bab i i.pendahuluan a. latar belakang...

46
1 BAB I I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada tahap pendidikan klinik merupakan pembelajaran yang berfokus pada keterlibatan langsung dengan pasien dan berbagai macam masalahnya. Dalam lingkungan ini mahasiswa belajar menjadi seorang dokter yang sebenarnya. Berbagai macam keterampilan seperti history taking, pemeriksaan fisik, komunikasi dengan pasien, dan profesionalisme sangat tepat dipelajari dan dilatihkan pada tahap pendidikan ini. Pengetahuan ilmu kedokteran dapat diaplikasikan langsung untuk memberikan perawatan kepada pasien sehingga mahasiswa termotivasi untuk belajar (Habiba et al., 2010) Dalam lingkungan pembelajaran klinik diperlukan observasi langsung dan pemberian umpan balik untuk membantu mahasiswa mencapai kompetensi yang harapkan. Beberapa penelitian yang dilakukan pada pendidikan klinik ditemukan adanya kesenjangan antara apa yang harus dilakukan dan apa yang terjadi. Salah satunya yaitu kurangnya penilaian dan pemberian umpan balik berdasarkan observasi langsung pada performa mahasiswa, dan menjadi salah satu kekurangan terbesar dalam pendidikan dokter saat ini (Hombloe,2004), sedangkan observasi langsung dan pemberian umpan balik memiliki kekuatan dalam mempengaruhi performa mahasiswa. Kegiatan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak (IKGA) merupakan salah satu tahap pendidikan klinik profesi dokter gigi yang salah satu kegiatan pembelajarannya yaitu menyelesaikan persyaratan kasus. Kasus ini dibebankan untuk

Upload: truongxuyen

Post on 15-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada tahap pendidikan klinik merupakan

pembelajaran yang berfokus pada keterlibatan langsung dengan

pasien dan berbagai macam masalahnya. Dalam lingkungan ini

mahasiswa belajar menjadi seorang dokter yang sebenarnya.

Berbagai macam keterampilan seperti history taking, pemeriksaan

fisik, komunikasi dengan pasien, dan profesionalisme sangat tepat

dipelajari dan dilatihkan pada tahap pendidikan ini. Pengetahuan ilmu

kedokteran dapat diaplikasikan langsung untuk memberikan

perawatan kepada pasien sehingga mahasiswa termotivasi untuk

belajar (Habiba et al., 2010)

Dalam lingkungan pembelajaran klinik diperlukan observasi

langsung dan pemberian umpan balik untuk membantu mahasiswa

mencapai kompetensi yang harapkan. Beberapa penelitian yang

dilakukan pada pendidikan klinik ditemukan adanya kesenjangan

antara apa yang harus dilakukan dan apa yang terjadi. Salah satunya

yaitu kurangnya penilaian dan pemberian umpan balik berdasarkan

observasi langsung pada performa mahasiswa, dan menjadi salah

satu kekurangan terbesar dalam pendidikan dokter saat ini

(Hombloe,2004), sedangkan observasi langsung dan pemberian

umpan balik memiliki kekuatan dalam mempengaruhi performa

mahasiswa.

Kegiatan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Gigi

Anak (IKGA) merupakan salah satu tahap pendidikan klinik profesi

dokter gigi yang salah satu kegiatan pembelajarannya yaitu

menyelesaikan persyaratan kasus. Kasus ini dibebankan untuk

2

mencapai kompetensi yang mengacu pada Standar Kompetensi

Dokter Gigi Indonesia yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia (KKI).

Salah satu persyaratan kasus yang harus diselesaikan yaitu

pencabutan gigi anak. Kompetensi pencabutani gigi anak bukan

hanya pada keterampilan prosedur pencabutan gigi tetapi juga

keterampilan anamnesis, pemeriksaan klinis, keterampilan konsultasi,

menegakkan diagnosis, keterampilan komunikasi serta

profesionalisme pada perawatan pasien anak. Setelah menyelesaikan

rotasi klinik di Bagian IKGA mahasiswa diharapkan mampu

melakukan penanganan pencabutan gigi pada anak secara mandiri.

Metode pembelajaran yang berlaku saat ini di Bagian IKGA FKG

UNHAS yaitu mahasiswa menangani pasien dari awal dengan

meminta izin kepada pembimbing klinik, kemudian mahasiswa

memulai perawatan pada pasien yang dimulai dengan anamnesa,

pengisian rekam medik, penegakan diagnosa dan rencana perawatan,

setelah mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing atau

supervisor maka mahasiswa melakukan tindakan kepada pasien dan

kembali melapor setelah menyelesaikan tindakan (Bagian IKGA

2009). Selama proses yang dilalui oleh mahasiswa tidak dilakukan

observasi langsung oleh pembimbing klinik dan tidak adanya

pemberian umpan balik, jikapun ada sangat minimal dan tidak

terstruktur.

Dengan tidak adanya observasi langsung dan umpan balik yang

adekuat maka pembimbing klinik dan mahasiswa tidak dapat

mengetahui kelebihan dan kekurangan mahasiswa dalam menangani

pasien, sehingga mahasiswa tidak mengetahui perkembangan

pencapaian kompetensi yang telah dicapai.

3

Pada pembelajaran di lingkungan klinis telah banyak

dikembangkan berbagai macam metode dan instrumen penilaian, baik

metode penilaian formatif maupun sumatif (Hays & Wellard, 1998).

Beberapa metode penilaian formatif yang telah dikembangkan antara

lain Mini-clinical Evaluation (Mini-CEX), clinical encounters (CEC),

clinical work sampling (CWS), blinded patient encounters (BPE), direct

observation of procedural skills (DOPS), cased-based discussion

(CbD), dan multisource feedback (MSF) (Norcini & Burch, 2007).

Salah satu penilaian yang berhasil dalam penerapannya adalah

mini-cex (Ramani & Leinster, 2008). Mini cex merupakan alat

penilaian keterampilan klinis dengan observasi langsung yang

dikembangkan di Amerika serikat dan saat ini telah luas digunakan.

Penilaian dilakukan berdasarkan observasi langsung terhadap peserta

didik yang melakukan interaksi klinis dengan pasien nyata. Peserta

didik melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis menentukan

diagnosis dan rencana perawatan. Hasil penilaian merupakan

dokumen terstruktur yang digunakan untuk menilai dan memberikan

umpan balik yang ditujukan untuk perbaikan performa peserta didik

dimasa yang akan datang.

Longitudinal evaluation of performance (LEP) merupakan suatu

metode yang diadaptasi dan mirip dengan mini-cex, yang telah dirintis

sebagai penilaian formatif pada mahasiswa kedokteran gigi dan

merupakan salah satu metode yang relatif baru dengan melakukan

observasi langsung pada mahasiswa dalam praktek klinis yang

melibatkan pasien dan kinerja dinilai oleh pembimbing klinik yang

terbagi dalam beberapa kategori.

Longitudinal evaluation of performance (LEP) ini telah

diterapkan pada program Dental Vocational Training (DVT) di

Skotlandia. Metode ini efektif dalam menilai secara luas kompetensi

4

yang relevan (Prescott et al., 2002). Metode ini sangat fleksibel dan

dapat digunakan hampir pada semua situasi klinis kedokteran gigi.

Penilaian dilakukan pada 7 area kompetensi (keterampilan

pemeriksaan dan konsultasi, penilaian klinis dan diagnosis,

kemampuan teknikal dan keterampilan manual, keterampilan

komunikasi, profesionalisme, pengetahuan dan kemampuan

mengorganisasi) dengan menggunakan skala rating 1-9, pada rating

1-3 dimasukkan dalam kategori “butuh perbaikan”, 4-6 kategori

“memuaskan”, dan 7-9 kategori “superior”. Setelah prosedur klinik

telah dilakukan maka mahasiswa langung diberikan umpan balik yang

spesifik dan pada akhir kegiatan klinik mahasiswa minimal telah

mencapai level “memuaskan” pada semua kategori (Prescott et al.,

2002) LEP merupakan penilaian formatif, yang pada dasarnya

sebagai penilaian dengan observasi langsung yang dapat

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, memaksimalkan dampak

proses pembelajaran dan meningkatkan umpan balik (Prescott et al,

2008). Umpan balik merupakan komponen inti dari assessmen

formatif (Sadler 1989), pusat pembelajaran dan hearth of medical

education (Branch & Paranjape 2002). Tanpa observasi langsung

maka tidak mungkin dilakukan penilaian keterampilan klinis dan yang

paling penting, pemberian umpan balik yang tepat untuk

meningkatkan performa tidak dapat dilakukan secara efektif ( Norcini

& Burch, 2007).

Dengan kondisi dan proses pendidikan di Bagian IKGA FKG

UNHAS saat ini yang dlakukan tanpa observasi langsung dan

pemberian umpan balik yang minimal sehingga pembimbing klinik dan

mahasiswa tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan mahasiswa

serta efektivitas perkembangan pencapaian kompetensi yang telah

dicapai, maka penerapan LEP yang dilakukan obsevasi langsung

5

serta pemberian umpan balik perlu diketahui efektivitasnya khususnya

di bandingkan dengan metode yang berlaku saat ini.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan

masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

apakah penerapan Longitudinal Evaluation of Performance (LEP)

efektif dalam mencapaian kompetensi pencabutan gigi anak pada

mahasiswa di Bagian IKGA FKG UNHAS?

C. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh Longitudinal Evaluation of Performance

(LEP) terhadap pencapaian kompetensi pencabutan gigi anak di

Bagian IKGA FKG UNHAS.

2. Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap proses pembelajaran

klinik khususnya pencabutan gigi anak di Bagian FKG UNHAS

D. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memperkenalkan LEP sebagai metode penilaian kepada

pembimbing klinik di Bagian IKGA UNHAS

2. Menjadi pertimbangan dalam memperbaiki dan mengembangkan

sistem penilaian dan pembimbingan klinik di Bagian IKGA FKG

UNHAS

3. Memberikan data bagi stakeholders yang dapat digunakan

sebagai dasar dalam menentukan sistem penilaian dan

pembimbingan klinik pada program pendidikan profesi dokter gigi

FKG UNHAS

6

4. Menambah pengalaman belajar mahasiswa dengan mendapatkan

observasi langsung dan pemberian umpan balik.

E. Keaslian Penelitian

LEP merupakan salah satu metode penilaian klinik dengan

melakukan observasi langsung pada mahasiswa dengan

menggunakan global rating pada pasien nyata dan pemberian umpan

balik setelah observasi, metode ini sama dengan metode penilaian

yang lain seperti mini-cex, DOPS, mini-IPX dan metode lain yang

menggunakan global rating dan bersifat formatif, namun pada lingkup

pendidikan dokter gigi belum banyak dilakukan mengenai dampak

penilaian formatif terhadap pencapaian kompetensi. Penelitian

mengenai observasi langsung untuk menilai pendidikan klinik dengan

keterlibatan pasien langsung telah dilakukan sebanyak 39 kali dengan

menggunakan 18 macam instrumen penilaian (Pelgrim et al.2010).

Penelitian yang menggunakan metode observasi langsung yang telah

dilakukan antara lain:

a. Dewi dan Ahmad.(2010), melakukan penelitian tentang persepsi

mahasiswa terhadap umpan balik yang diberikan pada mini-cex.

b. Hombloe ES et al.(2004), melakukan penelitian tentang efek

observasi langsung pada residen Ilmu Penyakit Dalam, yang

melibatkan 40 orang staf pendidik ilmu penyakit dalam, 17 orang

residen sebagai kelompok intervensi dan 23 orang sebagai

kelompok kontrol.

c. Shahgheibi SH et al.(2009), melakukan penelitian tentang evaluasi

efek dari direct observation of procedural skills (DOPS) terhadap

tingkat pembelajaran mahasiswa pada bangsal kebidanan. Pada

penelitian ini peneliti membandingkan keterampilan sebelum dan

setelah mengikuti pembelajaran dengan sistem “tradisional” pada

kelompok kontrol dan sebelum dan setelah mendapatkan DOPS

7

pada kelompok perlakuan dengan menggunakan daftar tilik yang

telah dibuat. Sampel penelitian ini terdiri dari 31 orang kelompok

perlakuan dan 42 orang kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan

bahwa kelompok perlakuan menunjukkan nilai keterampilan yang

lebih tinggi secara bermakna daripada kelompok kontrol.

d. Kuo et al.(2005), melakukan penelitian untuk menilai pencapaian

kompetensi pada mahasiswa kedokteran tahap klinik di Bagian Ilmu

Kesehatan Anak dengan melakukan observasi langsung sifatnya

spontan atau Brief structured clinical observation (BSCO) pada saat

pembimbing klinik datang ke ruangan perawatan pasien dan

mengobservasi mahasiswa yang melakukan pemeriksaan fisik,

berdasarkan hasil observasi dan laporan mahasiswa, pembimbing

klinik memberikan umpan balik mahasiswa. Sampel penelitian ini

terdiri dari 33 orang sampel dan 8 orang pembimbing klinik.

Hasilnya didapatkan peningkatan keterampilan pemeriksaan dan

pencapaian kompetensi secara umum namun tidak bermakna

secara statistik. Selain itu pada penelitian ini menilai kualitas

pembelajaran, umpan balik dan instruksi pada pemeriksaan fisik.

e. Kang et al (2009), melakukan penelitian dengan menggunakan

direct observation of clinical skill (DOCS) sebagai penilaian formatif

pada mahasiswa kepaniteraan klinik kedokteran, dilakukan pada 62

orang mahasiswa. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil

penilaian formatif DOCS berkorelasi kuat dengan pencapaian hasil

akhir mahasiswa.

Penelitian tentang LEP sebagai metode assesmen telah dilakukan

oleh Prescott et al.(2008). Dalam penelitiannya Evidence for validity

within workplace assessment: the Longitudinal Evaluation of

Performance. Penelitian tersebut menilai validitas LEP sebagai metode

penilaian yang telah diterapkan pada program postgraduate

pendidikan kedokteran gigi. Pada penelitian tersebut merupakan

8

penelitian kohort, subjek penelitian telah menyelesaikan LEP sebanyak

42 kali selama menjalani pendidikan kemudian mengisi kuesioner

tentang LEP. Sedangkan pada penelitian ini ingin melihat efek dari

LEP sebagai metode penilaian formatif dalam mencapai kompetensi

pencabutan gigi anak.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Pembelajaran di klinik

Program pendidikan dokter gigi menekankan pada kualifikasi

akhir dari peserta didik yang diharapkan memiliki kemampuan yang

adekuat dalam performa dan telah aman dalam melakukan praktik

mandiri yang situasinya sangat berbeda dengan situasi pada

pendidikan dokter gigi. pada akhir pendidikan dokter gigi seorang

peserta didik telah mencapai level kompetensi sesuai dengan standar

kompetensi dokter yang telah ditetapkan (Moore & Durham 2011).

Kompetensi dapat diartikan sebagai penggabungan antara

pengetahuan yang cukup dan perilaku professional dan dapat

melakukan tindakan yang sesuai pada setting klinis yang sebenarnya

tanpa bantuan. (Chambers & Gerrow dalam Moore & Durham, 2011).

Kompetensi merupakan perilaku yang diharapkan dari dokter

gigi yang baru memulai praktik, perilaku ini meliputi penguasaan

pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai respon terpadu terhadap

tuntutan yang dihadapi dalam praktik. (Chambers dalam Konsil

Kedokteran Indonesia, 2006). Menurut Departemen pendidikan

Nasional, kompetensi merupakan seperangkat kemampuan untuk

dapat bertindak cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh

seseorang untuk dapat dianggap mampu oleh masyarakat dalam

melaksanakan tugas dalam bidang-bidang tertentu (Konsil Kedokteran

Indonesia, 2006).

Standar kompetensi dokter gigi yang diatur oleh Konsil Kedokteran

Indonesia (KKI) yang terdiri dari:

10

1. Profesionalisme.

Melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan

keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum

yang relevan.

2. Penguasaan ilmu pengetahuan kedokteran dan kedokterangigi.

Memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi

dasar dan klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme

serta pengembangan ilmu kedokteran gigi.

3. Pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik.

Melakukan pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun

rencana perawatan untuk mencapai kesehatan gigi dan

mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif.

4. Pemulihan fungsi sistem stomatognatik.

Melakukan tindakan pemulihan fungsi sistem stomatognatik

melalui penatalaksanaan klinik.

5. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

Menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju

kesehatan gigi dan mulut yang prima.

6. Manajemen praktek kedokteran gigi.

Menerapkan fungsi manajemen dalam menjalankan praktik

Kedokteran Gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Perkembangan pencapaian kompetensi dapat digambarkan

dengan tingkatan yang dimulai dari beginner (unconscious

incompetent), kemudian menjadi novice (conscious incompetent),

selanjutnya menjadi competent (conscious competent) dan akhirnya

menjadi expert (unconscious competent). (Polanyi,1974)

11

Perfect Expert 10 tahun

Practice Competent

(consciously competent)

Realistic work setting

Beginner

(application with conscious

incompetent)

Supervised practice,

seminar, simulation

Prepare Novice

(conscious incompetent)

Basic knowledge

Candidate

(unconciouc incomperent)

Tabel 1. Perkembangan pencapaian kompetensi (Polanyi,1979)

Pada akhir pendidikan peserta didik mencapai level competent

(conscious competent) dan untuk mencapai level tersebut peserta

didik melakukan pada setting klinik dengan pasien sebenarnya. Pada

level tersebut dapat ditentukan bahwa seorang dapat disebut sebagai

seorang yang kompeten jika memiliki kemampuan kognisi,

kemampuan teknik, mengintegrasi, kemampuan kontekstual,

menghubungkan, refleksi, afeksi dan aspek moral yang baik (Epstein

& Hundert 2002).

