bab i pengantar 1.1 latar belakang -...

12
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional yang berfokus pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan, pengurangan distribusi pendapatan yang timpang, dan penurunan tingkat pengangguran. Pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses multi dimensional (Kuncoro, 2010: 136). Perubahan struktur ekonomi merupakan salah satu indikator adanya pertumbuhan dalam suatu negara atau daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Syrquin (1988: 208) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pertumbuhan dan perubahan struktural. Studi tentang perubahan struktural penting dalam menjelaskan proses dan pembentukan teori pembangunan khususnya pertumbuhan ekonomi modern. Menurut Chenery (1979) pembangunan ekonomi merupakan sebuah perubahan struktur ekonomi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan berkelanjutan (lihat Syrquin, 1988: 208). Menurut Thomas, et al. (2000: XXXII) pembangunan tidak hanya memperhatikan sisi kuantitas, tetapi juga kualitas. Pandangan atas sisi kuantitatif dan kualitatif proses pertumbuhan mengarah pada tiga prinsip dasar yang berlaku bagi negara sedang berkembang maupun negara industri maju, yaitu berfokus pada semua aset (modal fisik, manusia dan alam), menyelesaikan aspek distributif 1

Upload: lamdiep

Post on 07-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda

dengan pembangunan ekonomi tradisional yang berfokus pada peningkatan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonom modern mulai

mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

pengurangan distribusi pendapatan yang timpang, dan penurunan tingkat

pengangguran. Pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses multi dimensional

(Kuncoro, 2010: 136).

Perubahan struktur ekonomi merupakan salah satu indikator adanya

pertumbuhan dalam suatu negara atau daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat

Syrquin (1988: 208) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara

pertumbuhan dan perubahan struktural. Studi tentang perubahan struktural penting

dalam menjelaskan proses dan pembentukan teori pembangunan khususnya

pertumbuhan ekonomi modern. Menurut Chenery (1979) pembangunan ekonomi

merupakan sebuah perubahan struktur ekonomi yang dibutuhkan dalam

pertumbuhan berkelanjutan (lihat Syrquin, 1988: 208).

Menurut Thomas, et al. (2000: XXXII) pembangunan tidak hanya

memperhatikan sisi kuantitas, tetapi juga kualitas. Pandangan atas sisi kuantitatif

dan kualitatif proses pertumbuhan mengarah pada tiga prinsip dasar yang berlaku

bagi negara sedang berkembang maupun negara industri maju, yaitu berfokus

pada semua aset (modal fisik, manusia dan alam), menyelesaikan aspek distributif

1

2

sepanjang waktu, dan menekankan kerangka kerja institusional bagi pemerintahan

yang baik.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memberikan

manfaat pada semua termasuk generasi mendatang secara adil dan merata.

Pembangunan berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia lebih besar bobotnya

sebagai “harapan” dan “idaman” dibanding kenyataan dan pengalaman sejarah

(Mubyarto, 2000: 217).

Potensi sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara tidak menjamin

keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara

berkelanjutan. Fakta menunjukkan bahwa negara-negara yang mengembangkan

ekonomi berbasis pengetahuan, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk

mengembangkan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Finlandia dan Korea

Selatan merupakan contoh negara yang berhasil mengembangkan ekonomi

berbasis pengetahuan, sehingga pertumbuhan kinerja perekonomian negara

tersebut cukup signifikan (Tjakraatmadja dan Adityawarman, 2013).

Kota Balikpapan merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kalimantan

Timur dengan luas daratan sebesar 503,3 km2. Sejarah Kota Balikpapan tidak bisa

dipisahkan dengan minyak, yaitu lebih tepatnya dengan sumur minyak Mathilda

yang merupakan sumur pengeboran perdana pada tanggal 10 Februari 1897.

Seiring berjalannya waktu, Balikpapan berkembang menjadi "Kota Minyak".

Perkembangan industri minyak inilah yang ikut membangun Kota Balikpapan

menjadi kota industri dan jasa (Profil Kota Balikpapan, 2013).

