bab i i.pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran pada tahap pendidikan klinik merupakan
pembelajaran yang berfokus pada keterlibatan langsung dengan
pasien dan berbagai macam masalahnya. Dalam lingkungan ini
mahasiswa belajar menjadi seorang dokter yang sebenarnya.
Berbagai macam keterampilan seperti history taking, pemeriksaan
fisik, komunikasi dengan pasien, dan profesionalisme sangat tepat
dipelajari dan dilatihkan pada tahap pendidikan ini. Pengetahuan ilmu
kedokteran dapat diaplikasikan langsung untuk memberikan
perawatan kepada pasien sehingga mahasiswa termotivasi untuk
belajar (Habiba et al., 2010)
Dalam lingkungan pembelajaran klinik diperlukan observasi
langsung dan pemberian umpan balik untuk membantu mahasiswa
mencapai kompetensi yang harapkan. Beberapa penelitian yang
dilakukan pada pendidikan klinik ditemukan adanya kesenjangan
antara apa yang harus dilakukan dan apa yang terjadi. Salah satunya
yaitu kurangnya penilaian dan pemberian umpan balik berdasarkan
observasi langsung pada performa mahasiswa, dan menjadi salah
satu kekurangan terbesar dalam pendidikan dokter saat ini
(Hombloe,2004), sedangkan observasi langsung dan pemberian
umpan balik memiliki kekuatan dalam mempengaruhi performa
mahasiswa.
Kegiatan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Gigi
Anak (IKGA) merupakan salah satu tahap pendidikan klinik profesi
dokter gigi yang salah satu kegiatan pembelajarannya yaitu
menyelesaikan persyaratan kasus. Kasus ini dibebankan untuk
2
mencapai kompetensi yang mengacu pada Standar Kompetensi
Dokter Gigi Indonesia yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI).
Salah satu persyaratan kasus yang harus diselesaikan yaitu
pencabutan gigi anak. Kompetensi pencabutani gigi anak bukan
hanya pada keterampilan prosedur pencabutan gigi tetapi juga
keterampilan anamnesis, pemeriksaan klinis, keterampilan konsultasi,
menegakkan diagnosis, keterampilan komunikasi serta
profesionalisme pada perawatan pasien anak. Setelah menyelesaikan
rotasi klinik di Bagian IKGA mahasiswa diharapkan mampu
melakukan penanganan pencabutan gigi pada anak secara mandiri.
Metode pembelajaran yang berlaku saat ini di Bagian IKGA FKG
UNHAS yaitu mahasiswa menangani pasien dari awal dengan
meminta izin kepada pembimbing klinik, kemudian mahasiswa
memulai perawatan pada pasien yang dimulai dengan anamnesa,
pengisian rekam medik, penegakan diagnosa dan rencana perawatan,
setelah mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing atau
supervisor maka mahasiswa melakukan tindakan kepada pasien dan
kembali melapor setelah menyelesaikan tindakan (Bagian IKGA
2009). Selama proses yang dilalui oleh mahasiswa tidak dilakukan
observasi langsung oleh pembimbing klinik dan tidak adanya
pemberian umpan balik, jikapun ada sangat minimal dan tidak
terstruktur.
Dengan tidak adanya observasi langsung dan umpan balik yang
adekuat maka pembimbing klinik dan mahasiswa tidak dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan mahasiswa dalam menangani
pasien, sehingga mahasiswa tidak mengetahui perkembangan
pencapaian kompetensi yang telah dicapai.
3
Pada pembelajaran di lingkungan klinis telah banyak
dikembangkan berbagai macam metode dan instrumen penilaian, baik
metode penilaian formatif maupun sumatif (Hays & Wellard, 1998).
Beberapa metode penilaian formatif yang telah dikembangkan antara
lain Mini-clinical Evaluation (Mini-CEX), clinical encounters (CEC),
clinical work sampling (CWS), blinded patient encounters (BPE), direct
observation of procedural skills (DOPS), cased-based discussion
(CbD), dan multisource feedback (MSF) (Norcini & Burch, 2007).
Salah satu penilaian yang berhasil dalam penerapannya adalah
mini-cex (Ramani & Leinster, 2008). Mini cex merupakan alat
penilaian keterampilan klinis dengan observasi langsung yang
dikembangkan di Amerika serikat dan saat ini telah luas digunakan.
Penilaian dilakukan berdasarkan observasi langsung terhadap peserta
didik yang melakukan interaksi klinis dengan pasien nyata. Peserta
didik melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis menentukan
diagnosis dan rencana perawatan. Hasil penilaian merupakan
dokumen terstruktur yang digunakan untuk menilai dan memberikan
umpan balik yang ditujukan untuk perbaikan performa peserta didik
dimasa yang akan datang.
Longitudinal evaluation of performance (LEP) merupakan suatu
metode yang diadaptasi dan mirip dengan mini-cex, yang telah dirintis
sebagai penilaian formatif pada mahasiswa kedokteran gigi dan
merupakan salah satu metode yang relatif baru dengan melakukan
observasi langsung pada mahasiswa dalam praktek klinis yang
melibatkan pasien dan kinerja dinilai oleh pembimbing klinik yang
terbagi dalam beberapa kategori.
Longitudinal evaluation of performance (LEP) ini telah
diterapkan pada program Dental Vocational Training (DVT) di
Skotlandia. Metode ini efektif dalam menilai secara luas kompetensi
4
yang relevan (Prescott et al., 2002). Metode ini sangat fleksibel dan
dapat digunakan hampir pada semua situasi klinis kedokteran gigi.
Penilaian dilakukan pada 7 area kompetensi (keterampilan
pemeriksaan dan konsultasi, penilaian klinis dan diagnosis,
kemampuan teknikal dan keterampilan manual, keterampilan
komunikasi, profesionalisme, pengetahuan dan kemampuan
mengorganisasi) dengan menggunakan skala rating 1-9, pada rating
1-3 dimasukkan dalam kategori “butuh perbaikan”, 4-6 kategori
“memuaskan”, dan 7-9 kategori “superior”. Setelah prosedur klinik
telah dilakukan maka mahasiswa langung diberikan umpan balik yang
spesifik dan pada akhir kegiatan klinik mahasiswa minimal telah
mencapai level “memuaskan” pada semua kategori (Prescott et al.,
2002) LEP merupakan penilaian formatif, yang pada dasarnya
sebagai penilaian dengan observasi langsung yang dapat
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, memaksimalkan dampak
proses pembelajaran dan meningkatkan umpan balik (Prescott et al,
2008). Umpan balik merupakan komponen inti dari assessmen
formatif (Sadler 1989), pusat pembelajaran dan hearth of medical
education (Branch & Paranjape 2002). Tanpa observasi langsung
maka tidak mungkin dilakukan penilaian keterampilan klinis dan yang
paling penting, pemberian umpan balik yang tepat untuk
meningkatkan performa tidak dapat dilakukan secara efektif ( Norcini
& Burch, 2007).
Dengan kondisi dan proses pendidikan di Bagian IKGA FKG
UNHAS saat ini yang dlakukan tanpa observasi langsung dan
pemberian umpan balik yang minimal sehingga pembimbing klinik dan
mahasiswa tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan mahasiswa
serta efektivitas perkembangan pencapaian kompetensi yang telah
dicapai, maka penerapan LEP yang dilakukan obsevasi langsung
5
serta pemberian umpan balik perlu diketahui efektivitasnya khususnya
di bandingkan dengan metode yang berlaku saat ini.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan
masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
apakah penerapan Longitudinal Evaluation of Performance (LEP)
efektif dalam mencapaian kompetensi pencabutan gigi anak pada
mahasiswa di Bagian IKGA FKG UNHAS?
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh Longitudinal Evaluation of Performance
(LEP) terhadap pencapaian kompetensi pencabutan gigi anak di
Bagian IKGA FKG UNHAS.
2. Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap proses pembelajaran
klinik khususnya pencabutan gigi anak di Bagian FKG UNHAS
D. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memperkenalkan LEP sebagai metode penilaian kepada
pembimbing klinik di Bagian IKGA UNHAS
2. Menjadi pertimbangan dalam memperbaiki dan mengembangkan
sistem penilaian dan pembimbingan klinik di Bagian IKGA FKG
UNHAS
3. Memberikan data bagi stakeholders yang dapat digunakan
sebagai dasar dalam menentukan sistem penilaian dan
pembimbingan klinik pada program pendidikan profesi dokter gigi
FKG UNHAS
6
4. Menambah pengalaman belajar mahasiswa dengan mendapatkan
observasi langsung dan pemberian umpan balik.
