bab i pua

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid. Gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan. Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis gangguan haid seorang perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode menstruasi lebih lama dari biasanya. 1 Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine bleeding merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam 1

Upload: putri-taradypa

Post on 02-Feb-2016

17 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu

permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid. Gangguan haid

ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam tergantung kondisi serta

penyakit yang dialami seorang perempuan. Menomethorragi merupakan suatu

manifestasi klinis gangguan haid seorang perempuan dimana jumlah atau volume serta

lamanya periode menstruasi lebih lama dari biasanya.1

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah

satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine bleeding

merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab

organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena

gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium.

Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan

menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa

akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk

perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun.

Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa

pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang

diperlukan perawatan di rumah sakit. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi

atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi

jenis ovulatoar atau anovulatoar.1

Diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis yang

cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan,

apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat

perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya. Selain itu perlu juga latar belakang

keluarga serta latar belakang emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan

1

tanda – tanda yang menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit

endokrin, penyakit menahun dan lain – lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat

apakah tidak ada kelainan – kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal

( polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang belum

menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya

dilakukan kuretase untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi

biasanya didapatkan endometrium yang hiperplasia. 2

1.2 Tujuan

Refarat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir dari

serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penyusunan refarat ini, yaitu:

Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan

untuk penyusunan karya tulis ilmiah lainnya.

Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh selama

proses penyusunan refarat ini.

Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang diperoleh selama

proses penyusunan refarat ini.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi

abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau

kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu

yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir sumber

perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi

kehamilan harus selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin

terjadi secara bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).3

Pola dari perdarahan uterus abnormal

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:

1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang.

Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya

perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘open-faucet’ selalu menandakan

sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD,

hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab

tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang

hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks mungkin

sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat menjadi penyebab dan

diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani

kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.

3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-

waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus

ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal. Polip

endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab yang

3

patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab umum

pada perdarahan tipe ini.

4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya

berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.

5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah dan

durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan perdarahan

intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode

perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan.

6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea

didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan

biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor

endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan berat

badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan

oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari kanker

leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan

kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina

(Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan

diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk

dilakukan.3

Perdarahan Bukan Haid

Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.

Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini

menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua menometroragia. Metroragia

atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh

kelainan fungsional.1

2.2 Etiologi

Sebab-sebab organik

4

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio

uteri, karsinoma servisis uteri;

b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang

berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio

uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;

c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;

d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan

perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara

menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa

permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di

rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20

tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam

masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang

diperlukan perawatan di rumah sakit.1

2.3 Patologi

Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan

ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang

dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah

sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah

hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus–menerus.

Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan

disfungsional.1,4

5

Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat

ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium

atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis

nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam

endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya,

kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar

dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis

perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan

memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang

ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular,

vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti,

6

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia

sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan

endokrin.1

2.4 Gambaran Klinik

Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan

siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis

perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena

perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang

bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan

berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan

sebagai etiologinya:

1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan

dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena

riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak

persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan

pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular

shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon

pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe

sekresi disamping tipe nonsekresi.

2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, atau

polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan

LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal

tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus

yang bersangkutan.

3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh

darah dalam uterus.

4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah.

7

Perdarahan anovulatoar

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan

menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadang-

kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada

suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum

mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah

pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat

terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan

yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat

anovulatoar.

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam

kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa

pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan

tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada

hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin

tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium

tidak selalu berjalan lancar.

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan

bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada

seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak

teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit

metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor

ovarium, dan sebagainya.1,5 Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan

perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini

stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan,

kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian

8

dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan

perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara

waktu saja.

2.5 Diagnosis

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan

bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek atau oleh

oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak),

lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda

yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit

menahun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya

menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang

bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-

kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan

terganggu). Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita

keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin,

meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat

dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan anestesia umum.

Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna

pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun kemungkinan besar

ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan sebagainya. Disini kerokan

diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu

kehamilan yang memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause

dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

2.6 Penanganan

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak:

dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah

pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada

9

abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon

steroid. Dapat diberikan:

a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan

berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas

estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah

suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.

b. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional

bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen

terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125 mg, secara

intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehri norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-

progesterone (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam

masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia

endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya

virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi

6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya.

Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan

kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini

banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit

endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit

itu harus ditangani.

Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan

terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar

perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja

berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal

tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan;

untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai

10

hari ke-5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari,

mulai hari ke-21 siklus haid.

Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional yang

berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat

diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah pemberian dosis

yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.

Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan

anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada

infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.

Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-

menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai

anak cukup) ialah histerektomi.

11

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal

jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus

haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminology menoragia saat ini diganti dengan

perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan

uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis local

endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam

perdarahan uterus disfungsional (PUD).

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro

GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : pp. 223-228

2. Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam : Pedoman

Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68 - 71

3. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.

Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic

Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange Medical Books/McGraw-

Hill; 2003 : pp 623-630

4. Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive

Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier 2003 : pp

587-599

5. Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John Hopkins

Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42

13

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS PRIBADI

Nama : Suarsih

Umur : 48 Tahun

Alamat : Tanah Seribu

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku/bangsa : Melayu/Indonesia

Pendidikan : SMA

Tanggal Masuk : 31 Agustus 2015

Jam Masuk :13.30 Wib

II. ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Lemas

Telaah : Pasien datang ke RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai dengan

keluhan lemas seperti ingin pingsan, hal ini dialami Os sejak

tadi pagi. Os juga merasa pusing. Os sebelumnya mengeluh

haid yang tidak berhenti-henti sejak ± 2 bulan ini. Os

mengeluh tiap hari nyeri pada perut bagian bawah yang

diikuti keluarnya darah kental dari vagina. Os pernah pernah

mengalami ini ±3 tahun yang lalu. Mual (-) dan muntah (-).

Nyeri pada saat senggama (-).

Riwayat pemakaian obat : Tidak jelas

Riwayat penyakit terdahulu :Hipertensi (+), diabetes mellitus (-), penyakit

jantung (-), penyakit ginjal dan asma (-).

Riwayat peyakit keluarga : Pasien mengaku dalam keluarga tidak ada

yang memiliki riwayat penyakit seperti ini.

Riwayat Kontrasepsi : Pasien menggunakan kontrasepsi suntik,

tetapi sudah berhenti sejak setahun yang lalu.

14

Riwayat menstruasi sebelumnya :

Menarche : 14 tahun

Siklus : 28 hari

Banyak : 2-3 kali ganti duk

Lama : 7 hari

III.PEMERIKSAAN FISIK

1. Status present

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan Darah : 140/70 mmHg

Heart Rate : 80x/i

Respirasi Rate : 20x/i

Suhu : 36,0 LC

2. Keadaan penyakit

Anemia : (+)

Sianosis : (-)

Dyspnoe : (-)

Ikterus : (-)

Edema : (-)

Status Lokalisata

1. Kepala : Normochepali, rambut tidak rontok

Mata : Conjungtiva palpebra superior pucat (+/+), reflex cahaya bagus

Telinga : Dalam Batas Normal

Hidung : Dalam Batas Normal

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

2. Thoraks

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama (=/=)

Perkusi : Sonor (+/+)

15

Auskultasi : Vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

3. Abdomen

Inspeksi : Massa (-), striae gravidarum (-), bekas operasi (-)

Palpasi : Hati tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan pada perut bagian

kanan-kiri bawah (+)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

4. Ekstremitas

Superior : Akral hangat, tidak ada oedem.

Inferior : Akral hangat, tidak ada oedem.

IV. STATUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

1. Abdomen

Inspeksi : Abdomen tampak simetris

Palpasi : Soepel, nyeri tekan pada perut bagian kanan-kiri bawah (+)

Perkusi : Tympani

2. Genitalia eksterna

Inspeksi : Perdarahan (+), massa (-), oedem (-), lesi (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LABORATORIUM

Darah lengkap :

WBC : 11,9 x103/uL

HGB : 6,6 g/dL

RBC : 2,55 x 106/uL

HCT : 20,8 %

MCH : 25,8 pg

PLT : 495 x 103/uL

PCT : 0,326 %

16

RESUME

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Lemas

Telaah : Pasien datang ke RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai dengan keluhan

lemas seperti ingin pingsan, hal ini dialami Os sejak tadi pagi. Os

juga merasa pusing. Os sebelumnya mengeluh haid yang tidak

berhenti-henti sejak ± 2 bulan ini. Os mengeluh tiap hari nyeri pada

perut bagian bawah yang diikuti keluarnya darah kental dari vagina.

