bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/974/bab...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran buku sebagai media massa dapat memberikan pengaruh
atau efek bagi khalayak yang membaca buku tersebut. Hal ini tentunya akan
menarik untuk dikaji kembali bagaimana sebuah buku dapat memberikan
dampak bagi orang lain. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pengarang
atau penulis menyusun semua isi pikirannya ke dalam buku yang ia tulis
sehingga apa yang benar ingin ia sampaikan akan benar-benar dapat ditanggap
dengan baik oleh pembacanya.
Buku sebagai media massa yang secara fungsional merupakan media
massa cetak yang dikonsumsi dengan penyajian yang mengikuti sistematika
yang wajar. Sebagai sebuah media massa, buku dinilai cukup mengandung
semua komponen-komponen dari sebuah media komunikasi, dimana
komunikator dipegang oleh pengarang atau penulis buku itu sendiri, pesan
berupa isi dari buku itu, medianya berupa buku itu sendiri, dan komunikan
tentu saja konsumen yang membaca buku tersebut.
Soekarno, sang orator ulung dan penulis piawai, memang selalu
memberikan pengaruhnya melalui tulisan-tulisannya. Dari pidato hingga
tulisannya semakin memperlihatkan betapa mahirnya ia menggunakan bahasa,
bermain dengan argumen-argumennya yang ia tuangkan ke dalam tulisan-
tulisannya.
2
Gejala berbahasa Soekarno merupakan fenomena langka yang
mengundang kagum banyak orang. Wajar kalau muncul pertanyaan “Apakah
kemahiran Soekarno menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya
berhubungan dengan pemikiran-pemikirannya?”. Hal ini dapat terlihat tatkala
ia menyebut semua identitas mulai dari istilah massa, kaum melarat, buruh,
kaum marhaen, tapi kemudian ia sering merangkumnya ke dalam sebuah
penamaan subjek lebih umum dan stabil, yakni “rakyat” (Robet, 2009 : 26).
Soekarno tercatat sebagai salah satu pemimpin yang paling merasuk
dalam jiwa rakyat, tentu ia memiliki kelebihan tersendiri dibanding para
pemimpin lainnya. Bung Karno tentunya memahami bagaimana psikologi dan
jiwa masyarakat nusantara, hingga kata-kata dan penjelasannya begitu
merasuk pada sumsum semangat rakyat.(Soyomukti, 2008 : 28)
Oleh karena itu, lahirnya buku “ Di bawah Bendera Revolusi Jilid 1”
sebagai sebuah mahakarya atas pemikiran-pemikiran, argumen-argumennya
dalam melihat kondisi Indonesia sebelum kemerdekaan. Hal ini dapat
dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran dari orang besar sekelas Soekarno
mampu menggugah semangat kemerdekaan di Jiwa rakyat Indonesia. Bahkan
sejarawan Arnold Tonybee menempatkan Soekarno sebagai salah satu seorang
dari 100 tokoh dunia yang mengubah sejarah. Dari pemikiran-pemirannya
menempatkan dia sebagai pemikir besar dalam sejarah politik Indonesia.
Buku ini jelas memperlihatakan pemikiran-pemikiran Soekarno muda
dalam rentan waktu 1926-1941 dimana pemikiran-pemikiran selanjutnya
hanyalah kelanjutan dari pemikiran-pemikan mudanya (Susilo, 2010:75).
3
Dengan mengkaji pemikiran-pemikirannya di masa lalu kita mesti lebih
memahami bagian mana dari pemikiran Soekarno yang patut untuk terus kita
ingat dan memanfaatkannya untuk kepentingan masa depan bangsa khususnya
dalam menghadapi era globalisasi ini.
Dalam sudut pandang disiplin Ilmu Komunikasi, Soekarno sebagai
orang yang membuat pesan sebagai gambaran argumen-argumennya melalui
tulisan-tulisannya yang kemudian kita sebut sebagai komunikator, sedang isi
dari tulisan-tulisannya adalah pesan, dan orang yang menerima pesan tersebut
disebut dengan komunikan.
Salah satu tulisan Soekarno dalam buku ini yang mencerminkan
argumennya adalah Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tulisan ini dia
buat setahun setelah ikut mendirikan sebuah Klub Studi Umum di Bandung
pada tahun 1926. Dalam tulisannya ia mengemukakan pentingnya sebuah
persatuan nasional, satu front bersama kaum nasionalis, islamis, dan marxis,
dalam perlawanan tanpa kompromi dengan pihak Belanda. Dimana pada saat
itu, Islam dan Marxisme merupakan ideologi yang dominan dalam perlawanan
melawan penjajah kala itu, sedangkan ideologi Nasionalisme ia kenal pada
saat ia berkuliah di Technische Hoogeschool (kini dikenal dengan nama
Institut Teknologi Bandung).