E. Keaslian Penelitian
LEP merupakan salah satu metode penilaian klinik dengan
melakukan observasi langsung pada mahasiswa dengan
menggunakan global rating pada pasien nyata dan pemberian umpan
balik setelah observasi, metode ini sama dengan metode penilaian
yang lain seperti mini-cex, DOPS, mini-IPX dan metode lain yang
menggunakan global rating dan bersifat formatif, namun pada lingkup
pendidikan dokter gigi belum banyak dilakukan mengenai dampak
penilaian formatif terhadap pencapaian kompetensi. Penelitian
mengenai observasi langsung untuk menilai pendidikan klinik dengan
keterlibatan pasien langsung telah dilakukan sebanyak 39 kali dengan
menggunakan 18 macam instrumen penilaian (Pelgrim et al.2010).
Penelitian yang menggunakan metode observasi langsung yang telah
dilakukan antara lain:
a. Dewi dan Ahmad.(2010), melakukan penelitian tentang persepsi
mahasiswa terhadap umpan balik yang diberikan pada mini-cex.
b. Hombloe ES et al.(2004), melakukan penelitian tentang efek
observasi langsung pada residen Ilmu Penyakit Dalam, yang
melibatkan 40 orang staf pendidik ilmu penyakit dalam, 17 orang
residen sebagai kelompok intervensi dan 23 orang sebagai
kelompok kontrol.
c. Shahgheibi SH et al.(2009), melakukan penelitian tentang evaluasi
efek dari direct observation of procedural skills (DOPS) terhadap
tingkat pembelajaran mahasiswa pada bangsal kebidanan. Pada
penelitian ini peneliti membandingkan keterampilan sebelum dan
setelah mengikuti pembelajaran dengan sistem “tradisional” pada
kelompok kontrol dan sebelum dan setelah mendapatkan DOPS
7
pada kelompok perlakuan dengan menggunakan daftar tilik yang
telah dibuat. Sampel penelitian ini terdiri dari 31 orang kelompok
perlakuan dan 42 orang kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan
bahwa kelompok perlakuan menunjukkan nilai keterampilan yang
lebih tinggi secara bermakna daripada kelompok kontrol.
d. Kuo et al.(2005), melakukan penelitian untuk menilai pencapaian
kompetensi pada mahasiswa kedokteran tahap klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak dengan melakukan observasi langsung sifatnya
spontan atau Brief structured clinical observation (BSCO) pada saat
pembimbing klinik datang ke ruangan perawatan pasien dan
mengobservasi mahasiswa yang melakukan pemeriksaan fisik,
berdasarkan hasil observasi dan laporan mahasiswa, pembimbing
klinik memberikan umpan balik mahasiswa. Sampel penelitian ini
terdiri dari 33 orang sampel dan 8 orang pembimbing klinik.
Hasilnya didapatkan peningkatan keterampilan pemeriksaan dan
pencapaian kompetensi secara umum namun tidak bermakna
secara statistik. Selain itu pada penelitian ini menilai kualitas
pembelajaran, umpan balik dan instruksi pada pemeriksaan fisik.
e. Kang et al (2009), melakukan penelitian dengan menggunakan
direct observation of clinical skill (DOCS) sebagai penilaian formatif
pada mahasiswa kepaniteraan klinik kedokteran, dilakukan pada 62
orang mahasiswa. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil
penilaian formatif DOCS berkorelasi kuat dengan pencapaian hasil
akhir mahasiswa.
Penelitian tentang LEP sebagai metode assesmen telah dilakukan
oleh Prescott et al.(2008). Dalam penelitiannya Evidence for validity
within workplace assessment: the Longitudinal Evaluation of
Performance. Penelitian tersebut menilai validitas LEP sebagai metode
penilaian yang telah diterapkan pada program postgraduate
pendidikan kedokteran gigi. Pada penelitian tersebut merupakan
8
penelitian kohort, subjek penelitian telah menyelesaikan LEP sebanyak
42 kali selama menjalani pendidikan kemudian mengisi kuesioner
tentang LEP. Sedangkan pada penelitian ini ingin melihat efek dari
LEP sebagai metode penilaian formatif dalam mencapai kompetensi
pencabutan gigi anak.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pembelajaran di klinik
Program pendidikan dokter gigi menekankan pada kualifikasi
akhir dari peserta didik yang diharapkan memiliki kemampuan yang
adekuat dalam performa dan telah aman dalam melakukan praktik
mandiri yang situasinya sangat berbeda dengan situasi pada
pendidikan dokter gigi. pada akhir pendidikan dokter gigi seorang
peserta didik telah mencapai level kompetensi sesuai dengan standar
kompetensi dokter yang telah ditetapkan (Moore & Durham 2011).
Kompetensi dapat diartikan sebagai penggabungan antara
pengetahuan yang cukup dan perilaku professional dan dapat
melakukan tindakan yang sesuai pada setting klinis yang sebenarnya
tanpa bantuan. (Chambers & Gerrow dalam Moore & Durham, 2011).
Kompetensi merupakan perilaku yang diharapkan dari dokter
gigi yang baru memulai praktik, perilaku ini meliputi penguasaan
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai respon terpadu terhadap
tuntutan yang dihadapi dalam praktik. (Chambers dalam Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006). Menurut Departemen pendidikan
Nasional, kompetensi merupakan seperangkat kemampuan untuk
dapat bertindak cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh
seseorang untuk dapat dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas dalam bidang-bidang tertentu (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2006).
Standar kompetensi dokter gigi yang diatur oleh Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) yang terdiri dari:
10
1. Profesionalisme.
Melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan
keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum
yang relevan.
2. Penguasaan ilmu pengetahuan kedokteran dan kedokterangigi.
Memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi
dasar dan klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme
serta pengembangan ilmu kedokteran gigi.
3. Pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik.
Melakukan pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun
rencana perawatan untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
4. Pemulihan fungsi sistem stomatognatik.
Melakukan tindakan pemulihan fungsi sistem stomatognatik
melalui penatalaksanaan klinik.
5. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
Menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju
kesehatan gigi dan mulut yang prima.
6. Manajemen praktek kedokteran gigi.
Menerapkan fungsi manajemen dalam menjalankan praktik
Kedokteran Gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
Perkembangan pencapaian kompetensi dapat digambarkan
dengan tingkatan yang dimulai dari beginner (unconscious
incompetent), kemudian menjadi novice (conscious incompetent),
selanjutnya menjadi competent (conscious competent) dan akhirnya
menjadi expert (unconscious competent). (Polanyi,1974)
11
Perfect Expert 10 tahun
Practice Competent
(consciously competent)
Realistic work setting
Beginner
(application with conscious
incompetent)
Supervised practice,
seminar, simulation
Prepare Novice
(conscious incompetent)
Basic knowledge
Candidate
(unconciouc incomperent)
Tabel 1. Perkembangan pencapaian kompetensi (Polanyi,1979)
Pada akhir pendidikan peserta didik mencapai level competent
(conscious competent) dan untuk mencapai level tersebut peserta
didik melakukan pada setting klinik dengan pasien sebenarnya. Pada
level tersebut dapat ditentukan bahwa seorang dapat disebut sebagai
seorang yang kompeten jika memiliki kemampuan kognisi,
kemampuan teknik, mengintegrasi, kemampuan kontekstual,
menghubungkan, refleksi, afeksi dan aspek moral yang baik (Epstein
& Hundert 2002).
Pencapaian level kompetensi klinis dibagi kedalam 4 tingkatan
yaitu knows, knows how, shows how dan does (miller 1990). Pada
tingkatan knows, berupa kemampuan dalam recall fakta, prinsip dan
teori. Tingkatan knows how berupa kemampuan untuk menyelesaikan
masalah dan menggambarkan prosedur. Tingkatan shows how
biasanya telah melibatkan pasien simulasi, simulasi komputer dimana
telah mampu melakukan demonstrasi keterampilan pada situasi yang
terstandar. Tingkatan does telah dilakukan observasi pada pasien
sebenarnya, yang telah mampu melakukan protokol, mengaplikasikan
prinsip pada situasi yang familiar, mengadaptasi prinsip pada situasi
12
yang baru dan menghubungkan antara pengetahuan baru dan prinsip
yang telah dipelajari sebelumnya. (Epstein & Hundert 2002)
Untuk sampai pada tahap tersebut diatas maka dalam proses
pembelajaran terdapat empat fase yang perlu diperhatikan dalam
proses pembelajaran yaitu (Bond & Spurritt, 1999):
1. Cognitive phase
Dimana mahasiswa memahami keterampilan klinis yang
mereka ingin pelajari dan cara mempelajarinya
2. Close phase
Dimana mahasiswa mampu belajar dan mempraktekkan hal
yang sederhana. Pada tahap ini terdapat empat faktor yang
mempengaruhi proses yaitu, faktor lingkungan, faktor
pengamatan dan demonstrasi, faktor instruksi dan
pernjelasan dan faktor umpan balik dan praktek. Kualitas
feedback yang diberikan saat mahasiswa melakukan
performa merupakan instrument dalam memfasilitasi
perkembangan keterampilan. Feedback dapat membantu
mahasiswa jika diberikan secara konstruktif. Terdapat
hubungan langsung antara kualitas performa mahasiswa
dengan umpan balik yang diberikan.
