bab i - putra banjaran | serba serbi · web viewintegritas kependudukan dan kesejahteraan...

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Integritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh manusia (Wilopo, 2002) pada tingkat individu ataupun agregat dengan tidak lagi hanya berdimensi lokal atau nasional, akan tetapi juga internasional. Hal ini perlu ditegaskan agar pembangunan kependudukan tidak lagi dipahami secara sempit sebagai usaha untuk mempengaruhi pola dan arah demografi semata. Akan tetapi sasarannya jauh lebih luas, yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik dalam arti fisik maupun non fisik termasuk spiritual. Dengan dasar pengertian ini pula maka kebijakan kependudukan merupakan bagian yang integral dari kebijakan pembangunan secara keseluruhan. Ada beberapa argumentasi penting mengapa kebijakan kependudukan perlu diintegrasikan kedalam kebijakan pembangunan yaitu: Pertama, tujuan pokok kebijakan pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat; Kedua, perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan individu. Tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu baik yang bersifat lahiriah, bathiniah maupun spiritual; Ketiga, kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan individu. Oleh karena itu pemerintah mempunyai 1

Upload: duongcong

Post on 03-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Integritas Kependudukan dan Kesejahteraan

Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh manusia (Wilopo, 2002) pada tingkat individu ataupun agregat dengan tidak lagi hanya berdimensi lokal atau nasional, akan tetapi juga internasional. Hal ini perlu ditegaskan agar pembangunan kependudukan tidak lagi dipahami secara sempit sebagai usaha untuk mempengaruhi pola dan arah demografi semata. Akan tetapi sasarannya jauh lebih luas, yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik dalam arti fisik maupun non fisik termasuk spiritual. Dengan dasar pengertian ini pula maka kebijakan kependudukan merupakan bagian yang integral dari kebijakan pembangunan secara keseluruhan.

Ada beberapa argumentasi penting mengapa kebijakan kependudukan perlu diintegrasikan kedalam kebijakan pembangunan yaitu:

Pertama, tujuan pokok kebijakan pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat;

Kedua, perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan individu. Tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu baik yang bersifat lahiriah, bathiniah maupun spiritual;

Ketiga, kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan individu. Oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk berusaha mengubah situasi dan kondisi serta mempengaruhi perilaku demografi, sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama dengan penjumlahan dari kesejahteraan individu (Sukamdi, 1992).

1

Page 2: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Sementara itu dalam diskusi mengenai pembangunan, ada tiga hal lain yang patut diperhatikan. Pertama, keadaan atau kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Kedua, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka waktu yang lama, sehingga seringkali kepentingannya diabaikan. Ketiga, karena luasnya cakupan masalah kependudukan, maka pembangunan kependudukan harus dilakukan secara lintas sektor dan lintas bidang. Oleh karenanya dibutuhkan bentuk koordinasi dan pemahaman mengenai konsep secara benar. Hal itu dapat dilakukan jika ada acuan yang dapat digunakan sebagai dasar bagi semua “stakeholders” (Tjiptoheriyanto, 2001).

Alasan lain yang cukup penting adalah bahwa ketika kebijakan kependudukan diletakkan dalam konteks pembangunan, maka mempersoalkan sustainabilitas atau keberlangsungan merupakan suatu keharusan. Artinya adalah tujuan untuk mensejahterakan tidak hanya terbatas untuk saat ini, akan tetapi juga harus mampu menjamin bahwa kesejahteraan masyarakat juga akan berkesinambunagn untuk generasi mendatang. Dengan demikian kebijakan kependudukan juga harus diletakkan dalam bingkai kebijakan pembangunan jangka panjang.

1.2. Perkembangan Dimensi Kependudukan dalam PembangunanPerhatian masyarakat internasional mengenai perlunya integrasi kebijakan

kependudukan kedalam pembangunan telah berlangsung cukup lama. Hal itu dapat diamati dari deklarasi yang dihasilkan sejak dari konferensi kependudukan sedunia tahun 1974 di Bucharest, dilanjutkan di Mexico City tahun 1984 sampai dengan di Cairo pada tahun 1994 yang secara konsisten menekankan bahwa integrasi kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan merupakan hal yang penting. Perbedaannya adalah adanya pergeseran isu sentral dan cara pendekatan pada masing-masing konferensi sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang.

Pada konferensi kependudukan sedunia di Bucharest tahun 1974, disepakati perlunya mengendalikan pertumbuhan penduduk. Mulai saat itu mulai terjadi perubahan paradigma pembangunan kependudukan dari yang semula bersifat pro-

2

Page 3: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

natalis ke anti-natalis. Argumentasinya di dasarkan pada pendapat Malthus bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan berdampak buruk bagi peningkatan kesejahteraan umat manusia. Pada era tersebut penanganan masalah pengaturan kelahiran dilakukan dengan pemakaian alat kontrasepsi.

Pada konferensi kependudukan sedunia di Mexico tahun 1984, isu pengelolaan pertumbuhan penduduk berubah dari penggunaan alat kontrasepsi kepada pembangunan dalam arti luas (beyond family planning). Oleh karena itu konferensi Mexico mengeluarkan suatu slogan yang sangat terkenal yaitu “development is the best contraceptive”. Dasar pemikirannya adalah bahwa pembangunan baik pembangunan ekonomi dan sosial akan berdampak pada pembentukan norma tertentu mengenai anak. Hal ini didasarkan pada berbagai hasil studi yang menunjukkan bahwa makin tinggi status sosial ekonomi keluarga akan berdampak pada semakin sedikitnya jumlah anak yang mereka miliki. Oleh karena itu dalam upaya pengaturan kelahiran yang dibutuhkan bukan pelaksanaan program keluarga berencana dalam arti pelayanan kontrasepsi namun yang lebih diperlukan adalah pembangunan sosial ekonomi. Namun pada kenyataannya kerangka pikir tersebut banyak tidak berjalan di berbagai negara. Pertama, di banyak negara pembangunan ekonomi dan sosial membutuhkan waktu yang lama. Bahkan dalam beberapa kasus banyak negara yang terjebak dalam kemiskinan sehingga mengalami kesulitan untuk membangun kondisi ekonominya. Kedua, apabila tujuannya adalah untuk mengendalikan penduduk maka program keluarga berencana terbukti sebagai suatu program yang efektif.

Selain itu, pada periode sebelum Konferensi di Cairo, 1994 (International Conference on Population and Development), perhatian terhadap isu kependudukan lebih difokuskan pada upaya pengendalian kuantitas penduduk. Akibatnya, sebelum konferensi tersebut peran negara dalam menentukan arah kebijakan terasa lebih dominan dibandingkan dengan peran penduduk (individu). Upaya tersebut dimanifestasikan lebih kepada pendekatan demografi yaitu pengaturan kelahiran, penurunan kematian serta pengarahan mobilitas penduduk. Pendekatan yang lebih berbasiskan pada demografi tersebut mendapat banyak kecaman terutama dari mereka yang sangat memperhatikan hak asasi manusia, kesejahteraan, maupun pemberdayaan perempuan (Jones, Gavin, 1998), karena

3

Page 4: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

dalam praktek program pengendalian kuantitas penduduk lebih menekankan interes negara dibandingkan dengan interes penduduk..

International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Cairo dapat dipandang sebagai momentum perubahan mendasar dari pendekatan masalah kependudukan dalam pembangunan walaupun menurut Jones (1998) perubahan tersebut bukanlah berlangsung tiba-tiba, namun melalui proses yang cukup panjang yaitu sejak tahun 1985. Beberapa karya yang cukup mempengaruhi perubahan kerangka konsep kependudukan dalam pembangunan antara lain dikembangkan oleh Rosenfield dan Maine (1985) yang memberikan nuansa kesehatan masyarakat, Germain (1987) memberikan penekanan pada pemberdayaan perempuan, Dixon-Muller, 1993 serta Sen, Germain & Chen (1994) yang juga memberikan penekanan pada pemberdayaan perempuan & hak individu (lihat Jones, Gavin, 1998).

Secara ideal setiap kebijakan publik termasuk juga kebijakan kependudukan perlu mempertimbangkan tiga level kepentingan, yaitu individu, masyarakat dan negara atau wilayah secara seimbang1. Dengan demikian sebagai bagian dari kebijakan publik, tujuan akhir dari kebijaksanaan kependudukan juga harus mendukung perbaikan kondisi sosial ekonomi individu, negara dan masyarakat (Keyfitz dalam Sukamdi, 1992). Bahkan, kesejahteraan individu merupakan tujuan yang harus dikedepankan, sebab dengan tercapainya kesejahteraan individu secara merata, secara otomatis kesejahteraan masyarakat pada umumnya juga akan tercapai. Sebaliknya, kesejahteraan masyarakat atau negara secara agregat tidak selalu berarti kesejahteraan individu yang ada dalam agregasi tersebut juga tercapai. Akan tetapi dalam kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu bahwa kecenderungan yang dominan adalah munculnya kepentingan negara (national interest) yang lebih menonjol. Hal itu kemudian berdasarkan logika negara, kepentingan tersebut diterjemahkan ke dalam level masyarakat dan individu. Masalah yang seringkali muncul adalah bahwa tidak selalu ketiga kepentingan tersebut cocok atau paralel, sehingga dalam beberapa kasus hak individu dan masyarakat terabaikan ketika kepentingan negara menjadi segala-galanya. Atas nama kepentingan negara, target kuantitatif harus segera tercapai, sehingga dalam

1 Integritas Kependudukan dan Tenaga Kerja

4

Page 5: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

berbagai program kependudukan tekanannya lebih ke aspek makro dari pada mikro. Pada saat ketika kepentingan negara lebih terkedepankan maka akan muncul pelanggaran hak individu dan isu mengenai hak asasi manusia (HAM) akan menjadi isu penting.

Arus pemikiran tentang hak asasi manusia menjadi semakin berkembang secara global (internasional) pada periode akhir tahun 80-an. Untuk kependudukan, pembahasan secara eksplisit berkembang dalam International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Cairo, yang kemudian dikenal dengan “right based approach”. Di dalam konferensi ini penekanan dilakukan terhadap tiga isu pokok yaitu dignity of individual, human rights, dan social values. Secara implisit ketiga aspek tersebut meletakkan hak individu sebagai perhatian pokok dalam pembangunan kependudukan. Disamping itu konferensi ini juga menegaskan bahwa manusia merupakan pusat perhatian dalam pembangunan berkelanjutan, karena penduduk merupakan sumber daya yang paling penting dan paling bernilai.

