bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/974/bab...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran buku sebagai media massa dapat memberikan pengaruh atau efek bagi khalayak yang membaca buku tersebut. Hal ini tentunya akan menarik untuk dikaji kembali bagaimana sebuah buku dapat memberikan dampak bagi orang lain. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pengarang atau penulis menyusun semua isi pikirannya ke dalam buku yang ia tulis sehingga apa yang benar ingin ia sampaikan akan benar-benar dapat ditanggap dengan baik oleh pembacanya. Buku sebagai media massa yang secara fungsional merupakan media massa cetak yang dikonsumsi dengan penyajian yang mengikuti sistematika yang wajar. Sebagai sebuah media massa, buku dinilai cukup mengandung semua komponen-komponen dari sebuah media komunikasi, dimana komunikator dipegang oleh pengarang atau penulis buku itu sendiri, pesan berupa isi dari buku itu, medianya berupa buku itu sendiri, dan komunikan tentu saja konsumen yang membaca buku tersebut. Soekarno, sang orator ulung dan penulis piawai, memang selalu memberikan pengaruhnya melalui tulisan-tulisannya. Dari pidato hingga tulisannya semakin memperlihatkan betapa mahirnya ia menggunakan bahasa, bermain dengan argumen-argumennya yang ia tuangkan ke dalam tulisan- tulisannya.

Upload: hoanglien

Post on 14-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran buku sebagai media massa dapat memberikan pengaruh

atau efek bagi khalayak yang membaca buku tersebut. Hal ini tentunya akan

menarik untuk dikaji kembali bagaimana sebuah buku dapat memberikan

dampak bagi orang lain. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pengarang

atau penulis menyusun semua isi pikirannya ke dalam buku yang ia tulis

sehingga apa yang benar ingin ia sampaikan akan benar-benar dapat ditanggap

dengan baik oleh pembacanya.

Buku sebagai media massa yang secara fungsional merupakan media

massa cetak yang dikonsumsi dengan penyajian yang mengikuti sistematika

yang wajar. Sebagai sebuah media massa, buku dinilai cukup mengandung

semua komponen-komponen dari sebuah media komunikasi, dimana

komunikator dipegang oleh pengarang atau penulis buku itu sendiri, pesan

berupa isi dari buku itu, medianya berupa buku itu sendiri, dan komunikan

tentu saja konsumen yang membaca buku tersebut.

Soekarno, sang orator ulung dan penulis piawai, memang selalu

memberikan pengaruhnya melalui tulisan-tulisannya. Dari pidato hingga

tulisannya semakin memperlihatkan betapa mahirnya ia menggunakan bahasa,

bermain dengan argumen-argumennya yang ia tuangkan ke dalam tulisan-

tulisannya.

2

Gejala berbahasa Soekarno merupakan fenomena langka yang

mengundang kagum banyak orang. Wajar kalau muncul pertanyaan “Apakah

kemahiran Soekarno menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya

berhubungan dengan pemikiran-pemikirannya?”. Hal ini dapat terlihat tatkala

ia menyebut semua identitas mulai dari istilah massa, kaum melarat, buruh,

kaum marhaen, tapi kemudian ia sering merangkumnya ke dalam sebuah

penamaan subjek lebih umum dan stabil, yakni “rakyat” (Robet, 2009 : 26).

Soekarno tercatat sebagai salah satu pemimpin yang paling merasuk

dalam jiwa rakyat, tentu ia memiliki kelebihan tersendiri dibanding para

pemimpin lainnya. Bung Karno tentunya memahami bagaimana psikologi dan

jiwa masyarakat nusantara, hingga kata-kata dan penjelasannya begitu

merasuk pada sumsum semangat rakyat.(Soyomukti, 2008 : 28)

Oleh karena itu, lahirnya buku “ Di bawah Bendera Revolusi Jilid 1”

sebagai sebuah mahakarya atas pemikiran-pemikiran, argumen-argumennya

dalam melihat kondisi Indonesia sebelum kemerdekaan. Hal ini dapat

dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran dari orang besar sekelas Soekarno

mampu menggugah semangat kemerdekaan di Jiwa rakyat Indonesia. Bahkan

sejarawan Arnold Tonybee menempatkan Soekarno sebagai salah satu seorang

dari 100 tokoh dunia yang mengubah sejarah. Dari pemikiran-pemirannya

menempatkan dia sebagai pemikir besar dalam sejarah politik Indonesia.

Buku ini jelas memperlihatakan pemikiran-pemikiran Soekarno muda

dalam rentan waktu 1926-1941 dimana pemikiran-pemikiran selanjutnya

hanyalah kelanjutan dari pemikiran-pemikan mudanya (Susilo, 2010:75).

3

Dengan mengkaji pemikiran-pemikirannya di masa lalu kita mesti lebih

memahami bagian mana dari pemikiran Soekarno yang patut untuk terus kita

ingat dan memanfaatkannya untuk kepentingan masa depan bangsa khususnya

dalam menghadapi era globalisasi ini.

