bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/bab ii.pdf · menghambat...

12
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Hidayat (2017); Triawan (2017) yaitu terdapat potensi dari biji pepaya California sebagai antibakteri sehingga mampu menghambat bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes (P. acnes) dan Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) sebesar 12,3% dan 0,5%. Ekstrak biji papaya (Carica papaya L.) kemudian diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun cair dengan variasi konsentrasi ekstrak. Konsentrasi optimum yang mampu menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak biji papaya serta menguji sifat fisik sediaan tersebut. Namun belum didapatkan viskositas terbaik pada formula sediaan sabun cair wajah tersebut. Perbedaan pada penelitian sebelumnya yaitu dilakukan kembali formulasi sabun cair wajah anti jerawat serta menguji sifat fisiknya karena terdapat kekurangan pada hasil viskositasnya dan menguji keamanan sediaan pada kulit melalui uji toksisitas subkronis dermal. B. Landasan Teori 1. Papaya California (Carica papaya L.) a. Klasifikasi Tanaman Papaya Menurut Dirjen Hortikultura (2005), klasifikasi tanaman, pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili ini memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jaracanta, dan Cylicomorpha. Namun yang banyak dibudidayakan adalah genus Carica. Adapun taksonomi tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Upload: others

Post on 25-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Hidayat (2017);

Triawan (2017) yaitu terdapat potensi dari biji pepaya California sebagai

antibakteri sehingga mampu menghambat bakteri penyebab jerawat yaitu

Propionibacterium acnes (P. acnes) dan Staphylococcus epidermidis (S.

epidermidis) sebesar 12,3% dan 0,5%. Ekstrak biji papaya (Carica papaya

L.) kemudian diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun cair dengan

variasi konsentrasi ekstrak. Konsentrasi optimum yang mampu

menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu

konsentrasi 15% ektsrak biji papaya serta menguji sifat fisik sediaan

tersebut. Namun belum didapatkan viskositas terbaik pada formula sediaan

sabun cair wajah tersebut. Perbedaan pada penelitian sebelumnya yaitu

dilakukan kembali formulasi sabun cair wajah anti jerawat serta menguji

sifat fisiknya karena terdapat kekurangan pada hasil viskositasnya dan

menguji keamanan sediaan pada kulit melalui uji toksisitas subkronis

dermal.

B. Landasan Teori

1. Papaya California (Carica papaya L.)

a. Klasifikasi Tanaman Papaya

Menurut Dirjen Hortikultura (2005), klasifikasi tanaman,

pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili ini memiliki

empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jaracanta, dan Cylicomorpha.

Namun yang banyak dibudidayakan adalah genus Carica. Adapun

taksonomi tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

5

Ordo : Caricales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L.

b. Kandungan

Biji (Carica papaya, L) mengandung senyawa yang mempunyai

aktivitas antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri Gram

positif dan Gram negatif. Biji pepaya juga mempunyai efek

antibakteri yang dapat bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit

kulit kronis (Dawkins et al., 2003). Hasil uji fitokimia terhadap

ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui mengandung senyawa

metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan

saponin. Golongan triterpene merupakan komponen utama dari biji

papaya dan memiliki aktifitas fisiologi sebagai antibakteri (Sukadana,

2007).

2. Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan

vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga

sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim,

umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh

(Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti

sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan

fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama

yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan

subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis,

subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel

dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

6

Gambar 2.1. Anatomi kulit (Mescher, 2013)

Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:

a. Lapisan Epidermis

Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit yang selalu

tumbuh dan berganti. Regenerasi sel-sel kulit akan terus terjadi

akibat pengikisan sel-sel luar dan akan diganti selsel lain yang

matang dan bergerak ke atas untuk menggantikan sel yang rusak.

Epidermis bervariasi dalam ketebalan. Epidermis mengalami

karatinasi (kornifikasi) dan dapat berdiferensiasi menjadi foot pads,

teracak, dan lain-lain. Di daerah yang terbuka, di daerah kepala dan

punggung, epidermis lebih tebal dibandingkan dengan daerah

seperti ketiak dan perut (Muller et al., 2001).

b. Dermis

Dermis terletak di frofundal epidermis, mengambil posisi

terbesar dari integumen, dan menjadi pembentuk struktur kulit

serta menjadi kekuatan kulit. Dermis terdiri dari dua lapisan utama,

yaitu:

1) Lapisan papilaris: lapisan papilaris ini tipis dan berbatasan

dengan epidermis serta membentuk dermal papillae.