Pencapaian level kompetensi klinis dibagi kedalam 4 tingkatan

yaitu knows, knows how, shows how dan does (miller 1990). Pada

tingkatan knows, berupa kemampuan dalam recall fakta, prinsip dan

teori. Tingkatan knows how berupa kemampuan untuk menyelesaikan

masalah dan menggambarkan prosedur. Tingkatan shows how

biasanya telah melibatkan pasien simulasi, simulasi komputer dimana

telah mampu melakukan demonstrasi keterampilan pada situasi yang

terstandar. Tingkatan does telah dilakukan observasi pada pasien

sebenarnya, yang telah mampu melakukan protokol, mengaplikasikan

prinsip pada situasi yang familiar, mengadaptasi prinsip pada situasi

12

yang baru dan menghubungkan antara pengetahuan baru dan prinsip

yang telah dipelajari sebelumnya. (Epstein & Hundert 2002)

Untuk sampai pada tahap tersebut diatas maka dalam proses

pembelajaran terdapat empat fase yang perlu diperhatikan dalam

proses pembelajaran yaitu (Bond & Spurritt, 1999):

1. Cognitive phase

Dimana mahasiswa memahami keterampilan klinis yang

mereka ingin pelajari dan cara mempelajarinya

2. Close phase

Dimana mahasiswa mampu belajar dan mempraktekkan hal

yang sederhana. Pada tahap ini terdapat empat faktor yang

mempengaruhi proses yaitu, faktor lingkungan, faktor

pengamatan dan demonstrasi, faktor instruksi dan

pernjelasan dan faktor umpan balik dan praktek. Kualitas

feedback yang diberikan saat mahasiswa melakukan

performa merupakan instrument dalam memfasilitasi

perkembangan keterampilan. Feedback dapat membantu

mahasiswa jika diberikan secara konstruktif. Terdapat

hubungan langsung antara kualitas performa mahasiswa

dengan umpan balik yang diberikan.

3. Open phase

Dimana mahasiswa telah mampu melakukan praktek

keterampilan yang lebih kompleks dengan baik.

4. Automatic phase

Dimana maasiswa secara otomatis melakukan keterampilan

yang bergerak dari satu fase ke fase berikutnya secara

secara berulang melalui proses melakukan latihan secara

aktif.

13

Gambar 1. Continum of learning (Bond & Spurritt,1999)

Dalam pelatihan keterampilan ada tiga komponen yang

mempengaruhi program pelatihan yaitu:

a) Karakteristik peserta pelatihan

b) Metode dan strategi pelatihan

c) Isi pelatihan

Dalam komponen pertama, karakteristik peserta pelatihan terdiri

dari prior knowledge, sikap, umur, strategi belajar, jenis kelamin,

motivasi. Berbagai macam penelitian telah dilakukan untuk melihat

pengaruh karakterisitik peserta pelatihan terhadap kesuksesan dalam

program pelatihan serta dampaknya terhadap strategi pengajaran.

Beberapa penelitian mengenai karakteristik peserta pelatian antara

cognitive phase

Closed phase

Open phase

Authomatic

phase

mengetahui sesuatu

mengetahui apa yang harusdilakukan

Mengetahui bagaimana harus melakukan

mampu melakukan

mampu melakukan secara rutin

mampu melakukan dengan baik

Dapat melakukan dengan baik secarakonsisten

Dapat dipercaya dan mampumemodifikasi dalam situasi berbeda

14

lain, dampak perbedaan jenis kelamin dalam pencapaian kompetensi.

Laki-laki berbeda sangat signifikan dalam pencapaian ujian klinik

dibandingkan dengan wanita (Steward, 2006). Sementara penelitian

yang lain menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kompetensi wanita

lebih tinggi secara signifikan daripada laki-laki (Rafeek, 2004). Selain

itu tingkat pengetahuan yang diindikatorkan oleh IPK memperlihatkan

bahwa nilai IPK yang tinggi merupakan prediktor dalam mencapai

kompetensi dan menjadi indikator konsistensi performa selama

menjalani pendidikan dokter (Wimmers, 2006), selain itu penelitian

yang lain menunjukkan bahwa nilai IPK berpengaruh secara signifikan

pada performa mahasiswa (Hecker, 2009).

Komponen kedua yaitu metode dan strategi, metode pelatihan

merupakan gabungan dari prinsip-prinsip psikologi belajar dan berlatih.

Komponen ketiga yaitu isi pelatihan merupakan dasar pelatihan yang

harus dikuasai oleh orang yang dilatih.

Komponen ketiga yaitu isi pelatihan yang merupakan dasar dari

program pendidikan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dalam

pendidikan klinik melatih semua domain kompetensi yaitu

pengetahuan, psikomotorik dan afektif. Isi pelatihan bisa diulang dan

dipecah dalam beberapa kegiatan pembelajaran dengan berbagai

variasi strategi dan metode.

15

Gambar 2. Komponen dalam desain program pelatihan

keterampilan (Patrick, 1992)

4. Observasi Langsung dan Umpan bBalik

Umpan balik adalah suatu penilaian secara rasional yang tidak

evaluatif dan objektif terhadap kinerja yang bertujuan untuk

meningkatkan atau memperbaiki keterampilan klinik mahasiswa,

bukan untuk menilai pribadi (Richardson,2004). Umpan balik bersifat

formatif yang dilakukan untuk mempengaruhi, memperkuat atau

mengubah perilaku atau sikap seseorang, dimana umpan balik

berbeda dengan evaluasi. Perbedaan antara umpan balik dan

evaluasi yaitu evaluasi bersifat sumatif dan berkonotasi penilaian

sedangkan umpan balik bersifat formatif atau non evaluatif dan

memberikan informasi (Ende,1983;Wood,2003).

Pembelajaran atau penilaian yang dilakukan tanpa pemberian

umpan balik menyebabkan pengajar atau penilai kesulitan dalam

mengetahui sampai dimana kemajuan yang dicapai oleh mahasiswa.

Traineecharacteristics

Trainingprogramme

e

Training methods& strategies

Training content

16

Dengan pemberian umpan balik seharusnya mendorong mahasiswa

untuk merefleksikan pengalaman mereka terutama hal-hal yang

mereka anggap telah lakukan dengan baik. Mahasiswa membutuhkan

masukan terhadap performa klinik mereka yang dapat mengaktifkan

mereka untuk mengembangkan life-long learning skills (Moore, 2011)

Observasi langsung dan pemberian umpan balik pada proses

pembelajaran dapat menuntun mahasiswa dalam meningkatkan

performa dan model Kolb’s learning cycle dapat diaplikasikan dalam

proses belajar mengajar keterampilan klinik (Heindrich et al, 2000),

yaitu:

a. Tahap Concrete experience

Pada taap ini supervisor klinik akan melakukan observasi

secara langsung pada mahasiswa yang sedang melakukan

performa pada pasien.

b. Tahap reflection dan feedback

Pada tahap ini makahasiswa diberikan kesempatan untuk

menilai kemampuan dirinya dari hasil performa yang dia telah

lakukan dan pembimbing akan memberikan feedback tentang apa

yang telah dikerjakan dengan benar dan apa yang belum

dikerjakan dengan benar. Dalam memberikan umpan balik

supervisor klinik arus menjelaskan dengan tepat, fokus pada hal-hal

yang spesifik dan yang berhubungan dengan standar yang harus

dicapai ole mahasiswa.

c. Tahap abstract conceptualization

Pada tahap ini mahasiswa telah mendapat petunjuk

bagaimana mengerjakan suatu keterampilan dengan benar, dan

apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan performanya.

17

d. Tahap active experimentation

Dalam taap ini maasiswa akan merencanakan dan mencoba

secara aktif keterampilan untuk meningkatkan performanya. Dalam

taap ini mahasiswa juga akan mengidentifikasi kesempatan-

kesempatan yang ada selama kegiatan klinik.

Gambar 3. Proses pembelajaran Kolb’s cycle (Sumber:

Henderich et al, 2000)

Pada pemberian umpan balik sebaiknya memberikan petunjuk

bagaimana mahasiswa dapat melakukan perbaikan pada performanya.

Umpan balik dan refleksi merupakan alat pembelajaran yang sangat

berpengaruh dalam membantu dalam mencapai kompetensi (Moore,

2011).

Ada beberapa ciri dari feedback yang efektif, antara lain :

a. Fokus pada hal yang spesifik

Umpan balik yang diberikan dilakukan dengan mefokuskan pada

hal-hal yang spesifik dari hasil observasi, meskipun umpan balik telah

ConcreteExperience

Reflection/feedback

Abstractconceptalization

Activeexperimentation

18

difokuskan pada hal yang spesifik namun jika tidak disampaikan

dengan jelas, mahasiswa tidak bisa merasakan manfaat umpan balik

yang diberikan (Richardson,2004). Selain itu umpan balik yang telah

dilakukan tidak akan bermanfaat jika mahasiswa tidak mendengarkan,

mengabaikan ataupun tidak memahaminya (Wood,2000).

b. Jangan memvonis

Umpan balik harus diberikan dengan bahasa deskriptif dan tidak

bersifat evaluatif (Ende,1983). Umpan balik yang diberikan harus

berkaitan dengan perilaku yang dapat dikendalikan dan diubah oleh

mahasiswa, mahasiswa akan sulit untuk melakukan perubahan jika

perubahan itu berada diluar kemampuannya dan dijelaskan bagaimana

mereka seharusnya melakukan dengan benar dengan cara yang

berbeda pada waktu yang akan datang (Richardson,2004).

c. Tepat waktu

Umpan balik yang baik diberikan tepat waktu dan tempat yang

tepat. Semakin sering umpan balik diberikan dan semakin cepat

setelah observasi, umpan balik akan semakin menguntungkan bagi

mahasiswa (Wood,2000). Umpan balik akan mencegah suatu

keterampilan yang dilakukan kurang tepat menjad kebiasaan.

