pl 3 (casting plan) insyaallah fix.docx

49
PL III CASTING PLAN 3.1 Tujuan Tujuan pengujian pembuatan cetakan pasir adalah : 1. Agar praktikan mampu mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam casting plan 2. Agar praktikan dapat merencanakan dan membuat cetakan pasir, sistem saluran dan pola 3. Agar praktikan mampu memecahkan masalah-masalah dalam casting plan 3.2 Dasar Teori 3.2.1 Pola 3.2.1.1 Pengertian Pola Pola merupakan hal yang penting dalam pembuatan coran.Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu. Pola itu sendiri adalah bentuk tiruan dari produk yang akan dibuat dengan tambahan toleransi ukuran. Faktor penting untuk menetapkan macam pola adalah proses pembuatan cetakan dimana pola tersebut dipakai,dan lebih penting lagi pertimbangan ekonomi yang sesuai dengan jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan pola. Selain itu dalam proses mengubah gambar perencanaan mengubah gambar perencanaan menjadi gambar untuk pengecoran yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana cara membuat coran yang baik, menurunkan biaya pembuatan cetakan,membuat

Upload: harsa-firdiansyah

Post on 24-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PL IIICASTING PLAN

3.1 TujuanTujuan pengujian pembuatan cetakan pasir adalah :1. Agar praktikan mampu mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam casting plan2. Agar praktikan dapat merencanakan dan membuat cetakan pasir, sistem saluran dan pola3. Agar praktikan mampu memecahkan masalah-masalah dalam casting plan

3.2 Dasar Teori3.2.1 Pola3.2.1.1 Pengertian PolaPola merupakan hal yang penting dalam pembuatan coran.Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu. Pola itu sendiri adalah bentuk tiruan dari produk yang akan dibuat dengan tambahan toleransi ukuran.Faktor penting untuk menetapkan macam pola adalah proses pembuatan cetakan dimana pola tersebut dipakai,dan lebih penting lagi pertimbangan ekonomi yang sesuai dengan jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan pola.Selain itu dalam proses mengubah gambar perencanaan mengubah gambar perencanaan menjadi gambar untuk pengecoran yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana cara membuat coran yang baik, menurunkan biaya pembuatan cetakan,membuat pola yang mudah,menstabilkan inti dan cara mempermudah pembongkaran cetakan kemudian menentukan arah pembuatan kup dan drag,posisi permukaan pisah,bagian dari inti.

3.2.1.2 Macam-macam pola1. Pola pejalPola pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Pola ini dibagi menjadi 2 macam, pola tunggal dan pola belahan.

a. Pola tunggalPola ini dibentuk serupa dengan corannya, di samping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin, dan kemiringan pola, kadang dibuat menjadi satu dengan telapak inti.

Gambar 3.1 Pola TunggalSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 57)

b. Pola belahanPola belahan ini adalah pola yang dibelah di tengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin dibuat satu bidang.

Gambar 3.2 Pola BelahanSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 57)

2. Pola pelat pasanganPola ini merupakan pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola demikian juga saluran turun,pengalir,saluran masuk dan penambah.Pola ini cocok sekali untuk massa produksi dari coran kecil.Pola ini biasanya dibuat dari logam atau plastik.

Gambar 3.3 Pola Pelat PasanganSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 58)

3. Pola pelat kup dan dragDalam hal ini pola kayu,logam atau plastic direkatkan pada dua pelat. Demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk dan penambah. Pola semacam ini dipakai untuk meningkatkan produksi.

Gambar 3.4 Pola kup dan dragSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 58)

4. Pola cetakan sapuanAlat ini dibuat dari plat dengan sebuah penggeret dan pemutar pada tengahnya. Pembuatan cetakan dilakukan dengan memutar penggeret di sekitar pemutar.

Gambar 3.5 Pola Cetakan SapuanSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 58)

5. Pola penggeret dengan penuntunAlat ini dipergunakan untuk pipa lurus atau lengkung yang penampangnya tidak berubah. Penuntun dibuat dari kayu dan pembuatan cetakan dilakukan dengan menggerakkan penggeret.

