bab ii gambaran wilayah 2.1 kabupaten enrekang 2.1.1

29
15 BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Enrekang termasuk dalam salah satu wilayah dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang secara astronomis terletak pada 3° 14’ 36” - 3° 50’ 00” LS dan 119° 40’53” - 120° 06’ 33” BT dan berada pada ketinggian 442 m dpl, dengan luas wilayah sebesar 1.786,01 km². Kabupaten Enrekang berbatasan dengan Tana Toraja di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Sidrap, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pinrang. Selama setengah dasawarsa terjadi perubahan administrasi pemerintahan baik tingkat kecamatan maupun pada tingkat kelurahan/desa, yang awalnya pada tahun 1995 hanya berjumlah 5 kecamatan dan 54 desa/kelurahan, tetapi pada tahun 2008 jumlah kecamatan menjadi 12 kecamatan dan 129 desa/kelurahan. Adapun pembagian kecamatan dalam lingkup kabupaten Enrekang antara lain: 1. Kecamatan Alla 7. Kecamatan Cenrana 2. Kecamatan Anggeraja 8. Kecamatan Curio 3. Kecamatan Enrekang 9. Kecamatan Malua 4. Kecamatan Masalle 10. Kecamatan Baraka 5. Kecamatan Buntu Batu 11. Kecamatan Bungin 6. Kecamatan Baroko 12. Kecamatan Maiwa

Upload: dohanh

Post on 11-Jan-2017

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

15

BAB II

GAMBARAN WILAYAH

2.1 KABUPATEN ENREKANG

2.1.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Enrekang termasuk dalam salah satu wilayah dalam Provinsi Sulawesi

Selatan yang secara astronomis terletak pada 3° 14’ 36” - 3° 50’ 00” LS dan 119° 40’53” -

120° 06’ 33” BT dan berada pada ketinggian 442 m dpl, dengan luas wilayah sebesar

1.786,01 km². Kabupaten Enrekang berbatasan dengan Tana Toraja di sebelah utara, di

sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Sidrap, di sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Pinrang.

Selama setengah dasawarsa terjadi perubahan administrasi pemerintahan baik tingkat

kecamatan maupun pada tingkat kelurahan/desa, yang awalnya pada tahun 1995 hanya

berjumlah 5 kecamatan dan 54 desa/kelurahan, tetapi pada tahun 2008 jumlah kecamatan

menjadi 12 kecamatan dan 129 desa/kelurahan. Adapun pembagian kecamatan dalam

lingkup kabupaten Enrekang antara lain:

1. Kecamatan Alla 7. Kecamatan Cenrana

2. Kecamatan Anggeraja 8. Kecamatan Curio

3. Kecamatan Enrekang 9. Kecamatan Malua

4. Kecamatan Masalle 10. Kecamatan Baraka

5. Kecamatan Buntu Batu 11. Kecamatan Bungin

6. Kecamatan Baroko 12. Kecamatan Maiwa

Page 2: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

16

Secara umum bentuk topografi wilayah Kabuparten Enrekang terbagi atas wilayah

perbukitan karst (kapur) yang terbentang di bagian utara dan tengah, lembah-lembah yang

curam, sungai serta tidak mempunyai wilayah pantai. Jenis flora yang banyak ditemukan

pohon bitti atau yang biasa disebut vitex cofassus, pohon hitam Sulawesi atau diospyros

celebica, pohon ulin/kayu besi eusideraxylon zwageri, pohon lithocarpus celebica, kayu

bayam, kayu agatis - agatis celebica, kayu kuning – arcangelisia flava merr. Selain itu

terdapat juga rotan lambang-calamus sp, rotan tohiti – calamus inops becc. Rotan taman.

Jenis angrek juga banyak ditemukan anggrek yaitu goodyera celebica, anggrek Sulawesi

dari species phalaenopsis venosa, anggrek kalajenigking arachnis celebica. Anggrek

pleomele angustifolia. Anggrek cymbidium finlaysonianum, dan jenis tanaman lainnya

(Alamendah, 2011).

Lokasi penelitian penulis berada di Kecamatan Maiwa, Desa Palakka, Dusun Labale.

Situs yang menjadi objek penulis berupa ceruk yang berada di atas bukit karst dan untuk

mencapai situs ini, harus ditempuh dengan berjalan kaki melewati pinggir sungai, kebun

penduduk dan hutan dengan jarak ± 1,5 km dari pemukiman warga yang dapat ditempuh

selama 30 menit. Secara astronomis situs ini terletak titik S 03º 338’ 04,6” dan E 119º

49’24,6” dengan ketinggian 442 m dpl. Temuan arkeologis yang ditemukan berupa wadah

kubur berjumlah 27 buah.

Page 3: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

17

Page 4: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

18

2.1.2 Sistem Kepercayaan

Konsepsi kepercayaan mulai muncul ketika adanya kesadaran manusia bahwa, adanya

kekuatan lain yang lebih mengagumkan terhadap hal-hal atau gejala-gejala tertentu yang

sifatnya luar biasa, yang lebih besar diluar kekuatan manusia itu sendiri, yang tak bisa

dijelaskan oleh akal manusia yang disebut kekuatan supranatural. Hal serupa juga

dirasakan masyarakat Enrekang pada masa lampau dimana mereka mulai mengenal suatu

kepercayaan yang disebut Aluk Tojolo.

Aluk Tojolo ini berdasarkan tujuh asas yang terbagi dalam dua bagian, pertama yang

berkaitan dengan kepercayaan yang terdiri atas tiga asas yang dikenal “Tallu Aluk Pamula”

yaitu: 1. Percaya dan menyembah kepada Puang Matua sebagai sang pencipta alam, 2.

Percaya dan menyembah kepada Dewata-dewata yang memeliharan ciptaan Puang Matua.