Dalam sudut pandang disiplin Ilmu Komunikasi, Soekarno sebagai

orang yang membuat pesan sebagai gambaran argumen-argumennya melalui

tulisan-tulisannya yang kemudian kita sebut sebagai komunikator, sedang isi

dari tulisan-tulisannya adalah pesan, dan orang yang menerima pesan tersebut

disebut dengan komunikan.

Salah satu tulisan Soekarno dalam buku ini yang mencerminkan

argumennya adalah Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tulisan ini dia

buat setahun setelah ikut mendirikan sebuah Klub Studi Umum di Bandung

pada tahun 1926. Dalam tulisannya ia mengemukakan pentingnya sebuah

persatuan nasional, satu front bersama kaum nasionalis, islamis, dan marxis,

dalam perlawanan tanpa kompromi dengan pihak Belanda. Dimana pada saat

itu, Islam dan Marxisme merupakan ideologi yang dominan dalam perlawanan

melawan penjajah kala itu, sedangkan ideologi Nasionalisme ia kenal pada

saat ia berkuliah di Technische Hoogeschool (kini dikenal dengan nama

Institut Teknologi Bandung).

Pendapatnya bahwa ketiga unsur itu adalah bagian yang saling

melengkapi dan merupakan kekuatan besar bagi bangsa Indonesia untuk

mencapai kemerdekaan adalah pemikiran yang cemerlang. Oleh karena itu,

Soekarno beranggapan bahwa ketiga ideologi ini dapat disatukan demi

4

tercapainya Indonesia Merdeka yang lebih sering ia sebut dengan istilah

“Nasakom”.

Hal inipun ia perkuat dengan menuliskan bahwa “ ketiga gelombang

ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang yang maha besar dan

maha kuat, satu ombak-topan yang tak dapat ditahan terjangannya, itulah

kewajiban yang kita semua harus memikulnya”.

Selain itu, salah satu tulisan lainnya yang menggambarkan ia sebagai

sosok yang sangat pandai menuangkan argumennya melalui Soekarno terlihat

pada tulisannya yang berjudul Indonesia versus Fasisme. Dalam tulisannya

tersebut ia menjelaskan bahwa fasisme merupakan paham yang bertentangan

dengan jiwa Indonesia. Kala itu, Soekarno melihat fasisme mengamuk

kemana-kemana, Hitler dan Mussolini menghantam ke kanan maupun ke kiri

demi tercapainya tujuan mereka. Hal ini, dinilai oleh Soekarno sebagai sesuatu

yang sangat tidak cocok dengan jiwa Indonesia.

Jiwa Indonesia dalam tulisannya ini, ia gambarkan dengan jiwa

demokrasi dan jiwa kerakyatan, sedangkan jiwa fasisme adalah jiwa anti

demokrasi dan anti kerakyatan. Dimana jiwa Indonesia sangat senang dengan

yang namanya “mufakat” sedangkan jiwa fasisme adalah jiwa dictator yang

mementingkan kehendak satu orang saja.

Begitu banyak tulisan-tulisan Soekarno yang menggambarkan

argumennya akan sebuah realitas yang terjadi. Oleh karena itu, dirasa perlu

untuk mengkaji konstruksi dari sebuah pemikiran yang kadang orang lain

bahkan tak sempat untuk memikirkannya. Dalam hal ini pada akhirnya kita

5

mampu melihat sejauh mana pemikiran-pemikiran Soekarno mampu

menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia

saat ini. Dialah “Putra sang fajar”.

Dalam buku inipun jelas memberi gambaran tentang tulisan pribadi Ir.

Sukarno. Dalam tulisan-tulisan itu tergambarlah Bung Karno sebagai

"pendekar persatuan", sebagai "strategic", sebagai "pendidik", sebagai

"senopati" pemegang komando pergerakan kemerdekaan bangsa, sebagai

seorang "Islam modern" yang gigih menganjurkan supaya pengertian Islam

disesuaikan dengan kemajuan zaman yang pesat jalannya, sebagai "realis",

sebagai "humanis" dan sebagai suatu pribadi tempat perpaduan tri-cita, yakni

Nasionalis, Islamis dan Marxis.

Hal ini akan melihatkan bagaimana konstruksi dari sebuah teks atau

wacana akan melahirkan sesuatu. konstruksi realitas (politik) adalah upaya

“menceritakan” (koseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, orang atau benda

tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik. Dimana

Soekarno sebagai actor utama dalam dunia perpolitikan saat itu.

