bab i pendahuluan - · pdf filelaporan hasil kajian penyusunan model perencanaan lintas...

6
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor BAB I B A B PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam negeri tidak terlepas dari perubahan eksternal yang terjadi pada tataran global. Globalisasi sering dipahami sebagai suatu proses perubahan tatanan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik dunia yang mendorong perkembangan kehidupan masyarakat yang makin terintegrasi. Ciri utama dari proses globalisasi antara lain adalah (1) keterbukaan yang dipacu oleh kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang informasi, komunikasi dan transportasi, (2) pergerakan dan perpindahan orang, barang, jasa, dan informasi secara lebih cepat, dalam jumlah yang makin besar, dengan kualitas yang makin baik, dan dengan biaya yang makin murah sehingga jangkauan kegiatan ekonomi menjadi luas dan tidak lagi terbatas pada suatu negara, (3) persaingan antarpelaku ekonomi dan antarnegara menjadi lebih ketat, dan (4) perubahan pasar dalam negeri (domestik) sangat dipengaruhi oleh gejolak perubahan yang terjadi pasar dunia (global). Pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia harus pula menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pelayanan publik dan kesenjangan antardaerah. Karakteristik dari pelaksanaan otonomi daerah adalah (1) pembagian kewenangan dan sumber daya yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (2) partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi semakin besar, (3) keputusan yang diambil didasarkan pada kesepakatan (konformitas), dan (4) keanekaragaman daerah akan semakin menonjol (local-specific). Dalam era globalisasi dan otonomi daerah, kata kunci untuk dapat mengambil manfaat dari keterlibatan dalam ekonomi global adalah daya saing, produktivitas dan efisiensi. Oleh sebab itu, sasaran strategis yang perlu dicapai secara simultan adalah meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya optimasilisasi pemanfaatan sumberdaya yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, adanya intervensi kebijakan yang berpihak kepada kearifan lokal yang berbasis kewilayahan, serta strategi Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 1

Upload: dangtuyen

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileLaporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah ... menular dan bencana alam. ... Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I B A B

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam negeri tidak terlepas dari perubahan eksternal yang terjadi pada tataran global. Globalisasi sering dipahami sebagai suatu proses perubahan tatanan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik dunia yang mendorong perkembangan kehidupan masyarakat yang makin terintegrasi. Ciri utama dari proses globalisasi antara lain adalah (1) keterbukaan yang dipacu oleh kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang informasi, komunikasi dan transportasi, (2) pergerakan dan perpindahan orang, barang, jasa, dan informasi secara lebih cepat, dalam jumlah yang makin besar, dengan kualitas yang makin baik, dan dengan biaya yang makin murah sehingga jangkauan kegiatan ekonomi menjadi luas dan tidak lagi terbatas pada suatu negara, (3) persaingan antarpelaku ekonomi dan antarnegara menjadi lebih ketat, dan (4) perubahan pasar dalam negeri (domestik) sangat dipengaruhi oleh gejolak perubahan yang terjadi pasar dunia (global).

Pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia harus pula menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pelayanan publik dan kesenjangan antardaerah. Karakteristik dari pelaksanaan otonomi daerah adalah (1) pembagian kewenangan dan sumber daya yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (2) partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi semakin besar, (3) keputusan yang diambil didasarkan pada kesepakatan (konformitas), dan (4) keanekaragaman daerah akan semakin menonjol (local-specific).

Dalam era globalisasi dan otonomi daerah, kata kunci untuk dapat mengambil manfaat dari keterlibatan dalam ekonomi global adalah daya saing, produktivitas dan efisiensi. Oleh sebab itu, sasaran strategis yang perlu dicapai secara simultan adalah meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya optimasilisasi pemanfaatan sumberdaya yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, adanya intervensi kebijakan yang berpihak kepada kearifan lokal yang berbasis kewilayahan, serta strategi

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileLaporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah ... menular dan bencana alam. ... Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

pembangunan yang bersifat lintas wilayah dan lintas sektoral. Strategi ini diperluan agar setiap wilayah dapat berkembang mencapai tingkat yang diinginkan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya alam secara harmonis dengan pendekatan komprehensif yang memperhatikan keseimbangan fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Namun, adanya latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah keberagaman daerah dalam hal kinerja pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan antardaerah, timbulnya konflik dan kemungkinan disintegrasi bangsa.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan yang efektif, efisien dan berkelanjutan, maka diperlukan suatu perencanaan pembangunan wilayah dengan tetap memperhatikan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya, mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup, serta meningkatkan keselarasan perkembangan antarwilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan pertumbuhan, memperkuat integrasi nasional dan meningkatkan daya dukung lingkungan.