Pengertian dewata berasal dari kata Den Watanna yang artinya memiliki suatu kekuatan,

ada beberapa Dewata yang dikenal pada masyarakat Enrekang yang namanya disesuai

dengan tempat mereka berada, seperti dewata jo palli yaitu dewata yang berada pada

gunung palli, dewata yang menguasai air dan sumber air disebut Dewata Jo Wai dan masih

banyak lagi dewata-dewata lain yang dikenal dalam masyarakat, 3. Percaya dan

menyembah kepada Tojolo sebagai pemberi berkah dan memelihara kepada keturunannya.

Kedua, berkaitan dengan kehidupan yang terdiri atas empat asas atau yang dikenal

dengan nama “A’pa’ Pamula Ada’” yaitu: 1. Ada’ Tojolo, yakni adat kelahiran manusia 2.

Ada’ Tolino, yakni adat kehidupan dari pada manusia 3. Ada’ Peta’da Damban, yakni adat

penyembahan kepada tuhannya 4. Ada’ Tomate, yakni adat kematian manusia. Sebagai

lambang penghormatan baik kepada dewata maupun kepada roh nenek moyang agar diberi

perlindungan/keselamatan terhadap pengaruh jahat dan memberikan berkat/kesejahteraan

Page 5: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

19

kepada mereka. Bersumber dari kepercayaan tersebut maka timbulah upacara ritual.

Upacara-upacara ritual tersebut antara lain:

1. Upacara adat maccere manurung (untuk menghormati arwah leluhur)

2. Upacara mangkande-kande (pada saat turun sawah/panen)

3. Upacara mampejampi (pengobatan)

4. Upacara meta’da barakka (meminta berkah).

Kepercayaan Aluk Tojolo di Enrekang berintikan pada dua hal, yakni pandangan

terhadap kosmos dan kesetiaan kepada leluhur.

2.1.3 Sistem Sosial

Terbentuknya stuktur pelapisan sosial masyarakat Enrekang berawal dari konsep To

Manurung, dimana cara kedatangan To Manurung yang tiba-tiba turun dari langit dianggap

luar biasa dan memberikannya kewibawaan yang ampuh dalam menghadapi rakyat, hal ini

memberikan pula suatu anggapan pada masyarakat bahwa status sosial To Manurung dan

keturunannya lebih tinggi dari masyarakat biasa. Pada umumnya masyarakat Enrekang

mengenal tiga lapisan masyarakat yaitu:

- Golongan To Puang atau Arung (bangsawan), bagi masyarakat Enrekang, keturunan To

Puang dianggap titisan dewa sehingga mereka mempunyai peranan dalam memegang

pucuk pimpinan yang tertinggi dalam suatu daerah kekuasaan, seperti Raja Ada’,

Ambe’banua, Ambe’kampung atau Tomatua.

- Golongan To Mardeka (rakyat biasa) golongan ini menempati golongan tengah, dimana

mereka tidak sebagai kaum bangsawan (penguasa) dan bukan orang yang diperhamba.

- Golongan To Kaunan (hamba milik to puang). Golongan yang diperhamba atau abdi

dari orang lain.

Page 6: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

20

Ketiga golongan tersebut dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Enrekang sekarang

tidak difungsikan lagi, namun demikian keturunan puang masih tetap dihormati dengan

panggilan “puang”.

2.2. KABUPATEN TORAJA UTARA

2.2.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Toraja Utara dulunya bagian dari kabupaten Tana Toraja tetapi terjadi

pemekaran, beradasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2008 dan kini menjadi sebuah

kabupaten tersendiri. Walaupun kini kedua kabupaten tersebut mempunyai bentuk

pemerintahan sendiri-sendiri tetapi unsur budayanya masih tetap sama yaitu Budaya

Toraja. Ibu kota Kabupaten Toraja Utara adalah Rantepao yang termasuk dalam wilayah

Kecamatan Rantepao, secara astonomis kabupaten ini berada pada 2° 40' - 3° 25' LS dan

119° 30' - 120° 25' BT dan berada pada ketinggian ± 800-1000 m dpl serta memiliki batas-

batas wilayah yaitu:

- Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat dan

Kabupaten Luwu Utara.

- Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu.

- Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja

- Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja.

Kabupaten Toraja Utara terbagi dalam 21 kecamatan, 44 kelurahan dan 111 desa

(lembang) antara lain:

1. Kecamatan Rantepao 12. Kecamatan Dende' Piongan Napo

2. Kecamtan Sesean 13. Kecamatan Buntu Pepesa

Page 7: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

21

3. Kecamatan Nanggala. 14. Kecamatan Baruppu’

4. Kecamatan Rinding Allo 15. Kecamatan Kesu’

5. Kecamatan Buntao’ 16. Kecamatan Tondon

6. Kecamatan Sa’dan 17. Kecamatan Bangkelekila

7. Kecamatan Sanggalangi 18. Kecamatan Rantebua

8. Kecamatan Sopai 19. Kecamatan Sesean Suloara

9. Kecamatan Tikala 20. Kecamatan Kapala Pitu

10. Kecamatan Balusu 21. Kecamatan Awan Rante Karua

11. Kecamatan Tallungpilu

Bentuk topografi Toraja terdiri atas 60% perbukitan, 38% daratan, dan 2 % sungai.

Kondisi geologi umumnya adalah areal perbukitan dan areal persawahan yang terjal,

bentukan tanah yang terdiri dari tanah liat berwarna kuning keabu-abuan dan kuning

kecoklatan yang mengendap, kondisi ini menghasilkan pegunungan tertinggi yaitu gunung

Sesean yang mencapai 2,160 m dpl, pegunungan di Toraja umumnya jenis basalt dan

batuan kapur dengan ketinggian 1.300 – 1.600 meter. Bentuk sungai terpanjang yaitu

Sungai Sa’dan dengan panjang 800 m yang mengaliri dua lembah di selatan Makale dan

bagian utara Rantepao. Jenis flora yang banyak ditemukan yaitu pohon bambu, pohon

cempaka atau dalam bahasa lokalnya disebut kayu Uru. Pohon Nangka, Rambutan, pohon

Kopi Robusta jenis coffea canephora, pohon Kopi Arabika atau coffea Arabica. Pohon

Langsat, pohon Manggis, pohon Kakao, pohon Palm.(Devi,46:2007).