Os pernah pernah mengalami ini ±3 tahun yang lalu. Mual (-) dan

muntah (-). Nyeri pada saat senggama (-).

PEMERIKSAAN FISIK

Status Obstetri dan Ginekologi

1. Abdomen

Inspeksi : Abdomen tampak simetris

Palpasi : Soepel, nyeri tekan pada perut bagian kanan-kiri bawah (+)

Perkusi : Tympani

2. Genitalia eksterna

Inspeksi : Perdarahan (+), massa (-), oedem (-), lesi (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LABORATORIUM

Darah lengkap :

WBC : 11,9 x103/uL

HGB : 6,6 g/dL

RBC : 2,55 x 106/uL

17

HCT : 20,8 %

MCH : 25,8 pg

PLT : 495 x 103/uL

PCT : 0,326 %

DIAGNOSIS BANDING

Perdarahan Uterus Abnormal

Kehamilan

Adenomiosis

Karsinoma Uteri

DIAGNOSIS KERJA

Perdarahan Uterus Abnormal

PENATALAKSANAAN

IVFD Ringer Laktat 20gtt/i

Injeksi cefotaxime 1 gr/ 12 jam

Injeksi Kalnex 500mg/ 8 jam

Regimen tablet 2x1

Ranitidine 1 Ampul / 12 jam

Transfuse PRC 3 bag

RENCANA

Observasi keadaan umum pasien

Konsultasikan dengan dokter spesialis obgyn

FOLLOW UP

18

Tanggal Kesadaran Keluhan Vital Sign Terapi31-08-2015jam 13.30 wib

Compos Mentis

Pusing (+)Lemas (+)

TD : 140/70 mmHgHR: 80x/iRR: 20x/iT:36,5LC

IVFD Ringer Laktat 20gtt/i

Injeksi cefotaxime 1 gr/ 12 jam

Injeksi Kalnex 500mg/ 8 jam

Regimen tablet 2x1 Ranitidine 1 Ampul /

12 jam Transfuse PRC 3 bag

31-08-2015jam 18.00 wib

Compos Mentis

Pusing (+) TD : 150/80 mmHgHR: 80x/iRR: 24x/iT:36,0LC

Regimen tablet 2x1 IVFD Ringer Laktat

20gtt/i Injeksi Kalnex

500mg/ 8 jam Injeksi cefotaxime 1

gr/ 12 jam Ranitidine 1 Ampul /

12 jam01-09-2015jam 06.30 wib

Compos Mentis

Pusing (+)Lemas (+)

TD : 130/80 mmHgHR: 76x/iRR: 20x/iT:36,5LC

IVFD Ringer Laktat 20gtt/i

Injeksi cefotaxime 1 gr/ 12 jam

Injeksi Kalnex 500mg/ 8 jam

Regimen tablet 2x1 Ranitidine 1 Ampul /

12 jam01-09-2015jam 12.00 wib

Compos Mentis

Lemas (+) TD : 150/80 mmHgHR: 80x/iRR: 24x/iT:36,0LC

Regimen tablet 2x1 IVFD Ringer Laktat

20gtt/i Injeksi Kalnex

500mg/ 8 jam Injeksi cefotaxime 1

gr/ 12 jam Ranitidine 1 Ampul /

12 jam01-09-2015 Compos TD : 140/70 IVFD Ringer Laktat

19

jam 18.30 wib Mentis mmHgHR: 72x/iRR: 24x/iT:36,0LC

20gtt/i Injeksi cefotaxime 1

gr/ 12 jam Injeksi Kalnex

500mg/ 8 jam Regimen tablet 2x1 Ranitidine 1 Ampul /

12 jam02-09-2015jam 06.30 wib

Compos Mentis

Lemas (+) TD : 140/70 mmHgHR: 80x/iRR: 20x/iT:36,5LC

IVFD Ringer Laktat 20gtt/i

Injeksi cefotaxime 1 gr/ 12 jam

Injeksi Kalnex 500mg/ 8 jam

Regimen tablet 2x1 Ranitidine 1 Ampul /

12 jam

20