bab i pendahuluan - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/bab i.pdf · sedangkan istilah...

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab undang-undang Hukum Pidana yang digunakan di Indonesia merupakan warisan Belanda, yang sampai saat ini belum di ubah sama sekali, padahal sudah tidak sesuai lagi dengan filosofis bangsa Indonesia. Indonesia sendiri sudah melakukan beberapa kali pembaharuan KUHP secara menyeluruh, usaha penyusunan KUHP baru dapat dilakukan tahun 1964, menunggu 19 tahun Indonesia merdeka terlebih dahulu baru dibentuk KUHP karena kondisi politik dan ketata negaraan Indonesia yang belum stabil. 1 Perubahan KUHP sendiri dianggap sebagai peninggalan penjajah harus mengacu pada pengalaman penerapan hukum yang sering kali dianggap tidak adil, karena ketidakjelasan materi yang diatur dalam KUHP.Sehingga dengan demikian perlu adanya pembaharuan KUHP Indonesia sehingga hal-hal yang di anggap tidak jelas serta anggapan ketidak adilan dapat di minimalisir. 2 Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Secara literlijk, kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar 1 Mokh Najih. 2014. Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembahruan Hukum Pidana Dalam Cita Negara Hukum. Malang, Setara Press. Hal. 2 2 Made Darma Weda. 2016. Tindak Pidana Makar Dalam Rancangan KUHP. Jakarta. Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Hal 1.

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kitab undang-undang Hukum Pidana yang digunakan di Indonesia

merupakan warisan Belanda, yang sampai saat ini belum di ubah sama

sekali, padahal sudah tidak sesuai lagi dengan filosofis bangsa Indonesia.

Indonesia sendiri sudah melakukan beberapa kali pembaharuan

KUHP secara menyeluruh, usaha penyusunan KUHP baru dapat

dilakukan tahun 1964, menunggu 19 tahun Indonesia merdeka terlebih

dahulu baru dibentuk KUHP karena kondisi politik dan ketata

negaraan Indonesia yang belum stabil.1

Perubahan KUHP sendiri dianggap sebagai peninggalan penjajah

harus mengacu pada pengalaman penerapan hukum yang sering kali

dianggap tidak adil, karena ketidakjelasan materi yang diatur dalam

KUHP.Sehingga dengan demikian perlu adanya pembaharuan KUHP

Indonesia sehingga hal-hal yang di anggap tidak jelas serta anggapan

ketidak adilan dapat di minimalisir.2

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Secara literlijk, kata “straf” artinya

pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan.

“Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

1 Mokh Najih. 2014. Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembahruan Hukum Pidana Dalam

Cita Negara Hukum. Malang, Setara Press. Hal. 2 2 Made Darma Weda. 2016. Tindak Pidana Makar Dalam Rancangan KUHP. Jakarta.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Hal 1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

2

aturan tersebut”.3Baik perbuatan yang disebut dalam KUHP maupun

dalam peraturan-peraturan diluar KUHP.

KUH Pidana Indonesia dalam bab kejahatan mengatur Tindak

pidana Makar yang terdiri dari makar yang dilakukan terhadap keamanan

negara dan makar terhadap negara sahabat. Makar disebutkan dalam

kamus hukum adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk

membunuh atau mengambil kemerdekaan kepala negara atau untuk

membuatnya tidak mampu menjalankan pemerintahan.4

Sedangkan Istilah Makar adalah aanslag (Belanda) yang menurut

arti harafiah adalah penyerangan atau serangan,5 terdapat dalam

KUHP yakni pasal-pasal 87, 104, 105, 106, 107, 130, 139a, 139b,

140. Makar yang dimuat dalam pasal 139a, 139b, dan 140 tidak

masuk dalam bab mengenai kejahatan terhadap keamanan negara,

melainkan masuk dalam kejahatan terhadap negara sahabat dan

terhadap kepala negara sahabat dan wakilnya.6

Perbedaan pengertian antara kamus Hukum dan belanda

mengakibatkan banyaknya penafsiran-penafsiran mengenai makar,

sehingga diperlukan kajian untuk memfokuskan terkait bagaimana batasan

makar tersebut sehingga tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan

mendasar.

