bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa penjajahan bukanlah pengalaman sejarah yang hanya dirasakan oleh
beberapa negara saja, ia justru menjadi sebuah pengalaman kolektif yang menjadi
bagian dari perjalanan hampir seluruh negara di dunia. Edward Said
menyebutkan, warisan-warisan sejarah dapat menjadi saksi bahwa empat perlima
permukaan bumi dan dua pertiga penduduk bumi pernah mengalami kolonialisme
(Day, 2008: 3).
Kolonialisme, pada praktiknya merupakan penguasaan terhadap suatu
wilayah disertai eksploitasi sumber daya alam dan manusia di daerah terjajah
dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi ia juga turut memberikan dampak
pada hal-hal yang sifatnya bukan materiil, yakni psikologi dan cara berpikir baik
bangsa penjajah maupun terjajah. Salah satunya adalah terbentuknya citra superior
yang dilekatkan pada bangsa penjajah, dan citra inferior dalam diri masyarakat
terjajah. Kolonialisme juga mewarisi sebuah cara berpikir turun temurun
mengenai konsep Barat dan Timur. Hal ini diakibatkan karena sebagian besar
negara yang pernah melakukan penjajahan di hampir seluruh belahan dunia adalah
negara-negara dari benua Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Spanyol. Istilah
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Barat dan Timur kemudian bukan hanya sebuah fakta geografis.
Pembagian Barat dan Timur dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan
tertentu.
Dampak-dampak dari kolonialisme tersebut kemudian dicatat oleh
pemerhati sejarah dan dipelajari sebagai bagian dari perjalanan terbentuknya suatu
negara di hampir seluruh wilayah di dunia. Di samping itu, fenomena yang terjadi
semasa kolonialisme juga ditulis ulang oleh para sastrawan dalam karya sastranya.
Di Indonesia kita dapat memahami situasi di jaman kolonialisme dalam novel-
novel karya Pramoedya Ananta Toer, salah satunya dalam Tetralogi Pulau Buru.
Karya sastra merupakan media alternatif paling efektif yang mampu
mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat terjajah (Ashcroft, dkk, 2003:
xxi). Dalam tuilsanlah, sebagaimana juga dalam karya lukis, patung, musik dan
tari, kondisi suatu masyarakat diekspresikan dengan baik.
Novel memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap, acuan, dan
pengalaman imperial (Said, 1995: 12). Novel juga merupakan satu-satunya objek
estetika yang sangat menarik untuk dipelajari. Said mempunyai dua alasan kenapa
ia memilih novel sebagai bahan dalam kajiannya. Pertama, ia menganggap novel
merupakan karya seni dan sekaligus ilmu pengetahuan yang patut dihargai dan
dikagumi karena dengan membaca novel akan mendapatkan kesenangan serta
manfaat. Kedua, mengaitkan karya-karya itu bukan hanya dengan kesenangan dan
manfaat melainkan juga dengan proses imperial di mana mereka secara terbuka
dan dengan jelas-jelas merupakan bagiannya; bukan mengutuk atau mengabaikan
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
tulisan mengenai masa kolonialisme, baik dalam tulisan ilmiah maupun
karya fiksi, kemudian memicu lahirnya teori poskolonial.
Studi poskolonial hadir sebagai respon dari fenomena pasca kolonial yang
banyak direpresentasikan dalam berbagai media, salah satunya karya sastra. Pada
umumnya poskolonial didefinisikan sebagai teori yang lahir sesudah kebanyakan
negara-negara terjajah memperoleh kemerdekaannya (Ashcroft, dkk, 2003: xxii-
xxiii). Kata ‘pos’ dalam poskolonial tidak mengacu pada waktu, melainkan
merujuk pada dampak, atau akibat-akibat yang terjadi karena adanya
kolonialisme. Ia berpendapat bahwa Istilah poskolonial berbeda dengan
pascakolonial. Definisi pascakolonial berkaitan dengan era, zaman, dan periode
yang memiliki batasan pasti yakni masa pasca atau setelah kolonial. Sedangkan
poskolonial merupakan sebuah teori, sebuah tradisi intelektual dengan batasan-
batasan yang bersifat relatif (Ratna, 2008:77-78). Analisis poskolonial dapat
digunakan, di satu pihak untuk menelusuri aspek-aspek tersembunyi atau dengan
sengaja disembunyikan, sehingga dapat diketahui bagaimana kekuasaan itu
bekerja, di pihak lain membongkar disiplin, lembaga, dan ideologi yang
mendasarinya. Dalam hubungan inilah peranan bahasa, sastra, dan kebudayaan
pada umumnya dapat memainkan peranan sebab di dalam ketiga gejala
tersebutlah terkandung wacana sebagaimana diintensikan oleh kelompok
kolonialis (Ratna, 2008: 104).