Lokasi penelitian berada di Situs Kete’Kesu, Kete’Kesu adalah sebuah perkampungan

inti dari kampung kesu’ dan merupakan zona inti kawasan kesu’ yang mencakup Situs

Buntu Pune, Rante Karassik, Pallawa, Bori Parinding, Kandeapi, Pala Tokke, Londa dan

Lemo. Luas wilayah kampung Kesu sendiri yaitu 93,5 km². Situs Kete’kesu memiliki luas

Page 8: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

22

5,5 Ha dan secara astronomis terletak 03º 55’ 22” LS dan 120º 01’ 56” BT. Temuan

arkeologi berupa wadah kubur atau erong banyak ditemukan pada tebing kapur (karst)

baik yang di gantung maupun yang tergeletak di tanah, yang berada di areal belakang

Tongkonan. Jumlah erong yang ditemuakan 37 buah dengan berbagai macam variasi

temuan antara lain erong babi, perahu, rumah adat toraja dan kerbau (Deviyanti, 2007:43-

45).

Page 9: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

23

Page 10: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

24

2.2.2 Sistem Kepercayaan

Awalnya Puang Matua menurunkan Sukaran Aluk kepada Datu La Ukku’, dalam

Sukaran Aluk ada 2 hal pokok ketentuan atau aturan yaitu:

1. Ajaran percaya kepada puang matua, deata-deata dan tomembali puang

2. Azas pemujaan dan penyembahan.

Tetapi adanya pelanggaran yang dilakukan Puang Londong, yang kemudian menyusun

kembali Aluk itu yang dikenal dengan nama Aluk Sanda Pitunna/Aluk 7777 yang sudah

lengkap mencakup seluruh pergaulan hidup dan kehidupan manusia serta aturan pemujaan

kepada Puang Matua, Deata-Deata dan Tomembali Puang.

1. Ajaran percaya dan memuja kepada puang matua, deata-deata dan tomembali

puang

Ada 3 unsur yang harus dipuja oleh penganut Aluk Todolo yaitu

1. Puang Matua sebagai pencipta segala isi bumi

2. Deata-deata (sang pemelihara) diberi kekuasaan oleh Puang Matua untuk memelihara

serta menguasai segala isi bumi ini, agar isi bumi ini dapat dipergunakan oleh manusia

untuk memuja dan menyembah kepada Puang Matua, Karena telah diberi kuasa untuk

itu maka Deata-deata juga harus dipuja. Deata-deata sendiri terbagi dalam 3 golongan

yaitu

- Deata Tangnganan Langi’ (sang pemelihara di langit) yaitu dewa yang

menguasai seluruh isi langit dan cakrawala.

- Deata Kapadanganna (sang pemelihara permukaan bumi). Yaitu dewa yang

menguasai seluruh apa yang terdapat di atas permukaan bumi.

Page 11: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

25

- Deata Tangngana Padang (sang pemelihara isi dari pada tengah dari tanah)

yaitu dewa yang menguasai segala isi tanah, laut dan sungai.

Ketiga deata di atas kemudian terbagi-bagi lagi menjadi deata-deata kecil, yang

menghuni atau menempati tempat-tempat tertentu yang masih banyak jumlahnya,

Seperti di gunung, sungai, hutan, tanah dan masih banyak lagi.

3. Tomembali Puang yang juga disebut Todolo sebagai oknum yang mempunyai tugas

memperhatikan perbuatan dan perilaku manusia keturunannya, serta diberi kuasa oleh

Puang Matua untuk memberi berkat kepada manusia turunannya. Manusia juga

diwajibkan untuk menyembah Tomembali Puang.

2. Azas pemujaan dan penyembahan.

Ada empat asas yang dikenal dalam kepercayaan Aluk Todolo yaitu;

1. Aluk Simuane Tallang (aturan upacara agama berpasangan)

Salah satu media atau cara untuk melakukan pemujaan dituangkan dalam bentuk

upacara yang berpasangan/berlawanan yaitu:

1) Aluk Rambu Tuka atau Aluk Rampe Matallo adalah upacara keselamatan atau

upacara pengucapan syukur. Upacara ini biasanya dilaksanakan di sebelah timur

rumah tongkonan, yang pelaksanaannya dimulai pada waktu matahari mulai naik.

Aluk rambu tuka mempunyai beberapa tingkatan mulai dari yang sederhana

sampai pada tingkat yang kompleks beserta kurban persembahannya yang

digunakan yaitu, kapuran pangngan, piong sanglampa, ma’pallin atau manglika’

biang, ma’tadoran, ma’pakande deata do banua, ma’pakande deata doing

padang, massura’ tallang, merok,dan ma’bua atau la’pa’.

Page 12: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

26

Tingkatan upacara di atas harus dilakukan secara berurut dan tidak boleh

diubah susunannya. Ada satu lagi upacara yang terpisah dari rambu tuka yang

dapat dilakukan kapan saja tanpa melewati upacara yang disebutkan di atas, yaitu

upacara pengobatan dan upacara menolak bala yang terdiri atas 3 yaitu:

1. Upacara Massalu-salu

2. Upacara Maro atau Ma’dampi

3. Upacara Ma’bungi.

2) Aluk Rambu Solo’ atau Aluk Rampe Matampu’ adalah upacara pemujaan dan

kurban persembahan yang dilakukan di sebelah barat rumah atau tongkonan yang

pelaksanaannya waktu matahari mulai terbenam dan tak lain dari upacara

kematian/pemakaman.

Aluk rambu solo adalah upacara kematian yang bisa dikatakan paling

menonjol dalam kebudayan Toraja jika dibandingkan dengan upacara-upacara

lainnya. Pelaksanaan aluk rambu solo harus dilakukan berdasarkan dua hal yaitu:

1. Upacara pemakaman ditentukan oleh kedudukan seseorang yang berdasarkan

pada kasta/kedudukan sosial dalam masyarakat.