Penulisan ini lebih menfokuskan pada pasal 106 KUHP Indonesia

mengenai tindak pidana makar untuk memisahkan negara dibawah

kekuasaan asing, dan memisahkan negara dari NKRI dan perbuatan

3 Lani Sujiagnes Panjaitan. Juni 2016. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak

Pidana Makar Oleh Organisasi Papua Merdeka (Opm) Di Kabupaten Jayawijaya. USU Law

Jurnal. Vol.4.No.3. Hal. 91. 4 Charlie Rudyat, Kamus Hukum, Tim pustaka Mahardika. Hal 299 5 Adami Chazawi. 2002. Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara.

Jakarta. Rajagrafindo Persada. Hal. 7. 6Ibid.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

3

permufakatan jahat terhadap pasal 106 yang diatur pada pasal 110 Kitab

Hukum pidana Indonesia.7 Selain itu pada section 113 pada ayat 3

criminal code Thailand mengatur tentang perbuatan memisahkan diri dari

kerajaan atau merebut kekuasaan administrasi kerajaan Thailand yang

disebut perbuatan pemberontakan dan section 114 criminal code yang

mengatur permufakatan jahat terhadap section 113 ayat 3 tersebut.

Pasal 106, 110 KUHP Indonesia dengan section 113, 114 Criminal

code Thailand tersebut menurut penulis terdapat persamaan dari tujuan

tindak pidananya yaitu perbuatan untuk memisahkan diri dari wilayah

negara atau disebut separatisme.

Dalam KUH pidana Indonesia perbuatan tertentu dapat

dikatakantindak pidana makar harus dilakukannya suatu permulaan

pelaksanaan oleh pelaku untuk menyelesaikan tindak pidana yang

ditimbulkannya.8 Seperti yang di sebutkan dalam Pasal 87 KUHP bahwa

:“Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat

untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti

dimaksud dalam pasal 53”.9Dapat dilihat bahwa makar yang disebutkan di

dalam KUHP yaitu apabila sudah termasuk ke dalam unsur-unsur

percobaan maka perbuatan tersebut masuk ke dalam tindak pidana makar.

Permasalahan makar, dalam Kasus Sehu Blesman Alias Melki

Bleskadit dalam Putusan MA No. 574 K/Pid/2012 didakwa

7Lihat pasal 106, 110 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Hukum

Pidana Indonesia 8Ibid. Hal 88 9 Lihat pasal 87 KUHP Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang

Peraturan Hukum Pidana

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

4

melakukan “Makar” karena menjadi Ketua Panitia hari Perayaan

Kemerdekaan Papua Barat yang dianggap niat untuk memisahkan

diri dari Indonesia. Dalam dakwaannya, Jaksa sama sekali tidak

menjelaskan unsur “Aanslag” atau “serangan” sebagaimana

mestinya, dakwaan hanya menjabarkan niat dari terpidana untuk

memisahkan diri dari Indonesia. Terpidana dipidana dengan 5 Tahun

penjara.Selain itu Dalam Kasus Semuel Waileruny dalam Putusan

MA No. 1827 K/Pid/2007, didakwa dengan permufakatan Jahat

untuk melakukan “Makar” karena ingin mengibarkan bendera RMS

(Republik Maluku Selatan) yang dianggap niat untuk memisahkan

diri dari Indonesia. Dalam dakwaannya, Jaksa juga tidak

menguraikan unsur “Aanslag” atau “serangan” sebagaimana

mestinya, dakwaan hanya menjabarkan niat dari terpidana untuk

memisahkan diri dari Indonesia. Terpidana dipidana dengan 3 Tahun

Penjara.10

Penulis setuju dengan pendapat yang disampaikan oleh Aliansi

nasional Reformasi KUHP, dimana disebutkan kasus tersebut

menimbulkan permasalahan hukum yang mendasar yaitu seharusnya

dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku di uraikan unsur-unsur

perbuatannya sehingga dapat dikatakan sebagai tindak pidana makar akan

tetapi dalam kasus tersebut tidak menjelaskan unsur-unsurnya, bahwa

unsur perbuatan makar adalah “serangan” atau “attack”. Kemudian, tidak

jelas bagaimana batasan suatu perbuatan sehingga suatu perbuatan tertentu

dikatakan sebagai perbuatan makar. Selanjutnya hal yang palin penting

adalah putusan terhadap kedua kasus tersebut sangat berbahaya bagi

perkembangan hukum karena tidak memiliki kejelasan (syarat lex certa)

khususnya dalam pembaruan KUHP.11

10Melihat Potensi Ancaman Kebebasan Berekspresi Dalam Pasal-Pasal Makar

Rkuhp.2017. Aliansi nasional Reformasi KUHP. institute for criminal justice reform ICJR.

