bab i pendahuluan i.1 latar belakang...

80
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintah sebagai subsistem pemerintah daerah sebagai subsitem pemerintah negara dimaksudkan untuk meningkatakan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan mayarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi mayrakat, dan pertanggung jawababn kepada masyarakat. Mengingat luasnya kewenangan daerah dalam pemerintahan, maka pada masa yang akan datang, daerah dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih besar dari kemampuan yang dimiliki saat ini. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan berbagai bidang pemerintahan, termasuk bidang kelembagaan, personil, keuangan, peralatan dan sebagainya. Oleh karena itu, seharusnya dilakukan Pemerintahan Daerah adalah mengembangkan kelembagan agar mampu melaksanakan perannya semakin besar dan mengingat secara efektif, efisien dan akuntabel. Sesuai dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR1999 tentang Garis Besar Haluan Negara, bahwa

Upload: dinhkhanh

Post on 04-Mar-2018

222 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya

nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang

bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintah sebagai

subsistem pemerintah daerah sebagai subsitem pemerintah negara dimaksudkan

untuk meningkatakan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah

dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan mayarakat

berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi mayrakat, dan pertanggung

jawababn kepada masyarakat.

Mengingat luasnya kewenangan daerah dalam pemerintahan, maka pada

masa yang akan datang, daerah dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih

besar dari kemampuan yang dimiliki saat ini. Kemampuan tersebut mencakup

kemampuan berbagai bidang pemerintahan, termasuk bidang kelembagaan,

personil, keuangan, peralatan dan sebagainya. Oleh karena itu, seharusnya

dilakukan Pemerintahan Daerah adalah mengembangkan kelembagan agar

mampu melaksanakan perannya semakin besar dan mengingat secara efektif,

efisien dan akuntabel.

Sesuai dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor IV/MPR1999 tentang Garis Besar Haluan Negara, bahwa

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

2

kebijakan umum pembagian daerah diarahkan pada upaya untuk bertanggung

jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat kebijakan umum lainya

diarahkan pada upaya mempercepat pembangunan daerah yang efektif dan kuat

dengan memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga

terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi

daerah.

Otonomi daerah telah melalui perjalanan panjang, sejak dikumandangkan

proklamasi kemerdekaan republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ketentuan

yang mengatur Otonomi Daerah telah termuat dalam UUD 1945 Pasal 18.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan

peraturan Perundang-Undangan yang mengatur penyelenggaraan Pemerintah

didaerah antara lain UU.No 1 tahun 1945, UUNo 2 Tahun 1948, UU No.1 Tahun

1957, Panpes No.6 Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, dan UU No. 5 Tahun

1947 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Namun sesuai dengan

perkembangan lingkungan strategis baik internasional regional maupun nasional

UU Nomor 5 Tahun 1974 tidak sesuai lagi dengan tuntunan perkembangan

kehidupan bangsa sehingga diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan Daerah. Undang-undang pajak daerah terus mengalami

perubahan sesuai dengan perkembangan hingga sekarang Undang-undang

yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, Otonomi Daerah ditetapkan secara utuh pada daerah

Kabupaten dan Daerah Kota, yang diselenggarakan atas dasar Otonomi yang

luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan demikian Daerah Kabupaten dan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

3

kota memiliki kewengangan yang utuh kecuali dibidang Pertahanan, Keamanan,

Peradialan, Politik Luar Negeri dan Moneter serta kewenagan lainya yang diatur

oleh Peraturan Perundangan yang tinggi.

Oleh karena itu untuk mendukung penyeleggaraan otonomi daerah

diperlukan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan

antara pusat dan dearah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka

perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar

desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat,

dan pembangunan, maka pemerintah suatu negara pada hakekatnya

mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi alokasi yang meliputi, antara lain,

sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat.

Fungsi distribusi meliputi antara lain, pertahanan-keamanan, ekonomi dan

moneter. Namun dalam pelaksanaan perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang

berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga

fungsi dimaksudkan sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-

dasar perimbnagan keuanagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi daerah

adalah tersedianya sumber-sumber penerimaan keuanagan daerah yang

memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. Kemampuan

keuangan pemerintah daerah akan menentukan kapasitas pemerintah daerah

dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintah yaitu melaksanankan pelayana

publik (publik service function), dan melaksanakan pembanguanan (development

function).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

4

Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah, yang

diharapkan dapat membantu pembiyaan dareah untuk melaksanakan

otonominya, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

disamping penerimaan yang berasal dari pemerintah berupa subsidi / bantuan.

Sumber pajak daerah tersebut diharapkan menjadi sumber pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan daerah untuk

meningkatakan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Kemampuan pajak daerah yang dimilki setiap daerah merupakan salah

satu indikator kesiapan pemerintah daerah dalam berotonomi daerah. Oleh

karena itu perolehan pajak daerah diarahkan untuk meningkatakan PAD yang

digunakan untuk menyelenggarakan otonomi dareah yang secara konseptual

diharapkan memiliki kemampuan nyata dan bertanggung jawab. Tuntunan

kemampuan nyata ini diharapkan bersumber dari kemampuan menyiasati

penerimaan pajak daerah melalui upaya-upaya yang dapat dilakukan sehingga

terjadi peningkatan dari waktu kewaktu.

Kabupaten Tana Toraja sebagai daerah otonomi dalam melaksanakan

pembanguanan, menganut azas desentralisasi yang diwujudkan dalam bentuk

prakarsa baik dalam menentukan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan segi

pembiayaan maupun perangkat pelaksanaannyaApabila dilihat dari segi

penerimaan Pajak Daerah. Di Kabupaten Tana Toraja dalam rangka

pemanfaatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk melaksanakan Otonomi

Daerah masih mengalami kendala utama khususnya dalam menggali

Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Hotel dan Restoran.

Salah satu pajak yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan

penerimaannya adalah Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Namun kenyataan pajak

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

5

tersebut selama ini tidak pernah mampu mencapai target yang ditetapkan. Salah

satu faktor yang dianggap memberi pengaruh terhadap kondisi demikian adalah

belum optimalnya pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran

berdasarkan yang ada dan yang bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan

dan kondisi yang terdapat di Kabupaten Tana Toraja. Serta masih lemah dan

kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh aparatur petugas pajak di

Kabupaten Tana Toraja.

Kontribusi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran masih sangat minim. Ini

dapat dilihat dari lima tahun terakhir persentase kontribusi Pajak Hotel dan

restoran hanya dibawa 10%.

Dalam realisasi penerimaan pajak tersebut besarnya pajak dareah untuk

tahun anggaran 2006 yaitu sebanyak Rp.3.981.421.364,- pajak Hotel

Rp.59.913.339,- hanya memberi kontribusi sebesar 1,50%, sedangkan pajak

restoran Rp.63.375007,- memberi kontribusi 1,59%. Pada tahun 2007 pajak

daerah sebesar Rp.2.025.869.477,- pajak hotel memberi kontribusi sebesar 6,2%

yaitu sebesar Rp.125.797.627,- sedangkan pajak restoran sebesar 7,56% yaiutu

sebesar Rp.153.294.960,-. Pada tahun 2008 pajak daerah sebesar

Rp.2.148.471.095,- kontribusi pajak hotel sebesar 8,66% persen yaitu

Rp.186.073.180,- sedangkan pajak restoran 9,97% yaitu sebesar

Rp.214.284.718,-. Pada tahun 2009 mengalami penurunan pajak daerah setelah

adanya pemekaran Kabupaten Tana Toraja. Ini juga berpengaruh pada

pendapatan Pajak Hotel dan Restoran. Pada tahun 2009 Pajak Daerah hanya

mencapai Rp.1.788.539.524,- kontribusi pajak hotel 4,02% yaitu sebesar

Rp.71.912.545,- sedangkan pajak restoran 6,96% yaitu sebesar

Rp.124.598.238,-. Pada tahun 2010 pajak daerah mengalami penurunan menjadi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

6

Rp.627.094.067,- kontribusi pajak hotel sebesar 5,97% yaitu sebesar

Rp.37.481.435,- sedangkan pajak restoran Rp.100.552.705,-.

Padahal jika dilihat dari Hotel/Penginapan yang sebanyak 13 buah dan

restoran/rumah makan yang berjumlah 19 buah yang terdapat di Kabupaten

Tana Toraja pada dasarnya cukup memberi kontribusi terhadap pendapatan dan

penerimaan pajak daerah. Namun karena belum dikelolah secara optimal baik

dari perhitungan potensi yang dimiliki, pelaksanaan pemungutan, serta

pengawasan terhadap pemungutan Pajak Hotel dan Restoran itu sendiri maka

pendapatan dan penerimaan yang diperoleh kurang sesuai dengan potensi yang

ada. Selain itu, sistem dan aturan yang ada selama ini belum disesuaikan

dengan keadaan Pajak Daerah sehingga nampak pengelolahan belum mampu

memberi kontribusi yang diharapkan khususnya dalam peningkatan Pendapatan

Asli Daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten

Tana Toraja perlu memikirkan secara serius masalah-masalah yang erat

hubungannya dengan Pajak Hotel dan Restoran, dan berusaha melakukan

upaya demi mengoptimalkan peningkatan penerimaan pajak sehingga pajak

Hotel dan Restoran dapat memberi kontribusi yang besar dalam meningkatkan

Pajak Daerah secara khusus dan Pendapatan Asli Daerah secara umum.

Dari uraian masalah diatas maka penulis tertarik untuk membuat skripsi

dengan judul “Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Di

Kabupaten Tana Toraja”.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

7

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maslah yang telah dipaparkan terlebih dahulu,

maka penulis mengemukakan pokok permaslahan sebagai berikut:

1. Seberapa besar kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pajak

Daerah di Kab. Tana Toraja?

2. Sejauhmana pemanfaafan Potensi yang ada untuk meningkatkan Pajak

Hotel dan Restoran di Kab. Tana Toraja?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Hotel dan Restoran

terhadap Pajak Daerah di Kab. Tana Toraja.

2. Untuk mengetahui sejauhmana pemanfaafan potensi yang ada untuk

meningkatkan Pajak Hotel dan Restoran di Kab. Tana Toraja.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah :

a. Manfaat Akademik

Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana

bagaimana mengoptimalisasikan Pajak Daerah secara efektif dan

efisien dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

b. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

pemikiran kepada aparat Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tana

Toraja untuk meningkatkan pengelolahan pajak daerah sebagai sumber

pendapatan asli daerah.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka teori dan konsep-konsep kunci yang dikembangkan

dalampenelitian ini adalah dianalisis secara deskriptif untuk memberikan

gambaran mengenai upaya – upaya yang dilakukan unit pelayanan pada Dinas

Pendapatan daerah Kabupaten Tana Toraja, khususnya dalam hubungannya

dengan administratif dan teknis pelayanan pajak daerah.

Melalui kerangka teori yang dibangun dan dikembangkan pada bab II ini

penulis mengutip beberapa teori dan konsep yang dianggap relevan dengan

fokus permasalahan penelitian, untuk dijadikan acuan perumusan dan

pemecahan masalah pada pembahasan selanjutnya.

II.1.1. Pengertian Optimalisasi

Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas

pengertian optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S.

poerdwadarminta ( 1997 :753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah hasil

yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian

hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien”.

Optimalisai banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua

kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Menurut

Winardi (1996 : 363) Optimaslisai adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya

tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha, Optimalisasi adalah usaha

memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan yang diinginkan

atau dikehendaki.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

9

Dari uraian tersebut diketahui bahwa optimalisasi hanya dapat

diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara efektif dan efisien. Dalam

penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil

secara efektif dan efisien agar optimal. Dengan kata lain pencapaian tujuan

diharapkan mampu berhasilguna dan berdayaguna. Untuk itu dalam

pembahasan ini, akan dikemukakan pengertian dan efisiensi terlebih dahulu.

a. Efektifitas

The Liang Gie (1991 : 53 ), memberikan pengertian Efektivitas sebagai

berikut :

Efektivitas adalah Perbandingan terbalik antara input dan output, antara keuntungan dan biaya, antara hasil pelaksanaan dengan sumber- sumber yang dipergunakan seperti halnya juga hasil maksimum yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas, dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan dengan apa yang harus diselesaikan.

Pada pengertian tersebut, input yang dimaksudkan adalah semua

sumber yaitu sarana dan prasarana yang digunakan organiasi untuk mencapai

tujuan.

Kamus istilah Manajemen, Koemaruddin (1991 : 83 ), dikemukakan

bahwa : “Efektivitas adalah Pencapaian sasaran menurut perhitungan terbaik

mengenai suasana dagang dan kemungkinan daripada Laba”.

Efektivitas sebagaimana dikemukakan oleh LAN RI (1984 : 13 ), adalah:

“Mencapai hasil sepenuhnya seperti yang benar-benar diinginkan, setidak-

tidaknya berusaha mencapai hasil semakasimal mungkin”.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

10

Lebih jelas pengertian Efektivitas yang dikemukakan oleh Parieta

Westera (1991: 109) sebagai berikut: “ Keadaan atau berhasilnya suatu suatu

kerja yang dilakukan oleh manusia dan memberikan guna yang diharapkan”.

Jadi efektivitas dilihat dari hasil pekerjaan yang dilakukan dengan

manfaat yang diberikan bagi organisasi. Efektivitas itu sendiri dapat dilihat dari

efek dan akibat yang dikehendaki untuk menjadi suatu kenyataan. Yang tentu

saja dilakukan dengan kemampuan maksimal yang dimiliki oleh seseorang yang

merupakan komponen penting dalam organisasi.

Pengertian efektivitas tersebut nampak lebih luas dan memiliki kriteria

yang beragam pula dalam memandang efektivitas, yaitu dapat sudut ekonomi,

phsykoligis, psikologi dan sosial. Dan secara jelas memberikan suatu standar

korelasi yang dapat menentukan hasil akhir dari kegiatan dan efektifitas juga

digunakan sebagai standar nilai apabila dilakukan dengan dengan sepenuh

kemampuan yang ada sebagai unsur peningkatan yang ada sebagai unsur

peningkatan presatasi kerja dan produktivitas kerja secara maksimal dalam

menjangkau aspek yang diinginkan secara kolektif.