Gambar 3.6 Pola PenggeretSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 58)

6. Pola penggeret berputar dengan rangka cetakPola yang di mana bagian pola dapat ditukar serta konsentris. Kedua ujung dari penggeret mempunyai poros. Pembuatan cetakan dilakukan dengan menggunakan penggeret di sekelilingnya.

Gambar 3.7 Pola PenggeretSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 59)

7. Pola kerangka Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat dasar dan membuat pelat dudukan lalu di senpu oleh penggeret untuk membuat permukaan lengkung yang kontive.

Gambar 3.8 Pola Kerangka (B)Sumber : Surdia dan Kenji (1991 : 59)

3.2.1.3 Bahan PolaAda beberapa bahan yang bisa digunakan untuk membuat pola, yaitu:1. KayuKayu yang dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu saru, kayu aras, kayu pinus, kayu mahoni, kayu jati, dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam dan ukuran pola, jumlah produknya, dan lamanya dipakai. Kayu yang kadar airnya lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentinganh yang disebabkan perubahan kadar air dalam kayu.2. Resin Sintetis Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin epoksi yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus tinggi, memberikan pengaruh yang lebih baik dengan penambahan pengencer, zat elastis atau zat penggemuk menurut penggunaannya.3. Pola LogamBahan yang dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Umumnya digunakan besi cor kelabu , karena sangat tahan aus, tahan panas, dan tidak mahal.Besi cor liat kadang juga dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga sering dipakai untuk pola cetakan kulit agar dapat memanaskan cetakan yang tebal secara merata. Alumunium juga kadang digunakan karena ringan dan mudah diolah, sehingga sering dipakai untuk pelat pola atau pola untuk cetakan.

3.2.1.4 Perencanaan Pembuatan Pola1. Menetapkan Kup dan DragDalam pembuatan kup dan drag, ada beberapa halyang harus diperhatikan antara lain: Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan Penempatan inti harus mudah, tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan secara teliti Sistem saluran harus sempurna untuk mendapat aliran logam cair yang optimal2. Penentuan tambahan penyusutanPembuatan pola perlu menggunakan mistar susut, yang telah diperpanjang sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola.

Tabel 3.1 Daftar Penyusutan

Sumber : Heine (1998 : 16)

Penentuan Tambahan Penyelesaian MesinTempat dimana coran memerlukan penyelesaian mesin harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya.Kelebihan tebalnya berbeda menurut bahan,ukuran,arah kup dan drag,serta keadaan pekerjaan mekanis.

Tabel 3.2 Daftar Penyelesaian Mesin

Sumber : Heine (1998 : 17)

Kemiringan PolaPermukaan yang tegak pada pola,dimiringkan dari permukaan pisah agar memudahkan pengangkatan pola dari cetakan.

Gambar 3.9 a. Contoh kemiringan pada tebal dindingb. Contoh kemiringan pada keseluruhanSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 53)3.2.2 Sistem Saluran3.2.2.1 Pengertian Sistem SaluranSistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ideal sampai saluran masuk kedalam rongga cetakan nama itu ialah cawan tuang, saluran turun, pengalir dan saluran masuk seperti dijelaskan berikut ini.

Gambar 3.10 Sistem SaluranSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 65)

3.2.2.2 Bagian Bagian Sistem Saluran1. Cawan Tuang (Pourin Basin)2. Saluran Turun (Sprue)3. Saluran Pengalir (Runner)4. Saluran Masuk (Gate)5. Saluran Penambah (Riser)6. Dam7. TrapKeterangan :1. Cawan Tuang (Pouring Basin)Bisaanya benbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu, cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kedalaman cawan tuang bisaanya 5-6 kali diameternya. Ada cawan tuang yang dilengkapi dengan inti pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat dibawahnya kemudian masuk kesaluran turun.Cawan tuang berfungsi untuk membantu sistem aliran logam untuk mengalir sebaik mungkin. Cawan tuang diharapkan berdimensi besar dan ditempatkan cukup dekat tepi kerangka cetak, agar proses penuangan bisa berlangsung cepat. Pada saat penuangan, cawan tuang diharapkan selalu dipertahankan penuh, dengan tujuan agar logam cair masuk secara merata ke rongga cetakan dan menghindari terjadinya pembekuan terlebih dahulu pada gate.