3. Open phase
Dimana mahasiswa telah mampu melakukan praktek
keterampilan yang lebih kompleks dengan baik.
4. Automatic phase
Dimana maasiswa secara otomatis melakukan keterampilan
yang bergerak dari satu fase ke fase berikutnya secara
secara berulang melalui proses melakukan latihan secara
aktif.
13
Gambar 1. Continum of learning (Bond & Spurritt,1999)
Dalam pelatihan keterampilan ada tiga komponen yang
mempengaruhi program pelatihan yaitu:
a) Karakteristik peserta pelatihan
b) Metode dan strategi pelatihan
c) Isi pelatihan
Dalam komponen pertama, karakteristik peserta pelatihan terdiri
dari prior knowledge, sikap, umur, strategi belajar, jenis kelamin,
motivasi. Berbagai macam penelitian telah dilakukan untuk melihat
pengaruh karakterisitik peserta pelatihan terhadap kesuksesan dalam
program pelatihan serta dampaknya terhadap strategi pengajaran.
Beberapa penelitian mengenai karakteristik peserta pelatian antara
cognitive phase
Closed phase
Open phase
Authomatic
phase
mengetahui sesuatu
mengetahui apa yang harusdilakukan
Mengetahui bagaimana harus melakukan
mampu melakukan
mampu melakukan secara rutin
mampu melakukan dengan baik
Dapat melakukan dengan baik secarakonsisten
Dapat dipercaya dan mampumemodifikasi dalam situasi berbeda
14
lain, dampak perbedaan jenis kelamin dalam pencapaian kompetensi.
Laki-laki berbeda sangat signifikan dalam pencapaian ujian klinik
dibandingkan dengan wanita (Steward, 2006). Sementara penelitian
yang lain menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kompetensi wanita
lebih tinggi secara signifikan daripada laki-laki (Rafeek, 2004). Selain
itu tingkat pengetahuan yang diindikatorkan oleh IPK memperlihatkan
bahwa nilai IPK yang tinggi merupakan prediktor dalam mencapai
kompetensi dan menjadi indikator konsistensi performa selama
menjalani pendidikan dokter (Wimmers, 2006), selain itu penelitian
yang lain menunjukkan bahwa nilai IPK berpengaruh secara signifikan
pada performa mahasiswa (Hecker, 2009).
Komponen kedua yaitu metode dan strategi, metode pelatihan
merupakan gabungan dari prinsip-prinsip psikologi belajar dan berlatih.
Komponen ketiga yaitu isi pelatihan merupakan dasar pelatihan yang
harus dikuasai oleh orang yang dilatih.
Komponen ketiga yaitu isi pelatihan yang merupakan dasar dari
program pendidikan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dalam
pendidikan klinik melatih semua domain kompetensi yaitu
pengetahuan, psikomotorik dan afektif. Isi pelatihan bisa diulang dan
dipecah dalam beberapa kegiatan pembelajaran dengan berbagai
variasi strategi dan metode.
15
Gambar 2. Komponen dalam desain program pelatihan
keterampilan (Patrick, 1992)
4. Observasi Langsung dan Umpan bBalik
Umpan balik adalah suatu penilaian secara rasional yang tidak
evaluatif dan objektif terhadap kinerja yang bertujuan untuk
meningkatkan atau memperbaiki keterampilan klinik mahasiswa,
bukan untuk menilai pribadi (Richardson,2004). Umpan balik bersifat
formatif yang dilakukan untuk mempengaruhi, memperkuat atau
mengubah perilaku atau sikap seseorang, dimana umpan balik
berbeda dengan evaluasi. Perbedaan antara umpan balik dan
evaluasi yaitu evaluasi bersifat sumatif dan berkonotasi penilaian
sedangkan umpan balik bersifat formatif atau non evaluatif dan
memberikan informasi (Ende,1983;Wood,2003).
Pembelajaran atau penilaian yang dilakukan tanpa pemberian
umpan balik menyebabkan pengajar atau penilai kesulitan dalam
mengetahui sampai dimana kemajuan yang dicapai oleh mahasiswa.
Traineecharacteristics
Trainingprogramme
e
Training methods& strategies
Training content
16
Dengan pemberian umpan balik seharusnya mendorong mahasiswa
untuk merefleksikan pengalaman mereka terutama hal-hal yang
mereka anggap telah lakukan dengan baik. Mahasiswa membutuhkan
masukan terhadap performa klinik mereka yang dapat mengaktifkan
mereka untuk mengembangkan life-long learning skills (Moore, 2011)
Observasi langsung dan pemberian umpan balik pada proses
pembelajaran dapat menuntun mahasiswa dalam meningkatkan
performa dan model Kolb’s learning cycle dapat diaplikasikan dalam
proses belajar mengajar keterampilan klinik (Heindrich et al, 2000),
yaitu:
a. Tahap Concrete experience
Pada taap ini supervisor klinik akan melakukan observasi
secara langsung pada mahasiswa yang sedang melakukan
performa pada pasien.
b. Tahap reflection dan feedback
Pada tahap ini makahasiswa diberikan kesempatan untuk
menilai kemampuan dirinya dari hasil performa yang dia telah
lakukan dan pembimbing akan memberikan feedback tentang apa
yang telah dikerjakan dengan benar dan apa yang belum
dikerjakan dengan benar. Dalam memberikan umpan balik
supervisor klinik arus menjelaskan dengan tepat, fokus pada hal-hal
yang spesifik dan yang berhubungan dengan standar yang harus
dicapai ole mahasiswa.
c. Tahap abstract conceptualization
Pada tahap ini mahasiswa telah mendapat petunjuk
bagaimana mengerjakan suatu keterampilan dengan benar, dan
apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan performanya.
17
d. Tahap active experimentation
Dalam taap ini maasiswa akan merencanakan dan mencoba
secara aktif keterampilan untuk meningkatkan performanya. Dalam
taap ini mahasiswa juga akan mengidentifikasi kesempatan-
kesempatan yang ada selama kegiatan klinik.
Gambar 3. Proses pembelajaran Kolb’s cycle (Sumber:
Henderich et al, 2000)
Pada pemberian umpan balik sebaiknya memberikan petunjuk
bagaimana mahasiswa dapat melakukan perbaikan pada performanya.
Umpan balik dan refleksi merupakan alat pembelajaran yang sangat
berpengaruh dalam membantu dalam mencapai kompetensi (Moore,
2011).
Ada beberapa ciri dari feedback yang efektif, antara lain :
a. Fokus pada hal yang spesifik
Umpan balik yang diberikan dilakukan dengan mefokuskan pada
hal-hal yang spesifik dari hasil observasi, meskipun umpan balik telah
ConcreteExperience
Reflection/feedback
Abstractconceptalization
Activeexperimentation
18
difokuskan pada hal yang spesifik namun jika tidak disampaikan
dengan jelas, mahasiswa tidak bisa merasakan manfaat umpan balik
yang diberikan (Richardson,2004). Selain itu umpan balik yang telah
dilakukan tidak akan bermanfaat jika mahasiswa tidak mendengarkan,
mengabaikan ataupun tidak memahaminya (Wood,2000).
b. Jangan memvonis
Umpan balik harus diberikan dengan bahasa deskriptif dan tidak
bersifat evaluatif (Ende,1983). Umpan balik yang diberikan harus
berkaitan dengan perilaku yang dapat dikendalikan dan diubah oleh
mahasiswa, mahasiswa akan sulit untuk melakukan perubahan jika
perubahan itu berada diluar kemampuannya dan dijelaskan bagaimana
mereka seharusnya melakukan dengan benar dengan cara yang
berbeda pada waktu yang akan datang (Richardson,2004).
c. Tepat waktu
Umpan balik yang baik diberikan tepat waktu dan tempat yang
tepat. Semakin sering umpan balik diberikan dan semakin cepat
setelah observasi, umpan balik akan semakin menguntungkan bagi
mahasiswa (Wood,2000). Umpan balik akan mencegah suatu
keterampilan yang dilakukan kurang tepat menjad kebiasaan.
Tindakan korektif ini dapat dilakukan disela-sela performa ketika
pembimbing memperhatikan bagaimana suatu kasus harus dilakukan
dengan benar, selain itu pembimbing harus menyediakan waktu diakhir
kegiata untuk mengevaluasi beberapa isu penting dan memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan refleksi apa yang
telah dilakukan (Richarson,2002).
d. Objektif
Umpan balik yang diberikan harus berdasarkan apa yang terlihat
dan data aktual. Umpan balik yang diberikan bukan berdasarkan
dugaan, asumsi atau interpretasi sehingga kesimpulan yang diambil
tentang performa mahasiswa benar dan berdasarkan fakta
(Wood,2000).