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
Berangkat dari pemaparan pemaparan di atas, penulis kemudian terdorong
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak-dampak kolonialisme
yakni mengenai superioritas Barat dan inferioritas Timur yang digambarkan
dalam novel L’Amant karya Marguerite Duras, dengan menggunakan teori
poskolonial. Dalam penelitian ini penulis memilih novel L’Amant karya
Marguerite Duras sebagai objek material. L’Amant pertama kali diterbitkan oleh
penerbit Minuit, Paris, pada tahun 1984 dan memenangkan Prix Goncourt dan
difilmkan oleh sutradara Prancis, Jean Jaques Annaud pada tahun 1991
(Beaumarchais, 1994: 44-45).
L’Amant menceritakan kisah seorang gadis Prancis berusia lima belas
setengah tahun yang tinggal di tanah jajahan Prancis, Indocina, tepatnya di
Saigon, Vietnam, bersama ibu dan kedua saudara laki-lakinya. Novel ini
menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama dengan alur
campuran. Sepanjang novel pembaca tidak diberitahu siapa nama si tokoh aku
dalam novel ini. Dalam L’Amant, tokoh Aku banyak bercerita mengenai
keluarganya serta situasi ekonomi yang melilit keluarganya. Tokoh Aku juga
menceritakan kisah cintanya dengan laki-laki Cina yang ia sebut Le Chinois
berusia 32 tahun. Hubungan mereka ditentang baik oleh keluarga si tokoh aku
maupun Le Chinois sebab mereka berasal dari dua golongan yang berbeda,
penjajah dan terjajah, Barat dan Timur.
Meskipun L’Amant adalah sebuah karya fiksi, tapi ia berangkat dari
pengalaman pribadi penulisnya, yakni Marguerite Duras, yang pernah melalui
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
masa remaja di Indocina. Dalam penelitiannya yang berjudul “L’Amant de
Marguerite Duras: récit autobiographique, récit des origines, Éros et écriture”,
Patricia Martinez Garcia (2007) menyatakan bahwa seperti karya-karya
Marguerite Duras yang lain, sebut saja Un barrage contre le Pacifique (1950),
L’Eden Cinéma (1977), dan L’Amant de la Chine du nord (1991), L’Amant juga
merupakan penceritaan ulang dari masa kecil Marguerite Duras yang ia lalui di
Indocina. Garcia juga menyebutkan bahwa tulisan Duras termasuk dalam pacte
référentiel, suatu konsep yang dipopulerkan Lejeune tentang karya sastra yang
oleh penulisnya dibuat semirip mungkin dengan peristiwa nyata yang pernah
benar-benar terjadi.
Dalam kajian poskolonial, objek penelitiannya tidak hanya terbatas pada
tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh masyarakat dari negara terjajah. Karya sasta
yang ditulis oleh masyarakat dari negara penjajah pun masih relevan untuk dikaji
guna menelaah dampak-dampak dari kolonialisme. Seperti yang kita ketahui,
masa penjajahan Belanda di Indonesia pun ditulis oleh sastrawan Belanda, Hella
Hesse, dalam novelnya yang berjudul Inlander, yang menceritakan tentang
persahabatan seorang anak keturunan Belanda dengan bocah pribumi. L’Amant
karya Marguerite Duras dianggap relevan untuk dijadikan objek material dalam
penelitian ini karena karya ia juga menunjukkan dampak-dampak dari penjajahan
itu sendiri melalui tokoh-tokoh dalam novel ini. Setiap karya sastra yang
menghadirkan fenomena poskolonial dapat dimasukan sebagai karya sastra
poskolonial, selama ia mampu menghadirkan ulang fakta-fakta kolonialisme.