Gambar 3.11 Cawan Tuang (Pouring Basin)Sumber : P. L. Jain (1995 : 177)

2. Saluran Turun (sprue)Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irirsan berupa lingkungan. Ini merupakan saluran vertikal yang melalui cope (kerangka cetakan atas) yang menghubungkan antara cawan tuang dengan runner (saluran pengalir) atau gate. Ukuran sprue harus memenuhi kondisi tertentu sprue harus cukup kecil untuk dapat mempertahankan sprue terisi penuh cairan logam selama proses penuangan. Selain itu, untuk menjamin aliran cairan logam memasuki rongga cetakan tanpa menimbulkan turbulensi maupun pusaran.Pada saat yang sama, ukuran sprue harus cukup besar untuk menjamin ukuran rongga cetakan terisi penuh tanpa menimbulkan laps, seams, atau mis-run serta mencegah terjadinya aspirasi gas. Bentuk tirus kebawah dengan tujuan untuk menghindari terjadinya aspirasi gas dan kerusakan logam. Dasar sprue dibuat lebih besar dan lebih dalam daripada runner. Bagian yang dibuat lebih dalam dan lebih besar ini disebut spruewell yang berfungsi untuk menyerap energi kinetik.

Mencari Diameter sprue bawah2 = denganA2 = diameter sprue bawah m = massa = massa jenis t =pouring timeg = percepatan grafitasi h = tinggi

Mencari Sprue atasAatas = Abawah x

Gambar 3.12 Saluran TurunSumber : P. L. Jain (1995 : 178)

Choke AreaChoke area adalah luasan terkecil dari sistem saluran yang mengontrol kecepatan aliran ke dalam cavity sehingga mengontrol pula pouring time. Umumnya choke area didapati pada bagia bawah sprue untuk menentukan kecepatan aliran dengan segera, choke area dapat dihitung dengan rumus yang berdasarkan teorema Bernoulli yaitu :

A =

Dimana :A = Choke AreaW = Berat yang dituangd = Massa jenis logamt = Waktu penuanganc = Faktor efisiensi atau koefisien nozzleg = Percepatan gravitasih = Tinggi efektivitas head logam.

Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan logam cair yang akan mengisi rongga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan tinggi effective sprue / esh (effective sprue high). Kita dapat menghitung dengan bersamaan :

ESH = Dimana : H : Tinggi Sprue (cm)C : Tinggi CoranP : Tinggi coran dari cope hingga bagian teratas (cm)

3. Saluran Pengalir ( runner)Runner digunakan untuk menghubungkan bagian dasar sprue dengan gate. Pengalir bisanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Tetapi kalau terlalu besar tidak ekonomis sebaiknya disesuaikan dengan fungsinya

Rumus :Perbandingan Luas sprue - Runner - IngateSprue Area : Runner Area : Ingate area1:3:3Jari-jari Runnerr = dimana :r = jari-jari runner RA = Luas area runner

Gambar 3.13 Saluran PengalirSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 68)

4. Saluran Masuk (in gate)Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bisaanya berbentuk bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga untuk mencegah terkikisnya cetakan.Rumus :Perbandingan Luas sprue - Runner - IngateSprue Area : Runner Area : Ingate area1:3:3Jari-jari Ingater = dimana :r = jari-jari IngateRA = Luas area ingate

Gambar 3.14 Saluran Masuk (in gate)Sumber : Surdia dan Kenji (1991 : 68)

5. Saluran Penambah (riser)Saluran penambah adalah sistem saluran yang berfungsi untuk menampung kelebihan logam cair, sebagai cadangan bila penyusutan dan juga berfungsi sebagai pemberat dan pengumpan untuk menyuplai cairan logam kepada produk cor. Bentuk riser ini berupa potongan lubang yang berada pada cetakan atas (cope) yang memperbolehkan cairan logam untuk naik, sehingga akan memudahkan bagi penuang untuk melihat apakah cairan logam sudah mengisi seluruh rongga cetakan. Riser memfasilitasi keluarnya gas, uap, dan udara dari rongga cetakan. Persyaratan utama riser yang efektif yaitu: Volumenya cukup sampai bagian terakhir produk cor menyusut Mampu mengatasi penampung yang tipis yang membutuhkan pengumpan Riser mampu mengatasi gradien temperatur sehingga arah pembekuan tetap mengarah keatas riser Sifat fluiditas cairan logam cukup untuk mempertahankan temperatur logam dalam keadaan cair.