Sebuah teks seringkali diibaratkan sebagai hasil konstruksi atas realitas

yang sedang berkembang. Hadirnya teks, juga dipengaruhi oleh kondisi sosial

yang menjadi asas lahirnya teks. kumpulan tulisan Soekarno merupakan

cermin atas realitas yang merupakan hasil konstruksinya sesuai dengan

argumennya. Teks jangan hanya dipandangan sebagai refleksi dari sebuah

realitas, melainkan ia lahir sebagai hasil konstruksi dari penulis dalam hal ini

adalah Soekarno. Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah,

6

pengetahuan,lingkungan yang berbeda akan memberikan hasil penafsiran yang

berbeda pula dalam melihat sebuah realitas

Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan

instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat

konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita,

cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya, penggunaan

bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Oleh

karena itu, melihat pemilihan bahasa yang digunakan Soekarno dalam

menyampaikan argumennya menjadi penting.

Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek

kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks (Eriyanto, 2009: 7).

Menurut Fairlough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2009: 7), praktik wacana bisa

juga menampilkan efek ideologi mengenai realitas sosial. Melalui wacana,

sebagai contoh, keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan dari kehidupan

sosial dipandang sebagai suatu kewajaran/alamiah. Dengan demikian, buku

dengan penggunaan bahasa yang luas dan bebas mengekpresikan ideologi

penulisnya.

Hal ini jelas memperlihatkan begitu pentingnya mengkaji tulisan-

tulisannya yang terkumpulkan dalam sebuah buku yang berjudul “Di bawah

Bendera Revolusi Jilid 1”, tulisan-tulisan yang penuh dengan inspiratif,

argumen, dan pemikiran-pemikirannya hanya terkungkung dalam sebuah buku

yang tebal tanpa adanya pemahaman yang lebih daripada apa yang telah Ia

sampaikan melalui tulisan-tulisannya.

7

Kurangnya kajian akan tulisan-tulisan Soekarno yang terkumpul dalam

sebuah buku “Di bawah Bendera Revolusi Jilid 1. Pada tahun 1998, buku ini

sempat menjadi barang haram yang beredar kala itu.

Hal ini menjadikannya menarik, bagaimana argumen Soekarno yang

dipresentasikannya melalui bahasa dan wacana. Bahasa merupakan dunia

simbolik yang paling nyata, biasanya pemimpin menampilkan dirinya melalui

bahasa. Bahkan seringkali dikatakan bahwa apa yang diucapkan oleh

seseorang menentukan isi dari kepalanya. Sejak muda Soekarno sudah

berkenalan dengan banyak budaya dan ideologi, tentu saja perjalanan

hidupnya juga sangat mempengaruhi pemikiran ideologinya. Peranan bahasa

disini sangat menentukan, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa

ideologi membentuk dan dibentuk melalui bahasa.

Habermas (Littlejohn, 2009:473) mengatakan bahwa komunikasi

sebagai emansipasi yang penting karena bahasa adalah alat pemenuhan minat

kebebasan. Dengan ideologi orang memberi makna pada realitas tertentu

untuk mempermudah pemeliharaan, pengolahan dan penyimpanan makna.

Pada gilirannya, bahasa tertentu yang ditujuan pada perumusan kata dan

kalimat membentuk realitas sosial tertentu.

Pada titik inilah, menarik untuk melihat perilaku politik dan ideologi

mempengaruhi bahasa dan wacana yang berkembang, serta bagaimana bahasa

yang ada merekam dan merefleksikan argumen dari elit politik yaitu

Soekarno.

8

Dalam merepresentasikan argumennya ke dalam sebuah teks

pemimpin melakukan pemilihan bahasa yang retoris. Aristoteles (Keraf :2007,

121) mengatakan ada 3 syarat yang harus dipenuhi dalam penyampaian

sebuah argumen ataupun persuasi kepada masyarakat. Pertama, watak dan

kredibilitas pembicara. Kedua, kemampuan pembicara mengendalikan emosi

para hadirin. Ketiga, bukti-bukti atau fakta-fakta yang diperlukan untuk

membuktikan sebuah kebenaran. Hal inilah yang menjadikan Soekarno

sebagai komunikator politik yang ulung dalam menyampaikan argumen-

argumennya. Ia sangat lihai, mengabungkan ketiga syarat ini sebagai cerminan

dirinya melalui tulisan-tulisannya.

Rottenberg (Rani, 2006 : 39) menjelaskan bahwa Argumentasi sendiri

merupakan salah satu wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau

pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang

didasarkan pada pertimbangan logis maupun emosional.

Analisis argument ini mencoba mengkaji dan mengungkap fungsi dan

makna di balik penggunaan teks/unsur bahasa, struktur sosial, serta bagiamana

konteks tsesebut diproduksi dan dikonsumsi.

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penulis memilih untuk

mengkaji tulisan-tulisan Soekarno yang terkumpul dalam buku “Di bawah

Bendera Revolusi Jilid 1” ke dalam bentuk skripsi dengan judul:

KONSTRUKSI ARGUMENTASI SOEKARNO DALAM

BUKU “DI BAWAH BENDERA REVOLUSI JILID 1”

(sebuah Analisis Wacana)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka

penulis merumuskan masalah yaitu :

1. Bagaimana konstruksi Argumentasi Soekarno dalam buku Di bawah

Bendera Revolusi Jilid 1?