Pendapatnya bahwa ketiga unsur itu adalah bagian yang saling
melengkapi dan merupakan kekuatan besar bagi bangsa Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan adalah pemikiran yang cemerlang. Oleh karena itu,
Soekarno beranggapan bahwa ketiga ideologi ini dapat disatukan demi
4
tercapainya Indonesia Merdeka yang lebih sering ia sebut dengan istilah
“Nasakom”.
Hal inipun ia perkuat dengan menuliskan bahwa “ ketiga gelombang
ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang yang maha besar dan
maha kuat, satu ombak-topan yang tak dapat ditahan terjangannya, itulah
kewajiban yang kita semua harus memikulnya”.
Selain itu, salah satu tulisan lainnya yang menggambarkan ia sebagai
sosok yang sangat pandai menuangkan argumennya melalui Soekarno terlihat
pada tulisannya yang berjudul Indonesia versus Fasisme. Dalam tulisannya
tersebut ia menjelaskan bahwa fasisme merupakan paham yang bertentangan
dengan jiwa Indonesia. Kala itu, Soekarno melihat fasisme mengamuk
kemana-kemana, Hitler dan Mussolini menghantam ke kanan maupun ke kiri
demi tercapainya tujuan mereka. Hal ini, dinilai oleh Soekarno sebagai sesuatu
yang sangat tidak cocok dengan jiwa Indonesia.
Jiwa Indonesia dalam tulisannya ini, ia gambarkan dengan jiwa
demokrasi dan jiwa kerakyatan, sedangkan jiwa fasisme adalah jiwa anti
demokrasi dan anti kerakyatan. Dimana jiwa Indonesia sangat senang dengan
yang namanya “mufakat” sedangkan jiwa fasisme adalah jiwa dictator yang
mementingkan kehendak satu orang saja.
Begitu banyak tulisan-tulisan Soekarno yang menggambarkan
argumennya akan sebuah realitas yang terjadi. Oleh karena itu, dirasa perlu
untuk mengkaji konstruksi dari sebuah pemikiran yang kadang orang lain
bahkan tak sempat untuk memikirkannya. Dalam hal ini pada akhirnya kita
5
mampu melihat sejauh mana pemikiran-pemikiran Soekarno mampu
menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
saat ini. Dialah “Putra sang fajar”.
Dalam buku inipun jelas memberi gambaran tentang tulisan pribadi Ir.
Sukarno. Dalam tulisan-tulisan itu tergambarlah Bung Karno sebagai
"pendekar persatuan", sebagai "strategic", sebagai "pendidik", sebagai
"senopati" pemegang komando pergerakan kemerdekaan bangsa, sebagai
seorang "Islam modern" yang gigih menganjurkan supaya pengertian Islam
disesuaikan dengan kemajuan zaman yang pesat jalannya, sebagai "realis",
sebagai "humanis" dan sebagai suatu pribadi tempat perpaduan tri-cita, yakni
Nasionalis, Islamis dan Marxis.
Hal ini akan melihatkan bagaimana konstruksi dari sebuah teks atau
wacana akan melahirkan sesuatu. konstruksi realitas (politik) adalah upaya
“menceritakan” (koseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, orang atau benda
tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik. Dimana
Soekarno sebagai actor utama dalam dunia perpolitikan saat itu.
Sebuah teks seringkali diibaratkan sebagai hasil konstruksi atas realitas
yang sedang berkembang. Hadirnya teks, juga dipengaruhi oleh kondisi sosial
yang menjadi asas lahirnya teks. kumpulan tulisan Soekarno merupakan
cermin atas realitas yang merupakan hasil konstruksinya sesuai dengan
argumennya. Teks jangan hanya dipandangan sebagai refleksi dari sebuah
realitas, melainkan ia lahir sebagai hasil konstruksi dari penulis dalam hal ini
adalah Soekarno. Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah,
6
pengetahuan,lingkungan yang berbeda akan memberikan hasil penafsiran yang
berbeda pula dalam melihat sebuah realitas
Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan
instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat
konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita,
cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya, penggunaan
bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Oleh
karena itu, melihat pemilihan bahasa yang digunakan Soekarno dalam
menyampaikan argumennya menjadi penting.
Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek
kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks (Eriyanto, 2009: 7).
Menurut Fairlough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2009: 7), praktik wacana bisa
juga menampilkan efek ideologi mengenai realitas sosial. Melalui wacana,
sebagai contoh, keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan dari kehidupan
sosial dipandang sebagai suatu kewajaran/alamiah. Dengan demikian, buku
dengan penggunaan bahasa yang luas dan bebas mengekpresikan ideologi
penulisnya.