Perhitungan Riser

Tabel 3.3 Riser neck dimensions

Sumber : Heine et al (1976 : 244)

Gambar 3.15 Tipe RiserSumber : Heine et al (1976 : 244)

Sprue runner Gate RatioUntuk memaksimalkan hasil coran, maka desain dari sistem saluran sangatlah penting. Menggunakan sprue runner gate ratio sesuai dengan logam yang akan dicor.

Tabel 3.4 Sprue Runner Gate Ratio

Sumber : Heine et al (1976 : 224)

6. Dam Dam adalah bagian dari sistem saluran yang berfungsi untuk memisahkan kotoran dengan berat jenis yang tinggi.

Gambar 3.16 DamSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 65)

7. TrapTrap diperlukan untuk memisahkan unsur - unsur inklusi non logam supaya kekosongan cetakan dapat diisi hanya oleh logam cair yang basah. Inklusi dapat timbul dan logam cair dari slag atau kotoran dari dapur atau partikel-partikel dari cetakan metode pemisahan adalah berdasarkan massa jenisnya.

Gambar 3.17 TrapSumber : Diktat Kuliah Yudy S. I (2011 : 23)

3.2.2.3 Macam-macam Sistem SaluranBerbagai macam sistem saluran yang dipakai menurut bentuk coran. Ada saluran pisah, saluran bawah, saluran pensil, saluran bertingkat, saluran cincin.1. Saluran PisahSaluran pisah mempunyai saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, darimana logam cair dijatuhkan kedalam rongga cetakan.

Keuntungan : Udara mudah keluar saat logam cair dituangkan karena memiliki dua saluran yang berbeda sehingga ada jalur untuk keluar.Kerugian : Temperatur penuangan harus lebih tinggi dan kecepatan penuangan juga harus cepat.

Gambar 3.18 Saluran PisahSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 69)

2. Saluran BawahSaluran bawah mempunyai saluran masuk pada bagian bawah dari rongga cetakan.Keuntungan : Logam cair lebih merata saat menempati ruang rongga pada cetakan dilakukan dari bawah.Kerugian : Logam cair dapat langsung membeku sebelum mencapai atas, untuk itu dibutuhkan kecepatan penuangan yang sesuai. Hal ini dikarenakan saluran yang dilewati logam cair lebih panjang.

Gambar 3.19 Saluran BawahSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 69)

3. Saluran BertingkatSaluran bertingkat mempunyai saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk.Keuntungan : logam cair dapat mengisi cetakan karena memiliki banyak saluran masuk.Kerugian : Pembuatan Cetakan yang rumit dan sistem saluran yang dibuat dapat menjadi panjang.

Gambar 3.20 Saluran BertingkatSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 70)

4. Saluran CincinSaluran yang mempunyai bentuk seperti cincin

Gambar 3.21 Saluran CincinSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 69)

Keuntungan : Logam cair lebih merata pada cetakan terutama untuk benda benda simetris karena memiliki saluran masuk mengelilingi pola.Kerugian : Diperlukan temperatur dan kecepatan penuangan yang tinggi agar logam cair yang dituangkan tidak mengeras sebelum waktunya.3.2.3 Pelapis3.2.3.1 Fungsi PelapisPelapis adalah suatu lapisan cetakan dengan bahan grafit atau bubuk mika yang dicampur air lalu dicatkan atau disemprotkan pada permukaan cetakan yang memiliki fungsi tertentu.Bahan pelapis mempunyai fungsi sebagai berikut:1. Mencegah fusi dan pentrasi logam.2. Mendapatkan permukaan coran yang halus.3. Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah pada waktu pembongkaran.4. Meniadakan cacat-cacat disebabkan pasir, umpamanya sirip.

