bab i pendahuluan i.1 latar belakang i.1.1 tinjauan...

21
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Tinjauan Umum Dalam era globalisasai, pariwisata merupakan salah satu industri paling besar dalam menyumbang pemasukan devisa diberbagai negara. Hal ini dapat terlihat dari penyerapan ketenagakerjaan sampai tahun 2020, yaitu lebih dari 10% total ketenagakerjaan, 11% GDP global, dan total perjalanan wisatawan diproyeksikan terus meningkat sampai 1.6 milyar (Speirs, 2010). Lebih lanjut, kegiatan pariwisata merupakan salah satu aktivitas yang berpengaruh besar terhadap pengembangan dan peningkatan ekonomi, sosial, dan budaya serta peningkatan kualitas lingkungan (Wiranatha, A.S, 2004); (Pitana, I Gde & Putu G, 2005); (Kibicho, 2008). Sesuai Visi pengembangan kepariwisataan Indonesia (2010-2025), yaitu terwujudnya Indonesia sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan serta mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat (Kemenbudpar, 2010); (Nuryanti, W, 2010), salah satu langkah mewujudkannya adalah melalui pengembangan destinasi pariwisata secara terpadu, yang memiliki keunggulan untuk berdaya saing dan berkelanjutan. Hal tersebut di atas dapat meningkatkan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui pengembangan kampung wisata yang memiliki kearifan lokal sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan (Nuryanti, W, 2009). Pengembangan kampung wisata ini, sejalan dengan misi kota Surakarta Solo’s past is Solo’s future, sebagai Kota Budaya dan Pariwisata, dengan Keraton Kasunanan Surakarta sebagai Javanese Civilitation Learning Center. Dalam implementasinya, pengembangan kampung wisata ini masuk di dalam RPJPD kota Surakarta tahun 2005-2025, yang berisi: kebijakan pengembangan masyarakat yang produktif dan berjiwa wirausaha; peningkatan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat melalui optimalisasi potensi wisata;

Upload: vuthu

Post on 27-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

���

1 �

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.1.1 Tinjauan Umum

Dalam era globalisasai, pariwisata merupakan salah satu industri paling

besar dalam menyumbang pemasukan devisa diberbagai negara. Hal ini dapat

terlihat dari penyerapan ketenagakerjaan sampai tahun 2020, yaitu lebih dari 10%

total ketenagakerjaan, 11% GDP global, dan total perjalanan wisatawan

diproyeksikan terus meningkat sampai 1.6 milyar (Speirs, 2010). Lebih lanjut,

kegiatan pariwisata merupakan salah satu aktivitas yang berpengaruh besar

terhadap pengembangan dan peningkatan ekonomi, sosial, dan budaya serta

peningkatan kualitas lingkungan (Wiranatha, A.S, 2004); (Pitana, I Gde & Putu G,

2005); (Kibicho, 2008).

Sesuai Visi pengembangan kepariwisataan Indonesia (2010-2025), yaitu

terwujudnya Indonesia sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia, berdaya saing,

berkelanjutan serta mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan

masyarakat (Kemenbudpar, 2010); (Nuryanti, W, 2010), salah satu langkah

mewujudkannya adalah melalui pengembangan destinasi pariwisata secara

terpadu, yang memiliki keunggulan untuk berdaya saing dan berkelanjutan. Hal

tersebut di atas dapat meningkatkan pembangunan daerah dan kesejahteraan

masyarakat, salah satunya melalui pengembangan kampung wisata yang memiliki

kearifan lokal sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan (Nuryanti, W, 2009).

Pengembangan kampung wisata ini, sejalan dengan misi kota Surakarta

Solo’s past is Solo’s future, sebagai Kota Budaya dan Pariwisata, dengan Keraton

Kasunanan Surakarta sebagai Javanese Civilitation Learning Center. Dalam

implementasinya, pengembangan kampung wisata ini masuk di dalam RPJPD

kota Surakarta tahun 2005-2025, yang berisi: kebijakan pengembangan

masyarakat yang produktif dan berjiwa wirausaha; peningkatan dan

pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat melalui optimalisasi potensi wisata;

���

2 �

serta kebijakan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengapresiasikan nilai-

nilai kearifan lokal sebagai jati diri warga kota.

Dengan demikian, kebijakan pengembangan Kota Surakarta akan

difokuskan pada beberapa sektor andalan, salah satunya pariwisata. Pariwisata

yang berbasis pada peningkatan potensi kearifan lokal merupakan program

prioritas Pembangunan Daerah dengan UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan

sebagai payung hukum.

Langkah awal implementasi UU tersebut adalah dengan melakukan

pengembangan, pembenahan dan perubahan yang meliputi perbaikan dan

pemeliharaan atas lokasi-lokasi yang ditetapkan sebagai pusat destinasi pariwisata

sebagai kampung wisata. Pembenahan lokasi tersebut meliputi pembenahan,

penataan dan perubahan tata ruang pada beberapa kampung-kampung kota yang

memiliki potensi keunikan menjadi kampung wisata. Pengembangan,

pembenahan, penataan dan perubahan tersebut harus melibatkan serta mendapat

dukungan partisipasi aktif dari masyarakat lokal.

Pengembangan kampung wisata tersebut sejalan dengan Rencana Strategi

Dinas Pariwisataa Surakarta bahwa kampung kota yang fokus pada pembangunan

pariwisata yang menggali potensi kearifan lokal dan budaya serta mengakomodasi

prinsip partisipasi serta tumbuhnya sentra-sentra wisata minat khusus, akan

dikembangkan sebagai kampung wisata.