Yayasan Tifa. Jakarta. 2017. Hal 6-7. 11Ibid

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

5

Penulis menyadari bahwa anak merupakan generasi yang akan

menggantikan para pemimpin dimasa yang akan datang, namun berbeda

halnya jika seorang anak melakukan makar terhadap suatu pemerintahan

baik dalam kemanan negara maupun terhadap negara sahabat. Dalam

KUHP tidak dijelaskan secara khusus mengenai bagaimana jika seorang

anak dijatuhi pidana (hukuman) sebagai pelaku kejahatan makar. KUHP

menyebutkan dalam pasal 46 ketentuan-ketentuan penjatuhan sanksi

pidana terhadap anak.12

Anak merupakan harapan bangsa apabila sudah sampai saatnya akan

menggankan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan negara,

dengan demikian anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidak

salah dalam hidupnya kelak. Baik pemerintah maupun non

pemerintahan memiliki kewajiban untuk secara serius memberi

perlindungan dan perhatian terhadap pertumbuhan perkembangan

seorang anak.13

Sehingga dibentuk undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang

perlindungan anak dimana dalam Pasal 1 angka 2 menentukan bahwa:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan

martabat kemanusiaan.”14

Melihat undang-undang tersebut bahwa anak harus tetap dilindungi baik

anak sebagai korban maupun sebagai pelaku.

Definisi batasan usia anak di dalam peraturan perundang-undangan

Indonesia sangat bayak, dalam KUHP sendiri terdapat dalam pasal 45

12 Lihat pasal 46 KUHP Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang

Peraturan Hukum Pidana 13 Maidin Gultom. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan,

Bandung. PT Refika Aditama. Hal 68. 14Ibid. Hal 70

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

6

menyebutkan batas usia anak adalah 16 tahun,15akan tetapi berbeda dengan

undang-undang nomor 23 tahun 2014 terdapat dalam pasal 1 angka 1

bahwa :

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.16

KUHP Thailand sendiri menyebutkan seorang anak adalah yang

berumur 17 tahun, hal ini tertuang dalam pasal 76 yaitu :17

Section 76 : “Any person out of seventeen years but not out of

twenty years of age commits an act as prescribed by the law to be an

offence, if the Court to deem expedient may reduce the scale of the

punishment as provided for such offence by one-third or a half.”(

Pasal 76: “Setiap orang yang berumur tujuh belas tahun tetapi tidak

diatas dua puluh tahun melakukan suatu tindakan yang ditetapkan

oleh undang-undang sebagai suatu pelanggaran, Pengadilan dapat

mengurangi skala hukuman yang diberikan untuk pelanggaran

tersebut, sepertiga atau setengahnya).

Akan tetapi jika suatu anak melakukan perbuatan Makar maka ini

adalah suatu yang tidak seharusnya dilakukan, akan sangat bahaya dan

merugikan negara karena seharusnya anak yang akan menjadi generasi

penerus untuk negara yang lebih baik justru melakukan tindakan makar.

Secara garisbesarnya makar yang dilakukan oleh anak sebagai

pelaku utama belum pernah terjadi di Indonesia. Akan tetapi dalam

putusan perkara Nomor 38/Pid.B/2011/PN.Wmn. di Pengadilan Negeri

Wamena. Terdapat kasus dimana salah seorang dari 6 pelaku adalah

seorang anak Nama lengkap Pdt. ALI YIKWA alias ALI WENDA dengan

usia 14 tahun sesuai dengan tanggal lahir yaitu 27 Februari 1996 dan

15 Lihat pasal 45 KUHP Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang

Peraturan Hukum Pidana 16 Lihat pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 23 tahun 2012 tentang perlindungan anak 17 Lihat pasal 76 Thailand Criminal Code 2549 (2003)

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

7

Terdakwa ditangkap pada tanggal 20 November 2010. YIKWA alias ALI

WENDA melakukan tindak pidana ”Makar” sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam pasal 106 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

dan dijatuhi sanksi sama dengan orang dewasa. Hal ini menjadi

permasalahan baru yang mengakibatkan hilangnya hak-hak dan

perlidungan kepada anak. Sehingga perlu adanya perbandingan dengan

negara lain guna melakukan pembaharuan hukum yang lebih baik.18

Dalam penulisan ini membahas mengenai perbandingan hukum

pidana KUHP Indonesia dan KUHP Thailand tentang tindak pidana makar,

“Barda Nawawi Arief berpendapat perbandingan hukum adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum (pidana) dari dua

atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan metode

perbandingan.”19Dalam hal ini sudah jelas ada dua bentuk sistem hukum

yang berbeda akan dibandingkan yaitu negara Thailand dengan sistem

pemerintahan monarki kostitusional dan Indonesia dengan sistem

pemerintahan presidensil.