2. Ditentukan oleh kemampuan keluarganya mengadakan kurban pemakaman.

Pelaksanaan aluk rambu tuka dan aluk rambu solo tidak lepas dari kurban

sajian yang memiliki tujuan yang berbeda. Aluk rambu tuka, sajian/kurban

persembahan diperuntukan pada puang matua, deata-deata dan tomembali puang

yang dipuja. Tetapi pada aluk rambu solo, kurban/persembahan tersebut

diperuntukan sebagai bekal kubur di alam baka atau puya bagi orang yang

meninggal dan dagingnya sebagai kurban sosial yang dibagiakan kepada

masyarakat menurut adat. Ada 4 tingkatan dalam pelaksanaan upacara rambu solo

Page 13: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

27

yang didasarkan pada kasta atau tana’ yang berlaku dalam masyarakat tersebut

berikut beberapa penjabarannnya:

a. Upacaria disilli’, upacara untuk kasta tana’ kua-kua serta pemakaman bagi

anak-anak yang belum mempunyai gigi. Upacara ini terdiri dari, dipasilamun

toninna, didedek’kan, dipasilamun tallo manuk, dan dibai tungga’.

b. Upacara dipasang bongi, upacara pemakaman bagi kasta kua-kua dan tana’

karurung, yang diperuntukan pula pada kasta tana’ bulaan dan tana’ bassi

yang tidak mampu/miskin yang terdiri atas, di bai a’pa, di tedong tungga’, di

isi (diberi gigi) dan ma’tangke patomali (ma’tangke – membawa, patomali –

kedua tangan).

c. Upacara dibatang atau didoya tedong, upacara pemakaman yang mempunyai

tiang-tiang landasan yaitu sudah dibuat tiang tempat mengikat kerbau waktu

dipotong yang disebut batang dan duduk menunggu beberapa malam dan hari

selama upacara berlangsung yang disebut doya, dan upacara ini sudah

memerlukan lebih dari satu hari satu malam. Upacara untuk pemakaman

Kasta Tana’ Bassi atau Kasta Tana’ Bulaan yang kurang mampu, yang terdiri

atas, di patallung bongi, di palimang bongi, dan di papitung bongi.

d. Upacara Rapasan yaitu upacara pemakaman yang dilakukan dua kali upacara

dan upacara ini hanya diperuntukan bagi tana bulaan. Upacara rapasan terdiri

atas;

1. Upacara rapasan diongan atau dandan tana’: upacara dengan

mengurbankan paling sedikit 12 ekor Kerbau dan Babi untuk dua kali

upacara. Upacara pertama dilakukan selama 3 hari 3 malam dihalaman

yang dinamakan Aluk Pia atau Aluk Banua dengan mengurbankan ½ dari

Page 14: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

28

kurban yang disediakan. Selama upacara ini mayat masih tetap berada

dalam rumah sampai menghadapi upacara kedua. Upacara kedua atau

yang biasa disebut Aluk Palao dilakukan setelah keluarga yang

bersangkutan siap dengan semua peralatan dan kurban upacara yang

waktunya tidak tentu, bahkan upacara ini bisa sampai bertahun-tahun

lamanya baru dilaksanakan upacara kedua tersebut.

2. Upacara Rapasan Sundun yaitu upacara dengan mengurbankan sekurang-

kurangnya 24 ekor kerbau dan kurban babi secukupnya. Upacara ini

sama halnya dengan upacara sebelumnya Ini juga dilakukan dua kali tapi

ada beberapa tambahan acara seperti sumbangan Suke. Baratu, Tanaman

pasa’ dan lain-lain.

3. Upacara Rapasan Sapu Randanan: upacara ini sama dengan upacara

sebelumnya yang dilakukan sebanyak dua kali, namun yang

membedakannya ialah dari jumlah kurbannya yang bisa mencapai 30

ekor Kerbau atau lebih dan Babi sebanyak-banyaknya.

Menghadapi upacara Rapasan terlebih dahulu dipersiapkan Duba-duba

atau Lantang Tomate (usungan mayat), dan Tau-tau (patung orang yang

meninggal yang dibuat dari kayu nangka) kedua benda tadi kemudian diarak

ke lapangan upacara atau Rante lalu kemudian menuju Liang. Berbicara

mengenai Tau-tau, ada dua macam Tau-tau yang dikenal oleh masyarakat

Toraja yaitu:

1. Tau-tau lampa: yang terbuat dari sepotong bambu yang dibentuk dan

diberi pakaian dan perhiasan menyerupai manusia.

2. Tau-tau kayu: tau-tau yang terbuat dari kayu nangka dan diperuntukan

pada upacara rapasan, tapi ini juga berlaku bagi upacara di palimang

Page 15: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

29

bongi dan di papitung bongi, biasanya Tau-tau ini dipasang di depan

liang dari orang yang dikuburkan.

Bentuk dukacita yang dirasakan oleh keluaraga karena adanya kematian

disebut Maro’. Hal ini dilakukan oleh keluarga yang ditinggalkan, para petugas

upacara pemakaman yang disebut petoe Aluk Tomate dan bagi orang meninggal

pun diberlakukan hal yang sama. Baru setelah mayat dikuburkan orang-orang

yang melakukan maro’ bisa makan nasi kembali dengan suatu upacara yang

mengurbankan seekor Babi guna mengakhiri hubungannya dengan manusia yang

masih hidup dan acara ini dinamakan Kumande.

Sebelum melakukan suatu proses upacara yang begitu panjang, terlebih dahulu

ada hal-hal yang pada umunya harus dilakukan yang berlaku bagi semua kasta

yang ada di Toraja antara lain:

1. Ma’dio’ Tomate yaitu seseorang yang baru saja mati dimandikan kemudian

diberikan pakaian yang indah-indah serta perhiasan-perhiasan, dihadiri oleh

seluruh keluarganya. Mulai saat itu sampai dilakukannya upacara pemakaman

mayat masih tetap dinamakan Tomakula’ (To – orang; makula’ – sakit).