3.2.3.2 Syarat PelapisBahan pelapis harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:1. Sifat tahan panas untuk dapat menerima temperatur ruangan.2. Pelapis setelah kering harus cukup kuat, tidak rusak karena logam cair.3. tebal pelapis yang cukup agar dapat mencegah penetrasi logam.4. Gas yang ditimbulkan harus sedikit.

3.2.3.3 BahanBahan lapisan cetakan untuk cetakan pasir basah memakai grafit, bubuk mika atau talek yang murni. Bahan ini ditaburkan atau dicatkan dengan kuas pada permukaan cetakan basah.Bahan lapisan cetakan untuk cetakan pasir kering memakai:1. Bubuk grafit atau arang, kalau temperatur penuangan dibawah 1350 CSebagai contoh komposisinya sebagai berikut:a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 0-40; grafit tanah (100-60); bentonit 10-20 (lempung tahan api 20-40).b. Campuran grafit (Grafit kerak 20-50, grafit tanah atau jelaga kokas 80-50); bentonit 10-20 (tanah lempung tahan api 20-40). Dalam hal penggunaan lempung tahan api, dicampur gula tetes 2-5 atau lignin asam sulfonat kurang dari 2 untuk tiap campuran grafit 100.2. Untuk lapisan cetakan yang mengalami temperatur penuangan diatas 1350 CSebagai contoh, komposisinya sebagai berikut:a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 90-80, jelaga kokas 20); bentonit 10-20.b. Grafit kerak 100, amonium khlorida 0,5 bentonit 10-20.Agar permukaan inti kuat, terutama sifat ketahan panasnya serta dapat memberikan kehalusan permukaan dan hasil coran, permukaan inti dapat diberi bahan pelapis dari serbuk silika, zirkon atau talk dengan campuran air atau alkohol.

3.3 Desain Kerja I3.3.1 Desain Benda Kerja(Terlampir)

3.3.2 Desain Kup dan Drag(Terlampir)

3.3.3 Desain Pola(Terlampir) Perhitungan toleransi penyusutanPerhitungan ini mengacu pada tabel penyusutan yang disarankan

Tabel 3.5 Toleransi penyusutan

Sumber : Heine (1978 : 16)Tabel yang digunakan adalah pola dengan bahan aluminium dimensi pola up to 48 in dengan tipe konstruksi adalah open construction maka nilai penyusutannya 5/32 in/ft yaitu setiap 1 ft terjadi penyusutan sebesar 5/32 in, dimana 1 in = 25.4 mm I ft = 304.8 mmmaka 5/32 in = 3.968 mm

Perhitungan Toleransia. 75 mm

x = 0,976

b. 40 mm

x = 0,521

c. 20 mm

x = 0,260

d. 60 mm

x = 0,781

e. 15 mm

x = 0,195

f. 10 mm

x = 0,130

g. 5 mm

x = 0,065

Perhitungan toleransi permesinanPerhitungan ini mengacu pada tabel finishing pola dengan toleransi permesinan

Tabel 3.6 Toleransi Permesinan

Sumber: Heine (1978 : 17)Tabel finishing pola dengan permesinan adalah bahan yang digunakan aluminium dengan dimensi up to 12 in sehingga finishing dengan perbandingan 1/16 in dimana 1 in = 25.4 mm sehingga 1/16 in = 1.5875

Toleransi kemiringan polaPerhitungan toleransi ini mengacu pada buku tata surdia yaitu kemiringan pola sebesar 1/30 dari panjang benda yang diberi toleransi kemiringan di setiap sisinya.a. 10 mm

Maka diameter akhir polaa. 10 mm11,72 + 2 (1,172) = 14,06 mm

Total toleransia. 75 mm75 mm + 0,976 + 1,5875 = 77,56 mmb. 40 mm40 mm + 0,521 + 1,5875 = 42,11 mmc. 20 mm20 mm + 0,260 + 1,5875 = 21,85 mmd. 60 mm60 mm + 0,781 + 1,5875 = 62,37 mme. 15 mm15 mm + 0,195 + 1,5875 = 16,78 mmf. 10 mm10 mm + 0,130 + 1,5875 = 11,72 mmg. 5 mm5 mm + 0,065 + 1,5875 = 6,65 mm

