bab i tasawuf

Download BAB I Tasawuf

If you can't read please download the document

Upload: dandik-syaifudin-naudzubillah

Post on 25-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

2

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangDefinisi tasawwuf dirumuskan oleh para ulama dengan sangat bervariasi. Jumlahnya mencapai ratusan. Tim MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf (Surabaya : IAIN SA Press, 2012), 217. Tetapi, tasawuf secara umum berarti kecenderungan mistisisme universal yang ada sejak dahulu kala, berasaskan sikap zuhud terhadap keduniaan (asketisme), dan bertujuan membangun hubungan (ittishal) dengan Al-mala Al-Ala yang merupakan sumber kebaikan, emanasi, dan ilumunasi. Dr Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak (Jakarta : Amzah, 2011), 3.

Sebagai ilmu yang memperhatikan aspek-aspek esoteris, tasawuf menempati posisi yang sangat signifikan dalam ajaran agama Islam. Tim MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf (Surabaya : IAIN SA Press, 2012), 224. Karena tasawuf merupakan suatu ajaran yang signifikan, maka tercipta suatu konsep atau doktrin untuk tetap mempertahankan keeksisan ajaran tersebut. Yang kami bahas dalam makalah ini adalah konsep Al-ittihad, Al-hulul, dan Wahdat al-wujud.Al-ittihad, Al-hulul, dan Wahdat al-wujud akan kami jelaskan selengkapnya dalam makalah kami.Rumusan MasalahApa itu konsep Al-ittihad ?...Apa itu konsep Al-hulul ?...Apa itu konsep Wahdat al-wujud ?...

Tujuan PenulisanMelengkapi tugas mata kuliah Akhlak TasawufMemberikan pemahaman terhadap mahasiswa akan konsep Al-ittihad, Al-hulul, dan Wahdat al-wujud dalam ilmu tasawuf.

BAB IIPEMBAHASAN

Pengertian Konsep Al IttihadKetika orang sufi sudah mengalami fana` dan baqo`, maka pada saat itu seorang sufi telah dapat menyatu dengan Tuhan, sehingga wujudiyahnya kekal. Di dalam perpaduan itu maka ia menemukan hakikat jati diri sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan pada tahapan inilah maka ia masuk dalam tahapan ittihad.

Ittihad adalah salah satu tingkatan dimana seorang sufu telah merasa dirinyabersatu dengan Tuhan, salah satu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu. M.solihin dan Rosihan Anwar,Kamus Tasawuf,102Dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud, meskipun sebenarnya ada dua wujud yang terpisah satu dari yang lain. Karena yang disaksikan dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad dapat terjadi pertukaran antara yang mencintai dan yang dicintai, antara sufi dan Tuhan. Selain itu, dalam ittihad seorang sufi merasakan bahwa identitas telah hilang dan telah menjadi satu yang disebabkan karena ke-fana`-annya dan tidak sadar lagi berbicara dengan nama Tuhan.Sebagaimana dalam ucapan Abu Yazid : Suatu ketika seorang lewat dirumah Abu Yazid dan mengetuk pintu. Abu Yazid berkata, ` Siapa yang engkau cari ?` Maka jawab seorang itu, `Abu Yazid .` Abu Yazid menjawab,` Pergilah, dirumah ini tidak ada Abu Yazid, kecuali Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi. Sholihin,Tokoh-Tokoh,83Fana` baqa` dan ittihad merupakan jalan menuju perjumpaan dengan Allah. Hal ini sejalan dengan Firman Allah Yang Artinya : Katakanlah : Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang yang diwahukan kepadaku: `Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa.` Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amalyang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya . (QS. Al Kahfi : 110)Dan di surat Ar Rahman yang artinya : Semua yang ada dibumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan . (QS. Ar Rahman : 26-27)

Pengertian Konsep Al HululSecara etimologi, Hulul berasal dari kata Halla yahlul hululan yang berarti menempati. Al hulul dapat berarti menempati suatu tempat. Jadi hulul secara bahasa berarti Tuhan menngambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yang telah lenyap sifat kemanusiaannya melalui fana. Adapun menurut istilah, hulul berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilihtubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh manusia itu dilenyapkan. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma sebagaimana dikutip Harun Nasution, Al-Hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah kemanusiaan dalam tubuh itu dilenyapkan.