Hal ini jelas memperlihatkan begitu pentingnya mengkaji tulisan-
tulisannya yang terkumpulkan dalam sebuah buku yang berjudul “Di bawah
Bendera Revolusi Jilid 1”, tulisan-tulisan yang penuh dengan inspiratif,
argumen, dan pemikiran-pemikirannya hanya terkungkung dalam sebuah buku
yang tebal tanpa adanya pemahaman yang lebih daripada apa yang telah Ia
sampaikan melalui tulisan-tulisannya.
7
Kurangnya kajian akan tulisan-tulisan Soekarno yang terkumpul dalam
sebuah buku “Di bawah Bendera Revolusi Jilid 1. Pada tahun 1998, buku ini
sempat menjadi barang haram yang beredar kala itu.
Hal ini menjadikannya menarik, bagaimana argumen Soekarno yang
dipresentasikannya melalui bahasa dan wacana. Bahasa merupakan dunia
simbolik yang paling nyata, biasanya pemimpin menampilkan dirinya melalui
bahasa. Bahkan seringkali dikatakan bahwa apa yang diucapkan oleh
seseorang menentukan isi dari kepalanya. Sejak muda Soekarno sudah
berkenalan dengan banyak budaya dan ideologi, tentu saja perjalanan
hidupnya juga sangat mempengaruhi pemikiran ideologinya. Peranan bahasa
disini sangat menentukan, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
ideologi membentuk dan dibentuk melalui bahasa.
Habermas (Littlejohn, 2009:473) mengatakan bahwa komunikasi
sebagai emansipasi yang penting karena bahasa adalah alat pemenuhan minat
kebebasan. Dengan ideologi orang memberi makna pada realitas tertentu
untuk mempermudah pemeliharaan, pengolahan dan penyimpanan makna.
Pada gilirannya, bahasa tertentu yang ditujuan pada perumusan kata dan
kalimat membentuk realitas sosial tertentu.
Pada titik inilah, menarik untuk melihat perilaku politik dan ideologi
mempengaruhi bahasa dan wacana yang berkembang, serta bagaimana bahasa
yang ada merekam dan merefleksikan argumen dari elit politik yaitu
Soekarno.
8
Dalam merepresentasikan argumennya ke dalam sebuah teks
pemimpin melakukan pemilihan bahasa yang retoris. Aristoteles (Keraf :2007,
121) mengatakan ada 3 syarat yang harus dipenuhi dalam penyampaian
sebuah argumen ataupun persuasi kepada masyarakat. Pertama, watak dan
kredibilitas pembicara. Kedua, kemampuan pembicara mengendalikan emosi
para hadirin. Ketiga, bukti-bukti atau fakta-fakta yang diperlukan untuk
membuktikan sebuah kebenaran. Hal inilah yang menjadikan Soekarno
sebagai komunikator politik yang ulung dalam menyampaikan argumen-
argumennya. Ia sangat lihai, mengabungkan ketiga syarat ini sebagai cerminan
dirinya melalui tulisan-tulisannya.
Rottenberg (Rani, 2006 : 39) menjelaskan bahwa Argumentasi sendiri
merupakan salah satu wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau
pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang
didasarkan pada pertimbangan logis maupun emosional.
Analisis argument ini mencoba mengkaji dan mengungkap fungsi dan
makna di balik penggunaan teks/unsur bahasa, struktur sosial, serta bagiamana
konteks tsesebut diproduksi dan dikonsumsi.
Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penulis memilih untuk
mengkaji tulisan-tulisan Soekarno yang terkumpul dalam buku “Di bawah
Bendera Revolusi Jilid 1” ke dalam bentuk skripsi dengan judul:
KONSTRUKSI ARGUMENTASI SOEKARNO DALAM
BUKU “DI BAWAH BENDERA REVOLUSI JILID 1”
(sebuah Analisis Wacana)
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka
penulis merumuskan masalah yaitu :
1. Bagaimana konstruksi Argumentasi Soekarno dalam buku Di bawah
Bendera Revolusi Jilid 1?