3.3.4 Desain Sistem Saluran(Terlampir) Volume pola benda = 62962,752 mm3 = 62,96 . 10-6 m3 Luas benda kerja = 13477,274 mm2 Berat benda kerja= = 2710 kg/mm3 x 62,96 . 10-6 m3= 0,171 kg= 0,46 pound

Pouring Time (waktu penuangan)Rumus pouring time berasal dari satuan British sehingga berat coran yang digunakan satuan poundt = 1,0 (Principle of Metal Casting hal 222)

= 0,672

Langkah I mencari diameter sprue (saluran turun) bawahh = 150 mm2 = 2 = 2 = 54,26 . 10-6 m22 = 54,26 mm2

Diameter sprue bawahA2 = r22r22

r2= 4,16 mmd = 8,32 mm

Langkah II mencari sprue atash = 70 mm2 = 2 = 79,43 mm2

Diameter sprue atasA2 = r22r22

r2 = 5,03 mmd = 10,06 mm

Gating ratioA sprue bawah : A runner : A ingate1 : 3 : 354,26 mm2 : 162,78 mm2 : 162,78 mm2

Luas panjang runner I = 162,78 mm2Panjang sisi runner I = mm2 = 12,76 mm

Luas panjang runner II = 162,78 mm2Panjang sisi runner II = mm2 = 12,76 mm

Perhitungan riser I

11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r = 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mm

Perhitungan riser II

11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r = 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mm

3.3.5 Desain Cetakan Pasir(Terlampir)

3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir3.4.1 Alat dan Bahan1. Rangka Cetak (Kup dan Drag)Alat ini digunakan sebagai tempat untuk membuat cetakan pasir

Gambar 3.22 Rangka Cetak (Kup dan Drag)Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

2. Saluran Masuk dan Saluran PenambahAlat ini digunakan sebagai tempat mengalirnya logam cair dalam cetakan

Gambar 3.23 Saluran Masuk dan Saluran PenambahSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

3. PolaAlat ini digunakan untuk membuat bentuk/rongga cetakan benda cor

Gambar 3.24 PolaSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

4. Sand MollenAlat ini digunakan untuk mencampur pasir, bentonite, dan air

Gambar 3.25 Sand MollenSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

5. Papan datarAlat ini digunakan sebagai tempat landasan dalam membuatcetakan

Gambar 3.26 Papan datarSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

6. KameraDigunakan sebagai alat dokumentasi

Gambar 3.27 Kamera Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

3.4.2 Urutan Kerja 1. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu dengan sand mollen agar campurannya merata2. Letakan pola cetakan pada papan datar berikut dengan drag, kemudian masukan pasir cetak dan padatkan hingga merata dan padat memenuhi drag. Ratakan permukaan pasir cetak bagian atas dengan papan kayu.3. Balik drag, kemudian taburi pola dengan grafit. Sedangkan untuk pasir cetak, taburi dengan pasir silika halus agar pola dan pasir cetak tidak lengket, kemudian ratakan dengan kuas secara hati-hati.4. Letakan kup di atas drag, kemudian letakan saluran turun dan saluran penambah.5. Isi kup dengan pasir cetak, padatkan dan selama pemadatan jangan sampai saluran turun dan saluran penambah berubah posisi. 6. Ambil saluran turun, saluran penambah dengan hati-hati jangan sampai pasir ikut terangkat.7. Angkat kup dari drag secara hati-hati, kemudian ambil polanya. Apabila masih ada kerusakan, maka tempatkan kembali pola ke posisi semula dan isi bagian-bagian yang rusak tersebut dengan pasir cetak.8. Taburi rongga bekas pola tesebut dengan grafit, kemudian ratakan dengan kuas secara hati-hati. 9. Letakan kembali kup di atas drag, kemudian cetakan yang sudah jadi tersebut letakan di tempat yang datar dan aman, di atas cetakan di beri pemberat.

