bab i.doc
DESCRIPTION
filsafatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Ilmu
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
terbuka oleh masyarakat. Apabila hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dia
akan diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat
tersebut. Atau dengan kata lain bahwa pencitraan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan
penggunaan ilmu adalah besifat sosial. Peran individu inilah yang menonjol dalam kemajuan
ilmu. Karakteristik lain dari ilmu yaitu terletak dalam cara untuk menemukan kebenaran.
Manusia dalam usaha untuk menemukan kebenaran itu ternyata menempuh cara yang
bermacam-macam.
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-
segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam kehidupan
manusia. Dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat
dan lebih mudah. Merupakan kenyataan bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada
ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan,
kemiskinan, dan berbagai kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia
bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, dan
komunikasi. Singkatnya, ilmu merupakan sarana membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.
1.2 Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa
Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato
menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata
falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal
dan hukumnya.
Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia
juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Sebelum Socrates ada satu kelompok
yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan
persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam
kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami 2 reduksi makna yaitu berpikir yang
menyesatkan.
Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan
kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah
filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002). Pada mulanya kata filsafat
berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua
bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu
pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta
dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1)
norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara
sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk.
Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan
mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan
tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan
terus berubah hingga satu titik tertentu.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut
para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu,
sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa
dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara
persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika.
Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.
1.3 Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara
ilmu-ilmu alam dengan sosial namun permasalah-permasalahan teknis yang khas, maka filsafat
ilmu itu sering dibagi menjadi filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu sosial. Filsafat ilmu merupakan
telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu seperti :
Obyek mana yang ditelaah ilmu? Ujud hakiki obyek? Hubungan obyek dengan tangkapan
manusia (berfikir, merasa, mengindera yang membuahkan pengetahuan).
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimba pengetahuan yang berupa ilmu? Bagainama
prosedurnya? hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang
benar, Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Cara dan tehnik sarana yang
membantu kita mendapat pengetahuan yang berupa ilmu .
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara
tehnik prosedural yang merupakan operasinal metode ilmiah dengan norma-norma moral/
profesional.
Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang hendak mengkaji ilmu dari sisi filsafat untuk
memberi jawaban terhadap sejumlah pertanyaan yang mencakup apa itu ilmu (ontologi),
Bagaimana ilmu itu diperoleh (dijawab dengan epistemologi) dan untuk apa ilmu itu dilahirkan
(aksiologi). Filsafat ilmu mempersoalkan dan mengkaji segala persoalanyang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan, fisik, dan metafisik. Filsafat ilmu memfokuskan pembahasan dalam
metodologi ilmu pengetahuan .ilmumerupakan salah satu cara untuk mengetahui bagaimana budi
manusia bekerja.ilmu pengetahuan merupakan karya budi manusia bekerja, karya budi logis dan
imajinatif sekaligus bernurani, ilmu bersifat empirik, sistematis observatif dan obyektif.
BAB II
Peran dan Tanggung Jawab Ilmuwan
Ilmuwan merupakan orang yang melakukan kegiatan atau aktifitas dalam kaitannya
dengan bidang keilmuan. Istilah ilmuan dipakai untuk menyebut aktifitas sesorang untuk
menggali permasalahan ilmuan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk
ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan
tersebut kepada masyarakat awam karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu berada di
pundaknya.
Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan
pikirannya untuk bernalar. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita
sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu kemudian
digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang
tersedia disekitar kita. Oleh karena itu tanggung jawab ilmuwan terhadap masa depan kehidupan
manusia diantaranya adalah :
1. Tanggung jawab profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan dan masyarakat, yaitu
menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya secara
formal. Agar semua pernyataan ilmiah yang dibuatnya selalu benar dan memberikan
tanggapan apabila ia merasa ada pernyataan ilmiah yang dibuat oleh ilmuwan lain yang tidak
benar.
2. Tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang
menyangkut azas moral dan etika.
3. Sikap politik formal ilmuwan
Jika ilmuwan mempunyai rasa tanggung jawab moral dan sosial yang formal, maka
konsekuensinya ilmuwan harus mempunyai sikap politik formal. Sebab sikap politik formal
merupakan sikap yang konsisten dengan azas moral kelimuan serta merupakan
pengejawantahan/implementasi dari tanggung jawab sosial dalam mengambil keputusan
politis dimana keputusan itu bersifat mengikat (authorative).
Suatu keharusan bagi ilmuwan memiliki moral dan akhlak untuk membuat pengetahuan
ilmiah menjadi pengetahuan yang didalamnya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis,
objektif, dan terbuka. Disamping itu, pengetahuan yang sudah dibangun harus memberikan
kegunaan bagi kehidupan manusia, menjadi penyelamat manusia, serta senantiasa menjaga
kelestarian dan keseimbangan alam. Di sinilah letak tanggung jawab ilmuwan untuk memiliki
sikap ilmiah.
Para ilmuwan sebagai profesional di bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral,
yang dalam filsafat ilmu disebut sebagai sikap ilmiah, yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk
mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif, yang bebas dari prasangka pribadi, dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial dan kepada Tuhan.
Tanggung jawab yang utama dari seorang ilmuan bagi dirinya sendiri, ilmuwan lain, dan
masyarakat adalah menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataaan-pernyataan ilmiah yang
dibuatanya dan dapat dibuat oleh ilmuwan yang lainnya. Sebagai seorang yang dianggap lebih
oleh masyarakat bahkan ilmuwan lain tidak boleh memberikan atau memalsukan data. Mereka
hanya memberikan pengetahuan sumbangan pengetahuan baru yang benar yang sudah ada
walaupun ada banyak tekanan untuk tidak melakukan itu, karena tanggung jawab batiniahnya
adalah memerangi ketidaktahuan, prasangka, dan takhayul di kalangan manusia dalam alam
semesta ini.
BAB IIITanggung Jawab Ilmuwan dalam Pengembangan Ilmu
Sebagai homo sapiens manusia mampu untuk berpikir benar, berpenalaran tinggi dengan
daya pikir logis, rasional, kritis, kreatif, dan intuitif dengan solusi problema yang baik dan benar.
namun demikian terdapat pula segi negatif daya rasional manusia yaitu manusia mampu juga
membuat rasionalisasi, seperti yang diunggulkan oleh tokoh Sigmund Freud dengan Psycho
Analisis-nya. Manusia dengan rasionalisasi membuat ulah untuk menutupi kesalahannya,
terhadap dirinya dan orang lain dengan cara yang sistematis dan meyakinkan. Dalih semacam itu
bisa saja mempesona manusia apalagi bila didukung oleh sarana seperti kekuasaan.
Sikap sosial dan moral dari para ilmuwan adalah konsisten dengan penelaahan
keilmuwannya dalam arti ilmunya itu terbebas dari sistem nilai, ilmu itu sendiri bersifat netral
dan ilmuwanlah yang memberinya nilai. Untuk itu ia dituntut bersifat imperatif dengan latar
belakang pengetahuan yang cukup guna menempatkan segala sesuatunya sesuai proporsi yang
sebenarnya. Daya analisis seorang ilmuwan dapat menciptakan dari objek permasalahan yang
muncul di permukaan. Sebagai contoh ilmuwan Bertrand Russel mengungkapkan betapa dana
yang dipakai untuk produksi senjata akan lebih bermanfaat bila digunakan untuk mengurangi
kepadatan penduduk dan peningkatan distribusi bahan makanan.