2. Ma’doya yaitu acara pertama dengan mangramba’ (memukul) seekor ayam

atau lebih sebagai tanda dimulainya upacara pemakaman pada sore harinya.

Mulai pada saat itu yang mati itu tidak lagi dinyatakan sebagai tomakula’

tetapi mulai dinamakan tomate (to – orang; mate – mati).

3. Ma’balun yaitu mayat orang mati di balun atau dibungkus dengan kain kafan

karena baru dinyatakan tomate sementara upacara berjalan, bungkusan mayat

itu berbentuk bulatan yang dilakukan oleh petugas membalut mayat namanya

to mebalun (to – orang; mebalun – membalut).

Page 16: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

30

4. Ma’bolong yaitu acara resmi dimana seluruh keluarga dinyatakan dalam

berkabung atas adanya kematian, para keluarga yang berkabung akan

melakukan maro’ (pantang makan nasi).

5. Meaa yaitu pengantaran jenasah ke kubur/liang yang dalam perjalanan

biasanya diarak atau yang biasa disebut ma’palao (mengarak keluar).

6. Kumande artinya seluruh keluarga yang telah melakukan maro’ selama

upacara berjalan mulai makan nasi hal ini bertujuan untuk mengakhiri masa

berkabung mereka, dan untuk roh yang mati disajikan pula makanan berupa

nasi.

7. Untoe sero (melaksanakan pelunasan upacara), yaitu upacara yang dilakukan

dengan mengurbankan babi atau kerbau di tempat penguburan/liang.

8. Membase (membersihkan diri), yaitu keluarga dari orang yang meninggal

mengadakan kurban di rumah/tempat upacara pemakaman tadi, yang

bertujuan membersihkan diri dari hubungan-hubungan upacara pemakaman/

rambu solo’ dan sudah dapat mengadakan upacara rambu tuka’.

9. Pembalika tomate, yaitu setiap adanya upacara pemakaman harus ditutup

dengan upacara ini, hal ini bertujuan untuk meresmikan roh tadi menjadi

setengah dewa yang dinamakan tomembali puang/todolo. Selain bentuk

upacara-upacara kematian yang dijabarkan diatas, juga terdapat upacara-

upacara lainnya yaitu dipoyo angina dan mangrambu.

Setelah setahun atau lebih, orang yang telah meninggal itu dianggap akan

menjadi tomembali puang dan untuk itu harus dilakukan upacara. Upacara ini

dilakukan sesuai dengan upacara saat ia meninggal, adapun tingkatan-tingkatan

dalam pelaksanaannya antara lain:

Page 17: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

31

1. Upacara pembalikan untuk orang yang diupacarakan dengan upacara

pemakaman di silli, upacaranya hanya dengan piong (lembang) sanglampa

(sebatang) atau satu buah lembang.

2. Upacara pembalikan untuk orang yang diupacarakan dengan upacara

pemakaman di pasang bongi, upacaranya disebut ma’tadoran dengan

mengurbankan seekor ayam.

3. Upacara pembalikan untuk orang yang diupacarakan dengan upacara

pemakaman di batang atau di doya tedong, upacaranya disebut mangnganta’

dengan mengurbankan beberapa ekor babi.

4. Upacara pembalikan untuk orang yang diupacarakan dengan upacara

pemakaman rapasan, upacaranya disebut merok dengan mengurbankan

seekor kerbau sebagai kurban utama dan beberapa ekor babi.

b). Lesoan Aluk (aturan dalam upacara).

Dalam melakukan pemujaan tentu tidak lepas dari ketentuan atau aturan dalam

melaksanakan sebuah proses upacara, yang didasarkan pada ajaran Sukaran Aluk atau

Aluk Todolo atau yang biasa disebut Lesoan Aluk. Lesoan Aluk di Toraja berbeda-beda

hal ini dikarenakan adanya penyesuaian kondisi hidup masyarakat, sehingga dalam

pelaksanaan upacara di masing-masing daerah adat pun berbeda-beda, walaupun berbeda

dalam hal proses pelaksanaannya tetapi tujuan dalam upacara ini pada dasarnya sama.

Pada umumnya ada tiga daerah adat yang dikenal sejak dulu yaitu:

1. Daerah adat bagian timur yang dinamakan Padang di Ambe’i dengan Lesoan Aluk

Padang di Ambe’i.

2. Daerah adat bagian tengah yang dinamakan Padang di Puangngi dengan Lesoan

Aluk Padang di Puangngi.

Page 18: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

32

3. Daerah adat bagian barat yang dinamakan Padang Ma’dikai dengan Lesoan Aluk

Padang Di Ma’dikai.

Tetapi dalam perkembangannya, tidak seluruh daerah Padang di Puangngi

melakukan Aluk Sanda Saratu ini, seperti yang terjadi di daerah Kesu’ dan sekitarnya

yang lebih dikenal kelompok Adat Balimbing Kalua’, yang terletak di bagian utara masih

mempergunakan Aluk Sanda Pitunna/Aluk 7777 sepenuhnya, dan kelompok Tallu

Lembangina dan Tallu Batupapan yang terletak di bagian selatan masih menggunakan

Aluk Sanda Saratu’. Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam struktur masyarakat

berbeda pula, dimana pada kelomok bagian selatan masyarakatnya masih memberlakukan

struktur kesatuan yang monokreis sesuai dengan ajaran Aluk Sanda Saratu’ sedangkan

kelompok bagian selatan mempergunakan struktur masyarakat yang kesatuan

kekeluargaan dan kegotong-royongan menurut ajaran Aluk Sanda Pitunna/aluk 7777

sama dengan daerah adat Padang di ambe’i dan daerah adat Padang di ma’dikai.

c). Pemali Sukaran Aluk (larangan-larangan dalam aturan-aturan agama).