Tindakan korektif ini dapat dilakukan disela-sela performa ketika

pembimbing memperhatikan bagaimana suatu kasus harus dilakukan

dengan benar, selain itu pembimbing harus menyediakan waktu diakhir

kegiata untuk mengevaluasi beberapa isu penting dan memberikan

kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan refleksi apa yang

telah dilakukan (Richarson,2002).

d. Objektif

Umpan balik yang diberikan harus berdasarkan apa yang terlihat

dan data aktual. Umpan balik yang diberikan bukan berdasarkan

dugaan, asumsi atau interpretasi sehingga kesimpulan yang diambil

tentang performa mahasiswa benar dan berdasarkan fakta

(Wood,2000).

19

e. Terbatas

Umpan balik meliputi data yang spesifik dan subjektif, namun

tidak terlalu mendetail ataupun tidak terlalu luas, sehingga menjadi

beban bagi mahasiswa. format pemberian umpan balik dapat dilakukan

dengan melakukan selang-seling antara hal positif, tindakan korektif

kemudian hal positif lagi. Penekanan hal positif yang berlebihan dapat

mengurangi pemahaman dan perhatian pada kelemahan yang harus

dikoreksi (Richardson,2004).

f. Sesuatu yang diharapkan

Jika mahasiswa memahami bahwa umpan balik bukan

merupakan suatu penilaian pribadi tetapi bertujuan untuk mencapai

performa yang lebih baik jika umpan balik yang diberikan diterapkan,

maka mahasiswa akan menerimaumpa balik dengan baik. Hal ini akan

membuat mahasiswa belajar menerapkan umpan balik yang berasal

dari luar untuk melakukan refleksi (Wood,2000).

5. Longitudinal Evaluation of Performance (LEP)

Longitudinal evaluation of performance (LEP) merupakan

metode yang diadaptasi dari Mini-Cex yang saat ini telah digunakan

oleh American Board for Internal Medicine (ABIM) untuk

mengevaluasi residen dalam pendidikan (Norcini, 2005). Seperti pada

mini-cex, LEP dilakukan dengan observasi langsung pada mahasiswa

dalam praktik klinik dan berdasarkan pada penilaian evaluator tentang

beberapa kategori formatnya pun mirip dengan mini-cex (Prescott et

al, 2002).

Metode ini sangat fleksibel dan dapat digunakan pada hampir

semua situasi klinis kedokteran gigi. Penilaian dilakukan pada tujuh

area kompetensi (keterampilan pemeriksaan dan konsultasi,

keputusan klinik dan diagnosis, kemampuan teknik dan prosedur,

keterampilan komunikasi, profesionalisme dan pengorganisasian)

20

memungkinkan untuk mengevaluasi performa mahasiswa dalam

semua domain yang relevan (Prescott et al, 2002). Metode ini

menggunakan 9 skala rating, rating 1 - 3 kategori ‘butuh perbaikan’, 4

– 6 kategori ‘memuaskan’ dan rating 7 – 9 merupakan kategori

‘superior’. Dalam penggunaan LEP sebagai penilaian formatif maka

jika mahasiswa mendapatkan rating ‘membutuhkan perbaikan’ maka

tidak ada konsekuensi yang diterima oleh mahasiswa tetapi

dibutuhkan peningkatan yang kemudian didemonstrasikan sesuai

dengan standar untuk mencapai hasil yang memuaskan setelah

menyelesaikan pendidikan. Pendekatan metode ini memungkinkan

digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan personal,

memaksimalkan dampak pendidikan dan meningkatkan umpan balik

(Prescott et al, 2008).

6. Validitas dan Reliabilitas LEP

Suatu instrumen penelitian dapat digunakan jika memenuhi

syarat validitas dan realibilitas. Uji validitas dilakukan untuk

mengetahui bahwa suatu instrumen penelitian dapat mengukur

sesuatu yang hendak diukur. Uji realibilitas dilakukan untuk

mengetahui bahwa suatu instrumen bila digunakan beberapa kali

untuk mengukur obyek yang sama, maka akan diperoleh hasil yang

sama (Sugiyono, 2007)

Bukti yang paling dasar validitas berasal dari

mendokumentasikan hubungan antara isi dan tujuan penilaian

kurikulum dan dari kualifikasi dari mereka yang mengembangkan

penilaian (Smee, 2003). Untuk meningkatkan validitas maka yang

dapat dilakukan antara lain dengan expert judgement yang dapat

membandingkan antara apa yang diajarkan dengan apa yang akan

diujikan.

21

Penelitian tentang validitas LEP telah dilakukan oleh Presscot

di Skotlandia yang telah menunjukkan bukti bahwa LEP memiliki

validitas yang tinggi dan efektif untuk menilai kompetensi yang relevan

dengan program pendidikan yang dijalankan. Penggunaan skala

mampu memperlihatkan perkembangan pencapaian kompetensi tiap

waktu pada awal pendidikan, pertengahan dan akhir yang

memperlihatkan kurva yang meningkat (Prescott et al, 2002).

Untuk meningkatkan reliabilitas LEP ini maka dilakukan dalam

waktu yang cukup panjang dengan jumlah pasien yang adekuat dan

dilakukan pelatihan kepada pembimbing klinik sehingga mereka

konsisten dalam penilaian yang mereka lakukan serta form LEP yang

menggunakan skala rating dapat memandu mereka menggunakan

dasar yang sama dalam pengujian.

g. Long caseLong case merupakan salah satu metode penilaian yang telah

digunakan sejak lama yang digunakan untuk menulai mehasiswa

kedokteran, khususnya pada tahap pendidikan klinik (Nayar,1995).

Penilaian ini dilakukan untuk menilai kompetensi klinik yang biasanya

mengkombinasikan antara ujian lisan dan kasus pada pasien.

Mahasiswa mendapatkan semua informasi yang komprehensif dan

tanda gejala fisik dari pasien dan diharapkan agar mahasiswa mampu

melakukan sintesa dari informasi yang didapatkan. Penggunaan long

case secara tepat dapat mengukur atribut kompetensi klinik, seperti

history taking, pemeriksaan fisik, atribut antar personal, clinical

reasoning atau pemecahan masalah dan keputusan klinik.

Metode long case mempunyai beberapa keuntungan,

keuntungan yang paling penting yaitu penguji dapat melakukan

observasi kompetensi klinik secara langsung pada saat melakukan

history taking dan pemeriksaan pasien. Selain itu dapat digunakan

untuk menilai keterampilan yang bersifat kompleks yang sulit untuk

22

dinilai dengan menggunakan tes tertulis, seperti keterampilan

komunikasi, kemampuan untuk berpikir dan cepat dan bertindak

dengan tepat, serta kemampuan untuk menyaring informasi yang

sesuai dengan masalh yang ditangani. Keuntungan yang lain yaitu

ketika mahasiswa salah menginterpretasikan pertanyaan tidak

otomatis mendapatkan nilai salah, namun menanyakan pertanyaan

yang sama dengan kalimat atau instruksi yang lain mampu untuk

mengantar mahasiswa untuk menjawab pertanyaan atau

memperlihatkan area kompetensi yang dinilai.

Di sisi lain long case mempunyai beberapa kelemahan,

terutama masalah subjektivitas penguji, metode ujian yang tidak

terstruktur dan tidak terstandarisasi yang biasanya tergantung pada

tiap-tiap penguji (Paul,1995). Jika penguji tidak melakukan observasi

langsung pada mahasiswa yang akan diuji ketika melakukan

keterampilan history taking dan pemeriksaan klinis, keuntungan dari

long case ini akan hilang karena penguji tidak mendapatkan informasi

tentang kemampuan mahasiswa. Selain itu pelaksanaan long case

membutuhkan waktu yang panjang dan tidak reliabel pada mahasiswa

dengan jumlah yang besar.

Pada metode long case tingkat reliabilitas antar pengamat

sangat rendah pada kandidat yang sama. Hal ini dapat disebabkan

karena perbedaan pertanyaan dan keterampilan yang diuji. Dengan 2

long case yang melibatkan 2 penguji menunjukkan nilai reliabilitas

yang rendah (0.39) dan akan menurun pada 1 kasus long case

menjadi 0.24 (Norcini,2002 dalam Amin et al,2006). Jika menggunakan

ceklist dan lembar penilaian dengan skala rating yang digunakan pada

penilaian akan memperlihatkan koefisien reliabilitas antar penguji lebih

tinggi (0,79-0,92) (Maatsch,1980).

