bab ii bangunan irigasi

Upload: robertdzebua

Post on 28-Mar-2016

132 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

ggsdsdf

TRANSCRIPT

VI BANGUNAN IRIGASI

Bangunan Air - 1

Bangunan yang terdapat di daerah irigasi, ada dua katagori yaitu Bangunan Utama dan Bangunan pelengkap.

2.1. Bangunan Utama

Yang dimaksud bangunan utama adalah semua bangunan yang berguna sebagai sarana dimana air untuk irigasi diambil. Yang termasuk bangunan utama antara lain:

1. Waduk

Dari sisi irigasi berfungsi untuk menyimpan air berlebih (musim hujan) untuk dikeluarkan pada waktu diperlukan (musim kemarau). Jadi fungsi utama waduk adalah pengatur debit.

2. Bangunan pengelak/Bendung

Bangunan ini melintang dipalung sungai, untuk menaikkan dan membelokkan air sungai ke jaringan irigasi.Type bangunan ini ada dua

1. Bangunan Bendung Pelimpah/Mercu Tetap2. Bangunan Bendung Gerak/Karet

Bangunan Pelengkap bendung :

a. Bangunan Pengelak

Selain bangunan pengelak ini berfungsi untuk menaikkan muka air dan membelokan aliran sungai ke jaringan irigasi. Ada juga yang berfungsi hanya membelokan air saja, bangunan ini disebut Bottom Rack Weir (Bendung saringan bawah)b. Bangunan Pengambilan

Pengambilan merupakan bangunan yang berupa pintu air. Air sungai dibelokkan ke Jaringan Irigasi lewat pintu ini. c. Bangunan Pembilas

Pembilas pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan pembilas ini guna mencegah masuknya bahan sedimen dasar ke jaringan irigasi

d. Kantong Lumpur

Kantong lumpur berfungsi untuk pengendapan lumpur yang terbawa oleh air sungai. Hal ini berguna apabila air sungai mengandung lumpur dengan diameter d > 0,06 mm.

e. Pengaman Sungai

Pekerjaan pengaman sungai ini khusus di sekitar bendung guna menjaga bendung tersebut dari penggerusan.

3. Bangunan Pengambilan Bebas

Bangunan pengambilan bebas merupakan bangunan disisi sungai yang berfungsi membelokkan air sungai kejaringan irigasi tanpa menaikkan muka air sungai.

4. Station Pompa

Bangunan ini apabila pengambilan air sungai tidak mungkin membangun bendung, maka untuk menaikan muka air sungai kejaringan irigasi digunakan pompa. Station Pompa ini juga dapat digunakan apabila sumber air irigasi diambil dari air tanah.

Bangunan-bangunan tersebut selain bangunan pengelak sebenarnya merupakan bangunan pelengkap bendung.

2.2. Bangunan Pelengkap

2.2.1. Bangunan pengatur aliran/debitDi setiap areal perlu bangunan Pengatur aliran/debit untuk mendapatkan air yang proporsional.

Fleksibilitas

Dalam perencanaan bangunan pengatur aliran (bagi, sadap, boks tersier, boks kuarter) harus mempertimbangkan Fleksibilitas.

Fleksibilitas yaitu perbandingan antara besarnya perubahan debit satu bukaan dengan besarnya perubahan debit bukaan lainnya.

dimana F = Fleksibilitas

Q1 = Debit yang lewat bukaan 1

Q2 = Debit yang lewat bukaan 2

Rumus umum untuk menghitung debit (head discharge) melalui ambang;

Q = C b hnDimana Q = Debit

b = Lebar mercu

h = Kedalaman air diatas mercu

n = Koefisien

Koefisien debit C tergantung pada tipe dan bentuk sisi ambang. Dalam batas-batas penerapan, koefisien ini dipakai untuk ambang lebar yang tidak dipengaruhi oleh kedalaman air diatas ambang. Tetapi untuk ambang tajam dan pendek, koefisien tersebut merupakan fungsi kedalaman air h.

Pada umumnya rumus yang dipakai juga Q = C b hn .

Rumus tersebut diturunkan dQ/dh=n.C b hn-1, dan pembagian dengan Q dan Cbhn-1 menghasilkan : dQ/Q = n dh/h. Subtitusi ke persamaan diatas mendapatkan :

Perubahan muka air dihulu ambang otomatis merubah muka air hilir ambang sehingga dh1/dh2 = 1

Agar diperoleh nilai fleksibilitas =1, maka n1/h1 hendaknya sama dengan n2/h2. Supaya persyaratan ini terpenuhi untuk semua kedalaman air, maka ambang di kedua bukaan sebaiknya mempunyai tipe dan elevasi yang sama. Dari ketentuan tersebut lebar pintu sebanding dengan luas areal yang akan diairi. Dan lebar bukaan pintu minimal 0,20 Cm.a. Bangunan Bagi

Bangunan mengatur aliran dari saluran induk ke saluran sekunder.