2. Bagaimana pilihan diksi yang dipakai oleh Soekarno dalam

menyampaikan Argumentasinya dalam buku Di bawah Bendera Revolusi

Jilid 1?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah dapat dikemukakan

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konstruksi argumentasi Soekarno dalam buku Di

bawah Bendera Revolusi Jilid 1

2. Untuk mengetahui pilihan diksi yang dipakai oleh Soekarno dalam

menyampaikan argumentasinya dalam buku Di bawah Bendera

Revolusi Jilid 1.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

10

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah hazanah keilmuan

dari jurusan ilmu komunikasi khususnya bagi perkembangan

penelitian yang berbasis kualitatif.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi kajian

analisa teks sebagai salah satu kajian ilmu Komunikasi. Selain itu,

penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa

komunikasi yang ingin mengkaji tentang analisis wacana.

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat merefleksikan konstrusi

argumentasi Soekarno dalam melihat argumennya dilihat dari

sudut pemikiran Soekarno sehingga dapat memberikan manfaat

bagi civitas akademika dan masyarakat umum.

b. Penelitian ini juga diharapkan mampu merepresentasikan cara

berpikir seorang pemimpin dalam menjalankan sebuah

pemerintahan, sehingga mampu diambil manfaat pelajaran bagi

pemimpin yang sekarang maupun yang akan datang.

D. Kerangka Konseptual

a. Teks sebagai konstruksi atas ideologi dan hegemoni dalam wacana

Sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi yang memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi pembaca ke arah ideologi (Van Zoest

11

dalam Lasido, 2010 : 10). Istilah Ideologi secara leksikal diartikan sebagai

suatu tubuh gagasan yang mencerminkan aspirasi dan kebutuhan sosial

dari seorang individu, kelompok, kelas atau budaya. Lahirnya sebuah teks

adalah hasil proses wacana, di dalam proses tersebut terdapt nilai-nilai,

ideology, dan kepentingan-kepentingan pihak lain.

Istilah ideologi sendiri pertama kali dilontarkan oleh Antoine

Destutt de Tracy pada saat bergejolaknya Revolusi Prancis. De Tracy

mendefinisikan ideologi sebagai ilmu tentang pemikiran manusia, yang

mampu menunjukkan arah yang benar menuju masa depan. De Tracy

menganggap ideologi sebagai konsep netral dan dituntut objektif

mempelajari tiap ide yang lahir dan berkembang di masyarakat.

Bagi Antonio Gramsci (Simon, 2004:83), ideologi lebih dari

sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki

keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya, ideologi “mengatur” manusia

dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan

kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagaianya. Untuk

mencapai kesepakatan dari mayoritas atas tekanan yang digunakan oleh

masyarakat politik harus dibentuk suatu kolektivitas. Disinilah ideologi

bekerja (Gramsci dalam Titscher, 2009:237).

Sementara itu, Karl Marx dan Frederic Engels (Sobur, 2009 : 64)

melihat ideologi sebagai fabrikasi atau pemalsuan yang digunakan oleh

sekelompok tertentu untuk membenarkan diri mereka sendiri. Oleh karena

itu, konsep ideologi tersebut jelas sangat subjektif dan keberadaannya

12

hanya untuk melegitimasi kelas penguasa di tengah masyarakat.

Selanjutnya, mereka menyebut ideologi sebagai gagasan politik dominan

di setiap masyarakat akan selalu mencerminkan kepentingan dari kelas

penguasa.

Ideologi yang dianutlah pada akhirnya akan sangat menentukan

bagaimana seseorang atau kelompok orang memandang sebuah persoalan

dan harus berbuat apa untuk menyikapi persoalan tersebut. Dalam konteks

inilah kajian ideologi menjadi sangat penting, namun seringkali diabaikan.

Selain itu, ideologi tidak dipandang sepenuhnya memiliki kesan

positif. Disisi lain, ada juga kelompok yang memandang ideologi sebagai

upaya pembebasan. Contohnya pandangan Karl Marx yang menilai

ideologi dipahami sebagai konsep kesadaran palsu, memutarbalikkan

realitas. Ideologi “membutakan” manusia dari kenyataan yang

sesungguhnya.

Analisis ideologi Marx menyangkut pula analisis terhadap Negara

dan kritiknya terhadap kapitalisme. Argumentasi Marx bahwa, manusia

memiliki kesadaran palsu tentang realitas. Kepalsuan itu bukan karena

ketidak-sadaran atau ketidak-mampuan pikiran manusia untuk mengelola

informasi. Tertapi, kesadaran palsu terbentuk karena realitas yang

ditangkap oleh individu dipalsukan oleh mekanisme tertentu. Marx

melihat pengaruh sistem sosial yang jauh dari rasa adil, menyebabkan

manusia menyerap informasi yang salah tentang realitas.