19
e. Terbatas
Umpan balik meliputi data yang spesifik dan subjektif, namun
tidak terlalu mendetail ataupun tidak terlalu luas, sehingga menjadi
beban bagi mahasiswa. format pemberian umpan balik dapat dilakukan
dengan melakukan selang-seling antara hal positif, tindakan korektif
kemudian hal positif lagi. Penekanan hal positif yang berlebihan dapat
mengurangi pemahaman dan perhatian pada kelemahan yang harus
dikoreksi (Richardson,2004).
f. Sesuatu yang diharapkan
Jika mahasiswa memahami bahwa umpan balik bukan
merupakan suatu penilaian pribadi tetapi bertujuan untuk mencapai
performa yang lebih baik jika umpan balik yang diberikan diterapkan,
maka mahasiswa akan menerimaumpa balik dengan baik. Hal ini akan
membuat mahasiswa belajar menerapkan umpan balik yang berasal
dari luar untuk melakukan refleksi (Wood,2000).
5. Longitudinal Evaluation of Performance (LEP)
Longitudinal evaluation of performance (LEP) merupakan
metode yang diadaptasi dari Mini-Cex yang saat ini telah digunakan
oleh American Board for Internal Medicine (ABIM) untuk
mengevaluasi residen dalam pendidikan (Norcini, 2005). Seperti pada
mini-cex, LEP dilakukan dengan observasi langsung pada mahasiswa
dalam praktik klinik dan berdasarkan pada penilaian evaluator tentang
beberapa kategori formatnya pun mirip dengan mini-cex (Prescott et
al, 2002).
Metode ini sangat fleksibel dan dapat digunakan pada hampir
semua situasi klinis kedokteran gigi. Penilaian dilakukan pada tujuh
area kompetensi (keterampilan pemeriksaan dan konsultasi,
keputusan klinik dan diagnosis, kemampuan teknik dan prosedur,
keterampilan komunikasi, profesionalisme dan pengorganisasian)
20
memungkinkan untuk mengevaluasi performa mahasiswa dalam
semua domain yang relevan (Prescott et al, 2002). Metode ini
menggunakan 9 skala rating, rating 1 - 3 kategori ‘butuh perbaikan’, 4
– 6 kategori ‘memuaskan’ dan rating 7 – 9 merupakan kategori
‘superior’. Dalam penggunaan LEP sebagai penilaian formatif maka
jika mahasiswa mendapatkan rating ‘membutuhkan perbaikan’ maka
tidak ada konsekuensi yang diterima oleh mahasiswa tetapi
dibutuhkan peningkatan yang kemudian didemonstrasikan sesuai
dengan standar untuk mencapai hasil yang memuaskan setelah
menyelesaikan pendidikan. Pendekatan metode ini memungkinkan
digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan personal,
memaksimalkan dampak pendidikan dan meningkatkan umpan balik
(Prescott et al, 2008).
6. Validitas dan Reliabilitas LEP
Suatu instrumen penelitian dapat digunakan jika memenuhi
syarat validitas dan realibilitas. Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui bahwa suatu instrumen penelitian dapat mengukur
sesuatu yang hendak diukur. Uji realibilitas dilakukan untuk
mengetahui bahwa suatu instrumen bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur obyek yang sama, maka akan diperoleh hasil yang
sama (Sugiyono, 2007)
Bukti yang paling dasar validitas berasal dari
mendokumentasikan hubungan antara isi dan tujuan penilaian
kurikulum dan dari kualifikasi dari mereka yang mengembangkan
penilaian (Smee, 2003). Untuk meningkatkan validitas maka yang
dapat dilakukan antara lain dengan expert judgement yang dapat
membandingkan antara apa yang diajarkan dengan apa yang akan
diujikan.
21
Penelitian tentang validitas LEP telah dilakukan oleh Presscot
di Skotlandia yang telah menunjukkan bukti bahwa LEP memiliki
validitas yang tinggi dan efektif untuk menilai kompetensi yang relevan
dengan program pendidikan yang dijalankan. Penggunaan skala
mampu memperlihatkan perkembangan pencapaian kompetensi tiap
waktu pada awal pendidikan, pertengahan dan akhir yang
memperlihatkan kurva yang meningkat (Prescott et al, 2002).
Untuk meningkatkan reliabilitas LEP ini maka dilakukan dalam
waktu yang cukup panjang dengan jumlah pasien yang adekuat dan
dilakukan pelatihan kepada pembimbing klinik sehingga mereka
konsisten dalam penilaian yang mereka lakukan serta form LEP yang
menggunakan skala rating dapat memandu mereka menggunakan
dasar yang sama dalam pengujian.
g. Long caseLong case merupakan salah satu metode penilaian yang telah
digunakan sejak lama yang digunakan untuk menulai mehasiswa
kedokteran, khususnya pada tahap pendidikan klinik (Nayar,1995).
Penilaian ini dilakukan untuk menilai kompetensi klinik yang biasanya
mengkombinasikan antara ujian lisan dan kasus pada pasien.
Mahasiswa mendapatkan semua informasi yang komprehensif dan
tanda gejala fisik dari pasien dan diharapkan agar mahasiswa mampu
melakukan sintesa dari informasi yang didapatkan. Penggunaan long
case secara tepat dapat mengukur atribut kompetensi klinik, seperti
history taking, pemeriksaan fisik, atribut antar personal, clinical
reasoning atau pemecahan masalah dan keputusan klinik.
Metode long case mempunyai beberapa keuntungan,
keuntungan yang paling penting yaitu penguji dapat melakukan
observasi kompetensi klinik secara langsung pada saat melakukan
history taking dan pemeriksaan pasien. Selain itu dapat digunakan
untuk menilai keterampilan yang bersifat kompleks yang sulit untuk
22
dinilai dengan menggunakan tes tertulis, seperti keterampilan
komunikasi, kemampuan untuk berpikir dan cepat dan bertindak
dengan tepat, serta kemampuan untuk menyaring informasi yang
sesuai dengan masalh yang ditangani. Keuntungan yang lain yaitu
ketika mahasiswa salah menginterpretasikan pertanyaan tidak
otomatis mendapatkan nilai salah, namun menanyakan pertanyaan
yang sama dengan kalimat atau instruksi yang lain mampu untuk
mengantar mahasiswa untuk menjawab pertanyaan atau
memperlihatkan area kompetensi yang dinilai.
Di sisi lain long case mempunyai beberapa kelemahan,
terutama masalah subjektivitas penguji, metode ujian yang tidak
terstruktur dan tidak terstandarisasi yang biasanya tergantung pada
tiap-tiap penguji (Paul,1995). Jika penguji tidak melakukan observasi
langsung pada mahasiswa yang akan diuji ketika melakukan
keterampilan history taking dan pemeriksaan klinis, keuntungan dari
long case ini akan hilang karena penguji tidak mendapatkan informasi
tentang kemampuan mahasiswa. Selain itu pelaksanaan long case
membutuhkan waktu yang panjang dan tidak reliabel pada mahasiswa
dengan jumlah yang besar.
Pada metode long case tingkat reliabilitas antar pengamat
sangat rendah pada kandidat yang sama. Hal ini dapat disebabkan
karena perbedaan pertanyaan dan keterampilan yang diuji. Dengan 2
long case yang melibatkan 2 penguji menunjukkan nilai reliabilitas
yang rendah (0.39) dan akan menurun pada 1 kasus long case
menjadi 0.24 (Norcini,2002 dalam Amin et al,2006). Jika menggunakan
ceklist dan lembar penilaian dengan skala rating yang digunakan pada
penilaian akan memperlihatkan koefisien reliabilitas antar penguji lebih
tinggi (0,79-0,92) (Maatsch,1980).
23
B. Landasan Teori
(Sumber: Patrick,1992,Henderich et al,2000)
Concreteexperience
Reflection/feedback
Abstractconseptualization
Activeexperimentation
Prior knowledge sex
Traineecharacteristics
Trainingprogramme
e
Training content Training methods& strategies
Examination &Consultationskills
procedural skill communication
skill professionalism organization skill
Patien encounter Direct observation Feedback
24
C. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan pencapaian kompetensi antara kelompok dengan
Longitudinal Evaluation of Performance (LEP) dengan kelompok
metode yang berlaku saat ini.