Gambar 2.1 Denah Bangunan Bagi

b. Bangunan Sadap.

Bangunan mengatur aliran dari saluran sekunder ke saluran tersier.

c. Bangunan Bagi Sadap

Bangunan ini selain mengatur aliran dari saluran induk ke saluran sekunder juga disadap untuk sawah didekatnya. Sebetulnya hal ini tidak boleh namun demi keamanan dan menjaga kerusakan yang lebih parah, maka bangunan ini difungsikan juga sebagai bangunan sadap.

d. Bangunan Sadap Corongan

(Gambar 2.2. Sadap corongan

Bangunan ini mengatur aliran dari saluran induk maupun sekunder ke areal irigasi yang akan diairi luasnya kurang dari 10 Ha. Hal ini hampir sama dengan Bangunan Bagi Sadap, namun lokasi bangunan ini di saluran, baik di saluran induk maupun sekunder.

6.2.2. Pengukur debit dan muka air

Pengukur debit.

Setiap bangunan bagi, sadap, box tertier maupun box kuarter seharusnya dilengkapi dengan bangunan ukur debit. Hal ini agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif

Dalam perencanaan bangunan ukur debit harus mempertimbangkan :

Kecocokkan bangunan untuk mengukur debit

Ketelitian pengukuran di lapangan

Kokoh, sederhana dan teliti

Exploitasi dan pembacaan papan duga/mistar ukur mudah

Pemeliharaan sederhana dan murah

Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima petani

Pengukur debit yang umum dipakai di Irigasi al:

a. Ambang lebar

Ambang Lebar merupakan alat ukur yang memerlukan alat pengatur, alat pengatur ini berupa pintu sorong. Sebetulnya pintu sorong juga dapat digunakan sebagai alat ukur, namun bukaan pintu ini dibawah sehingga sering tertutup oleh sampah atau kotoran sehingga menjadi tidak akurat ukurannya. Bila alat terpaksa dipakai sebagai alat ukur karena ssuatu maka formulanya sebagai berikut;

Rumus umum pintu sorong Q = ( B H

DimanaQ = Debit (m3/dt)

( = Koefisien debit

H = Tinggi bukaan pintu (m)

g = Gravitasi bumi

B = Lebar alat ukur (m)

Z = Beda tinggi air hulu dan hilir pintu (m)

Jika digunakan ambang lebar, maka pintu sorong tersebut digunakan sebagai pengatur bukaan saja. Alat ukur ambang lebar ini sangat baik untuk mengukur debit dan dianjurkan untuk dipakai karena konstruksinya kokoh dan mudah dibuat.

Gambar 2.3. Sket alat ukur ambang lebar

Perencanaan hidrolis Ambang lebar

Q = Cd.Cv. 2/3.b.h3/2

Dimana

Q = Debit (m3/dt)

Cd = Koefisien debit = 0,93 + 0,10 H1/L ; untuk 0,1 < H1 /L < 1,0

Cv = Koefisien kecepatan datang

H1 = Tinggi energi hulu (m) = h1 + v2/2g

L = Panjang mercu ( m) > 1,75 H1

g = Gravitasi bumi

b = Lebar alat ukur (m)

h1 = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur (m)

Untuk mendapatkan tinggi h1 disebelah hulu dilengkapi dengan pintu sorong.

b. Pintu Romijn

Romijn sama dengan ambang lebar, perbedaannya hanya pada meja ambang yang dapat digerakkan naik turun. Kegunaan meja ini untuk mengatur debit.

Gambar 2.4. Sket alat ukur Romijn

Perencanaan hidrolis

Q = Cd.Cv. 2/3.b.h3/2

Dimana Q = Debit yang lewat pintu

Cd= Koefisien debit

Cv= Koefisien kecepatan datang

.g = Percepatan gravitasi

.b = Lebar pintu

.h = Tinggi air diatas meja Romijn

1,20

1,15

1,10

1,05

1,000

0,10,20,30,40,50,60,7

Gambar 6.5. Grafik Koefisien Cv

Keterangan

Pengontrol segiempat ( = 1,50

Pengontrol Parabolic/Trapesium ( = 2,00

Pengontrol segi empat ( = 1,50

Untuk dilapangan pada umumnya debit yang lewat diatas ambang baik di pintu Romijn maupun Ambang Lebar memakai rumus.