2) Lapisan retikularis: lapisan retikularis ini tebal dibandingkan

dengan lapisan papilaris.

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

7

Selain itu terdapat juga unsur-unsur lain seperti pembuluh

darah, limfe, dan saraf. Terdapat juga folikel rambut yang

memproduksi rambut, kelenjar keringat (Muller et al., 2001).

c. Hypodermis (subkutaneus)

Lapisan tebal di fropundal dermis dan berisi jaringan

lemak, pembuluh darah, dan limfe. Di hypodermis ini terdapat

Corpusculus pacini (tekanan keras) dan Corpusculus meissner

(tekanan ringan). Hypodermis disusun oleh jaringan ikat sehingga

tidak terjadi perlekatan dengan jaringan profundalnya sehingga

kulit dapat bergerak bebas (Muller et al., 2001)

3. Jerawat

Jerawat adalah reaksi dari penyumbatan pori-pori kulit disertai

peradangan yang bermuara pada saluran kelenjar minyak kulit. Sekresi

minyak kulit menjadi tersumbat, membesar dan akhirnya mengering

menjadi jerawat (Muliyawan dan Suriana, 2013). Gangguan kulit yang

berupa peradangan dari folikel pilosebasea ini ditandai dengan adanya

erupsi komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada tempat

predileksinya (muka, leher, lengan atas, dada dan punggung)

(Wasitaatmadja, 1997).

Patogenesis jerawat dipengaruhi banyak faktor (multifaktorial).

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya jerawat,

yaitu:

a. Meningkatnya produksi sebum

Gollnick (2003) menyatakan bahwa hormon androgen

merangsang peningkatan produksi dan sekresi sebum. Peningkatan

produksi sebum secara langsung berkorelasi dengan tingkat

keparahan dan terjadinya lesi jerawat. Peningkatan produksi sebum

menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik

penyebab terjadinya lesi jerawat. Kelenjar sebasea dibawah kontrol

endokrin. Pituitari akan menstimulasi adrenal dan gonad untuk

memproduksi estrogen dan androgen yang mempunyai efek

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

8

langsung terhadap unit pilosebaseus. Stimulasi hormon androgen

mengakibatkan pembesaran kelenjar sebasea dan peningkatan

produksi sebum pada penderita jerawat, hal ini disebabkan oleh

peningkatan hormon androgen atau oleh hiperesponsif kelenjar

sebasea terhadap androgen dalam keadaan normal.

b. Hiperproliferasi epidermal dan pembentukan komedo

Perubahan pola keratenisasi folikel sebasea menyebabkan

stratum korneum bagian dalam dari duktus pilosebaseus menjadi

lebih tebal dan lebih melekat, akhirnya akan menimbulkan

sumbatan pada saluran folikuler. Bila aliran sebum ke permukaan

kulit terhalang oleh masa keratin tersebut, maka akan terbentuk

mikrokomedo. Mikrokomedo ini merupakan suatu proses awal dari

pembentukan lesi jerawat yang dapat berkembang menjadi lesi non

inflamasi maupun lesi inflamasi. Proses keratenisasi ini dirangsang

oleh androgen, sebum, asam lemak bebas dan skualen.

c. Kolonisasi mikroorganisme di dalam folikel sebaseus

Peran mikroorganisme penting dalam perkembangan

jerawat. Dalam hal ini mikroorganisme yang mungkin berperan

adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan

Corynebacterium acnes. Mikroorganisme tersebut berperan pada

kemotaktik inflamasi serta pada pembentukan enzim lipolitik

pengubah fraksi lipid sebum. Propionibacterium acnes

menghasilkan komponen aktif seperti lipase, protease,

hialuronidase dan faktor kemotaktik yang menyebabkan inflamasi.

Lipase berperan dalam menghidrolisis trigliserida sebum menjadi

asam lemak bebas yang berperan dalam menimbulkan

hiperkeratosis, retensi dan pembentukan komedo.

d. Adanya proses inflamasi

Propionibacterium acnes mempunyai aktivitas kemotaktik

yang menarik leukosit polimorfonuklear ke dalam lumen komedo.

Jika leukosit polimorfonuklear memfagosit Propionibacterium

acnes dan mengeluarkan enzim lipase yang dapat menghidrolisis

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

9

trigliserid dari sebum menjadi asam bebas yang bersifat iritasi dan

komedogenik, maka akan menimbulkan kerusakan dinding

folikuler dan menyebabkan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan

komponen keratin) masuk dalam dermis dan mengakibatkan

terjadinya proses inflamasi.