MahasiswaRotasi klinik
IKGA FKG UH
Pembelajaransetting klinik
Pembelajaransetting klinik
Kompetensi
Assesmen formatif
Longcase
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen semu dengan rancangan post
test dengan kelompok kontrol (Post test only with control group
Design), pencapaian kompetensi klinik mahasiswa yang digunakan
untuk menentukan keberhasilan pendidikan diukur dengan
menggunakan metode long case dengan menggunakan instrumen
penilaian LEP
Gambar 6. Rancangan penelitian
R : Populasi mahasiswa kepaniteraan klinik IKGA
E : Kelompok sampel dengan metode LEP sebagai kelompok eksperimen
K : Kelompok sampel dengan dengan metode saat ini sebagai kelompok
kontrol
X1 : Penilaian formatif LEP
O1 : Postest pada kelompok eksperimen dengan menggunakan ujian long
case
R
E
X1
O1
K X0 O2
X0X1
26
X0 : Existing method tanpa assessmen formatif LEP
O2 : Postest pada kelompok kontrol dengan menggunakan lembar
penilaian LEP
B. Lokasi dan Subjek penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Bagian IKGA Rumah Sakit Gigi
dan Mulut (RSGM) FKG UNHAS.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan IKGA yang
rotasi kliniknya ketika penelitian dilaksanakan yang berjumlah 60 orang.
Kegiatan klinik mahasiswa kepaniteraan klinik IKGA dijalani
selama 12 minggu yang digabung dengan kegiatan kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Gigi Masyarakat (IKGM). Dalam masa kegiatan tersebut
mahasiswa dapat melaukan kegiatan kepaniteraan pada kedua bagian
tersebut.
Di Bagian IKGA mahasiswa dipersyaratkan untuk menyelesaikan
berbagai macam kasus antara lain Dental Health Education (DHE),
pencabutan gigi sebanyak 6 kasus pencabutan, topikal aplikasi florida,
fissure sealent, Tumpatan gigi sebanyak 6 kasus, perawatan pulp
capping dan perawatan pulpa gigi sulung, serta perawatan dengan
space maintainer. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan metode
yang berlaku saat ini, yang dilakukan tanpa observasi langsung dan
dilakukan mahasiswa secara mandiri dan melaporkan kepada
pembimbing klinik jika telah selesai melakukan perawatan pada pasien.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah mahasiswa yang telah
mengikuti sistem kurikulum berbasis kompetensi dengan sistem blok
dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada tahap pendidikan
27
tingkat sarjana, belum pernah mengikuti rotasi klinik IKGA dan Bedah
Mulut sebelumnya. Kriteria eksklusinya yaitu tidak menyelesaikan
seluruh persyaratan kasus pencabutan gigi anak selama masa rotasi
klinik dan tidak mengikuti post test.
Pertimbangan memilih sampel yang telah mengikuti sistem blok
dengan metode PBL pada tahap pendidikan sarjana karena pada
pembelajaran dengan sistem blok mahasiswa telah mendapatkan
latihan keterampilan yang berkaitan dengan pencabutan gigi anak
secara terintegrasi, sedangkan sistem kurikulum lama yang masih
berbentuk mata kuliah, mahasiswa belum mendapatkan latihan
keterampilan yang berkaitan dengan pencabutan gigi anak. Sampel
yang dipilih juga belum pernah mengikuti rotasi klinik IKGA dan Bedah
Mulut sebelumnya diharapkan agar seluruh sampel memiliki
pengalaman yang sama dalam mengikuti rotasi klinik.
Subjek dalam populasi yang memenuhi kriteria sampel
penelitian berjumlah 39 orang mahasiswa. Subjek penelitian kemudian
dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, dengan cara mengurutkan
nama mahasiswa berdasarkan abjad kemudian mahasiswa dengan
nomor urut ganjil menjadi kelompok perlakuan dan mahasiswa dengan
nomor urut genap menjadi kelompok kontrol. Dari hasil pengacakan
sampel ini didapatkan kelompok perlakuan berjumlah 20 orang dan
kelompok kontrol berjumlah 19 orang.
Persyaratan kasus pencabutan gigi anak yang harus
diselesaikan selama masa rotasi klinik yaitu 6 kasus. Setiap kelompok
mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik khususnya untuk kasus
pencabutan gigi anak dengan metode yang berbeda, metode tersebut
adalah:
1. Mengerjakan persyaratan kasus pencabutan gigi anak di
bagian IKGA sesuai dengan metode yang berlaku saat ini
28
sebagai kelompok kontrol. Metode saat ini dilakukan dengan
pemeriksaan dan pengisian lembar status pasien dilakukan
oleh mahasiswa tanpa observasi dari pembimbing klinik
kemudian hasil dari lembar status pasien dilaporkan kepada
pembimbing klinik dan pembimbing klinik melakukan koreksi
lembar status pasien. Prosedur pencabutan gigi dilakukan
oleh mahasiswa tanpa observasi langsung dari pembimbing
klinik, setelah selesai melakukan perawatan pada pasien,
mahasiswa memperlihatkan hasil gigi yang telah dicabut
kepada pembimbing klinik.
Kegiatan ini dilakukan sebanyak 6 kasus yang terdiri dari 2
kasus dengan anestesi topikal, 2 kasus anestesi infiltasi dan
2 kasus anestesi intraligament. Mahasiswa kelompok kontrol
dapat melapor pada semua pembimbing klinik sesuai
dengan jadwal jaga pembimbing klinik.
Persyaratan kasus yang lain pada kelompok LEP tetap
menggunakan metode yang berlaku saat ini sama seperti
kelompok kontrol.
2. Mengerjakan persyaratan kasus pencabutan gigi anak
dengan metode LEP sebagai kelompok perlakuan.
Mahasiswa yang menjadi kelompok perlakuan melakukan
kegiatan klinik pencabutan gigi anak dengan dilakukan
observasi langsung oleh pembimbing klinik pada semua
tahap perawatan mulai dari pemeriksaan pasien sampai
prosedur pencabutan gigi anak. Setelah observasi
mahasiswa diberikan umpan balik oleh pembimbing klinik
dari hasil observasi yang dilakukan.
Jumlah kasus yang diselesaikan sama dengan kelompok
kontrol yaitu 6 kasus terdiri dari 2 kasus dengan anestesi
29
topikal, 2 kasus anestesi infiltasi dan 2 kasus anestesi
intraligament. Mahasiswa kelompok LEP melapor pada
pembimbing klinik yang telah mengikuti sosialisasi LEP dan
pelatihan umpan balik. Selama menyelesaikan 6 kasus
pencabutan mahasiswa kelompok kontrol tidak boleh hanya
diobservasi oleh 1 orang pembimbing klinik.
Peneliti akan mengambil data jenis kelamin, nilai blok tumbuh
kembang, nilai blok oromaksilofasial 1dan IPK S1 yang dimaksudkan
untuk melihat karakteristik subjek dalam kelompok. Seluruh subjek
penelitian mengikuti post test dengan metode long case dengan
menggunakan lembar LEP setelah menyelesaikan persyaratan kasus
pencabutan gigi anak pada akhir minggu ke-4.
C. Variabel penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu LEP dan metode yang
berlaku saat ini.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu kompetensi klinik yang
diukur dari hasil long case dengan menggunakan lembar penilaian
LEP.
D. Definisi operasional variabel
1. LEP adalah metode pembelajaran klinik yang dilakukan dengan cara
observasi langsung oleh pembimbing klinik di Bagian IKGA FKG
UNHAS yang telah mengikuti pelatihan LEP dan pelatihan umpan
balik pada mahasiswa yang melakukan prosedur pencabutan gigi
anak dan mengisi form penilaian LEP yang berbentuk skala rating
yang terdiri dari penilaian keterampilan pemeriksaan dan konsultasi,
30
keputusan klinik dan diagnosis, kemampuan teknik dan prosedur
manual, keterampilan komunikasi, profesionalisme, pengetahuan,
pengorganisasian serta kompetensi klinik secara keseluruhan. LEP
memiliki 9 skala yaitu skala 1-3 (butuh perbaikan), skala 4-6
(memuaskan) 7-9 (superior). Setelah observasi dilakukan pemberian
umpan balik yang dilakukan secara lisan dan tulisan dalam lembar
penilaian LEP
2. Metode yang berlaku saat ini adalah metode pembelajaran klinik
dengan cara mahasiswa melapor dan meminta izin kepada
pembimbing klinik IKGA untuk melakukan pemeriksaan dan
pengisian rekam medik pasien, setelah itu kembali melapor dan
meminta izin melakukan tindakan kepada pembimbing klinik, setelah
disetujui mahasiswa melakukan tindakan dan melaporkan kepada
pembimbing klinik setelah melakukan tindakan.