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana bentuk-bentuk superioritas
Barat yang ditunjukkan oleh si tokoh Aku dan keluarganya yang
merepresentasikan penjajah dan Barat, serta bagaimana bentuk-bentuk inferioritas
Timur yang dilakukan oleh Le Chinois dan ayahnya sebagai bangsa terjajah dan
pihak Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
penjajahan yang sebagian besar dilakukan oleh negara-negara Barat ternyata tidak
hanya meninggalkan bekas-bekas kasat mata tapi juga menyisakan suatu cara
berpikir, yakni adanya suatu anggapan bahwa Barat adalah yang superior
sementara Timur adalah pihak yang inferior. Dalam novel L’Amant karya
Marguerite Duras, pihak Barat yang superior diwakili oleh si tokoh Aku dan
keluarganya, sementara Timur yang dianggap inferior diwakili oleh Le Chinois
dan ayahnya.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka didapatlah pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
a. Apa saja tindakan-tindakan yang dilakukan si tokoh Aku dan keluarganya
sebagai pihak penjajah dan Barat untuk menunjukkan superioritasnya?
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
b. Apa saja tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Le Chinois sebagai bangsa
Timur yang dicitrakan inferior, serta resistensi yang dilakukan ayah Le
Chinois?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh si tokoh Aku dan
keluarganya sebagai bangsa Barat sekaligus penjajah untuk menunjukkan
superioritasnya.
b. Mengetahui tindakan-tindakan inferioritas yang dilakukan oleh Le Chinois
sebagai bangsa Timur, serta resistensi yang dilakukan ayah Le Chinois.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, novel-novel Marguerite Duras sudah pernah
dipakai dalam beberapa penulisan skripsi. Pada tahun 1986 Maria Sri
Nerlistjaningsih pernah melakukan penelitian terhadap salah satu karya
Marguerite Duras yaitu Moderato Contabile dengan judul “Sebuah Pembicaraan
Novel Moderato Contabile karya Marguerite Duras”. Maria melakukan analisis
terhadap Moderato Contabile dengan menggunakan teori struktural yang meliputi
analisis tema, alur, penokohan, latar, dan alat-alat peceritaan (sudut pandang,
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
konflik, penundaan dan pembayangan, kesatuan organis, judul buku, dan gaya
bahasa).
Sementara itu pada tahun 2005 novel L’Amant pernah dijadikan objek
penelitian skripsi dengan judul “L’Amant Karya Marguerite Duras : Tinjauan
Struktural” oleh Mareta Ayuningtyas. Dalam penelitian tersebut L’Amant
dikatakan sebagai perpaduan tradisi penulisan Marguerite Duras yang
mengedepankan unsur puitis dan teknik alur. L’Amant menjadi istimewa karena
diperkaya oleh digresi-digresi yang hadir secara acak dan tidak berpola. Akan
tetapi pelukisan anggota keluarga si tokoh Aku terlalu bertele-tele dan diulang-
ulang.
Kemudian pada tahun 2010, L’Amant kembali dijadikan objek material
dalam skripsi Hendri Purnani Dyah Wistorini yang berjudul “Karakter Androgini
Tokoh Utama Dalam Novel L’Amant Karya Marguerite Duras; Pendekatan
Psikologi Sastra”. Dalam skripsinya Hendri membahas karakter androgini dari
tokoh utama, gadis Prancis berusia 15 tahun, yang memperlihatkan beberapa
karakter maskulin tetapi dia tidak tampak kelaki-lakian.
Dari beberapa skripsi yang menggunakan L’Amant karya Marguerite
Duras sebagai objek material, belum ada yang menelitinya dengan objek formal
teori poskolonial. Skripsi yang menggunakan teori poskolonial pernah dibuat oleh
Andhitya Ardani Soetadyo pada tahun 2010 dengan judul “Stereotip Timur dalam
film Le Grand Voyage (Tinjauan Pascakolonialisme)”. Dalam skripsi ini dibahas
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
bagaimana stereotip atas bangsa Timur dan Islam yang ada dalam film Le Grand
Voyage dengan menggunakan dasar prinsip teori poskolonial. Seperti bangsa
Timur, dalam hal ini bangsa Arab muslim yang bermigrasi ke benua Eropa
dianggap sebagai other atau liyan yang berbeda dengan masyarakat Eropa.