Q = 1,71 B.h3/2

Dimana Q = Debit yang lewat pintu

B = Lebar pintu

h = Tinggi air diatas Ambangc. Cipoletty

Alat ukur ini sangat baik apabila digunakan di daerah pegunungan. Hal ini dikarenakan membutuhkan peluapan yang sempurna.

Gambar 2.6. Sket alat ukur Cipoletty

Perencanaan Hidrolis

Q = 1,86 B . h3/2Dimana Q = Debit yang lewat pintu

B = Lebar pintu

h = Tinggi air diatas pisau Cypolety

Pengatur muka air.

Elevasi muka air irigasi sangat mutlak diperlukan, hal ini terkait dengan elvasi sawah yang akan diairi. Pada bangunan yang mengalami fluktuasi muka air yang menyebabkan perbedaan tinggi muka air dengan elevasi sawah perlu pengatur muka air. Dengan adanya pengatur muka air kebutuhan air di sawah akan terjamin volumenya. Termasuk disini bangunan-bangunan karena keadaan medan seperti terjun, got miring, pelimpah dll.

a. Skotbalk

Dari segi konstruksi skotbalk merupakan peralatan yang sederhana. Balok-balok profil segiempat disusun disesuaikan dengan kebutuhan muka air. Sehingga Skotbalk ini merupakan mercu yang tidak tetap dan dapat diatur.1,30

1,20

1,10

1,00

0,90

00.51.02.02.53.0

Perencanaan hidrolis

Q =2/3 Cd. Cv. b. h1,5.

Dimana

Q = Debit m3/detik

Cd = Koefisien debit (lihat grafik)

Cv = Koefisien kecepatan datang (untuk segiempat Cv = 1)

.b = Lebar normal

.h = Tinggi air diatas skotbalk

b. Gorong-gorong

Bangunan ini melintas dibawah bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat aliran nya bebas dan bertekanan (pressure flow). Untuk aliran bebas hidroliknya seperti pada saluran.

(

Gambar 2.8. Sket Gorong-gorong

Perhitungan hidrolis untuk gorong-gorong yang sifat alirannya bertekanan berdasar pada kehilangan energi.

Hf = Hf1 + Hf2 + Hf3 = 0,5 + +

Q = A x V

Dimana

Hf = Beda tinggi (m)

V = Kecepatan aliran dalam gororng-gorong (m/dt)

A = Luas penampang gorong-gorong (m2)

Q = Debit yang lewat gorong-gorong (m3/dt)

f = Kekasaran dinding gorong-gorong

c. Talang

Bangunan ini melintas diatas bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat aliran nya bebas.

( (

Gambar 2.9. Sket Talang

Sistem hidraulikanya sama dengan seperti aliran dalam saluran.

d. Syphon

Bangunan ini melintas dibawah bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat alirannya tertekan. Perencanaan hidrolis bangunan syphon ini harus mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku syphon serta kehilangan pada peralihan keluar.

Disamping itu perlu mempertimbangkan pemeliharaan syphon dengan diameter sipon minimal 0,60 m. Bangunan syphon tidak baik dipakai untuk saluran pembuang. Untuk menghindari sampah yang masuk kedalam syphon dihulu syphon diberi saringan dengan memasang kisi-kisi penyaring (trash rack).

Syphon yang panjangnya lebih 100 m harus diberi manhole untuk pemeliharaan/pemeriksaan dan pintu pembuang. Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan syphon adalah kecepatan didalam syphon minimal 1,5 2,5 m/dt. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengendapan sedimen didasar syphon.Perencanaan Hidrolis

Aliran dalam Syphon adalah aliran bertekanan, sehingga perhitungan dengan memperhitungkan kehilangan energi yaitu :

1. Kehilangan energi pada kisi-kisi

dan

dimana

Hf = Kehilangan tinggi energi

V = Kecepatan melalui kisi-kisi

C = Koefisien

( = Faktor bentuk (1,8 untuk bulat 2,4 untuk persegi)

s = Tebal jeruji,b = Jarak jeruji

( = Sudut kemiringan dengan bidang horizontal

g = Gravitasi bumi

Misal tebal jeruji s = 10 mm dan jarak jeruji kisi-kisi b =100 mm dan sudut kemiringan dengan bidang horizontal ( = 750 serta bentuk jeruji bulat ( =1,8. kecepatan dalam syphon V = 2 m/dtk maka

C = 1,8 (0,1)4/3 sin 750 = 0,081

Hf = 0,081 x 22/(2x9,81) = 0,016 m

Disamping itu kedalaman (D) syphon untuk mendapatkan keamanan konstruksi al:

Dengan jalan minimal 0,60 m

Dengan Saluran pasangan minimun 0,30 m

Dengan Saluran tanah minimum 0,60 m

Dengan Sungai minimum 1,0 m

Gambar 2.10. Sket Syphon

2. Kehilangan energy akibat gesekan

Kehilangan energy akibat gesekan dapat dipakai rumus aliran dalam pipa,

dimana

(Hf = Kehilangan energy akibat gesekan, m

V= Kecepatan aliran dalam syphon , m/dtk

L= Panjang syphon, m

K = Koefisien kekasaran Stirckler, m1/2.dtk

R = Jari-jari hidraulik, m

Untuk syphon dengan panjang (L1 + L2 + L3) = 59,05 m dari beton dengan K = 70 m1/3/dtk, penampang seluas A = 0,72 m2 dan berbentuk seperti gambar dengan H=B = 0,90 mA = 0,90 x 0,90 4(0,5 x 0,25 x 0,25) = 1,44 m2

O = 4 x (H 2 x 0,25 H) + 8 x (0,25 H)2

= 2 H + 1,4 H = 2 x 0,90 +1,4 x 0,90 = 3.06 m

R= A/O = 1,44/3.06 = 0.23 m

m2. Kehilangan energy belokan

dimana

(Hf = Kehilangan energy akibat gesekan, m

V= Kecepatan aliran dalam syphon, m/dtk

Kb = Koefisien akibat belokan.

g = Gravitasi bumi, m2/dtk

Untuk talang seperti gambar belokan pertama sudutnya 16,500 ; kedua 150. Dari daftar belokan untuk sudut 16,500 Kb = 0,042 ; sudut 150 Kb = 0,04.

m

4. Kehilangan energy akibat peralihan

Kehilangan energy akibat peralihan dimaksudkan peralihan dari aliran bebas (free flow) pada saat masuk dan keluar dari Syphon.

Pada saat masuk Syphon (Hmasuk = (masuk(Va V1)2/2g

Pada saat keluar Syphon (Hkeluar = (keluar(V2 Va)2/2g

dimana

Va = Kecepatan didalam syphon

V2 = Kecepatan setelah syphon

V1 = Kecepatan sebelum masuk syphon

(masuk = 0,20; (keluar = 0,40

Pad saat masuk (Hmasuk = 0,20x(2 0,56)2/(2x9,81) = 0,024m

Pada saat keluar (Hkeluar = 0,40x(0,56 - 2)2/(2x9,81) = 0,048 m

Total kehilangan energy pada syphon

Hf = 0,016 + 0,34 + 0,017 + 0,024 + 0,048 = 0,45 m E. Jembatan

Bangunan ini melintang diatas saluran/sungai yang berfungsi untuk sarana transportasi. Perencanaan Jembatan sesuai dengan peraturan Bina marga mengenai klas jembatannya. Perencanaan hidrolis seperti saluran kecuali kalau abutmen mempersempit saluran.

F. Bangunan Terjun

Bangunan terjun atau got miring diperlukan apabila kemiringan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran. Bangunan ini ada 4 bagian yang perlu mendapat perhatian antara lain:

1. Bagian hulu pengontrol, dimana aliran masuk menjadi super kritis.

2. Bagian dimana aliran air dialirkan ke yang lebih rendah

3. Bagian tepat disebelah hilir potongan U, dimana energi diredam

4. Bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi.

1. Bagian pengontrol

Bagian pengontrol ini merupakan bagian pertama yaitu untuk mengontrol aliran diatas ambang. Hubungan tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan.

Gambar 2.11. Sket Bangunan Terjun

Keuntungan dari gabungan bangunan ini yaitu pada bagian bangunan pengontrol tidak menyebabkan kurve pengempangan yang menyebabkan terjadinya sedimentasi atau menurunnya muka air (erosi) disaluran hulu.

Gambar 2.12. Grafik Kurva Q - h

Pada waktu menentukan bagian pengontrol, kurve Q - h dapat diplot pada grafik diatas.Terjun ada dua yaitu terjun tegak dan terjun miring

1. Terjun tegak

Bangunan terjun tegak dipakai apabila tinggi terjun < 1,50 m. Diharapkan dengan terjun tegak ini luapan yang jatuh bebas akan mengenai lantai terjun.Perencanaan Hidrolis

(Z = ((H + Hd) - H1Hd = 1,67 H1Vu = ; Yu = q/vu

Dimana

H1 = Tinggi energi dimuka ambang

(H = Perubahan tinggi energi pada bangunan

Hd = Tinggi energi dihilir pada kolam olak

q = Debit persatuan lebar ambang

n = Tinggi ambang pada ujung kolam olak.