Efektivitas dalam hubungannya dengan dengan optimalisasi peningkatan

penerimaan Pajak Daerah diharapkan agar sistem dan prosedur pemungutan

bisa berjalan dan berlangsung dengan baik, itu harus dilihat dari sistem yang

digunakan serta prosedur pelaksanaan pemungutan juga jadwal pemungutan

dan pengawasan harus ditetapkan secara teratur agar menghasilkan penerimaan

pajak yang tinggi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

11

b. Efisiensi

Disamping efektivitas, keberhasilan organiasasi juga perlu didukung

dengan efisisensi. Adapun pengertian Efisiensi menurut Ibnu Syamsi (1994:3),

adalah sebagai berikiut :

Efisiensi adalah perbandingan antara hasil rill yang dicapai seseorang dengan standar hasil minimumnya. Apabila hail rill itu diatas standar minimum yang telah ditetapkan, berarti kerjanya efisien. Apabila hasilnya sama dengan standar hasil yang katakan berarti kerjanya normal. Tetapi apabila hasilnya rill itu berada dibawah standar minimum, berarti kerjanya tidak efisien.

Sedangkan Fandy Tjiptono (1998:4) mengemukakan pengertian Efisiensi

sebagai berikut : “efesiensi merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan

dengan jasa, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.

Hal ini dikemukakan juga oleh Malayu S.P.Hasibuan (1996:165) yang

mengatakan bahwa : “ Efesisen adalah perbandingan antara output dengan input

atau perbandingan manfaat dengan biaya’.

Mengacu pada beberapa pengertian diatas maka efesiensi harus dilihat

dari keberhasilannya minimal sesuatu tolak ukur yang ada yaitu segi

pengorbanan riil yang diberikan dengan standar pengorbanan maksimum. Untuk

itu, standar harus ditetapkan dengan cermat, berdasarkan hasil normal dari :

a. Pengalaman-pengalaman yang banyak

b. Percobaan berkali-kali

c. Menggunakan perkiraan untuk hal-hal yang sulit diukur.

Efesiensi dalam hubungannya dengan optimalisasi peningkatan

penerimaan pajak Pajak Daerah sangat ditentukan oleh beberapa jumlah biaya

yang diperlukan dan dikeluarkan sebagai biaya pungut dan penggunaan jumlah

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

12

petugas pemungutan pajak, juga ketersediaan sarana dan prasarana yang

digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemungutan pajak tersebut agar bisa

mencapai hasil pajak yang tinggi sehingga bisa berdayaguna.

Berdasarkan uraian di atas, maka optimalsasi terhadap suatu kegiatan

adalah merupakan gambaran dari wujud efisiensi dan efektivitas yang

dilaksanakan dan sangat berkaitan erat, karena optimalisasi kegiatan tidak akan

terwujud apabila efisiensi dan efektivitas tidak dapat diwujudkan terlebih dahulu.

II.1.2 Teori Pajak Daerah

Setelah sumber pendapatan daerah dapat dikenai pajak, maka perlu juga

dipertimbangkan apakah suatu pajak telah didapat secara efektif digali,

dikenakan, dinilai atau dipungut tersebut maupun administrasi oleh Pemerintah

Daerah. Teori development from below, berpendapat bahwa orang akan lebih

bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah dari pada kepada

Pemerintah Pusat kareana mereka dapat secara mudah melihat manfaat

langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988).

Berlandaskan teori tersebut maka, dapat diidentifikasikan beberapa

permasalahan dalam administrasi pajak Daerah. Pertama, apakah Pemerintah

daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakan suatu pajak

secara efektif dan adil. Karena pengenaan pajak daerah yang adil membutuhkan

pengadministrasian data pajak yang akurat. Pengadministrasian data pajak yang

efektif akan memudahkan masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini akan

mendorong meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kedua,

apakah Pemerintah Daerah kemampuan administrasi efektif atas suatu pajak.

Hal ini sangat penting, dalam rangka transparansi pengelolahan dana yang

berasal dari pajak.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

13

Teori development from below, yang dikemukakan tersebut menunjukkan

bahwa masyarakat lebih cenderung mau membayar pajak karena kedekatannya

dengan manfaat yang diperoleh dari membayar pajak tersebut. Orang akan lebih

bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada

Pemerintah Pusat merupakan hal yang logis karean Pemerintah Daerah juga

lebih dekat jika dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang kadang mereka

tidak dapat melihat manfaat langsung secara mudah dalam pembangunan

didaerah mereka.

Semakin rendah tingkat pemerintahan maka semakin dekat hubungan

antara rakyat dengan pemerintahnya, sehingga mereka yang mengenakan pajak

dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekatan inilah,

dasar pengenaan pajak dan tarif pajak jadi rendah tingkat keadilannya. Untuk itu

Pemerintah Daerah harus memiliki Tanggung jawab atas penilaian atau

pemungutan suatu pajak. Pemerintah Pusat mungkin lebih baik dalam

melaksanakan atau membantu dalam pengenaan pajak atau pemungutan suatu

pajak daerah.

Ada dua faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tanggung jawab

pengenaan pajak yaitu:

a. Tingkat kemampuan dan ketersediaan tenaga kerja terampil di daerah

yang dibutuhkan sebagai tenaga pelaksana administrasi perpajakan

didaerah

b. Sejauh mana kedekatan pemungut pajak dengan wajib pajak daerah atau

desakan politis terhadap keadilan dan ketegasan dalam proses

pemungutan pajak daerah.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

14

Selain tanggung jawab pengenaan pajak penetapan dan pemungutan

pajak harus didukung dengan sistem pengawasan yang efisien. Keterlambatan

dalam membayar pajak seringkali dikenakan dengan tindakan mengenakan

denda dalam bentuk persentase atau jumlah pajak yang terutang.

II.1.3 Pajak Daerah

Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup

dalam suatu negara berurusan dengan pajak sehingga masalah pajak juga

menjadi masalah keseluruhan rakyat negara tersebut. Dengan demikian setiap

orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala

permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai asas-asasnya,

jenis-jenis pajak yang berlaku, tata cara pembayaran pajak serta hak dan

kewajiban sebagai wajib pajak.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Tahun 2008 Tentang Otonomi Daerah (Bab VIII

pasal 157) , dan mengalami perubahan yang sekarang menjadi Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah

agar daerah dapat melaksanakan otonominya yaitu mampu mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri, disamping penerimaan yang berasal dari

pemerintah berupa subsidi/ bantuan, bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sumber

pendapatan daerah tersebut dapat diharapkan menjadi sumber pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, dan juga

kegiatan kemasyarakatan didaerah untuk meningkatkan dan memeratakan

kesejahteraan rakyat.

Banyak ahli pajak dalam bidang perpajakan memberikan pengertian yang

berbeda-beda mengenai pajak namun memiliki inti dan tujuan yang sama.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

15

Penegertian Pajak antara lain yang dikemukakan oleh Rocmat Soemitro

(Mardiasmo, 1997:1) sebagai berikut :

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Sedangkan Andriani (Brotohardjo, 1982:2) mengemukakan pajak adalah :

Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang, oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat pretasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan negara menyelenggarakan pemerintahan.

Selanjutnya Usman, dan Subroto (1980 : 16 ) mengemukakan pajak

adalah:

Pajak diartikan sebagai Pungutan yang dilaksanakan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan kepada pembayaran sedangkan dalam pelaksanaannya dimana tidak dapat dipaksakan.

Pajak sebagaimana dinyatakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997

yang kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000

dan mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa pajak

merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dan

peran pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pajak juga merupakan

penarikan atas sumber daya ekonomi oleh pemerintah kepada warga negara

yang digunakan untuk melaksanakan tugas Pemerintah atau melayani

kepentingan masyarakat.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

16

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam

Pajak terdapat Unsur-Unsur sebagai berikut :

a. Pajak dipungut oleh Negara berdasarkan kekuatan Undang-Undang

atau Peraturan Hukum lainya.

b. Pajak dipungut tanpa ada kontra prestasi yang secara langsung dapat

dipungut.

c. Hasil pungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran

penyelenggaraan negara.

d. Pajak sebagai sumber keuangan negara dan berfungsi juga sebagai

pengatur.

Mardiasmo (1997 : 3), dilihat dari tujuannya, pemungutan pajak

mempunyai dua macam fungsi yaitu fungsi budgtair (keuangan) dan fungsi

mengatur.

Fungsi budgetair adalah Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi mengatur adalah pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.

Pajak digolongkan menjadi Pajak Pusat dan Daerah. Pajak Pusat atau

Pajak Negara digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan

secara nasional sedangkan Pajak Daerah digunakan untuk membiayai urusan

rumah tangga dalam rangka pelaksanaan otonomi.

Ada beberapa pendapat mengenai Pajak Daerah antara lain

dikemukakan oleh :

Rocmad Sumitro (Mardiasmo 1997:13) mengartikan Pajak Daerah

sebagai berikut : “Pajak lokal atau Pajak Daerah ialah pajak yang dipungut oleh

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

17

daerah-daerah swantara, seperti propinsi, kotapraja, kabupaten dan

sebagainya”.

Menurut Azhari A. Samudra (1995:61) : “Pajak Daerah adalah pungutan

daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan

rumah tangga sebagai Badan Hukum Publik”.

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah sebagai berikut :

Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang- undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembagunan daerah.

Sedangkan menurut Machfud ( 1992:39), Pajak Daerah adalah:

Pungutan Daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumahtangganya sebagai badan hukum publik. Sebagai suatu pungutan daerah, pajak daerah ditarik dari warga masyarakat yang memiliki persyaratan tertentu. Agar dalam pelaksanaan pungutan tersebut dapat berjalan lancar, maka berdasarkan peraturan perundang-undangan diatur mengenai tata cara, obyek, subyek, tarif dan sebagainya.

Pajak dikategorikan sebagai sumber pendapatan daerah yang sangat

penting untuk memantapkan pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis,

serasi, dan bertanggung jawab.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Pajak daerah ialah :

1. Iuran wajib kepada daerah.

2. Dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

18

3. Pembiayaan tidak mendapat imbalan jasa langsung.

4. Hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum daerah.

Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan pembangunan dan

penyelenggaraan pemerintahan juga kegiatan kemasyarakatan terdiri dari

Pendapatan Asli Daerah dan Lain-Lain yang Sah. Pajak sebagai salah satu

sumber Pendapatan Asli Daerah sangat diharapkan memndukung pelaksanaan

otonomi daerah.

Sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34

Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah

Perlu dan harus menyusun dan menata kembali Peraturan-Peraturan Daerah

(Perda) yang sesuai dengan jiwa Undang-Undang tersebut dengan melihat

situasi dan kondisi didaerah. Sedangkan untuk memperjelas mengenai Pajak

Daerah yang merupakan slah satu komponen paling penting dalam memberikan

kontribusi yang besar bagi PAD dikemukakan sebagai berikut :

Jenis-jenis Pajak Daerah, antara lain sebagai berikut:

a. Pajak Daerah Propinsi

1. Pajak Kendaran Bermotor

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

3. Pajak Bahan Bakr Kendaraan Bermotor

4. Pajak Air Permukaan

5. Pajak Rokok

b. Pajak Dareah Kabupaten/Kota

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

19

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

7. Pajak Parkir

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung Walet

10. PBB Perkotaan dan Pedesaan

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Teori-teori yang mendukung mengenai Pajak Daerah menurut Nick Devas

(1999:63) antara lain :

Teori yang menyatakan bahwa 3 (tiga) tujuan pokok yang hendak dicapai

dalam sistem Pajak Daerah yaiutu sebagi berikut:

1. Menyederhanakan sistem pajak daerah untuk mewujudkan sistem pajak

yang lebih adil.

2. Menaikkan penerimaan pajak daerah, agar daerah tidak terlalu

tergantung pada bantuan dari pemerintah pusat dengan berusaha

menggali potensi sumber-sumber pajak dan daerah yang baru.

3. Wewenag pemerintah daerah yang sangat luas menetapkan tarif pada

daerah agar penerimaan dari hasil pajak lebih meningkat.

Adapun teori mengenai tolak ukur dalam menilai Pajak Daerah ada 5

(lima) yaiutu :

1. Hasil (Yield) dari suatu pajak daerah, apakah sudah memadai hasilnya,

dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya juga dari

perbandinagan hasil pajak dengan biaya pungut yang dikeluarkan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

20

2. Keadilan (Equity) dalam arti harus benar beban dari tarif pajak dan

kewajiban membayar harus jelas dan adil

3. Memiliki daya guna ekonomi (Economic Efficiency) pajak yang hendaknya

bisa mendorong penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam

kehidupan ekonomi.

4. Kemampuan dalam melaksanakan suatu pajak (Ability to Implement)

dimaksudkan bahwa pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut

kemauan politik dan kemauan tata usaha.

5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah dalam mengumpulkan

dana (Suitability as a Loacal Revenue Source) yang berarti harus jelas

kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat

memungut pajak harus sama dengan tempat akhir beban pajak.

II.1.4. Pengertian Pajak Hotel dan Restoran

1. Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :

“ Pajak Hotel yang selanjutnya disebut pajak adalah Pungutan Daerah atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istrahat dan memperoleh jasa pelayanan dan fasilitas lainnya termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelolah dan dimiliki oleh pihak yang sama dengan dipungut bayaran, kecuali untuk perkantoran dan pertokoan.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 5 Tahun 2009

tentang Pajak Hotel, pasal (1) ayat (7) bahwa pajak hotel yang selanjutnya

disebut pajak adalah Pungutan Daerah atas pelayanan hotel. Lebih lanjut pada

ayat (8) dinyatakan bahawa Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi

orang untuk dapat menginap atau istrahat dan memperoleh jasa pelayanan dan

fasilitas lainnya termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelolah dan dimiliki

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

21

oleh pihak yang sama dengan dipungut bayaran, kecuali untuk perkantoran dan

pertokoan. Pada ayat (9) dinyatakan bahwa subyek pajak adalah orang atau

pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah, wajib pajak adalah orang

pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan

daerah diwajibkan melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk

pemungutan atau pemotongan pajak tertentu.

2. Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah

Kabupaten Tana Toraja Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran, sebagai

berikut :

“ Pajak Restoran yang selanjutnya disebut pajak daerah adalah pungutan Daerah atas pelayanan restoran. Restoran atau Rumah Makan adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau ketering.”

Jadi Objek Pajak yang dipungut dalam Pajak Hotel dan Restoran adalah

setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran baik di Hotel dan

Restoran. Yang meliputi fasilitas penginapan misalnya cottage., motel, wisma,

losmen, dan rumah penginapan. Juga pelayanan penunjangan antara lain biaya

telepon, faksmail, telex, fotocopy, pelayanan cuci dan setrika dan pengangkutan

lainya, juga fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan atau yang

dikelolaholeh hotel. Juga jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau

pertemuan hotel, dan perjamuan makanan dan atau minuman ditempat yang

disertai dengan fasilitas penyantapannya.

Adapun yang termasuk dengan Subyek Pajak (SP) adalah orang pribadi

atau badan yang melakukan pembayaran pembayaran atas pelayanan hotel dan

restoran.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

22

Jadi wajib Pajak Hotel dan Restoran (WP) adalah pengusaha hotel dan

atau restoran. Pajak Hotel dan Restoran dipungut oleh daerah tempat hotel dan

atau rumah makan atau restoran berlokasi. Adapun dasar Pengenaa Pajak

(DPP) adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan restoran

dipungut 10% dari pembayaran yang dilakukan oleh orang atau pribadi atau

badan atas jasa hotel.

Dengan optimalisasi peningkatan penerimaan pajak hotel dan restoran

dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilaksanakan dengan melihat potensi

yang ada dan yang bisa dikembangkan melalui jumlah hotel dan restoran dan

berusaha mengoptimalkan pelaksanaan pemungutan melalui sistem dan

prosedurnya, pengembangan jumlah petugas pemunguan pajak juga sarana dan

prasarana yang mendukung kelancaran pelaksanaan pemungutan serta

optimalisasi pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan pemungutab

Pajak Hotel dan Restoran melalui pengawasan langsung dan tidak langsung

untuk mencapai peningkatan realisasi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran

yang tinggi.

II.1.4.1. Pengertian Potensi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poewadarminta

(1997:92) mengemukakan bahwa : “Potensi diartikan sebagai Kemampuan”.

Sedangkan Alwi M. Dahlan (1989 : 42) merumuskan : “Kemampuan

melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang memuaskan baik berupa

barang atau jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat”.

Jika dikaitkan dengan Pendapatan Asli Daerah maka potensi adalah

suatu kesanggupan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan kegiatan kemasyaraktan di

Page 23: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

23

daerah dalam pencapaian tujuan negara. Kesanggupan yang dimaksudkan yaitu

kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh daerah, atau dapat pula diartikan

sebagai kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh setiap daerah. Serta dapat

pula diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan daerah untuk

menghasilkan dana dalam keadaan seratus persen berdasarkan sumber daya

yang ada. Dimana potensi diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi daerah yang ditujukan untuk peningkatan kemajuan pembangunan

daerah.

Menurut Nick Devas (1999:143), ada tiga tolak ukur yang bisa dilihat

dalam mengukur petensi suatu daerah sebgai dasar dalam pengenaan suatu

Pajak Daerah, yaitu sebagai berikut:

1. Uapaya Pajak : mengukur kemampuan membayar pajak yang telah

ditetapkan secara objektif. Pengukuran yang lazim digunakan adalah

Produk Domesti Regional Bruto (PDRB) namun hal ini tidak dapt

diterapkan karena ada beberapa keberatan: pertama, PDRB mungkin

murni mencerminkan pendapatan bersih daerah tetapi biasanya sebagian

besar pendapatan bersangkutan mungkin jatuh ketangan pengusaha

yang tidak tinggal di daerah itu; kedua, tidak semua kegiatan ekonomi

disuatu daerah mudah dibebani pajak karena harus disesuakan dengan

kondisi yang ada didaerah yang tidak memungkinkan dikanakan pajak;

ketiga, data PDRB itu sendiri meragukan. Dimana ukuran ini berpijak

pada anggapan pemerintah daerah memiliki wewenang mengenakan

Pajak dan menetapkan tarif pajak. Sehingga secara otomatis tingkat dan

besar signifikasi kurang bisa prediksikan secara jelas berkaitan dengan

kurang akuratnya data tersebut.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

24

2. Hasil Guna: mengukur sejauh mana hubungan yang bisa dilihat antara

hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak tersebut dengan

beranggapan bahwa semua Wajib Pajak membayar pajak masing-masing

dan menghitung masing-masing. Sehingga mampu meningkatkan

penerimaan pajak yang bisa berhasil guna agar daerah mampu

berkembang sesuai potensi yang ada.

3. Daya Guna ; dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan

untuk menutup biaya memungut pajak bersangkutan. Daya guna juga

akan lebih besar bila biaya pungut ditekan serendah mungkin terhadap

hasil pajak.

Dalam hubungannya dengan optimalisasi penerimaan Pajak Daerah yaitu

bagaimana mengoptimalisasikan sasaran pemasukan Pajak Daerah, didasarkan

pada potensi pajak tersebut sebagai sumber penerimaan daerah untuk

membangun dan mengembangkan daerah menjadi sebuah daerah yang maju.

II.1.3.2. Pengertian Pemungutan

Dalam rangka optimalisasi peningkatan Pajak Daerah yang perlu

diperhatikan adalah pelaksanaan sistem dan prosedur pemungutan dan yang

dilakukan, karena bagaimana pun tingginya kesadaran masyarakat namun jika

pemungutannya tidak dilaksanakan dengan baik maka upaya tersebut tetap tidak

akan mampu mewujudkan suatu tingkat penerimaan pajak seperti yang

diharapkan. Adapun pengertian pemungutan itu sendiri dikemukan oleh Soelarno

(1999:111) adalah : “Suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data

obyek dan subyek sampai dengan kegiatan penagihan pajak kepada Wajib pajak

serta pengawasan penyetorannya”. Dari rumusan pengertian tersebut dapat

diartikan sebagi “Rangkaian kegiatan untuk pelaksanaan pengenaan”.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

25

1. Sistem dan Prosedur

Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem atau tata cara adalah rangkain tata

kerja yang saling berkaitan, kemudian membentuk kebulatan pola kerja (suatu

totalitas) dalam rangka pelaksanaan bidang kerja, dengan kata lain pemungutan

pajak adalah kegiatan mengenakan pajak sesuai dengan pola kerja yang

ditetapkan.

Akan tetapi dalam pedoman petugas organisasi dan metode kerja yang

diterbitkan oleh lembaga administrasi negara didefenisikan sebagai berikut:

a. Sistem (sistem kerja) adalah suatu rangkaian daripada tata kerja dan

prosedur kerja yang kemudian membentuk suatu kebulatan pola teratur

dalam rangka melaksanakan suatu bidang pekerjaan.

b. Prosedur (Prosedur Kerja) adalah rangkaian daripada tatakerja yang

berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya suatu urutan

tahap serta jalan yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian

sesuatu bidang pekerjaan.

Demikian pula pada DPPKAD sebagai sebuah organisasi / kantor tidak

terlepas dari sebuah prosedur kerja administrasi perkantoran dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sebagaimana Moenir (1980:108) berpendapat

bahwa:

Sistem dan Prosedur merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan tugas / pekerjaan, tetapi juga dalam bidang perkantoran daripada bidang lain. Sebab didalam kegiatan perkantoranlah sistem dan prosedur dibuat atau diciptakan, untuk digunakan dalam langkah kegiatan.

Pada penjelasan Lain Moenir (1980:49) menambahkan bahwa “sebagai

pusat administrasi, maka perkantoran akan menghasilkan (keluaran_output)

sesuatu biasanya dalam wujud kertas, yang sangat didambakan oleh semua

Page 26: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

26

orang yang berkepentingan, seluruh proses administrasi yang dilakukan dalam

perkantoran adalah proses layanan yang dikeluarkannya tertuju pada organisasi,

kelompok atau instansi lain”.

Jika dipahami secara sederhana semestinya target selalu terpenuhi,

karena pajak daerah dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Artinya jauh lebih mudah dibanding pendapatan lain misalnya retribusi daerah

yang memerlukan imbal jasa langsung , jika hal tersebut dilihat dari tata cara

pemungutannya.

Untuk memahami lebih jauh tentang prosedur pemungutan pajak daerah

sesuai Peraturan Daerah, adalah sebagai berikut:

1. Tata cara penetapan dan pemungutan pajak daerah yaitu:

a. Penetapan pajak daerah berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan

SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

b. Dalam hal SPTD tidak dipenuhi oleh wajib pajak sebagaimana

mestinya maka diterbitkan SKPD secara jabatan.

c. Bentuk dan isi tata cara penerbitan SKPD atau Dokumen lain

yangditetapkan oleh Kepala Daerah.

d. Pemungutan Pajak Daerah tidak dapat dialihkan pada pihak ketiga

atau diborongkan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah.

2. Tata cara pembayaran Pajak Daerah:

a. Pembayaran Pajak Daerah dilakukan di Kas Daerah atau ditempat

lain yang ditunjukkan sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan

menggunakan SKPD, SKPD jabatan dan SKPD tambahan.

b. Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk maka

hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-

Page 27: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

27

lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang telah ditentukan Oleh

Kepala Daerah.

c. Pembyaran Pajak Daerah Harus dilunasi sekaligus.

d. Kepala Daerah atau pejabat yang ditentukan dapat memberi izin

kepada wajib pajak terutang untuk mengangsur pajak terutang dalam

jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggung

jawabkan.

e. Tata cara pembayaran penyetoran Pajak Daerah ditetapkan Oleh

Kepala Daerah.

f. Kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dapat mengizinkan wajib

pajak yang menanda pembayaran pajak yang menunda pembayaran

pajak sampai batas waktu yang ditentukan dan memenuhi

persyaratan yang ditentukan dengan alasan yang dapat

dipertanggung jawabkan.

g. Pembayaran pajak dalam perda diberikan tanda bukti pembayaran.

h. Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

i. Bentuk, jenis , isi ukuran tanda bukti pembayaran pejak ditetapkan

oleh Kepala Daerah.

3. Tata cara penagihan pajak daerah:

a. Pengeluaran surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang

sejenis sebagaimana awal tindakan pelaksanaan penagihan Pajak

Daerah dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

b. Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal surat teguran,

surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak daerah

harus melunasi pajak daerah yang terutang.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

28

c. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain sejenis dikeluarkan

oleh pejabat yang ditunjuk.

d. Bentuk dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan

penagihan pajak daerah ditetapkan oleh kepala daerah.

Mardiaso (1997:8) menyebutkan ada 3 (tiga) bentuk sistem Pemungutan

Pajak yaitu :

1. Official Assesment System, adalah memberikan wewenang kepada

Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang pada

wajib pajak.

Ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Wewenag untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak (SKP)

oleh fikus.

2. Self Assesment System, adalah sistem pemungutan yang memberikan

wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak

yang terhitung.

Ciri-cirinya sebagai berikut:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib

pajak sendiri.

b. Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyettor dan

melapor sendiri pajak yang terutang.

c. Fikus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

Page 29: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

29

3. With Holding System, adalah sistem pemungutan yang memberikan

wewenag kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya : wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada pihak ketiga yaitu pihak selain fikus dan wajib pajak.

Berdasarka Peraturan Pemerintah Repoblik Indonesia Nomor 19 Tahun

1997 tentang pajak Daerah ada 4 (empat) cara pemungutan pajak yaitu :

a. Pajak dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak.

b. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan

menggunkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang

dipersamakan.

c. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan

menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan

Pajak Daerah Kurang Bayar dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah

Kurang Bayar Tambahan.

d. Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding sebagai

dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

2. Petugas Pemungutan Pajak

Petugas pemungutan pajak dalam hal hal ini adalah oang-orang yang

ditetapkan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang untuk

Page 30: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

30

melakukan penagihan/ pemungutan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Tana

Toraja.

Aspek yang perlu dikaji dalam hal ini menyangkut pemungutan pajak,

kemampuan dan motivasi petugas pajak dalam hal melakukan kegiatan

pemungutan Pajak, berdasarkan sistem dan prosedur yang ditetapkan di

Kabupaten Tana Toraja. Disini sangat diperlukan penambahan jumlah aparat

petugas pemungut pajak. Selain itu dalam pengembangan indikator ini perlu

ditingkatkan motivasi serta pengetahuan dan kemampuan petugas pemungut

pajak agar tugas yang dibebankan mampu dilaksanakan dengan baik dan

berhasil.

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana diyakini sangat berperan dalam meningkatkan

penerimaan Pajak Daerah. Sarana dan Prasarana yang merupakan faktor

penunjang yang sangat penting dalam mendukung kelancaran proses

pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Dalam hal ini kendaraan baik kendaraan

roda dua (motor), atau pun kendaraan roda empat (mobil) sebagai alat

transportasi sangat diperlukan karena letak lokasi objek pajak saling berjauhan

yang apabila pelaksanaan pemungutanya tidak dilengkapi oleh sarana tersebut

maka akan menambah beban biaya pungut semakin besar. Dan ketetapan waktu

pelaksanaan pemungutan tidak sesuai dengan yang direncanakan dan dengan

sendirinya akan mengurangi penerimaan pajak tersebut. Ketersediaan sarana

dan prasarana sangat penting perannya dalam pencapaian tujuan suatu usaha

dalam hal ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

31

Dari segi sarana dan prasarana dengan melihat sifatnya, maka pajak

daerah lebih banyak membutuhkan sarana berupa formulir-formulir, surat-surat

penetapan dan surat-surat lainya.

Hal ini sejalan dengan penekanan Moenir (1995:119), yang menyatakan

bahwa peran sarana dan prasarana, sebagai berikut :

a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat

menghemat waktu.

b. Meningkatkan produktivitas, baik barang maupun jasa.

c. Kualitas kerja lebih baik atau terjamin.

d. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi oang-orang yang berkepentingan.

e. Ketetapan susunan dan stabilitas ukuran terjamin.

f. Lebih mudah, sederhana dalam gerak para pelakunya.

g. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan

sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.