4. Metode Ekstraksi

Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang berarti

merendam, merupakan proses paling tepat ketika sampel yang sudah

halus memungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai

meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah

larut akan melarut (Ansel, 1989). Maserasi adalah cara ekstraksi yang

paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan

syarat Farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk

kasar) direndam dengan bahan pengekstraksi (Hargono, 1986).

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian

simplisia dengan derajat halus yang dikocok dimasukkan ke dalam

bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup

dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-

ulang diaduk (Hargono, 1986). Setelah 5 hari sari disaring, ampas

diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan

disaring, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana

ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2

hari, kemudian endapan dipisahkan (Hargono et al, 1986). Semakin

besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan

semakin banyak hasil yang diperas (kain pemeras) dan sisanya juga

diperas lagi (Voight, 1995).

5. Sabun Cair

a. Definisi Sabun Cair

Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang

digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan lemak

(kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

10

karbon C12 hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian

kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada

bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab

itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul

lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus

hidrofilik yang dapat larut didalam air.

b. Identifikasi Formula Sabun Cair

1) Ekstrak Biji Papaya

Pada formulasi sediaan ekstrak biji papaya digunakan sebagai

zat aktif

2) Natrium Lauret Sulfat

Pemerian : berwarna putih atau krem pucat kuning, Kristal

berwarna, serpih atau bubuk, rasa pahit, dan bau samar zat

lemak.

Kegunaan : sebagai surfaktan anioni (Rowe,2009).

3) Kokamid DEA (diethanolamine)

Pemerian : cairan kental atau lunak.

Kegunaan : sebagai surfaktan non ionik, meningkatkan

kualitas busa yang terbentuk, dan menstabilkan busa (Rowe,

2009).

4) Asam Sitrat

Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk putih, tidak

berbau, rasa sangat asam, agak higroskopik, merapuh dalam

udara kering dan panas.

Kelarutan : larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5

bagian etanol (95%) P; sukar larut dalam eter P

Kegunaan : sebagai pengawet (DEPKES RI, 1979).

5) HPMC (hidroxy propil methyl cellulose)

Pemerian : bubuk tidak berbau dan berasa, dengan atau krem-

putih berserat atau granular berwarna.

Kelarutan : larut dalam air dingin membentuk koloid kental,

praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%) dan eter

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

11

tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometana, dan

campuran methanol dan diklorometana.

Kegunaan : sebagai pengental (DEPKES RI, 1979).

6) BHA (butyl hidroksi anisol)

Pemerian : padatan seperti lilin, putih atau agak kekuningan,

bau khas lemah.

Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol,

propilen glikol, kloroform, dan eter.

Kegunaan : sebagai antioksidan (DEPKES RI, 1979)

7) Propilen Glikol

Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

rasa agak manis, higrosopik.

Kelarutan : dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P

dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak

dapat canmpur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak

lemak.

Kegunaan : menjaga kelembaban (DEPKES RI, 1979)

8) Dinatrium EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid)

Pemerian : serbuk hablur, putih.

Kelarutan : larut dalam air.

Kegunaan : sebagai pengkhelat (DEPKES RI, 1979)

9) Larutan kalium bifphtalat

Pemerian : sebuk hablur, putih.

Kelarutan : larut perlahan-lahan dalam air, larutan jernih, tidak

berwarna.

Kegunaan : menjaga kestabilan pH sabun cair (DEPKES RI,

1979).

10) Air Suling

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

Kegunaan : sebagai pelarut (DEPKES RI, 1979).

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

12

c. Kontrol Sifat Fisik Sabun Cair

Viskositas

Uji viskositas dilakukan untuk melihara perubahan

viskositas sediaan sabun wajah selama penyimpanan. Uji

viskositas sediaan sabun wajah dilakukan untuk mengetahui

kemudahan sediaan untuk mengalir. Kriteria viskositas yang

baik yaitu 400-4000 cPs (Spies, 1996).

6. Uji Toksisitas Subkronis

a. Toksisitas

Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam

menimbulkan kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau

saat berada dalam lingkungan (Priyanto, 2009).

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik

suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-

respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat

digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya

sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga

dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan manusia

(OECD, 2008).