Bagi ilmuwan proses penemuan ilmiah mempunyai implikasi etis. Itulah kategori moral
sebagai landasan sikap etisnya. Unsur kebenaran telah berfungsi baik sebagai jalan pikirannya
maupun seluruh jalan hidupnya. Ia merasa terpanggil oleh kewajiban sosialnya baik sebagai
penganalisis materi kebenaran maupun sebagai prototipe moral yang baik. Di bidang etika atau
filsafat moral, tanggung jawab sosial ilmuwan di samping memberi informasi juga sebagai
penuntun hidup dengan meneladani sikap objektif, menerima kritik dan pendapat orang lain,
terbuka, teguh pada pendirian (istiqomah), yang dianggapnya memang benar dan kalau perlu
mengakui kesalahan kalau memang bersalah. Tampillah ilmuwan itu dengan kekuatan dan
keberaniannya serta menjadi suri tauladan laksana seorang pedagang. Justru aspek etika dari
hakikat keilmuan kita masih kurang diperhatikan oleh kaum pedagang dan ilmuwan di mana kita
cenderung mendidik anak kita menjadi cerdas, tanpa dilengkapi dengan pendidikan nilai-nilai
moral yang luhur bangsa kita. Di sinilah agaknya pelajaran etika sebagai conditiosine qua non
bagi pelajar dan mahasiswa.
Sendi utama masyarakat modern adalah IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi). Pilar
penyangga keilmuwan itu sebagai tanggung jawab sosial para ilmuwan. Di samping IPTEK
masih terdapat kebenaran lain sebagai pelengkap harkat dan martabat manusia (human dignity)
yang hakiki. Melalui pendidikan moral dan takwa sebagai unsur yang tak terlupakan oleh para
ilmuwan. Karena IPTEK tanpa Iman dan Taqwa (IMTAQ) atau agama akan menghancurkan
manusia, sedangkan berbekal Iman dan Taqwa saja kita akan tertinggal jauh dari masyarakat
modern dalam mencapai bangsa dan umat.
Adapun sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan sedikitnya ada enam, yaitu:
1. Tiada rasa pamrih (disinterstedness), merupakan sikap yang diarahkan untuk
mencapaipengetahuan ilmiah yang objektif dan menghilangkan pamrih.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu
mengadakanpemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera
serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian
yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset. Dan riset atau penelitian
merupakan aktifitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu bagi
kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia
BAB IV
Peran dan Tanggung Jawab Dokter sebagai Ilmuwan
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang
menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah
kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis
kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum,
etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran
yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Terminologi “dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan peran-peran
eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran dan pengembangan
intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas
antropososial dan merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifaan, mewujudkan
“kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan realitas dimana
dia berada. Dengan tetap mengindahkan tanggung jawab dispilin keilmuan, maka entitas dokter
haruslah mampu mempertemukan konsepsi dunia kedokterannya dengan realitas masyarakat hari
ini.
Sebagai seorang dokter yang sedang menempuh jalur pendidikan dokter spesialis anak,
tugas saya saat ini adalah mempelajari secara lebih dalam mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan anak, baik proses fisiologis maupun patologis. Kewajiban saya nanti sebagai seorang
dokter spesialis anak adalah menerapkan ilmu yang telah saya peroleh untuk menolong
masyarakat khususnya anak-anak demi terwujudnya anak Indonesia yang sehat. Sehubungan
dengan status saya sebagai peserta pendidikan dokter spesialis yang dibiayai oleh pemerintah,
dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan, maka nanti setelah menjadi dokter spesialis saya
harus mengabdi ke daerah yang terpencil. Hal ini merupakan salah satu program pemerintah
untuk pemerataan dokter spesialis dan untuk memenuhi hak setiap masyarakat Indonesia dalam
menerima pelayanan kesehatan yang setara diseluruh Indonesia. Selain itu, sebagai seorang
ilmuwan maka diharapkan kita selalu berusaha untuk peka terhadap lingkungan dan mencari
solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada disekitar kita. Sehubungan dengan hal tersebut,
saya tertarik untuk meneliti pemanfaatan daun mimba (Azadirachta indica) sebagai tanaman
tradisional untuk dimanfaatkan sebagai obat antimalaria. Hal ini tentu saja terjadi melalui suatu
metode berpikir yang imiah.