Sistem Hukum Kontinental berkembang di Eropa Daratan sehingga

sering juga disebut Sistem Hukum Eropa Kontinental. Negara-

negara yang menganut sistem ini seperti Perancis (sebagai negara

terdahulu yang menganut) kemudian menyebar diluar itu, karena ada

jajahan Perancis seperti Afrika, Indo China dan Spanyol. Namun ada

juga negara yang menganut sistem ini, seperti Jepang dan Thailand,

walaupun tidak karena dijajah Perancis. Sementara Indonesia

sebagian besar sistem hukumnya menganut sistem ini karena bekas

Jajahan Belanda20

18Putusan perkara Nomor 38/Pid.B/2011/PN.Wmn. di Pengadilan Negeri Wamena 19Soerjono Soekanto. 1989.Perbandingan Hukum, Bandung. Melati. Hal.131. 20 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2013.Hal. 232.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

8

Sehingga penulis sangat sependapat dengan thesis Putra dkk dengan

judul Perbandingan Pelaksanaan Ketentuan Pidana Mati Menurut Hukum

Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Thailand bahwa perbandingan

hukum dilakukan pada negara yang mempunyai dasar sistem hukum yang

sama, penerapan hukum yang akan diadopsi pun akan lebih mudah.21

Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum

perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya bahwa perbandingan hukum

bukanlah hukum seperti hukumperdata, hukum pidana, hukum tata negara

dan sebagainya22, melainkan merupakan kegiatan memperbaindingkan

sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain.Yang

dimaksudkan dengan memperbandingkan di sini ialah mencari dan

mensinyalir perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan dengan

memberi penjelasannya dan meneliti bagaimana berfungsinya hukum dan

bagaimana pemecahan yuridisnya di dalam praktek serta faktor-faktor non-

hukum yang mana saja yang mempengaruhinya.

“Dalam usaha penyusunan KUHP baru Indonesia, kita tidak dapat

mengisolasi diri dari pengaruh luar karena KUHP akan berlaku pula bagi

orang asing yang ada di Indonesia. Begitu juga dibutuhkan kerjasama antar

negara dalam pemberantas kejahatan lintas negara dan global.”23

Ketentuan dan pelaksanaan pidana makar di Indonesia perlu dilakukan

21Putra, Rezie Novian and Karo, Lidia Br. and Eryke, Herlita (2014) Perbandingan

Pelaksanaan Ketentuan Pidana Mati Menurut Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana

Thailand. Undergraduated thesis, Universitas Bengkulu. 22Ibid 23 Jur. Andi Hamzah. 2009. Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara edisi ke 3

cetakan ke 2. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 3.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

9

Kajian Komparatif antara Hukum Pidana Indonesia dan Thailand serta

untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur dan pemidanaan tindak pidana

makar oleh anak sehinggga muncul suatu kepastian, keadilan maupun

kemanfaatan hukum sehingga dapat melihat kebaikan dan kelemahan

ketentuan mengenai pidana makar pada masing-masing negara. Ini perlu

dilakukan dalam rangka mencari suatu solusi yang lebih baik mengenai

metode pemidanaan dalam pelaksanaan pidana makar oleh anak serta

bagaimana seharusnya ketentuan dan pelaksanaan pidana makar oleh anak

Indonesia di masa yang akan datang.

Hal inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk

membandingkan sistem hukum pidana menurut KUHP Indonesia dan

KUHP Thailand yang nantinya penulis berharap dengan perbandingan ini

akan memunculkan suatu titik atau kesimpulan yang baik, sehingga

memunculkan suatu gagasan baru mengenai bagaimana seharusnya tindak

lanjut kasus makar terutama yang dilakukan oleh anak. Sehingga penulis

membuat judul penulisan “PERBANDINGAN UNSUR-UNSUR DAN

ANCAMAN PIDANA (HUKUMAN) DALAM TINDAK PIDANA

MAKAR TERHADAP KEUTUHAN WILAYAH NEGARA

KESATUAN REPUBLIK INDONESIA BAGI PELAKU ANAK (Studi

Perbandingan Pasal 106, 110 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

Tentang Peraturan Hukum Pidana dan Section 113, 114 Criminal Code

Thailand dan sistem peradilan pidana anak Indonesia dan Thailand).”