13

Konstruksi atas sebuah realitas ke dalam sebuah teks pada

dasarnya membutuhkan sebuah strategi sebagai sebuah konstruksi atas

sebuah idelogi membutuhkan sebuah strategi. Strategi ini mencakup

pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf, pilihan fakta, dan pilihan

teknik menampilkan wacana di depan publik/khalayak. Hasil dari proses

tersebut adalah wacana atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan,

ucapan, dan tindakan. Teks yang dihasilkan akan mencerminkan

idealisme, ideologis dan kepentingan-kepentingan dari pembuat teks.

Gambar 1.1 Proses Konstruksi Realitas dalam Pembentukan wacana

(Sumber : Diadopsi dari Darma: 2009, hal. 8)

Proses kontruksi realitas oleh pelaku pembuat wacana, misalnya

dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa

keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan sebagainya. Secara umum,

sistem komunikasi adalah faktor yang mempengaruhi sang pelaku dalam

membuat wacana.

Realitas pertama: kesadaran, benda, pikiran, orang, peristiwa...

Dinamika internal &

eksternal pelaku konstruksi

Sistem komunikasi yang

berlaku

Strategi mengonstruksi

realitas

Faktor internal: ideologis,

idealis..

Faktor eksternal: pasar,

sponsor..

Proses

konstruksi

realitas oleh

pelaku

Fungsi bahasa

Strategi framing

Realitas yang dikonstruksikan

(teks, talk, act, artifact)

Makna, citra, dan kepentingan di balik wacana

14

Dalam sistem komunikasi libertarian, wacana yang dibentuk akan

berbeda dengan sistem komunikasi otoritarian. Secara lebih khusus,

dinamika internal dan eksternal yang mengenai diri si pelaku konstruksi

tentu saja sangat mempengaruhi proses konstruksi. Ini juga menunjukkan

bahwa pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vacum. Pengaruh

itu bisa datang dari pribadi si penulis dalam bentuk kepentingan idealis,

ideologis, dan sebagainya, maupun dari kepentingan eksternal yaitu dari

khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya.

Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai

suatu strategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh ekstenal dan internal,

startegi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga

paragraph; pilihan fakta yang akan dimasukkan dari wacana yang popular

disebut stretegi framing, dan pilihan teknik menampilkan wacana di depan

public disebut strategi priming.

Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana (discourse) atau

realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan

(act), atau peninggalan (artifact). Oleh karena itu, wacana yang terbentuk

ini telah dipengaruhi oleh beberapa faktor, kita dapat mengatakan bahwa

dibalik wacana tersebut terdapat makna dan citra yang diinginkan seta

kepentingan yang sedang diperjuangkan.

Ideologi bekerja melalui bahasa, sedangkan bahasa adalah medium

tindakan sosial. Kita harus mengakui bahwa dalam hal tertentu ideologi

merupakan pelembagaan dalam masyarakat kita dari sesuatu yang riil.

15

Ideologi bukanlah bayangan tertentu dari dunia sosial tetapi ia adalah

bagian dari dunia itu sendiri, merupakan elemen yang kreatif dan

konstitutif dalam kehidupan sosial.

Peter L. Berger dan Thomas Luckman memperkenalkan konsep

konstruksionisme melalui tesisnya tentang konstruksi atas realitas. Teori

konstruksi sosial Peter L. Berger menyatakan bahwa, realitas kehidupan

sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan

instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses

eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses

internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif. Menurut Berger dan

Luckmann (dalam Bungin, 2010: 7), realitas sosial adalah pengetahuan

yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat

seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari

konstruksi sosial.

Dalam pemahaman konstruksi Berger, dalam memahami

realitas/peristiwa terjadi dalam tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagi

moment yaitu, pertama, tahap eksternalisasi yaitu usaha pencurahan diri

manusia ke dalam dunia baik mental maupun fisik. Kedua, objektifasi

yaitu hasil dari eksternalisasi yang berupa kenyataan objektif fisik ataupun

mental. Ketiga, internalisasi, sebagai proses penyerapan kembali dunia

objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektifitas

individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Ketiga proses tersebut

16

saling berdialektika secara terus menerus pada diri individu dalam rangka

pemahan tentang realitas

Praktik ideologi juga tidak terlepas dari istilah hegemoni,

hegemoni bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu kelompok

terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan,

sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap

kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common

sense). Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil

mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai

moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party,

kelompok yang berkuasa).

Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi

kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan. Nilai-nilai dan

ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak

dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat

terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Disinilah, Hegemoni bisa

dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan.