Suatu kawasan bersejarah dalam arsitektur perkotaan merupakan salah

satu aset daya tarik wisata yang akan memberikan kesinambungan yang erat,

antara masa lalu, masa kini dan masa mendatang (Antariksa, 2005). Dengan

demikian, hal tersebut di atas mengaspirasi timbulnya konsep tranformasi

arsitektural dalam tumbuh-berkembangnya kampung-kampung kota di Surakarta

untuk menjadi kampung wisata.

I.1.2 Tumbuh Berkembangnya Potensi Kampung Kota menjadi Kampung

Wisata

Kampung terintegrasi dengan sistem kota, secara fisik, sosial, dan

ekonomi merupakan satu sistem yang dinamis dan penting dalam mendukung

kehidupan kota. Hal ini dibuktikan dengan perumahan di kampung menjadi pusat

���

3 �

berbagai kegitan produktif penghuninya (home based enterprises). Sekitar 80%

rumah di kampung dimanfaatkan untuk kegiatan produktif penghuninya

(Setiawan, 2010); (Prayitno, 2013). Keberadaan kampung sesungguhnya dapat

dilihat sebagai satu organisme yang hidup, tumbuh dan berkembang. Hal ini bisa

dilihat di kawasan Malioboro dan kampung Sosrowijayan Yogyakarta. Kampung-

kampung di kawasan ini menjadi wadah bagi masyarakat dalam menggerakkan

kegiatan ekonomi kawasan menjadi suatu kampung wisata yang mendukung kota

wisata Yogyakarta (Setiawan, 2010).

Kampung wisata dipahami sebagai suatu kawasan atau kampung yang

memiliki keunggulan potensi dan keunikan lokal tinggi sebagai daya tarik wisata

yang khas (karakter fisik lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat), yang

berdaya saing tinggi, dikelola dan dikemas, serta disajikan secara menarik,

melalui pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata lingkungan

yang harmonis dan pengelolaan yang baik, terpadu serta terencana agar siap

menerima kunjungan wisatawan (Lane, 1994); (Agraval, 2001).

Lebih lanjut, suatu kawasan atau kampung dapat dikembangkan menjadi

kampung wisata jika memiliki kriteria dan faktor pendukung, diantaranya sebagai

berikut: memiliki potensi produk sebagai daya tarik; memiliki dukungan sumber

daya manusia; ada motivasi kuat dari masyarakat; memiliki dukungan sarana dan

prasarana; memiliki fasilitas pendukung kegiatan wisata; memiliki kelembagaan

kegiatan masyarakat, dan; ketersediaan lahan atau area pengembangan (Gannon,

1994); (Greffe, 1994).

Gagasan kampung wisata awalnya datang dari wisatawan untuk meninjau

tumbuh kembangnya kampung-kampung kota yang memiliki karakteristik potensi

kearifan lokal sebagai keunikan tersendiri (Bramwell, 1994). Perkembangan

kampung wisata di kota juga dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

lokal di perkotaan. Kehidupan kampung dan lingkungan sekitar yang menyajikan

pengalaman unik merupakan produk yang potensial untuk dijual kepada

wisatawan.

Dengan demikian kampung wisata telah menjadi sebuah alternatif untuk

mendiversifikasikan karakteristik potensi kearifan lokal kawasan sebagai produk

���

4 �

wisata (Hall, 1996). Melalui peran aktif partisipasi masyarakat lokal, kampung

wisata tersebut sekaligus sebagai tempat rekreasi atau wisata bagi pengunjung

sebagai wisatawan. Dalam berwisata di kawasan tersebut, wisatawan dengan

aspirasi interprestasi kunjungannya, harus mengikuti aturan etika dan budaya

lingkungan yang telah ditetapkannya. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan

memberikan ruang kawasan wisata yang menyajikan kekhasan kawasan tersebut,

baik berupa fisik maupun non fisik kepada pengunjung sebagai wisatawan agar

dapat mengapresiasi dan mengenal kawasan secara lebih dekat, sekaligus

mengenal kehidupan karakteristik masyarakat setempat secara lebih dalam.

Sebagai sebuah destinasi pariwisata alternatif, kampung wisata dapat

menjadi sarana yang potensial untuk menunjang pembangunan lingkungan yang

berkesinambungan (Opperman, 1996); (Crotts and Mazanec, 1993). Kampung

wisata telah berkembang dari sebuah produk amatir menjadi produk yang dapat

memperkuat ekonomi kota. Peningkatan perekonomian kota melalui pariwisata

tersebut antara lain dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat lokal setempat

dalam kegiatan pariwisata serta dalam pengambilan keputusan (Lane, 1994).

Berdasarkan uraian tentang kampung wisata tersebut di atas yang

didukung dengan kebijakan Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah

Surakarta, beberapa kampung kota yang memiliki potensi keunikan karakteristik

tinggi dapat diidentitaskan sebagai kampung wisata. Dengan demikian, terjadi

pengalihan status yang mengakibatkan adanya perubahan identitas dan fungsi dari

permukiman kampung kota menjadi bercampur dengan kegiatan komersial

kepariwisataan.

Seiring dengan berkembangnya waktu, dan munculnya berbagai fenomena

isu politik, ekonomi dan budaya, serta pergantian sistem pemerintahan, beberapa

kampung kota mengalami perubahan dalam hal proses transformasi arsitektural

pada pola tata ruang, bangunan dan lingkungan. Dalam proses transformasi

arsitektural, terdapat perubahan fisik dan fungsi bangunan yang tidak diatur

dengan zonasi yang jelas, sehingga terjadi percampuran antara zona hunian dan

komersial kegiatan wisata. Hal ini menimbulkan penumpukan sirkulasi antara

���

5 �

ruang privat dan publik pada pola tata ruang, bangunan dan lingkungan kampung

kota tersebut.