2. Bagaimana pilihan diksi yang dipakai oleh Soekarno dalam
menyampaikan Argumentasinya dalam buku Di bawah Bendera Revolusi
Jilid 1?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konstruksi argumentasi Soekarno dalam buku Di
bawah Bendera Revolusi Jilid 1
2. Untuk mengetahui pilihan diksi yang dipakai oleh Soekarno dalam
menyampaikan argumentasinya dalam buku Di bawah Bendera
Revolusi Jilid 1.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
10
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah hazanah keilmuan
dari jurusan ilmu komunikasi khususnya bagi perkembangan
penelitian yang berbasis kualitatif.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi kajian
analisa teks sebagai salah satu kajian ilmu Komunikasi. Selain itu,
penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa
komunikasi yang ingin mengkaji tentang analisis wacana.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat merefleksikan konstrusi
argumentasi Soekarno dalam melihat argumennya dilihat dari
sudut pemikiran Soekarno sehingga dapat memberikan manfaat
bagi civitas akademika dan masyarakat umum.
b. Penelitian ini juga diharapkan mampu merepresentasikan cara
berpikir seorang pemimpin dalam menjalankan sebuah
pemerintahan, sehingga mampu diambil manfaat pelajaran bagi
pemimpin yang sekarang maupun yang akan datang.
D. Kerangka Konseptual
a. Teks sebagai konstruksi atas ideologi dan hegemoni dalam wacana
Sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi pembaca ke arah ideologi (Van Zoest
11
dalam Lasido, 2010 : 10). Istilah Ideologi secara leksikal diartikan sebagai
suatu tubuh gagasan yang mencerminkan aspirasi dan kebutuhan sosial
dari seorang individu, kelompok, kelas atau budaya. Lahirnya sebuah teks
adalah hasil proses wacana, di dalam proses tersebut terdapt nilai-nilai,
ideology, dan kepentingan-kepentingan pihak lain.
Istilah ideologi sendiri pertama kali dilontarkan oleh Antoine
Destutt de Tracy pada saat bergejolaknya Revolusi Prancis. De Tracy
mendefinisikan ideologi sebagai ilmu tentang pemikiran manusia, yang
mampu menunjukkan arah yang benar menuju masa depan. De Tracy
menganggap ideologi sebagai konsep netral dan dituntut objektif
mempelajari tiap ide yang lahir dan berkembang di masyarakat.
Bagi Antonio Gramsci (Simon, 2004:83), ideologi lebih dari
sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki
keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya, ideologi “mengatur” manusia
dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan
kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagaianya. Untuk
mencapai kesepakatan dari mayoritas atas tekanan yang digunakan oleh
masyarakat politik harus dibentuk suatu kolektivitas. Disinilah ideologi
bekerja (Gramsci dalam Titscher, 2009:237).
Sementara itu, Karl Marx dan Frederic Engels (Sobur, 2009 : 64)
melihat ideologi sebagai fabrikasi atau pemalsuan yang digunakan oleh
sekelompok tertentu untuk membenarkan diri mereka sendiri. Oleh karena
itu, konsep ideologi tersebut jelas sangat subjektif dan keberadaannya
12
hanya untuk melegitimasi kelas penguasa di tengah masyarakat.
Selanjutnya, mereka menyebut ideologi sebagai gagasan politik dominan
di setiap masyarakat akan selalu mencerminkan kepentingan dari kelas
penguasa.
Ideologi yang dianutlah pada akhirnya akan sangat menentukan
bagaimana seseorang atau kelompok orang memandang sebuah persoalan
dan harus berbuat apa untuk menyikapi persoalan tersebut. Dalam konteks
inilah kajian ideologi menjadi sangat penting, namun seringkali diabaikan.
Selain itu, ideologi tidak dipandang sepenuhnya memiliki kesan
positif. Disisi lain, ada juga kelompok yang memandang ideologi sebagai
upaya pembebasan. Contohnya pandangan Karl Marx yang menilai
ideologi dipahami sebagai konsep kesadaran palsu, memutarbalikkan
realitas. Ideologi “membutakan” manusia dari kenyataan yang
sesungguhnya.
Analisis ideologi Marx menyangkut pula analisis terhadap Negara
dan kritiknya terhadap kapitalisme. Argumentasi Marx bahwa, manusia
memiliki kesadaran palsu tentang realitas. Kepalsuan itu bukan karena
ketidak-sadaran atau ketidak-mampuan pikiran manusia untuk mengelola
informasi. Tertapi, kesadaran palsu terbentuk karena realitas yang
ditangkap oleh individu dipalsukan oleh mekanisme tertentu. Marx
melihat pengaruh sistem sosial yang jauh dari rasa adil, menyebabkan
manusia menyerap informasi yang salah tentang realitas.
13
Konstruksi atas sebuah realitas ke dalam sebuah teks pada
dasarnya membutuhkan sebuah strategi sebagai sebuah konstruksi atas
sebuah idelogi membutuhkan sebuah strategi. Strategi ini mencakup
pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf, pilihan fakta, dan pilihan
teknik menampilkan wacana di depan publik/khalayak. Hasil dari proses
tersebut adalah wacana atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan,
ucapan, dan tindakan. Teks yang dihasilkan akan mencerminkan
idealisme, ideologis dan kepentingan-kepentingan dari pembuat teks.