Hal lain yang tidak bisa dilepaskan dari lahirnya sebuah teks

adalah pola komunikasi politik yang dijalankan oleh para elit politik.

Dalam hal ini, tulisan-tulisan Soekarno tidak bisa dilepaskan dari sebuah

proses komunikasi politik yang dijalankan untuk menguasai pikiran orang

banyak. Seperti yang dikemukakan oleh Anwar (Darma, 2009 : 94) bahwa

17

untuk menguasai jalan pikiran orang banyak diperlukan sebuah alat

komunikasi yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.

Hal ini akan memberikan pemahaman bahwa lahirnya sebuah teks

atau bahasa mendapat tempat yang sangat penting dalam bidang politik.

Bahasa bukan saja sebagai alat komunikasi, tetapi bahasa juga

menjalankan fungsi-fungsi regulative yang sangat kompleks. Kajian

terhadap teks sebagai sebuah alat komunikasi tidak hanya terlepas dari

“apa” makna dari teks bahasa, tetapi lebih tertarik pada “bagaimana”

makna wacana dalam konteks cultural yang lebih luas.

Perlu ditegaskan kembali bahwa sebuah teks bukanlah sesuatu

yang dapat memberikan kita makna yang orisinil, tunggal, objektif,

determinatik, formulatable, seperti yang berlaku dalam teks konvensional

dan dalam lingkungan tradisi hermenutika tradisional. Dengan kata lain

bahwa makna tidak terletak pada kata melainkan pada orang yang

memaknainya, hal ini karena menutur John Fiske, makna tidak intrinsik

dalam teks itu sendiri. Pada titik inilah Ideologi bekerja.

b. Studi Wacana sebagai perangkat analisis ideologi dan hegemoni

Pendekatan Analisis Wacana (Discourse Analysis) dipilih oleh

penulis karena dianggap mampu menjelaskan berbagai hal yang tidak

nampak dipermukaan. Tetapi lebih jauh lagi analisis wacana mampu

membongkar makna yang tersembunyi sehingga kedalaman dan keluasan

informasi akan sangat menentukan sejauh mana galian informasi yang

diperoleh.

18

Untuk menganalisis bagaimana bangunan konstruksi Argumentasi

Soekarno dalam tulisan-tulisannya dianggap lebih baik menggunakan

pendekatan analisis wacana (Discourse Analysis) dari sekian banyak pisau

analisis. Penulis mencoba menggunakan pendekatan yang dikembangkan

oleh seorang ahli bahasa dan media. Dia juga merupakan salah seorang

peletak dari dasar Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)

yaitu Teun A. Van Dijk. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini selanjutnya

disebut “Kognisi Sosial”(Sobur, 2009 :73)

Dalam menyampaikan sebuah pendapat atau argumen, selalu

berangkat dari suatu sudut pandang tertentu yang dibentuk oleh bingkai

referensi dan pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini, adanya

pemilihan kata atau pembentukan kalimat guna membangun sebuah

wacana yang akan disampaikan. Wacana adalah sebuah argumen

sistematik yang membuat pertimbangan untuk menunjukkan validitas sari

sebuah klaim (Littlejohn, 2009: 474).

Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam

komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.

Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam

komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat, fungsi ucapan, tetapi

juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks yang disebut wacana

(Littlejohn, dalam Sobur, 2009: 48).

Analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari

suatu teks, menekankan pada pemaknaan teks karena dasar analisis

19

wacana adalah interpretasi dan penafsiran peneliti. Analisis wacana

memfokuskan pada pesan tersembunyi dengan fokus terhadap muatan,

nuansa, dan makna dalam teks media.

Adapun analisis wacana yang dijadikan perangkat analisis adalah

analisis wacana Teun A. Van Dijk. Menurut Van Dijk (Eriyanto, 2009:

221), penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis

atas teks, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus

juga diamati. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana suatu teks diproduksi

sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.

Model analisis Van Dijk sebagai berikut:

Gambar 1.2 Model dari analisa Van Dijk

(Sumber: diadopsi dari Eriyanto (2009: 225))

Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi:

teks, kognisi sosial, dan konteks sosial, lalu menggabungkannya ke dalam

satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana

sturktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu

tema tertentu. Pada level kognisi sosial, proses produksi teks atau

kesadaran mental penulis dalam membuat suatu teks.

Konteks

Kognisi Sosial

Teks

20

Kognisi sosial didasarkan pada anggapan umum yang tertanam

yang akan digunakan dalam melihat sebuah peristiwa atau realitas. Pada

aspek ketiga mempelajari bentuk wacana yang berkembang dalam

masyarakat akan suatu masalah. Dalam tataran inilah bagaimana wacana

dari tulisan-tulisan Soekarno dalam buku “ Di bawah Bendera Revolusi

Jilid 1” melakukan produksi dan reproduksi wacana dalam tataran konteks

sosial yang berkembang di masyarakat.