3. Kompetensi klinik yaitu kemampuan dalam melakukan perawatan
kapada pasien secara professional, yang mahasiswa memiliki
pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang baik yang diukur
dengan nilai long case dengan menggunakan lembar penilaian LEP
4. Long case adalah metode penilaian dengan melakukan observasi
langsung pada mahasiswa yang melakukan performa pada pasien
dan dinilai dengan mengunakan lembar penilaian LEP yang
kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
E. Instrumen penelitian
1. Lembar penilaian LEP yang dikembangkan oleh Prescott, Norcini,
Mckinlay, & J S Rennie, 2002 yang berisi data-data dasar
mahasiswa, pembimbing klinik serta rating 1 -9 dengan kategori,
terdiri dari “membutuhkan perbaikan”, “memuaskan”, dan “superior”
yang diamati terdiri dari 8 butir kategori penilaian, yaitu:
31
a. Keterampilan pemeriksaan & konsultasi
b. Keputusan klinis dan diagnosis
c. Kemampuan teknik dan prosedur manual
d. Keterampilan komunikasi
e. Profesionalisme
f. Pengetahuan (tingkatan&aplikasi)
g. Pengorganisasian
h. Kompetensi klinik secara keseluruhan
Di akhir lembar LEP juga berisi komentar tentang performa
mahasiswa . (lampiran 1).
2. Materi pelatihan LEP dan pelatihan umpan balik yang diikuti oleh staf
bagian IKGA FKG Unhas.
3. Kuesioner persepsi mahasiswa terhadap proses pembelajaran klinik
IKGA saat ini.
F. Validitas dan Reliabilitas InstrumenPengujian validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan sebelum
penelitian dilaksanakan. Instrumen LEP yang telah diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia kemudian divalidasi oleh pakar. Instrumen LEP
kemudian dikembangkan rubrik pada masing-masing butir penilaian yang
bertujuan untuk membantu pembimbing klinik dalam menilai mahasiswa
dan menjadikan sebagai standar penilaian mahasiswa. Rubrik penilaian
yang telah dikembangkan kemudian dipresentasikan di depan seluruh staf
dosen Bagian IKGA untuk mendapat masukan yang kemudian menjadi
bahan perbaikan.
Setelah dilakukan perbaikan maka LEP yang telah dilengkapi
dengan rubrik diujikan ke mahasiswa yang melakukan performa klinik.
Hasil dari uji LEP didapatkan data untuk mengukur reliabilitas
antarpengamat (inter rater reliability). Reliabilitas antar pengamat diuji
dengan menggunakan uji Interclass Correlation Coefficient (ICC),
32
realibilitas antar pengamat dianggap tinggi jika nilai ICC ≥ 0,80 (Streiner
and Norman, 2000).
G. Analisis Data
Efektivitas LEP sebagi penilaian formatif terhadap kompetensi klinik
akan dilihat dari nilai long case dengan menggunakan form LEP yang
datanya berbentuk skala interval. Nilainya akan diuji normalitasnya, jika
data yang didapatkan berdistribusi normal maka diuji dengan independent
t test pada kedua kelompok penelitian untuk melihat perbedaan pada
kedua kelompok dengan menggunakan program SPSS 18. Jika distribusi
data tidak normal maka data diuji dengan Mann whitney test.
Data kuesioner yang berskala interval dilakukan analisis dengan
menguji validitas,reliabilitas dan normalitasnya kemudian dilakukan uji
beda pada kelompok sama dengan analisis yang dilakukan pada data nilai
post test. Data dari pertanyaan terbuka dianalisis dengan menggunakan
analisis data kualitatif.
H. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapana. Perizinan Penelitian
Peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada Komite
Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan izin
penelitian kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin serta Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak (IKGA)
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Peneliti juga
meminta kesediaan pembimbing klinik dan mahasiswa rotasi klinik
IKGA untuk ikut dalam penelitian. Peneliti memberikan penjelasan
tentang penelitian yang akan dilakukan kepada mahasiswa dan
33
meminta kesediaan mereka untuk mengikuti penelitian serta mengisi
lembar kesediaan mengikuti penelitian.
b. Pengujian Validitas InstrumenPengujian validitas dilakukan untuk masing-masing instrumen.
Penilaian perkembangan kompetensi yang bersifat formatif
menggunakan LEP yang menggunakan skala rating. LEP
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh ahli bahasa,
selanjutnya hasil terjemahan akan dikonsultasikan kepada ahli
pendidikan kedokteran untuk dinilai validitas isi.
c. Penyusunan Rubrik LEPPenyusunan rubrik LEP dilakukan oleh peneliti dengan merancang
rubrik LEP yang mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter Gigi
Indonesia (SKDGI) dan literatur ilmu kesehatan gigi anak kemudian
berkonsultasi pada dosen Ilmu kesehatan gigi anak yang menguasai
materi pencabutan gigi anak. Setelah mendapat masukan dari pakar
Ilmu kesehatan gigi anak maka rubrik yang telah disusun
dipresentasikan di depan pembimbing klinik kepaniteraan IKGA yang
berjumlah 10 orang untuk mendapatkan masukan dan saran. Masukan
dan saran dalam presentasi tersebut dijadikan bahan revisi untuk
menyempurnakan rubrik yang telah disusun.
Rubrik penilaian LEP mengikuti butir penilaian pada lembar
penilaian LEP, yaitu:
1. Keterampilan pemeriksaan
Dalam rubrik penilaian keterampilan pemeriksaan dan konsultasi
berisi tentang keterampilan penilaian pemeriksaan fisik pada pasien
yang membantu dalam menegakkan diagnosis, antara lain pemeriksaan
oklusi, mukosa, lidah, gusi, dasar mulut, kelenjar limfe regional, simetris
muka, bibir dan pipi serta membedakan status gigi geligi pasien yang
catat dalam status pasien. Pembimbing klinik memberikan tanda
34
centang (√) pada rubrik jika mahasiswa melakukan dan menuliskan
intrepretasi pemeriksaan dengan benar. Hasil akumulasi penilaian ini
menentukan nilai keterampilan pemeriksaan.
2. Keputusan klinik dan diagnosis
Penilaian keputusan klinik dan diagnosis dinilai berdasarkan
persentase diagnosis dan rencana perawatan yang benar yang
dituliskan dalam lembar status pasien.
3. Keterampilan teknik dan prosedur manual
Pada butir penilaian ini pembimbing klinik menilai seluruh
aktivitas mahasiswa yang berhubungan dengan prosedur pencabutan
gigi anak. Dimulai dari kesesuaian posisi pasien di dental unit dengan
gigi yang akan dicabut dan posisi mahasiswa yang melakukan prosedur
pencabutan, ketepatan cara melakukan prosedur anestesi lokal yang
dilakukan oleh mahasiswa baik anestesi topikal, infiltrasi dengan
menggunakan spuit atau anestesi intra ligament. Setelah prosedur
anestesi dilakukan penilaian prosedur pencabutan gigi, apakah
dilakukan sesuai dengan benar dan semuanya dinilai dengan
menberikan tanda centang (√) pada lembar penilaian jika poin-poin
penilaian dilakukan dengan benar dan hasilnya diakumulasikan untuk
mendapatkan nilai kemempuan teknik dan prosedur manual.
4. Keterampilan komunikasi
Penilaian keterampilan komunikasi berisi butir penilaian performa
mahasiswa dalam membangun komunikasi dokter - pasien secara
umum yang dilakukan selama mahasiswa berinteraksi dengan pasien
mulai dari awal kedatangan sampai dengan prosedur perawatan telah
selesai dilakukan, penilaian keterampilan ini berisi 8 keterampilan
komunikasi secara umum yang nilainya diakumulasikan menjadi nilai
keterampilan komunikasi.
5. Profesionalisme
Pada butir penilaian profesionalisme hampir sama dengan penilaian
keterampilan komunikasi yang berisi komunikasi dokter-pasien secara
35
umum, pada penilaian profesionalisme ini dilakukan penilaian pada
atribut profesionalisme dokter gigi secara umum selama mahasiswa
berinteraksi dengan pasien dan nilainya diakumulasikan menjadi nilai
profesionalisme.
6. Pengetahuan
Penilaian pengetahuan dilakukan pada mahasiswa dilakukan
melalui diskusi atau tanya jawab yang dilakukan selama mahasiswa
berinteraksi dengan pasien ataupun setelah mahasiswa telah
menyelesaikan kasus pencabutan. Pada penilaian pengetahuan ini
pembimbing menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kasus yang
tangani antara lain prinsip pemeriksaan klinis, patofisiologis penyakit,
farmakologi pada anak dan prinsip penanganan/prosedur pencabutan
gigi anak. Nilai pengetahuan ditentukan oleh pembimbing berdasarkan
hasil diskusi atau tanya jawab yang dilakukan.
7. Pengorganisasian
Penilaian butir pengorganisasian dilakuakn berdasarkan pada
kemampuan mahasiswa dalam mengatur persiapan sebelum
melakukan perawatan, selama perawatan dan setelah perawatan. Butir
penilaian ini antara lain penentuan prioritas perawatan berdasarkan
diagnosis yang telah ditegakkan, persiapan alat, kemampuan
mahasiswa dalam mengatur waktu dan menggunakan waktu dalam
perawatan serta prosedur setelah melakukan perawatan.