Proses transformasi arsitektural yang terjadi di beberapa kampung kota

tersebut dapat menghilangkan identitas awal sebagai kampung kota. Fenomena

tersebut juga cenderung mengakibatkan degradasi kualitas bangunan dan

lingkungan. Namun demikian, transformasi kampung kota menjadi kampung

wisata yang secara visual menjadi beragam namun masih berpijak pada potensi

kelokalan, berdampak positif pada berbagai pembaharuan dan menciptakan

beberapa peluang. Transformasi tersebut secara fisik meningkatkan estetika

kawasan kampung menjadi lebih dinamis dengan berbagai keragaman visual,

yang menjadikan kawasan tersebut ramai dikunjungi wisatawan. Banyaknya

wisatawan yang datang secara otomatis membawa dampak ekonomi dari kegiatan

pariwisata, dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal khususnya.

Berdasarkan hal-hal di atas, peneliti tertarik untuk menggali dan

mengidentifikasi seberapa jauh proses transformasi arsitektural terjadi dan

perubahan pada elemen-elemen fisik kawasan perkotaan terhadap karakter

kawasan tersebut, untuk dirumuskan sebagai konsep transformasi arsitektural dari

kampung kota menjadi kampung wisata.

1.1.3 Proses Terjadinya Transformasi Arsitektural dari Kampung Kota

menjadi Kampung Wisata

Kampung-kampung kota di Indonesia merupakan salah satu bentuk

permukiman yang menjadi bagian dari kawasan perkotaan. Dalam sejarah

berdirinya dan perkembangannya hingga sekarang, kampung kota dipengaruhi

oleh berbagai aspek baik sosial, ekonomi, budaya dan politik. Aspek-aspek inilah

yang menjadikan terjadinya proses transformasi arsitektural pada tumbuh

kembangnya kampung kota menjadi kampung wisata baik secara struktural,

fungsional dan visual.

Beberapa kampung kota yang terletak di Surakarta cenderung memiliki

kaitan erat dengan nilai sejarah dan budaya yang menjadi aspek dalam

pembangunan dan perkembangan kampung dikemudian hari. Kampung- kampung

kota tersebut telah dideklarasikan oleh Pemerintah Kota Surakarta menjadi

���

6 �

kampung wisata sekitar tahun 2000an. Hal ini menciptakan identitas baru yakni

dari kampung kota sebagai area permukiman menjadi kampung wisata yang

memiliki potensi nilai-nilai keunikan sebagai aset komersial. Terdapat beberapa

kampung kota yang masing-masing memiliki karakter fisik dan keunikan yang

berbeda. Namun, beberapa kampung kota tersebut masih memiliki keseragaman

latar belakang historis dan kultural. Kampung-kampung kota di Surakarta yang

diidentitaskan sebagai kampung wisata antara lain adalah kampung Baluwarti,

Kauman dan Laweyan. Dengan demikian kasus yang terpilih untuk diteliti adalah

tiga kampung kota (Baluwarti, Kauman dan Laweyan) dengan karakterfisik,

lokasi dan keunikan yang berbeda. Namun secara umum, ketiga kampung kota

tersebut memiliki latar belakang historis kultural yang sama.

Perubahan identitas dari kampung kota menjadi kampung wisata tersebut

telah banyak memberikan perubahan pada bentuk elemen arsitektural kawasan

(fungsi bangunan, tampilan fasad, material elemen bangunan, ruang terbuka dan

akses sirkulasi) pada pola penataan bangunan dan lingkungan. Perubahan identitas

tersebut juga menimbulkan kecenderungan semakin banyaknya bangunan

komersial yang bermunculan sebagai pendukung kegiatan wisata, yang tidak

memiliki batasan dan zonasi yang jelas. Perubahan tersebut cenderung

mendominasi bentuk fisik kawasan kampung yang menyebabkan ketidak

harmonisan dalam tampilan fasad dan fungsi, adanya pencampuran zonasi hunian

dan komersial, bahkan percampuran di antara keduanya. Fenomena tersebut

terjadi karena proses pembangunannya tidak diiringi dengan perencanaan yang

matang, melainkan tumbuh dengan sendirinya sejalan dengan perubahan aktivitas

masyarakat dan tumbuh berkembangnya keberadaan kampung wisata tersebut.

Perubahan-perubahan yang terjadi secara spontan dan tidak beraturan pada

kampung kota menjadi kampung wisata ini menimbulkan fenomena perubahan

atau transformasi arsitektural pada pola tata ruang, bangunan dan lingkungan. Hal

ini dapat menciptakan keragaman fisik menjadi lebih dinamis dengan kegiatan

kepariwisataan. Dampak fisik tersebut sekaligus diiringi dengan dampak non

fisik, khususnya dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan kepariwisataan

tersebut. Hal ini secara otomatis akan meningkatkan perekonomian dan

���

7 �

kesejahteraan masyarakat setempat dalam mendukung keberadaan kampung

wisata.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dilakukan suatu penelitian yang

mengkaji proses timbulnya konsep transformasi arsitektural dari kampung kota

menjadi kampung wisata. Untuk itu, peneliti perlu mengetahui penyebab

terjadinya transformasi arsitektural, serta faktor-faktor yang memengaruhi

terjadinya proses transformasi arsitektural tersebut. Kajian ini akan memberikan

akses dalam membangun konsep yang menjelaskan proses terjadinya transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata. Dengan demikian, akan

dapat diketahui teori, konsep, fakta empirik serta bangunan teori atau konsep ini.