Gambar 1.1 Proses Konstruksi Realitas dalam Pembentukan wacana
(Sumber : Diadopsi dari Darma: 2009, hal. 8)
Proses kontruksi realitas oleh pelaku pembuat wacana, misalnya
dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa
keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan sebagainya. Secara umum,
sistem komunikasi adalah faktor yang mempengaruhi sang pelaku dalam
membuat wacana.
Realitas pertama: kesadaran, benda, pikiran, orang, peristiwa...
Dinamika internal &
eksternal pelaku konstruksi
Sistem komunikasi yang
berlaku
Strategi mengonstruksi
realitas
Faktor internal: ideologis,
idealis..
Faktor eksternal: pasar,
sponsor..
Proses
konstruksi
realitas oleh
pelaku
Fungsi bahasa
Strategi framing
Realitas yang dikonstruksikan
(teks, talk, act, artifact)
Makna, citra, dan kepentingan di balik wacana
14
Dalam sistem komunikasi libertarian, wacana yang dibentuk akan
berbeda dengan sistem komunikasi otoritarian. Secara lebih khusus,
dinamika internal dan eksternal yang mengenai diri si pelaku konstruksi
tentu saja sangat mempengaruhi proses konstruksi. Ini juga menunjukkan
bahwa pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vacum. Pengaruh
itu bisa datang dari pribadi si penulis dalam bentuk kepentingan idealis,
ideologis, dan sebagainya, maupun dari kepentingan eksternal yaitu dari
khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya.
Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai
suatu strategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh ekstenal dan internal,
startegi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga
paragraph; pilihan fakta yang akan dimasukkan dari wacana yang popular
disebut stretegi framing, dan pilihan teknik menampilkan wacana di depan
public disebut strategi priming.
Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana (discourse) atau
realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan
(act), atau peninggalan (artifact). Oleh karena itu, wacana yang terbentuk
ini telah dipengaruhi oleh beberapa faktor, kita dapat mengatakan bahwa
dibalik wacana tersebut terdapat makna dan citra yang diinginkan seta
kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Ideologi bekerja melalui bahasa, sedangkan bahasa adalah medium
tindakan sosial. Kita harus mengakui bahwa dalam hal tertentu ideologi
merupakan pelembagaan dalam masyarakat kita dari sesuatu yang riil.
15
Ideologi bukanlah bayangan tertentu dari dunia sosial tetapi ia adalah
bagian dari dunia itu sendiri, merupakan elemen yang kreatif dan
konstitutif dalam kehidupan sosial.
Peter L. Berger dan Thomas Luckman memperkenalkan konsep
konstruksionisme melalui tesisnya tentang konstruksi atas realitas. Teori
konstruksi sosial Peter L. Berger menyatakan bahwa, realitas kehidupan
sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan
instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses
eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses
internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif. Menurut Berger dan
Luckmann (dalam Bungin, 2010: 7), realitas sosial adalah pengetahuan
yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat
seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari
konstruksi sosial.
Dalam pemahaman konstruksi Berger, dalam memahami
realitas/peristiwa terjadi dalam tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagi
moment yaitu, pertama, tahap eksternalisasi yaitu usaha pencurahan diri
manusia ke dalam dunia baik mental maupun fisik. Kedua, objektifasi
yaitu hasil dari eksternalisasi yang berupa kenyataan objektif fisik ataupun
mental. Ketiga, internalisasi, sebagai proses penyerapan kembali dunia
objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektifitas
individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Ketiga proses tersebut
16
saling berdialektika secara terus menerus pada diri individu dalam rangka
pemahan tentang realitas
Praktik ideologi juga tidak terlepas dari istilah hegemoni,
hegemoni bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu kelompok
terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan,
sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap
kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common
sense). Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil
mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai
moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party,
kelompok yang berkuasa).
Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi
kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan. Nilai-nilai dan
ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak
dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat
terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Disinilah, Hegemoni bisa
dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan.
Hal lain yang tidak bisa dilepaskan dari lahirnya sebuah teks
adalah pola komunikasi politik yang dijalankan oleh para elit politik.
Dalam hal ini, tulisan-tulisan Soekarno tidak bisa dilepaskan dari sebuah
proses komunikasi politik yang dijalankan untuk menguasai pikiran orang
banyak. Seperti yang dikemukakan oleh Anwar (Darma, 2009 : 94) bahwa
17
untuk menguasai jalan pikiran orang banyak diperlukan sebuah alat
komunikasi yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
Hal ini akan memberikan pemahaman bahwa lahirnya sebuah teks
atau bahasa mendapat tempat yang sangat penting dalam bidang politik.
