bab i ref sar

25
BAB I PENDAHULUAN CVD (Cerebro Vascular Disease) atau stroke merupakan penyakit ketiga yang menyebabkan kematian di beberapa negara berkembang setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya sekitar 4,5 juta orang meninggal karena stroke. Stroke sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologi yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. 1,2 Sebanyak 200-500.000 TIA didiagnosa per tahunnya di Amerika Serikat. 2,3 TIA memiliki risiko jangka pendek yang tinggi untuk stroke dan diperkirakan sebanyak 15% dari stroke yang telah terdiagnosa diawali dengan TIA. Secara internasional, kemungkinan terjadinya TIA ialah sebesar 0.42 per 1000 populasi warga negara maju. 5 Otak mengontrol fungsi tubuh kita, bagaimana kita berpikir, melihat, berbicara, dan bergerak. Sinyal- sinyal ke dan dari otak yang ditransmisikan melalui medulla spinalis ke seluruh tubuh. 6 Suplai darah ke otak berasal dari arteri karotis (sirkulasi anterior) dan arteri vertebralis yang berasal dari medulla spinalis (sirkulasi posterior). Ketika area otak kehilangan atau terhentinya suplai darah, hal inilah yang menjadi penyebab stroke atau CVD. 6 1

Upload: prabha-amandari-sutyandi

Post on 03-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refsar

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I ref sar

BAB I

PENDAHULUAN

CVD (Cerebro Vascular Disease) atau stroke merupakan penyakit ketiga

yang menyebabkan kematian di beberapa negara berkembang setelah penyakit

jantung dan kanker. Setiap tahunnya sekitar 4,5 juta orang meninggal karena

stroke. Stroke sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologi

yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis

yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.1,2

Sebanyak 200-500.000 TIA didiagnosa per tahunnya di Amerika Serikat.2,3

TIA memiliki risiko jangka pendek yang tinggi untuk stroke dan diperkirakan

sebanyak 15% dari stroke yang telah terdiagnosa diawali dengan TIA. Secara

internasional, kemungkinan terjadinya TIA ialah sebesar 0.42 per 1000 populasi

warga negara maju.5

Otak mengontrol fungsi tubuh kita, bagaimana kita berpikir, melihat,

berbicara, dan bergerak. Sinyal-sinyal ke dan dari otak yang ditransmisikan

melalui medulla spinalis ke seluruh tubuh.6 Suplai darah ke otak berasal dari arteri

karotis (sirkulasi anterior) dan arteri vertebralis yang berasal dari medulla spinalis

(sirkulasi posterior). Ketika area otak kehilangan atau terhentinya suplai darah,

hal inilah yang menjadi penyebab stroke atau CVD.6

Ketika otak kehilangan suplai darah, otak akan mencoba memulihkan

aliran darah. Jika suplai darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari sel-sel otak

yang terkena dapat berfungsi kembali. Hal inilah yang terjadi pada TIA (Transient

Ischemic Attack) atau serangan stroke sementara atau mini stoke.6 Sekitar satu

dari seratus orang dewasa mengalami paling sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat

(TIA) seumur hidup mereka. Jika pengobatan tepat, sekitar 1/10 dari pasien ini

kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama,

sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko

TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.7

1

Page 2: BAB I ref sar

BAB II

TRANSIENT ISCHEMIK ATTACK

2.1 Definisi

Serangan iskemik sesaat (Transient Ischemic Attack) adalah gangguan

fungsi otak akibat berkurangnya aliran darah otak untuk sementara waktu (kurang

dari 24 jam). Selain itu, TIA didefinisikan sebagai disfungsi neurologis sementara

yang secara umum berlangsung selama 1 jam; diakibatkan oleh fokus sereberal,

medulla spinalis maupun iskemi retinal; dan tidak berkaitan dengan adanya infark

dari jaringan. 10

2.2 Epidemiologi

Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke

baik dalam hal kematian, kejadian dan kecacatan. Insiden stroke 51,6/100.000

penduduk dan kecacatan 1,6% tidak berubah dan 4,3% semakin memberat.3

Angka kematian berdasarkan umur sebesar 15,9% (usia 45-55 tahun), 26,8% (usia

55-64 tahun), dan 23,5% (usia >65 tahun).4 Stroke dapat terjadi pada semua umur

tapi sebagian dialami oleh orang yang berusia lebih dari 70 tahun.5

2.3 Etiologi

TIA terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah di otak untuk waktu

singkat, akibat aliran darah ke daerah otak melambat atau berhenti. Kurangnya

darah (dan oksigen) menyebabkan gejala sementara, misalnya bicara cadel atau

pandangan kabur. Infark dapat terjadi sebagai akibat dari derajat penurunan aliran

darah dan durasi dari berkurangnya aliran darah serebral. Jika aliran darah dapat

kembali kepada area dari otak dengan durasi waktu yang cepat, maka gejala

iskemia atau infark dapat kembali menjadi normal. Penyebab berkurangnya aliran

darah serebral dapat diakibatkan oleh berkurangnya aliran yang mengalir pada

pembuluh darah atau karena adanya hambatan pada pembuluh darah akibat

adanya emboli.