Dalam konteks Indonesia, berbagai perkembangan pada tingkat internasional maupun nasional saat ini memaksa orang untuk memperhatikan tiga aspek pokok yang mempunyai pengaruh besar terhadap kebijakan kependudukan di masa yang akan datang. Pertama, pergeseran sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralisasi yang ditandai dengan mulai dilaksanakannya UU No 22 dan 25 tahun 1999. Kedua undang-undang tersebut telah mengamanatkan pemberian wewenang dan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintahan kabupaten/kota dan dalam waktu yang bersamaan juga mengurangi kekuasaan pemerintahan pusat dalam kebijakan pembangunan. Hal ini membawa konsekuensi terhadap menguatnya proses bottom-up planning dalam setiap perumusan kebijakan di masa yang akan datang. Dengan demikian kebijaksanaan kependudukan tidak lagi hanya dipahami dari persoalan tingkat internasional maupun nasional akan tetapi harus memperhatikan inisiatif lokal sebagai respon terhadap masalah spesifik di tingkat internasional dan lokal.

Aspek kedua adalah globalisasi. Globalisasi telah mengubah wajah dunia menjadi dunia tanpa batas (borderless world). Hubungan antar negara menjadi sangat erat sehingga dalam batas tertentu kondisi suatu negara mampu menjadi

5

Page 6: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

determinan perubahan kondisi di negara yang lain. Dari sisi positif hal ini memberikan peluang bagi terjalinnya kerjasama yang lebih erat antar negara. Disamping itu juga “concern” negara lain terhadap persoalan kependudukan di Indonesia menjadi lebih tinggi sehingga dapat dijadikan patner dalam impelementasi kebijakan kependudukan di Indonesia. Dari sisi negatif, globalisasi telah menyebabkan Indonesia menjadi sangat rentan terhadap setiap gejolak yang terjadi di negara lain. Bahkan bagi sebagian orang globalisasi dicurigai sebagi usaha untuk memperkuat dominasi negara maju terhadap negara berkembang, sehingga ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju menjadi sangat tinggi. Barangkali argumentasi inilah yang dijadikan sebagai alasan bahwa globalisasi ikut berkontribusi terhadap persoalan ekonomi, sosial dan politik yang saat ini tengah melanda Indonesia.

Inti dari globalisasi adalah persaingan. Indonesia saat ini berada pada kondisi yang sangat sulit dengan berbagai persoalan dalam negari yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi daya saing di dunia internasional yang salah satu penyebabnya adalah menurunnya kualitas penduduk Indonesia. Antisipasi terhadap hal ini mutlak diperlukan karena apabila tidak, maka sebagai suatu bangsa, Indonesia akan semakin tertinggal dari negara lain. Lebih jauh dari itu, Indonesia akan semakin tergantung kepada negara lain untuk menjaga keberlangsungannya.

Hal penting lainnya yang terkait dengan isu globalisasi adalah bahwa Indonesia harus mengakomodasi kesepakatan-kesepakatan internasional sebagai landasan perumusan kebijakan pembangunan, termasuk di dalamnya kebijakan kependudukan. Oleh karena itulah maka penting untuk memahami isu-isu yang berkembang secara internasional agar dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kebijakan pembangunan di Indonesia.

Aspek ketiga adalah krisis multidimensional yang menghantam Indonesia sejak pertengahan 1998 yang telah mengubah wajah Indonesia secara ekstrim. Krisis tersebut dimulai dengan krisis moneter yang diawali dengan menurunnya nilai rupiah pada bulan Desember 1997. Kondisi tersebut terus memburuk dan mencapai puncaknya pada pertengahan 1998. Pada waktu itu krisis moneter telah bergeser menjadi krisis ekonomi. Sementara itu pada waktu yang bersamaan juga

6

Page 7: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

telah terjadi krisis politik dengan tumbangnya orde baru disertai dengan kerusuhan diberbagai tempat sebagai indikator munculnya krisis sosial. Krisis ekonomi yang masih berlangsung sampai saat ini telah menyebabkan masalah kependudukan menjadi lebih kompleks dan membuka kembali masalah lama yang sebenarnya sebagian telah teratasi selama tiga puluhan tahun terakhir.

Contoh yang sangat jelas adalah bahwa krisis ekonomi yang telah berlangsung selama lima tahun telah meningkatkan jumlah penduduk miskin. Pada tahun-tahun awal terjadinya krisis banyak orang sangat pesimis mengenai krisis ekonomi di Indonesia sehingga melahirkan skenario “doomsday” yang menganggap krisis ekonomi ini telah menghancurkan segala-galanya (Mubyarto, 2000). Hal ini muncul setelah terbit berbagai prediksi yang menggambarkan betapa parahnya dampak krisis ekonomi di Indonesia. Untuk isu kependudukan ada dugaan bahwa krisis ekonomi akan menyebabkan “lost generation” akibat kekurangan gizi dan kemiskinan. Tetapi kemudian muncul skenario lain yaitu “not that bad” yang melihat bahwa dampak krisis tidaklah seburuk yang dibayangkan.

Apapun justifikasinya, kenyataan yang tidak dapat dielakkan adalah bahwa krisis ekonomi telah memperparah kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. Hal ini akhirnya memiliki implikasi penting terhadap aspek yang lain, misalnya keterbatasan akses penduduk terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan sebagai kebutuhan dasar penduduk. Dalam jangka panjang kondisi ini dapat mengganggu pencapaian hasil pembangunan kependudukan yang telah dicapai selaman ini. Hal ini menuntut antisipasi secara khusus sebagai landasan berpijak bagi kebijakan kependudukan di masa yang akan datang.

Hal lain yang penting untuk dibahas adalah masalah kelembagaan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan program-program kependudukan (lihat Agus Dwiyanto, 2001). Perubahan kondisi politik telah menyebabkan berubahnya struktur kelembagaan di Indonesia. Untuk aspek kependudukan dampak yang perlu disebut adalah dengan berubahnya lembaga yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan kependudukan. Bahkan, sebagaimana diketahui sejak sekitar tahun 1999, keberadaan lembaga yang bertanggung jawab terhadap perumusan kebijakan kependudukan terabaikan. Hal ini tentu saja membawa

7

Page 8: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

implikasi yang cukup signifikan terhadap arah dan orientasi kebijakan kependudukan.

Persoalan mengenai aspek kelembagaan ini menjadi penting apabila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pada tingkat operasional program pengendalian jumlah penduduk semakin kehilangan momentum dengan didesentralisasikan BKKBN yang menyebabkan pada tingkat lokal perhatian terhadap program keluarga berencana menjadi terbatas. Bahkan untuk beberapa kasus, kebijakan kependudukan pada umumnya dan keluarga berencana pada khususnya, dianggap tidak penting dalam pembangunan daerah sehingga kehilangan prioritas.

Pembahasan tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa isu dan kebijakan kependudukan telah berkembang secara substansial, baik pada level nasional maupun internasional. Isu yang berkembang tersebut belum semuanya diantisipasi di Indonesia. Bahkan dewasa ini dapat diamati bahwa pada tingkat lokal isu kependudukan juga telah berkembang dan menuntut respon segera dalam rangka perumusan kebijakan kependudukan di masa yang akan datang yang lebih antisipatif.

Alur pikir sistematika naskah akademik perubahan UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera secara ringkas digambarkan pada bagan berikut ini:

Gambar 1.1. Alur Pikir Naskah AkademikGambar 1.1. Alur Pikir Naskah Akademik

8

Isu yang muncul sebagai dasarpertimbangan amandemen:

• Perubahan kondisi sosial ekonomi Indonesia (Krisis)

• Desentralisasi

• Globalisasi

Penjelasan tentang kondisi Kependudukan di Indonesia

Urgensi Amandemen UU No.10/92

Page 9: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

BAB IIPEMBAHASAN

Pada bagian ini akan diuraikan mengapa Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahteran perlu di amandemen atau dirubah. Namun sebelum sampai pada pembahasan tersebut maka dirasakan perlu untuk menggambarkan kondisi kependudukan di Indonesia berikut apa yang telah dilakukan selama ini baik dalam arti kebijakan, program maupun manajemen untuk mengelola kondisi kependudukan tersebut.

2.1. Perkembangan Kependudukan & Permasalahannnya

2.1.1. Dinamika Kependudukan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang sejak awal awal dekade 70-an sangat memperhatikan masalah kependudukan dan secara aktif terlibat dalam berbagai konferensi kependudukan di atas. Disamping itu, Indonesia secara

9

Tujuan Amandemen UU No.10/92

PROSES PERUBAHAN UU NO.10 TAHUN 1992

Landasan FiIosofisKegiatan dengar

pendapat

Prinsip umum dan khususDefinisi atau batasan Rancangan Amandemen

Naskah rancangan Amandemen UU No.10 1992

Tinjauan Yuridis

Page 10: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

konsisten telah mengadopsi ide dasar mengenai integrasi kebijakan kependudukan dan pembangunan. Sebagaimana halnya negara negara berkembang lainnya, Indonesia pada dekade 70-an dan 80-an sangat memfokuskan pada masalah kuantitas penduduk (pertumbuhan maupun persebaran). Tiga isu utama demografi yaitu kelahiran, kematian dan persebaran penduduk diupayakan untuk ditangani secara terpada melalui program keluarga berencana, kesehatan dan transmigrasi. Lebih lanjut untuk memayungi program kependudukan di Indonesia, pada tahun 1992, Indonesia kemudian mengeluarkan Undang-Undang tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang No.10 tahun 1992.

Pemahaman mengenai masalah kependudukan di Indonesia sangat diwarnai oleh ide Malthus yang berakar pada pemikiran “pesimis” bahwa jumlah penduduk yang besar dianggap sebagai beban bagi pembangunan ekonomi. Meskipun belum ada rumusan yang jelas mengenai jumlah penduduk optimal, akan tetapi jumlah yang ada saat ini masih dianggap terlalu banyak. Hal ini masuk akal jika dilihat dari persoalan pembangunan yang muncul yang secara langsung mapun tidak langsung dikaitkan dengan variable kependudukan, misalnya kemiskinan dan degradasi lingkungan. Dengan dasar pemikiran tersebut maka kebijakan yang diambil adalah menurunkan pertumbuhan penduduk dalam rangka pengendalian jumlah penduduk. Dari sisi ini maka kebijakan kependudukan di Indonesia termasuk berhasil. Tabel-1 menggambarkan beberapa indikator demografi di Indonesia sampai dengan tahun 2000.

TABLE-2.1INDIKATOR DEMOGRAFI DARI BERBAGAI SUMBER DI INDONESIA TAHUN 1971 – 2000

10

Page 11: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Sebagai ilustrasi, pada periode 1961-1971 pertumbuhan penduduk di Indonesia tercatat 2,1 persen pertahun. Angka ini kemudian meningkat menjadi 2,32 persen per tahun pada periode 1971-1980 dan menurun menjadi 1,97 persen per tahun pada periode berikutnya, 1980-1990. Penurunan juga terjadi pada periode 1990-2000 menjadi 1,5 persen per tahun. Penurunan pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan jumlah penduduk menjadi relatif terkendali. Pada tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia tercatat 119,21 juta jiwa dan menjadi 206,26 juta jiwa pada tahun 2000. Data mengenai kepadatan penduduk memperlihatkan bahwa selama periode 1971-1990 terjadi peningkatan dan kemudian mengalami penurunan pada periode 1990-2000 (Tabel 1).