23

B. Landasan Teori

(Sumber: Patrick,1992,Henderich et al,2000)

Concreteexperience

Reflection/feedback

Abstractconseptualization

Activeexperimentation

Prior knowledge sex

Traineecharacteristics

Trainingprogramme

e

Training content Training methods& strategies

Examination &Consultationskills

procedural skill communication

skill professionalism organization skill

Patien encounter Direct observation Feedback

24

C. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan pencapaian kompetensi antara kelompok dengan

Longitudinal Evaluation of Performance (LEP) dengan kelompok

metode yang berlaku saat ini.

MahasiswaRotasi klinik

IKGA FKG UH

Pembelajaransetting klinik

Pembelajaransetting klinik

Kompetensi

Assesmen formatif

Longcase

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen semu dengan rancangan post

test dengan kelompok kontrol (Post test only with control group

Design), pencapaian kompetensi klinik mahasiswa yang digunakan

untuk menentukan keberhasilan pendidikan diukur dengan

menggunakan metode long case dengan menggunakan instrumen

penilaian LEP

Gambar 6. Rancangan penelitian

R : Populasi mahasiswa kepaniteraan klinik IKGA

E : Kelompok sampel dengan metode LEP sebagai kelompok eksperimen

K : Kelompok sampel dengan dengan metode saat ini sebagai kelompok

kontrol

X1 : Penilaian formatif LEP

O1 : Postest pada kelompok eksperimen dengan menggunakan ujian long

case

R

E

X1

O1

K X0 O2

X0X1

26

X0 : Existing method tanpa assessmen formatif LEP

O2 : Postest pada kelompok kontrol dengan menggunakan lembar

penilaian LEP

B. Lokasi dan Subjek penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Bagian IKGA Rumah Sakit Gigi

dan Mulut (RSGM) FKG UNHAS.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan IKGA yang

rotasi kliniknya ketika penelitian dilaksanakan yang berjumlah 60 orang.

Kegiatan klinik mahasiswa kepaniteraan klinik IKGA dijalani

selama 12 minggu yang digabung dengan kegiatan kepaniteraan Ilmu

Kesehatan Gigi Masyarakat (IKGM). Dalam masa kegiatan tersebut

mahasiswa dapat melaukan kegiatan kepaniteraan pada kedua bagian

tersebut.

Di Bagian IKGA mahasiswa dipersyaratkan untuk menyelesaikan

berbagai macam kasus antara lain Dental Health Education (DHE),

pencabutan gigi sebanyak 6 kasus pencabutan, topikal aplikasi florida,

fissure sealent, Tumpatan gigi sebanyak 6 kasus, perawatan pulp

capping dan perawatan pulpa gigi sulung, serta perawatan dengan

space maintainer. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan metode

yang berlaku saat ini, yang dilakukan tanpa observasi langsung dan

dilakukan mahasiswa secara mandiri dan melaporkan kepada

pembimbing klinik jika telah selesai melakukan perawatan pada pasien.

Kriteria inklusi penelitian ini adalah mahasiswa yang telah

mengikuti sistem kurikulum berbasis kompetensi dengan sistem blok

dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada tahap pendidikan

27

tingkat sarjana, belum pernah mengikuti rotasi klinik IKGA dan Bedah

Mulut sebelumnya. Kriteria eksklusinya yaitu tidak menyelesaikan

seluruh persyaratan kasus pencabutan gigi anak selama masa rotasi

klinik dan tidak mengikuti post test.

Pertimbangan memilih sampel yang telah mengikuti sistem blok

dengan metode PBL pada tahap pendidikan sarjana karena pada

pembelajaran dengan sistem blok mahasiswa telah mendapatkan

latihan keterampilan yang berkaitan dengan pencabutan gigi anak

secara terintegrasi, sedangkan sistem kurikulum lama yang masih

berbentuk mata kuliah, mahasiswa belum mendapatkan latihan

keterampilan yang berkaitan dengan pencabutan gigi anak. Sampel

yang dipilih juga belum pernah mengikuti rotasi klinik IKGA dan Bedah

Mulut sebelumnya diharapkan agar seluruh sampel memiliki

pengalaman yang sama dalam mengikuti rotasi klinik.

Subjek dalam populasi yang memenuhi kriteria sampel

penelitian berjumlah 39 orang mahasiswa. Subjek penelitian kemudian

dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, dengan cara mengurutkan

nama mahasiswa berdasarkan abjad kemudian mahasiswa dengan

nomor urut ganjil menjadi kelompok perlakuan dan mahasiswa dengan

nomor urut genap menjadi kelompok kontrol. Dari hasil pengacakan

sampel ini didapatkan kelompok perlakuan berjumlah 20 orang dan

kelompok kontrol berjumlah 19 orang.

Persyaratan kasus pencabutan gigi anak yang harus

diselesaikan selama masa rotasi klinik yaitu 6 kasus. Setiap kelompok

mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik khususnya untuk kasus

pencabutan gigi anak dengan metode yang berbeda, metode tersebut

adalah:

1. Mengerjakan persyaratan kasus pencabutan gigi anak di

bagian IKGA sesuai dengan metode yang berlaku saat ini

28

sebagai kelompok kontrol. Metode saat ini dilakukan dengan

pemeriksaan dan pengisian lembar status pasien dilakukan

oleh mahasiswa tanpa observasi dari pembimbing klinik

kemudian hasil dari lembar status pasien dilaporkan kepada

pembimbing klinik dan pembimbing klinik melakukan koreksi

lembar status pasien. Prosedur pencabutan gigi dilakukan

oleh mahasiswa tanpa observasi langsung dari pembimbing

klinik, setelah selesai melakukan perawatan pada pasien,

mahasiswa memperlihatkan hasil gigi yang telah dicabut

kepada pembimbing klinik.

Kegiatan ini dilakukan sebanyak 6 kasus yang terdiri dari 2

kasus dengan anestesi topikal, 2 kasus anestesi infiltasi dan

2 kasus anestesi intraligament. Mahasiswa kelompok kontrol

dapat melapor pada semua pembimbing klinik sesuai

dengan jadwal jaga pembimbing klinik.

Persyaratan kasus yang lain pada kelompok LEP tetap

menggunakan metode yang berlaku saat ini sama seperti

kelompok kontrol.

2. Mengerjakan persyaratan kasus pencabutan gigi anak

dengan metode LEP sebagai kelompok perlakuan.

Mahasiswa yang menjadi kelompok perlakuan melakukan

kegiatan klinik pencabutan gigi anak dengan dilakukan

observasi langsung oleh pembimbing klinik pada semua

tahap perawatan mulai dari pemeriksaan pasien sampai

prosedur pencabutan gigi anak. Setelah observasi

mahasiswa diberikan umpan balik oleh pembimbing klinik

dari hasil observasi yang dilakukan.

Jumlah kasus yang diselesaikan sama dengan kelompok

kontrol yaitu 6 kasus terdiri dari 2 kasus dengan anestesi

29

topikal, 2 kasus anestesi infiltasi dan 2 kasus anestesi

intraligament. Mahasiswa kelompok LEP melapor pada

pembimbing klinik yang telah mengikuti sosialisasi LEP dan

pelatihan umpan balik. Selama menyelesaikan 6 kasus

pencabutan mahasiswa kelompok kontrol tidak boleh hanya

diobservasi oleh 1 orang pembimbing klinik.

Peneliti akan mengambil data jenis kelamin, nilai blok tumbuh

kembang, nilai blok oromaksilofasial 1dan IPK S1 yang dimaksudkan

untuk melihat karakteristik subjek dalam kelompok. Seluruh subjek

penelitian mengikuti post test dengan metode long case dengan

menggunakan lembar LEP setelah menyelesaikan persyaratan kasus

pencabutan gigi anak pada akhir minggu ke-4.

C. Variabel penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu LEP dan metode yang

berlaku saat ini.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu kompetensi klinik yang

diukur dari hasil long case dengan menggunakan lembar penilaian

LEP.

D. Definisi operasional variabel

1. LEP adalah metode pembelajaran klinik yang dilakukan dengan cara

observasi langsung oleh pembimbing klinik di Bagian IKGA FKG

UNHAS yang telah mengikuti pelatihan LEP dan pelatihan umpan

balik pada mahasiswa yang melakukan prosedur pencabutan gigi

anak dan mengisi form penilaian LEP yang berbentuk skala rating

yang terdiri dari penilaian keterampilan pemeriksaan dan konsultasi,

30

keputusan klinik dan diagnosis, kemampuan teknik dan prosedur

manual, keterampilan komunikasi, profesionalisme, pengetahuan,

pengorganisasian serta kompetensi klinik secara keseluruhan. LEP

memiliki 9 skala yaitu skala 1-3 (butuh perbaikan), skala 4-6

(memuaskan) 7-9 (superior). Setelah observasi dilakukan pemberian

umpan balik yang dilakukan secara lisan dan tulisan dalam lembar

penilaian LEP

2. Metode yang berlaku saat ini adalah metode pembelajaran klinik

dengan cara mahasiswa melapor dan meminta izin kepada

pembimbing klinik IKGA untuk melakukan pemeriksaan dan

pengisian rekam medik pasien, setelah itu kembali melapor dan

meminta izin melakukan tindakan kepada pembimbing klinik, setelah

disetujui mahasiswa melakukan tindakan dan melaporkan kepada

pembimbing klinik setelah melakukan tindakan.