Berisi tentang larangan-larangan atau pemali yang sudah diatur dan menjadi

ketentuan dalam Sukaran Aluk atau Aluk Todolo. Terdapat 4 macam Pemali (larangan)

dan setiap langgaran pemali tersebut mempunyai pula ketentuan hukum yang di jatuhkan

pada setiap pelanggaran.

1. Pemalinna’ Aluk Ma’lolo Tau (larangan-larangan yang menyangkut aturan dan

agama keyakinan untuk kehidupan manusia).

2. Pemalinna Aluk Patuoan (larangan atau aturan untuk pemeliharaan hewan ternak)

3. Pemalinna Aluk Tananan (larangan dan aturan untuk pemeliharaan tanaman

terutama yang dimakan manusia)

Page 19: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

33

4. Pamalinna Aluk Bangunan Banua (larangan dan aturan untuk membangun dan

memakai bangunan rumah/tongkonan)

Dan sebagai hukumannya dilakukan sebagai berikut:

1) Mangaku-aku (pengakuan dosa).

2) Di dosa (denda).

3) Disisarakan/dirampanan.

d). Pa’kikki’ atau pantiti’ dan Pesang (bagian kuban untuk sajian persembahan).

Syarat utama dalam melakukan pemujaan dan persembahan dalam Aluk Todolo ialah

mengadakan kurban persembahan, yang diatur dalam satu aturan atau ketentuan sajian.

Setiap kurban persembahan kerbau, babi dan ayam dalam satu rentetan upacara pemujaan

dan persembahan, terdapat bagian-bagian daging dari kuban itu yang sudah tentu diambil

untuk dimasak tersendiri yang dinamakan Pa’kikki’ atau Pantiti’, yaitu bagian daging

yang sudah mencakup seluruh bagian tubuh dari pada kurban. Pengaturan sajian

persembahan itu didahulukan dari penyuguhan makanan kepada manusia (pesung).

Adapun bagian-bagian tubuh hewan yang biasa digunakan sebagai sajian antara lain;

jantung, hati, paru-paru, buah pinggang, rusuk, leher, kepala, dara dan masih banyak lagi.

2.2.3 Sistem Sosial

Sejak nenek moyang pertama orang Toraja telah mengenal sistem pelapisan

masyarakat, selain sebagai lambang pemisahan antara satu golongan dengan golongan

yang lain. Pelapisan sosial ini disebut Adat Tana-Tana yang juga berfungsi sebagai

pedoman dalam menentukan tingkatan rambu solo (upacara pemakaman), rambu tuka dan

sistem pemerintahan adat. Adapun sistem pelapisan sosial/kasta yang terdiri atas:

Page 20: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

34

1. Tana’ Bulaan (kasta bangsawan tinggi), adalah kasta yang menjabat ketua/pemimpin

dan anggota pemerintahan adat seperti Puang Ma’dika dan Sokkong Bayu.

2. Tana’ Bassi (kasta bangsawan menengah), adalah kasta yang menjabat pembantu atau

anggota pemerintahan adat yaitu jabatan-jabatan To Parenginge, Tobara’ dan Anak

Patalo.

3. Tana’karurung (kasta rakyat merdeka), adalah kasta yang menjabat jabatan/pembantu

pemerintah adat serta menjadi tugas/pembina aluk todolo untuk urusan aluk patuonan,

Aluk Tananam yang dinamakan to’ indo atau to’indo padang

4. Tana’ kua-kua, adalah kasta yang menjabat jabatan petugas/pengatur pemakaman atau

kematian yang dinamakan to mebalun atau to ma’kayo (tomebalun=membungkus

orang mati) dan juga sebagai abdi /hamba dari tana’bulaan dan tana’ bassi.

Semua jabatan yang disebutkan di atas merupakan tugas dan jabatan yang diwariskan

secara turun temurun, pada masing-masing keluarga yang bersangkutan yang bersumber

dari masing-masing tongkonan. Namun dalam kehidupan sekarang ini tampaknya sudah

tidak banyak lagi dijumpai, tetapi tidak dapat dipungkiri sisa-sisa dari pelapisan

masyarakat itu masih dipraktekkan oleh sekelompok kecil masyarakat yang ada di daerah

Toraja.

Page 21: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

35

2.3 KABUPATEN MAMASA

2.3.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Mamasa termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Barat.

Kabupaten Mamasa sama halnya dengan Toraja Utara, yaitu merupakan daerah pemekaran

berdasarkan undang-undang No. 11 tahun 2002. Kabupaten Mamasa mempunyai batas-

batas wilayah yaitu disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju, di sebelah

timur berbatasan dengan Tanah Toraja dan Kabupaten Pinrang, di sebelah selatan

berbatasan dengan Polewali Mandar dan di sebelah barat berbatasan Kabupaten Mamuju

dan Kabupaten Majene. Ibukota kabupaten berada di sebuah lembah yang dikelilingi

gunung-gunung dan termasuk dalam Kecamatan Mamasa, luas wilayah kabupaten Mamasa

adalah 2.759,23 km² yang terdiri dari 13 kecamatan antara lain.

1. Kecamatan Sumaroron 8. Kecamtan Balla

2. Kecamatan Massawa 9. Kecamatan Seseana Padang

3. Kecamatan Pana 10. Kecamtan Mambi

4. Kecamatan Nosu 11. Kecamatan Bambang

5. Kecamatan Tabang 12. Kecamatan Tabulahan

6. Kecamtan Mamasa 13. Kecamatan Aralle

7. Kecamatan Tandu Kalua

Kata “Mamasa” berasal dari kata “Mamase” yang artinya pengasih. Dikatakan

pengasih karena menurut cerita nenek moyang mereka, dahulu daerah ini dikenal sebagai

tempat berburu Babi Rusa, Anoa, Rusa dan binatang liar lainnya yang dengan mudah

mendapatkannya. Pendapat tesebut diperkuat oleh Drs. W. M. Maanala.M. yang

menyatakan bahwa “Mamase’na Dewata”, begitu besar pengasihan Tuhan kepada alam

lingkungan Mamasa maka setiap orang berburu hewan dengan sangat mudah

Page 22: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

36

mendapatkannya. Selain itu Sungai Mamasa yang kaya dengan Ikan, Udang, Kepiting

memberikan kenikmatan penduduk. Daerah Mamasa juga sering disebut daerah

“Kondosapata’waisapalelean” yang artinya sawah sepetak yang sangat luas satu pematang

airnya merata kesemua bagian, tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi

(Lenora,1989:13).