Jika dilihat menurut propinsi maka akan terlihat bahwa pertumbuhan penduduk sangat bervariasi. Pada periode 1990-2000 misalnya, terdapat 8 propinsi yang memiliki angka pertumbuhan penduduk di bawah 1 persen per tahun. Di pihak lain tercatat 4 propinsi mengalami pertumbuhan penduduk di atas 3 persen per tahun. Bahkan untuk Propinsi Riau angka pertumbuhan penduduknya mencapai 4,35 persen per tahun.

Meskipun selama periode 1980-2000, secara nasional angka pertumbuhan penduduk mengalami penurunan, akan tetapi terdapat dua propinsi yang

Indicator Sensus 1971 Sensus 1980 Sensus 1990 Supas 1995 Sensus1 2000

Jumlah Penduduk (jutaan) 119.2 147.5 179.4 195.3 206.3

Tingkat Pertumbuhan Penduduk (persen) 2.10 2.32 1.98 1.6 1.49

Kepadatan (penduduk/km2) 62.4 77.0 93.0 92.0 91.0

Persentase Penduduk tinggal di Perkotaan 17.3 22.3 30.9 34.0 42.0

Waktu Referensi 1967-70 1976-79 1986-89 1995 1997

Angka Kelahiran Kasar 3 (CBR)3 40.6 35.5 27.9 23.6 22.4

Angka Kematian Kasar 4 (CDR)4 19.1 13.1 8.9 7.7 7.6

Angka Kehiran Total 5 (TFR)5 5.6 4.7 3.3 2.8 2.3

Angka Kematian Bayi6 142 112 70 61 47

Angka Ketergantungan6

Pria 45.0 50.9 57.9 61.9 62.8

Wanita 48.0 54.0 61.5 65.7 66.7

1Sumber dari Proyeksi Penduduk Kantor Menteri Negara Kependudukan dan BPS , 1998; 2Dihitung dengan rumus “compound interest”

3Kelahiran per tahun per 1000 penduduk; estimasi menggunakan rumus; CBR = 9.48968 + 5.55 TFR; 4Kematian per tahun per 1,000 penduduk;

5Estimasi dasar untuk metode anak; 6Menggunakan teknik estimasi tidak langsung ; Sumber: Biro Pusat Statistik, 1987; 1992; 1995, 1997a, 1997b, 1998, 2002;

11

Page 12: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

mengalami kenaikan pertumbuhan penduduk pada periode 19980-1990 dan 1990-2000, yaitu Propinsi DIY dan Riau. Untuk DIY kenaikan ini masih wajar karena angka akhirnya masih di bawah 1 persen per tahun, akan tetapi untuk Propinsi Riau perlu diperhatikan secara seksama. Penjelasan ini sekaligus memberikan argumentasi mengenai pentingnya memperhatikan variasi kondisi demografis dalam perumusan kebijakan kependudukan.

Secara umum penurunan angka pertumbuhan penduduk di Indonesia tidak lepas dari keberhasilan menekan angka kelahiran. Pada periode 1967-1970 angka kelahiran total (TFR) di Indonesia tercatat 5,605 anak per wanita. Hasil Sensus Penduduk tahun 1990 memperlihatkan bahwa angka tersebut telah menurun hampir separuh, yaitu menjadi 3,326 anak per wanita. Angka ini kemudian turun menjadi 2,344 anak per wanita pada periode 1996-1999 (lihat BPS, 2001: 47). Perubahan tersebut menunjukkan bahwa penurunan angka fertilitas berlangsung secara konsisten selama tiga dasa warsa terakhir. Kecenderungan ini diikuti oleh perubahan angka kelahiran kasar yang pada periode yang sama menurun secara konsisten (Tabel 1). Oleh beberapa ahli penurunan fertilitas di Indonesia disebut sebagai “revolusi fertilitas” karena penurunan yang sangat drastis dan konsisten.

Perlu untuk dicatat walaupun program keluarga berencana di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa namun hal tersebut tidak serta merta menyebabkan jumlah penduduk Indonesia tidak bertambah (tetap). Fenomena ini dalam istilah demografi disebut dengan Demographic Momentum yaitu pertambahan yang disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk yang berada pada usia reproduksi, sebagai akibat tingginya tingkat kelahiran pada masa lalu.

Sebagai negara yang masih memiliki ‘struktur penduduk yang relatif muda’, meskipun program keluarga berencana telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran secara menakyubkan, namun untuk beberapa kurun waktu mendatang, penduduk Indonesia masih akan terus bertambah dan diperkirakan baru mencapai tahap penduduk tumbuh seimbang (PTS) pada sekitar tahun 2020 dengan jumlah penduduk sekitar 262 juta jiwa. Itupun akan tercapai jika Indonesia dapat mempertahankan keberhasilan program pengaturan kelahiran seperti saat ini.

12

Page 13: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Perlu juga dicatat bahwa angka kelahiran sangat bervariasi antar propinsi. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 memperlihatkan bahwa terdapat 7 propinsi yang masih memiliki angka kelahiran total di atas 3 anak per wanita, dengan NTT sebagai propinsi yang memiliki angka kelahiran total tertinggi, yaitu 3,366 anak per wanita. Sebaliknya terdapat empat propinsi yang memiliki angka kelahiran total kurang dari 2. Bahkan untuk Propinsi DIY, angka kelahiran total sudah sangat rendah yaitu 1,435 anak per wanita. Sejalan dengan semangat desentralisasi, variasi ini akan menjadi bahan penting untuk merumuskan kebijakan kependudukan di bidang fertilitas di Indonesia.

Penurunan angka kelahiran tersebut merupakan hasil dari bekerjanya kebijakan pembangunan sosial ekonomi dan kebijakan kependudukan melalui gerakan keluarga berencana secara bersamaan. Apabila kebijakan tersebut terganggu, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa pola dan tren kelahiran di Indonesia juga akan berubah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan yang konsisiten untuk mempertahankan arah dan pola angka kelahiran di Indonesia.

Sebagaimana tercantum dalam naskah ICPD, persoalan keluarga berencana tidak dapat dilepaskan dari kesehatan reproduksi. Artinya adalah apabila keluarga berencana pada awalnya hanya terbatas pada pengaturan kelahiran, maka saat ini pelaksanaannya harus diletakkan dalam kerangka kebijakan yang lebih luas yaitu menyangkut kebijakan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu meskipun secara kuantitatif, angka kelahiran telah mengalami penurunan yang sangat signifikan, akan tetapi masih terdapat persoalan kesehatan reproduksi yang harus memperoleh perhatian lebih lanjut, sebab masalah yang muncul bukan hanya belum teratasi akan tetapi juga semakin bertambah. Untuk menyebut beberapa masalah diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan segala sesuatu yang terkait dengan hak reproduksi.

Dalam konteks keluarga berencana, krisis ekonomi dan desentralisasi telah melahirkan persoalan baru. Krisis ekonomi dari sisi keluarga menyebabkan mereka kesulitan untuk membeli alat kontrasepsi. Dari sisi pemerintahan, krisis ekonomi telah menyebabkan kesulitan untuk memberikan subsidi terhadap harga alat kontrasepsi sehingga harganya menjadi tidak terjangkau oleh golongan menengah ke bawah. Hal ini kemudian menyebabkan unmet demand yang sangat tinggi di

13

Page 14: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

masyarakat. Sementara itu desentralisasi telah mempengaruhi cara berpikir beberapa birokrat di tingkat lokal yang memandang bahwa kebijakan pengaturan kelahiran tidak menjadi prioritas karena tidak meningkatkan PAD. Hal ini secara simultan akan berakibat buruk bagi kebijakan kependudukan secara nasional.

Variabel lain yaitu kematian menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia menurun secara konsisiten selama periode 1971-2000. Pada awal tahun 70-an, angka kematian bayi tercatat 145 per 1000 lahir hidup. Hasil Sensus Penduduk tahun 1980 memperlihatkan bahwa angka tersebut telah turun menjadi 109 per 1000 lahir hidup. Sensus Penduduk tahun 1990 juga memperlihatkan penurunan angka kematian bayi yang cukup signifikan yaitu menjadi 71 per 1000 lahir hidup dan kemudian mengalami penurunan menjadi 47 per 1000 lahir hidup pada tahun 2000.

Sebagaimana halnya angka kelahiran, angka kematian bayi di Indonesia sangat bervariasi antar propinsi. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 memperlihatkan bahwa seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, Propinsi Nusa Tenggara Barat masih merupakan propinsi dengan angka kematian bayi tertinggi. Sementara itu pada waktu yang bersamaan tiga propinsi telah mencapai angka kematian bayi di bawah 30 per 1000 lahir hidup, yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan dikhawatirkan akan mempengaruhi pencapaian tersebut. Penurunan daya beli masyarakat, keterbatasan akses pelayanan kesehatan dan kemampuan pemerintah yang juga terbatas dalam pelayanan kesehatan dapat menyebabkan angka kematian bayi meningkat kembali. Dalam skala tertentu desentralisasi telah menyebabkan pelayanan kesehatan di beberapa kabupaten dan kota mengalami penurunan, khususnya di Puskesmas. Selain ketersediaan obat-obatan, kenaikan beaya pelayanan di Puskesmas yang sangat drastis telah mempersulit masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Bahkan hal ini diperburuk oleh kenyataan bahwa pelayanan Posyandu juga cenderung menurun selama periode 1997-2000 (Strauss, et.al. 2002).

14

Page 15: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Sejalan dengan perkembangan angka kematian bayi, usia harapan hidup di Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1967 usia harapan hidup baru mencapai 45,7 tahun. Angka ini meningkat menjadi 65,4 tiga puluh tahun kemudian. Pola antar propinsi menunjukkan bahwa DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Sulawesi Utara memiliki angka harapan hidup tertinggi, yaitu di atas 70 tahun. Sementara itu NTB adalah propinsi dengan angka harapan hidup paling rendah, yaitu 56 tahun.

Dari sisi migrasi terdapat dua pola yang menarik untuk dikemukakan. Pertama, secara umum Pulau Jawa merupakan pengirim migran ke luar pulau Jawa. Kedua, migran keluar dari luar Jawa, sebagian besar pergi ke Pulau Jawa. Hal ini berlangsung sejak awal Orde Baru. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa pada Sensus Penduduk tahun 2000 ada tiga propinsi di Pulau Jawa yang merupakan pengirim utama migran yaitu Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Sementara itu Jawa Barat dan DKI merupakan penerima migran.