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

10

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbandingan unsur-unsur pasal 106, 110 KUHP Indonesia

pada tindak pidana makar Terhadap Keutuhan Wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan section 113, 114Criminal Code

Thailand pada tindakan pemberontakan terhadap keutuhan wilayah

kerajaan Thailand yang dilakukan oleh anak?

2. Bagaimanasistempemidanaananak pada pelanggaranpasal 106,110

KUHP dan section 113,114 Criminal Code menurutundang-undang

nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan

Juvenile and family court and procedure act 2553 (2010) Thailand

(sistem pemidanaan pada putusan)?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahuiperbandingan unsur-unsur tindak pidana makar

Terhadap Keutuhan Wilayah Negara yang dilakukan oleh anak

menurut KUHP Indonesia dan KUHP Thailand.

2. Untuk mengetahui sistem sanksi pidana tindak pidana makar menurut

undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana

anak di Indonesia dan Juvenile and family court and procedure act

2553 (2010) Thailand kepada anak sebagai pelaku terutama pada

bagian putusan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

11

D. Kegunaan Penulisan

1. Bagi akademik

Penulis berharap dengan adanya penulisan ini menjadi

pengembangan lebih lanjut dalam mengkaji mengenai tindak pidana

makar sehingga nantinya akan menjadi acuan para akademisi untuk

lebih menelaah mengenai tindak pidana ini terutama jika dilakukan

oleh anak.

2. Bagi penulis

Dengan adanya penulisan hukum ini, penulis dapat memperoleh

pengetahuan, wawasan baru dan penunjang ilmu pengetahuan

mengenai tindak pidana makar, sehingga penulis yang merupakan

calon sarjana hukum dapat mengaplikasikan hal tersebut di masyarakat

guna memasifkan peraturan perundang-undangan tentang makar oleh

anak tersebut.

3. Bagi masyarakat

Adanya Penulisan hukum tersebut penulis berharap dapat

memberikan informasi mengenai bagaimana tindak pidana makar

menurut KUHP Indonesia dengan KUHP Thailand yang pelakunya

adalah seorang anak. sehingga dapat mengantisipasi terjadinya Tindak

pidana tersebut dimasa yang akan datang.

E. Manfaat Penulisan

Dalam hal kasus makar sudah banyak terjadi Di Indonesia sehingga

penulis berharap dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis yaitu :

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

12

1. Penulis berharap hasil penulisan hukum ini dapat memberikan

kontribusi bagi ahli hukum dan para pembuat aturan perundang-

undangan.

2. Mengembangkan peraturan-peraturan yang sudah ada mengenai tindak

pidana Makar dengan cara membandingkan dengan negara lain

sehingga memperoleh undang-undang baru yang baik dan masif

sehingga dapat di aplikasikan di Indonesia.

3. Memperoleh pengetahuan, wawasan baru dan penunjang keilmuan

mengenai kejahatan makar yang dilakukan oleh anak dikemudian hari

sehingga menjadi acuan dalam memberikan pemidanaan yang sesuai

dengan tujuan hukum.

F. Metode Penulisan

Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan ini penulis menggunakan jenis penelitian

dengan pendekatan yuridis normatif yakni pendekatan undang-undang

(statute Aprroach), pendekatan perbandingan (comparatif

aprroach)dan pendekatan konseptual (konceptual Aprroach), yaitu :

a. Pendekatan undang-undang (statute Aprroach)

Pada pendekatan ini menggunakan pendekatan regulasi dan

legislasi yaitu produk perundang-undangan Beshikking/ decree

yang merupakan suatu keputusan yang diterbitkan oleh pejabat

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

13

administrasi yang bersifat konkret dan khusus. Sehingga penulis

menggunakan pendekatan terhadap pasal 106 dan 110 KUHP

Indonesia undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan

Hukum Pidana, danUndang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang

peradilan anak dan ThailandCriminal CodeB.E. 2547 (2003).24

b. Pendekatan perbandingan (comparatif aprroach)

Pada pendekatan ini menggunakan studi perbandingan

hukum, dimana menurut Gutteridge perbandingan hukum

merupakan suatu metode studi dan penelitian Hukum. penulis

dalam pendekatan ini membandingkan hukum suatu negara dan

dengan negara lain yaitu hukum negara Indonesia dan hukum

negara Thailand. 25

c. Pendekatan konseptual (konceptual Aprroach)

Pendekatan ini dilakukan karena belum ada aturan Hukum

untuk permasalahan yang dihadapi dengan merujuk pada doktrin-

dontrin hukum yang berkaitan dengan penulisan.26

2. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan oleh penulis yaitu bahan

hukum primer, sekunder dan tersier, yaitu sebagai berikut :

24Peter Mahmud Marzuki. 2016. Penelitian Hukum Edisis Revisi. Surabaya.