Kajian poskolonial juga pernah ditulis oleh Novieta Christina Theodora
dari Jurusan Sastra Indonesia dalam skripsinya yang berjudul “Nyai Ontosoroh
dalam Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis
Pascakolonial” pada tahun 2008. Skripsi ini menggunakan objek material novel
Bumi Manusia yang merupakan bagian pertama dari tetralogi Pulau Buru karya
Pramoedya Ananta Toer. Dalam skripsinya, Novieta memaparkan wacana dan
praktik kolonial dalam mengkonstruksi keliyanan dan mendominasi Nyai
Ontosoroh, tokoh utama dalam novel tersebut yang merupakan gundik dari laki-
laki Belanda, serta bagaimana bentuk perlawanan tokoh Nyai Ontosoroh terhadap
wacana dan praktik tersebut.
Neneng Yanti Khozanatu Lahpan dari program studi Sastra Jurusan Ilmu-
ilmu Humaniora, Pascasarjana FIB UGM menulis tesis berjudul “Resistensi
Pribumi terhadap Kolonialisme dalam Siti Rayati karya Moh. Sanoesi” pada tahun
2002. Dalam penelitiannya Lahpan mengungkapkan bahwa novel Siti Rayati yang
merupakan roman Sunda dianggap sebagai wacana tandingan kolonialisme,
menampilkan bentuk-bentuk resistensi pribumi pada masa penjajahan Belanda di
Indonesia. Tesis dengan pendekatan poskolonial juga ditulis Rusdian Noor pada
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
tahun 2002, dengan judul “Mimikri dan Resistensi Radikal Pribumi Terhadap
Kolonialisme Belanda dalam Roman Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta
Toer”.
Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian yang
menggunakan objek material novel L’Amant karya Marguerite Duras dengan
pendekatan poskolonial. Sehingga penelitian ini akan menjadi suatu rujukan baru
untuk membaca novel L’Amant karya Marguerite Duras dengan pisau bedah yang
baru, yakni teori poskolonial. Lebih khususnya lagi, penelitian ini memfokuskan
diri pada sifat superior pihak penjajah dan sifat inferior pada pihak terjajah yang
ada dalam novel L’Amant karya Marguerite Duras.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Poskolonial
Penelitian ini menggunakan teori poskolonial, yakni istilah bagi sekumpulan
strategi teoritis dan kritis yang digunakan untuk meneliti kebudayaan
(kesusastraan, politik, sejarah, dan seterusnya) dari koloni-koloni dan hubungan
negara tersebut dengan belah dunia sisanya (Faruk, 2007: 14). Kolonialisme, dari
kata colonia (Latin/Romawi), semula berarti kumpulan, perkampungan,
masyarakat di perantauan. Jadi, secara etimologis kolonial tidak mengandung arti
penjajahan, melainkan hanya semacam wilayah atau perkampungan, seperti:
koloni semut, koloni para artis, para olah ragawan, dan sebagainya (Ratna, 2008:
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
20). Dalam konsep ini, arti kata pos tidak dimaknai sesudah atau setelah dalam
pengertian waktu, melainkan terkait dengan kondisi dan situasi sebagai dampak
dari hubungan penguasa kolonial dengan negara yang diajajahnya, tidak hanya
saat kolonialisme itu berlangsung, bahkan bertahun-tahun setelah sebuah wilayah
memproklamasikan kemerdekaannya dan terbebas dari belenggu penjajahan.
Objek poskolonial mencakup aspek-aspek kebudayaan yang pernah
mengalami kekuasaan imperial dari awal sejarah kolonialisasi hingga kurun waktu
sekarang, termasuk pula berbagai pengaruh yang ditimbulkannya (Ashcroft, dkk
2003: xxii). Hal tersebut disebabkan adanya kontinuitas penjajahan yang terus
berlangsung semenjak dimulainya agresi imperial Eropa hingga sekarang ini.
Poskolonial juga dapat digunakan untuk menyebut kritik-kritik lintas budaya yang
muncul serta wacana yang dibentuknya. Kajian-kajiannya melingkupi berbagai
bidang yang membahas mengenai dampak dari kolonialisme itu sendiri, baik
berupa penelitian ilmiah maupun dalam karya sastra. Problem-problem kunci
yang menjadi wilayah analisis dalam studi tersebut adalah bahasa,
sejarah/kesejarahan, nasionalisme, kanonisitas, politik tubuh, dan ruang/tempat
(Lo dan Gilbert, 1998: 5-13). Sementara itu, berbagai kemungkinan keagenan
yang tercakup dalam studi ini adalah hibriditas, mimikri, dan ambivalensi.