Kota Balikpapan tidak lagi menjadi “Kota Minyak” yang berorientasi pada

pengeboran melainkan pada pengolahan minyak yang berasal dari sekitar

3

Balikpapan, yaitu Handil, Sanga-sanga, Tarakan, Bunyu dan Tanjung serta

minyak mentah yang diimpor dari negara lain. Sejalan dengan kegiatan tersebut

Kota Balikpapan kian berkembang dengan pesat dan menjadikan daya tarik bagi

pencari kerja dari berbagai daerah, oleh sebab itu pengembangan perekonomian

daerah juga sangat dipengaruhi berbagai kegiatan penunjang sektor minyak dan

gas bumi selain sumber daya alam lain yang ada di Kota Balikpapan. Peta

administrasi Kota Balikpapan dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Sumber: RTRW Kota Balikpapan Tahun 2005 – 2015, 2006

Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Balikpapan

PDRB Kota Balikpapan tahun 2000 Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)

mencapai Rp9,82 Triliun dan meningkat sebesar 40,23 persen pada tahun 2008

(Rp15,15 Triliun) dan meningkat kembali sebesar 77,26 persen selama sebelas

tahun atau Rp17,40 Triliun pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi Kota

Balikpapan selama kurun waktu tahun 2000 – 2011 mengalami tren pertumbuhan

meningkat dan senantiasa di atas Provinsi Kaltim, kecuali pada tahun 2009.

Pertumbuhan ekonomi tertinggi Kota Balikpapan terjadi pada tahun 2008 (12,37

persen) dan terendah pada tahun 2009 (1,70 persen). Pertumbuhan ekonomi yang

pesat pada tahun 2008 dipengaruhi pertumbuhan ekspor yang mencapai dua digit

Kota Balikpapan

4

(12,39 persen). Rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2009 merupakan dampak

terjadinya krisis keuangan global tahun 2008 yang berimbas pada penurunan

pertumbuhan ekspor neto Kota Balikpapan dari 25,44 persen (tahun 2008)

menjadi 2,17 persen (tahun 2009) di mana kontribusi ekspor neto terhadap PDRB

Kota Balikpapan mencapai 42,05 persen (2009). Penurunan pertumbuhan ekspor

tahun 2008-2009 khususnya terjadi pada sektor migas. Pertumbuhan ekonomi

Kota Balikpapan dan Provinsi Kaltim dapat dilihat dalam Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Balikpapan dan Kalimantan Timur,

2000 – 2011 (ADHK)

Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kota Balikpapan menunjukkan dua

tren utama, yaitu sektor yang semakin meningkat dan sektor yang semakin turun

kontribusinya terhadap PDRB Kota Balikpapan. Untuk sektor yang mengalami

penurunan adalah sektor pertambangan dan penggalian; dan sektor industri

pengolahan, sedangkan tujuh sektor lainnya mengalami peningkatan. Sektor

pertambangan dan penggalian sejak tahun 2002 mengalami penurunan drastis. Hal

ini dikarenakan pertambangan minyak di Kota Balikpapan sudah tidak

menghasilkan lagi, sehingga kontribusi terhadap PDRB hanya berasal dari

penggalian. Sektor industri pengolahan tahun 2000 mendominasi PDRB Kota

Balikpapan hingga mencapai 53,91 persen, namun mengalami penurunan hingga

Sumber: BPS Kota Balikpapan, 2000 – 2011

5

pada tahun 2008 besar kontribusinya sebesar 38,85 persen dan pada tahun 2011

turun kembali menjadi 31,50 persen. Rata-rata penurunan kontribusi mencapai

2,04 persen per tahun selama tahun 2000 sampai tahun 2011.

Perlu menjadi perhatian khusus, di mana sektor industri pengolahan di

Kota Balikpapan dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Balikpapan

didominasi oleh industri pengilangan minyak bumi yang merupakan jenis industri

berbasis sumber daya alam tidak terbarukan (non renewable resources based

industry). Dominasi industri pengilangan minyak pada tahun 2000 mencapai

96,31 persen, tahun 2008 menurun menjadi 95,09 persen dan pada tahun 2011

menjadi 94,43 persen. Industri non migas hanya mencapai 3,69 persen tahun 2000

dan berkembang lambat menjadi 4,91 persen tahun 2008 dan tahun 2011 kembali

meningkat menjadi 5,57 persen. Kontribusi industri pengilangan minyak bumi

turun dengan rata-rata 2,02 persen per tahun, namun dominasi terhadap sektor

industri pengolahan masih besar (94,43 persen tahun 2011) atau dominasi

menurun lambat 0,17 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sub sektor

industri pengolahan lainnya (non migas) belum mampu menggantikan peran sub

sektor industri pengilangan minyak bumi.

Kontribusi sektor industri pengolahan khususnya industri pengilangan

minyak bumi saat ini cukup besar terhadap PDRB Kota Balikpapan (29,74 persen

tahun 2011), namun dengan tren kontribusi menurun dari tahun ke tahun dengan

rata-rata 2,02 persen per tahun (22,18 persen selama tahun 2000 – 2011). Bila

kondisi ini tetap berlangsung tanpa adanya inovasi baru untuk meningkatkan

performa industri pengilangan minyak bumi di Kota Balikpapan, maka dapat

diperkirakan industri pengilangan minyak di Kota Balikpapan akan berakhir

6

2.58 2.77

53,91

31.50

6.80

18.89

23.53

26.93

7.6713.09

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jasa-jasa

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Pengangkutan dan komunikasi

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Bangunan/ Konstruksi

Listrik, Gas dan Air bersih

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Pertanian

sampai tahun 2026. Bahkan berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan

Energi Kaltim menyebutkan bahwa cadangan minyak bumi di Kaltim hanya bisa

dieksploitasi sekitar 10 tahun ke depan (Kaltim Pos, 2009).