3.5 Studi Kasus dan Analisa3.5.1 Studi kasusDari praktikum pembuatan cetakan I, didapatkan hasil cetakan dengan permasalahan sebagai berikut :1. Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada rongga cetakan pada saat pelepasan pola

Gambar 3.28 Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada rongga cetakan pada saat pelepasan polaSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

2. Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang bersudut

Gambar 3.29 Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang bersudutSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

3. Ketidakpresisian pola

Gambar 3.30 Ketidakpresisian pola Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

3.5.2 AnalisaHal-hal yang menyebabkan permasalahan tersebut adalah1. Kurang meratanya campuran antara air, bentonit, dan pasir sehingga ada pasir yang belum berikatan dengan bentonit, selain itu juga kurangnya pemadatan yang dilakukan sehingga banyak rongga antar butir2. Kurangnya penekanan pada saat pembuatan cetakan, terutama pada bagian yang bersudut sehinggan cetakan kurang padat.3. Kurangnya ketelitian dimensi dalam pembuatan pola

3.5.3 Pemecahan Masalah1. Agar butiran tidak banyak terjatuh, pencampuran dilakukan secara merata dan dilakukan penekanan yang cukup2. Pada bagian bersudut, pasir cetak lebih dipadatkan 3. Lebih teliti lagi dalam pembuatan pola (saat pemukuran dan pemotongan pola)

3.6 Desain Kerja II3.6.1 Desain Benda Kerja(Terlampir)

3.6.2 Desain Kup dan Drag(Terlampir)

3.6.3 Desain Pola(Terlampir) Perhitungan toleransi penyusutanPerhitungan ini mengacu pada tabel penyusutan yang disarankan

Tabel 3.7 Toleransi penyusutan

Sumber: Heine (1978 : 16)

Tabel yang digunakan adalah pola dengan bahan aluminium dimensi pola up to 48 in dengan tipe konstruksi adalah open construction maka nilai penyusutannya 5/32 in/ft yaitu setiap 1 ft terjadi penyusutan sebesar 5/32 in, dimana 1 in = 25.4 mm I ft = 304.8 mmmaka 5/32 in = 3.968 mm

Perhitungan Toleransih. 75 mm

x = 0,976

i. 40 mm

x = 0,521

j. 20 mm

x = 0,260

k. 60 mm

x = 0,781

l. 15 mm

x = 0,195

m. 10 mm

x = 0,130

n. 5 mm

x = 0,065

Perhitungan toleransi permesinanPerhitungan ini mengacu pada tabel finishing pola dengan toleransi permesinan

Tabel 3.8 Toleransi Permesinan

Sumber: Heine (1978 : 17)

Tabel finishing pola dengan permesinan adalah bahan yang digunakan aluminium dengan dimensi up to 12 in sehingga finishing dengan perbandingan 1/16 in dimana 1 in = 25.4 mm sehingga 1/16 in = 1.5875

Toleransi kemiringan polaPerhitungan toleransi ini mengacu pada buku tata surdia yaitu kemiringan pola sebesar 1/30 dari panjang benda yang diberi toleransi kemiringan di setiap sisinya.a. 10 mm

Maka diameter akhir polab. 10 mm11,72 + 2 (1,172) = 14,06 mm

Total toleransia. 75 mm75 mm + 0,976 + 1,5875 = 77,56 mmb. 40 mm40 mm + 0,521 + 1,5875 = 42,11 mmc. 20 mm20 mm + 0,260 + 1,5875 = 21,85 mmd. 60 mm60 mm + 0,781 + 1,5875 = 62,37 mme. 15 mm15 mm + 0,195 + 1,5875 = 16,78 mmf. 10 mm10 mm + 0,130 + 1,5875 = 11,72 mmg. 5 mm5 mm + 0,065 + 1,5875 = 6,65 mm

3.6.4 Desain Sistem Saluran(Terlampir) Volume pola benda = 62962,752 mm3 = 62,96 . 10-6 m3 Luas benda kerja = 13477,274 mm2 Berat benda kerja= = 2710 kg/mm3 x 62,96 . 10-6 m3= 0,171 kg= 0,46 pound