2

Page 3: BAB I ref sar

2.4 Anatomi Pembuluh Darah Otak

3

Page 4: BAB I ref sar

Darah dialirkan ke otak melalui dua arteri karotis interna dan dua arteri

vertebralis Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis

komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan

dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina,

akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.8 Arteri

karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.

Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis

bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media

memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.9

Arteri vertebralis merupakan cabang pertama dari arteri subklavia, menuju

dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis,

masuk rongga kranium melalui foramen magnum, menembus duramater dan

araknoidmater untuk masuk ke ruang subaraknoid lalu mempercabangkan masing-

masing sepasang arteri serebeli inferior.8 Pada batas medula oblongata dan pons,

keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok

cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai

sepasang cabang arteri serebri posterior.10 Arteri vertebralis memberikan

vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris

memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan

vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,

hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak

bagian atas.10

2.5 Faktor Resiko

Resiko TIA akan meningkat pada pasien dengan:

Hipertensi

Gambar 1. Vaskularisasi pembuluh darah otak

4

Page 5: BAB I ref sar

Peningkatan kolesterol (terutama LDL)

Aterosklerosis

Penyakit jantung (kelainan katup atau irama jantung)

Diabetes

Merokok

Usia (pria > 45 tahun dan perempuan > 55 tahun)

2.6 Patofisiologi

Penyempitan pembuluh darah di otak akibat adanya suatu ateroma

(trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak. Emboli serebral yaitu trombus

berupa bekuan darah dinding arteri yang berasal dari tempat lain, misalnya dari

jantung yang terlepas dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri

yang lebih kecil yaitu pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis di otak.

Trombus ataupun emboli menyebabkan otak kehilangan suplai darah, sehingga

otak akan mencoba memulihkan aliran darah dengan vasodilatasi. Jika suplai

darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari sel-sel otak yang terkena dapat berfungsi

kembali. Hal inilah yang terjadi pada TIA (Transient Ischemic Attack) atau

serangan stroke sementara atau mini stroke.

Gambar 2. Patogenesis TIA

2.7 Gejala klinis

Terjadi secara tiba-tiba, berlangsung 2 – 30 menit. TIA, seperti stroke,

dimana gejalanya berupa defisit neurologis jelas seperti kelumpuhan. Namun,

gejala juga mungkin halus, seperti mati rasa atau pembakaran anggota badan, atau

kesulitan menggunakan tangan atau berjalan.6

5

Page 6: BAB I ref sar

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh TIA dapat diklasifikasikan

berdasarkan lokasi terjadinya. Jika TIA terjadi pada daerah anterior, maka akan

timbul gejala seperti hemiparesis, gangguan hemisensorik, disfasia, kebutaan

monocular (amaurosis fugax). Jika terjadi pada bagian posterior, maka akan

menimbulkan gejala berupa hilangnya kesadaran, gangguan motorik atau sensorik

anggota gerak tubuh, kebutaan binocular, vertigo, tinnitus, diplopia, ataupun

disartria.

Presentasi dan lokalisasi dari TIA penting untuk diketahui. Penting untuk

membedakan apakah gejala yang dimiliki pasien terjadi karena gangguan dari

distribusi pembuluh darah karotis atau vertebrobasilar. Gejala tergantung dari otak

yang mengalami kekurangan darah:

Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, terjadi kebutaan

pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan.

Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, terjadi pusing,

penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

6

Page 7: BAB I ref sar

Gejala lain yang ditemukan :

Hemihipestesia

Hemiparese

Hemianopsia atau pendengaran

Diplopia

Sakit kepala

Bicara tidak jelas

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

Tidak mampu mengenali bagian tubuh

Ketidakseimbangan dan terjatuh

Gejala ini juga dapat ditemukan pada Stroke namun TIA lebih bersifat

sementara dan reversible dan TIA cenderung kambuh, penderita dapat mengalami

serangan beberapa kali dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun.