8. Kompetensi klinik secara keseluruhan
Butir penilaian ini merupakan akumulasi dari butir penilaian
keterampilan sebelumnya, hasil penilaian ini menunujukkan kompetensi
yang dicapai secara umum oleh mahasiswa.
d. Pelatihan pembimbing klinikPelatihan pembimbing klinik terdiri dari 2 sesi yaitu, sesi pertama
pelatihan tentang pemberian umpan balik, yang dilaksanakan berupa
pemberian materi singkat tentang peran umpan balik dalam pendidikan
36
klinik dan prinsip-prinsip pemberian umpan balik serta simulasi
melakukan pemberian umpan balik. Pada sesi kedua yaitu sosialisasi
LEP sebagai metode penilaian formatif pada tahap pendidikan klinik
dan pelatihan pengujian keterampilan klinik mahasiswa dengan
menggunakan LEP. Pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan
pemberian materi singkat dan diikuti dengan sesi diskusi, pelatihan ini
berlangsung selama 2 jam. Setiap peserta pelatihan mendapatkan buku
saku yang berkaitan dengan pemberian umpan balik yang dapat
dijadikan referensi dalam melakukan umpan balik bagi mahasiswa saat
penelitian berlangsung. Setelah sesi pemberian materi dan diskusi
maka dilanjutkan dengan sesi praktik yang digabungkan dengan
penyamaan persepsi LEP dan menguji reliabilitas antar pengamat.
e. Penyamaan persepsi dan uji reliabilitas antar pengamatRubrik LEP yang telah disusun kemudian dilakukan pengujian
untuk menyamakan persepsi dan mengukur reliabilitas antar pengamat
dari LEP. Pembimbing klinik melakukan observasi dan menilai seorang
mahasiswa kepaniteraan IKGA yang melakukan perawatan pencabutan
gigi anak dengan menggunakan LEP dan dibantu rubrik yang telah
dikembangkan, mahasiswa yang diobservasi bukan merupakan
kelompok sampel penelitian. Setelah mahasiswa melakukan perawatan
pencabutan gigi anak maka pembimbing klinik memberikan umpan
balik terhadap performa mahasiswa tersebut dan hasil penilaian dengan
menggunakan lembar LEP digunakan untuk menilai reliabilitas antar
pengamat.
2. Pelaksanaan penelitianPada kedua kelompok diberikan panduan kegiatan klinik yang
berisi tentang tata tertib, persyaratan kasus yang harus diselesaikan,
standar operasional prosedur dari seluruh kasus yang dipersyaratkan.
Pada kedua kelompok diperlihatkan lembar penilaian LEP yang akan
37
digunakan sebagai post test penelitian, namun rubrik penilaian tidak
diperlihatkan pada kedua kelompok sampel.
a. Kelompok perlakuan dengan LEPKelompok sampel ini melakukan pembelajaran klinik dengan
penilaian LEP untuk menilai perkembangan pencapaian kompetensi
pada kasus pencabutan gigi anak. Pada penilain LEP semua aspek
kompetensi yang ada dalam lembar LEP dilakukan penilaian.
Mahasiswa menyelesaikan 6 kasus pencabutan gigi anak yang menjadi
persyaratan kasus yang harus diselesaikan selama menjalani rotasi
klinik di Bagian IKGA. Kasus ini dibagi kedalam 3 jenis kasus
berdasarkan jenis anestesi yang dilakukan, yaitu anestesi topikal,
anestesi infiltrasi dan anestesi intra ligament, masing-masing jenis
anestesi dilakukan pada 2 kasus.
Penilaian dengan menggunakan lembar LEP pada umumnya
sama kecuali pada penilaian prosedur manual dinilai berdasarkan jenis
anestesi yang dilakukan sesuai dengan kolom penilaian yang tersedia
pada rubrik penilaian. Setelah menyelesaikan seluruh tahapan prosedur
pada tiap kasus, mahasiswa mendapatkan umpan balik dari
pembimbing klinik sehubungan dengan performa klinik mereka selama
berinteraksi dengan pasien.
Proses kegiatan klinik berjalan seperti biasa, mahasiswa meminta
izin kepada pembimbing klinik yang bertugas dan yang telah
menyatakan kesedian untuk ikut dalam penelitian untuk dilakukan
observasi dan dinilai dengan menggunakan LEP. Selama penyelesaian
persyaratan kasus pencabutan gigi anak pada kelompok perlakuan,
penilaian LEP tidak boleh dilakukan hanya oleh satu orang pembimbing
klinik, lembar dan hasil penilaian LEP disimpan dan direkam untuk
melihat perkembangan pencapaian kompetensi mahasiswa penilaian ini
dilakukan dari minggu 1–4. Pada akhir minggu 4 diharapkan semua
38
butir penilaian LEP pada kasus pencabutan gigi anak minimal telah
mencapai “memuaskan”.
b. Kelompok dengan metode pembelajaran yang berlaku saat iniKelompok yang menjadi kelompok kontrol ini melakukan
pembelajaran klinik dengan metode yang berlaku saat ini dengan
mengerjakan persyaratan kasus sebanyak 6 kasus pencabutan gigi
anak. Kasus yang dipersyaratkan pada kelompok kontrol sama dengan
kelompok perlakuan dengan LEP yaitu melakukan perawatan pada
pasien anak dengan melakukan pemeriksaan dan pengisian status
pasien dan melakukan pencabutan gigi anak dengan 3 jenis anestesi
(anestesi topikal, infiltrasi dan intra ligament) namun pada kelompok
kontrol tidak dilakukan observasi langsung dan tidak ada umpan balik
yang diberikan ataupun umpan balik yang diberikan bukan berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan oleh pembimbing klinik namun sifatnya
berupa diskusi untuk mengkonfirmasi apa yang telah dilakukan oleh
mahasiswa ketika melakukan perawatan. Setelah post test, kelompok
kontrol akan mendapatkan penilaian formatif LEP.
Seluruh biaya perawatan pasien pencabutan gigi anak baik yang
menjadi persyaratan kasus maupun pasien post test pada kedua
kelompok ditanggung oleh peneliti, hal ini dilakukan agar seluruh
sampel termotivasi dalam menyelesaikan persyaratan kasus
pencabutan gigi anak, selain itu jumlah kunjungan pasien umum sangat
terbatas sehingga sebagian besar pasien yang dirawat oleh mahasiswa
merupakan pasien yang disiapkan oleh mahasiswa sendiri. Sedangkan
untuk pembimbing klinik, peneliti memberikan penghargaan berupa
honorarium pada akhir penelitian atas kerjasama dan keterlibatannya
dalam penelitian ini.
39
3. Post Test
Pelaksanaan post test berupa Long case dengan menggunakan
format LEP dilakukan dengan melakukan observasi langsung dan
dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dilakukan setelah seluruh sampel
baik kelompok LEP maupun kelompok kontrol menyelesaikan 6 kasus
pencabutan gigi anak yang menjadi persyaratan selama rotasi klinik
kepaniteraan IKGA. Untuk mendapatkan standarisasi pasien yang sama
pada kedua kelompok maka kriteria yang menjadi pasien post test yaitu
pasien anak umur 9 – 12 tahun dengan kasus yang jenis anestesinya
menggunakan anestesi intra ligament. Pemilihan kasus yang sama
diharapkan agar kedua kelompok mendapatkan standar kasus post test
yang sama walaupun beberapa pasien memiliki tingkat koperatif yang
berbeda-beda.
Penentuan penguji post test dilakukan secara acak dengan
mengurutkan nama kedua kelompok sampel berdasarkan abjad dan
mengurutkan nama 7 orang penguji berdasarkan abjad kemudian
dimasukkan kedalam tabel disamping tabel nama-nama kedua kelompok
sampel penelitian. Setiap penguji menguji rata-rata menguji 5 orang
mahasiswa. Pelaksanaan post test ini dilaksanakan pada minggu ke-5
yang waktunya disesuaikan dengan ketersediaan pasien dan jadwal jaga
pembimbing klinik yang akan menjadi penilai post test. Post test ini
dilakukan pada kedua kelompok penelitian dengan melakukan observasi
langsung pada mahasiswa yang melakukan performa pada kasus
pencabutan gigi pada pasien anak dan dinilai dengan menggunakan LEP
dan dilanjutkan dengan sesi diskusi atau tanya jawab.
Setelah nilai post test diambil maka semua sampel mengisi lembar
kuesioner yang berisi tentang evaluasi proses pembelajaran klinik IKGA
yang dikembangkan oleh peneliti.
40
4. Tahap analisis dataEfektivitas LEP sebagi penilaian formatif pada pencapaian
kompetensi klinik pencabutan gigi anak akan dilihat dari nilai post test.