Ada dua golongan etnis yang bermukim di wilayah ini, yakni etnis Mandar yang

mayoritas tinggal di kota Mamasa dan etnis Toraja barat yang disebut suku Mamasa yang

kebanyakan memilih bermukim di desa-desa. Bahasa yang digunakan didominasi bahasa

Mamasa yang mirip dengan bahasa Toraja serta sebagian kecil lagi menggunakan bahasa

Mandar. Penduduk Mamasa menganut agama Kristen dan sebagian lagi beragama islam,

kendati masyarakat Mamasa sudah memeluk agama namun masih terdapat juga sisa-sisa

kepercayaan lama yaitu Aluk Tomatua.

Kabupaten ini terdiri atas gugusan pegunungan, lembah dan juga memiliki sungai yang

disebut Sungai Mamasa yang mengalir dari pegunungan Mambulilling melewati Kabupten

Enrekang, kemudian melewati Sungai Saddang di Pinrang dan akhirnya bermuara diselat

Makassar. Jenis tanah di daerah ini termasuk dalam tanah Vulkanik dan batuan Alkalikaya

lasit, demikian besarnya pengaruh tanah sehingga disini banyak ditemukan sumber air

panas, hal ini juga berdampak pada jenis vegetasi yang ada khususnya bagi para petani

dimana mereka hanya biasa menanam jenis padi di daerah lereng-lereng gunung, selain

padi mereka juga menanam Jagung, Ketela, Kacang-kacangan, Kopi, Kakao, Kemiri,

Sayur, buah dan beberapa jenis bunga, selain itu jenis-jenis kayu juga banyak ditemukan

seperti jenis kayu Meranti, kayu Uru, kayu Jati, kayu Sengon, jenis kayu Eboni, kayu

Gmelina, jenis kayu Rimba Campuran, dan jenis kayu Indah.

Page 23: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

37

Lokasi penelitian penulis ada dua yaitu Situs Paladan dan Situs Buntu Balla. Situs

Paladan terletak di Desa Paladan yang terletak diatas perbukitan/gunung dan dapat

dijangkau dengan jalan kaki ± 6 km. Kata Paladan sendiri berasal dari kata tipaladan-

ladan yang artinya bertangga-tangga, memang tipologi dari desa ini berbukit seperti

tangga, pada situs ini terdapat 3 buah makam yaitu Tedong-tedong, Bangka-bangka dan

Batutu.

Situs Buntu Balla, yang merupakan lokasi penelitian kedua, terletak di Kecamtan Balla,

Desa Balla Barat. Letak astronomis 03º 00’ 040” LT dan 119 º 19’ 228” BT, Jaraknya ± 12

km sebelum tiba di kota Kecamatan Mamasa. Situs ini berbatasan dengan Sungai Sariayo,

bukit/gunung lembang wai, jalan setapak sawah penduduk, kebun kopi dan bukit/gunung

rante paku di sebelah utara, di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan kebun Kopi,

bukit/gunung Pokanba. Situs Buntu Balla merupakan salah satu peninggalan purbakala

yang telah dijadikan objek pariwisata, adapun tinggalan yang ditemukan berupa wadah

kubur dengan variasi seperti Tedong-tedong yang jumlahnya 11 buah, dan Bangka-bangka

yang jumlahnya 7 buah.

Page 24: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

38

Page 25: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

39

2.3.2. Sistem Kepercayaan

Orang Mamasa telah menganut suatu kepercayaan asli yang mereka warisi secara turun

temurun dari leluhur mereka. Warisan inilah dianggap sebagai kepercayaan asli yang

dikenal dengan sebutan Aluk Tomatua. Kepercayaan ini hampir sama dengan kepercayaan

dengan Aluk Todolo di Toraja. Aluk Tomatua dijadikan sebagai dasar aturan dalam hukum

adat yang digunakan dalam kehidupan masyarakat, baik upacara Rambu Tuka maupun

Rambu Solo.

Menurut kepercayaan Aluk Tomatua, setiap manusia percaya pada dewa (Tuhan) yang

berdiam di langit dan di awan-awan. Adapun dewa yang mereka kenal yaitu:

1. Dewata Tometampa: Dewa pencipta manusia.

2. Dewata Tomekambi: Dewa yang memelihara umat manusia selama berada di alam

fana.

3. Dewata Tomemana’: Dewa yang memberikan/mengaruniakan kekayaan dan

keuntungan hidup di dunia.

Ada beberapa rangkaian upacara yang berkaitan dengan kepercayaan Aluk Tomatua

yang masih sering dilakukan dalam masyarakat, secara garis besar dapat dibagi dalam dua

kelompok yaitu upacara Rambu Tuka dan upacara Rambu Solo. yang termasuk dalam

upacra Rambu Tuka antara lain:

1. Upacara lingkaran hidup

- Mangidam, pada waktu hamil tiga bulan pada upacara ini disajikan bermacam-

macam makanan.

- Dipalangngan para, waktu habis melahirkan diwajibkan memotong ayam’.

Page 26: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

40

- Dipatama dondonan, waktu sang bayi lahir untuk pertama kalinya dimasukkan

ke ayunan dan diharuskan memotong Babi dan Ayam.

- Ma’tambolik, setelah anak berumur 4-5 tahun, diadakan upacara dengan

memotong beberapa ekor Babi.