Secara umum, ada tiga tingkatan analisis wacana, yaitu analisis

mikro, fokus analisis pada teks terutama unsur bahasa yang digunakan;

analisis analisis meso, analisis pada diri individu/khalayak sebagai

penghasil dan konsumen teks makro, analisis struktur sosial, ekonomi,

politik, dan budaya masyarakat dan konteks sosial saat sebuah teks lahir.

Menurut Van Dijk, dalam Sobur (2009: 75) pendekatan ini dipakai

karena dalam penelitian wacana tidak semata-mata merujuk secara utuh

dari suatu teks. Menurutnya teks lahir dari benturan dan rentetan proses

produksi yang perlu diamati. Bagaimana teks tersebut menjadi utuh dan

beroperasi dalam lintas sosial sehingga teks tersebut dapat diterima?

Kenapa teks bisa memiliki wujud yang berbeda-beda? Misalnya dalam

teks tulisan-tulisan Soekarno dalam buku “Di bawah Bendera Revolusi

Jilid 1”, sering dimunculkan tentang argumen-argumen Soekarno tentang

ideologinya, Nasionalisme, komunisme serta Islam dalam kacamata

Soekarno.

21

Soekarno memproduksi wacana melalui tulisannya dalam arti ia

ingin merefleksikan argumennya kepada khalayak. Disini, setiap wacana

yang muncul dalam bentuk teks, tidak dipandang sebagais sesuatu yang

alamiah, tetapi dibentuk dari sebuah pertarungan kekuasaan dalam

mendefinisikan realitas dan setiap pertarungan wacana selalu berangkat

dari sebuah ideology tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas, berikut ini

adalah skema atau kerangka pemikiran penulis:

Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran

Tulisan Soekarno dalam buku

“Di Bawah Bendera Revolusi

Jilid 1"

Argumentasi, Ideologi dan

Hegemoni

Analisis Wacana

Van Dijk

1. Konstruksi Argumen Soekarno

2. Diksi yang dipakai dalam penyampaian

Argumennya

1. Teks

2. Kognisi Sosial

3. Konteks Sosial

22

E. Definisi Operasional

1. Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia. Ia adalah seorang

komunikator politik yang ulung dalam penyampaian pesan-pesan

politiknya baik dalam tulisan maupun pidatonya.

2. Di bawah Bendera Revolusi Jilid 1 merupakan buku kumpulan-kumpulan

tulisan Soekarno sejak tahun 1926 hingga 1941 sebanyak 61 tulisan.

3. Argumentasi adalah suatu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan

yang ditulis dengan tujuan untuk menyakinkan pembacanya ataupun

sebagai sarana penyampaian sebuah pandangan kepada khalayak berupa

penjelasan, pembuktian, disertai dengan alasan.

4. Ideologi adalah suatu titik pandangan yang melatarbelakangi pandangan

seseorang dalam melihat suatu realitas. Hal inilah yang dipakai oleh

Soekarno untuk melindungi kekuasaan pemerintahan agar dapat bertahan

dalam mengatur rakyatnya. Soekarno dikenal dengan ideologi yang

disebut dengan Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunisme)

5. Hegemoni adalah proses dominasi, dimana sebuah ide menumbangkan

atau membawahi ide lainnya, sebuah proses dimana satu kelompok dalam

masyarakat menggunakan kepemimpinan untuk menguasai yang lainnya.

6. Analisis Wacana adalah metode penelitian bahasa yang memfokuskan

pada pengkajian terhadap struktur pesan dan makna yang terdapat dalam

sebuah teks dengan melibatkan konteks yang mengiringinya. Analisis

wacana mengkaji muatan pesan, nuansa, dan makna yang tersembunyi

dalam sebuah teks yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran dari

23

peneliti. Dalam hal ini model analisis yang dipakai adalah Teun A. Van

Dijk.

7. Konstruksi adalah hasil atau tampilan wacana yang dibentuk oleh

Soekarno yang memiliki pengalaman tertentu atau pemahaman tertentu

yang mempengaruhi teks yang dibentuknya.

8. Diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh Soekarno dalam

mengkonstruksi argumennya dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi

Jilid 1.

F. Metode Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan sejak bulan April s/d Juni 2011.

Penulis telah melakukan pra penelitian berupa penelusuran atas objek

penelitian sejak April 2011. Sehingga, sangat diharapkan penelitian ini

dapat selesai pada Juni 2011.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah tulisan-tulisan Soekarno yang

terkumpul dalam sebuah buku yang berjudul “Di bawah Bendera Revolusi

Jilid 1” jilid I yang merupakan cetakan ketiga tahun 1964. Dalam buku ini

berisikan tulisan-tulisan soekarno yang berjumlah 61 tulisan yang ia tulis

sebelum proklamasi kemerdekaan dalam rentan waktu 1926-1941.