Kolonialisme Eropa memiliki dampak yang besar bagi negara-negara
jajahannya. Dampak yang besar ini mengakibatkan bangsa-bangsa pada era pasca-
kolonial tidak mungkin lagi membayangkan sejarah negeri-negeri bekas koloni
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
secara objektif dengan pengandaian bahwa kolonialisme itu tidak pernah terjadi
(Spivak via Loomba, 2003: 23). Kemunculan kolonialisme melahirkan sebuah
wacana dominan yang berorientasi pada Eropa-sentris. Penjajah yang berlangsung
berpuluh bahkan beratus tahun meninggalkan jejak yang masih membekas hingga
hari ini. salah satunya adalah konsep ideal atau normal yang diciptakan oleh
penjajah Eropa, bahwa yang ideal dan yang normal adalah semua yang berasal,
dilakukan, atau dimiliki oleh bangsa Eropa. Sementara bangsa penjajah adalah
bagian luar dari lingkaran ideal tersebut. Kolonialisme secara psikologis juga
menyebabkan adanya konstruksi identitas dalam masyarakat pribumi yang inferior
secara menurun, yang membuat masyarakat bekas jajahan selalu mencoba untuk
menjadi seperti yang dianggap ideal oleh bangsa penjajah.
Hegemoni penjajah yang diaplikasikan melalui penciptaan konsep normal
atau ideal tersebut, merupakan salah satu upaya untuk menunjukan superioritas
Barat sebagai sebuah bangsa yang memiliki peradaban lebih maju dibandingkan
dengan bangsa lain. Dari segi budaya, definisi poskolonial ini kerap dihubungkan
dengan proses konstruksi budaya menuju budaya “putih global”. Kebudayaan
kulit putih dipandang sebagai acuan perkembangan bagi semua budaya. Bahkan
proses seperti ini tetap berlangsung ketika penguasaan kulit putih atas sebuah
negara berakhir (Sianipar, 2004: 10-11). Pemerintah baru yang berasal dari
masyarakat setempat memandang rakyatnya dengan cara pandang orang-orang
kolonial terhadap peduduk “non-Barat”. Masyarakatnya tetap dipandang sebagai
penduduk yang misterius, terbelakang, percaya takhayul, dan sebagainya,
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
sehingga harus dididik dan diangkat agar sejajar dengan masyarakat negara
lainnya, khususnya masyarakat “Barat”.
Secara historis, bahkan mitologis, sejak Abad Pertengahan hingga sekarang,
dunia Barat hampir dalam segala bidang dianggap memiliki kedudukan superior
terhadap dunia Timur (Ratna, 2008: 175). Barat yang merasa dirinya lebih
superior mengidentikan Timur sebagai sebuah wilayah yang penuh hal-hal tidak
masuk akal, sementara Barat adalah yang paling rasional. Rasa superior yang
dimiliki Barat atas Timur juga tidak lepas dari perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang dianggap berpusat di negara-negara Barat seperti Inggris,
Jerman, dan Prancis, sebut saja Revolusi Industri yang bermula di Inggris.
Kemampuan berpikir, yang kemudian melahirkan kemajuan teknologi dalam
berbagai bidang, secara apriori dianggap berasal dari ras, yaitu ras kulit putih
(Ratna, 2008: 175). Keunggulan itu pun ditopang oleh hegemoni awal abad ke-20,
seperti kemampuan negara-negara superpower untuk menaklukan dunia yang
diwakili oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Jerman.
Salah satu upaya yang dilakukan Barat untuk menunjukan
kesuperioritasannya adalah dengan memosisikan bangsa Timur sebagai sang
Liyan. Kata liyan atau the others secara umum ialah siapa saja di luar diri
seseorang (Ashcroft, dkk. 1998: 169). Akan tetapi, dalam perspektif poskolonial,
kata ini digunakan untuk menerangkan pembedaan biner antara ‘diri penjajah’ dan
‘diri yang dijajah’. Eksistensi ‘liyan’ kemudian menjadi penting untuk
mendefinisikan ‘yang normal’ dan memposisikan tempat seseorang di dunia
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
(Ashcroft, dkk. 1998: 169). Menurut Spivak peliyanan (othering) adalah berbagai
upaya dalam wacana kolonial yang digunakan untuk mengkonstruksi subjek liyan
kolonial (Ashcroft, 1998: 171). Melalui ideologi kolonial, pihak kolonial
menciptakan wacana tentang masyarakat terjajah dengan stereotipe-stereotipe
bahwa masyarakat terkolonialisasi, atau terjajah adalah masyarakat yang
terbelakang, primitif, pemalas, dan lain-lain. hal itu dilakukan untuk
membenarkan dan mencari alasan penaklukan dan penguasaan Eropa atas wilayah
tersebut (Alatas, 1988: 2-3). Dalam hal inilah masyarakat pribumi akhirnya
berhasil dijadikan liyan di tanahnya sendiri.