Prenadamedia Grup. Hal. 136 25Ibid. Hal, 172 26 Ibid. Hal, 177

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

14

a. Bahan Hukum Primer

Adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif/

peraturan perundang-undangan yang di komparatifkan yaitu :

1) KUHP Indonesia undang-undang Nomor 1 Tahun 1946

Tentang Peraturan Hukum Pidana;

2) Criminal CodeB.E. 2547(2003) Thailand;

3) Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan

pidana anak.

4) Juvenile and family court and prosedure act B.E. 2553 (2010)

b. Bahan hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder yang digunakan penulis adalah

berupa buku-buku yang berkaitan dengan topik penulisan, jurnal

yang berkaitan dengan topik penulisan dan hasil penelitian atau

hasil kegiatan Ilmiah dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh

dari ensiklopedi, kamus hukum, Glossary dan lain-lain yang dapat

mendukung penulisan ini.

3. Tekhnik pengumpulan bahan Hukum :

Dalam tehnik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini

adalah Studi dokumen dan Studi pustaka, yang akan dikumpulkan

berdasarkan topik dan pembahasan penulisan ini. Bahan hukum yang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

15

diperoleh dari studi dokumen ini berupa peraturan perundang-

undangan yaitu KUHP Indonesia dan Criminal Code Thailand dan

peraturan-peraturan lain yang mendukung dalam penlisan ini, selain itu

dan studi pustaka menggunakan hasil penulisan sebelumnya baik

berupa jurnal maupun skripsi, serta artikel ilmiah yang mendukung

dari penulisan ini. Guna menjawab setiap permasalahan penulisan

yang lebih baik dan sistematis

4. Tekhnik analisa Bahan Hukum :

Analisa bahan Hukum dalam penulisan Hukum yang normatif

adalah analisa isi, analisa perbandingan, analisa kesesuaian dan analisa

keselarasan. Adapun dalam penulisan ini penulis akan

mengkomparatifkan atau membandingkan kedua peraturan sesuai topik

pembahasan dengan sajian yang mudah di pahami, dibaca dan

dimengerti yaitu dengan metode deskriptif kualitatif dan menarik

kesimpulan secara indukti yaitu menyajikan secara khusus dan

menguraikan secara umum serta di bantu dengan penafsiran Hukum.

Diantaranya penafsiran pasal-pasal dan undang-undang dalam KUHP

seperti tindak pidana makar terhadap keutuhan wilayah negara

kesatuan Republik Indonesia, pemidanaan anak dan penafsiranyang

mendukung penulisan ini, seperti :27

27 Afif Khalid. 2014. Penafsiran Hukum Oleh Hakim Dalam Sistem Peradilan Di

Indonesia. Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014. Hal

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46745/2/BAB I.pdf · Sedangkan Istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiritelah jelas kiranya

16

1. Teori penafsiran teleologis (what does the articles would like to

achieve by the formulated text)

Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau formulasi

kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan jangkauannya.

2. Penafsiran sistematis

Penafsiran sistematis merupakan penafsiran menurut sistem

yang ada dalam rumusan hukum itu sendiri (systematische

interpretative). Penafsiran sistematis juga dapat terjadi jika naskah

hukum yang satu dan naskah hukum yang lain, di mana keduanya

mengatur hal yang sama, dihubungkan dan dibandingkan satu sama

lain.

3. Penafsiran menurut arti kata atau istilah (taalkundige interpretasi)

Penulis akan mencari arti kata dalam undang-undang dengan

cara membuka kamus bahasa atau pendapat-pendapat para ahli

bahasaarti kata atau istilah yang terdapat dalam KUHP baik

Indonesia maupun Thailand dan undang-undang yang mengatur

tentang pemidanaan anak.

4. Interpretasi Komparatif

Menafsirkan dengan cara membandingkan dengan berbagai

sistem hukum yang dibahas pada penulisan ini yaitu menafsirkan

perbandingan KUHP Thailand dan Indonesia sesuai topik

pembahasan.