3. Kompetensi klinik yaitu kemampuan dalam melakukan perawatan

kapada pasien secara professional, yang mahasiswa memiliki

pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang baik yang diukur

dengan nilai long case dengan menggunakan lembar penilaian LEP

4. Long case adalah metode penilaian dengan melakukan observasi

langsung pada mahasiswa yang melakukan performa pada pasien

dan dinilai dengan mengunakan lembar penilaian LEP yang

kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

E. Instrumen penelitian

1. Lembar penilaian LEP yang dikembangkan oleh Prescott, Norcini,

Mckinlay, & J S Rennie, 2002 yang berisi data-data dasar

mahasiswa, pembimbing klinik serta rating 1 -9 dengan kategori,

terdiri dari “membutuhkan perbaikan”, “memuaskan”, dan “superior”

yang diamati terdiri dari 8 butir kategori penilaian, yaitu:

31

a. Keterampilan pemeriksaan & konsultasi

b. Keputusan klinis dan diagnosis

c. Kemampuan teknik dan prosedur manual

d. Keterampilan komunikasi

e. Profesionalisme

f. Pengetahuan (tingkatan&aplikasi)

g. Pengorganisasian

h. Kompetensi klinik secara keseluruhan

Di akhir lembar LEP juga berisi komentar tentang performa

mahasiswa . (lampiran 1).

2. Materi pelatihan LEP dan pelatihan umpan balik yang diikuti oleh staf

bagian IKGA FKG Unhas.

3. Kuesioner persepsi mahasiswa terhadap proses pembelajaran klinik

IKGA saat ini.

F. Validitas dan Reliabilitas InstrumenPengujian validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan sebelum

penelitian dilaksanakan. Instrumen LEP yang telah diterjemahkan ke

dalam Bahasa Indonesia kemudian divalidasi oleh pakar. Instrumen LEP

kemudian dikembangkan rubrik pada masing-masing butir penilaian yang

bertujuan untuk membantu pembimbing klinik dalam menilai mahasiswa

dan menjadikan sebagai standar penilaian mahasiswa. Rubrik penilaian

yang telah dikembangkan kemudian dipresentasikan di depan seluruh staf

dosen Bagian IKGA untuk mendapat masukan yang kemudian menjadi

bahan perbaikan.

Setelah dilakukan perbaikan maka LEP yang telah dilengkapi

dengan rubrik diujikan ke mahasiswa yang melakukan performa klinik.

Hasil dari uji LEP didapatkan data untuk mengukur reliabilitas

antarpengamat (inter rater reliability). Reliabilitas antar pengamat diuji

dengan menggunakan uji Interclass Correlation Coefficient (ICC),

32

realibilitas antar pengamat dianggap tinggi jika nilai ICC ≥ 0,80 (Streiner

and Norman, 2000).

G. Analisis Data

Efektivitas LEP sebagi penilaian formatif terhadap kompetensi klinik

akan dilihat dari nilai long case dengan menggunakan form LEP yang

datanya berbentuk skala interval. Nilainya akan diuji normalitasnya, jika

data yang didapatkan berdistribusi normal maka diuji dengan independent

t test pada kedua kelompok penelitian untuk melihat perbedaan pada

kedua kelompok dengan menggunakan program SPSS 18. Jika distribusi

data tidak normal maka data diuji dengan Mann whitney test.

Data kuesioner yang berskala interval dilakukan analisis dengan

menguji validitas,reliabilitas dan normalitasnya kemudian dilakukan uji

beda pada kelompok sama dengan analisis yang dilakukan pada data nilai

post test. Data dari pertanyaan terbuka dianalisis dengan menggunakan

analisis data kualitatif.

H. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapana. Perizinan Penelitian

Peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada Komite

Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan izin

penelitian kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin serta Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak (IKGA)

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Peneliti juga

meminta kesediaan pembimbing klinik dan mahasiswa rotasi klinik

IKGA untuk ikut dalam penelitian. Peneliti memberikan penjelasan

tentang penelitian yang akan dilakukan kepada mahasiswa dan

33

meminta kesediaan mereka untuk mengikuti penelitian serta mengisi

lembar kesediaan mengikuti penelitian.

b. Pengujian Validitas InstrumenPengujian validitas dilakukan untuk masing-masing instrumen.

Penilaian perkembangan kompetensi yang bersifat formatif

menggunakan LEP yang menggunakan skala rating. LEP

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh ahli bahasa,

selanjutnya hasil terjemahan akan dikonsultasikan kepada ahli

pendidikan kedokteran untuk dinilai validitas isi.

c. Penyusunan Rubrik LEPPenyusunan rubrik LEP dilakukan oleh peneliti dengan merancang

rubrik LEP yang mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter Gigi

Indonesia (SKDGI) dan literatur ilmu kesehatan gigi anak kemudian

berkonsultasi pada dosen Ilmu kesehatan gigi anak yang menguasai

materi pencabutan gigi anak. Setelah mendapat masukan dari pakar

Ilmu kesehatan gigi anak maka rubrik yang telah disusun

dipresentasikan di depan pembimbing klinik kepaniteraan IKGA yang

berjumlah 10 orang untuk mendapatkan masukan dan saran. Masukan

dan saran dalam presentasi tersebut dijadikan bahan revisi untuk

menyempurnakan rubrik yang telah disusun.

Rubrik penilaian LEP mengikuti butir penilaian pada lembar

penilaian LEP, yaitu:

1. Keterampilan pemeriksaan

Dalam rubrik penilaian keterampilan pemeriksaan dan konsultasi

berisi tentang keterampilan penilaian pemeriksaan fisik pada pasien

yang membantu dalam menegakkan diagnosis, antara lain pemeriksaan

oklusi, mukosa, lidah, gusi, dasar mulut, kelenjar limfe regional, simetris

muka, bibir dan pipi serta membedakan status gigi geligi pasien yang

catat dalam status pasien. Pembimbing klinik memberikan tanda

34

centang (√) pada rubrik jika mahasiswa melakukan dan menuliskan

intrepretasi pemeriksaan dengan benar. Hasil akumulasi penilaian ini

menentukan nilai keterampilan pemeriksaan.

2. Keputusan klinik dan diagnosis

Penilaian keputusan klinik dan diagnosis dinilai berdasarkan

persentase diagnosis dan rencana perawatan yang benar yang

dituliskan dalam lembar status pasien.

3. Keterampilan teknik dan prosedur manual

Pada butir penilaian ini pembimbing klinik menilai seluruh

aktivitas mahasiswa yang berhubungan dengan prosedur pencabutan

gigi anak. Dimulai dari kesesuaian posisi pasien di dental unit dengan

gigi yang akan dicabut dan posisi mahasiswa yang melakukan prosedur

pencabutan, ketepatan cara melakukan prosedur anestesi lokal yang

dilakukan oleh mahasiswa baik anestesi topikal, infiltrasi dengan

menggunakan spuit atau anestesi intra ligament. Setelah prosedur

anestesi dilakukan penilaian prosedur pencabutan gigi, apakah

dilakukan sesuai dengan benar dan semuanya dinilai dengan

menberikan tanda centang (√) pada lembar penilaian jika poin-poin

penilaian dilakukan dengan benar dan hasilnya diakumulasikan untuk

mendapatkan nilai kemempuan teknik dan prosedur manual.

4. Keterampilan komunikasi

Penilaian keterampilan komunikasi berisi butir penilaian performa

mahasiswa dalam membangun komunikasi dokter - pasien secara

umum yang dilakukan selama mahasiswa berinteraksi dengan pasien

mulai dari awal kedatangan sampai dengan prosedur perawatan telah

selesai dilakukan, penilaian keterampilan ini berisi 8 keterampilan

komunikasi secara umum yang nilainya diakumulasikan menjadi nilai

keterampilan komunikasi.

5. Profesionalisme

Pada butir penilaian profesionalisme hampir sama dengan penilaian

keterampilan komunikasi yang berisi komunikasi dokter-pasien secara

35

umum, pada penilaian profesionalisme ini dilakukan penilaian pada

atribut profesionalisme dokter gigi secara umum selama mahasiswa

berinteraksi dengan pasien dan nilainya diakumulasikan menjadi nilai

profesionalisme.

6. Pengetahuan

Penilaian pengetahuan dilakukan pada mahasiswa dilakukan

melalui diskusi atau tanya jawab yang dilakukan selama mahasiswa

berinteraksi dengan pasien ataupun setelah mahasiswa telah

menyelesaikan kasus pencabutan. Pada penilaian pengetahuan ini

pembimbing menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kasus yang

tangani antara lain prinsip pemeriksaan klinis, patofisiologis penyakit,

farmakologi pada anak dan prinsip penanganan/prosedur pencabutan

gigi anak. Nilai pengetahuan ditentukan oleh pembimbing berdasarkan

hasil diskusi atau tanya jawab yang dilakukan.