Dalam buku The Location of Culture yang ditulis Homi K. Bhaha, mimikri
oleh bangsa terjajah menjadi satu perhatian penting dalam kajian poskolonial.
Mimikri merupakan upaya peniruan yang dilakukan oleh bangsa terjajah demi
terlihat sejajar dan dianggap bagian dari bangsa penjajah. Mimikri ini tak lain
adalah cara yang ditunjukkan bangsa terjajah yang merasa dirinya inferior agar
bisa masuk ke lingkaran golongan “superior”. Mimikri dilakukan oleh pribumi
melalui dalam beberapa hal. Misalnya saja tindakan meniru gaya hidup bangsa
Eropa yang biasa mereka saksikan selama masa penjajahan berlangsung. Dengan
meniru cara berpakaian, konsumsi sehari-hari, dan juga meniru barang-barang
yang digunakan bangsa Eropa, masyarakat pribumi mencoba untuk memenuhi
kriteria normal yang selama ini diterapkan di tanah jajahan, sehingga pada suatu
titik mereka akan merasa setara dengan bangsa penjajah, meskipun sekali lagi,
seperti yang telah dituliskan sebelumnya, mimikri adalah upaya peniruan yang
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
tidak pernah sempurna, sebab pribumi tidak akan pernah bisa menjadi sama
seperti bangsa penjajah. Bhabha mengungkapkan bahwa orang-orang yang
melakukan mimikri di hadapan kaum kolonial dianggap sebagai :“..as a subject of
a different that is almost the same, but not quit”, suatu subjek yang berbeda, yang
hampir sama, tapi tidak benar-benar serupa.
Kesewenang-wenangan bangsa penjajah tak membuat pribumi tinggal diam.
Tindakan-tindakan sebagai wujud resistensi masyarakat pribumi pada akhirnya
dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan penjajah,
dan bisa jadi merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup di negeri yang
tengah dijajah. Menurut Selwyn Cudjoe resistensi adalah tindakan atau
sekumpulan tindakan yang dibentuk untuk membebaskan rakyat dari penindasnya
dan memasukan secara keseluruhan pengalaman hidup di bawah penindasan yang
menjadi prinsip estetika yang hampir otonom (Ashcroft, 2001: 28).
Bhabha menjelaskan bahwa resistensi atau perlawanan merupakan sebuah
efek dari reprsentasi kontradiktif dari penguasa kolonial (Aschroft, 2001: 102).
Resistensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu resistensi radikal dan resistensi pasif.
Resistensi radikal mengacu pada perlawanan masyarakat terjajah terhadap
kekuasaan penjajahan dan dilakukan dengan penyerangan langsng atau dengan
memproduksi teks atau bacaan yang memuat wacana tandingan. Jenis resistensi
yang kedua, yakni resistensi pasif lebih bersifat perlawanan ideologis. Resistensi
ini merupakan perwujudan dirinya untuk menolak, yaitu dengan mempertahankan
identitas dan kepemilikan budaya (Ashcroft, 2001: 19-21).
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
1.6.2. Orientalisme
Kajian poskolonial tak bisa bisa dipisahkan dengan studi orientalisme.
Dalam bukunya, Orientalisme, Edward Said menyatakan bahwa hubungan antara
Barat dan Timur adalah hubungan kekuatan, dominasi, hubungan, dan berbagai
derajat hegemoni yang kompleks. Timur ditimurkan tidak hanya karena ia
didapati dalam keadaan “bersifat Timur” dalam semua hal yang dipandang umum
oleh rata-rata orang Eropa abad kesembilan belas, tetapi juga karena ia dapat—
yakni mudah untuk—dijadikan Timur (Said, 2010: 7).