Nilainya akan diuji normalitasnya, jika data yang didapatkan berdistribusi
normal maka untuk melihat adanya perbedaan pada kedua kelompok diuji
dengan independent t test pada kedua kelompok penelitian dengan
menggunakan program SPSS 18. Jika distribusi data tidak normal maka
data diuji dengan Mann whitney U test.
Data kuantitatif dan kualitatif dari kuesioner digunakan untuk
mendukung data kuantitatif. Data kuantitatif kuesioner yang berskala
interval diuji validitas, reliabilitas dan normalitasnya dengan menggunakan
SPSS 18. Jika data berdistribusi normal diuji dengan dengan independent
t test sedangkan jika distribusi data tidak normal maka data diuji dengan
Mann whitney U test. Selain itu data kuantitatif digunakan untuk mengukur
tingkat persetujuan pada kedua kelompok sampel.
Data kualitatif dari pertanyaan kuesioner dilakukan analisis dengan
teknik analisis kualitatif. Dua orang melakukan analisis dari jawaban
pertanyaan kuesioner. Analisis dilakukan oleh peneliti dan salah seorang
peer yang telah mengikuti pelatihan penglahan data kualitatif. Analisis
dilakukan dengan koding terbuka untuk menentukan tema, kategori dan
sub kategori dan terakhir menyimpulkan hasil koding yang dilakukan oleh
kedua reviewer.
41
Jalannya penelitian ini dilakukan dengan alur sebagai berikut:
Gambar 7. Alur Penelitian
Sosialisasi dan Pelatihan LEP serta pelatihan umpan balik
Penentuan kelompok sampel dan kelompok kontrol
Kelompok sampel dengan formatif assessmentLEP
Kelompok kontrol dengan metode saat ini
menyelesaikan persyaratan kasus dengan metodesaat ini (minggu 1-4)
Pelaksanaan postest
Kelompok sample dengan existing method
menyelesaikan requirement dengan existingmethod
Pelaksanaan LEP (Minggu 5 – minggu 8)
Kelompok kontrol dengan existing method danassessmen formatif LEP
Pengumpulan data hasil post test dan penyebarankuesioner
Pengolahan data post test
Penulisan Laporan akhir penelitian
Pelaksanaan LEP ( Minggu 1 –4) menyelesaikanpersyaratan kasus dengan LEP
menye
mene
42
Lampiran 1. Rencana Kebutuhan Anggaran Penelitian
No Kegiatan Harga Satuan Kuantitas Jumlah
1 Honor Pelatihan Pembimbing klinik 100,000 10 1,000,000
2 Penggandaan Proposal 15,000 6 90,000
3 Penggandaan Kuesioner 300 60 18,000
4Penggandaan Format dan rubrikpenilaian 800 420 336,000
5 Honor pembimbing klinik 250,000 7 1,750,000
6Pembuatan Buku PanduanFeedback 25,000 12 300,000
7Pembayaran Biaya medik pasienpencabutan gigi anak 25,000 420 10,500,000
DAFTAR PUSTAKA
43
Amin, Z. & Eng, KH. (2006) Basics Medical Education. World ScientificPublishing, Singapore.
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak. (2009) Standar operasional prosedurdan manual prosedur Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak.
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak. (2009) Panduan kepaniteraan klinikBagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak.
Ben-David, MF. (2009) Principles of assessement, dalam : Dent JA &Harden RM, Ed. A practical guide for medical teachers. Edinburgh:Churchill Livingstone.
Bernard, JM. & Goodyear KR. (2009) Fundamentals of clinical supervision.4th ed. Pearson, Upper Saddler River, New Jersey, colobus, Ohio.
Bond, H. & Spurritt, D. (1999) Learning practical skills. Educatingbeginning practioners, Challenger for health professional education.Butterworth-Heinemann.
Branch, WT., Paranjape, A. (2002) Feedback and Reflection: TeachingMethods for Clinical Settings. Academic Medicine, 77(12):1185-1188.
Chambers, DW., Gerrow, JD. (1994) Manual for developing and formattingcompetency statement. J Dent Educ,58:361-366.
Dewi ,SP.& Achmad TH. (2010) Optimising feedback using the mini-CEXduring the final semester programme. Medical Education, 44:489–526.
Emilia, O. (2008) Kompetensi dokter dan lingkungan belajar klinik dirumah sakit. Gadjah Mada university Press.
Dent JA. (2005) Clinical teaching in ambulatory care settings: making themost of learning opportunities with outpatients, AMEE Guide No 26.Medical Teacher, 27(4): 302–315.
Ende, J (1983) Feedback in Clinical Medical Education. JAMA, 250: 777-781.
Epstein, RM. & Hundert, EM (2002) Defining and assessing professionalcompetence. JAMA, 287(2):226-235.
44
Fraenkel, JR. & Wallen NE. (2009) How to design and evaluate researchin education 7th ed. Thomson Wadsworth, Belmont
Habiba, Saedon, MHM. (2010) Workplaced-Based Assesment as aneducational tools. Amee guide supplement. Medical Teacher, 32:369-372.
Hombloe SH. (2004) Faculty and the Observation of Trainees’ ClinicalSkills: Problems and Opportunities. Acad Med ;79:16 –22.
Howley, LD. & Wilson WG. (2004) Direct Observation of Students duringClerkship Rotations: A Multiyear Descriptive Study. Acad Med. 79:276–280.
Kang, Y., Bardes, CL., Gerber, LM., Johnson, CS. (2009) Pilot of DirectObservation of Clinical Skills (DOCS) in a Medicine Clerkship:Feasibility and Relationship to Clinical Performance Measures. MedEduc Online. 14:9.
Konsil Kedokteran Indonesia (2006) Standar Kompetensi Dokter gigi.
.
Kuo,AK., Irby, DI., Loeser H. (2005) Does direct observation improvemedical students’ clerkship experiences?. Medical Education. 39:505–533.
Mamede, S., Schmidt, HG., Penaforte, JC. (2008). Effects of reflectivepractice on the accuracy of medical diagnoses. Medical Education. 42:468-475.
Moore, U. & Durham J. (2011) Invited commentary : issues with assessingcompetence in undergraduate dental education. Eur J Dent Educ,15;53-57.
Norcini, J. & Burch V. (2007) Workplace-based assessment as aneducational tool: AMEE Guide No.31. Medical Teacher 955-871.
Norcini, J (2005) The mini clinical evaluation exercise, clinical teacher,2(1), 25-30.
45
Oestergaard, J., Bjerrum, F., Maagaard., Winkel P., et al. (2012) Instructorfeedback versus no instructor feedback on performance in alaparoscopic virtual reality simulator: a randomized educational trial.BMC Medical Education, 12:7
Patrick, J. (1992) Training Design: Introduction and teories. TrainingResearch and practice, Academic press, London: 217-312.
Pelgrim, EAM., Kramer, AWM., Mokkink, HGA., Van den Elsen, L., et al(2011). In-training assessment using direct observation of single-patient encounters: a literature review . Adv in Health Sci Educ;16:131-142.
Prescott, L,, Norcini, J., Mckinlay, P., Rennie, J. (2002) Facing thechallenge of competency-based assessment of ostgraduate dentaltraining: Longitudinal Evaluation of Performance (LEP). Medicaleducation, 36, 92-97.
Prescott, L., Van der Vleuten, CPM., Schuwirth, L.,Hurst, Y., et al .(2008)Evidance for validity within workplaced-based assessment:Longitudinal Evaluation of Performance (LEP). Medical Education, 42:488-495.
Rafeek, RN., Marchan, SM., Naidu, RS., Carrote, PV. (2004) Perceivedcompetency at graduation among dental alumni of the West Indies. JDent Educ, 68(1):81-88.
Ramani, R. & Leinster, SAM. (2008) Teaching in clinical environment.AMEE Guide No. 34. Medical teacher. ,30(4),347-364.
Richardson, BK. (2004) Feedback. Acad Emerg.Med,11 (12),1283.
Sadler, DR. (1989) Formative assessment and the design of instructionalsystem. Instructional science,18:119-144.
Shahgheibi, SH., Pooladi, A., Bahram, RM., Farhadifar, F., Khatibi, R.(2009) Evaluation of the Effects of Direct Observation of ProceduralSkills (DOPS) on Clinical Externship Students’ Learning Level inObstetrics Ward of Kurdistan University of Medical Sciences. Journalof Medicine Eduction Winter & Spring, 13: 29-33.
46
Streiner, DL. & Norman, GR. (2000) Health measurement scales: Apractical guide to their development and use. Oxford: OxfordUniversity Press.
Wimmers, PF. (2006) Developing clinical competence, The predictability ofperformance in Medical School: A comparison og grade subgroups.21-26.
Wimmers, PF., Schmidt, HG., Splinter, TAW. (2006) Influence of clerkshipexperiences on clinical competence. Medical Education, 40: 450–458
Wood, BP. (2000) Feedback: A Key feature of Medical Training.Radiology, 215, 17-19.