2. Terjun Miring

Terjun miring apabila tinggi terjun > 1,50 m. Hal ini untuk menghilangkan pemisahan aliran pada sudut miring.

Gambar 2.13. Terjun Miring

Kemiringan terjun minimal 1:2. Kolam olak disesuaikan dengan harga Yu dan Hu.G. Got Miring

Bangunan ini untuk mengatasi perbedaan elevasi seperti pada terjun namun panjang salurannya cukup panjang. Permasalahan yang timbul adalah aliran dalam got miring adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin dan berangsur agar tidak terjadi gelombang.Perencanaan hidrolis

Dalam perncanaan hidrolis got miring dibagi dalam 4 kondisi yaitu:

1. Bagian peralihan masuk

2. Bagian Normal

3. Bagian peralihan keluar

4. Bagian kolam olak

Bagian peralihan masuk

Gambar 2.14. Peralihan Masuk

Menurut USBR (1978) perencanaan geometri mengikuti aturan sbb:

1. Kotangen sudut lentur muka air tidak boleh lebih kecil dari 3,375 kali bilangan Froud (Fr). Sebaiknya sudut pelenturan maksimum peralihan masuk 30o, sudut peralihan keluar 25o.

Cot ( < 3,375 .FrDimana

Fr = Bilangan Froude di pangkal & ujung peralihan luas potongan.

D = Luas potongan/lebar atas potongan (m)

K = Faktor kecepatan

V = Kecepatan aliran pada titik yang bersangkutan

= Sudut kemiringan lantai yang bersangkutan.

Faktor kecepatan K sangat tergantung pada lengkung lantai

K = 0 untuk lantai peralihan sebidang (tdk ada peralihan horizontal)

( lantai peralihan pada kurve bulat

( lantai peralihan kurva parabola

dimana

hv = Tinggi kecepatan pada pangkal/permulaan kurve, (m)

r = Jari-jari lengkung lantai (m)

V = Kecepatan pada titik yang bersangkutan (m/dt)

= Kemiringan sudut lantai

(L= Kemiringan sudut lantai diujung/diakhir kurve

(0 = Kemiringan sudut lantai pada pangkal kurve

L= Panjang peralihan

USBR membatasi harga K < 0,50 hal ini untuk menjamin tekanan positif pada lantai tetap ada.

2. Peralihan masuk non simetris dan perubahan pada trace tepat didepan bangunan harus dihindari, hal ini akan menyebabkan terjadinya gelombang silang dalam got miring.

Bagian masuk ini dapat dianggap mercu ambang lebar sehingga rumus ambang lebar dapat dipakai pada bagian masuk ini.

Bagian normal

Bagian ini diperoleh aliran yang seragam. Namun karena adanya penyerapan udara. Formula pada saluran tidak dapat dipakai disini.

V = kt Rb2/3 sin1/2(Q = n.hb2 kt Rb2/3 sin1/2( Dimana

n = b/hb= Perbandingan kedalaman dan lebarRb = Fb/Ob = Jari-jari hidraulik totalFb = n.hb2 = Luas penampang basah totalOb = (n+2).hb = Keliling basah totalKo = Koefisien kekasaran Strickler

kt = k0(1-sin() = Koefisien yang telah disesuaikan = Kemiringan got miringb = Lebar dasar got miringhb= Kedalaman total air

Tinggi maksimum got miring ditentukan dari tinggi air (ho) ditambah tinggi jagaan atau 0,4 kali kedalaman kritis ditambah tinggi jagaan, dipilih dimana yang lebih besar.Tabel 2.1. Tinggi Jagaan (w) minimum Got Miring

Kapasitas (m3/dtk)Tinggi Jagaan (m)

Q < 3,50

3,50 < Q < 17,00

Q > 17,000,30

0,40

0,50

Bila kecepatan aliran di got miring > 9 m/dtk kemungkinan terjadi penambahan volume air akibat adanya penghisapan udara. Bila got miring panjangnya lebih 30 meter kemungkinan bahaya ketidak stabilan aliran akan timbul, sering disebut dengan aliran getar (slug/pulsating). Maka harus dicek dengan cara menghitung bilangan Vedernikov ( V ) dan Montouri (M) sbb;

dimana

V= Bilangan Vedernikov

M= Bilangan Montouri

.b = Lebar dasar potongan got miring (m)]

.v= Kecepatan di got miring (m/dtk)

P= Keliling basah got miring (m)

.d= Kedalaman air rata-rata di got miring (m)