- Ma’bisu (sunnatan), upacara ini dirangkaikan dengan upacara panen

2. Upacara panen mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

- Ma’kabura, upacara panen yang dilakukan secara sederhana.

- Ma’pararu, upacara dengan memotong babi dan kerbau.

- Ma’rinding bai’ dan ma’rinding tedong, upacara ini diharuskan memotong lebih

dari 20 ekor kerbau dan babi.

- Ma’langi, upacara ini diharuskna memotong diatas 50 ekor kerbau.

- Ma’ karinggi, suatu upacara pemotongan sebagian padi yang telah menguning

dan diharuskan memotong seekor Babi, Ayam dan Ikan di sawah. Masa ini

diakhiri dengan upacara pa’sassaran yaitu upacara membuka kebun baru untuk

ditanami Jagung dan yang terakhir ialah melakukan upacara Ma’pararu.

Upacara yang berkaitan dengan kematian biasa disebut Pa’tomatean, yang

dilaksanakan berdasarkan status sosial mereka dalam masyarakat dan kemampuan

keluarga untuk melaksanakan upacara tersebut. Berikut beberapa tingkatannya:

1. Todilole, upacara kematian bagi masyarakat rendah yang dilaksanakan hanya satu

malam, mayat disimpan di atas rumah dengan pengorbanan tiga jenis hewan yaitu

Babi, Anjing dan Ayam. Dalam upacara ini keluarga yang ditinggalkan dilarang

makan nasi atau yang biasa disebut Meroo’.

Page 27: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

41

2. Todisambu’i sura, hampir sama dengan di atas, tapi dengan tambahan waktu dua hari

dua malam, mayat disimpan di atas rumah lalu diselimuti dengan sura atau mawa

(semacam kain khusus pembungkus sementara mayat yang mahal harganya).

3. Todipa’tentenan, jenazah disemayamkan di atas kursi atau di lantai ditengah-tengah

perkabungan, kemudian dipakaikan pakaian tradisional yang cukup menakutkan.

4. Dipa’baladoam, upacara ini berlangsung empat hari empat malam dengan

pengorbanan tiga ekor Kerbau dan delapan ekor Babi ditambah seekor Anjing (tallu

rara).

5. Todiruran, dalam upacara ini ada yang dinamakan lombung penawa (penyambung

nyawa), dilaksanankan dengan pemotongan Babi. Pada upacara ini diadakan Pa’tau-

tauan (mendirikan sebuah patung yang terbuat dari kayu).

6. Todiallun’, upacara ini merupakan tingkatan upacara yang paling tinggi tingkatannya

dalam upacara kematian di Mamasa.

Adapun beberapa tingkatan yang dikenal dalam upacara pa’tomatean antara lain:

1. Di baba bai, pengorbanan seekor Ayam dan seekor Babi yang dilakukan pada hari

pertama setelah seorang meninggal, hari kedua pengorbanan seekor Babi lagi dan

juga hari ketiga dilakukan hal yang sama. Bagi keluarga yang ditinggalkan pantang

memakan nasi, mereka hanya makan umbi-umbian, hal semacam ini disebut Meroo’.

2. Dibaba’ tedong, upacara yang sama dengan dibaba’bai, tetapi upacara ini

diramaikan dengan bunyi gendang. Setelah mayat lewat pintu menuju penguburan

gendang berhenti dibunyikan diganti dengan pengorbaban seekor Kerbau.

3. Dibali gandang, upacara pa’tomatean yang sama dengan upacara sebelumnya, tetapi

disini ditambah lagi dengan pengorbanan Kerbau menjadi dua ekor, gendang

dibunyikan selama sehari semalam penuh.

Page 28: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

42

4. Dipaturunan gandang, upacara yang sama dengan ketiga tingkatan tersebut di atas,

gendang diturunkan ke kolong rumah dekat tangga, dan gendang dibunyikan dua hari

dua malam.

Untuk menjaga hubungan baik antara manusia dan dewa-dewa tersebut maka,

manusia terikat dan diatur dalam empat pembagian waktu atau tabu (pemali

apa’randanna) yaitu:

1. Pa’totibayongan, serangkaian upacara dan pantangan yang tidak dapat dilaksanakan

setiap individu mulai pembukaan lahan sawah sampai penyimpanan hasil produk

lahan.

2. Bulan liang/paling tomate, ziarah ke makam orang telah meninggal atau orang telah

dimasukkan ke liang.

3. Pa’bisuan, waktu yang telah ditetapkan oleh adat untuk melakukan kegiatan yang

berhubungan dengan pengucapan syukur dan hampir setiap kampung mengadakan

pesta rakyat.

4. Pa’bannetauan, tahap ini merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk

melaksanakan perkawinan.

Page 29: BAB II GAMBARAN WILAYAH 2.1 KABUPATEN ENREKANG 2.1.1

43

2.3.3 Sistem Sosial

Sistem pelapisan sosial masyarakat juga ditemukan di daerah Mamasa (kondosapata),

hal ini didasarkan pada garis pertalian darah atau soal keturunan yang bertitik tolak pada

banua sura dari seseorang sebagai ukuran tinggi rendahnya status sosial seseorang dalam

masyarakat. Ada empat macam pelapisan sosial yang sudah sejak lama dikenal yaitu:

1. Tana’ bulawan, golongan bangsawan tinggi yang dikiaskan dengan emas.

2. Tana’ bassi, golongan bangsawan yang dikiaskan dengan besi

3. Tana’ karurung, golongan masyarakat biasa yang dikiaskan dengan karurung

yaitu jenis kayu yang berwana hitam.

4. Tana’ koa-koa, golongan masyarakat paling rendah atau budak yang dikiaskan

dengan semacam rumput yang hidup di pinggir sungai yang hidupnya tergantung

pada air dan tanah basah.

Pelapisan sosial masyarakat yang diuraikan di atas, sudah jarang ditemukan saat

ini. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari luar dan dari masyarakat

Mamasa sendiri yang kemudian merubah pola pikir mereka sendiri.