Bahasa bukan saja sebagai alat komunikasi, tetapi bahasa juga
menjalankan fungsi-fungsi regulative yang sangat kompleks. Kajian
terhadap teks sebagai sebuah alat komunikasi tidak hanya terlepas dari
“apa” makna dari teks bahasa, tetapi lebih tertarik pada “bagaimana”
makna wacana dalam konteks cultural yang lebih luas.
Perlu ditegaskan kembali bahwa sebuah teks bukanlah sesuatu
yang dapat memberikan kita makna yang orisinil, tunggal, objektif,
determinatik, formulatable, seperti yang berlaku dalam teks konvensional
dan dalam lingkungan tradisi hermenutika tradisional. Dengan kata lain
bahwa makna tidak terletak pada kata melainkan pada orang yang
memaknainya, hal ini karena menutur John Fiske, makna tidak intrinsik
dalam teks itu sendiri. Pada titik inilah Ideologi bekerja.
b. Studi Wacana sebagai perangkat analisis ideologi dan hegemoni
Pendekatan Analisis Wacana (Discourse Analysis) dipilih oleh
penulis karena dianggap mampu menjelaskan berbagai hal yang tidak
nampak dipermukaan. Tetapi lebih jauh lagi analisis wacana mampu
membongkar makna yang tersembunyi sehingga kedalaman dan keluasan
informasi akan sangat menentukan sejauh mana galian informasi yang
diperoleh.
18
Untuk menganalisis bagaimana bangunan konstruksi Argumentasi
Soekarno dalam tulisan-tulisannya dianggap lebih baik menggunakan
pendekatan analisis wacana (Discourse Analysis) dari sekian banyak pisau
analisis. Penulis mencoba menggunakan pendekatan yang dikembangkan
oleh seorang ahli bahasa dan media. Dia juga merupakan salah seorang
peletak dari dasar Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)
yaitu Teun A. Van Dijk. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini selanjutnya
disebut “Kognisi Sosial”(Sobur, 2009 :73)
Dalam menyampaikan sebuah pendapat atau argumen, selalu
berangkat dari suatu sudut pandang tertentu yang dibentuk oleh bingkai
referensi dan pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini, adanya
pemilihan kata atau pembentukan kalimat guna membangun sebuah
wacana yang akan disampaikan. Wacana adalah sebuah argumen
sistematik yang membuat pertimbangan untuk menunjukkan validitas sari
sebuah klaim (Littlejohn, 2009: 474).
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam
komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.
Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam
komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat, fungsi ucapan, tetapi
juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks yang disebut wacana
(Littlejohn, dalam Sobur, 2009: 48).
Analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari
suatu teks, menekankan pada pemaknaan teks karena dasar analisis
19
wacana adalah interpretasi dan penafsiran peneliti. Analisis wacana
memfokuskan pada pesan tersembunyi dengan fokus terhadap muatan,
nuansa, dan makna dalam teks media.
Adapun analisis wacana yang dijadikan perangkat analisis adalah
analisis wacana Teun A. Van Dijk. Menurut Van Dijk (Eriyanto, 2009:
221), penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis
atas teks, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus
juga diamati. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana suatu teks diproduksi
sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.
Model analisis Van Dijk sebagai berikut:
Gambar 1.2 Model dari analisa Van Dijk
(Sumber: diadopsi dari Eriyanto (2009: 225))
Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi:
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial, lalu menggabungkannya ke dalam
satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana
sturktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu
tema tertentu. Pada level kognisi sosial, proses produksi teks atau
kesadaran mental penulis dalam membuat suatu teks.
Konteks
Kognisi Sosial
Teks
20
Kognisi sosial didasarkan pada anggapan umum yang tertanam
yang akan digunakan dalam melihat sebuah peristiwa atau realitas. Pada
aspek ketiga mempelajari bentuk wacana yang berkembang dalam
masyarakat akan suatu masalah. Dalam tataran inilah bagaimana wacana
dari tulisan-tulisan Soekarno dalam buku “ Di bawah Bendera Revolusi
Jilid 1” melakukan produksi dan reproduksi wacana dalam tataran konteks
sosial yang berkembang di masyarakat.
Secara umum, ada tiga tingkatan analisis wacana, yaitu analisis
mikro, fokus analisis pada teks terutama unsur bahasa yang digunakan;
analisis analisis meso, analisis pada diri individu/khalayak sebagai
penghasil dan konsumen teks makro, analisis struktur sosial, ekonomi,
politik, dan budaya masyarakat dan konteks sosial saat sebuah teks lahir.