Salah satu tokoh yang mengembangkan paham al-hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein Bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M), dinegri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun ia sudah belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin Ab-bashrah di Negri Ahwaz. Manshur al Hallaj dalam pengalaman spiritualnya, menemukan sebuah formulasi komunikasi ideal antara manusia dengan Tuhannya. Formulasi ini dibangun berdasarkan persepsinya yang utuh bahwa antara manusia dengan Tuhan memiliki dua sifat yang sama, yaitu al Lahut dan al Nasut. Apabila kedua sifat ini melebur jadi satu, maka berarti antara manusia dengan Allah sebagai Tuhannya bisa menyatu. Momentum menyatunya antara al Lahut dan al Nasut ini dalam teori tasawufnya Mansur al Hallaj disebut Al Hulul.Al-hallaj berkesmimpulan bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) yang berasal dari perkataan ilah yang berarti Tuhan atau sifat ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat ketuhanan (nasut) yang berasal dari perkataan nas yang berarti manusia atau sifat kemanusiaan. Jika sifat ketuhanan pada diri manusia menyatu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan maka terjadilah Hulul. Ini dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya yang bernama al Thawasin. Untuk dasar pemikiran itu, ia mentawilkan ayat Al Quran yang menyerukan agar malaikat bersujud untuk Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka Al Hallaj memahami bahwa dalam diri Adam sebenarnya ada unsur ketuhanan. http://stitattaqwa.blogspot.com/2013/02/akhlaq-tasawuf-al-hulul.html, 25-11-2013. Pemikiran Al Hallaj tentang kebersatuan manusia dengan Tuhan yang kemudian mengkristal dalam termaAl Hulul merupakan salah satu bentukIttihad.Ittihad yang dimaksud di sini adalah suatu tingkatan dalam tasawuf, ketika seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan saat yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.Berdasarkan uraian tersebutdiatas, maka al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan menyatu secara Rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnnya istilah lain dari al-ittihad sebagaimana telah disebutkan diatas.Tujuan dari hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut) dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seseorang insan telah suci bersih dalah menempuh perjalanan hidup kebatinan. http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.com/2012/11/al-fana-al-baqa-ittihad-al-hulul-dan.html, 25-11-2013Pengertian Konsep Wihdat Al WujudWihdat Al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wihdat dan al-wujud. Wihdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada Mahmud Yunus,kamus arab Indonesia (jakarta: Hidakarya Agung,1990), 492-494.. Dengan demikian Wihdat Al-Wujud berarti kesatuan wujud. Kata wihdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Dikalangan ulama klasik ada yang mengartikan wihdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu, kata al-wihdah digunakan pula oleh para filsafat dan sufisme sebagai satu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya itu qadim dan berasal dari Tuhan. Jamil Shalib, Al-Mu`jam al-Falsafi, Juz II (Beirut: Dar al-Kitab,1979),549.