Isu saat ini yang banyak muncul sebagai dampak dari desentralisasi yang dimaknai secara salah adalah adanya kecenderungan di berbagai daerah untuk memberlakukan kebijakan menutup daerahnya terhadap migran dari luar. Ada dua isu penting yang perlu diperhatikan. Pertama, kebijakan tersebut melanggar hak asasi, artinya bertentangan dengan prinsip dasar yang telah disepakati secara internasional. Kedua secara demografis hal ini akan menghambat usaha untuk mengarahkan mobilitas penduduk dalam rangka mengatasi masalah distribusi penduduk yang tidak merata.

2.1.2. Ketenagakerjaan

Dalam kondisi normal, menurunnya pertumbuhan penduduk akan menurunkan jumlah penduduk pada struktur yang muda (0-15 tahun) namun untuk beberapa saat masih akan meningkatkan jumlah penduduk struktur umur di atasnya. Untuk penduduk yang tergolong muda seperti Indonesia, pertumbuhan penduduk usia kerja (15-64) menjadi lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan penduduk usia kerja pada periode 1990-1995 sebesar rata-rata 2.7 persen per tahun, kemudian menurun

15

Page 16: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

menjadi 2.4 persen per tahun pada periode 1995-2000 dan diperkirakan menurun lagi menjadi 1.1. persen per tahun antara tahun 2015-2020. Pertumbuhan usia kerja selalu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk,misalnya antara tahun 1995-2000 angka pertumbuhan penduduk adalah 1.48 persen dibandingkan 2.4 persen untuk pertumbuhan usia kerja). Secara absolut, penduduk usia kerja meningkat dari 121.6 juta pada tahun 1995 menjadi 136.5 juta pada tahun 2000 dan diperkirakan akan menjadi 182.5 juta pada tahun 2020.

Sejalan dengan itu, angkatan kerja bertambah dari sekitar 73,9 juta orang pada tahun 1990 menjadi sekitar 96,5 juta pada tahun 2000, dan diperkirakan meningkat lagi menjadi 144,7 juta pada tahun 2020. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja tersebut disatu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar, dipihak lain menuntut peningkatan kualitas angkatan kerja itu sendiri agar mampu menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk bersaing di era globalisasi.

Keseimbangan antara supply (jumlah angkatan kerja) dengan demand (jumlah kesempatan kerja) merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh pembangunan ekonomi. Dari sisi penciptaan kesempatan kerja, persoalan tersebut sangat terasa ketika krisis ekonomi mulai memukul perekonomian Indonesia sehingga kemampuan untuk menciptakan kesempatan kerja menjadi sangat terbatas bahkan dapat dikatakan menurun. Akibatnya sangat jelas yaitu meningkatnya jumlah angka pengangguran dan setengah pengangguran. Bahkan ketika pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi, tidak ada jaminan jumlah kesempatan kerja dapat seimbang dengan jumlah angkatan kerja. Sebagai contoh pada kurun waktu 1971-1980, pertumbuhan ekonomi adalah 7,9 % per tahun, namun daya serapnya angkatan kerja relatif kecil, yaitu hanya bertambah dengan tiga persen setahun. Simanjuntak (1996), melakukan proyeksi mengenai pertambahan angkatan kerja dan kesempatan kerja sampai dengan tahun 2018. Proyeksi ini dilakukan sebelum krisis ekonomi terjadi2. Jika mengikuti proyeksi tersebut maka Indonesia mengalami masalah kesenjangan antara angkatan kerja dan kesempatan kerja sampai dengan akhir tahun 2012. Baru setelah tahun 2013, kesempatan kerja diperkirakan akan berada di atas angkatan kerja (Tabel-2). 2 Proyeksi ini dilakukan dengan mendasarkan kondisi sebelum krisis, Apabila situasi krisis dimasukkan sebagai bahan

pertimbangan maka hasilnya akan jauh berbeda, khususnya dari sisi jumlah kesempatan kerja.

16

Page 17: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

TABEL-2.2: PERKIRAAN PERTUMBUHAN ANGKATAN KERJA DAN

KESEMPATAN KERJA DALAM PJP II (X 1000)

TAHUN ANGKATAN KERJA KESEMPATAN KERJA1998 12.704 11.9132003 13.232 12.4272008 12.701 12.7442013 12.095 12.1772018 11.455 11.871

Sumber: Simanjuntak, 1996

Dalam rangka meringankan beban penciptaan kesempatan kerja maka faktor yang dapat dipengaruhi adalah dari sisi supply, yaitu dengan menghambat laju pertumbuhan angkatan kerja. Ada dua aspek yang dapat diintervensi, yaitu pertumbuhan angka partisipasi angkatan kerja dan pertumbuhan usia kerja. Pertumbuhan angka partisipasi angkatan kerja tidak mungkin diperlambat karena hal itu justru menunjukkan semakin besarnya penduduk yang masuk ke pasar kerja. Oleh karena itu cara strategis yang dapat dilakukan adalah menghambat pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan penduduk usia kerja melalui kebijakan kependudukan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa kondisi antar daerah sangat bervariasi sehingga pilihan kebijakan juga sangat bervariasi tergantung permasalahan penting di masing-masing daerah.

Pada dasarnya jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar akan mampu menjadi potensi pembangunan apabila dibina dengan baik. Pembinaan yang baik akan menghasilkan mutu angkatan kerja yang baik. Mutu angkatan kerja antara lain tercermin dalam tingkat pendidikan dan latihan. Data memperlihatkan bahwa pada tahun 1997 yang lalu, Dalam 63 persen dari angkatan kerja pada saat itu berpendidikan SD ke bawah sedangkan mereka yang berpendidikan di atas SLTA (Diploma/Akademi dan Universitas) hanya 3.7%. Paling tidak hal ini merupakan indikasi bahwa bukan hanya dari kuantitas tetapi persoalan muncul juga dari sisi kualitas.

2.1.3. Kemiskinan

17

Page 18: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Masalah kemiskinan masih merupakan tantangan utama di dalam upaya melaksanakan pembangunan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Kemiskinan biasanya disertai dengan pengangguran, kekurangan gizi, kebodohan, status wanita yang rendah, rendahnya akses terhadap pelayanan sosial dan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Faktor-faktor ini memberikan kontribusi terhadap tingginya tingkat fertilitas, morbiditas dan mortalitas, serta rendahnya produktivitas. Kemiskinan juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan distribusi penduduk yang tidak merata dan ketidak-berkelanjutan sumber-sumber alam yang tersedia, seperti tanah dan air, dan terhadap pengrusakkan lingkungan hidup yang serius.

Sebelum krisis ekonomi yang terjadi mulai tahun 1997, Indonesia sebenarnya telah berhasil menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin dari 54.2 juta jiwa atau 40.1 persen pada tahun 1976 menjadi 22.6 juta jiwa atau 11.4 persen (lihat gambar 2.1). Namun krisis ekonomi telah menyebabkan jumlah dan persentase penduduk miskin kembali meningkat. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan ketidakmampuan penduduk untuk memperoleh pekerjaan.

Selama krisis ekonomi berlangsung ada bukti bahwa angka kemiskinan meningkat secara signifikan. Hasil perkiraan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa insiden kemiskinan meningkat dari 19 persen pada Februari 1996 menjadi 37 persen pada September 1998 ketika krisis ekonomi berada di

puncak (BPS, Bappenas and UNDP, 2001 : 10). Meskipun selama periode 1999-2001

18

Page 19: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

ada indikasi bahwa telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin akan tetapi jumlahnya masih tetap lebih tinggi dibandingkan ketika sebelum krisis. Pada tahun 2002, diperkirakan sekitar 38.4 juta penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin atau lebih kurang 18.2 persen dari seluruh penduduk di Indonesia (Bappenas, 2003). Meningkatnya jumlah penduduk miskin akan membawa implikasi yang sangat serius terhadap pembangunan sumberdaya manusia. Meningkatnya jumlah penduduk miskin merupakan indikator penurunan daya beli masyarakat. Hal ini akan berdampak pada pemenuhan pelayanan publik dan akhirnya bisa menghambat pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia.

Penduduk miskin dalam jumlah besar dan telah menderita selama bertahun-tahun akan dapat menjadi ancaman yang serius bagi pemerintahan (pusat dan daerah). Dalam konteks kependudukan, kemiskinan akan menyebabkan semakin terbatasanya akses penduduk terhadap pelayanan keluarga berencana, kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Pada skala tertentu, hal itu dapat memicu terhadap persoalan lain yang lebih luas menyangkut persoalan politik dan juga kesatuan bangsa. Dengan dasar pemikiran semacam ini maka kebijakan kependudukan pada masa yang akan datang harus mampu memberikan kontribuasi secara langsung maupun tidak langsung terhadap usaha mengatasi kemiskinan.

Ilustrasi yang menarik disajikan dalam Indonesia Human Development Report (BPS, Bappenas, and UNDP, 2001 :49) mengenai waktu yang dibutuhkan oleh propinsi di Indonesia untuk mencapai sasaran internasional. Seperti kemiskinan, untuk mencapai sasaran internasional, beberapa propinsi membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun, misalnya Propinsi NAD membutuhkan waktu 150 tahun, Sumatera Utara 122 tahun, dan Nusa Tenggara Barat 130 tahun. Untuk kemiskinan angka terkecil di miliki oleh DIY yaitu 11 tahun. Secara nasional waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran internasional adalah 15 tahun. Artinya, pada baru pada tahun 2008, Indonesia dapat mencapai sasaran internasional. Sementara itu untuk sektor pendidikan, Maluku, Papua dan Kalimantan Timur membutuhkan waktu di atas 75 tahun. Secara nasional waktu yang dibutuhkan untuk sektor pendidikan adalah 30 tahun. Hal ini memberikan ilustrasi bahwa terdapat gap waktu antar propinsi dalam rangka mencapai sasaran internasional. Dengan demikian harus ada insentif untuk mendorong agar daerah yang satu

19

Page 20: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

mampu mengakselerasi pembangunan Sumberdaya Manusia sehingga tidak ketinggalan dengan daerah lain.

Pengentasan kemiskinan membutuhkan pendekatan yang komprehensif tidak saja aspek ekonomi namun juga sosial dan kemanusiaan. Dalam konteks ini maka pelaksanaan good governance di semua tingkatan merupakan prasyarat mutlak dalam pengentasan kemiskinan. Kependudukan, pembangunan dan kemiskinan sangat terkait erat satu dengan yang lain dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Disamping itu keseimbangan antara kependudukan, sumberdaya & lingkungan merupakan faktor penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup baik untuk generasi sekarang maupun akan datang.