Sarana dan prasarana kerja yang baik dan tersedia tentunya akan

memberikan pengaruh yang berarti bagi pelaksanaan pemungutan dan kegiatan

lain yang terkait dengan optimalisasi peningkatan Pajak Daerah di Kabupaten

Tana Toraja.

II.1.3.3. Pengertian Pengawasan

LAN (1994 : 145), memberikan pengertian pengawasan yaitu:

Kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai kebijaksanaan instruksi, rencana dan ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

32

Pengawasan (Controlling) sebagai salah satu fungsi manajemen

dimaksudkan untuk menjaga/menjamin ketetapan pelaksanaan agar sesuai

dengan kegiatan, rencana, pelaksanaan kebijakan dan tujuan serta prosedur

yang telah ditetapkan, diciptakan agar pelaksanaannya menjadi efektif dan

efisien.

Pengawasan pada pokoknya adalah tindakan untuk memastikan bahwa

sumber dana dalam organisasi baik manusia maupun peralatan (sarana dan

prasarana) dapat didayagunakan dengan baik sesuai tujuan. Tindakan yang

dimaksud adalah berupa pengecekan terhadap hasil karya apakah telah sesuai

dengan rencana atau tidak. Dan selanjutnya LAN (2002:83) mengemukakan

bahwa peran pengawasan adalah untuk pencapaian keberhasilan dan kemajuan

organisasi. Dengan demikian suatu suatu pengawasan dapat meluruskan

penyimpangan-penyimpangan yang yang terjadi didalamkegiatan organisasi,

secara langsung pengawasan bertujuan untuk :

1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan

perintah.

2. Menerbitkan koordinasi kegiatan-kegiatan

3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan

4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang

dihasilkan.

5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap pimpinan organisasi.

Ruang lingkup pengawasan antara lain :

1. Produknya secara kualitatif dan kuantitatif

2. Sumber-sumbernya, uang, bahan, peralatan, tenaga kerja dan waktu.

3. Kebijaksanaan-kebijaksanaan.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

33

Prinsip-prinsip pengawasan, antara lain:

1. Objektif dan menghasilkan fakta

2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan yang terjamin dalam :

a. Tujuan yang ditetapkan.

b. Rencana kerja yang ditentukan

c. Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang gariskan.

d. Perintah yang diberikan.

e. Peraturan yang ditetapkan.

Berdasarkan subyek melakukan pengawasa, dapat dikemukakan 4

(empat) macam pengawasan (LAN, 1997:126)

1. Pengawasan melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap

pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.

2. Pengawasan fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

aparat yang tugas pokoknya, melakukan pengawasan seperti

3. Pengawasan legislatif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

lembaga perwakilan rakyat baik dipusat maupun di daerah.

4. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

masyarakat seperti yang termuat dalam media massa.

Menurut Malau S.P. Hasbuan (1994:139) mengemukanan bahwa :

“proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan

manajemen”, dengan menggunakan 2 (dua) macam teknik yaitu :

1. Pengawasan Langsung (direct control)

2. Pengawasan tidak Langsung (indirect control)

1. Pengawasan Langsung (direct control)

Page 34: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

34

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara

pribadi oleh pimpinan organisasi atau pengawasan yang dijalankan mbaik

dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “ on the spor”

ditempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari

pelaksana, hal ini dilakukan dengan inspeksi. Akan tetapi karena banyak dan

kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan terutama dalam organisasi yang

besar, seorang pemimpin tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan

langsung. Karena itu sering pula harus melakukan pengawasan yang bersifat

tidak langsung.

2. Pengawasan Tidak Langsung

Yang dimaksud pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari jarak

jauh. Pengawasan ini diadakan atau dilakukan dengan mempelajari atau melalui

laporan-laporan yang diterima dari pelaksana/ bawahan baik berbentuk laporan

lisan maupun tertulis. Kelemahan pengawasan ini bahwa sering para bawahan

hanya melaporkan hal-hal yang positf saja. Dengan maksud untuk

menyenangkan pimpinan saja, sehingga pimpinan tidak mengetahui keadaan

yang sesungguhnya. Akibatnya ia akan mengambil kesimpulan yang salah.

Kesimpulan ialah bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan

baik apabila hanya tergantung pada laporan saja. Oleh karena itu pengawasan

langsung dan tidak langsung harus digabungkan dengan atau dalam melakukan

fungsi pengawasan. Dimana hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh

pimpinan dalam pengambilan keputusan, hal ini bertujuan:

1. Menghasilkan atau meniadakan kesalahan, penyimpanan,

penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

35

2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpanan,

penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.

3. Mencari-cari lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai

tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi

Dalam pelaksanaan optimalisasi peningkatan penerimaan Pajak Daerah

di Kabupaten Tana Toraja diperlukan pengawasan langsung dan tidak langsung

secara intensif dan teratur supaya tidak terjadi penyalagunaan wewenang dan

KKN antara aparat petugas pemungut Pajak yang terhitung.

II.2. Defenisi Oprasional

Yang dimaksud dengan Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah dalam

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tana Toraja adalah

segala usaha dan kegiatan mengenai efesien dan efektifitas, potensi dan

pengawasan untuk mencapai tujuan dengan hasil maksimal dalam rangka

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ada pun sub-sub sistem yang mempengaruh pembiayaan daerah dalam

rangka dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD adalah sebagi

berikut:

1. Optimalisasi

Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi

optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan

efisien”.

Dari uraian tersebut diketahui bahwa optimalisasi hanya dapat

diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara efektif dan efisien. Dalam

penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil

Page 36: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

36

secara efektif dan efisien agar optimal. Dengan kata lain pencapaian tujuan

diharapkan mampu berhasilguna dan berdayaguna. Untuk itu dalam

pembahasan ini, akan dikemukakan pengertian dan efisiensi terlebih dahulu.

2. Potensi

Jika dikaitkan dengan Pendapatan Asli Daerah maka potensi adalah

suatu kesanggupan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan kegiatan kemasyaraktan di

daerah dalam pencapaian tujuan negara. Kesanggupan yang dimaksudkan yaitu

kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh daerah, atau dapat pula diartikan

sebagai kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh setiap daerah. Serta dapat

pula diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan daerah untuk

menghasilkan dana dalam keadaan seratus persen berdasarkan sumber daya

yang ada. Dimana potensi diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi daerah yang ditujukan untuk peningkatan kemajuan pembangunan

daerah.

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana diyakini sangat berperan dalam meningkatkan

penerimaan Pajak Daerah. Sarana dan Prasarana yang merupakan faktor

penunjang yang sangat penting dalam mendukung kelancaran proses

pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Dalam hal ini kendaraan baik kendaraan

roda dua (motor), atau pun kendaraan roda empat (mobil) sebagai alat

transportasi sangat diperlukan karena letak lokasi objek pajak saling berjauhan

yang apabila pelaksanaan pemungutanya tidak dilengkapi oleh sarana tersebut

maka akan menambah beban biaya pungut semakin besar. Dan ketetapan waktu

pelaksanaan pemungutan tidak sesuai dengan yang direncanakan dan dengan

Page 37: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

37

sendirinya akan mengurangi penerimaan pajak tersebut. Ketersediaan sarana

dan prasarana sangat penting perannya dalam pencapaian tujuan suatu usaha

dalam hal ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak.

4. Pengawasan

Pengawasan (Controlling) sebagai salah satu fungsi manajemen

dimaksudkan untuk menjaga/menjamin ketetapan pelaksanaan agar sesuai

dengan kegiatan, rencana, pelaksanaan kebijakan dan tujuan serta prosedur

yang telah ditetapkan, diciptakan agar pelaksanaannya menjadi efektif dan

efisien.

Pengawasan pada pokoknya adalah tindakan untuk memastikan bahwa

sumber dana dalam organisasi baik manusia maupun peralatan (sarana dan

prasarana) dapat didayagunakan dengan baik sesuai tujuan. Tindakan yang

dimaksud adalah berupa pengecekan terhadap hasil karya apakah telah sesuai

dengan rencana atau tidak. Dan selanjutnya LAN (2002:83) mengemukakan

bahwa peran pengawasan adalah untuk pencapaian keberhasilan dan kemajuan

organisasi. Pengawasan di bagi atas 2 (dua) yaitu:

a. Pengawasan Langsung.

b. Pengawasan Tidak Langsung.

II. 3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan judul penelitian dalam skripsi ini yaitu: Optimalisasi

Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Tana Toraja maka yang di maksud

Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah adalah pencapaian penerimaan pajak

daerah sesuai yang diharapkan yang bedampak pada peningkatan Pendapatan

Asli Daerah.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

38

Dalam rangka optimalisasi Peningkatan Pajak Daerah aspek yang sangat

penting untuk diteliti sebagai suatu pendekatan dalam memahami optimalisasi

Penerimaan Pajak Daerah terdiri dari Potensi Pajak Daerah, yang merupakan

suatu kondisi yang menggambarkan kekuatan/ kemampuan dari Pajak Daerah di

Kabupaten Tana Toraja, Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah yang

dilakukan melalui analisis yang mendalam terhadap sistem dan prosedur,

petugas pemungut pajak, serta sarana dan prasarana yang digunakan untuk

pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah, dan yang terutama adalah

Pengawasan baik berupa pengawasan langsung maupun tidak langsung, yang

dilakukan terhadap pemungutan Pajak Daerah di Kabupaten Tana Toraja.

Konsep ini dikutip dari Teori development From below yang dikemukakan

oleh Davey (1988).

Dari uraian Konsep diatas disimpulkan suatu Kerangka Pemikiran

Penelitian yaitu :

Page 39: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

39

Optimalisasi Penerimaan

Pajak Hotel dan Restoran

Kabupaten Tana Toraja

1. POTENSI

Jumlah

Hotel dan Restoran

2. Pemungutan :

a. sistem dan prosedur

b. jumlah petugas

c. sarana dan prasarana

Peningkatan Pajak

Daerah

3. Pengawasan:

1. Pengawasan

Langsung

2. Pengawasan

tidak

Langsung

Page 40: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

40

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode peneltian

deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan melalaui pengamatan untuk

mendapatkan keterangan-keterangan terhadap suatu masalah tertentu serta

untuk mendapatkan gambaran tentang pengelolahan pajak daerah dalam rangka

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tana Toraja.

Kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian ini, didasarkan

pada pertimbanagan bahwa metode ini dianggap sangat relevan dengan materi

penulisan skripsi, karena penelitian yang dilakukan hanya bersifat deskriptif, yaitu

menggambarkan apa adanya dari kejadian yang diteliti. Selain itu, guna

memperoleh data yang obyektif dan valid dalam rangka memecahkan

permasalahan yang ada.

III. 2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yang

dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih

(independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubunkan variabel satu

dengan variabel yang lain.

III.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di

Kabupaten Tana Toraja

III.4. Jenis Sumber Data

Page 41: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

41

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan cara.

Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip Lexi

J.Moeleong bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata

dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan

data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara

dari narasumber atau informasi yang dianggap berpotensi dalam

memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya dilapangan.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah sebagian data pendukung data primer dari

literature dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi atau

instansi dengan permasalahan dilapangan yang terdpat pada lokasi

penelitian berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan

penelitian.

III. 5. Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data dan informasi serta keterangan-keterangan bagi

kepentingan penulis, selanjutnya maka dalam penelitian ini peneliti

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :

1. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab secara langsung dengan informasi yang

telah ditetapkan sesuai dengan kapasitas, pengalaman, dan pengetahuan

masing-masing mengenai penerimaan pajak daerah. Wawancara ini dapat

dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui obsevasi.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

42

Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk wawancara berpedoman yaitu

dituntun oleh sejumlah yang telah disusun terlebih dahulu. Informasi selaku

subyek yang akan memberikan keterangan dan informasi tentang hal-hal

yang akan diteliti, ditujukan kepada :

a. Kepala Dinas Pendapatan Daerah : 1 Orang

b. Kepala Sub Bagian Keuangan : 1 Orang

c. Kepala Bidang Pendapatan : 1 Orang

d. Kepala Seksi Pajak : 1 Orang

e. Petugas Pemungut Pajak : 2 Orang

Jumlah : 6 Orang

2. Telaah Dokumen

Telaah dokumen yaitu mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku

referensi maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian

yang penulis lakukan. Telaah dokumen dilakuakan dengan jalan melakukan

penelusuran terhadap beberapa dokumen yang berkaitan dengan obyek

penelitian guna mendapatkan data sekunder yang akan digunakan dalam

menganalisis permaslahan, yaitu yang berhubungan dengan teori-teori,

undang-undang dan dokumen tentang penerimaan pajak daerah.

3. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan

optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Tana Toraja. Ini

dimaksudkan untuk memperoleh keterangan informasi yang dijadikan data

Page 43: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

43

yang akurat tentang hal-hal yang diteliti serta untuk mengetahui relevansi

antara jawaban responden dan informan dengan kenyataan yang ada.

III.6. Instrumen Penelitian

1. Pedoman Wawacara

Teknik yang diambil dalam pelaksanaan wawancara yakni berupa

wawancara berstruktur guna memperoleh data primer. Adapun yang menjadi

sasaran pengambilan data hanya dibatasi pada informan saja. Hal ini ditempuh

dengan memperhitungkan kemampuan dan waktu penulis.

2. Dokumen

Dokumen-dokumen yang akan diteliti adalah data-data yang

berhubungan dengan data optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran di

Kabupaten Tana Toraja

3. Observasi

Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Para peneliti hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta

mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui alat yang sangat canggih.

Kegiatan observasi dilakukan sebagai pembanding dengan data-

data yang diperoleh dengan melihat secara langsung proses Penerimaan

Pajak Daerah sambil memperoleh informasi melalui wawancara dan

mempelajari dokumen-dokumen yang ada.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

44

III.7. Analisis Data

Dalam penelitian ini mengenai Optimalisasi penerimaan Pajak Hotel dan

Restoran di Kabupaten Tana Toraja peneliti menggunakan teknik analisis data

kualitatif.