I= Kemiringan rata-rata, gradien energy = tan (L= Panjang got miring (m)9

8

7

6

5

4

3

2

1

000,10,20,30,40,50,60,70,80,9

Gambar 2.15. Grafik V terhadap M20.2

0.1

000.10.20.30.4

Gambar 2.16. Faktor bentuk

Bagian Peralihan keluar

Gambar 2.17. Sket Peralihan keluar

Panjang peralihan dihitung dengan rumus berikut:

dimana

v1 = Kecepatan aliran di bagian pemasukkan

v2= Kecepatan aliran di bagian got miring

m = 0,80 0,90

Panjang Bagian peralihan L = H/I

Bagian Kolam Olak

Yang terpenting disini adalah peredam gelombang yang dapat dihitung dengan rumus

Didalam kolam olak ini ditentukan dengan besarnya nilai bilangan Froude :1. Bila Fr < 1,7 tidak diperlukan kolam olak

2. Bila 1,7 < Fr < 2,5 kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara efektif.

3. Bila 2,5 < Fr < 4,5 ini menyebabkan beberapa kondisi baik loncatan air dsb. Kalau dapat Fr dikurangi dengan merubah geometrinya. Kalau tidak dapat diubah memakai type USBR IV.

4. Bila Fr > 4,5 mendapatkan kolam olak yang paling ekonomis.

Kolam olak yang ada dilapangan untuk got miring

Gambar 2.18. Kolam dengan kecepatan air besar

Gambar 2.19. Kolam dengan kecepatan air kecil

H. Pelimpah Samping

Bangunan ini terletak ditanggul saluran untuk mengurangi debit/elevasi air akibat adanya debit pembuang yang masuk ke saluran di sebelah hulunya. Sering disebut dengan bangunan lindung karena untuk melindungi saluran dan bangunan dari debit yang berlebihan. Sebetulnya bangunan lindung ini ada 4 macam al:

1. Saluran Pelimpah

2. Syphon Pelimpah

3. Pintu Otomatis

4. Cross drain

Bangunan tersebut berguna untuk membuang kelebihan air yang terjadi akibat adanya debit yang masuk ke saluran selain debit kebutuhan Irigasi, seperti pembuangan air berlebih dari sawah diatasnya atau lahan lainnya.

Debit yang dijinkan untuk dimensi saluran setelah pelimpah sebesar 120% debit rencana. Sehingga kapasitas bangunan pelimpah ini harus memenuhi elevasi dari mercu pelimpah, dimana mercu ini sanggup melimpahkan air kelebihan tersebut.

Sifat aliran yang lewat pelimpah samping ini tidak seragam yaitu Gradually varied flow atau aliran tetap berubah beraturan. Tergantung dari debit yang lewat diatas mercu.Menurut Smitch ada 4 aliran sbb:

a)

Aliran Super kritis

b)

Sub Kritis Kritis Sub Kritis

c)

Sub Kritis Super Kritis Sub Kritis

d)

Sub Kritis Super Kritis Sub Kritis

Dimana;

Ic = Kemiringan dasar saluran

Ikr = Kemiringan kritis

C = Tinggi mercu pelimpah

.h1 = Tinggi air dekat ujung hulu pelimpah

.h2 = Tinggi air dekat ujung hilir pelimpah

.d1 = Kedalaman air diatas mercu hulu

.d2 = Kedalaman air diatas mercu hilirMethode Perhitungan

a. Methode Analitis

Potongan memanjang

Gambar 2.20. Pelimpah Samping

1. Tinggi energy saluran sebelah hilir pelimpah

2. Jarak (X dari ujung pelimpah tinggi energy juga Ho

qx =(.(x. . {(ho C)3/2 +(hx C)3/2}/2Jika h0 = hx maka qx =(.(x. (ho C)3/2 Qx =Q0 + qx

Perhitungan dilanjutkan sampai Qnx sama dengan debit yang di sebelah hulu bangunan pelimpah. Sehingga debit lewat pelimpah q = Qnx - Qo . Koefisien ( diambil lebih kecil 5% dari mercu tegak lurus arah aliran.b. Methode Grafis

Methode grafis ini menggabungkan dua grafik yaitu:

a. Grafik debit yang lewat diatas mercu pelimpah sebagai fungsi dari h Q = ( (h) = A

Dimana H = Tinggi energi diujung pelimpah

A = Luas potongan penampang basah saluran dengan kedalaman air h

b. Grafik debit saluran

Q = ( (h) = C atau k.R2*6 I1/2

Gambar 2.21. Grafik Pelimpah samping

Dimana ;

q = Debit persatuan panjang

.c = Tinggi mercu

.h = Kedalaman air di saluran

.g = Gravitasi bumi

( = Koefisien debit (95% dari koefisien debit pelimpah tegak)