I.I.4 Pentingnya Kajian Pariwisata barbasia Masyarakat (Community-Based

Tourism/CBT) pada Kampung Wiasata

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau community-based

touris (CBT), merupakan salah satu konsep dasar dalam pengembangan sistem

kepariwisataan yang berkelanjutan dengan melibatkan peran masyarakat lokal

secara aktif sebagai pengambil keputusan serta sebagai penerima manfaat

(Murphy, 1985); (Timothy, 1999); (Tosun, 2000). Pengembangan pariwisata

berbasis masyarakat adalah suatu alternatif terbaik dan dasar utama dalam

pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dengan melibatkan peran aktif

masyarakat lokal, yang dikembangkan berdasarkan prinsip keseimbangan dan

keselarasan antara kepentingan berbagai stakeholder kepariwisataan termasuk

pemerintah, swasta dan masyarakat (Tosun, 2000); (Kibicho, 2008); (Nuryanti,

W, 2009); (Wiranatha, A.S, 2015).

Pengembangan ini menyebabkan pembangunan di segala bidang yang

melibatkan masyarakat lokal secara aktif untuk turut merencanakan, membangun,

mengontrol dan mengelola kegiatan pembangunan tersebut dan diharapkan dapat

meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar (Denman, 2001); (Pitana, I

Gde & Putu G, Gayatri. 2005); (Nuryanti, W. 2009); (Wiranatha, A.S. 2015).

Pada prinsipnya, dasar pengembangan pariwisata berbasis masyarakat

adalah dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat (Timothy, 1999);

(Tosun, 2000).

���

8 �

Selanjutnya, pengembangan sistem kepariwisataan yang didukung dengan

adanya fenomena empiri transformasi arsitektural pada beberapa kampung kota

yang telah menjadi kampung wisata menjadikannya sebagai potensi daya tarik

wisata. Transformasi arsitektural sebagai potensi daya tarik wisata yang

berdampak positif pada kegiatan pariwisata inilah yang menjadi pemicu

perkembangan ekonomi masyarakat lokal dan kegiatan kepariwisataan pada

beberapa kawasan kampung kota yang ada.

Dengan demikian, perubahan elemen-elemen kawasan sebagai bagian dari

transformasi arsitektural ini menjadi inspirasi dalam tumbuh kembangnya

keberadaan beberapa kampung kota menjadi kampung wisata. Hal ini sebagai

wujud riil transformasi beberapa kampung kota di Surakarta menjadi kampung

wisata, yang akan memiliki peran penting dalam melestarikan potensi karakter

keunikan sebagai identitas lokal bangsa serta meningkatkan ekonomi, sosial dan

budaya serta lingkungan sesuai dengan program prioritas pembangunan daerah.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, fenomena perubahan identitas dari

beberapa kampung kota menjadi kampung wisata telah memberikan banyak

perubahan pada bentuk fisik dan fungsi bangunan. Hal ini terlihat pada semakin

banyaknya bangunan komersial dalam kampung yang tidak memiliki tata ruang

atau zonasi yang jelas, karena tidak dilaksanakan dengan konsep perencanaan

yang matang.

Di satu sisi, keterkaitan perubahan aktivitas masyarakat dan fungsi terus

berkembang, yang berpengaruh terhadap perubahan bentuk fisik kampung wisata

tersebut. Hal ini ditunjang dengan perubahan elemen-elemen arsitektural dari

kampung kota menjadi kampung wisata yang beragam. Di sisi lain, hal tersebut

menimbulkan kedinamisan fisik kampung wisata dengan kegiatan pariwisata,

yang sekaligus berdampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat setempat.

Kesenjangan antara teori dan konsep kampung kota yang berlaku dengan

fenomena empiri keberadaan kampung wisata, menimbulkan permasalahan yang

memengaruhi transformasi arsitektural. Dari berbagai teori dan konsep yang

���

9 �

diajukan peneliti terdahulu, sampai saat ini belum ada penelitian yang

memberikan kontribusi akademik yang menjelaskan konsep transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata.

I.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, teori dan konsep kampung

kota, serta kedudukan penelitian ini dalam ranah keilmuan, maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian yang dituangkan dalam pertanyaan

penelitian berikut ini:

Konsep apa (bagaimana dan mengapa) yang dapat menjelaskan proses terjadinya

transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata?

Pertanyaan tersebut dapat dijawab melalui beberapa pertanyaan rinci, yaitu:

1. Apa penyebab (why) terjadinya proses transformasi arsitektural dari kampung

kota menjadi kampung wisata?

2. Faktor-faktor apa (what) yang memengaruhi proses terjadinya transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata?

3. Bagaimana (how) proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota

menjadi kampung wisata?

I.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini didukung teori dan konsep mengenai kampung kota, namun

belum terkait dengan transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi

kampung wisata. Masukan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan konsep kampung kota yang berbeda merupakan salah satu upaya

membangun teori dan konsep proses terjadinya transformasi arsitektural dari

kampung kota menjadi kampung wisata. Tujuan utama penelitian ini adalah:

membangun konsep yang menjelaskan proses terjadinya transformasi arsitektural

dari kampung kota menjadi kampung wisata.

Tujuan utama tersebut dapat ditempuh melalui beberapa tujuan yang lebih

rinci yaitu:

1. Menemukan hal-hal yang menyebabkan proses terjadinya transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata;

���

10 �

2. Menemukan faktor-faktor yang memengaruhi proses terjadinya transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata;

3. Menemukan konsep proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung

kota menjadi kampung wisata.