7. Pengorganisasian

Penilaian butir pengorganisasian dilakuakn berdasarkan pada

kemampuan mahasiswa dalam mengatur persiapan sebelum

melakukan perawatan, selama perawatan dan setelah perawatan. Butir

penilaian ini antara lain penentuan prioritas perawatan berdasarkan

diagnosis yang telah ditegakkan, persiapan alat, kemampuan

mahasiswa dalam mengatur waktu dan menggunakan waktu dalam

perawatan serta prosedur setelah melakukan perawatan.

8. Kompetensi klinik secara keseluruhan

Butir penilaian ini merupakan akumulasi dari butir penilaian

keterampilan sebelumnya, hasil penilaian ini menunujukkan kompetensi

yang dicapai secara umum oleh mahasiswa.

d. Pelatihan pembimbing klinikPelatihan pembimbing klinik terdiri dari 2 sesi yaitu, sesi pertama

pelatihan tentang pemberian umpan balik, yang dilaksanakan berupa

pemberian materi singkat tentang peran umpan balik dalam pendidikan

36

klinik dan prinsip-prinsip pemberian umpan balik serta simulasi

melakukan pemberian umpan balik. Pada sesi kedua yaitu sosialisasi

LEP sebagai metode penilaian formatif pada tahap pendidikan klinik

dan pelatihan pengujian keterampilan klinik mahasiswa dengan

menggunakan LEP. Pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan

pemberian materi singkat dan diikuti dengan sesi diskusi, pelatihan ini

berlangsung selama 2 jam. Setiap peserta pelatihan mendapatkan buku

saku yang berkaitan dengan pemberian umpan balik yang dapat

dijadikan referensi dalam melakukan umpan balik bagi mahasiswa saat

penelitian berlangsung. Setelah sesi pemberian materi dan diskusi

maka dilanjutkan dengan sesi praktik yang digabungkan dengan

penyamaan persepsi LEP dan menguji reliabilitas antar pengamat.

e. Penyamaan persepsi dan uji reliabilitas antar pengamatRubrik LEP yang telah disusun kemudian dilakukan pengujian

untuk menyamakan persepsi dan mengukur reliabilitas antar pengamat

dari LEP. Pembimbing klinik melakukan observasi dan menilai seorang

mahasiswa kepaniteraan IKGA yang melakukan perawatan pencabutan

gigi anak dengan menggunakan LEP dan dibantu rubrik yang telah

dikembangkan, mahasiswa yang diobservasi bukan merupakan

kelompok sampel penelitian. Setelah mahasiswa melakukan perawatan

pencabutan gigi anak maka pembimbing klinik memberikan umpan

balik terhadap performa mahasiswa tersebut dan hasil penilaian dengan

menggunakan lembar LEP digunakan untuk menilai reliabilitas antar

pengamat.

2. Pelaksanaan penelitianPada kedua kelompok diberikan panduan kegiatan klinik yang

berisi tentang tata tertib, persyaratan kasus yang harus diselesaikan,

standar operasional prosedur dari seluruh kasus yang dipersyaratkan.

Pada kedua kelompok diperlihatkan lembar penilaian LEP yang akan

37

digunakan sebagai post test penelitian, namun rubrik penilaian tidak

diperlihatkan pada kedua kelompok sampel.

a. Kelompok perlakuan dengan LEPKelompok sampel ini melakukan pembelajaran klinik dengan

penilaian LEP untuk menilai perkembangan pencapaian kompetensi

pada kasus pencabutan gigi anak. Pada penilain LEP semua aspek

kompetensi yang ada dalam lembar LEP dilakukan penilaian.

Mahasiswa menyelesaikan 6 kasus pencabutan gigi anak yang menjadi

persyaratan kasus yang harus diselesaikan selama menjalani rotasi

klinik di Bagian IKGA. Kasus ini dibagi kedalam 3 jenis kasus

berdasarkan jenis anestesi yang dilakukan, yaitu anestesi topikal,

anestesi infiltrasi dan anestesi intra ligament, masing-masing jenis

anestesi dilakukan pada 2 kasus.

Penilaian dengan menggunakan lembar LEP pada umumnya

sama kecuali pada penilaian prosedur manual dinilai berdasarkan jenis

anestesi yang dilakukan sesuai dengan kolom penilaian yang tersedia

pada rubrik penilaian. Setelah menyelesaikan seluruh tahapan prosedur

pada tiap kasus, mahasiswa mendapatkan umpan balik dari

pembimbing klinik sehubungan dengan performa klinik mereka selama

berinteraksi dengan pasien.

Proses kegiatan klinik berjalan seperti biasa, mahasiswa meminta

izin kepada pembimbing klinik yang bertugas dan yang telah

menyatakan kesedian untuk ikut dalam penelitian untuk dilakukan

observasi dan dinilai dengan menggunakan LEP. Selama penyelesaian

persyaratan kasus pencabutan gigi anak pada kelompok perlakuan,

penilaian LEP tidak boleh dilakukan hanya oleh satu orang pembimbing

klinik, lembar dan hasil penilaian LEP disimpan dan direkam untuk

melihat perkembangan pencapaian kompetensi mahasiswa penilaian ini

dilakukan dari minggu 1–4. Pada akhir minggu 4 diharapkan semua

38

butir penilaian LEP pada kasus pencabutan gigi anak minimal telah

mencapai “memuaskan”.

b. Kelompok dengan metode pembelajaran yang berlaku saat iniKelompok yang menjadi kelompok kontrol ini melakukan

pembelajaran klinik dengan metode yang berlaku saat ini dengan

mengerjakan persyaratan kasus sebanyak 6 kasus pencabutan gigi

anak. Kasus yang dipersyaratkan pada kelompok kontrol sama dengan

kelompok perlakuan dengan LEP yaitu melakukan perawatan pada

pasien anak dengan melakukan pemeriksaan dan pengisian status

pasien dan melakukan pencabutan gigi anak dengan 3 jenis anestesi

(anestesi topikal, infiltrasi dan intra ligament) namun pada kelompok

kontrol tidak dilakukan observasi langsung dan tidak ada umpan balik

yang diberikan ataupun umpan balik yang diberikan bukan berdasarkan

hasil observasi yang dilakukan oleh pembimbing klinik namun sifatnya

berupa diskusi untuk mengkonfirmasi apa yang telah dilakukan oleh

mahasiswa ketika melakukan perawatan. Setelah post test, kelompok

kontrol akan mendapatkan penilaian formatif LEP.

Seluruh biaya perawatan pasien pencabutan gigi anak baik yang

menjadi persyaratan kasus maupun pasien post test pada kedua

kelompok ditanggung oleh peneliti, hal ini dilakukan agar seluruh

sampel termotivasi dalam menyelesaikan persyaratan kasus

pencabutan gigi anak, selain itu jumlah kunjungan pasien umum sangat

terbatas sehingga sebagian besar pasien yang dirawat oleh mahasiswa

merupakan pasien yang disiapkan oleh mahasiswa sendiri. Sedangkan

untuk pembimbing klinik, peneliti memberikan penghargaan berupa

honorarium pada akhir penelitian atas kerjasama dan keterlibatannya

dalam penelitian ini.

39

3. Post Test

Pelaksanaan post test berupa Long case dengan menggunakan

format LEP dilakukan dengan melakukan observasi langsung dan

dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dilakukan setelah seluruh sampel

baik kelompok LEP maupun kelompok kontrol menyelesaikan 6 kasus

pencabutan gigi anak yang menjadi persyaratan selama rotasi klinik

kepaniteraan IKGA. Untuk mendapatkan standarisasi pasien yang sama

pada kedua kelompok maka kriteria yang menjadi pasien post test yaitu

pasien anak umur 9 – 12 tahun dengan kasus yang jenis anestesinya

menggunakan anestesi intra ligament. Pemilihan kasus yang sama

diharapkan agar kedua kelompok mendapatkan standar kasus post test

yang sama walaupun beberapa pasien memiliki tingkat koperatif yang

berbeda-beda.

Penentuan penguji post test dilakukan secara acak dengan

mengurutkan nama kedua kelompok sampel berdasarkan abjad dan

mengurutkan nama 7 orang penguji berdasarkan abjad kemudian

dimasukkan kedalam tabel disamping tabel nama-nama kedua kelompok

sampel penelitian. Setiap penguji menguji rata-rata menguji 5 orang

mahasiswa. Pelaksanaan post test ini dilaksanakan pada minggu ke-5

yang waktunya disesuaikan dengan ketersediaan pasien dan jadwal jaga

pembimbing klinik yang akan menjadi penilai post test. Post test ini

dilakukan pada kedua kelompok penelitian dengan melakukan observasi

langsung pada mahasiswa yang melakukan performa pada kasus

pencabutan gigi pada pasien anak dan dinilai dengan menggunakan LEP

dan dilanjutkan dengan sesi diskusi atau tanya jawab.

Setelah nilai post test diambil maka semua sampel mengisi lembar

kuesioner yang berisi tentang evaluasi proses pembelajaran klinik IKGA

yang dikembangkan oleh peneliti.