Contoh Perhitungan ;

Data-data saluranRuasKmKim KaLbarTnggiK bshKmrgnPn BshKecDebitDb renc

bhpIAvQQr

Saluran (Q100)3500,50 1,00 0,4902,0380,00570,5511,1050,6090,598

Saluran (QT)3500,50 1,00 0,6402,3560,00570,7201,2240,8810,850

Saluran (Q1.2)3500.50 1,00 0,5602,1860,00570,6301,1530,7260,718

Debit Drainase/PembuangDebit DrainQsal1,2 QrenhrenhoTgg mercu

0,5000,6090,7310,5600,6400,560

Perhitungan pelimpah

Delta XQoHohoho-cqxQo+qxPxAxVxhxdelta X

20,6090,7160,6400,0800,0760,6852,7120,7421,1140,6692

20,6850,7160,6690,1090,1220,8073,0160,7811,0740,6642

20,8070,7160,6640,1040,1120,9203,2970,7741,0060,6562

20,9200,7160,6560,0960,1001,0193,5460,7630,9490,6482

11,0190,7160,6480,0880,0441,0643,6560,7530,9220,6441

0,50,9200,7160,6560,0960,0250,9453,3590,7630,9840,6530,5

0,30,9450,7160,6530,0930,0140,9593,3950,7600,9740,6520,3

0,20,9590,7160,6520,0920,0090,9683,4180,7580,9680,6510,2

Jumlah0,503>0,50OK10.00

Lebar pelimpah 10 m dengan tinggi mercu 0,560 m, debit yang dapat dilimpahkan 0,503 m3/dt > 0,50 m3/dt OK

2.3. Bangunan Pembawa

Bangunan pembawa sangat penting dalam pengelolaan irigasi. Adapun bangunan pembawa disini yang utama adalah saluran. Pada umumnya saluran yang ada berupa saluran terbuka. Tidak selamanya saluran terbuka terletak didaerah datar. Untuk menyesuaikan elevasi muka air. Maka diperlukan suatu bangunan pembawa air.

Ada dua kelompok bangunan ini yaitu:

Bangunan dengan aliran sub kritis

Bangunan termasuk sub kritis : Gorong-gorong, Talang, Flum dan Syphon.

Bangunan dengan aliran superkritis

Bangunan termasuk superkritis : Pengukur Debit, Terjun, Got Miring dll

Aliran dinamakan subkritis apabila nilai bilangan Froude kurang dari 1 (Fr 0,60 mm, maka sebelum masuk saluran irigasi perlu dibuatkan saluran pengendap. (

Gambar 2.24. Sket Kantong Lumpur

Partikel yang masuk ke kantong lumpur pada titik A, dengan kecepatan endap partikel (W) dan kecepatan air (V) harus mencapai dasar pada titik C. Ini berarti bahwa partikel tersebut mencapai dasar (kedalaman H) selama waktu (H/W), akan berjalan (berpindah) secara horisontal sepanjang L selama (L/V). Jadi H/W = L/V dengan V = Q/HB.

Dimana

H= Kedalaman aliran di saluran, m.W= Kedepatan endap partikel sedimen, m/dt.L = Panjang kantong lumpur, m.B= Lebar kantong lumpur, m.V= Kecepatan aliran, m/dt.Q= Debit kebutuhan, m3/dt.Sebaiknya dimensi kantong lumpur memnuhi kaidah L > 8 x B, hal ini untuk menghindari aliran agar tidak meander di dalam kantong disamping untuk memudahkan pengurasan. Bila kaidah ini tidak terpenuhi akibat kondisi topografi dapat dibuat dengan dinding pemisah (devider wall) sehingga kaidah L dan B terpenuhi.

Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kantong lumpur al:

a. Volume kantong lumpur

Volume kantong lumpur ditentukan dari lama waktu pengurasan, dan kandungan lumpur yang terbawa oleh air 0,05%, maka;

V = 0,0005 Qn TDimana

V = Volume kantong lumpur. Qn = Debit kebutuhan. T = Jangka pengurasan.Jika debit rencana kebutuhan air irigasi Qn = 10,90 m3/dtk, pengurasan seminggu sekali maka volume kantong lumpur dapat dihitung sbb;

V = 0,0005 x 10,90 x 7 x 24 x 3600 = 3290 m3b. Panjang dan lebar kantong lumpur

Dengan diketahui partikel yang terbawa oleh air sungai ke saluran dan waktu pengurasan, dapat ditentukan besar volume kantong lumpur.

dimana

L= Panjang kantong lumpur.B= Lebar rerata kantong lumpur.Qn= Kebutuhan air rencana.W= Kecepatan endap partikel.