Pouring Time (waktu penuangan)Rumus pouring time berasal dari satuan British sehingga berat coran yang digunakan satuan poundt = 1,0 (Principle of Metal Casting hal 222)

= 0,672

Langkah I mencari diameter sprue (saluran turun) bawahh = 150 mm2 = 2 = 2 = 54,26 . 10-6 m22 = 54,26 mm2

Diameter sprue bawahA2 = r22r22

r2 = 4,16 mmd = 8,32 mm

Langkah II mencari sprue atash = 70 mm2 = 2 = 79,43 mm2

Diameter sprue atasA2 = r22r22

r2 = 5,03 mmd = 10,06 mm

Gating ratioA sprue bawah : A runner : A ingate1 : 3 : 354,26 mm2 : 162,78 mm2 : 162,78 mm2

Luas panjang runner I = 162,78 mm2Panjang sisi runner I = mm2 = 12,76 mmLuas panjang runner II = 162,78 mm2Panjang sisi runner II = mm2 = 12,76 mm

Perhitungan riser I

11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r = 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mmPerhitungan riser II

11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r = 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mm3.6.5 Desain Cetakan Pasir(Terlampir)

3.7 Studi Kasus Dan Analisa3.7.1 Studi KasusDari praktikum pembuatan cetakan II, didapatkan hasil cetakan dengan permasalahan sebagai berikut :1. Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada rongga cetakan pada saat pelepasan pola

Gambar 3.31 Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada rongga cetakan pada saatpelepasan polaSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

2. Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang bersudut

Gambar 3.32 Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang bersudutSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya

3.7.2 AnalisaHal-hal yang menyebabkan permasalahan tersebut adalah1. Kurang meratanya campuran antara air, bentonit, dan pasir sehingga ada pasir yang belum berikatan dengan bentonit, selain itu juga kurangnya pemadatan yang dilakukan sehingga banyak rongga antar butir2. Kurangnya penekanan pada saat pembuatan cetakan, terutama pada bagian yang bersudut sehinggan cetakan kurang padat.

3.7.3 Pemecahan Masalah1. Agar butiran tidak banyak terjatuh, untuk pencampuran antara pasir, bentonite dan air dilakukan secara merata, kalau bisa menggunakan alat bantu agar hasilnya bisa maksimal dan juga dilakukan penekanan yang cukup2. Pada bagian bersudut, hendaknya bisa ditekan dengan jari sehingga pada bagian tersebut tidak mengalami retakan

3.8 Kesimpulan dan Saran 3.8.1 Kesimpulan 1. Untuk cara mendesain pola hal yang diperhatikan adalah perhitungan pada kemiringan, penyusutan, dan pengerjaan mesin harus sangat teliti. Karena jika tidak maka pada saat pembuatan cetakan akan kesulitan untuk mencabut atau mengambil pola dari pasir cetak dan juga kesulitan pada pembuatan itu sendiri. 2. Untukpemilihan pola, saluran, dan cetakan yang cocok itu tergantung dari jenis pola tersebut dan juga tingkat kesulitan pada pembuatan saluran 3. Macam macam bentuk pola ada banyak, tergantung pada jenis pola apa yang akan dipakai pada saat pembuatan cetakan pasir dan itu dilihat dari keuntungan dan kekurangan jenis pola yang akan dipakai. Untuk saluran praktikan bisa menganalisa jenis pola yang akan dipakai. Ini dapat ditinjau dari kesulitan, harga, dan efisiensinya. Sedangkan untuk cetakan kami menggunakan pasir karena masih dalam pembelajaran.

3.8.2 Saran1. Untuk pencampuran pasir, bentonit, dan air pada saat pembuatan cetakan pasir diharapkan bisa memakai alat bantu agar hasil pencampurannya bisa merata 2. Untuk praktikan diharapkan bisa menepati waktu saat asistensi dan menyelesaikan tugas yang diberikan 3. Untuk praktikan diharapkan bisa bekerja sama saat penyelesaian tugas dan juga pada saat pembuatan cetakan pasir I dan II serta pada saat penuangan logam.