Pengertian wihdat al-wujud, yang terakhir itulah yang selanjutnya digunakan para sufi, bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham Wihdat Al-Wujud, Nasut (sifat kemanusiaan) yang ada diubah menjadi khalq (makhluk), dan Lahud menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua aspek bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang sebelah dalam disebut haqq. Kata-kata khalq dan haqq ini merupakan padanan kata al-`arad (acident) dan al-jauhar (substance) dan az-zahir (lahir-tampak-luar) dan al-batin (dalam).Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu luar yang disebut al-khalq (makhluk) al-`arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-tampak), dan aspek dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar (substance/hakikat) dan al-bathin (dalam).Paham ini selanjutnya membawa timbulnya keyakinan bahwa antara makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarnya satu-kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk itu hanya bayang atau foto copy dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagai diterangkan dalam paham al-hulul, ingin malihat diri-Nya diluar diri-Nya, dan oleh karena itu dijadikanlah alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah. Pada saat ini, Ia ingin melihat diri-Nya, Ia cukup dengan melihat alam ini. Pada benda-benda yang ada dialam ini terdapat sifat-sifat Tuhan, dan dari sinilah timbul paham kesatuan. Paham ini juga mengatakan bahwa yang ada di alam ini kelihatannya banyak tetapi sebenarnya satu. Hal ini tak ubahnya seperti orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya. Didalam tiap cermin ia lihat dirinya kelihatan banyak, tetapi sebenarnya dirinya hanya satu. Dalam Fushu al-Hikam sebagai dijelaskan oleh Al-Qashimi dan dikutip Harun Nasution, faham wihdad al-wujud ini antara lain terlihat dalam ungkapan : Wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin ia menjadi banyak . Harun Nasution,Falsafah,93.Dalam wujud lain, uraian falsafah ini dapat dikemukakan sebagai berikut : bahwa makhluk yang dijadikan Tuhan dan wujudnya bergantung kepada-Nya adalah sebagai sebab dari segala yang terwujud selain Tuhan. Yang terwujud selain Tuhan tak akan mempunyai wujud, sekiranya Tuhan tidak ada. Tuhanlah yang sebenarnya yang mempunyai wujud hakiki atau wajib al-wujud. Sementara itu makhluk sebagai sebagai yang diciptakan-Nya hanya mempunyai wujud yang bergantung kepada wujud yang bergantung pada dirinya, yaitu Tuhan. Dengan kata lain, yang mempunyai wujud sebenarnya hanyalah Tuhan dan wujud yang dijadikan ini sebenarnya tudak mempunyai wujud.Yang mempunyai wujud sesungguhnya hanyalah Allah. Dengan demikian, yang sebenarnya hanya satu wujud, yaitu wujud Tuhan. Hal yang demikian itu lebih lanjut dikatakan Ibnu Arabi sebagai berikut : Sudah menjadi kenyataan bahwa makhluk adalah dijadikan dan bahwa ia berhajad kepada khaliq yang menjadikannya, karena ia mempunyai sifat mungkin (mungkin ada dan mungkun tidak ada), dan dengan demikian wujudnya bergantung pada sesuatu yang lain. Dan sesuatu yang lain tempat ia bersandar ini haruslah sesuatu yang lain, yang pada esensinya mempunyai wujud yang bersifat wajib, berdiri yang dalam esensinya memberikan wujud bagi yang dijadikan. Dengan demikian, yang dijsdikan mempunyai sifat wajib, tetipi sifat wajib ini bergantung pada sesuatu yang lain dan tidak pada dirinya sendiri .Paham wihdat al-wujud tersebut diatas mengisyaratkan bahwa pada manusia ada unsur lahir dan batin dan pada Tuhan-pun ada unsur lahir dan batin. Unsur lahir manusia adalah wujud fisiknya yang tampak, sedangkan unsur batinnya adalah roh atau jiwanya yang tidak tampak yang hal ini merupakan pancaran, bayangan atau foto copy Tuhan. Selanjutnya, unsur lahir pada Tuhan adalah sifat-sifat ketuhanan yang tampak di alam ini, dan unsur batinnya adalah Dzat Tuhan. Dalam wihdat al-wujud yang terjadi adalah bersatunya wujud batin manusia dengan wujud lahir Tuhan, atau bersatunya unsur lahut yamg ada pada manusia dengan unsur nasut yang ada. Pada cara demikian, maka paham wihdat al-wujud ini tidak mengganggu Dzat Tuhan, dan dengan demikian akan membawa keluar dari Islam.Selanjutnya, dalam Al-qur`an juga dijumpai ayat-ayat yang memberikan petunjuk bahwa Tuhan memiliki unsur dhahir dan batin sebagaimana di kemukakan paham wihdat al-wujud itu : Dialah yang awal dan yang akhir yang dhahir dan yang batin, dan dia maha mengetahui segala sesuatunya . (QS. Al Hadiid : 3)Dan Surat Luqman yang artinya : tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS. Al Luqman : 20)Selanjutnya, uraian tentang wujud manusia sebagai bergantung kepada Tuhan sebagaimana dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang butuh dan fakir, sedangkan Tuhan adalah sebagai Yang Maha Kaya. Paham yang demikian sesuai pula dengan isyarat ayat yang artinya : Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dia lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi, Maha Terpuji.Dalam Al-qur`an dan terjemahnya edisi Departemen Agama tahun 1984, halaman 90, kata al-awwal pada surah al-hadid ayat 3 di atas diartikan dengan yang tetap ada sebelum segala sesuatu itu ada dan al-akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah . Yang dhahir juga artinya yang nyata adanya karena banyak bukti-butinya dan yang batin ialah yang tak dapat digambarkan hakikatnua Dzat-Nya oleh akal.Namun, dalam pandangan sufi, yang dimaksud dengan yang dhahir adalah sifat-sifat Allah yang tampak, sedangkan yang batin adalah Dzat-Nya. Manusia dianggap mempunyai kedua unsur tersebut karena manusia berasal dari pancaran Tuhan, sehingga antara manusia dengan Tuhan pada hakikatnya satu wujud.Selanjutnya pada ayat 31 surah Luqman diatas dinyatakan bahwa yang lahir dan batin merupakan nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepada Manusia. Ayat yang demikian itu jelas bahwa pada manusia juga ada unsur lahir dan batin.Paham wihdat al-wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibnu Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis pada tahun 1145. Disana ia masuk dalam aliran sufi. Pada tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meniggal di Damaskus pada tahun 1240.Selain sebagai sufi, Ibnu Arabi dikenal sebagai penulis buku yang mencapai tebal 200 halaman, dan diantaranya ada yang hanya 10 halaman. Ada pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab futuhat al-makiyyah. Disamping buku ini, bukunya juga termasyhur ialah fushus al-hikam yang juga berisi tentang tasawuf.Menurut Hamka, Ibnu Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wihdat al-wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan pikir, filsafat dan dzauq tasawuf. Ia menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami al-Hallaj.Baginya, wujud (Yang Ada) itu hanya satu. Wujudnya makhluk adalah `ain wujud khaliq (realita wujud sang Pencita itu sendiri). Pada hakikatnya, tidaklah ada pemisah diantara manusia dan Tuhan. Kalau dikatakan berlainan antara khalik dan makhluk itu hanyalah lantaran pendeknya paham dan akal dalam mencapai hakikat. Dalam futuhat al-makiyyah, Ibnu Arabi berkata : Wahai yang menjadikan segala sesuatu pada dirinya, Engkau bagi apa yang engkau jadikan, mengumpulkan apa yang Engkau jadikan barang yang takberhenti adanya. Pada Engkau, Maha Engkaulah yang sempit dan sekaligus yang lapang .Pada bagian lain dari kitab itu, Ibnu Arabi mengatakan bahwa wujud alam ini adalah `ain wujud Allah. Allah itulah hakikat alam. Tidak ada disana perbedaan diantara wujud yang qodim yang disebut khaliq dengan wujud yang baru disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara `abid (manusia yang menyembah) dengan ma`bud (Tuhan yang disembah). Perbedaan itu hanya rupa dan ragam, sedangkan esensi dan hakikatnya sama. Pada bagian syairnya yang lain, Ibnu Arabi mengatakan : Hamba adalah Tuhan dan Tuhan adalah Hamba. Demi syu`urku, siapakah yang mukallaf. Kalau engkau katakan Hamba, padahal dia Tuhan Atau Engkau kata Tuhan, Lalu yang mana yang diperintah?.Selanjutnya, Ibnu Arabi mengatakan, jika sekiranya antara khaliq dan makhluk itu saja wujudnya, mengapa kelihatan dua ? Ibnu Arabi manjawab : Sebabnya ialah karena manusia tidak memandangnya dari wajah yang satu. Mereka memandang kepada keduanya yang satu. Mereka memandang kepada keduanya dengan pandangan, bahwa wajah pertama ialah khalq dan wajah kedua adalah khaliq. Tetapi kalau dipandang dalam `ain yang satu dan wajah yang satu atau dia adalah wajah yang dua dari hakikat yang satu, tentulah manusia akan mendekati hakikat Dzat Yang Esa, tiada terbilang dan tiada terpisah.BAB IIIKESIMPULANIttihad itu sendiri adalah salaj satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, salah satu tingkat dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.

Al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan menyatu secara Rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnnya istilah lain dari al-ittihad sebagaimana telah disebutkan diatas.wahdat al-wujud adalah kesatuan wujud, yang digunakan pula oleh para filsafat dan sufisme sebagai satu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya itu qadim dan berasal dari Tuhan.

DAFTAR PUSTAKATim MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf (Surabaya : IAIN SA Press, 2012).Dr Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak (Jakarta : Amzah, 2011).