Metode ilmiah merupakan sintesis antara berpikir rasional dan bertumpu pada data
empiris. Kedua cara berpikir ini tercermin dalam berbagai langkah yang terdapat dalam proses
kegiatan ilmiah. Pada dasarnya pemikiran secara empiris pertamatama menyadarkan kita akan
adanya suatu masalah. Tidak pernah berpikir sekiranya kita tidak menyadari adanya masalah
yang kita pikirkan. Contoh sederhana : pada saat saya ditugaskan sebagai dokter umum PTT di
provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat beberapa penyakit yang sangat lazim ditemui
yaitu malaria. Mengapa kasus malaria banyak terjadi di daerah ini sehingga menimbulkan angka
kesakitan yang tinggi bahkan menimbulkan kematian? Apa yang menyebabkan terjadinya hal
tersebut? Bagaimana cara untuk menanggulanginya selain dengan obat anti malaria yang sudah
banyak menimbulkan resitensi? Munculnya pertanyaan/permasalahan ini, kemudian dicari
jawabnya melalui kemampuan analisis terhadap data-data yang ada dan teori-teori yang
mendukungnya.
Adapun langkah-langkah utama dalam metode ilmiah sebagai berikut :
1. Penemuan atau penentuan masalah
Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah dengan ruang lingkup
dan batas-batasnya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batas-
batasnya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada
kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah. Dalam kaitannya dengan
pemanfaatan daun mimba sebagai obat anti malaria yaitu sudah cukup jelas bahwa yang
melandasi ketertarikan saya untuk meneliti hal ini adalah banyaknya kasus malaria yang
sudah resisten terhadap berbagai obat anti malaria yang ada.
2. Perumusan kerangka masalah
Merupakan usaha untuk mendeskripsikan masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita
mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor
tersebut membentuk suatu kerangka masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
Berdasarkan hal tersebut saya mengidentifikasi faktor-faktor yang terlibat dalam masalah
tersebut adalah faktor manusia dan faktor lingkungan (alam daerah NTT yang didominasi
oleh hutan dan pantai).
3. Pengajuan hipotesis
Merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan sebab-
akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut. Hipotesis
ini pada hakikatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif-deduktif, dengan
mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya. Berdasarkan hal
tersebut maka saya melakukan identifikasi untuk memberikan penjelasan kira-kira yang
menyebabkan terjadinya resistensi terhadap obat antimalaria antara lain :
a. Tingkat kepatuhan yang rendah dalam meminum obat antti malaria sesuai dengan dosis
dan jadwal yang telah ditentukan
b. Kurangnya pemerataan distribusi obat anti malaria yang disebabkan oleh akses
transportasi yang kurang menuju ke beberapa daerah tertentu.
c. Mobilisasi penduduk yang tinggi sehingga meningkatkan penularan malaria.
d. Kondisi alam yang mendukung nyamuk penyebab malaria untuk terus berkembang biak
dan mengigit, menimbulkan infeksi serta menularkan malaria.
e. Distribusi obat dari pusat ke daerah yang lambat. Hal ini disebabkan oleh transportasi
kedaerah yang dipengaruhi faktor cuaca sehingga pada saat obat didistribusikan ke
puskesmas-puskesmas sering sudah hampir memasuki masa kadaluarsa.
4. Deduksi dari hipotesis
Merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa deduksi-hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat
kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita
ajukan. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut maka timbul suatu pemikiran untuk
memanfaatkan daun mimba yang banyak terdapat diseluruh pelosok daerah di NTT sebagai
pengganti obat malaria yang sudah ada.
5. Pembuktian hipotesis
Merupakan usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas.