2.1.4. Lingkungan Hidup

Kegiatan sehari-hari manusia, masyarakat dan negara berhubungan secara timbal-balik dengan tingkat, pola dan perubahan parameter kependudukan, pemakaian sumber-sumber daya alam, lingkungan hidup, dan bentuk serta kualitas pembangunan ekonomi dan sosial. Berkembangnya kemiskinan serta ketimpangan sosial dan gender mempunyai pengaruh yang sangat signifikan secara timbal balik dengan parameter demografi seperti pertumbuhan penduduk, penyebaran dan struktur penduduk. Demikian pula pola konsumsi dan produksi yang tidak terkendali sebagai akibat dari perubahan parameter demografi memberikan kontribusi terhadap penggunaan sumberdaya alam yang yang tidak berkelanjutan dan pengrusakkan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang sinergik antara kebijakan kependudukan, pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, pembangunan sosial serta pelestarian lingkungan hidup. Deklarasi Rio tentang Pembangunan dan Lingkungan serta Agenda 21, ICPD Cairo, 1994, serta Millenium Summit secara konsisten telah memberikan pengertian tentang keterkaitan hubungan antara lingkungan hidup, lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Terkendalinya pertumbuhan penduduk akan meningkatkan kemampuan negara untuk mengatasi kemiskinan, melindungi dan memperbaiki lingkungan hidup, dan membangun dasar-dasar pembangunan yang berkelanjutan di masa datang.

20

Page 21: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Status pelestarian lingkungan hidup di Indonesia saat ini berada pada keadaan yang buruk dengan kecenderungan yang makin memburuk. Penurunan kualitas lingkungan terjadi di berbagai wilayah dengan drastis yang disebabkan oleh berbagai masalah seperti sampah, penurunan kualitas udara akibat dari emisi kendaraan bermotor, kesesakan pemukiman, sanitasi, dan kesediaan air sangat terbatas, penebangan hutan, penjarahan hutan dan kebakaran hutan (MenLH, 2003).

Salah satu masalah kerusakan lingkungan adalah degradasi lahan yang besar, yang apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat akan menjadi lahan kritis sampai akhirnya menjadi gurun. Lahan kritis umumnya banyak terjadi di dalam daerah aliran sungai (DAS) di seluruh Indonesia. Data Departemen Kehutanan menunjukkan lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 15,11 juta hektar dan di dalam kawasan hutan 8,14 juta hektar (MenLH, 2003).

Total hutan yang rusak sudah mendekati angka 57 juta hektar. Ironisnya, kapasitas lembaga yang bertanggung jawab merehabilitasi hutan dan lahan dengan inisiatif pemerintah tak cukup kuat menangani kerusakan yang terjadi. Realisasi lahan kritis yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan dari tahun 1999 sampai tahun 2001 mencapai 1.271.571 hektar yang terdiri dari 127.396 hektar di dalam kawasan hutan dan 1.144.175 hektar di luar kawasan hutan. Selama lima tahun terakhir, laju deforestasi diperkirakan 1,6 juta hektar per tahun. Berdasarkan citra satelit 1995-1999 hutan produksi yang rusak di Indonesia pada 432 HPH mencapai 14,2 juta hektar, sedangkan kerusakan pada hutan lindung dan hutan konservasi mencapai 5,9 juta hektar.

Luas areal hutan yang perlu direboisasi di seluruh Indonesia mencapai 43,111 juta hektar, meliputi Pulau Jawa 111 ribu hektar dan di luar Pulau Jawa seluas 43 juta hektar. Idealnya Pulau Jawa mempunyai hutan minimal 30 persen dari luas daratan. Namun sampai saat ini baru 23% dikurangi lahan kritis yang mencapai antara 250 ribu ha sampai 300 ribu ha. Penyebab utama meluasnya lahan kritis adalah adanya :

1. tekanan dan pertambahan penduduk,2. luas areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah,

21

Page 22: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

3. pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan illegal,4. pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali,5. ekploitasi bahan tambang.

Meluasnya lahan kritis membuat penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif miskin, kepadatan penduduk tinggi, pemilikan lahan bertambah sempit, kesempatan kerja sangat terbatas, dan lingkungan hidup mengalami kerusakan/degradasi. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang telah memperburuk kondisi perekonomian masyarakat luas, khususnya petani gurem. Akibatnya penebangan hutan semakin merebak serta lahan yang terancam menjadi kritis semakin meluas.

Penambangan yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia saat ini banyak menimbulkan kerugian tidak hanya kerugian materi berupa hilangnya devisa bagi negara tetapi juga ancaman dan kerugian bagi lingkungan hidup yaitu rusaknya lingkungan dan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Beberapa perusahaan pertambangan besar dalam melakukan aktifitasnya banyak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pembuangan limbah ke sungai yang telah menimbulkan masalah. Begitu juga penambangan pasir laut yang banyak menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor penting pada kejadian banjir. Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap. Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan (sedimentasi) terus-menerus, terutama di bagian hilir sungai. Proses sedimentasi di bagian hilir ini dapat disebabkan oleh erosi intensif di bagian hulu. Erosi ini selain merupakan akibat dari rusaknya daerah aliran sungai bagian hulu hingga tanahnya mudah tererosi, juga karena pelurusan sungai dan sudetan, yang dapat mendorong peningkatan erosi di bagian hulu. Material tererosi ini akan terbawa aliran dan lambat laun diendapkan di hilir hingga menyebabkan pendangkalan di hilir. Masalah pendangkalan sungai sudah sangat serius dan ditemukan di hampir seluruh daerah hilir/muara di Indonesia. Untuk itu perlu segera disosialisasikan perbaikan daerah aliran sungai dengan pelarangan penjarahan hutan dan penghentian hak pengusahaan hutan serta peninjauan kembali proyekproyek pelurusan dan sudetan-

22

Page 23: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

sudetan yang tidak perlu. Pendangkalan sungai juga dapat diakibatkan oleh akumulasi endapan sampah yang dibuang masyarakat ke sungai. Sampah domestik yang dibuang ke sungai terutama di kota-kota besar akan berakibat terjadinya pendangkalan dan penutupan alur sungai sehingga aliran air tertahan dan akhirnya sungai meluap.

Lingkungan laut juga tak kurang bermasalah. Adanya pengelolaan yang keliru, misalnya konversi hutan mangrove, penambangan pasir dan penangkapan ikan hias di habitat terumbu karang secara paksa (memakai racun dan bahan peledak), tumpahan minyak, dan masih banyak lagi, pasti dan sudah menurunkan bahkan menghilangkan kemampuan alam untuk merehabilitasi (asimilasi) dirinya sendiri.

Terjadinya penurunan kualitas hutan di daerah hulu daerah aliran sungai, misalnya telah nyata dirasakan akhir akhir ini, berupa berbagai bencana, seperti tanah longsor, banjir maupun kekeringan, kebakaran hutan, dan lain-lain, merupakan dampak negatif kegiatan manajemen lingkungan yang kurang, bahkan tidak memperhatikan kaidah-kaidah pokok pengelolaan yang ramah lingkungan.

Pesisir Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis dunia, yaitu antara lain 30 persen hutan mangrove di dunia; 30 persen terumbu karang dunia, khususnya Indonesia bagian timur; 60 persen konsumsi protein berasal dari sumber daya ikan di mana 90 persen ikan yang ditangkap adalah ikan perairan pesisir dan sisanya berasal dari perairan dalam.

Konsentrasi penduduk yang sebagian besar (60%) berada di wilayah pesisir, secara nyata telah menimbulkan tekanan pada lingkungannya. Berbagai jenis limbah (padat maupun cair) terminal akhirnya adalah laut. Apabila jumlah limbah yang harus diasimilasi tersebut masih sesuai atau di bawah kemampuan daya dukung dan potensi lingkungannya, mungkin tak timbul masalah yang menjadi bencana lingkungan. Dampak pencemaran di pesisir relatif mudah menyebar luas, mengenai apa saja yang dilaluinya, seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.

Hutan mangrove yang karakteristik fisiknya dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan, penahan lumpur dan pencegah

23

Page 24: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

terjadinya intrusi serta abrasi pantai, telah mengalami penyusutan sebesar kurang lebih 31 persen dari jumlah 4,29 juta ha. Indonesia memiliki mangrove yang terluas di dunia. Total luasan hutan mangrove di dunia adalah 15,9 juta hektar dan 4,25 juta hektar atau 27 persen-nya berada di Indonesia .

Total luas terumbu karang Indonesia 85.707 km2, dengan jenis keanekaragaman hayati terumbu karang meliputi: >450 jenis karang batu; 2.500 jenis moluska; 1.512 jenis krustasea; 850 jenis spons; 745 jenis ekinodermata; 2.334 jenis ikan; 30 jenis mamalia laut; 38 jenis reptilia laut. Kondisi terumbu karang sudah Indonesia semakin mencemaskan. Sekitar 14 persen dalam kondisi kritis, 46 persen telah mengalami kerusakan, 33 persen dalam kondisi masih cukup bagus dan hanya 7 persen kondisinya masih sangat bagus.

2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Persoalan lain yang tidak kalah penting adalah peningkatan kualitas penduduk. Dari berbagai laporan, terutama yang diterbitkan oleh UNDP (lihat Human Development Report, 1994-2001), menunjukkan bahwa kualitas penduduk Indonesia dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia tergolong rendah di kawasan ASEAN. Bahkan ada indikasi bahwa pada masa krisis ini kondisi tersebut cenderung memburuk. Tabel-3 memperlihatkan perkembangan IPM di Indonesia pada kurun waktu 1990-1999.

TABEL-2.3INDEK PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA 1990-1999

Indicators 1990 1996 1999

Indek Pembangunan Manusia 63.4 67.7 64.3

Ketergantungan Hidup (tahun) 63.2 66.4 66.2

Angka Kematian Bayi 56.0 44.0 44.9

Literacy Rate (%) 81.5 85.5 88.4

Mean years of Schooling 5.3 6.3 6.7

Purchasing power parity

(ribuan rupiah)

555.4 587.4 578.8

Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001

Selama periode 1975-1996 terjadi kenaikan yang konsisten nilai IPM di Indonesia. Pada tahun 1975 IPM untuk Indonesia tercatat 0.465. Angka ini

24

Page 25: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

meningkat menjadi 0.677 pada tahun 1996 (lihat BPS, Bappenas, and UNDP. 2001). Akan tetapi kenaikan ini relatif lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Pada tahun 1997 sebelum krisis menghantam Indonesia, rangking IPM Indonesia adalah terendah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Philipina. Pada waktu itu negara-negara tetangga telah mencapai IPM kurang lebih 0,70, bahkan Malaysia telah mencapai 0,75, Indonesia masih berada di sekitar 0,65 dan bahkan menurun menjadi 0.64 pada tahun 1999. Dalam konteks internasional rangking Indonesia tidak mengalami perbaikan yang berarti, bahkan memburuk. Memperhatikan hal ini, maka kebijakan kependudukan merupakan salah satu aspek yang mampu memberikan kontribusi terhadap usaha peningkatan kualitas penduduk. Isu tentang IPM juga harus dilandasi dengan pemahanan keadilan dan kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan. Oleh karena itu IPM harus juga dikaitkan dengan Gender Equity Measure (GEM) dan Gender Development Indeks (GDI).