Menurut Van Dijk, dalam Sobur (2009: 75) pendekatan ini dipakai
karena dalam penelitian wacana tidak semata-mata merujuk secara utuh
dari suatu teks. Menurutnya teks lahir dari benturan dan rentetan proses
produksi yang perlu diamati. Bagaimana teks tersebut menjadi utuh dan
beroperasi dalam lintas sosial sehingga teks tersebut dapat diterima?
Kenapa teks bisa memiliki wujud yang berbeda-beda? Misalnya dalam
teks tulisan-tulisan Soekarno dalam buku “Di bawah Bendera Revolusi
Jilid 1”, sering dimunculkan tentang argumen-argumen Soekarno tentang
ideologinya, Nasionalisme, komunisme serta Islam dalam kacamata
Soekarno.
21
Soekarno memproduksi wacana melalui tulisannya dalam arti ia
ingin merefleksikan argumennya kepada khalayak. Disini, setiap wacana
yang muncul dalam bentuk teks, tidak dipandang sebagais sesuatu yang
alamiah, tetapi dibentuk dari sebuah pertarungan kekuasaan dalam
mendefinisikan realitas dan setiap pertarungan wacana selalu berangkat
dari sebuah ideology tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas, berikut ini
adalah skema atau kerangka pemikiran penulis:
Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran
Tulisan Soekarno dalam buku
“Di Bawah Bendera Revolusi
Jilid 1"
Argumentasi, Ideologi dan
Hegemoni
Analisis Wacana
Van Dijk
1. Konstruksi Argumen Soekarno
2. Diksi yang dipakai dalam penyampaian
Argumennya
1. Teks
2. Kognisi Sosial
3. Konteks Sosial
22
E. Definisi Operasional
1. Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia. Ia adalah seorang
komunikator politik yang ulung dalam penyampaian pesan-pesan
politiknya baik dalam tulisan maupun pidatonya.
2. Di bawah Bendera Revolusi Jilid 1 merupakan buku kumpulan-kumpulan
tulisan Soekarno sejak tahun 1926 hingga 1941 sebanyak 61 tulisan.
3. Argumentasi adalah suatu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan
yang ditulis dengan tujuan untuk menyakinkan pembacanya ataupun
sebagai sarana penyampaian sebuah pandangan kepada khalayak berupa
penjelasan, pembuktian, disertai dengan alasan.
4. Ideologi adalah suatu titik pandangan yang melatarbelakangi pandangan
seseorang dalam melihat suatu realitas. Hal inilah yang dipakai oleh
Soekarno untuk melindungi kekuasaan pemerintahan agar dapat bertahan
dalam mengatur rakyatnya. Soekarno dikenal dengan ideologi yang
disebut dengan Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunisme)
5. Hegemoni adalah proses dominasi, dimana sebuah ide menumbangkan
atau membawahi ide lainnya, sebuah proses dimana satu kelompok dalam
masyarakat menggunakan kepemimpinan untuk menguasai yang lainnya.
6. Analisis Wacana adalah metode penelitian bahasa yang memfokuskan
pada pengkajian terhadap struktur pesan dan makna yang terdapat dalam
sebuah teks dengan melibatkan konteks yang mengiringinya. Analisis
wacana mengkaji muatan pesan, nuansa, dan makna yang tersembunyi
dalam sebuah teks yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran dari
23
peneliti. Dalam hal ini model analisis yang dipakai adalah Teun A. Van
Dijk.
7. Konstruksi adalah hasil atau tampilan wacana yang dibentuk oleh
Soekarno yang memiliki pengalaman tertentu atau pemahaman tertentu
yang mempengaruhi teks yang dibentuknya.
8. Diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh Soekarno dalam
mengkonstruksi argumennya dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi
Jilid 1.
F. Metode Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan sejak bulan April s/d Juni 2011.
Penulis telah melakukan pra penelitian berupa penelusuran atas objek
penelitian sejak April 2011. Sehingga, sangat diharapkan penelitian ini
dapat selesai pada Juni 2011.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah tulisan-tulisan Soekarno yang
terkumpul dalam sebuah buku yang berjudul “Di bawah Bendera Revolusi
Jilid 1” jilid I yang merupakan cetakan ketiga tahun 1964. Dalam buku ini
berisikan tulisan-tulisan soekarno yang berjumlah 61 tulisan yang ia tulis
sebelum proklamasi kemerdekaan dalam rentan waktu 1926-1941.