Dua gejala tambahan dari TIA adalah "Drop Attack". Drop attack adalah ketika

orang yang terkena jatuh tiba-tiba tanpa peringatan. Yang kedua adalah amaurosis

fugax yang merupakan jenis khusus dari TIA mana ada tiba-tiba kehilangan

penglihatan di sebelah mata. Hal ini terjadi ketika puing-puing dari arteri karotid

di sisi yang sama menyumbat atau menutup dari salah satu arteri tetes mata dan

menghentikan suplai darah ke retina.17

2.8 Diagnosis

Gejala dan

tanda – tanda TIA

mungkin

menghilang pada saat

pasien yang

terkena tiba di

rumah sakit. Oleh

karena itu, riwayat

kesehatan orang

7

Page 8: BAB I ref sar

yang terkena mungkin menjadi dasar konfirmasi diagnosis TIA. Setelah tiba di

rumah sakit, pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, tanda vital, status

generalis dan pemeriksaan neurologis harus dilakukan. Pada pasien yang masuk

ke UGD dengan kemungkinan stroke atau TIA maka diagnosa harus dapat

ditegakkan secara cepat, contohnya dapat dengan menggunakan alat bantu berupa

sistem skoring yang sudah tervalidasi seperti Recognition of Stroke in the

Emergency Room (ROSIER).

Gambar 3. Recognition of Stroke in the Emergency Room

Pada TIA diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan biasanya belum

terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan CT scan

maupun MRI. Jika dilakukan CT scan atau MRI terkadang hanya untuk

mengetahui apakah terjadi perdarahan atau tidak. Ada beberapa teknik untuk

menilai adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua arteri karotis.

Aliran darah pada pembuluh darah yang menyempit dapat

menyebabkan suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop.

Skening ultrasonik dan teknik Doppler secara bersamaan

menghasilkan continuous wave untuk mendeteksi derajat stenosis,

8

Page 9: BAB I ref sar

ukuran sumbatan, jumlah darah mengalir di sekitarnya dan untuk

melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang tersumbat.

Angiografi serebral untuk menentukan ukuran dan loksasi sumbatan.

Pemeriksaan neurologis penuh untuk mencari defisit neurologis.

Untuk menilai arteri karotis lakukan pemeriksaan MRI atau

Angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis lakukan

pemeriksaan ultrasonic karotis dan teknik dopler. Sumbatan di dalam

arteri vertebral tidak dapat diangkat karena pembedahannya lebih sulit

dibandingkan pembedahan pada arteri karotis.

CBC (complete blood count) untuk mencari anemia atau masalah

dengan trombosit (untuk mencegah pembekuan darah dari fibrilasi

atrium) untuk memastikan dosis obat yang tepat.

Pemeriksaan pencitraan otak sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada

pasien dengan serangan TIA jika terdapat kondisi dibawah ini :

Indikasi untuk terapi trombolisis atau antikoagulan

Pasien sedang dalam terapi antikoagulan

Diketahuinya ada kecenderungan terjadinya perdarahan

Penurunan kesadaran (GCS <13)

Gejala yang progresif atau fluktuatif yang sulit ditentukan

penyebabnya

Adanya papilledema, kaku kuduk, atau demam

Adanya nyeri kepala berat pada saat onset dari gejala stroke

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke dengan:6

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengurangi faktor-faktor

resiko stroke seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi,

merokok dan diabetes.

Terapi awal untuk pasien dengan TIA adalah aspirin 300 mg yang

dimulai sedini mungkin. Dosis dapat berkisar 150-300 mg untuk

9

Page 10: BAB I ref sar

awalnya, dan dapat dikurangi menjadi 100 mg/hari. Obat-obatan

seperti aspirin, bisulfate clopidogrel atau aspirin dipyridamole

ER (Aggrenox) diberikan untuk mengurangi pembentukan bekuan

darah. Tatalaksana awal yang diberikan dibedakan berdasarkan skor

ABCD2 dari pasien.

ABCD 2 Penilaian Risiko

Faktor Risiko Ya atau Tidak Jumlah Poin

Age > 60 Ya 

Tidak

1 Point 

0 Poin

B P > 140/90 Ya 

Tidak

1 Point 

0 Poin

C linical fitur

TIA:

Kelemahan unilateral dengan atau

tanpa gangguan berbicara ATAU

Gangguan bicara tanpa kelemahan

2 Poin 

1 Point

D urasi 60 menit atau lebih 

10-59 menit 

<10 menit

2 Poin 

1 Point 

0 Poin

Diabetes Ya 

Tidak

1 Point 

0 Poin

Skor ≥ 4 menandakan adanya risiko tinggi terjadinya stroke dalam waktu 7

hari kedepan (4% risiko mengalami stroke dalam 7 hari), sementara skor ≤ 3

menandakan risiko yang lebih rendah untuk terjadi stroke. Namun, perlu

diperhatikan bahwa sistem skoring seperti ABCD2 mengeksklusi beberapa

populasi pasien yang mungkin memiliki risiko tinggi seperti TIA berulang, atau

sedang dalam terapi antikoagulan, yang mungkin juga memerlukan tatalaksana

yang segera.