40

4. Tahap analisis dataEfektivitas LEP sebagi penilaian formatif pada pencapaian

kompetensi klinik pencabutan gigi anak akan dilihat dari nilai post test.

Nilainya akan diuji normalitasnya, jika data yang didapatkan berdistribusi

normal maka untuk melihat adanya perbedaan pada kedua kelompok diuji

dengan independent t test pada kedua kelompok penelitian dengan

menggunakan program SPSS 18. Jika distribusi data tidak normal maka

data diuji dengan Mann whitney U test.

Data kuantitatif dan kualitatif dari kuesioner digunakan untuk

mendukung data kuantitatif. Data kuantitatif kuesioner yang berskala

interval diuji validitas, reliabilitas dan normalitasnya dengan menggunakan

SPSS 18. Jika data berdistribusi normal diuji dengan dengan independent

t test sedangkan jika distribusi data tidak normal maka data diuji dengan

Mann whitney U test. Selain itu data kuantitatif digunakan untuk mengukur

tingkat persetujuan pada kedua kelompok sampel.

Data kualitatif dari pertanyaan kuesioner dilakukan analisis dengan

teknik analisis kualitatif. Dua orang melakukan analisis dari jawaban

pertanyaan kuesioner. Analisis dilakukan oleh peneliti dan salah seorang

peer yang telah mengikuti pelatihan penglahan data kualitatif. Analisis

dilakukan dengan koding terbuka untuk menentukan tema, kategori dan

sub kategori dan terakhir menyimpulkan hasil koding yang dilakukan oleh

kedua reviewer.

41

Jalannya penelitian ini dilakukan dengan alur sebagai berikut:

Gambar 7. Alur Penelitian

Sosialisasi dan Pelatihan LEP serta pelatihan umpan balik

Penentuan kelompok sampel dan kelompok kontrol

Kelompok sampel dengan formatif assessmentLEP

Kelompok kontrol dengan metode saat ini

menyelesaikan persyaratan kasus dengan metodesaat ini (minggu 1-4)

Pelaksanaan postest

Kelompok sample dengan existing method

menyelesaikan requirement dengan existingmethod

Pelaksanaan LEP (Minggu 5 – minggu 8)

Kelompok kontrol dengan existing method danassessmen formatif LEP

Pengumpulan data hasil post test dan penyebarankuesioner

Pengolahan data post test

Penulisan Laporan akhir penelitian

Pelaksanaan LEP ( Minggu 1 –4) menyelesaikanpersyaratan kasus dengan LEP

menye

mene

42

Lampiran 1. Rencana Kebutuhan Anggaran Penelitian

No Kegiatan Harga Satuan Kuantitas Jumlah

1 Honor Pelatihan Pembimbing klinik 100,000 10 1,000,000

2 Penggandaan Proposal 15,000 6 90,000

3 Penggandaan Kuesioner 300 60 18,000

4Penggandaan Format dan rubrikpenilaian 800 420 336,000

5 Honor pembimbing klinik 250,000 7 1,750,000

6Pembuatan Buku PanduanFeedback 25,000 12 300,000

7Pembayaran Biaya medik pasienpencabutan gigi anak 25,000 420 10,500,000

DAFTAR PUSTAKA

43

Amin, Z. & Eng, KH. (2006) Basics Medical Education. World ScientificPublishing, Singapore.

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak. (2009) Standar operasional prosedurdan manual prosedur Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak.

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak. (2009) Panduan kepaniteraan klinikBagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak.

Ben-David, MF. (2009) Principles of assessement, dalam : Dent JA &Harden RM, Ed. A practical guide for medical teachers. Edinburgh:Churchill Livingstone.

Bernard, JM. & Goodyear KR. (2009) Fundamentals of clinical supervision.4th ed. Pearson, Upper Saddler River, New Jersey, colobus, Ohio.

Bond, H. & Spurritt, D. (1999) Learning practical skills. Educatingbeginning practioners, Challenger for health professional education.Butterworth-Heinemann.

Branch, WT., Paranjape, A. (2002) Feedback and Reflection: TeachingMethods for Clinical Settings. Academic Medicine, 77(12):1185-1188.

Chambers, DW., Gerrow, JD. (1994) Manual for developing and formattingcompetency statement. J Dent Educ,58:361-366.

Dewi ,SP.& Achmad TH. (2010) Optimising feedback using the mini-CEXduring the final semester programme. Medical Education, 44:489–526.

Emilia, O. (2008) Kompetensi dokter dan lingkungan belajar klinik dirumah sakit. Gadjah Mada university Press.

Dent JA. (2005) Clinical teaching in ambulatory care settings: making themost of learning opportunities with outpatients, AMEE Guide No 26.Medical Teacher, 27(4): 302–315.

Ende, J (1983) Feedback in Clinical Medical Education. JAMA, 250: 777-781.

Epstein, RM. & Hundert, EM (2002) Defining and assessing professionalcompetence. JAMA, 287(2):226-235.

44

Fraenkel, JR. & Wallen NE. (2009) How to design and evaluate researchin education 7th ed. Thomson Wadsworth, Belmont

Habiba, Saedon, MHM. (2010) Workplaced-Based Assesment as aneducational tools. Amee guide supplement. Medical Teacher, 32:369-372.

Hombloe SH. (2004) Faculty and the Observation of Trainees’ ClinicalSkills: Problems and Opportunities. Acad Med ;79:16 –22.

Howley, LD. & Wilson WG. (2004) Direct Observation of Students duringClerkship Rotations: A Multiyear Descriptive Study. Acad Med. 79:276–280.

Kang, Y., Bardes, CL., Gerber, LM., Johnson, CS. (2009) Pilot of DirectObservation of Clinical Skills (DOCS) in a Medicine Clerkship:Feasibility and Relationship to Clinical Performance Measures. MedEduc Online. 14:9.

Konsil Kedokteran Indonesia (2006) Standar Kompetensi Dokter gigi.

.

Kuo,AK., Irby, DI., Loeser H. (2005) Does direct observation improvemedical students’ clerkship experiences?. Medical Education. 39:505–533.

Mamede, S., Schmidt, HG., Penaforte, JC. (2008). Effects of reflectivepractice on the accuracy of medical diagnoses. Medical Education. 42:468-475.

Moore, U. & Durham J. (2011) Invited commentary : issues with assessingcompetence in undergraduate dental education. Eur J Dent Educ,15;53-57.

Norcini, J. & Burch V. (2007) Workplace-based assessment as aneducational tool: AMEE Guide No.31. Medical Teacher 955-871.

Norcini, J (2005) The mini clinical evaluation exercise, clinical teacher,2(1), 25-30.

45

Oestergaard, J., Bjerrum, F., Maagaard., Winkel P., et al. (2012) Instructorfeedback versus no instructor feedback on performance in alaparoscopic virtual reality simulator: a randomized educational trial.BMC Medical Education, 12:7

Patrick, J. (1992) Training Design: Introduction and teories. TrainingResearch and practice, Academic press, London: 217-312.

Pelgrim, EAM., Kramer, AWM., Mokkink, HGA., Van den Elsen, L., et al(2011). In-training assessment using direct observation of single-patient encounters: a literature review . Adv in Health Sci Educ;16:131-142.

Prescott, L,, Norcini, J., Mckinlay, P., Rennie, J. (2002) Facing thechallenge of competency-based assessment of ostgraduate dentaltraining: Longitudinal Evaluation of Performance (LEP). Medicaleducation, 36, 92-97.

Prescott, L., Van der Vleuten, CPM., Schuwirth, L.,Hurst, Y., et al .(2008)Evidance for validity within workplaced-based assessment:Longitudinal Evaluation of Performance (LEP). Medical Education, 42:488-495.

Rafeek, RN., Marchan, SM., Naidu, RS., Carrote, PV. (2004) Perceivedcompetency at graduation among dental alumni of the West Indies. JDent Educ, 68(1):81-88.

Ramani, R. & Leinster, SAM. (2008) Teaching in clinical environment.AMEE Guide No. 34. Medical teacher. ,30(4),347-364.

Richardson, BK. (2004) Feedback. Acad Emerg.Med,11 (12),1283.

Sadler, DR. (1989) Formative assessment and the design of instructionalsystem. Instructional science,18:119-144.

Shahgheibi, SH., Pooladi, A., Bahram, RM., Farhadifar, F., Khatibi, R.(2009) Evaluation of the Effects of Direct Observation of ProceduralSkills (DOPS) on Clinical Externship Students’ Learning Level inObstetrics Ward of Kurdistan University of Medical Sciences. Journalof Medicine Eduction Winter & Spring, 13: 29-33.

46

Streiner, DL. & Norman, GR. (2000) Health measurement scales: Apractical guide to their development and use. Oxford: OxfordUniversity Press.

Wimmers, PF. (2006) Developing clinical competence, The predictability ofperformance in Medical School: A comparison og grade subgroups.21-26.

Wimmers, PF., Schmidt, HG., Splinter, TAW. (2006) Influence of clerkshipexperiences on clinical competence. Medical Education, 40: 450–458

Wood, BP. (2000) Feedback: A Key feature of Medical Training.Radiology, 215, 17-19.