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang membangun konsep atau teori proses terjadinya

transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata adalah

memberikan kontribusi teoretis dan praktis dalam perencanaan dan

pengembangan kampung wisata.

Secara teoretis, hasil penelitian ini memberikan kontribusi akademis,

sebagai salah satu acuan pengembangan ilmu pengetahuan dalam memperkaya

dan memodifikasi teori tentang teori perancangan arsitektur, dan sebagai referensi

sumbangan teori tentang perencanaan dan pengembangan kawasan perkotaan,

khususnya kampung wisata yang berkelanjutan dengan menggali potensi lokal.

Secara praktis, hasil penelitian dapat menjadi masukan dan acuan bagi

para praktisi dunia rancang bangun dan perencana, serta pemangku kebijakan,

dalam merencanakan dan mengembangkan kawasan perkotaan khususnya

kampung kota maupun kampung wisata yang berkelanjutan dengan menggali

potensi lokal, serta sebagai acuan dalam penyusunan program penyempurnaan

kebijakan pengembangan kawasan perkotaan khususnya pengembangan kawasan

pariwisata yang berkelanjutan.

I.6 Keaslian Penelitian

Secara terpisah, penelitian mengenai kampung kota maupun kampung

wisata telah banyak dilakukan. Namun penelitian yang memadukan kedua bidang

tersebut secara terpadu, khususnya tentang proses terjadinya transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata dengan studi kasus tiga

kampung wisata (kampung Baluwarti, Kauman dan Laweyan) belum pernah

dilakukan. Berikut uraian penelitian yang terkait, yang telah dilakukan:

���

11 �

Tabel 1. Pemetaan Keaslian Penelitian

No Peneliti (th) Judul Tujuan Metode Hasil

1. Laretna, Adhisakti, (1997). Disertasi Arsitektur

Study on the conservation planning of Yogyakarta historic-tourist city based on urban space heritage conception

Mengintegrasikan konsep spasial kawasan heritage di perkotaan dengan kebutuhan masyarakat modern melalui sistem pengelolaan dengan pelibatan peran aktif masyarakat lokal

Didasarkan pada analisis morfologi perkotaan, dengan eksplorasi konsep morfogenesis perkotaan sebagai serangkaian proses dalam masa transformasi yang diungkapkan dalam bentuk kota

Beberapa kampung di perkotaan memiliki kekayaan heritage tinggi yang perlu dikonservasi dan dikembangkan.

2. Wiendu Nuryanti (1998) Disertasi Arsitektur

Scale and locational effects on tourism multipliers tourism and regional development in Indonesia

Mengkonfirmasi konsep input-output pada perkembangan dan pertumbuhan pola tata ruang dalam sistem kepariwisataan pada masing-masing destinasi pariwisata di Indonesia

Didasarkan pada pendekatan secara kuantitatif, dengan penilaian kualitatif. Dilengkapi dengan wawancara mendalam, observasi dan kebijakan dengan key-person dari sektor publik dan swasta

Karakteristik lokasi memiliki peran penting dalam skala tumbuh kembang pariwisata. Hal ini berpengaruh pada aspek pertumbuhan kawasan, sekaligus munculnya kegiatan ekonomi, dan karakteristik aktivitas wisatawan

3. Kayat, K. (2000) Disertasi Arsitektur

Power through tourism: A blessing on Mahsuri’s eight generation in Malaysia?

Mengaitkan antara penilaian kekuasaan dan pemerintahan pada penilaian persepsi masyarakat dalam pengembangan pariwisata

Menggunakan dua hipotesa (adanya perbedaan penilaian kekuasaan dan persepsi masyarakat)

Sikap masyarakat tergantung pada penilaian persepsi mereka terhadap pemberian peluang dari pemerintah terhadap keuntungan kepariwisataan.

4. Widayati, N., (2002), Disertasi Antropologi,

Permukiman pengusaha batik di Laweyan

Mengetahui pola permukiman masyarakat di Laweyan yang bukan-bangsawan dalam menata kawasannya dan pandangan masyarakat luar.

Kajian arkeologi permukiman data lapangan dengan membandingkan unsur-unsur persamaan dan perbedaan pada rumah bangunan bukan-bangsawan Jawa di Laweyan

Kecenderungan bahwa beberapa juragan batik di Laweyan, bukan dari kelompok bangsawan, dan beberapa dari masyarakat biasa menata permukiman mereka seperti permukiman Jawa.

5. Danang Priatmodjo (2004). Disertasi Antropologi,

Keraton Kasunanan Surakarta Masa Kini. Suatu Kajian Antropologi tentang Reposisi Kerajaan Tradisional

Memperoleh pemahaman tentang makna tradisi, tata nilai dan tata ruang di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta masa kini.

Menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode etnografi dan wawancara mendalam

Terungkap bahwa keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta dapat dipertahankan karena adanya peran sentral Paku Buwono XII dalam melestarikan tradisi dan ritual Keraton Kasunanan

���

12 �

6. Pham hong long (2006), Disertasi Arsitektur

Residents’ perception of tourism impacts and their support for tourism development: The case of Cucphuong National Park, Ninh Binh, Vietnam

Melihat adanya perbedaan persepsi masyarakat lokal mengenai kegiatan dalam pengembangan pariwisata

Menggunakan dua analisa hipotesa (adanya perbedaan socio-demographic dan persamaan socio-demographic)

Perbedaan persepsi dipengaruhi oleh karakteristik socio-demographic yang berbeda, namun secara positif tetap berperan aktif mendukung pengembangan pariwisata di Cucphuong Taman Nasional.