24

3. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma Kualitatif dengan

pendekatan deskriptif “ Penelitian Deskriptif untuk meneliti menganalisa

konstruksi argument soekarno dalam buku ini sebagai suatu sistem

pemikiran sebagai refleksi atas ideologinya.

Menurut Bogdan & Taylor (Moeloeng, 2002:3) bahwa pendekatan

ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang

menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati.

Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan,

meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial

dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik

realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda,

atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

(Bungin, 2010: 68). Penelitian ini bisa juga disebut penelitian

interpretative karena data yang dikumpulkan merupakan interpretasi

terhadap data dari objek penelitian

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan penulis

berdasarkan kebutuhan analisis dan pengkajian. Pengumpulan data

tersebut sudah dilakukan sejak penulis menentukan permasalahan yang

sedang dikaji. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :

25

a. Studi Dokumentasi yaitu Pengumpulan data berupa tulisan-tulisan

Soekarno yang terkumpul dalam sebuah buku berjudul “Di bawah

Bendera Revolusi Jilid 1 Jilid 1Jilid 1” serta sejumlah data yang

berkaitan dengan objek penelitian tersebut, seperti berita-berita terkait,

biografi penulis/penerjemah dan dokumen-dokumen lainnya.

b. Penelitian pustaka dengan mengkaji dan mempelajari berbagai

literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk

mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang

dibahas.

c. Penelusuran data online, yaitu menelusuri data dari media online

seperti internet sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi

online secepat dan semudah mungkin serta dapat

dipertanggungjawabkan secara akademis. Peneliti memilih sumber-

sumber data online mana yang kredibel dan dikenal banyak kalangan.

5. Teknik Analisa Data

a. Teks

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah

analisis wacana yang dikembangkan oleh Van Dijk. Menurutnya, teks

terdiri dari beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing

saling mendukung. Ia membanginya pada beberapa elemen wacana,

yang selanjutnya akan penulis gunakan (aplikasikan) untuk

menganalisis data berupa teks tulisan dalam buku “Di bawah Bendera

26

Revolusi Jilid 1 Jilid 1” yang merefleksikan argumen-argumen

Soekarno. Adapun elemen wacana Van Dijk terdiri dari :

Struktur

Wacana

Hal yang diamati Elemen

Strukrur Makro Tematik

(Apa yang dikatakan)

Topik

Super struktur Skematik

(Bagaimana pendapat disusun dan

dirangkai)

Skema

Struktur Mikro Semantik

(Makna yang ditekankan dalam

teks)

Latar, detail,

maksud

Struktur Mikro Sintaksis

(Bagaimana pendapat

disampaikan)

Kalimat, kata

ganti

Struktur Mikro Stilistik

(Pilihan kata yang dipakai)

Leksikon

Struktur Mikro Retoris

(Bagaimana dan dengan cara apa

penekanan dilakukan)

Grafis,

metafora

Tabel 1.1 Elemen wacana Van Dijk

(Sumber: Eriyanto, 2009 :228-229 )

27

b. Kognisi Sosial

Suatu studi tentang proses produksi sebuah teks tulisan yang

melibatkan kognisi individu sebagai penulis. Menurut Van Dijk

(Sobur, 2009: 221) penelitian atas wacana tidak cukup hanya

didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari

suatu praktik produksi yang harus diamati juga. Disini harus dilihat

juga bagaimana suatu teks diproduksi. Oleh karena itu, untuk

membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita

membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial sehingga ini

menjadi penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk

memahami teks.

c. Konteks Sosial

Dimensi ketiga dalam kerangka analisis Van Dijk adalah

konteks sosial atau analisis sosial. Suatu wacana adalah bagian dari

wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti

teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaiamana

wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam

masyarakat. Menurut Van Dijk dalam analisis mengenai masyarakat

ini, ada dua poin yang penting yaitu kekuasaan (power), dan akses

(acces).

28

Struktur Metode

Teks

Menganalisis bagaimana strategi wacana yang

dipakai untuk menggambarkan seseorang atau

peristiwa . Bagaimana strategi tekstual yang

dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan

suatu gagasan atau argument tertentu

Critical Lingustik

(Tematik, Skematik, Semantik,

Sintaksis, Stilistik, Retoris)

Kognisi Sosial

Menganalisis bagaimana kognisi penulis dalam

memahami sebuah realitas yang dikonstruksikan

dalam sebuah teks

Melalui tulisan-tulisan yang

berkenaan dengan penulis dalam

hal ini adalah soekarno baik

melalui biografi maupun

sumber-sumber lainnya

Konteks Sosial

Menganalisis bagaimana wacana yang

berkembang di masyarakat , proses produksi atau

reproduksi seseorang atau peristiwa yang

digambarkan

Studi pustaka, penelusuran

sejarah

Tabel 1.2 kerangka analisis data

(Sumber : diadopsi dari Eriyanto, 2009 :275)