Gambaran umum mengenai kontribusi masing-masing sektor

perekonomian Kota Balikpapan atas dasar harga konstan (ADHK) dapat dilihat

dalam Gambar 1.3.

Sumber: PDRB Kota Balikpapan Menurut Lapangan Usaha, 2000 – 2011

Gambar 1.3 Kontribusi Masing-masing Sektor Terhadap Perekonomian

Kota Balikpapan, 2000 – 2011 (ADHK)

Tingginya inflasi merupakan permasalahan makro ekonomi yang dihadapi

Kota Balikpapan dan hal ini menjadikan Kota Balikpapan sebagai kota dengan

biaya hidup tinggi. Menurut Tutuk sebagai Tim Pengendali Inflasi Daerah (2012)

tingginya inflasi di Kota Balikpapan disebabkan oleh pendapatan masyarakat

yang cukup tinggi yang berpengaruh pada tingginya daya beli. Selain itu

infrastruktur yang kurang memadai juga menjadi penyebab tingginya harga

7

barang di Kota Balikpapan. Apalagi sekitar 90 persen barang di Kota Balikpapan

berasal dari luar daerah, seperti dari Jawa Timur dan Sulawesi (Wibisono, 2012).

Tingkat inflasi Kota Balikpapan tahun 2012 (6,41 persen) di atas Provinsi Kaltim

(5,60 persen) dan nasional (4,30 persen) (BPS, 2012). Menurut Eca International

(2011) Balikpapan masuk katagori kota mahal No 187 dunia dan 34 Asia di

bawah Jakarta dan Surabaya dari 400 kota termahal dunia.

Pengangguran masih menjadi permasalahan khusus di Kota Balikpapan.

Tingkat pengangguran menunjukkan tren naik dari tahun 2000 ke tahun 2011,

walaupun sempat turun pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Pada tahun 2011 tingkat

pengangguran di Kota Balikpapan mencapai 12,14 persen atau 34.773 jiwa.

Sumber: Suseda Kota Balikpapan, 2000-2011

Gambar 1.4 Tingkat Pengangguran Kota Balikpapan, 2000-2011

Pendapatan per kapita (ADHB) Kota Balikpapan memang dapat

dikatagorikan tinggi di tingkat nasional, namun masih di bawah rata-rata

pendapatan per kapita di Provinsi Kaltim. Pada tahun 2011 pendapatan per kapita

nasional sebesar Rp30.424.351,-, Kota Balikpapan mencapai Rp52.020.000,-

(dengan migas) dan Rp31.800.000,- (tanpa migas), sedangkan pendapatan per

kapita Provinsi Kaltim mencapai Rp105.849.208,- (dengan migas) dan

8

Rp65.415.052,- (tanpa migas). Kontribusi Migas dalam pembentukan pendapatan

per kapita Kota Balikpapan mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 5,97

persen per tahun (Tahun 2000-2011).

Permasalahan perekonomian yang mungkin akan timbul di Kota

Balikpapan adalah ketidaksiapan Kota Balikpapan untuk secara bertahap

mengurangi ketergantungan pada sektor industri yang berbasis pada sumber daya

tidak terbarukan. Bila upaya untuk mempersiapkan sektor-sektor unggul lainya

tidak dilakukan dari sekarang, maka penurunan PDRB Kota Balikpapan akan

drastis terjadi disaat industri pengilangan minyak sudah tidak beroperasi lagi.

Pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kinerja ekonomi yang

ditunjukkan dengan penurunan pendapatan per kapita, peningkatan jumlah

pengangguran, peningkatan jumlah masyarakat miskin dan permasalahan ekonomi

lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kuncoro (2004: 82), pembangunan

ekonomi yang didasarkan pada sumber daya alam tidak terbarukan tidak akan

berkesinambungan (sustainable). Pembangunan ekonomi yang didasarkan pada

sumber daya alam, mungkin tidak menguntungkan masyarakat dan pemerintah

daerah dalam jangka panjang.

Kinerja perekonomian Kota Balikpapan senantiasa di atas rata-rata

Provinsi Kaltim, namun di sisi lain masih terdapat beragam permasalahan, yaitu

pengangguran, kemiskinan, inflasi tinggi, pendapatan per kapita dengan

kontribusi besar dari sub sektor industri yang berbasis sumber daya tidak

terbarukan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di Kota Balikpapan belum

berkualitas atau belum berkelanjutan. Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di

Kota Balikpapan merupakan dasar dalam mengetahui arah perkembangan

9

ekonomi kota melalui peran sektoral, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu

pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan.

Konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan di Kota Balikpapan harus

mulai diterapkan dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat Kota

Balikpapan baik di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Bagaimanakah

proses perubahan struktur perekonomian Kota Balikpapan serta penentuan sektor

unggul Kota Balikpapan sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan

ekonomi berkelanjutan merupakan hal yang penting untuk dibahas lebih lanjut.

Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan di atas, maka permasalahan

yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana peran sektoral dalam struktur perekonomian Kota Balikpapan

pada tahun 2000 dan 2008?

2. Apakah terjadi perubahan struktur ekonomi Kota Balikpapan pada tahun

2000 dan 2008?

3. Bagaimanakah dampak ekstraksi sektor industri pengilangan minyak bumi

terhadap perekonomian Kota Balikpapan tahun 2008?

4. Bagaimanakah penentuan sektor unggul sebagai upaya dalam mewujudkan

pembangunan ekonomi berkelanjutan di Kota Balikpapan?

10

1.2 Keaslian Penelitian

Penelitian yang secara spesifik mengkaji mengenai perubahan struktur

ekonomi di Kota Balikpapan belum pernah dilakukan. Penelitian terkait struktur

ekonomi pernah dilakukan oleh Resosudarmo (2001) di Provinsi Kalimantan

Timur dengan Kota Balikpapan sebagai salah satu bagian wilayah penelitian.

Penelitian dilakukan dengan analisis input-output meliputi analisis deskriptif,

analisis keterkaitan ke depan dan ke belakang, analisis angka pengganda

pendapatan rumah tangga dan ICOR. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah lokasi penelitian, periode data yang digunakan, dan ragam

analisis yang digunakan.

Penelitian ini mengambil lokasi Kota Balikpapan dengan menggunakan

data Tabel Input-Output tahun 2000 dan 2008. Alat analisis yang digunakan

dalam penelitian meliputi analisis deskriptif, analisis angka pengganda (output

multiplier, income multiplier, employment multiplier, dan indeks pengganda

ekspor), analisis keterkaitan antarsektor (sektor kunci), Multiplier Product Matrix

(MPM) analysis, Hypothetical Extraction Methods (HEM) analysis dan

multifactor evaluation process (MFEP).

11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Menganalisis peran sektoral dalam struktur perekonomian Kota Balikpapan

tahun 2000 dan 2008, dengan indikator struktur penawaran dan permintaan,

output, nilai tambah bruto, permintaan akhir, angka pengganda dan

keterkaitan antarsektor (sektor kunci).

2. Menganalisis perubahan struktur ekonomi Kota Balikpapan berdasarkan

economic landscape pada tahun 2000 dan 2008.

3. Menganalisis dampak ekstraksi sektor industri pengilangan minyak bumi

terhadap perekonomian Kota Balikpapan.

4. Menyusun kebijakan prioritas sektor unggul Kota Balikpapan sebagai upaya

mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan di Kota Balikpapan.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Bagi Pemerintah Daerah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam

perencanaan pembangunan ekonomi khususnya perencanaan kebijakan

sektoral dengan diketahuinya sektor-sektor yang mampu menjadi unggulan

dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi daerah yang berkualitas.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh masyarakat dalam

menentukan bidang usaha yang bisa dikembangkan dan memiliki prospek ke

depan yang lebih baik di Kota Balikpapan.

12

3. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan teori-teori yang

diperoleh, ke dalam praktik yang sesungguhnya, khususnya pada

permasalahan perubahan struktur ekonomi dan penentuan sektor unggul

dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini akan menambah referensi di bidang pembangunan ekonomi

berkelanjutan melalui kebijakan pembangunan sektoral berdasarkan

permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh suatu daerah.

1.4 Sistematika Penulisan

Laporan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I pendahuluan,

bagian ini berisi tentang latar belakang penelitian, keaslian penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan pustaka dan alat

analisis, bagian ini berisi tentang landasan teori (pembangunan ekonomi,

perubahan struktur ekonomi, konsep pembangunan berkelanjutan, Model Input-

Output), studi empiris terdahulu, dan alat analisis. Bab III analisis data dan

pembahasan, bagian ini berisi tentang metoda penelitian (jenis dan sumber data,

definisi operasional variabel, kerangka penelitian), hasil analisis dan pembahasan.

Bab IV kesimpulan dan saran, bagian ini berisi tentang temuan penting dalam

penelitian dan saran yang dapat diajukan terkait penelitian.