7. Mohamad Muquffa. (2010) Disertasi Arsitektur

Rumah Jawa di Kampung Wisata Batik Laweyan dalam dinamika peruangan dan hubungan gender

Melihat perbedaan tipologi Rumah Jawa di Laweyan

Menggunakan metode kualitatif

Rumah Jawa di Laweyan dapat dibedakan menjadi tiga tipologi (rumah Jawa yang memiliki dominasi ranah feminin; maskulin, serta keseimbangan maskulin& feminin

8. Prayitno, Budi.(2013) Journalof habitat engineering and design

An analysis of consolidation patterns of kampung�alley living space in Yogyakarta, Indonesia

Mengetahui sensitivitas model dalam menanggapi suatu konsulidasi perubahan kawasan terkait dengan rekayasa hunian di kampung perkotaan

Melalui sintaks ruang, studi simulasi pemodelan inovatif kampung cityblock berdasarkan pada pola perilaku hunian di gang kampung dan kantong ruang

Menciptakan perilaku rekayasa hunian dari kampung kota yang memerlukan penataan kembali pada penggunaan ruang, dengan pola baru & diversifikasi ruang bersama kolektif melalui konsolidasi adaptasi

9. Kusumaning dyah N.H. (2013) Disertasi Arsitektur

A study on home based entreprises (HBEs) in city kampung settlement

Mengidentifikasi karakteristik fisik pengelompokan home based entreprises (HBEs) melalui penilaian sosial-ekonomi dan proses produksi

Memverifikasi fisik karakteristik unsur rumah usaha HBEs melalui pengelompokan ke dalam sosial ekonomi menengahdalam penyelesaian lingkungan

Di perkotaan, kampung muncul secara spontan sebagai klaster industri usaha kecil dan menengah, dan aktif mengeksplorasi & mempromosikan potensi lokal.

Kajian penelitian-penelitian di atas menegaskan keterkaitan antara

penataan suatu kawasan dengan potensi lokal yang dimiliki. Selain itu,

peningkatan peran aktif masyarakat lokal akan berpengaruh besar terhadap

tumbuh kembangnya suatu kawasan sebagai destinasi wisata. Dari beberapa

penelitian tersebut di atas, secara keseluruhan belum terungkap adanya konsep

yang menjelaskan proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota

���

13 �

menjadi kampung wisata, khususnya dengan studi kasus tiga kampung wisata di

Surakarta. Penelitian ini akan mengkaji teori atau konsep transformasi arsitektural

dari kampung kota menjadi kampung wisata dengan mengidentifikasi penyebab

terjadinya serta menggali faktor-fator yang memengaruhinya.

I.7 Lingkup Penelitian

Untuk lebih mempertajam fokus pembahasan, dalam lingkup penelitian ini

dilakukan beberapa pembatasan definisi substansi yang didasarkan pada teori atau

konsep, yang selanjutnya menjadi acuan dalam analisis sebagai berikut:

Lingkup unit analisis berskala messo pada kawasan urban berfokus pada

zona yang dominan mengalami perubahan. Hal ini meliputi perubahan pada

bangunan (fungsi, fasad dan elemen material bangunan), serta perubahan

lingkungan (area terbuka parkir dan akses sikulasi). Masing-masing kampung

wisata dikaji berdasarkan periode tertentu pada proses terjadinya transformasi

arsitektural, yakni dimulai tahun 2000an sampai dengan tahun 2015, melalui

pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Lingkup dan batasan transformasi arsitektural dalam penelitian ini,

merujuk pada kata perubahan (process of change) (Romanos, 2000). Transformasi

arsitektural, merupakan suatu proses perubahan arsitektural, yang dicapai melalui

suatu adaptasi dan kesepakatan, yang dibandingkan dengan waktu yang berbeda

dalam beberapa periode tertentu, dan berpengaruh pada aspek-aspek terkait dalam

lingkup penciptaan ruang dan bentuk. Identifikasi proses perubahan sebatas pada

lingkup bangunan dan lingkungan yang diwujudkan dengan adanya penambahan,

pengurangan dan perubahan tempat (Rapoport, 1969); (Habraken, 1976); (Yunus,

2001). Proses perubahan bangunan meliputi perubahan pada: fungsi, fasad dan

elemen material bangunan. Sementara itu, proses perubahan lingkungan meliputi

perubahan pada ruang terbuka parkir, serta akses jalur sirkulasi (Habraken, 1976);

(Shirvani, 1985). Hal tersebut berdasarkan pada pembaharuan konsep ruang dan

bentuk untuk mengubah dan menyesuaikan lingkungan fisik yang terkait dengan

unsur sosial dan budaya setempat (Rapoport, 1987); (Van, 1991); (Barnhart,

1972); (Soekamto, 1996).

���

14 �

Kampung kota merupakan permukiman yang sudah berubah menjadi kota

(urbanized), dengan beberapa jenis pelayanan perkotaan yang masing-masing

memiliki komponen kekhususan (Setiawan, 2010); (Prayitno, 2013). Kampung

wisata yaitu kawasan atau kampung yang memiliki potensi nilai keunikan yang

tinggi sebagai daya tarik wisata yang khas, meliputi fisik dan non fisik, yang

dikelola, dikemas dan disajikan secara menarik untuk menerima kunjungan

wisatawan, serta memerlukan adanya peningkatan peran aktif masyarakat sebagai

modal utama keberlanjutannya (Gannon, 1994); (Bramwell, 1994); (Lane, 1994);

(Nuryanti, W. 2009); (Wiranatha, A.S. 2015).