2.2. Pengelolaan Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana

2.2.1. Kebijakan dan Program Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia

Secara umum terdapat tiga area yang menjadi fokus kebijakan kependudukan di Indonesia. Pertama adalah pengendalian kuantitas penduduk. Di dalam kebijakan ini kebijakan yang paling menonjol adalah pengelolaan kuantitas penduduk melalui pengaturan kehamilan dan kelahiran (program keluarga berencana) dan penurunan kematian (program kesehatan). Kedua adalah peningkatan kualitas penduduk melalui program kesehatan dan pendidikan dan ketiga adalah pengarahan mobilitas penduduk utamanya melalui program transmigrasi dan pembangunan wilayah. Disamping itu penyempurnaan sistem informasi kependudukan juga menjadi fokus kebijakan kependudukan di Indonesia.

Namun jika diperhatikan secara lebih mendalam maka selama ini kebijakan dan program kependudukan di Indonesia sangat menitik beratkan pada upaya untuk mengelola pertumbuhan penduduk. Upaya tersebut dilakukan melalui

25

Page 26: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

program keluarga berencana. Tidak seperti halnya program keluarga berencana di banyak negara lainnya, maka program keluarga berencana di Indonesia tidak semata-mata berupa pelayanan kontrasepsi kepada pasangan yang membutuhkan. Program keluarga berencana dikaitkan dengan upaya untuk memberdayakan keluarga agar dapat mandiri baik secara ekonomi maupun non ekonomi. Pelaksanaan program keluarga berencana yang dilaksanakan oleh pemerintah diarahkan untuk membantu keluarga miskin (pra sejahtera dan sejahteran I) agar mereka dapat meningkatkan kesejahteraan disamping mampu mengatur kehidupan reproduksinya.

Kendatipun pendekatan yang dilakukan baik untuk menangani persoalan kependudukan bersifat pengaturan terhadap tingkat kelahiran, dengan KB sebagai agenda utamanya, dibalik kegiatan praktis itu sebenarnya terdapat dasar-dasar pemikiran yang mendalam dan bersifat strategis. Dasar-dasar pemikiran itu merupakan jawaban (response) Indonesia terhadap perubahan sosial yang dinamis, yang menyangkut modernisasi masyarakat Nusantara serta kebutuhan untuk menyesuaikan struktur perkembangan keluarga dan masyarakat.

Meskipun tema-tema praktis yang diangkat dari dasar-dasar pemikiran itu lebih sering menyangkut isu-isu Keluarga Berencana, hal itu diarahkan untuk mencapai sebuah cita-cita besar: keluarga berkualitas, dimana keluarga berkualitas didefinisikan sebagai keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kebijakan perkembangan kependudukan termasuk keluarga berencana berencana di Indonesia sebenarnya telah memiliki dasar yang kuat. Hal itu salah satunya dapat diamati bagaimana GBHN menegaskan bahwa penduduk merupakan subyek dan obyek pembangunan. Dalam istilah lain landasan kebijakan kependudukan di Indonesia bertumpu pada “people centered development”. Di dalam Propenas 2000-2004 juga ditegaskan mengenai pentingnya sektor kependudukan dalam proses pembangunan.

26

Page 27: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

2.2.2. Kelembagaan Pengelolaan Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Jika kita kembali melihat kebelakang, perhatian Indonesia sejak awal kemerdekaan sudah mulai memperhatikan aspek kependudukan dalam perencanaan pembangunan. Tentu saja implementasi dari perhatian ini disesuaikan dengan kondisi pada masa itu. Program pemindahan penduduk dari daerah padat ke daerah kurang padat misalnya sudah dimulai bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Program transmigrasi yang pertama kali dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tercatat pada tahun 1951 (Prijono Tjiptoherijanto, 1997, hal 102).

Program transmigrasi pada awalnya lebih dilihat oleh pemerintah sebagai upaya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja pada daerah-daerah yang jarang penduduknya. Dalam terminologi ilmu kependudukan model seperti ini sering disebut sebagai kebijakan perpindahan penduduk yang langsung (direct policy). Karena jumlah penduduk yang dipindahkan makin lama makin banyak maka pemerintah kemudian memandang perlu mengembangkan suatu institusi yang khusus menangani masalah pemindahan penduduk tersebut. Kemudian muncul kelembagaan transmigrasi. Kelembagaan yang mengurusi transmigrasi ini mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan konsep tramigrasi yang dianut pada kurun waktu tertentu. Pada awalnya program transmigrasi dikaitkan dengan isu ketenagakerjaan dan upaya membina para transmigran agar menjadi pelaku-pelaku ekonomi di daerah tujuan dan oleh karenanya dibentuklah kelembagaan Nakertranskop. Namun sebagaimana dikemukakan terdahulu karena jumlah penduduk/keluarga yang perlu dipindahkan makin lama makin besar maka dirasakan perlu adanya suatu kelembagaan khusus yang menangani masalah pemindahan ini sehingga munculah institusi Departemen Transmigrasi.

Dalam perjalananannya, program transmigrasi kemudian banyak menimbulkan pro dan kontra. Tidak sedikit analisis yang memperlihatkan bahwa program ini tidak efisien dan kurang berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan penduduk. Banyak pihak menyimpulkan bahwa program pengarahan persebaran penduduk lebih baik dilakukan secara tidak langsung (indirect) melalui pengaturan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daripada mengembangkan kebijakan langsung (direct). Di dalam institusi transmigrasi sendiri berkembang

27

Page 28: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

kerangka pikir bagaimana mengkaitkan program ini dengan pembangunan daerah. Karena itulah institusi transmigrasi kembali dikaitkan dengan pembangunan keternagakerjaan.

Disamping aspek persebaran penduduk, Indonesia sejak akhir tahun 60-an mulai memperhatikan aspek pertumbuhan penduduk. Jika pada masa sebelumnya pemerintah beranggapan bahwa jumlah penduduk yang besar justru berdampak positif pada pembangunan bangsa, maka pemerintahan Order Baru melihat bahwa dengan kondisi kualitas yang rendah maka jumlah penduduk yang besar justru menjadi beban pembangunan dan karenanya harus dikendalikan. Karena itulah pemerintah kemudian mengembangkan institusi Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dan kemudian menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Perhatian terdahap aspek pengendalikan pertumbuhan penduduk secara konsisiten terus diberikan sampai saat ini.

Dari uraian di atas terlihat bahwa Indonesia secara konsisten telah berupaya membangun penduduk agar menjadi sumberdaya manusia atau pelaku pembangunan yang handal. Secara konsisten Indonesia berupaya untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mengarahkan persebaran penduduk.

Dimensi keterkaitan antara kependudukan dan pembangunan mulai mendapatkan perhatian sejak Kabinet Pembangunan IV (1983). Berbagai analisa dan pemikiran dari mereka yang banyak menggeluti studi pembangunan mendorong pemerintahan baik yang berada di lingkungan eksekutif, legislatif maupun judikatif untuk mulai memperhatikan dimensi kependudukan dalam arti yang lebih luas (tidak hanya pembangunan kependudukan itu sendiri) kedalam mainstream pembangunan nasional. Pada Kabinet Pembangunan IV tersebut mulai dibentuk institusi kependudukan yang tugas dan fungsinya antara lain mengembangkan kebijakan kependudukan dan mengintegrasikan kebijakan tersebut kedalam kebijakan pembangunan nasional. Oleh karena bidang kependudukan bersifat lintas sektor maka bentuk institusi yang dirasakan tepat untuk itu adalah Menteri Negara. Jika dilihat dalam perspektif kilas balik maka format Menteri Negara nampaknya memang merupakan format yang paling tepat untuk bidang kependudukan.

28

Page 29: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Pada masa itu, institusi Menteri Negara yang membidangi Kependudukan (Kantor menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup) mengembangkan format pembangunan kependudukan di Indonesia melalui berbagai kebijakan serta berupaya merangkul berbagai pihak untuk menyebarluaskan konsep pembangunan berwawasan kependudukan. Pada waktu itu dikembangkan segitiga “Emil Salim” yaitu Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup – Pusat Studi Kependudukan – Pemerintah Daerah (BKLH). Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup lebih berfungsi sebagai pengembang kebijakan makro didukung oleh Pusat Studi Kependudukan yang ada di Universitas) untuk kemudian diterjemahkan kedalam program oleh Pemerintah Daerah (BKLH).

Format institusi kemudian mengalami perubahan pada Kabinet Pembangunan V. Pada saat itu Kependudukan bergabung dengan salah satu institusi implementasi pembangunan kependudukan yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Penggabungan ini dari satu sisi memiliki keuntungan karena bergabungnya dua institusi yang bertanggung jawab pada koordinasi kebijakan dan implementor kebijakan. Kondisi tersebut mengakibatkan konsistensi dapat dijaga, khususnya di bidang keluarga berencana sebagai salah satu kebijakan pengaturan kelahiran. Meskipun hal ini tidak lepas dari beberapa kelemahan yang ditimbulkan oleh bergabungnya dua tangungjawab yang berbeda.

Dalam Kabinet Reformasi institusi Kependudukan kemudian sempat digabung dengan Transmigrasi (Meneg. Transkep) dan kemudian untuk beberapa waktu muncul sebagai suatu badan yang bersifat implementasi (Badan kependudukan nasional atau Baknas). Penggabungan institusi kependudukan dengan institusi implementasi dan bahkan membentuk kependudukan sebagai institusi implementasi sebenarnya mempersempit arti kependudukan itu sendiri. Pada kabinet saat ini institusi kependudukan dalam arti pengelolaan kebijakan kependudukan kurang mendapat tempat. Memang pada saat ini terdapat institusi setingkat Direktorat Jendral (Dirjen) di lingkungan Departemen Dalam Negeri yang mengelola kependudukan namun lebih pada aspek administrasi kependudukan.

2.2.3. Peraturan Perundangan Pengelolaan Perkembangan Kependudukandan Keluarga Berencana

29

Page 30: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Berubah-ubahnya perhatian pemerintah terhadap isu kependudukan dan pembangunan disamping oleh karena memang situasi spesifik pada saat tersebut. Namun sebenarnya yang lebih penting adalah ketidakmampuan perangkat peraturan perundangan yang ada “mengikat” pemerintah untuk melihat masalah kependudukan secara lebih komprehensif dan dalam perspektif jangka panjang. Padahal sebagaimana diketahui bahwa persoalan kependudukan berdimensi luas dan persoalan jangka panjang, persoalan generasi mendatang. Untuk itu dibutuhkan ‘kestabilan’ kebijakan dan program kependudukan dan keluarga berencana.