Kajian poskolonial tidak bisa dipisahkan dengan Orientalisme. Pionir dari
teori ini adalah Edward Said. Orientalisme adalah suatu gaya berpikir yang
didasarkan pada pembedaan ontologis dan epistimologis yang dibuat antara
“Timur” ( the Orient) dan (hampir selalu) Barat (Said, 2010: 3). Konsep ini
kemudian menjadi kebiasaan untuk selalu membedakan mana yang Barat dan
yang Timur dalam berbagai bidang. Pengetahuan tentang Timur tidak akan pernah
menjadi asli sebab yang menceritakan adalah orang-orang yang berhubungan erat
dan memiliki kepentingan-kepentingan khusus terhadap kolonialisme (Ratna,
2008: 209). Hubungan antarmanusia penjajah dan terjajah sesungguhnya adalah
hubungan penaklukan dalam relasi kekuasaan yang seluruh inisiatif dan
pengobjekannya dirancang dalam kerangka orientalis (Sutrisno, 2004: 27).
Mengidentikan penjajah dengan Barat adalah hal yang pada permulaannya
selalu menimbulkan pertanyaan. Bukankah penjajah tidak hanya bangsa Barat
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
atau bangsa Eropa? Bagaimana dengan Jepang dan Cina yang juga sempat
menjajah beberapa wilayah di dunia? Istilah Barat yang lekat dengan Eropa
bermula dari masa penjajahan besar-besaran yang dilakukan oleh bangsa Eropa di
hampir seluruh belahan dunia. Pengertian ‘kolonialisme’ pun sebenarnya berubah-
ubah dari jaman ke jaman dan berbeda-beda di tempat yang satu dan yang lain. Di
Asia Tenggara, pada umumnya ‘kolonialisme’ berarti kolonialisme Barat,
meskipun sepanjang masa bangsa-bangsa Asia Tenggara pernah mengenal juga
penjajahan oleh bangsa-bangsa bukan-Barat baik yang sewilayah maupun yang
datang dari luar wilayah ini (Lapian, 1975: 1).
Pemberian label Timur yang diberikan oleh mereka yang menyebut
dirinya Barat tidak bisa dilepaskan dari masa lalu kolonialisme berkepanjangan.
Timur merujuk pada suatu karakter dan sifat, sebuah stereotip yang diberikan
pada negara-negara yang bagi Barat penuh irasionalitas, dan tidak memiliki akal
sehat. Pemahaman mengenai Barat dan Timur ini kemudian dikritisi oleh Edward
Said, yang menyebutkan bahwa Timur bukanlah fakta alam yang statis. ‘Timur’
tidak semata-mata hadir, seperti halnya ‘Barat’ yang tidak semata-mata ada (Said,
2010: 6). Dalam bukunya yang berjudul Orientalisme, Said menyampaikan bahwa
orang Eropa menganggap Timur sebagai barang temuan mereka. Bahkan, sejak
zaman dahulu, Timur telah menjadi tempat yang penuh romansa, makhluk-
makhluk eksotik, kenangan, panorama yang indah, dan pengalaman-pengalaman
yang mengesankan (Said, 2010: 1).
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
Pemahaman atas Timur dan Barat yang lahir dari sejarah panjang
kolonialisme ini masih melekat hingga sekarang. Pembagian yang seolah-olah
hanya berangkat dari alasan geografis ini memiliki suatu kepentingan yang
menunjukkan bahwa Barat tidak ingin disamakan dengan Timur. Barat dan Timur
adalah dua kedudukan yang berbeda. Dalam penelitian ini Barat diwakili oleh si
tokoh Aku dan keluarganya yang merupakan keturunan Prancis yang tinggal di
Indocina. Sementara Timur direpresentasikan oleh Le Chinois, laki-laki keturunan
Cina yang tinggal di Indocina dan memiliki hubungan asmara dengan si tokoh
Aku. Pengunaan istilah Barat dan Timur dalam penelitian ini dirasa lebih relevan
dibandingkan menggunakan istilah penjajah dan terjajah. Karena pada masa
penjajahan Prancis di Indocina, masyarakat keturunan Cina bukanlah masyarakat
terjajah yang utama. Masyarakat Cina adalah golongan Asia yang lain, yang
kedudukannya berbeda dengan masyarakat pribumi. Berdasarkan sejarahnya, Cina
sempat ambil bagian dalam pemerintahan Vietnam, sehingga di daerah tersebut
banyak ditemui keturunan Cina. Sehingga dalam novel ini, tokoh Le Chinois tidak
merasakan langsung penindasan dan kesengsaraan akibat kolonialisme, akan
tetapi ia tetap mendapat perlakuan berbeda dari si tokoh Aku dan keluarganya,
sebab ia tetap saja dianggap orang Cina, orang Timur yang berbeda dengan
mereka.