24
3. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma Kualitatif dengan
pendekatan deskriptif “ Penelitian Deskriptif untuk meneliti menganalisa
konstruksi argument soekarno dalam buku ini sebagai suatu sistem
pemikiran sebagai refleksi atas ideologinya.
Menurut Bogdan & Taylor (Moeloeng, 2002:3) bahwa pendekatan
ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang
menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.
Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan,
meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial
dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik
realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda,
atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.
(Bungin, 2010: 68). Penelitian ini bisa juga disebut penelitian
interpretative karena data yang dikumpulkan merupakan interpretasi
terhadap data dari objek penelitian
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan penulis
berdasarkan kebutuhan analisis dan pengkajian. Pengumpulan data
tersebut sudah dilakukan sejak penulis menentukan permasalahan yang
sedang dikaji. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :
25
a. Studi Dokumentasi yaitu Pengumpulan data berupa tulisan-tulisan
Soekarno yang terkumpul dalam sebuah buku berjudul “Di bawah
Bendera Revolusi Jilid 1 Jilid 1Jilid 1” serta sejumlah data yang
berkaitan dengan objek penelitian tersebut, seperti berita-berita terkait,
biografi penulis/penerjemah dan dokumen-dokumen lainnya.
b. Penelitian pustaka dengan mengkaji dan mempelajari berbagai
literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk
mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang
dibahas.
c. Penelusuran data online, yaitu menelusuri data dari media online
seperti internet sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi
online secepat dan semudah mungkin serta dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis. Peneliti memilih sumber-
sumber data online mana yang kredibel dan dikenal banyak kalangan.
5. Teknik Analisa Data
a. Teks
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis wacana yang dikembangkan oleh Van Dijk. Menurutnya, teks
terdiri dari beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing
saling mendukung. Ia membanginya pada beberapa elemen wacana,
yang selanjutnya akan penulis gunakan (aplikasikan) untuk
menganalisis data berupa teks tulisan dalam buku “Di bawah Bendera
26
Revolusi Jilid 1 Jilid 1” yang merefleksikan argumen-argumen
Soekarno. Adapun elemen wacana Van Dijk terdiri dari :
Struktur
Wacana
Hal yang diamati Elemen
Strukrur Makro Tematik
(Apa yang dikatakan)
Topik
Super struktur Skematik
(Bagaimana pendapat disusun dan
dirangkai)
Skema
Struktur Mikro Semantik
(Makna yang ditekankan dalam
teks)
Latar, detail,
maksud
Struktur Mikro Sintaksis
(Bagaimana pendapat
disampaikan)
Kalimat, kata
ganti
Struktur Mikro Stilistik
(Pilihan kata yang dipakai)
Leksikon
Struktur Mikro Retoris
(Bagaimana dan dengan cara apa
penekanan dilakukan)
Grafis,
metafora
Tabel 1.1 Elemen wacana Van Dijk
(Sumber: Eriyanto, 2009 :228-229 )
27
b. Kognisi Sosial
Suatu studi tentang proses produksi sebuah teks tulisan yang
melibatkan kognisi individu sebagai penulis. Menurut Van Dijk
(Sobur, 2009: 221) penelitian atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari
suatu praktik produksi yang harus diamati juga. Disini harus dilihat
juga bagaimana suatu teks diproduksi. Oleh karena itu, untuk
membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita
membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial sehingga ini
menjadi penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk
memahami teks.
c. Konteks Sosial
Dimensi ketiga dalam kerangka analisis Van Dijk adalah
konteks sosial atau analisis sosial. Suatu wacana adalah bagian dari
wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti
teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaiamana
wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam
masyarakat. Menurut Van Dijk dalam analisis mengenai masyarakat
ini, ada dua poin yang penting yaitu kekuasaan (power), dan akses
(acces).
28
Struktur Metode
Teks
Menganalisis bagaimana strategi wacana yang
dipakai untuk menggambarkan seseorang atau
peristiwa . Bagaimana strategi tekstual yang
dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan
suatu gagasan atau argument tertentu
Critical Lingustik
(Tematik, Skematik, Semantik,
Sintaksis, Stilistik, Retoris)
Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisi penulis dalam
memahami sebuah realitas yang dikonstruksikan
dalam sebuah teks
Melalui tulisan-tulisan yang
berkenaan dengan penulis dalam
hal ini adalah soekarno baik
melalui biografi maupun
sumber-sumber lainnya
Konteks Sosial
Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang di masyarakat , proses produksi atau
reproduksi seseorang atau peristiwa yang
digambarkan
Studi pustaka, penelusuran
sejarah
Tabel 1.2 kerangka analisis data
(Sumber : diadopsi dari Eriyanto, 2009 :275)