Lahirnya Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan ditunjang dengan munculnya dua peraturan pemerintah yaitu PP No.27/1994 tentang Perkembangan Kependudukan dan PP No 21/1994 Tentang Keluarga Sejahtera merupakan penjabaran dari upaya untuk meletakkan kerangka peraturan perundangan yang mendasar bagi kebijakan dan program kependudukan termasuk keluarga berencana di Indonesia. Tidak dapat disangkal bahwa UU No 10 tahun 1992 telah memberikan landasan berpijak yang cukup kokoh bagi pelaksanaan kebijakan Kependudukan termasuk keluarga berencana di Indonesia pada masanya walaupun dengan beberapa kelemahan yang ada di dalamnya. Bagan berikut ini menggambarkan substansi dan alur pikir UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Sejahtera:

Gambar 2.2 Gambar 2.2 Alur Pikir UU No.10 Tahun 1992 Alur Pikir UU No.10 Tahun 1992

Tentang Tentang Perkembangan Kependudukan dan Keluarga SejahteraPerkembangan Kependudukan dan Keluarga Sejahtera

30

Asas, Arah dan Tujuan(3 PASAL)

BAB IVUpaya perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera (1 Pasal)

BAB VPerkembangan Kependudukan

A. Kuantitas Penduduk (1 Pasal)B. Kualitas Penduduk (2 Pasal)C. Mobilitas Penduduk (1 Pasal

BAB VIPembangunan Keluarga Sejahtera

A. Kualitas Keluarga (1 Pasal)B. Keluarga Berencana (8 Pasal)

BAB VIIPeran serta masyarakat (1 Pasal)

BAB VIIIPembinaan (3 Pasal)

Page 31: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Namun sejalan dengan berbagai perubahan baik pada konteks global maupun nasional maka kelemahan peraturan perundang-undangan yang memayungi kebijakan dan program kependudukan dan keluarga berencana di Indonesia menjadi lebih terasa lagi.

2.3. Urgensi Perubahan Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga SejahteraUraian di atas menggambarkan betapa kompleksnya persoalan

kependudukan di Indonesia saat ini. Persoalan ini tidak saja menyangkut masalah jumlah penduduk yang begitu besar ditambah dengan masih tingginya tingkat pertumbuhan, namun juga berhubungan dengan rendahnya kualitas serta tidak meratanya persebaran penduduk. Akibat yang nampak adalah bahwa penduduk yang seharusnya menjadi modal pembangunan justru menjadi beban bagi pembangunan. Dalam kondisi seperti ini maka sulit diharapkan munculnya pembangunan yang berkelanjutan. Ketidak mampuan penduduk menjadi potensi atau modal pembangunan akan menyebabkan modal pembangunan beralih pada pemanfaatan sumberdaya alam. Kita ketahui bersama bahwa kemampuan sumberdaya alam tidak mungkin bertahan lama apalagi jika sumberdaya alam tersebut dimanfaatkan oleh penduduk yang terus bertambah dalam jumlah besar namun tidak diikuti dengan kualitas yang memadai. Dampaknya kemudian terjadi

31

Ketentuan Umum BAB 1 1 Pasal

Hak danKewajiban(4 Pasal)

Ketentuan Penutup 2 Pasal

Page 32: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

penurunan kesejahteraan bagi penduduk tidak saja penduduk saat ini namun juga generasi mendatang.

Oleh karena itulah agar pembangunan dapat berkelanjutan dibutuhkan kerangka pembangunan yang sinergis antara pertumbuhan ekonomi dan sosial, pengelolaan perkembangan kependudukan serta pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Pengelolaan perkembangan kependudukan harus dilihat sebagai prasyarat utama terwujudnya pembangunan berkelanjutan.

Sangat disayangkan bahwa Indonesia yang sejak awal dekade 70-an sangat memperhatikan persoalan perkembangan kependudukan, akhir-akhir ini memberikan perhatian yang rendah kepada persoalan ini. Isu pembangunan ekonomi lebih mengemuka dibandingkan dengan pembangunan sosial termasuk pengelolaan perkembangan kependudukan, padahal studi dan pengalaman empiris membuktikan bahwa pembangunan yang hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi tidak akan berkesinambungan.

Undang-undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang diharapkan mampu menjadi landasan peraturan perundangan bagi pelaksanaan program perkembangan kependudukan termasuk keluarga berencana dan pembangunan keluarga di Indonesia ternyata tidak mampu mewujudkan hal tersebut. Oleh karena itu agar pengelolaan perkembangan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga kembali masuk kedalam arus tengah pembangunan di Indonesia dirasakan perlu untuk melakukan amandemen terhadap undang-undang tersebut. Analisis terhadap urgensi perubahan Undang-Undang No.10 tahun 1992 dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:

1. Kelemahan yang ada dari undang-undang itu sendiri yang menyebabkan rendahnya efektivitas pelaksanaan,

2. Perubahan yang terjadi di dalam negeri terutama berkaitan dengan struktur kepemerintahan yang juga menyebabkan efektivitas pelaksanaan undang-undang ini menjadi lemah,

32

Page 33: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

3. Perubahan lingkungan strategis global yang berdampak pada makin luasnya cakupan isu kependudukan yang harus diatur, hal mana tidak tertampung dalam Undang-undang No.10 tahun 1992.

Jika diperhatikan dengan seksama maka ada beberapa kelemahan di dalam Undang-Undang No.10 tahun 1992 yang menyebabkan lemahnya efektivitas pelaksanaan Undang-Undang tersebut. Pertama, UU No.10 tahun 1992 tidak secara eksplisit mengemukakan aspek pelaksanaan dari undang-undang tersebut yang menyangkut isu kelembagaan dan resources yang dibutuhkan untuk pengelolaan perkembangan kependudukan. Padahal sebagaimana dikemukakan terdahulu, pengelolaan perkembangan kependudukan adalah persoalan jangka panjang yang membutuhkan ‘kestabilan’ unsur pelaksanaan. Kedua, Undang-Undang No.10 tahun 1992 lebih merupakan pedoman yang sangat umum dan tidak secara spesifik menegaskan pengaturan apa yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan perkembangan kependudukan tersebut. Oleh karena sangat umum sehingga memungkinkan timbulnya interpretasi yang inkonsisten dalam Peraturan Pemerintah (PP). Di dalam UU No 10 tidak kurang ada 11 ketentuan yang mengamanatkan muncul nya PP yang diharapkan menjadi penjabaran UU tersebut. Ketiga, UU No.10 tahun 1992 lebih berupaya untuk melakukan pengaturan yang ditujukan pada penduduk dan kurang memberikan pengaturan yang jelas pada pemerintah. Padahal pengelolaan perkembangan kependudukan merupakan tanggung jawab bersama antara eksekutif, legislatif dan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya baik secara fisik, psikis maupun spiritual. Ketidakmampuan Undang-undang ini adalah untuk “mewajibkan’ pemerintah terkait dengan tidak adanya reward/punishment atau insentif/disinsentif untuk melaksanakan Undang-Undang ini. Oleh karena itu perlu segera diatur agar undang-undang ini dikemudian hari memiliki posisi yang kuat dalam mengatur perilaku seluruh stakeholder di bidang kebijakan kependudukan.

Perubahan konstelasi struktur kepemerintahan yang ada saat ini juga menyebabkan efektivitas pelaksanaan undang-undang No.10 tahun 1992 menjadi sangat lemah. Undang-Undang No.10 tahun 1992 dikembangkan dengan nuansa sentralisasi. Nuansa tersebut tidak sesuai lagi dengan situasi saat ini. Walaupun dalam undang-undang tersebut disebutkan tentang peran Pemerintah Daerah

33

Page 34: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

sebagai pelaksana undang-undang ini namun tidak dengan jelas disebutkan bagaimana hubungan hirarki antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (kabupaten/kota) dalam melaksanaannya serta apa dan bagaimana hak dan kewajiban dari masing-masing tingkatan.

Perubahan struktur kepemerintahan yang ada tersebut kemudian berdampak pula pada “kadaluarsanya” beberapa definisi atau batasan yang digunakan. Misalnya, di dalam ketentuan umum pasal 1 poin 7 disebutkan bahwa:

Mobilitas penduduk adalah gerak keruangan penduduk dengan melewati batas administrasi Daerah Tingkat II.

Batasan ini mengandung kelemahan pokok. Pertama dalam UU No 22 dan 25 tahun 1999 tidak lagi dikenal istilah Daerah Tingkat II. Kedua, Tidak ada justifikasi yang kuat mengapa batas administrasi yang digunakan adalah Dati II, bukan daerah administrasi yang lebih rendah misalnya kecamatan atau desa. Hal ini penting untuk diperhatikan karena menyangkut ketersediaan data yang diperlukan dalam perencanaan kependudukan dan pembangunan.

Oleh karena itu hal terpenting dalam pembuatan undang-undang ini yang kemudian berbeda dengan semangat yang berkembang dewasa ini adalah bahwa UU No 10 dibuat berdasarkan semangat sentralisasi. Dengan keluarnya UU No 22 dan 25 tahun 1999 jelas hal itu tidak sesuai, karena semangat yang diusung oleh kedua undang-undang tersebut adalah desentralisasi. Oleh karena itu amandemen terhadap UU No 10 ini pertama kali harus mampu menggeser ciri sentralisasi menjadi desentralisasi.

Sebagai negara yang ikut menandatangani hasil konferensi kependudukan dunia di Cairo tahun 1994 dan Millenium Development Summit (MDS) 2000, Indonesia sudah seharusnya terikat (dalam batasan yang tentu saja sesuai dengan kondisi sosial dan budaya yang berlaku) dengan berbagai kesepakatan yang ada terutama mengacu isu keadilan dan kesetaraan gender serta pemberdayaa perempuan. Berbagai prinsip pembangunan yang tertuang dalam dua konferensi tersebut setidaknya harus menjadi pelengkap prinsip atau asas yang menjadi landasan undang-undang yang akan diamandemen tersebut nantinya.

34

Page 35: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Beberapa konsep mendasar yang ada dalam undang-undang No.10 tahun 1992 yang dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini harus diubah. Sebagai contoh pasal 19 yang berbunyi :

Suami isteri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan kelahhiran”

Di dalam penjelasannya justru menunjukkan bahwa hak tersebut berbeda, yaitu :

Suami isteri harus sepakat mengenai pengaturan kelahiran dan cara yang akan dipakai agar tunuannya tercapai dengan baik. Keputusan atau tindakan sepihak dapat menimbulkan kegagalan atau masalah dikemudian hari. Kewajiban yang sama antara keduanya berarti juga bahwa apabila isteri tidak dapat memekai alat, obat dan cara pengaturan kehamilan, misalnya karena alas an kesehatan maka suami mempergunakan alat, obat, dan cara yang diperuntukkan bagi laki-laki.

Penjelasan ini mengundang interpretasi bahwa laki-laki hanya menggunakan alat, obat atau cara pengaturan kehamilan jika isterinya karena alasan tertntu tidak dapat menggunakannya. Padahal justru hal seperti inilah yang akan dihindarkan dalam kesepakat konferensi kependudukan dunia di Cairo, 1994. Demikian juga halnya dengan berkembangnya isu terkait dengan mobilitas penduduk misalnya migrasi internasional, internally displaced persons (IDPs) dan juga refugees yang semuanya memperoleh porsi cukup penting di dalam konferensi Cairo belum diakomodasi di alam undang-undang ini.