Gambar 2.25 Grafik Kecepatan Jatuh (W) Partikel

Di Indonesia suhu air 20o C dan diameter lumpur 0,007 m, kecepatan endap W = 0,04 m/dt. Panjang kantong minimum 8 kali lebar (L > 8 x B).

= 10,90/0,04 = 2725 m2Ambil B = 18,50 m maka L = 2725/18,50 = 147,30 m (minimum)

c. Menentukan Kemiringan/energy kantong saat operasional (In)

Besarnya kecepatan di kantong lumpur sangat menentukan kebrehasilan pengendapan lumpur. Kecepatan yang terlalu tinggi menyebabkan lumpur yang mengendap berkurang oleh karena itu kecepatan aliran (Vn) di kantong lumpur seyogyanya diambil < 0,40 m/dt. Dengan diketahui debit yang lewat Qn dan kecepatan Vn maka penampang basah (An) dapat diketahui.

Dengan rumus Manning atau Strikler dapat dicari In.

Ambil Vn = 0,40 m, maka m2Dengan B rerata 18,50 m, maka m

Gambar 2.26 Potongan melintang

Keliling basah On menjadi

On = 15,56 + 2 x 1,47 = 22,13 m

m

Sebenarnya In ini kurang tepat untuk seluruh penampang kantong lumpur luasnya akan bertambah ke arah hilir. Namun perbedaan elevasi sangat kecil maka boleh diabaikan.

d. Menentukan Kemiringan energy kantong saat pengurasan (Is).

Kecepatan bilas (Vs) harus dapat menggelontor sedimen yang diendapkan di kantong lumpur. Namun demikian kecepatan ini harus lebih kecil dari kecepatan kritis, hal ini dikarenakan kecepatan kritis atau super kritis akan mengurangi efektifitas pembilasan.

Dari KP 02 disarankan

Untuk sedimen pasir halus Vs = 1,00 m/dt

Untuk sedimen pasir kasar Vs = 1,50 m/dt

Untuk sedimen pasir kasar dan kerikil Vs = 2,00 m/dt

Debit penguras diambil Qs = 1,2 x Qn = 1,2 x 10,90 = 13,10 m3/dtk

m2Lebar dasar kantong lumpur b = 15,56 m

As = b x hs

m (lihat gambar 2.26)

m

Untuk pembilasan koefisien kekasaran Ks diambil 40 m1/3/dtk.

Cek bilangan Froude agar pembilasan dapat berjalan dengan baik maka Fr 147 m ( Ok.

f. Menentukan elevasi saluran penguras di sungai.

Untuk menjamin terjaminnya pengurasan dan agar air sungai tidak masuk ke kantong lumpur menurut KP 02 disyaratkan elevasi dasar saluran pembilas di pertemuan dengan sungai harus lebih tinggi dari elevasi air banjir sungai dengan debit rencana lima tahunan (Q5)

(Gambar 2.29. Sket Pertemuan sungai dengan saluran Bilas

Kolam I

Kolam I

Kolam II

Dasar saluran

Bagian peralihan

Bagian normal lengkungan

Daerah dengan aliran getar

Daerah tanpa aliran getar

Kemiringan x tan (

d/P

Ke saluran Sekunder

Bilangan Montouri (M2)

Bilangan Verdenikiv (V)

Daerah dengan aliran getar

Sal induk

Ke saluran sekunder

Daerah tanpa aliran getar

Bagian normal

peralihan masuk

L

(

(

Yu

Loncat air

n

H2

Lj

Potongan U

Panjang kemiringan

Yc

H1

(Z

Hu

Y2

0 20 100 120%

Koefisien Kecepatan Cv

(H

Bagi

Perbandingan luas Cd. Ax/A1

h

Qx diketahui hx dapat dihitung

O

Qx =Q0 + qx

Qx = debit lewat pelimpah sepanjang (x

(X

C

.h

Garis energy

.hx

C

.ho

EMBED Equation.3

Ho

.h

EMBED Equation.3

Saluran setelah got miring

Q = ( (h)

Kolam II

H

Sal Sekunder

Pipa pralon ( 10 cm

Sawah A < 10 Ha

Stop kran

L

H

h1

2 - 3H1

> H1

Z

p

Panjang kolam LB

p

B > 3hL > 2h

h

.p >3h

.h 3 H

> 5 cm

.t < 0,1 h

Lubang penguras

H1

p

h1

b

h1

Koefisien debit Cd

Jika h1/(h1+p)