1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangumam Ekonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi telah berjalan kurang lebih 5 tahun yang menghasilkan berbagai perkembangan cukup signifikan. Namun, berbagai masalah masih harus segera dituntaskan khususnya dalam pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pada hakekatnya merupakan upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan kemampuan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan dalam mengelola sumberdaya ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah tersebut diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang baik dan kinerja pemerintah daerah yang efektif, efisien, partisipatif, terbuka dan akuntabel kepada masyarakat. Di samping itu, otonomi daerah juga merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat di seluruh daerah, sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, tentram dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat dan harga diri.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileLaporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah ... menular dan bencana alam. ... Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Berbagai isu pokok dalam pembangunan ekonomi daerah secara garis besar dapat disarikan sebagai berikut (Brodjonegoro, 2006).

1. Kurangnya orinentasi pemerintah pada kesejahteraan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, semua jenjang pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) seharusnya lebih berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, pelaksanaan ootnomi daerah dan desentralisasi fiskal masih menghadapi berbagai permasalahan administrasi dan prosedural yang belum tuntas terpecahkan. Orientasi Pemda selama ini lebih cenderung kepada urusan anggaran daerah (penerimaan dan pengeluaran yang termuat dalam APBD) saja, dan belum memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang seharusnya menjadi fokus utama. Dengan kewenangan yang lebih besar, pemerintah daerah juga harus menyadari dan memahami tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, kinerja pemda harus dapat dinilai oleh masyarakat.

2. Tarik menarik kepentingan antara Pusat dan Daerah. Pembagian urusan antara pusat dan daerah belum tuntas sehingga timbul perbedaan cara pandang antara pusat dan daerah terutama dalam pengelolaan keuangan daerah termasuk penentuan alokasi dana perimbangan, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, pinjaman daerah, hibah kepada daerah, dana darurat. Dalam dimensi kewenangan, berbagai peraturan perundang-undangan masih belum konsisten dengan UU No. 32/2004. Pembagian wewenang dan urusan antartingkat pemerintahan juga belum jelas yang berdampak pada permasalahan skala ekonomi, eksternalitas dan efisiensi, serta koordinasi. Permasalahan pembagian kewenangan dan urusan juga tercermin dalam rumitnya pemberian perijinan dan penanganan masalah yang bersifat lintas daerah.

3. Inefisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pelayanan publik yang dilakukan selama ini oleh setiap tingkat pemerintahan belum efisien. Sistem pelayanan pemerintah daerah masih belum mendukung peningkatan mutu dan jangkauan layanan publik. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari berbagai permasalahan yang ada seperti belum berjalannya tugas pokok dan fungsi pelayanan secara optimal, belum jelasnya pembagian kewenangan dan urusan antartingkat pemerintahan, lemahnya manajemen kepegawaian, dan lemahnya fungsi kontrol.

4. Ketergantungan fiskal daerah terhadap pusat. Hal ini terlihat dari semakin tingginya nilai transfer yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke daerah. Sementara, pendapatan asli daerah (PAD) masih belum meningkat secara signifikan. Berbagai upaya peningkatan PAD yang dilakukan oleh pemerintah daerah justru menyebabkan hambatan usaha dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu mengembangkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan penerimaan daerah.

5. Kurangnya alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah. Berbagai alternatif sumber pembiayaan yang ada seperti pinjaman daerah belum dapat dimanfaatkan secara optimal khusunya daerah yag relatif miskin. Hal ini disebabkan oleh

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileLaporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah ... menular dan bencana alam. ... Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

persyaratan yang ada tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal rendah. Masalah lainnya adalah belum tertatanya manajemen asset daerah, dan terbatasnya akses daerah terhadap sumber pembiayaan. Pemanfaatan alternatif sumber pembiayaan dari masyarakat yang relatif mudah juga masih kurang.

6. Ketidaksinergian antar Peraturan Perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan sering tidak sinkron karena berbedanya institusi yang bertanggung jawab dalam menyusun masing-masing produk peraturan perundang-undangan. Koordinasi antarkementerian/lembaga kurang berjalan baik. Berbagai UU yang mengatur kewenangan dan urusan seringkali belum sinkron dengan UU yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Akibatnya, otonomi daerah tidak berjalan maksimal karena adanya kecenderungan bahwa UU sektoral tersebut sama kuatnya dengan UU Otonomi Daerah. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan diperlukan tidak hanya terkait permasalahan hubungan antara pusat dan daerah dalam konteks perencanaan dan penganggaran, tetapi juga dalam hal pembagunan sektoral atau antarlembaga/instansi teknis.

7. Rendahnya kerjasama antardaerah. Permasalahan ini disebabkan masih rendahnya kesadaran daerah akan perlunya kerjasama antardaerah dan egoisme daerah yang berlebihan. Hal tersebut ditunjukkan oleh masih minimnya kerjasama antardaerah dalam penyediaan fasilitas yang dimanfaatkan secara bersama-sama seperti dalam penyediaan infrastruktur PDAM, pengelolaan sampah, pelabuhan, sistem transportasi, dan lain-lain, serta pemecahan persoalan antarlintas wilayah seperti banjir, penyakit menular dan bencana alam. Setiap daerah tidak harus membangun infrastruktur dan mengatasi permasalahan sendiri-sendiri, tetapi perlu bekerjasama dengan memperhatikan skala ekonomi dan dampak eksternalitas. Tidak sinkronnya RTRW antardaerah yang berbatasan dan antartingkatan wilayah (antara RTRW kabupaten/kota, provinsi dan nasional) juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya kerjasama antardaerah.