Menurut Bogdan dan Biken (1982), analisis data kualitatif adalah uapaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah – milah menjadi satuan yang dapat dikelolah, mensistesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Didalam melakukan analisis data penelitian mengacu kepada beberapa

tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman yang terdiri dari beberapa tahapan

antara lain :

1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang

compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan

untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data

yang diharapkan.

2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data

(transformasi data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dan

tidak sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian di lapangan.

3. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam

bentuk naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam

pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan

dalam tebel ataupun uraian penjelasan.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

45

4. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion

drawing/verivication), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi

yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan

dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang

pada catatan-catatan di lapangan sehingga data-data dapat diuji

validitasnya.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

46

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. 1. Sejarah Umum Kabupaten Tana Toraja

Sebelum menggunakan kata “Tana Toraja” pada mulanya terkenal

dengan nama “Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo”, yang mengandung

arti : “ Negara Dengan Bentuk Pemerintahan Dan Kemasyarakatannya

Merupakan Suatu Kesatuan Yang Bulat Bagaikan Bulan Dan Matahari”.

Kata Tana Toraja baru dikenal sejak abad ke XVII yaitu sejak Daerah ini

mengadakan Hubungan dengan beberapa daerah tetangga, yang dalam hal ini

kerajaan-kerajaan di dareah Bugis yakni : Bone, Sidenreng dan Luwu.

Adapun beberapa pendapat tentang arti kata Tana Toraja antara lain dari

Bahasa Bugis TO = Orang , RIAJA = dari Utara. Ada pula yang mengartikan

Tana Toraja berasal dari kata TO RIAJA yang berarti Orang dari Barat, anggapan

ini diberikan oleh orang-orang dari daerah Luwu, pada permulaaan abad ke XIX

yang pada saat itu penjajah mulai merentangkan sayapnya ke Daerah

Pedalaman Sulawesi Selatan.

Tahun 1906 pasukan penjajah tiba di Rantepao dan Makale melalui

Palopo. Saat tibanya kaum penjajah di Rantepao dan Makale tersebut maka

perlawanan gigih mulai dilancarkan oleh beberapa penguasa antara lain :

Pongtiku, Bombing, Wa’ Saruran dan Lain-lain yang menimbulkan cukup banyak

korban dipihak kaum penjajah.

Pemerintah Hindia Belanda mulai menyusun pemerintahannya yang

terdiri dari Distrik, Bua’, dan Kmpung yang masing-masing di pimpin oleh

Page 47: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

47

penguasa setempat (Puang, Parengenge’, dan Ma’ Dika). Setelah 19 tahun

Hindia Belanda berkuasa di dareah ini, Tana Toraja dijadikan sebagai

ONDERRAFDELING dibawah SEKFBERSTUUR Luwu Palopo yang terdiri dari

32 Landschaap dan 410 kampung dan sebagai controleuur yang pertama yaitu :

H.T. MANTING.

Pada tanggal 18 Oktober 1946 dengan besluit LTGG Tanggal 8 Oktober

1946 Nomor 5 (stbld. 1946 Nomor 105) Onderafdeling Makale/Rantepao

dipisahkan dari Swapraja yang berdiri sendiri dibawah satu pemerintahan yang

disebut Tongkonan Ada’.

Pada saat Pemerintahan bentuk serikat (RIS) Tahun 1946 Tongkonan

Ada’ diganti dengan suatu pemerintahan darurat yang beranggotakan 7 orang

dibantu oleh suatu badan yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI) yang

beranggotakan 15 orang.

Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan

Nomor 482, Pemerintah Daerah Darurat dibubarkan dan pada tanggal 21

Februari 1952 diadakan serah terima Pemerintah kepada Pemerintah Negeri

(KPN) Makale/Rantepao yaitu kepada Wedana Andi Achmad. Dan pada saat itu

wilayah yang terdiri dari 32 Distrik, 410 Kampung dirubah menjadi 15 Distrik dan

133 Kampung.

Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957 dibentuk

Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja yang peresmiannya dilakukan pada

tanggal 31 Agustus 1957 dengan Bupati Kepala Daerah yang bernama Lakitta.

Pada tahun 1961 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 2067 A, Administrasi Pemerintahan berubah

Page 48: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

48

dengan penghapusan Sistem Distrk dan Pembentukan Pemerintahan

Kecamatan.

Tana Toraja pada waktu itu terdiri dari 15 Distrik dengan 410 Kampung

berubah menjadi 9 Kecamatan dengan 135 Kampung, Kemudian dengan Surat

Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor

450/XII/1965 Tanggal 20 Desember 1965 diadakan Pembentukan Desa Gaya

Baru.

Berdasarkan petunjukkan Surat Gubernur Dareah Tingkat I Sulawesi

Selatan tentang Pembentukan Lembang Gaya Baru tersebut, ditetapkan Surat

Keputusan Bupati Tingkat II Tana Toraja Nomor 152/SP/IX/1967 tanggal 7

September 1967 tentang Pembentukan Lembang Gaya Baru dalam Kabupaten

Daerah Tinggakat II Tana Toraja yang terdiri atas 186 Kampung.

Berdasarkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1979 tentang Pemerintahan Lembang dan Peraturan Pelaksanaannya, dari 65

Lembang Gaya Baru tersebut berubah menjadi 45 Desa dan 20 Kelurahan.

Selanjutnya dengan Suarat Keputusan Bupati Daerah Tingkat II Tana Toraja

Nomor 169 Tahun 1983 tanggal 26 September 1983 dibentuk Dusun dalam

Lembang dan Lingkungan dalam Kelurahan. Pelaksanaan lebih Lanjut Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pemerintahan Lembang tersebut, dengan

1980 dari 65 Desa dan Kelurahan tersebut dibentuk lagi 18 Lembang. Persiapan

yang selanjutnya dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi

Selatan Nomor 168/XI/1982, 18 Desa Persiapan tersebut menjadi Desa Defenitif.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

49

Pembentukkan wilayah kerja Pembantu Bupati Dareah Wilayah Utara.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 1988

tanggal 26 September 1988, telah dibentuk sebuah wilayah kerja Pembantu

Bupati Daerah Wilayah Utara meliputi Kecamatan Rantepao, Kecamatan

Sanggalangi’ Kecamatan Sesean, dan Kecamatan Rindingallo. Dan selanjutnya

dengan Surat Keputusan Gubernur Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor

11002IX/1989 tanggal 11 September 1989 dari 63 tersebut dimekarkan lagi 8

Lembang Persiapan, yang selanjutnya denga Suarat Keputusan Gubernur

Daerah Tingakat I Sulawesi Selatan Nomor 769/VI/1991 Tanggal 20 Juni 1991

dari 8 Lembang Persiapan tersebut ditetapkan sebagai Lembaga Defenitif.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi

Selatan Nomor SK.78II/1995 Tanggal 6 Februari 1995 telah dibentuk 4(empat)

Perwakilan Kecamatan. Selanjutnya dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah

Tingakat I Sulawesi Selatan Nomor 954/XII/1998 Tanggal 14 Desember 1998

dibentuk lagi 2 Kecamtan Perwakilan.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi

Selatan Nomor Kpts 68/II/1995 tanggal 20 Februari 1995 dari 22 Kelurahan

Persiapan telah disahkan 15 kelurahan Persiapan menjadi Kelurahan Defenitif,

yang selanjutnya dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Sulawesi Selatan Nomor 442/1996 tanggal 17 September 1996 telah disahkan 7

kelurahan persiapan menjadi Kelurahan Defenitif.

Dari sejumlah Lembang/Kelurahan Defenitif tersebut dimekarkan lagi 104

Lembang Persiapan dan 10 Kelurahan Persiapan sesuai Surat Keputusan

Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 771/X/1996. Dengan Surat

Page 50: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

50

Keputusan Gubernur Tingkat Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor

771/X/1996 tanggal 9 Oktober 1996 dibentuk lagi 15 Lembang Persiapan.

Selanjutnya dengan Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi

Selatan Nomor 162/VII?1997 tanggal 31 Juli 1997 ke 104 Lembang Persiapan

disahkan menjandi Lembang Defenitif.

Dengan berlaunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perauran Daerah

Nomor 18 tahun 2000 tanggal 29 Desember 2000 maka 6 Kecamatan

Perwakilan menjadi Defenitif sehingga jumlah Kecamatan di Kabupaten Tana

Toraja 15 Kecamatan. Selanjutnya dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun

2001 tanggal 11 April 2001 maka dari 238 Lembang yang ada di Kabupaten

Tana Toraja.

Dengan demikian pembagian wilayah Pemerintahan Kabupaten Tana

Toraja terdiri dari 15 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 115 Lembang. Selanjutnya

melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2001 tentang perubahan pertama

Perda Nomor 18 Tahun 2000 tanggal 20 April 2001, Kabupaten Tana Toraja

terdiri dari 19 Kecamatan 27 Kelurahan dan 119 Lembang.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 8 Tahun

2004 tentang Perubahan kedua Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja

Nomor 18 Tahun 2000 tanggal 18 September 2004, Kabupaten Tana Toraja

terdiri atas 29 Kecamatan, 73 Kelurahan, dan 195 Lembang. Kemudian

mengalami perubhan kembali menjadi 40 kecamatan, 87 Kelurahan dan 223

Lembang, berdasarkan Peraturan Daerah Tana Toraja Nomor 6 tahun 2005

Page 51: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

51

tentang perubahan ketiga Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 18

Tahun 2000.

VI.2. Sejarah Terbentuknya BPKKD

Sebelum dibentuk Badan Pengelolahan Keuangan Dan Kekayaan Daerah

(BPKKD), sumber pendapatan Daerah ditangani oleh Dinas Pendapatan Daerah

(Dispenda), sedangkan Pengelolahan Keuangan Daerah ditangani oleh bagian

Keungan Sekretaris Daerah. Namun dengan adanya reformasi muncullah

Peraturan Daerah No.5 Tahun 2000 tentang Pembentukkan BPKKD. Adanya

Perda ini maka BPKKD mulai menangani penerimaan sumber-sumber

Pendapatan Daerah dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Pendapatan adalah semua peneriamaan rekening kas umum daerah,

yang menambah Ekuitas dana jangka pendek dalam periode tahun anggaran

yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah. Yang termasuk pendapatan

daerah yaitu : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbnagan, dan Dana

Daerah Yang Sah Lainya.

Pejabat yang pernah melaksanakan Tugas pada kantor Badan

Pengelolahan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) yaitu :

1. Bapak Drs. Tandirerung dari tahun 2001 s/d Oktober 2004.

2. Bapak Drs. Y.S Dalipang dari Oktober 2004 s/d September 2006.

3. Bapak Y Pabesak September 2006 s/d November 2006.

4. Bapak Ayub Toding Allo, SH.MH November 2006 sampai sekarang.

VI.3. VISI DAN MISI BPKKD

Visi merupakan a sense of direction/ pernyataan mengenai masa depan

organisasi yang realistik dan dapat dipercaya (Redible) sedangkan Misi

Page 52: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

52

merupakan artikulasi tujuan (Destination) yang harus dicapai yang akan

menjadikan suatu organisasi baik dan sukses.

VI.3.1. Pernyataan Visi

Dengan adanya pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan UU No.32

tahun 2004 yang bertujuan untuk meningkatkan peranan dan kesejahteraan

masyarakat yang lebih baik, maka untuk mencapai tujuan tersebut Badan

Pengelolahan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) menetapkan Visi :

“ Terwujudnya Pengelolahan Keuangan Daerah Berbasis Kinerja guna

Mendukung Pemerintahan dan Pembangunan Yang Bersih, Berkualitas,

profesional, dan Akuntable”.

VI.3.2. Pernyataan Misi

Misi pemerintahan Kabupaten Tana Toraja adalah mengoptimalkan

otonomisasi daerah melalui peningkatan kualitas pemerintah daerah yang

dititikberatkan pada pemberdayaan aparatur pemerintah, yang demokrasi dan

lebih dekat kepada masyarakat serta bebas dari praktek Kolusi, Korupsi, dan

Nepotisme (KKN) dengan menetapkan peraturan yang baik. Untuk maksud

tersebut Badan Pengelolahan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Tana

Toraja mempunyai Misi :

a. Meningkatkan Pendapatan Daerah

b. Meningkatkan Efesiensi dan Efektifitas Belanja Daerah.

c. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

d. Meningkatkan sarana dan Prasarana.

e. Meningkatkan pengendalian dan pengawasan Sumber-Sumber

Pendapatan Daerah.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

53

f. Meningkatkan Administrasi Pengelolahan Keuangan Daerah.

g. Meningkatkan Kinerja Pengalokasian Belanja Daerah secara Efesien,

Efektif, dan Transparan berdasarkan skala prioritas.

h. Meningkatkan Konsultasi terhadap sumber-sumber penerimaan

Keuangan Daerah.

VI.4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi dalam suatu intansi pemerintah merupakan unsur

penting bagi keberhasilan instansi, karena berhasilnya suatu instansi dapat

diukur dari sejauhmana mekanisme kerja dapat berjalan dengan efektif.

Struktur organisasi merupakan bagian penting dalam setiap organisasi

karena dalam struktur organisasi dijelaskan tugas dan tanggung jawab dari

masing-masing bagian.

VI.5. Rincian Tugas Fungsi dan Tata Kerja Kepala Badan, Sekretaris, Kepala

bidang, Kepala Sub Bagian, dan Kepala Sub Bidang pada BPKKD

VI.5.1. Tugas dan Fungsi Kepala Badan

a. Badan Pengelolahan Keuangan Daerah dipimpin oleh seorang kepala badan

yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam menyelenggarakan

pemerintahan kabupaten dalam lingkup pengelolahan keungan daerah.

b. Kepala Badan mempunyai funsi sebagai berikut :

1. Menyusun program kerja tahunan badan untuk dijadikan acuan kerja.

2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas dengan memberi

disposisi atau lisan agar pekerjaan berjalan dengan baik.