Kalau fakta-fakta tersebut memang ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa
hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis
tidak terbukti, maka hipotesis ini ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan
hipotesis yang lain. Sampai saat kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
Terdapat data-data yang menunjukkan bahwa daun mimba sejak dahulu telah dipergunakan
sebagai obat antimalaria di berbagai negara seperti Afrika dan India. Di daerah NTT sendiri
masyarakata sejak dahulu sudah memanfaatkan daun mimba sebagai obat antimalaria
walaupun kejelasan mengenai kandungan daun mimba pada saat itu masih belum jelas.
Jumlah tanaman mimba yang melimpah di daerah NTT juga merupakan salah satu faktor
yang menjadi pemikiran saya untuk memanfaatkan sebagai obat anti malaria sehingga dapat
membantu pemerintah dalam melakukan penghematan dalam memproduksi obat antimalaria.
Usaha penghematan itu misalnya dengan cara membangun sentra untuk memproduksi obat
anti malaria di daerah sehingga biaya pendistribusian dapat dikurangi dan distribusi ke
daerah-daerah terpencil dapat lebih cepat dilakukan dan kasus malaria dapat segera diobati
tanpa harus memimbulkan berbagai komplikasi hingga kematian.
6. Penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah
Hipotesis yang terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima
sebagai bagian dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap
sebagai bagian dari suatu teori ilmiah. Secara luas teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu
penjelasan teoretis mengenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untujk
penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai
gejala yang lainnya. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa daun mimba mengandung zat
tetranortriterpena yang terbukti dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh kita dalam
melawan malaria. Peran daun mimba yaitu menurunkan kadar TNF-α dan IL-10 pada infeksi
plasmodium falciparum. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi
dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapatkan teori ilmiah
tersebut.
Kewajiban batiniah seorang ilmuwan adalah memberikan sumbangan pengetahuan baru
yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan-tekanan
ekonomi atau sosial yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya
adalah memerangi ketidaktahuan, prasangka dan mitos di kalangan manusia mengenai alam
semesta ini. Dengan semakin bertambahnya kompleksitas kehidupan manusia, maka ragam
lingkup ilmu pengobatan (kedokteran) menjadi terdesak untuk melakukan pengembangan dan
peningkatan kualitas, sesuai dengan kompleksitas objek pengobatan yang dijumpai dalam
realitas.
Gambar 1. Mekanisme aktivasi TNF- α dalam patologi malaria. (Hommel, 1997)
.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Bulan Bintang. Jakarta.1990
Baktiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Raja Grafindo Persada. Jakarta . 2004
Hommel, M. Immunology of malaria. In quaderni dicooperazione sanitria health co-operation
paper. AIFO. 15: 53 – 60.1997
Jujun S Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka sinar Harapan. Jakarta
1993
Rachman, Maman. Filsafat Ilmu.UPT UNNES PRESS. Semarang. 2009
Depdikbud. Materi Dasar Kependidikan untuk Akta V : Filsafat Ilmu. Jakarta. 1984
Endang Saifuddin Anshari Ilmu, Filsafat dan Agama.,Bina ilmu Surabaya 1979
Nasution, AH. Pengantar ke Filsafat Sains: Litera Antar Nusa. Jakarta.1999
Soegihardjo C.J. Mimba (Azadirachta indica A. Juss, suku Meliaceae) Tanaman Multi Manfaat
yang Dapat Menanggulangi Persoalan Rakyat Indonesia. Sigma Vol 10 No 1. Available at
http://jurnalsigma.com/jurnal-163-mimba-azadirachta-indica-a-juss-suku-meliaceae-tanaman-
multi-manfaat-yang-dapat-menanggulangi-persoalan-rakyat-indonesia.html . Yogyakarta. 2007
Tjitra E. Obat anti-malaria, Dalam : Harijanto PN (editor) Malaria, Epidemiologi, Patogenesis,
Manifestasi Klinis&Penanganan. Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta. 194-223.2000