

(Nirosha & Mangalanayaki, 2013).

Berdasarkan tabel tabel 2.5 dan 2.6 didapatkan bahwa kandungan senyawa

aktif antimikroba pada daun pepaya lebih banyak dibandingkan bagian tanaman

pepaya lainnya (biji dan batang). Berdasarkan tabel 2.5 dan 2.6 ekstrak etanol daun

pepaya mengandung senyawa antimikroba seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid,

dan saponin. Sedangkan berdasarkan tabel 2.7, ekstrak daun pepaya mengandung

senyawa antimikroba alkaloid, saponin, dan flavonoid menggunakan pelarut etanol.

Bagian

tanaman

Alkaloid Flavonoid Triterpenoid Saponin

Daun +++ ++ +++ +

Biji mentah - - +++ +++

Biji matang + - + +++

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

23

2.2.5.1 Alkaloid

Alkaloid memiliki gugus basa yang mengandung nitrogen akan bereaksi

dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri.

Reaksi ini dapat menyebabkan perubahan stuktur dan perubahan asam amino.

Sehingga dapat menyebabkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA

sehingga mengalami kerusakan dan menyebabkan sel bakteri menjadi lisis dan sel

bakteri menjadi mati (Hartini & Mursyida, 2019).

2.2.5.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polar yang mudah larut dalam pelarut polar

seperti etanol,methanol,buthanol dan aseton. Mekanisme antibakteri yang dimiliki

flavonoid ialah dengan membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler

terlarut sehingga dapat merusak membran sel dari bakteri diikuti dengan keluarnya

senyawa interseluler. Selain itu, mekanisme lain yang dimiliki flavonoid adalah

menghambat metabolisme energi dengan menghambat penggunaan oksigen oleh

bakteri dan menghambat motilitas bakteri (Hartini & Mursyida, 2019).

2.2.5.3 Triterpenoid

Mekanisme triterpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan protein

transmembran pada membran luar dinding sel bakteri dan membentuk ikatan

polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya protein transmembran.

Rusaknya protein transmembran akan mengurangi permeabilitas membran sel

bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga

pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Rahmawati, 2009).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

24

2.2.5.4 Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok.

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri dengan mengganggu permeabilitas

membran sel bakteri, sehingga mengakibatkan rusaknya membran sel dan

menyebabkan keluarnya protein, asam nukleat dan nukleotida dari dalam sel bakteri

sehingga mengakibatkan bakteri menjadi lisis (Hartini & Mursyida, 2019).

2.2.6 Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya terhadap Mikroba

Menurut penelitian Aruljothi, et al., 2014 ekstrak daun pepaya terbukti

berefek antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella

pneumonia, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa seperti pada tabel 2.7.

Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah aseton dan metanol. Metode

pengujian efek antimikroba adalah difusi cakram. Kemudian, pada tabel 2.7 dan

2.8, menunjukkan bahwa pada konsentrasi terendah (50 mg/ml) dari ektrak daun

pepaya, terdapat aktivitas antibakteri tertinggi pada Pseudomonas aeruginosa (14

mm) dengan ekstrak metanol; dan aktivitas antibakteri terendah pada

Staphylococcus aureus (0 mm) pada ekstrak aseton dan metanol.

Tabel 2.8 Zona hambat menggunakan ekstrak aseton Nomer Bakteri Diameter zona hambat (mm)

25 mg/ml 50 mg/ml 75 mg/ml 100 mg/ml

1 Staphylococcus

aureus

0 0 10 14

2 Escherichia coli 0 12 13 17

3 Klebsiella

pneumonia

0 10 12 15

4 Proteus

vulgaris

0 11 14 16

5 Pseudomonas

aeruginosa

0 13 24 26

(Aruljothi, et al., 2014)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

25

Tabel 2.9 Zona hambat menggunakan ekstrak metanol Number Bakteri Diameter zona hambat (mm)

25 mg/ml 50 mg/ml 75 mg/ml 100 mg/ml

1 Staphylococcus

aureus

0 0 10 12

2 Escherichia coli 0 10 12 13

3 Klebsiella

pneumonia

0 10 11 14

4 Proteus

vulgaris

0 12 13 15

5 Pseudomonas

aeruginosa

0 14 17 24

(Aruljothi, et al., 2014)

Sedangkan Menurut penelitian Alorkpa,et al., 2016 ekstrak daun pepaya

terbukti berefek antimikroba terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,

Streptococcus pneumonia Escherichia coli dan Candida albicans pada tabel 2.9.

Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol. Metode pengujian efek

antimikroba adalah difusi cakram. Pada tabel 2.9 dan 2.10, menunjukkan bahwa

pada konsentrasi terendah yang dapat menimbulkan efek antimikroba adalah

konsentrasi (16 mg/ml) dari ekstrak daun pepaya, terdapat zona hambat tertinggi

pada Bacillus subtilis (10 mm inhibition zone) dan terendah Staphylococcus aureus

(8 mm inhibition zone).

Tabel 2.10Aktivitas antimikroba di berbagai konsentrasi Bakteri/Jamur Konsentrasi (mg/ml)

90 64 32 16 8 4 2 1

Bacillus

subtilis

- - - - + + + +

Staphylococcus

aureus

- - - - + + + +

Streptococcus

pneumonia

- - - - + + + +

Escherichia

coli

- - - - + + + +

Candida

albicans

- - - - + + + +

+ : mikroba tumbuh ; - : mikroba tidak tumbuh (Alorkpa, et al., 2016)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora

26

Tabel 2.11 Zona hambat berbagai bakteri dengan ekstrak etanol Ekstrak Zona Hambat (mm)

Bakteri/Jamur

Staphylococcus

aureus

Streptococcus

pneumonia

Escherichia

coli

Bacillus

subtilis

Candida

albicans

Ethanol 8.0 9.0 8.5 10.0 8.5

(Alorkpa, et al., 2016)

2.2.7 Konsentrasi Acuan Uji Aktivitas Antimikroba

Berdasarkan penelitian oleh Laga, Nurlaila 2013, yaitu “Uji Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Akar Pepaya (Carica papaya L.) terhadap

Pertumbuhan Staphylococcus aureus secara In Vitro” menggunakan ekstrak etanol

dengan menggunakan metode dilusi menggunakan konsentrasi 75%, 50%, 25%,

12,5%, 6,25% dan 2 kelompok kontrol. Pada penelitian ini didapatkan bahwa

ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus, karena

memiliki senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Pada

penelitian ini KBM pada konsentrasi 75%. (Laga, 2013).

Penelitian oleh Sabathani, 2018 yaitu “Optimasi Waktu Ekstraksi dan Rasio

Bahan Per Pelarut Ekstrak Daun Pepaya untuk Uji Aktivitas Antibakteri”

menggunakan ekstrak etanol menggunakan metode difusi cakram menggunakan

konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 2 kelompok kontrol.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, karena memiliki senyawa aktif seperti

alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Pada penelitian ini , KHM didapatkan

berupa zona jernih pada konsentrasi 3,125% sebesar 5,9 mm, 6,25% sebesar 5,9

mm, 12,5 % sebesar 6,1 mm, 25% sebesar 6,3 mm, 50% sebesar 7 mm, 100%

sebesar 10,2 mm (Sabathani, et al., 2018).