3. Memberi teladan staf kepada Bupati menyangkut kebijakan

pengelolahan keuangan daerah.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

54

4. Membantu pengendalian tugas Badan Pengelolahan Keuangan Daerah.

5. Merumuskan kegiatan teknis mengenai tugas-tugas yang diserahkan

bupati sesuai dengan peratturan perundang-undanagan yang berlaku

dengan memberi bimbingan/pembinaan untuk mencpai daya guna dan

hasil guna.

6. Melaksanakan penetapan besarnya pajak daerah dan retribusi daerah

dengan berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

7. Melaksanakan tugas pengendalian operasional dibidang pendpatan,

penetapan dan penangguhan pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan

asli daerah dan PBB.

8. Melaksanakan koordinasi dan pengawasan atas pekerjaan panagiahn

pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan asli daerah.

9. Menyusun/membuat laporan hasil pelaksanaan tugas badan pengelola

keuangan daerah sebagai badan pertanggungjawaban atau bahan

evaluasi.

10. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan.

VI.5.2. Uraian Tugas dan Fungsi Bidang Sekretariat

a. Tugas sekretariat adalah membantu kepala badan memberikan

pelayanan administrasi keuangana kepegawaian dan pelayana umum.

b. Fungsi Sekretariat :

1. Menyusun Program kegiatan sekretaris untuk dijadikan acuan kerja.

2. Membagi tugas bagi para sub bagian sesuai dengan tugas dan

disposisi agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

55

3. Melaksanakan pemantauan, pengendalian, dan pembinaan tugas

dilingkup sekretariat badan pengelolah keuangan daerah.

4. Membina dalam mengarahkan pelaksanaan tugas Sub Bagian

Keuangan, Sub Bagian Kepegawaian dan Umum, dan Sub Bagian

Program.

5. Melaksanakan pengelolaan surat masuk dan keluar.

6. Mengkoordinasi penyusunan rencana APBD dan perubahan APBD

serta perhitungan APBD.

7. Meneliti Kebenaran setiap naskah dinas yang keluar baik dari segi

prosedur bidang keuangan, perencanaan dan teknis administrsinya.

8. Menginventarisasikan permasalahan yang timbul dalam

melaksanakan tugas sekretaris sekaligus mencari upaa pemecahan

masalah.

9. Menyusun laporan pelaksanaan tugas sebagai bahan

pertanggungjawaban dan atau evaluasi

10. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan.

Dalam Bidang Sekretariat ada 3 Sub Bidang yaitu:

VI.5.2.1. Sub Bagian Penyusunan Program

a. Tugas Sub Bagian penyusunan program yaitu menyusun/ membuat program

kerja menyangkut seluruh unit dalam Badan Pengelolahan Keuangan dan

Kekayaan Daerah.

b. Fungsi Sub Bagian Penyusunan Program :

1. Menyusun program kerja tahunan untuk badan pengelolahan keungan

dan kekayaan daerah sebagai acuan kerja.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

56

2. Menyusun/ membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP).

3. Membuat laporan hasil pencapaian tugas sebagai bahan

pertanggungjawaban dan evaluasi.

VI.5.2.2. Sub Bagain Keuangan

a. Tugas Sub Bagian Keuangan adalah melakukan urusan pengelolahan dan

pertanggungjawaban keunagan.

b. Fungsi Sub Bagian Keuangan adalah :

1. Menyusun program kerja tahunan sub bagian keunagan untuk dijadikan

sebagai acuan kerja.

2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dbidang tugas dengan disposisi

atau lisan agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik.

3. Membuat Daftar Usulan kegiatan Daerah (DIKDA) Badan Pengelola

Keuangan Dareah.

4. Memberi petunjuk tentang pembuatan DUKDA/ DIKDA sesuai ketentuan

pada bendahara.

5. Memberi petunjuk kepada bendaharawan tentang pembuatan laporan

dan pertanggungjawaban keuanagan.

6. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan badan pengelola

keunagan dan kekayaan daerah secara berkala berdasarkan ketentuan

yang berlaku.

7. Menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan badan pengelola

keuangan dan kekayaan daerah secara berkala berdasakan ketentuan

yang berlaku.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

57

8. Memeriksa laporan pertanggungjwaban keuangan bendahara secara

berkala berdasarkan ketentuan yang berlaku.

9. Menginventarisasikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan

tugas sekaligus mencari upaya pemecahan masalah.

10. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas sebagai bahan

pertanggungjawaban dan atau bahan evaluasi.

11. Melaksanakan tugas kedinasan lain yangdiperintahkan oleh atasan

VI.5.2.3. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum

a. Tugas Sub Bagian Kepegawaian adalah membantu Sekretaris Badan

Pengelola Keuanagan dan kekayaan Daerah (BPKKD), membagi Tugas dan

memberi pentunjuk pada bawahan.

b. Fungsi Sub Bagian Kepegawaian adalah :

1. Menyusun program kerja tahunan sub bagian kepegawaian untuk

dijadikan sebagai acuan kerja.

2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang dan tugas agar

pekerjaan dapat berjalan dengan baik.

3. Membuat Daftar Urut Kepangkatan (DUK)

4. Membuat dan Menerbitkan keputusan kenaikan gaji berkala pegawai.

5. Menyusun laporan pelaksanaan tugas sub bagian kepegawaian sebagai

bahan pertanggungjawaban dan atau bahan evaluasi.

6. Melaksanakan tugas kedinasan yang diperintahkan oleh atasan

c. Tugas Sub Bagian Umum adalah membantu Sekretariat Pengelola

Keuanagan Daerah dalam hal penerbian administrasi pengadaan barang

inventaris/ peralatan kantor lainnya, mengelolah surat arsip dan mengolah/

mengurus urusan rumah tangga badan pengelola keungan daerah.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

58

d. Fungsi Sub Bagian Umum adalah :

1. Membuat program kerja sebagai acuan.

2. Menata sistem informasi data dan inventaris dan peralatan kantor lainya.

3. Menyusun laporan pelaksanaan tugas sub bagian umum sebagai bahan

pertanggungjawaban dan sebagai bahan evaluasi.

4. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang di[erintahkan atasan.

VI.5.3. Tugas dan Fungsi Bidang Anggaran

a. Tugas Bidang Anggaran adalah menyiapkan bahan perumusan kebijakan

dan pelaksanaan pembiyaan yang meliputi penyusunan Anggaran

Pendapatan, Anggaran Belanja, dan Anggaran Pembiayaan.

b. Fungsi Bidang Anggaran yaitu :

1. Menyimpan bahan perumusan kebijakab pembiyaan.

2. Melaksanakan penyusuna anggaran belanja dan pendapatan daerah.

3. Menyusun Nota keuangan.

4. Menyusun bahan pembinaan administrasi keungan.

5. Pembinaan Bendaharawan.

6. Menerbitkan Surat Surat Penyediaan Dana (SPD).

7. Mengesahkan Dokumentasi Pelaksanaan Anggaran. (DPA).

8. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Anggaran.

9. Pembinaan Pengelolaan Keuangan Lembaga dan Kelurahan.

10. Menyusun laporan pelaksanaan tentang tugas bidang anggaran sebagai

bahan pertanggungjawaban.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

59

VI.5.4. Tugas dan Fungsi Akuntansi dan Verifikasi

a. Tugas Bidang Akuntansi dan Verifikasi adalah menyiapkan bahan

perumusan kbijakan Akuntansi dan Verifikasi penerimaan dan Pengeluaran

Daerah.

b. Fungsi Bidang Akuntansi dan Verifikasi

1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan Akuntansi

2. Melaksankan penyusunan rencana Akuntansi dan Verifikasi

3. Menyusun pelaporan keuanagan.

4. Menlaksanakan pengendalian dan pengorganisasian serta verifikasi

pelaksanaan APBD

5. Menyusun bahan pembinaan pengelolaan utang/ piutang.

6. Menyusun laporan pertanggungjawaban sebagai bahan evaluasi.

VI.5.5. Uraian Tugas Dan Fungsi Bidang Kekayaan/ Aset

a. Tugas bidang Kekayaan/ Aset adalah menyiapkan bahan perumusan

kebijakan dan pelaksanaan pengelolahan kekayaan daerah

b. Fungsi Bidang Kekayaan/ Aset

1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan pengelolahan kekayaan

daerah.

2. Menyusun rencana kebutuhan.

3. Pengelolaan pengadaan dan inventarisasi barang.

4. Pengelolaan dan Pemeliharaan dan Pengahpusan

5. Menyiapkan bahan penyusunan neraca daerah

6. Membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas sebagai

bahan evaluasi.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

60

VI.5.6. Tugas dan Fungsi Bidang Perbendaharaan

a. Tugas Bidang Perbendaharaan adalah menyiapkan bahan perumusan

kebijakan dan pelaksanaan perbendaharaan dan pembiayaan.

b. Fungsi Bidang Perbendaharaan yaitu :

1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan pengelolaan penerbitan

keuangan daerah.

2. Menyiapkan lembaran penagihan.

3. Memeriksa kebenaran daftar-daftar gaji Surat Perintah Membayar (SPM)

dan daftar penguji.

4. Menyusun bahan pembinaan administrasi keuangan.

5. Pembinaan pembendahraan

6. Menerbitkan Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) atau Surat Perintah

Membayar (SPM) dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SPKD)

7. Pembinaan Pengelolaan kas daerah

8. Melakukan koordinasi dan rekonsolisasi kas dan giro

Kelompok Jabatan Fungsional ini mempunyai tugas melakukan kegiatan

sesuai dengan bidang tenaga fungsional masing-masing sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

61

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan tentang

optimalisasi penerimaan pajak hotel dan pajak restoran di Kabupaten Tana

Toraja maka pembahasan berikut ini akan dijelaskan variabel-variabel penelitian

yaitu Potensi Pajak Hotel dan Pajak Restoran, sarana dan prasarana,

pengawasan, dan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran.

Uraian tentang hasil penelitian secara berturut-turut adalah sebagai

berikut :

V.1 Potensi Pajak Hotel dan Restoran Di Kabupaten Tana Toraja

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Potensi Pajak Hotel dan

Pajak Restoran di Kabupaten Tana Toraja diukur dengan menggunakan indikator

jumlah Hotel dan Restoran. Berikut ini disajikan data tentang jumlah Hotel dan

Restoran di Kabupaten Tana Toraja :

Page 62: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

62

Tabel 5.1

Daftar Data Hotel dan Restoran Kab. Tana Toraja

NO NAMA USAHA KELAS ALAMAT

I HOTEL

1 Hotel Sahid Bintang

III Ge'tengan/Mengkendek

2 Hotel Sangalla" Bintang

III Jl. Poros Makale Rantepao

3 Pantan Hotel Bintang

II Jl. Poros Makale Rantepao 4 Hotel Makula' Melati 3 Sangalla' 5 Hotel Batupapan Melati 3 Jl. Poros Makale Rantepao II WISMA 1 Wisma Puri Artha Melati 3 Jl. Poros Makale Rantepao 2 Wisma Yani Randadni Melati 2 Jl. Nusantar Makale 3 Wisma Bungin Melati 2 Jl. Nusantar Makale 4 Wisam Litha Melati 2 Jl. Merdeka Makale 6 Wisma Fajar Melati 1 Jl. Poros Makale Rantepao 7 Wisma Lois Lestari Melati 1 Jl. Poros Makale Rantepao 8 Penginapan Makale Melati 1 Jl. Poros Makale Rantepao

III Rumah Makan

1 Rumah Makan Idaman Jl. Merdeka Makale 2 Rumah Makan Kamali Jl. Poros Makale Rantepao 3 Rumah Makan Jember

IV Restoran

1 Restoran Wisma Puri Arta Jl. Poros Makale Rantepao

2 restoran Hotel Sangalla' Jl. Poros Makale Rantepao 3 Restoran Hotel Makula Sangalla' 4 Restoran Pantan Hotel Jl. Poros Makale Rantepao 5 Restoran Hotel Sahid Ge'tengan/Mengkendek V KARAOKE 1 Karoke Laruna Kini Jl. Poros Makale Rantepao 2 Karoke Hotel sahid Ge'tengan/Mengkendek 3 Karoke Pantan Hotel Jl. Poros Makale Rantepao 4 Karoke Hotel Sangalla' Jl. Poros Makale Rantepao

VI CAFE 1 Cafe Buntu Ria 2 Cafe Kandora

3 Cafe Garonggong (Ceria)

4 Cafe Tepian

Sumber : Dokumen Data pemungutan Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten

Tana Toraja (Tahun 2011)

Page 63: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

63

Berdasarkan data sekunder yang diamati oleh penulis jika dilihat dari

jumlah Hotel/Penginapan yang sebanyak 13 buah dan restoran/rumah makan

yang berjumlah 19 buah yang terdapat di Kabupaten Tana Toraja pada dasarnya

cukup memberi kontribusi terhadap pendapatan dan penerimaan pajak daerah.

Selain itu, jika dilihat dari kebudayaan Tana Toraja, dan Tana Toraja merupakan

kota Pariwisata, maka seharusnya Pajak Hotel dan Restoran dapat merupakan

suatu Pajak yang memberi kontribusi yang besar bagi Kabupaten Tana Toraja.

Namun kenyataan yang ada berbeda dari yang seharusnya.

Namun karena belum dikelolah secara optimal baik dari perhitungan

potensi yang dimiliki, pelaksanaan pemungutan, serta pengawasan terhadap

pemungutan Pajak Hotel dan Restoran itu sendiri maka pendapatan dan

penerimaan yang diperoleh kurang sesuai dengan potensi yang ada.

Salah satu pendapat narasumber (kepala bidang penagihan dan

penerimaan) mengenai pengaruh kurangnya penerimaan pajak yaitu :

“belum adanya kesadaran mayarakat dalam membayar pajak.

Padahal pajak sudah diatur dalam perundang-undangan. Namun

masyarakat akan dikenakan sanki apabila wajib pajak tidak memenuhi

kewajibanya dalam membayar pajak.”

Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kurangnya penerimaan Pajak di Kabupaten Tana Toraja

disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

membayar pajak. Walaupun sudah ada sanki yang akan diberikan namun para

wajib pajak masih saja acuh atau tidak mau tahu. Mungkin ini disebabkan karena

kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang pentingnya membayar pajak.