Pasien dengan TIA crescendo (≥ 2 dalam 1 minggu) harus diberiksan

tatalaksana seperti memiliki risiko tinggi terkena stroke meskipun skor ≤ 3. Pasien

10

Page 11: BAB I ref sar

dengan riwayat TIA namun datang lebih dari 1 minggu setelah gejala hilang

diberikan tatalaksana seperti memiliki risiko yang rendah untuk terkena stroke.

Semua pasien dengan suspek TIA harus mendapatkan pengobatan berupa

aspirin 300 mg/hari. Pasien harus mendapatkan assessment dari spesialis dan

dimulai dalam jangka waktu 24 jam pada pasien dengan risiko tinggi terkena

stroke, untuk pasien dengan risiko lebih rendah dapat dimulai sesegera mungkin,

sebaiknya dalam jangka waktu 1 minggu setelah timbul gejala.

Terapi lanjutan yang dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi

risiko terjadinya stroke, meliputi:

a. Penurunan tekanan darah yang harus diberikan pada pasien baik

normotensi atau hipertensi, dan harus sudah dimulai sebelum

pasien dipulangkan dari rumah sakit

b. Terapi antiplatelet

Terapi harus diberikan untuk jangka panjang bagi pasien TIA yang

tidak menerima terapi antikoagulan. Dapat digunakan aspirin saja,

atau aspirin dikombinasikan dengan dipyridamole atau clopidogrel.

c. Terapi antikoagulan

Terapi antikoagulan untuk pencegahan sekunder jangka panjang

sebaiknya digunakan pada pasien dengan stroke atau TIA dengan

fibrilasi atrial atau stroke kardioemboli. Pada pasien dengan TIA

maka terapi antikoagulan harus dimulai setelah CT atau MRI

mengekslusi adanya perdarahan intrakranial.

d. Penurunan kadar kolesterol

Terapi dengan golongan statin sebaiknya digunakan pada semua

pasien dengan stroke iskemik atau TIA, dan sebaiknya tidak

digunakan secara rutin pada stroke hemoragik.

Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam

menentukan pengobatan. Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang

tersumbat dan penderita memiliki gejala menyerupai stroke selama 6

bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah

11

Page 12: BAB I ref sar

stroke. Pada sumbatan kecil pembedahan dilakukan jika TIA lebih

lanjut atau stroke.17

2.10 Pencegahan

Pencegahan untuk penyakit Transient Ischemik Attack yaitu:18,19

Pengendalian faktor resiko, meliputi:

Berhenti merokok dan minum alkohol, kurangi stress, hindari

kegemukan, kurangi konsumsi garam berlebihan, mengkonsumsi obat

antihipertensi pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat

hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan

mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, dan

mengendalikan penyakit jantung dan penyakit vascular aterosklerotik

lainnya.

Modifikasi gaya hidup dengan berolah raga secara teratur. Semua

pasien dengan stroke harus diperiksa dan diberikan infromasi

mengenai faktor risiko yang dimiliki terhadap stroke dan juga harus

diberikan informasi mengenai strategi yang dapat dilakukan untuk

memodifikasi faktor risiko yang telah terdeteksi.konsumsi gizi yang

seimbang seperti, sayuran, buah-buahan, serealia dan susu rendah

lemak serta minimalkan junk food.

Ketaatan dalam mengkonsumsi obat. Pasien harus diberikan informasi

yang cukup agar dapat mengkonsumsi obat sesuai yang telah

diresepkan secara teratur. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara,

misalnya dengan menyarankan pasien untuk membuat pengingat

pribadi, atau diingatkan dengan bantuan anggota keluarga yang lain.

Terapi antiplatelet jangka panjang harus diberikan kepada pasien

dengan stroke iskemik atau TIA yang tidak diberikan terapi

antikoagulan. Aspirin dosis rendah dan dipyridamole atau clopidogrel

dapat diberikan pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA, dengan

melihat faktor komorbid dari pasien.

12

Page 13: BAB I ref sar

Sosialisasi TIA melalui selebaran atau poster dan promosi program

pendidikan kesehatan dengan memberikan informasi melalui seminar,

media cetak, media elektronik dan billboard.