Batasan periode waktu yang digunakan sebagai dasar terjadinya proses

transformasi kampung kota menjadi kampung wisata ditandai dengan peristiwa-

peristiwa penting terkait dengan proses pertumbuhan dan perkembangan

keberadaan Kota Surakarta, yaitu:Periode I, tahun 2000 – 2005, dikeluarkannya

Kebijakan Kota Surakarta Kota Budaya dan Pariwisata; Periode II, tahun 2006 –

2010, Batik diakui oleh UNESCO; Periode III, tahun 2011-2015, diluncurkannya

kebijakan Kota Surakarta sebagai Kota Kreatif Desain.

I.8 Batasan Penelitian

Lokasi kasus penelitian meliputi tiga kampung kota di Surakarta yang

telah diidentitaskan dan telah mengalami proses transformasi arsitektural dari

kampung kota menjadi kampung wisata (Baluwarti, Kauman dan Laweyan).

Kasus penelitian tersebut adalah tiga kampung kota yang masing-masing memiliki

lokasi, lingkungan fisik dan keunikan yang beragam, namun demikian masing-

masing memiliki latar belakang yang sama, yaitu historis kultural.

Kajian kampung wisata meliputi pemetaan fisik dan non fisik. Pertama,

dilakukan identifikasi mengenai hal-hal yang menyebabkan proses terjadinya

transformasi arsitektural, serta faktor-faktor yang memengaruhi proses terjadinya

transformasi arsitektural. Di tahap akhir, ditemukan proses terjadinya transformasi

arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata. Hal ini dilakukan

melalui identifikasi perubahan pada elemen fisik kawasan yang terkait dengan

pertanyaan penelitian (kecenderungan yang paling banyak mengalami proses

perubahan; kecenderungan yang paling sedikit mengalami proses perubahan;

���

15 �

kecenderungan yang mengalami sebagian proses perubahan serta kecenderungan

yang tidak mengalami proses perubahan atau tetap).

I.9 Hasil Grandtour

Grandtour ini dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara observasi atau

pengamatan langsung dilapangan. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan

secara sistematis tentang terjadinya fenomena-fenomena di lapangan. Hal ini

dilakukan dengan maksud menyamakan informasi yang didapatkan dari data

sekunder dengan data dilapangan. Observasi dilakukan dengan alat bantu rekam

visual gambar, pengukuran, penghitungan, dll. yang bersifat sistematis. Berikut

hasil grandtour kasus penelitian di tiga kampung wisata.

Tabel 2. Hasil Grandtour Kasus Penelitian tiga Kampung Wisata (Baluwarti, Kauman dan Laweyan).

Kampung Gugusan kelompok rumah Kesatuan permukiman yg terdiri dari beberapa puluh rumah, lengkap dengan pekarangan, jalan besar, jalan setapak dan aspek fisik penunjang yang lain a tau infrastruktur.

Sub kampung Gugusan kelompok beberapa rumah yang memiliki pola karakter tertentuCluster Kelompok blok bangunanProses Pembentukan1. Kampung wisata Baluwarti Perambatan konsentris 26.82 Ha; 1471 KK 6 Toponim L: 3397, P: 3682,T: 7079 jiwa

2. Kampung wisata Kauman Perambatan menyebar 20.10 Ha; 763 KK 20 Toponim L: 1739, P: 1678; T: 3407 jiwa

3. Kampung wisata Laweyan Perambatan memanjang/ linier 24.83 Ha; 404 KK 3 RW, 10 RT, 8 Toponim L: 1243, P: 1410; T: 2653 jiwa

Karakteristik Komposisi Fisik (Akses dari pusat kota) Karak teristik Kompo sisi

Lokasi di tengah kota, sebagai satu kesatuan mengelilingi Keraton Surakarta. Adanya kemudahan akses karena dikelilingi jalan2 utama (Utara: Jl. Alun-alun utara, selatan: Jl. Veteran, timur: Jl.Pasar Kliwon,barat: Jl. Gajahan

Lokasi di tengah jantung kota, satu kesatuan dengan Masjid Agung Surakarta. Adanya kemudahan akses karena dikelilingi jalan utama (Utara: Jl. Slamet Riyadi, selatan: Jl.Dr. Rajiman, timur: Yos Sudarso dan barat: Jl. Alun-alun utara)

Lokasi di pinggir kota. Kemudahan akses dilalui oleh satu jalan utama (Utara: Jl.Dr. Rajiman). Selatan Sungai Jenes, seb. Timur dan barat berhubungan dengan permukiman.

Integri tas Rg/Posisi nilai strate gis

Sebagai gugusan keluarga kerabat raja, berupa dalem Pangeran dan Bangsawan, dan beberapa rumah abdi dalem &kawulo dalem

Sebagai gugusan tempat tinggal pejabat Pengulu dan Ulama. Mendapat julukan sebagai tanah Pekauman, kampung santri tradisional di tengah kota.