Dalam Orientalisme Said meyakini bahwa Timur ditimurkan tidak hanya
karena ia didapati dalam keadaan “bersifat Timur” dalam semua hal yang
dipandang umum oleh rata-rata orang Eropa abad kesembilan belas, tetapi juga
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
karena ia dapat—yakni mudah untuk—dijadikan Timur (Said, 2010: 7). Menurut
Said, ketimbang menjadi ‘representasi dan ekspresi bagi beberapa plot imperialis
Barat yang keji untuk menekan Timur’, Orientalisme lebih merupakan
pendistribusian kewaspadaan geopolitik ke dalam teks estetis, kesarjanaan,
ekonomis, sosiologis, historis, dan filosofis (Morton, 2008: 23). Bahkan
antisemitisme dan orientalisme memiliki kemiripan, dan kebenarannya dapat
dilihat melalui sejarah, kultural, dan politis, yang keironisannya hanya bisa
dimengerti oleh mereka yang pernah ditakdirkan menjadi Timur, mereka yang
pernah diperlakukan secara tak proporsional oleh Barat (Said, 2010: 41).
Penjajah dalam mengimaji ketimuran sebagai wilayah objek penaklukan
politis juga akan mencitrakannya sebagai ranah penaklukan objek eksotisme
seksual hingga hasil-hasil teks sejarah ketimuran, imaji, idiom, foto dan dokumen-
dokumen bersumber dari orientalis, tidak lain merupakan tekstualisasi kontruksi
kolonial (Sutrisno, 2004: 27).
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang juga disebut
sebagai penelitian deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982: 3 dalam Moloeng, 1991:
2). Metode penelitian ini adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang
dapat diamati (Bogdan dan Taylor, 1975: 5 dalam Moleong, 1991: 3). Penelitian
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
deskriptif ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang
digunakan dalam penelitian, serta tempat dan waktu penelitian, terdiri atas
metode, survei, metode deskriptif berkesambungan, penelitian studi kasus,
penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas, penelitian tindakan, dan penelitian
kepustakaan dan dokumenter (Nazir, 1985: 65).
Sesuai dengan jenisnya, penelitian ini menggunakan data kualitatif, yaitu
data yang hanya dapat diukur secara tidak langsung melalui pengamatan atau
penyelidikan (Hadi, 1981: 66), yang sumber datanya berupa subjek asal data
penelitian, yaitu dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
novel L’Amant karya Marguerite Duras.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (1991: 4) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yan menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
1.8 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian berjudul “Superioritas Barat dalam novel
L’Amant karya Marguerite Duras” ini adalah sebatas membahas tindakan-tindakan
yang ditunjukkan oleh si tokoh Aku dan keluarganya sebagai bangsa Barat dan
penjajah untuk menunjukkan superioritasnya, serta tindakan-tindakan yang
ditunjukkan oleh Le Chinois sebagai bangsa Timur yang inferior, serta resistensi
yang dilakukan ayah Le Chinois dalam novel L’Amant karya Marguerite Duras
yang diterbitkan oleh Minuit, Paris, pada tahun 1984.
1.9 Sistematika Penyajian
Penulis membagi tulisan ini dalam 4 bab, yakni :
BAB I. Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Pertanyaan
Penelitian, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode
Penelitian Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penyajian
BAB II. Superioritas Barat dalam Novel L’Amant
2.1 Kolonialisme Prancis di Indocina
2.2 Superioritas Barat
2.2.1 Sebutan Le Chinois dan L’Amant
2.2.2 Le Chinois sebagai sang Liyan
2.2.3 Diskriminasi Rasial
BAB III. Inferioritas Timur dalam Novel L’Amant
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
3.1 Keberadaan Bangsa Cina di Indocina
3. 2 Inferioritas Timur
3.2.1 Pengakuan atas Superioritas Barat
3.2.2 Mimikri Le Chinois
3.2.2.1 Mimikri Gaya Hidup
3.2.2.2 Mimikri Referensi Pengetahuan
3.3 Sikap Anti-Barat sebagai Bentuk Resistensi
BAB IV. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Résumé
Lampiran
Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/