2.11 Komplikasi

Komplikasi dari TIA adalah stroke. Risiko kumulatif dari stroke pada

orang yang mempunyai TIA itu adalah sekitar 18% pada pasien yang tidak

diobati, dan sekitar 10% pada pasien yang diobati. Risikonya adalah tertinggi

pada bulan pertama (4-8%), dan 12-13% pada tahun pertama.13

2.12 Prognosis

Prognosis untuk TIA adalah baik, hal ini karena penanganan yang benar

dan adanya usaha dari penderita untuk mengurangi faktor resiko.

BAB III

KESIMPULAN

Transient Ischemic Attack adalah gangguan fungsi otak yang merupakan

akibat dari berkurangnya aliran darah otak untuk sementara waktu (kurang dari 24

jam). Resiko TIA meningkat pada hipertensi, hiperkolesterol, aterosklerosis,

penyakit jantung (kelainan katup atau irama jantung), diabetes, merokok, riwayat

13

Page 14: BAB I ref sar

stroke dan usia (pria > 45 tahun dan perempuan > 55 tahun). Gejala pada TIA

yaitu hemihipestesia, hemiparese, hilangnya sebagian penglihatan atau

pendengaran, diplopia dan sakit kepala. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis

yang lengkap, skening ultrasonik dan teknik Doppler, angiografi serebral dan

pemeriksaan darah lengkap. Penatalaksanaan TIA obat-obatan seperti aspirin,

bisulfate clopidogrel atau aspirin dipyridamole ER untuk mengurangi

kecenderungan pembentukan bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari

stroke dan pembedahan endarterektomi jika tidak dapat diatasi dengan obat-

obatan. Adapun pencegahan untuk TIA dengan mengurangi faktor resiko,

modifikasi gaya hidup sehat dan mengikuti serta berperan aktif dalam sosialisasi

TIA. TIA dapat menyebabkan stroke jika pengobatan dan pencegahan tidak

adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arief, et al. Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI; 2000; p.17-20.

2. Sidharta P, Mardjono M. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf.

Neurologi Klinis Dasar. Surabaya: Dian Rakyat; 2004. p. 269-93.

14

Page 15: BAB I ref sar

3. Soertidewi L. Hipertensi sebagai Faktor Resiko Stroke. Tesis Magister

Epidemiologi Klinik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

1998.

4. Riset Kesehatan Dasar Depkes RI. Proporsi Penyebab Kematian pada

Kelompok Umur 55-64 tahun Menurut Tipe Daerah di Indonesia; 2008. p.107.

5. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from Clinical Evidence. Acute Ischemic

Stroke. BMJ 2000; 320: 692–6.

6. Rothwell, PM. "Effect of urgent treatment of transient ischemic attack and

minor stroke on early recurrent stroke (EXPRESS study): a prospective

population – based sequential comparison." 2008. Available at: http://www.

emedicinehealth.com/transient_ischemic_attack_mini-stroke/article_em.html.

Accessed on: April 2015.

7. Guyton, A et al. Aliran Darah Serebral, Aliran Serebrospinal dan

Metabolisme Otak. Fisiologi Kedokteran edisi 9; editor: Setiawan I. Jakarta:

EGC; 2007; p.234-7.

8. Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.

Jakarta: EGC;2006; p.9-13.

9. Widjaja, L. Stroke Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Surabaya: Ilmu

Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Pres; 2003; p.1-48.

10. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gangguan Peredaran Darah Otak.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2008; p. 59-133.

11. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan

Pemulihan Stroke. Jakarta: Gramedia; 2006; p. 8-16.

12. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed.2. Gangguan Peredaran Darah Otak.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003; p. 81-115.

13. Toole, J .The Willis lecture: transient ischemic attacks, scientific method and

new realities. Stroke 1991: 22 :99-104.

15

Page 16: BAB I ref sar

14. Easton, JD, Saver, JL, Albers, GW, et al. Definition and evaluation transient

ischemic attack. AHA / ASA Ilmiah Pernyataan. Stroke 2009; 40:2276.

15. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In: Goetz: Textbook of

Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2007; p.102-7.

16. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In: Adam and Victor’s

Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

17. Strauss SE, Majumdar SM, McAlister F. New evidence for stroke prevention.

JAMA288 2002;1388-95.

18. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from Clinical Evidence. Acute Ischemic

Stroke. BMJ 2000; 320: 692-6.

19. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI 2011. Pencegahan Primer Stroke. Dalam:

Guideline Stroke 2011. Jakarta.

16

Page 17: BAB I ref sar

17

Page 18: BAB I ref sar

18