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian sebelumnya, terdapat isu-isu baru yang belum terakomodasi di dalam UU No 10 tahun 1992. Hal itu sebagai sesuatu yang wajar karena isu-isu tersebut muncul setelah undang-undang tersebut disahkan. Akibatnya adalah terdapat kelemahan dan kekurangan sehingga kebijakan kependudukan tidak dapat dilakukan secara optimal.

Dengan demikian dilihat dari aspek substansial, efektivitas pelaksanaan maupun perubahan strategis yang ada, amandemen UU No 10 tahun 1992 mendesak untuk dilakukan. Undang-undang yang telah diamandemen tersebut nantinya harus mampu ‘mengikat’ seluruh pihak baik eksekutif, legislatif maupun masyarakat dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota. Keterlambatan atau

35

Page 36: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

ketidakperdulian kita terhadap masalah pengelolaan masalah kependudukan akan berdampak pada kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Kegagalan kita untuk mengelola kependudukan dapat berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraan, peningkatan pengangguran, peningkatan kemiskinan, serta kerusakan lingkungan hidup. Sebaliknya, jika kita mampu mengelola kependudukan secara baik maka jumlah penduduk yang besar tersebut akan dapat menjadi potensi bagi pembangunan nasional.

Dalam perumusan kebijakan kependudukan hal terpenting yang dibutuhkan adalah dukungan informasi dan data kependudukan yang valid dan reliabel. Disamping itu untuk menjamin ketersediaan data kependudukan yang berkelanjutan sumber data yang paling ideal adalah registrasi penduduk. Sampai sejauh ini kita masih menghadapi persoalan dengan kualitas data registrasi penduduk yang kurang memadai, sehingga perencanaan kependudukan masih mengandalkan data dari sensus dan survei penduduk. Untuk itu perlu adanya jaminan bahwa tersedia data kependudukan yang valid dan reliable sekaligus bersifat berkelanjutan. Hal itu kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu sistem informasi kependudukan yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada penduduk.

2.4. Tujuan Perubahan Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga SejahteraTujuan dilakukannya amandemen UU No 10 tahun 1992 adalah untuk

memberikan kepastian dan jaminan hukum terhadap kebijakan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga dalam konteks dengan pembangunan secara berkelanjutan. Secara khusus tujuan amandemen tersebut adalah :

36

Page 37: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

(a) tersusunnya ketentuan baru sebagai pengganti/penyempurnaan ketentuan lama yang tidak afektif,

(b) tersusunnya ketentuan baru untuk merespon tantangan masalah kependudukan dan pembangunan ke depan.

37

Page 38: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanSetelah memeperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis

simpulkan bahwa, Falsafah yang paling mendasar dalam pembangunan bangsa Indonesia ialah bahwa pembangunan merupakan pengamalan pancasila. Untuk memahami apa yang dimaksudkan dengan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, di dalam GBHN telah tercantum jelas. GBHN memberikan tuntunan, bahwa pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedomannya.

Demikian pula Undang-Undang Propenas 1999 memberikan batasan bahwa :“Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas perwujudan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara negara yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara bersama segenap rakyat Indoneia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju.....”.

Dari amanat tersebut disadari bahwa pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu penjelmaan pula dari proses perubahan politik, sosial dan budaya yang meliputi bangsa, di dalam kebulatannya. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tidak dapat terlepas dari keberhasilan pembangunan dibidang lainnya. Karena itu GBHN menyatakan bahwa

38

Page 39: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

keseluruhan semangat, arah dan gerak pembangunan dilaksanakan sebagai pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh.

Dengan demikian ukuran keberhasilan atau mutu negara amat tergantung pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat dengan baik baik dalam arti fisik, psikis maupun spiritual. Negara dibentuk untuk menyelenggarakan kehidupan yang layak dan sejahtera bagi semua warganya. Berkaitan dengan masalah kependudukan, salah satu fungsi negara adalah memajukan kesejahteraan umum, yaitu dengan menciptakan satu basis kemakmuran bagi seluruh rakyat. Kemakmuran adalah suatu keadaan yang kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara wajar, mantap, dan terus menerus. Dalam pengertian ini, kemakmuran itu adalah kemakmuran umum (public prosperity), yaitu tersedianya barang-barang dan jasa-jasa bagi rakyat, sehingga orang masing-masing dapat dicapai kemakmuran pribadinya. Berkaitan dengan ini Dipoyudo (1989:545) mengungkapkan bahwa:

“… hakekat kesejahteraan umum adalah melengkapi usaha orang-orang; (1) dengan menyediakan apa yang perlu bagi kemakmuran pribadi mereka tetapi tidak dapat mereka capai dengan kekuatan mereka sendiri; (2) bagi semua warga masyarakat tetapi secara proporsional menurut prestasi dan kebutuhan masing-masing yang wajar; (3) dengan memperhatikan anggota-anggota masyarakat yang lemah dan memerlukan bantuan istimewa seperti fakir miskin; yatim piatu kaum; pengangguran; kaum cacat; kaum jompo; gelandangan; dan sebagainya. Selain itu negara menjamin tersedianya barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan hidup dalam jumlah yang mencukupi”

3.2. SaranArti kemanusiaan sebuah negara dapat diukur dari perhatiannya kepada

anggota masyarakatnya yang paling miskin, paling lemah, dan paling menderita. Dalam kaitan ini, maka pembangunan dan pembangunan kependudukan harus memperhatikan prinsip atas asas pembangunan yang memperhatikan hak asasi manusia atau sering disebut dengan Rights Based Development baik yang terkandung dalam pertemuan kependudukan secara internasional di Cairo tahun 1994 dan Millenium Summit, di New York tahun 2000.

39

Page 40: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Prinsip-prinsip pembangunan yang disepakati meliputi:

Kesamaan. Tidak satu pun individu dan bangsa yang tidak berhak memperoleh kesempatan untuk merasakan manfaat pembangunan. Kesamaan hak perempuan dan lelaki harus dijamin.

Solidaritas. Tantangan global harus ditata sehingga biaya-biaya dan beban-beban secara adil ditanggung bersama sejalan prinsip dasar kesetaraan dan keadilan social. Mereka yang menderita atau berkekurangan layak mendapatkan bantuan dari mereka yang berkelebihan.

Toleransi. Umat manusia harus menghormati satu sama lain meski berbeda kepercayaan, kebudayaan dan bahasa. Perbedaan di dalam atau di antara masyarakat tidak dapat ditekan, malah hal itu harus dihormati sebagai aset kemanusiaan yang berharga. Budaya perdamaian dan dialog di antara berbagai peradaban seharusnya digalakkan.

Penghormatan terhadap alam. Berbagai makhluk hidup dan sumber daya alam harus dikelola secara berhati-hati sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hanya dengan cara inilah, berbagai kekayaan tak ternilai yang telah diberikan alam kepada kita dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Berbagai pola produksi dan konsumsi yang tidak berkesinambungan saat ini harus diubah demi kesejahteraan generasi mendatang

Tanggung Jawab Bersama. Tanggung jawab menata pembangunan social ekonomi dunia serta tantangan terhadap keamanan dan perdamaian internasional harus ditanggung bersama antarbangsa di dunia dan diterapkan secara multilateral. Sebagai organisasi perwakilan bangsa-bangsa di dunia, PBB harus memainkan peran utama.

Kebebasan. Lelaki dan perempuan memiliki hak untuk hidup dan membesarkan anak-anaknya dengan mempertimbangkan martabat, bebas dari kelaparan dan bebas dari rasa takut akan kekerasan, penindasan dan ketidakadilan. Kepemerintahan demokratis dan partisipatif didasarkan atas keinginan dari orang yang memperoleh hak-hak tersebut.

40

Page 41: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2002. Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000. Jakarta : BPS.BPS, Bappenas, and UNDP. 2001. Indonesia Human Development Report 2001, Towards a New Consensus, Democracy and Human Development in Indonesia. Bappenas, 2003, Peta Kemiskinan di Indonesia, Jakarta, 2003.Dixon-Muller, Ruth, 1993, Population Policy and Women’s Rights: Transforming Reproductive Choice (Westport, Conn., Praeger).Dwiyanto, Agus. 2001. “Tantangan kebijakan dan peran pemerintah dalam pembangunan kependudukan” dalam Agus Dwiyanto dan Fathurochman. Reorientasi Kebijakan Kependudukan. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan UGM hal 211-228.Germain, Adrienne (1987), Reproductive Health and Dignity: Choices by Third World Women, background paper prepared for the International Conference on Better Health for Women and Children through Family Planning, Nairobi, 5-9 October (Population Council).Jones, Gavin.1998, The Bali Declaration and the Programme of Action of the International Conference on Population and Development in the Context of the Population Dynamics of the Asian and Pacific Region, United Nation – UNFPA - ESCAP, Asian Population Studie Series No.153, 1998. Mubyarto. 2000. Krisis ekonomi, ekonomi rakyat, dan optimisme menghadapi pemulihan ekonomi. Denpasar : kerjasama YAE dan Pemda segugus Nusa Tenggara.Prijono Tjiptoheriyanto. 2001. “Kependudukan dalam era reformasi” dalam Agus Dwiyanto dan Fathurochman. Reorientasi Kebijakan Kependudukan. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan UGM, hal 57-76.Rosenfield dan Maine (1985), Maternal mortality – a neglected tragedy: where is the ‘M’ in MCH, Lancet, 8446:83-85 Sen, Gita, Adrienne Germain & Lincoln C. Chen, eds. (1994), Population Policies Reconsidered: Health, Empowerment, and Rights, (Harvard, Harvard University Press). Simanjuntak, Payaman, 1996, Memperkecil Beban Ketergantungan Penduduk Anak dan Remaja, Usia Lanjut serta Rentan Terhadap Penduduk Usia Produktif, makalah disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Kependudukan tanggal 14 Maret 1996. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN

Strauss, John, et.al. 2002. Indonesian Living Standards Three Years After the Crisis : Evidence from the Indonesia Family Life Survey. Yogyakarta : CPPS-GMUSukamdi. 1992. Kebijakan Kependudukan, Suatu Pengantar. Tidak diterbitkan.

41

Page 42: BAB I - Putra Banjaran | Serba Serbi · Web viewIntegritas Kependudukan dan Kesejahteraan Pembangunan kependudukan pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh

Undang-undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga SejahteraUndang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2000. Tentang Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 - 2004WHO, 2000. Pertimbangan untuk Menyusun Hukum Kesehatan Reproduksi, Edisi Kedua.

Wilopo, Siswanto Agus. 2002. “Pembangunan Nasional dan Komitmen Program Aksi Kependudukan dan Pembangunan ICPD + 5”. Paper disampaikan pada Seminar Persoalan Kependudukan dan Implementasi Rencana Tindak ICPD+5 di Indonesia. Jakarta 26 Nopember.

42