Untuk itu perlu dilakukan sosialiasi kepada masyarakat akan pentingnya

membayar pajak. Kurangnya pemasukan juga disebabkan oleh kurangnya

Page 64: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

64

pemasukan yang diterima oleh wajib pajak menyebabkan wajib pajak enggan

membayar pajak.

Selain dari faktor tersebut narasumber juga mengatakan penyebab

kurangnya penerimaan pajak Hotel dan Restoran yaitu :

“ sebelum pemisahan Kabupaten pemasukan Pajak Hotel dan

Restoran di Tana Toraja cukup besar. Namun setelah pemisahan

Kabupaten maka pendapatan Pajak Hotel dan Restoran juga mengalami

Penurunan.”

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah pemekaran

Kabupaen di Toraja terjadi penurunan penerimaan pajak. Yakni dibentuknya 2

kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Hal ini secara

langsung memberi pengaruh terhadap penerimaan pajak khususnya di

kabupaten Tana Toraja karena seperti kita ketahui jumlah hotel yang ada di

kabupaten Toraja Utara lebih banyak di bandingkan yang ada di Kabupaten Tana

Toraja.

Selain itu juga narasumber (petugas pemungutan) mengemukakan bahwa

“ kadang saat melakukan pemungutan, wajib pajak atau orang yang

berkepentingan tidak ada ditempat atau lokasi pemungutan, selain itu

pengaruh kurangnya pemasukan dari hotel atau penginapan serta restoran

atau rumah makan yaitu yang ada merupakan kendala dari kurangnya

kontribusi dari pajak Hotel dan Restoran. Ini disebabkan kurangnya

pengunjung yang datang. Padahal jika dilihat dari letaknya, Tana Toraja

merupakan daerah Pariwisata. Namun kurangnya pariwisata yang asuk juga

mempengaruhi pemasukan hotel dan restoran yang ada.”

Dari peryataan narasumber tersebut penulis menyimpulkan bahwa apabila

petugas pemungutan Pajak datang kelokasi pemungutan wajib pajak terkadang

tidak berada dilokasi penelitian. Serta kurangnya pengunjung juga berpengaruh

terhadap kurangnya pendapatan Hotel dan Restoran, sehingga pemilik hotel dan

restoran kadang enggan membayar pajak.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

65

Untuk mengetahui tentang seberapa besar kontribusi penerimaan Pajak

Hotel dan Restoran terhadap penerimaan Pajak Daerah bagi Kabupaten Tana

Toraja sajikan beberapa data tentang perkembangan Pajak Hotel dan Restoran

dikabupaten Tana Toraja :

TABEL 2 KONTRIBUSI PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PAJAK DAERAH

TAHUN JENIS PAJAK PAJAK DAERAH KONTRIBUSI

HOTEL RESTORAN

2006 Rp 59.913.339,00 Rp 69.375.007,00 Rp 3.981.421.364,00 3,24%

2007 Rp 125.797.627,00 Rp 153.294.960,00 Rp 2.025.868.477,00 13,77%

2008 Rp 189.073.180,00 Rp 213.284.718,00 Rp 2.148.471.095,00 18,72%

2009 Rp 71.912.545,00 Rp 124.598.238,00 Rp 1.788.539.524,00 10,98%

2010 Rp 37.481.435,00 Rp 100.552.705,00 Rp 900.611.267,00 15,32%

Sumber data : SKPD Kabupaten Tana Toraja Tahun 2006 – 2010 (Tahun 2011)

Dari pengamatan data sekunder yaitu mengamati SKPD Kabupaten Tana

Toraja dari tahun 2006 hingga 2010 yang dilakukan oleh penulis maka penulis

menyimpulkan bahwa kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap pajak daerah

masih sangat rendah. Persentase kontribusi masih sangat rendah bila

dibandingkan dengan potensi Pajak Hotel dan Restoran yang sebenarnya.

Dengan kata lain apabila Pemerintah Kabupaten Tana Toraja dapat

mengopotimalkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran berdasarkan potensi

yang ada dan yang bisa dikembangkan, maka persentase Pajak Hotel dan

Restoran terhadap Pajak Daerah akan meningkat.

Dapat dilihat dari tabel diatas pada Tahun 2006 kontribusi pajak Hotel dan

Restoran hanya mencapi 3,24%, kemudian pada Tahun 2007 dan 2008

meningkat yaitu sebesar 13,77% dan 18,72%, namun pada Tahun 2009

mengalami penurunan Kembali yaitu sebesar 10,98%. Penurunan kontribusi

Pajak Hotel dan Restoran pada Tahun 2009 ini disebabkan oleh Pemekaran

Page 66: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

66

Kabupaten di Tana Toraja, yaitu dibentuknya 2(dua) Kabupaten di Tana Toraja

yakni Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Namun pada tahun 2010

kembali mengalami kenaikan yaitu sebesar 15,32%.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa optimalisasi penerimaan

Pajak Hotek dan Restoran dalam meningkatkan Pajak Daerah masih rendah.

Mengingat Pajak Hotel dan Restoran potensinya sangat signifikan dan jumlahnya

besar dalam meningkatkan penerimaan Pajak Daerah secara keseluruhan. Maka

diperlukan upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan penerimaan Pajak

Hotel dan Restoran. Dengan demikian, Pemerintah Tana Toraja harus mampu

mengoptimalkan Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran melalui nilai Potensi

yang ada sebagai salah satu alternatif sumber pembiyaan pemerintah,

pembangunan, dan kemasyarakatan yang menjadi tanggungjawab dalam

berotonomi daerah.

Selain itu dapat dilihat perbandingan Pendapatan Pajak Daerah lainnya

pada tabel brikiut :

Tabel 3 Tabel Perbandingan Pajak Hotel dan Restoran dengan Pajak Daerah lainya

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

1. Pajak Hotel Rp56.916.339 Rp125.797.627 Rp186.073.180 Rp71.912.545 Rp37.481.435

2. Pajak Restoran Rp69.375.007 Rp153.294.960 Rp214.284.718 Rp124.598.238 Rp100.552.705

3. Pajak Reklame Rp64.139.950 Rp155.000 Rp3.195.000 Rp4.425.000 Rp700.000

4. Pajak Penerangan Jalan Rp1.442.680.830 Rp86.878.940 Rp157.158.502 Rp88.237.352 Rp39.021.242

5. Pajak Hiburan Rp2.710.000 Rp1.152.180.045 Rp812.572.225 Rp966.155.370 Rp449.338.695

Pajak Pengambilan bahan

Tambang Galian C

TahunJenis Pajak No

Rp507.064.238 Rp506.217.905 Rp774.467.470 Rp533.211.019 Rp273.517.2006.

Sumber : SKPD Pemerintah Kabuten Tana Toraja (Juni 2011)

Dari hasil pengamatan data diatas penulis menyimpulkan bahwa : pada

tahun 2006 Pajak Hotel berada pada peringakat ke 5 dari 6 Pajak Daerah

Page 67: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

67

sedangkan Pajak Restoran berada pada peringkat 3 dari 6 Daerah. Dari

pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa peringkat Pajak Hotel dan Restoran

dapat dikategorikan masih rendah khususnya Pajak Hotel yang hanya berada

pada urutan ke 5 dari 6 Pajak Daerah, dengan pencapaian hasil yang hanya

mencapai Rp 56.913.339,00 bila dibandingan dengan pajak lainnya. Kemudian

Pada tahun 2007 Pajak Hotel naik ke pringkat 4 dan Pajak Restoran tetap pada

peringkat ketiga dari Pajak Daerah lainya. Dimana pencapaiannya yaitu Pajak

Hotel yang berjumlah Rp 125.797.627 dan Pajak Restoran berjumlah

Rp.153.294.960. Pada tahun ini pendapatan mengalami kenaikan yang cukup

signifikan. Ini dapat dilihat dari persentase kenaikan yang mengalamio kenaikan

hampir 100%. Pada tahun 2008 peringkat Pajak Hotel dan restoran tetap namun

jumlah pendapatan juga mengalami peningkatan yaitu Pajak Hotel memberi

kontribusi sebesar Rp 189.037.180,00 dan Pajak Restoran sebesar Rp.

214.284.718,00. Jika dibandingkan dengan Tahun sebelumnya Pajak Restoran

mengalami peningkatan yang besar Jika dibandingkan dengan Pajak Hotel.

Sedangkan pada Tahun 2009 dan Tahun 2010 terjadi penurunan pendapatan

terutama pada Pajak Hotel. Penyebab dari penurunan initelah dijelaskan

sebelumnya bahwa pada Tahun ini terjadi pemisahan Kabupaten Tana Toraja

menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja

Utara. Dimana setelah pemisahan potensi Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten

Tana Toraja menjadi berkurang Karena jika dibandingkan dengan potensi

kabupaten Toraja Utara lebih besar bila dibanding Kabupaten Tana Toraja. Hal

ini dapat dilihat dari jumlah Pajak Hotel yang diterima pada Tahun 2009 yaitu

sebesar Rp. 71.912.,545,00 dan pada tahun 2010 sebesar Rp 37.481.435.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

68

Sedangkan Pajak Restoran yang diterima pada Tahun 2009 sebesar

Rp.124.598.238 dan pada tahun 2010 sebesar Rp37.481.435.00.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten

Tana Toraja perlu memikirkan secara serius masalah-masalah yang erat

hubungannya dengan Pajak Hotel dan Restoran, dan berusaha melakukan

upaya demi mengoptimalkan peningkatan penerimaan pajak sehingga pajak

Hotel dan Restoran dapat memberi kontribusi yang besar dalam meningkatkan

Pajak Daerah secara khusus dan Pendapatan Asli Daerah secara umum.

Dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penagihan dan Penerimaan

mengatakan upaya dilakukan oleh Pemerintah dalam Peningkatan Pajak Hotel

dan Restoran :

“salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dicanangkannya Lovely Desember beberapa Tahun terakhir ini. Acara ini lakukan untuk menarik para wisatawan untuk datang ke Toraja yang telah mengalami Penurun semenjak terjadinya Bom Bali beberapa waktu lalu. Secara tidak langsung ini dapat meningkatakan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Tana Toraja.” Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa sudah ada

upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Tana Toraja untuk meningkatkan Pajak

Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Walaupun hasilnya masih belum

mengalami peningkatan yang begitu berati, namun upaya ini diharapkan dapat

membantu kenaikan Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Untuk

itu dipelukan upaya yang lebih giat lagi dalam peningkatan Penerimaan Pajak

Hotel dan Restoran utamanya pemanfaatan potensi yang ada.

Selain itu rencana pembangunan Bandara yang bertaraf Internasional yang

rencana akan di bangun di Kecamatan Mengkendek juga diharapkan dapat

memberi pengaruh terhadap peningkatan kontribusi Pajak Hotel dan Restoran di

Kabupaten Tana Toraja. Karena dengan dibangunnya bandara tersebut maka

Page 69: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

69

dapat memperlancar masuknnya para wisatawan, baik wisatawan dalam negeri

maupun wisatawan luar negeri. Dengan demikian maka pendapatan Pajak Hotel

dan Restoran dapat meningkat.

Serta jika pemerintah juga dapat memperbaiki dan melestarikan objek-

objek wisata yang ada maka ini juga dapat menarik para wisatawan untuk datang

berkunjung di Kabupaten Tana Toraja. Karena kita tau bahwa Tana Toraja juga

merupakan tujuan wisata yang disenangi oleh wisatawan khususnya wisatawan

luar negeri. Namun pada kenyataan yang kita lihat akses untuk menuju ke

tempat wisata masih sangat kurang khususnya tranportasi. Ini dikarenakan jalan

menuju tempat wisata yang mengalami kerusakan namun tidak ada perbaikan

dari pemerintah. Padahal jika pariwisata di Tana Toraja mendukung maka hal ini

sangat mendukung penerimaan Pajak Hotel dan Restoran.

V.2. Pemungutan

Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran dalam penelitian ini mengandung

pengertian suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpuanan data obyektif

dan subyektif sampai dengan kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak

serta pengawasan penyetoran.

V.2.1. Sistem dan Prosedur

Dalam melakukan pemungutan pajak Hotel dan Restoran dipelukan sitem

dan Prosedur agar dalam pemungutan dapat terarah dan berjalan dengan baik.

Menurut Perda Kabupaten Tana Toraja Nomor 5 tahun 2009 tentang Pajak

Hotel dan Perda Kabupaten Tana Toraja Nomor 7 tahun 2003 tentang Pajak

Hotel sistem dan prosedur pemungutan pajak yaitu :

Page 70: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

70

1. Wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel dan restoran harus

mempergunakan nota pesanan/ bill.

2. Nota pesanan/ bill harus dicetak, diberi no seri dan dipergunakan sesuai

nomor urut.

3. Nota pesanan/ bill baru dapat dipergunakan setelah diporporasi oleh dinas

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Tana

Toraja.

4. Tata cara pelaksanaan porporasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

5. Salinan Nota peanan/bill yang sudah dipergunakan harus disimpan oleh

wajib pajak dalam waktu setahun sebagai bukti dalam pembuatan surat

pemberitahuan Pajak Daerah

Dari hasil wawancara narasumber mengatakan bahwa prosedur

pemungutannya yaitu:

Dimulai dari pendataan yang dilakukan oleh seksi pendapatan setelah

itu masuk kekepala seksi perhitungan untuk dihitung seberapa banyak

persentase pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, setelah itu

dilanjutakan oleh seksi penetapan untuk ditetapkan, setelah ditetapkan

dilimpahkan kepada bidang penagihan untuk ditagih kemudian disetor ke

kas Daerah sebagai PAD. Jadi dilakukan dalam suatu sitem.

Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa sebelum dilakukan

pemungutan terlebih dahulu dilakukan pendataan di Hotel-Hotel dan Restoran

serta rumah makan untuk menentukan seberapa besarnya jumlah pajak yang

akan ditetapkan. Ini berarti bahwa dalam melakukan pemungutan telah ada

prosedur-prosedur yang sudah baik yang dipedomani oleh para petugas

pemungutan pajak agar dalam dalam pemungutan dapat berjalan dengan baik

dan optimal.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

71

Dalam hal pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran yang akan

dijelaskan melaui hasil wawancara dengan beberapa Narasumber.