8. Rendahnya pertimbangan aspek ekonomi dalam pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah yang akhir-akhir ini marak dan menjdi trend di Indonesia diduga lebih karena faktor emosional kedaerahan dan aspek politik dibanding pertimbangan daya dukung dan kesejahteraan ekonomi daerah. Pemekaran daerah juga diduga hanya sebagai upaya untuk memperoleh dana transfer dari pemerintah pusat melalui mekanisme dana perimbangan. Hal tersebut pada akhirnya akan menyebabkan semakin besarnya beban APBN yang sudah cukup besar dan defisit. Hasil studi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI (2005) menyimpulkan bahwa pemekaran wilayah yang selama ini dilakukan ternyata belum secara sungguh-sungguh memperhitungkan aspek kinerja pembangunan daerah. Data dan informasi yang digunakan cenderung manipulatif dan tidak sesuai dengan realitas sehingga wajar apabila daerah baru hasil pemekaran memiliki kinerja yang kurang baik. Hasil studi tersebut juga menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah yang ada belum

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileLaporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah ... menular dan bencana alam. ... Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

optimal atau ideal dalam upaya mendukung pencapaian dan tujuan otonomi daerah. Ukuran optimal pemerintah daerah akan tercapai apabila memenuhi kriteria efisiensi, distribusi, demokrasi dan kinerja pembangunan.

9. Disparitas antardaerah yang relatif tinggi. Fenomena disparitas di Indonesia terjadi antar desa-kota, kawasan timur (KTI)-kawasan barat (KBI), Jawa-luar Jawa, dan DKI Jakarta-lainnya. Disparitas tersebut terjadi karena perbedaan sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Disparitas antardaerah memang tidak mungkin dihilangkan, tapi minimal bisa dikurangi. Dengan adanya otonomi daerah, disparitas yang ada ternyata belum dapat diturunkan secara signifikan, dan bahkan cenderung meningkat. Disparitas tidak hanya terjadi dalam segi ekonomi, namun juga terjadi dalam hal struktur fiskal (baik penerimaan maupun pengeluaran).

Bertitik tolak pada isu-isu pokok di atas, kajian model perencanaan pembangunan wilayah, khususnya model perencanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah dan lintas sektor, diharapkan dapat menjadi prakarsa awal dalam mengantisipasi perubahan di masa depan dan menjamin kesinambungan pembangunan di masa depan.

Studi penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor menggunakan model interregional CGE (computable general equilibrium) dan model ekonometrika. Kedua kajian tersebut diharapkan dapat saling melengkapi sebagai salah satu perangkat analisis dalam menyusun model perencanaan lintas wilayah dan lintas sektor. Dari hasil kajian tersebut juga diharapkan menghasilkan suatu rekomendasi yang progresif dalam menentukan kebijakan pengeluaran pemerintah yang lebih efektif di tiap provinsi dan pengembangan sektor unggulan rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi kemiskinan dan pengangguran di tiap daerah.

1.1.2 Tujuan

Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut:

1. Menyusun suatu model lintas regional dan sektoral yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai simulasi kebijakan;

2. Menganalisis dampak suatu kebijakan regional, sektoral maupun tata ruang terhadap perekonomian suatu daerah;

3. Menyusun perencanaan lintas wilayah dan lintas sektoral yang sesuai dengan skenario pembangunan wilayah dan sasaran pembangunan nasional.

1.1.3 Keluaran

Kegiatan studi ini diharapkan menghasilkan keluaran yang komprehensif berupa:

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileLaporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah ... menular dan bencana alam. ... Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

1. Model perencanaan lintas regional dan sektoral yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai simulasi kebijakan;

2. Estimasi dampak kebijakan pemerintah terhadap perekonomian daerah;

3. Konsep perencanaan lintas wilayah dan lintas sektoral yang sesuai dengan skenario pembangunan wilayah dan sasaran pembangunan nasional.

1.1.4 Metodologi

Secara umum metode penyusunan laporan kajian dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu:

1. Studi Referensi. Kegiatan ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan kajian literatur yang terkait dengan penyusunan model CGE dan model ekonometrika;

2. Focus Group Discussion. Diskusi Terbatas dilakukan oleh Tim Teknis dengan Tim Ahli untuk membahas rancangan model dan hasil running model;

3. In-depth interview. Kegiatan ini dilakukan pada saat observasi lapangan; 4. Running Model. Kegiatan ini dimulai dari proses pengumpulan, tabulasi, validasi

dan pengolahan data; penyusunan dan validasi model; serta simulasi dan peramalan;

5. Interpretasi hasil Running Model dan menyusun dalam bentuk Laporan Kajian; 6. Presentasi hasil kajian dalam bentuk lokakarya hasil kajian.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 6