Sebagai gugusan permukiman konsentrasi saudagar/pedagang batik, meliputi industri batik

Gaduhan, menyatu dengan Keraton

Gaduhan, menyatu dengan Masjid Agung

Kawasan merdikan dari Keraton Pajang

��

KonektivitaPola Penataan Ruang Pola Cluster

PmP

Visibili tas ruang Kejela san-citra karakte ristik

PdeSbaPsekakatuw

KampunLawe

Gambar 1

as posisi hub

ola sentral mengelompok

erambatan ko

enataanya meengan Keratourakarta, adanangunan dale

Pangeran dan ebagai potensarakteristik, mawasan Baluwumbuh sebaga

wisata budaya

Arti warna

Kng wisata eyan

1. Lokasi Pene

ungan antar

onsentris

enyatu on nya

em toponim

si maka warti ai kawasan .

pada pola tata ru

Kampung wisatKauman

elitian tiga (3) kSumber: Do

r generator r

Pola Grid: pocatur Perambatan m

Penataanya mdengan MasjiSurakarta, adbangunan dalUlama Kerattoponim-topopotensi karakmaka kawasadikenal sebawisata religi.

uang menunjukk

ta

kampung wisatokumentasi Pe

uang terhad

ola papan

menyebar

menyatu id Agung

danya lem Ketib/ ton serta onim sebagai kteristik, an Kauman agai kawasan

kan kelompok na

ta (Baluwarti, eneliti, 2014

ap kota Sura

Pola Linier jalan/depanblkng Perambatan /linier

Potensi alampenataanya dengan sungselatan/ belatoponim-topada sebagai karakteristikkawasan Laberkembangkawasan wi

ama sub kampun

Kampung wBaluwa

Kauman dan L

16

akarta

: Pola garis , sungai

n Memanjang

m dan menyatu gai (sebelah akang), serta ponim yang potensi k, maka aweyan g sebagai isata batik.

ng

wisata rti

Laweyan)

���

17 �

Potensi artefak

Bangunan kuno dalem-ndalem pangeran (rumah raja-raja) dengan kekhasannya memiliki toponim, dalem Sasono Mulyo, dalem Probosutejan, Gedong Kreto (garasi kereta kencana Keraton), dll.

Bangunan Masjid Agung, Sekolah Mambaul Ulum, Pondok NDM, Langgar Sememen dan beberapa dalem rumah Ketib/Ulama sesuai toponim, dengan kekhasannya yang dilengkapi dengan pesantren atau langgar.

Langgar Merdeka, Masjid Laweyan, makam keluarga raja (PB II dan Kyai Ageng Henis), Kali Henes (perbatasan kawasan), bekas Bandar Kabanaran & Tugu Pasar, dongker, rumah tokoh Laweyan, rumah Saudagar/Juragan

Generalizing approach/ Cultural universals (Kegiatan masyarakat)Sejarah Kata Baluwarti atau

Baluwerti berasal dari bahasa Portugis (dari kata Baluarte, artinya benteng/ tembok istana yang mengelilingi keraton Kasunanan Surakarta). Secara fisik kawasan Baluwarti merupakan batas istana (kota raja) yang di dalamnya terdapat beberapa tempat tinggal/ ndalem raja beserta keluarga, sentono dalem, pejabat keraton, prajurit keraton, abdi dalem terdekat dengan raja, dan kawulo dalem (Behrend, T.E, 1982). Terbentuk Paguyuban Kampung Wisata Baluwarti.

Kata Kauman berasal dari bahasa Arab: Qaum ( pejabat keagamaan, Qoum Muddin= penegak agama Islam). Kauman sbg. kelengkapan Masjid Agung dan syiar agama Islam, bersamaan berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta oleh PB II (17 Pebruari 1745 H). Bermula dari Kawedanan Yogiswara /Kapengulon (ulama yang bertugas dalam hal keagamaan dan pengaturan kemakmuran Masjid Agung). Sbg. gugusan tempat tinggal pejabat Pengulu dan ulama kemesjidan, sebagai tanah Pekauman (tempat tinggal para Kaum/Ulama). Sbg kampung santri tradisional di tengah kota. Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman

Kata Laweyan dari kata ’lawe’/kapas yang dipintal kemudian diantih menjadi mori gedog (mori yang seperti lawe/belum diberi pemutih). Kawasan tersebut merupakan kantong (enclave) penting sebagai pusat perdagangan. Merupakan kawasan merdikan dari Keraton Pajang Kartosuro. Di desa tersebut, dibentuk Forum Kampung Wisata Batik Laweyan (FKWBL), serta paguyuban untuk mendukung kegiatan kampung wisata (Paguyuban tukang becak, tukang parkir, guide dll).

Kemasya rakatan

Sistem religi Islam kejawen

Sistem religi Islam fanatik Sistem religi Islam moderat

Budaya hubung an kekera batan

Konsentris, hubungan kekerabatan sampai suatu jumlah angkatan yang terbatas (Bendara Raden Mas). Kekerabatan dengan perkawinan antar bangsawan.

Garis-garis keturunan laki-lakinya saja, yaitu garis patrilineal. Kekerabatan dengan perkawinan antar keluarga.

Garis-garis keturunan melalui garis keturunan wanitanya saja, yaitumatrilineal. Kekerabatan dengan perkawinan antar derajat kesamaan.�

Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014.

���

18 �

Grand Tour Proses Terjadinya Transformasi Arsitektural dari Kampung Kota menjadi Kampung Wisata

Kampung Wisata Laweyan

Kampung Wisata Baluwarti

Gambar 2.Grandtour kawasan kampung wisata (Baluwarti, Kauman dan Laweyan) Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014

Kampung Wisata Kauman

��

Gr

Gambar 3

randtour Ka

3.Grandtour KSumber: Dok

ampung Wisa

Kawasan Kampukumentasi pen

ata Baluwart

ung Wisata Baneliti, 2014

ti

aluwarti

19

��

Gra

Gambar 4.GS

andtour Ka

Grandtour KawSumber: Dokum

mpung Wis

wasan Kampunmentasi penelit

sata Kauma

ng Wisata Kaumti, 2014

an

man

20

��

Gra

Gambar 5.G

andtour Kam

Grandtour KawSumber: Doku

mpung Wis

wasan Kampunumentasi peneli

sata Laweya

ng Wisata Lawiti, 2014

an

weyan

21