“pemungutan dilakukan dengan dua cara yaitu : oficcial asessment

dan self assesment. Oficcial asessment yaitu pemungutan pajak yang

dilakuakan diadakan terlebih dahulu kesepakatan antara wajib pajak.

Namun walaupun tidak ada pemasukan wajib pajak sesuai dengan

kesepakatan yang ada. Sedangkan self assesment wajib pajak diberi

wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhitung.”

Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam

menetapkan besarnya pajak terhutang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur

yang ada. Dalam pemungutan yang dilakukan telah dilakukan prosedur yang

sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ada.

V.2.2. Jumlah Petugas

Jumlah petugas juga merupakan hal yang mendukung dalam usaha

peningkatan penerimaan pajak. Petugas pemungutan pajak dalam hal hal ini

adalah oang-orang yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan pejabat yang

berwenang untuk melakukan penagihan/ pemungutan terhadap Pajak Daerah di

Kabupaten Tana Toraja.

Apabila petugas pajak juga tidak mencukupi untuk melakukan pemungutan

maka proses pemungutan juga akan terhambat. Dari hasil wawancara

mengatakan:

Jumlah pegawai yang turun ke lapangan untuk memungut pajak 2

sampai 3 orang.

Dari paparan diatas penulis menyimpulkan bahwa jumlah petugas

pemungutan pajak masih kurang. Ini dapat dilihat dari jumlah Hotel dan Restoran

yang ada cukup banyak. Jika hanya 2 (dua) sampai 3 (tiga) orang yang

melakukan penagihan maka ini belum cukup optimal. Jumlah Hotel dan restoran

Page 72: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

72

yang cukup banyak tentu saja membutuhkan petugas pemungutan yang cukup.

Agar dalam pemungutan dapat berjalan lancar dan tepat waktu.

Aspek yang perlu dikaji dalam hal ini menyangkut pemungutan pajak,

kemampuan dan motivasi petugas pajak dalam hal melakukan kegiatan

pemungutan Pajak, berdasarkan sistem dan prosedur yang ditetapkan di

Kabupaten Tana Toraja. Disini sangat diperlukan penambahan jumlah aparat

petugas pemungut pajak. Selain itu dalam pengembangan indikator ini perlu

ditingkatkan motivasi serta pengetahuan dan kemampuan petugas pemungut

pajak agar tugas yang dibebankan mampu dilaksanakan dengan baik dan

berhasil.

V.2.3. Sarana dan Prasarana

Faktor yang mendukung dalam optimalisasi penerimaan pajak yaitu sarana

dan prasarana. Agar mendapatkan hasil yang optimal diperlukan sarana dan

prasara yang cukup dalam pemungutan pajak. Untuk itu sangat penting

memperhatikan sarana dan prasarana yang diperlukan, agar petugas pajak

dapat melakukan tugasnya dengan baik.

Sarana dan Prasarana diyakini sangat berperan dalam meningkatkan

penerimaan Pajak Daerah. Sarana dan Prasarana yang merupakan faktor

penunjang yang sangat penting dalam mendukung kelancaran proses

pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Dalam hal ini kendaraan baik kendaraan

roda dua (motor), atau pun kendaraan roda empat (mobil) sebagai alat

transportasi sangat diperlukan karena letak lokasi objek pajak saling berjauhan

yang apabila pelaksanaan pemungutanya tidak dilengkapi oleh sarana tersebut

maka akan menambah beban biaya pungut semakin besar. Dan ketetapan waktu

pelaksanaan pemungutan tidak sesuai dengan yang direncanakan dan dengan

Page 73: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

73

sendirinya akan mengurangi penerimaan pajak tersebut. Ketersediaan sarana

dan prasarana sangat penting perannya dalam pencapaian tujuan suatu usaha

dalam hal ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak.

Dari segi sarana dan prasarana dengan melihat sifatnya, maka pajak

daerah lebih banyak membutuhkan sarana berupa formulir-formulir, surat-surat

penetapan dan surat-surat lainya.

Secara umum sarana penunjang di Tana Toraja dikemukakan oleh

narasumber :

Sarana dan prasarana yang ada masih kurang. Namun dalam pemungutan sudah menggunakan kendaraan operasional yang disediakan (Motor).

Dari penjelasan diatas menyimpulkan bahwa sarana pendukung seperti

kendaraan dalam melakukan pemungutan sudah tersedia, namun masih belum

memadai. Hal ini dapat saja berpengaruh terhadap produktivitas petugas pajak.

Jarak ke lokasi yang agak jauh tentu saja membutuhkan kendaraan operasional

agar tidak datang terlambat ke lokasi pemungutan., agar pelaksanaan dapat

berjalan dengan baik, utamanya dalam hal ketepatan waktu petugas

pemungutan pajak datang keloaksi maka sebaiknya sarana yang dibutuhkan

tersedia dengan baik bagi petugas.

V.3. Pengawasan

Pengwasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting.

Pengawasan dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan sesuai dengan

perencanaan dan berjalanan sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku serta tidak tejadi penyimpangan ataupun penyalagunaan

dan kebocoran keuangan.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

74

Tanpa pengawasan maka jalannya pengawasan suatu organisasi tidak

dapat dinilai apakah sesuai dengan rencana organiasi atau telah menyimpang

dari arah yang telah ditetapkan. Untuk itu pengawasan perlu untuk dilakukan

pada setiap tahapan pelaksanaan suatu kegiatan.

Dalam penelitian ini pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran

adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam hal ini

adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Tana Toraja, dalam hal memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan

tugas-tugas pemungutan pajak hotel dan restoran dapat terselenggara dengan

baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau standar yang telah ditetapkan.

Terkait dengan pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di

Kabupaten Tana Toraja pengawasan dilakukan dengan dua cara yaitu

pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap

kegiatan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran dan pengawasan tidak langsung

oleh pimpinan dengan mempelajari atau menilai laporan-laporan pelaksanaan

kegiatan pemungutan pajak yang diterima baik berbentuk tertulis atau lisan.

V.3.1. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara

pribadi oleh pimpinan organisasi atau pengawasan yang dijalankan mbaik

dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “ on the spor”

ditempat pemungutan Pajak Hotel dan Restoran dan menerima laporan-laporan

secara langsung pula dari pelaksana, hal ini dilakukan dengan inspeksi. Akan

tetapi karena banyak dan kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan terutama

dalam organisasi yang besar, seorang pemimpin tidak mungkin dapat selalu

Page 75: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

75

menjalankan pengawasan langsung. Karena itu sering pula harus melakukan

pengawasan yang bersifat tidak langsung.

Tanggapan narasumber tentang pengawasan yaitu :

“dalam pemunutan sama sekali belum ada pengawasan yang

dilakukan oleh petugas pajak atau pimpinan.

Dari hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan bahwa pengawasan

langsung masih kurang dilakukan oleh pimpinan, bahkan belum ada

pengawasan yang dilakukan dalam pemungutan pajak. Petugas pajak

melakukan tugasnya saja tanpa ada pengawasan langsung dari pimpinan. Ini

tentu saja dapat menimbulkan penyimpangan dalam pemungutan. Kurangnya

pengawasan ini memungkinkan akan terjadi penyalagunaan tugas atau pun dari

pihak wajib pajak sendiri.

Namun belum terselenggaranya pengawasan langsung secara optimal

terhadap kegiatan pemungutan pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana

Toraja disinyalir oleh kesibukan dan kompleksnya tugas-tugas yang menjadi

tanggungjawab Kepala Dinas.

V.3.2. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung dalam kaitannya dengan pelaksanaan

pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja adalah berupa

kegiatan pemeriksaan atau pengecekan kegiatan pemungutan Pajak hotel dan

Restoran yang dilakukan oleh petugas pemungutan pajak melalui laporan tertulis

atau lisan.

Pengawasan ini diadakan atau dilakukan dengan mempelajari atau

melalui laporan-laporan yang diterima dari pelaksana/ bawahan baik berbentuk

laporan lisan maupun tertulis. Kelemahan pengawasan ini bahwa sering para

Page 76: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

76

bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positf saja. Dengan maksud untuk

menyenangkan pimpinan saja, sehingga pimpinan tidak mengetahui keadaan

yang sesungguhnya. Akibatnya ia akan mengambil kesimpulan yang salah.

Kesimpulan ialah bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan

baik apabila hanya tergantung pada laporan saja. Oleh karena itu pengawasan

langsung dan tidak langsung harus digabungkan dengan atau dalam melakukan

fungsi pengawasan.

Penulis pun melakukan wawancara untuk mencari informasi tentang

pengawasan tidak langsung. ( Kepala Bidang Penagihan dan Penerimaan).

Narasumber mengatakan bahwa :

“ pengawasan dilakukan oleh kepala pimpinan setian bulannya untuk

mengetahui proses pemungutan yang dilakukan oleh petugas pajak.

Selain dari pimpinan pengawasan juga dilakukan oleh DPRD, namun

dari DPRD kadang pengawasannya tidak menentu, kadang

pengawasannya persemester. Pengawasan juga dilakukan dari

INSPEKTORAT Kabupaten Tana Toraja, pengawasan ini merupakan

pengawasan melekat.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan bahwa

dalam proses pemungutan Pajak Hotel dan Restoran sudah ada pengawasan

yang dilakukan walaupun belum maksimal. Karena telah diturunkan staf-staf

khusus untuk melakukan pengawasan terhadap pemungutan pajak Hotel dan

Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Selain pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan Dinas, pengawasan eksternal juga dilakukan oleh DPRD Kabupaten

Tana Toraja. Pengawasan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

penyimpangan dalam proses pemungutan dan proses pengelolahan Pajak Hotel

dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Hal ini juga terkait dengan banyaknya

kasus-kasus pajak yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Selain pengawasan

Page 77: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

77

eksternal dari DPRD Kabupaten Tana Toraja, pengawasan juga dilakukan oleh

INSPEKTORAT Kabupaten Tana Toraja. Pengawsan dari dinas inspektorat

merupakan pengawasan melekat. Dengan pengawasan ini diharapkan dapat

menghindari penyelewengan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak-pihak

yang tidak bertanggung jawab.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

78

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian tentang fokus permasalahan

dalam penelitian tentang Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten

Tana Toraja, maka penulis mebuat kesimpulan dan saran sebagai berikut :

VI.1. Kesimpulan

Dari uraian hasil penelitian tentang Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel

dan Restoran ditarik beberapa kesimpulan :Kontribusi pajak hotel dan restoran di

Kabupaten Tana Toraja Masih Jauh dari Target yang diharapkan. Ini disebabkan

karena pelaksanaan pemungutan dan pengawasan yang masih sangat kurang

dilakukan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari sitem dan prosedur yang ada.

Selain itu jumlah petugas pemungut pajak, begitupula dengan tingkat

pengetahuan, pemahaman petugas pemungutan pajak terhadap sistem dan

prosedur pemungutan pajak masih kurang, serta motivasi yang masih rendah

sehingga kurang mendukung optimalisasi penerimaan pajak hotel dan restoran di

Kabupaten Tana Toraja.

Begitupula dengan sarana dan prasarana yang ada masih kurang

mendukung kelancaran pemungutan. Kurangnya kontribusi ini juga disebabkan

oleh kurangnya kesadaran para wajib pajak untuk melakukan kewajibanya dalam

membayar pajak. Hal ini disebabkan kareana kurangnya sosialisasi tentang

pentingnya membayar pajak. Sealin faktor tersebut, hal lain yang mempengaruhi

wajib pajak enggan membayar pajak yaitu kurangnya pemasukan yang diterima

oleh wajib pajak, sehingga mereka enggan membayar pajak.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

79

VI.2. Saran-Saran

Setelah melakukan penelitian dan mencermati upaya optimalisasi

penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Tana Toraja, dan telah

dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka beberapa saran dapat

diberikan yaitu :

1. Perlu dilakukan pemuktahiran data atau informasi yang berkaitan

dengan masalah Pajak Hotel dan Restoran sebagai salah satu Input dalam

perumusan perhitungan nilai potensi Pajak Hotel dan Restoran dan

berusaha menerapkannya sehingga penerimaan pajak yang diharapkan

dapat mendekati nilai potensi tersebut.

2. Potensi pajak Hotel dan Restoran yang sangat menjanjikan bagi

penyediaan dana dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan,

dan kegiatan kemasyarakatan di Kabupaten Tana Toraja seharusnya

dapat dikelolah secara optimal melalui melalui berbagai kajian yang

menyeluruh untuk meminimalisir kendala-kendala dalam pencapaian

target penerimaan.

3. Terkait dengan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran, perlu

dilakukan upaya peningkatan pelaksanaan sistem dan prosedur yang

seharusnya didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang

berlaku dengan menerapkan tarif yang telah ditetapkan. Kuantitas dalam

hal ini jumlah petugas pemungutan Pajak yang dikerahkan masih kurang

sehingga perlu ditambah untuk optimalisasi pemungutan pajak. Dan

kualitas dalam hal ini pengetahuan tingkat pengetahuan ditingkatkan bagi

berlangsungnya sistem dan Prosedur pemungutan yang mampu

memberikan hasil yang optimal. Begitu pula pengadaan sarana dan

Page 80: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/263/BAB I,2,3,4,5... · Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi

80

prasarana perlu diperhatikan dan diberikan kepada petugas pemungutan

pajak demi kelancaran pemungutan Pajak di Kabupaten Tana Toraja.

Selain itu motivasi kerja juga sangat perlu diberikan kepada petugas

pajak dalam melaksanakan tugas.

4. Perlu adanya intensitas kualitas pengawasan untuk menjamin konsistensi

penyelenggaraan sistem dan prosedur pemungutan Pajak Hotel dan

Restoran berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku baik

secara langsung maupun tidak langsung. Intensitas pengawasan ini untuk

menghindari terjadinya penyelewangan dan kolusi antara wajib pajak

dengan petugas pemungutan pajak oleh pejabat yang berwenang atau

yang mewakili pimpinan organisasi dalam hal ini Kepala Dinas

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tana Toraja.