Obat sebelum dipasarkan atau digunakan harus menjalani

serangkaian uji untuk memastikan efektivitas dan keamanannya

(Priyanto, 2009).Umumnya uji toksisitas terdiri atas dua jenis,

yaitu toksisitas umum (akut, subkronik dan kronik) dan toksisitas

khusus (teratogenik, mutagenik dan karsinogenik) (Priyanto, 2009;

Lu, 1994).

b. Toksisitas subkronik

Uji toksisitas subkronik adalah suatu pengujian untuk

mengetahui efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji

dengan dosis yang diberikan secara dermal pada hewan uji,

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

13

biasanya setiap hari atau lima hari dalam seminggu selama 28 hari

(BPOM RI, 2014).

Tujuan uji toksisitas subkronik adalah untuk memperoleh

informasi adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji untuk

mengetahui dosis yang tidak menimbulkan efek toksik, untuk

memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi

pada uji toksisitas akut (OECD, 2008).

Pada prinsipnya uji subkronis dermal sediaan uji dalam

beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari yang dipaparkan

melalui kulit pada beberapa kelompok hewan uji. Selama waktu

pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk

menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode

pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis

(kaku) segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara

makropatologi dan histopatologi. Pada akhir periode pemberian

sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya

dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ

maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi,

biokimia klinis, histopatologi (BPOM RI, 2014).

Parameter efek toksik adalah mortalitas, pertambahan berat

badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman, uji

laboratorium klinik, serta gambaran histopatologi organ.Berat

badan dan konsumsi makanan diukur setiap minggu. Berkurangnya

pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik yang

sederhana namun sensitif. Konsumsi makanan juga merupakan

indikator yang berguna, konsumsi makanan yang nyata berkurang

dapat menimbulkan efek yang mirip manifestasi toksik suatu zat

(BPOM RI, 2014). Uji laboratorium klinik mencakup pemeriksaan

hematologi, biokimia klinis dan histopatologi. Disamping itu, berat

relatif organ harus diukur karena merupakan indikator yang

berguna bagi toksisitas (Lu, 1994).

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

14

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Biji papaya (Carica papaya. L)

Memiliki aktivitas antibakteri karena mengandung senyawa

sekunder berupa alkaloid, fenol, tanin, saponin, flavonoid dan

triterpene

Konsentrasi optimum formulasi sediaan ekstrak etanol biji pepaya yang mampu menghambat bakteri

P.acnes dan S.epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak biji papaya

(Triawan, 2017).

Uji fisik Formulasi sediaan sabun cair ekstrak etanol biji papaya (Carica papaya L.) tersebut

memenuhi semua syarat uji stabilitas fisik sediaan sabun cair meliputi uji organoleptis, uji Ph, uji

bobot jenis, uji kadar alkali bebas, uji tinggi busa, dan uji stabilitas kecuali uji viskositas.

Formula dengan masing-masing variasi konsentrasi HPMC yang berbeda-beda

Sediaan sabun cair wajah ekstrak etanol biji papaya (Carica papaya. L) memiliki keamanan

terhadap uji praklinik meliputi uji toksisitas akut, uji iritasi, uji sensitisasi, uji teratogenisitas,

kecuali uji toksisitas subkronis

Uji toksisitas subkronik ini terdiri dari pengamatan secara makropatologi pada organ ginjal

maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis, dan histopatologi

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8723/3/BAB II.pdf · menghambat P. acnes dan S. epidermidis sebesar 15,03% dan 17,7% yaitu konsentrasi 15% ektsrak

15

D. Hipotesis

1. Uji fisik sediaan sabun cair wajah antijerawat ekstrak etanol biji

papaya (Carica papaya L.) memiliki uji sifat fisik pada viskositas yang

baik.

2. Sediaan sabun cair wajah antijerawat ekstrak etanol biji papaya

(Carica papaya L.) memenuhi syarat uji biokimia klinis.

3. Sediaan sabun cair wajah antijerawat ekstrak etanol biji papaya

(Carica papaya L.) memenuhi syarat uji hematopatologi.

4. Sediaan sabun cair wajah antijerawat ekstrak etanol biji papaya

(Carica papaya L.) memenuhi syarat uji histopatologi.

5. Sediaan sabun cair wajah antijerawat ekstrak etanol biji papaya

(Carica papaya L.) tidak berpotensi menyebabkan toksisitas subkronis

dermal.

Formulasi Dan Uji Toksisitas…, Iqbal Kurniawan, Fakultas Farmasi, UMP, 2018