bab i pendahuluan -...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa penjajahan bukanlah pengalaman sejarah yang hanya dirasakan oleh beberapa negara saja, ia justru menjadi sebuah pengalaman kolektif yang menjadi bagian dari perjalanan hampir seluruh negara di dunia. Edward Said menyebutkan, warisan-warisan sejarah dapat menjadi saksi bahwa empat perlima permukaan bumi dan dua pertiga penduduk bumi pernah mengalami kolonialisme (Day, 2008: 3). Kolonialisme, pada praktiknya merupakan penguasaan terhadap suatu wilayah disertai eksploitasi sumber daya alam dan manusia di daerah terjajah dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi ia juga turut memberikan dampak pada hal-hal yang sifatnya bukan materiil, yakni psikologi dan cara berpikir baik bangsa penjajah maupun terjajah. Salah satunya adalah terbentuknya citra superior yang dilekatkan pada bangsa penjajah, dan citra inferior dalam diri masyarakat terjajah. Kolonialisme juga mewarisi sebuah cara berpikir turun temurun mengenai konsep Barat dan Timur. Hal ini diakibatkan karena sebagian besar negara yang pernah melakukan penjajahan di hampir seluruh belahan dunia adalah negara-negara dari benua Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Spanyol. Istilah Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite Duras I.D.A DIAH CEMPAKA D Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Upload: hatuong

Post on 05-Aug-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa penjajahan bukanlah pengalaman sejarah yang hanya dirasakan oleh

beberapa negara saja, ia justru menjadi sebuah pengalaman kolektif yang menjadi

bagian dari perjalanan hampir seluruh negara di dunia. Edward Said

menyebutkan, warisan-warisan sejarah dapat menjadi saksi bahwa empat perlima

permukaan bumi dan dua pertiga penduduk bumi pernah mengalami kolonialisme

(Day, 2008: 3).

Kolonialisme, pada praktiknya merupakan penguasaan terhadap suatu

wilayah disertai eksploitasi sumber daya alam dan manusia di daerah terjajah

dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi ia juga turut memberikan dampak

pada hal-hal yang sifatnya bukan materiil, yakni psikologi dan cara berpikir baik

bangsa penjajah maupun terjajah. Salah satunya adalah terbentuknya citra superior

yang dilekatkan pada bangsa penjajah, dan citra inferior dalam diri masyarakat

terjajah. Kolonialisme juga mewarisi sebuah cara berpikir turun temurun

mengenai konsep Barat dan Timur. Hal ini diakibatkan karena sebagian besar

negara yang pernah melakukan penjajahan di hampir seluruh belahan dunia adalah

negara-negara dari benua Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Spanyol. Istilah

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

Barat dan Timur kemudian bukan hanya sebuah fakta geografis.

Pembagian Barat dan Timur dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan

tertentu.

Dampak-dampak dari kolonialisme tersebut kemudian dicatat oleh

pemerhati sejarah dan dipelajari sebagai bagian dari perjalanan terbentuknya suatu

negara di hampir seluruh wilayah di dunia. Di samping itu, fenomena yang terjadi

semasa kolonialisme juga ditulis ulang oleh para sastrawan dalam karya sastranya.

Di Indonesia kita dapat memahami situasi di jaman kolonialisme dalam novel-

novel karya Pramoedya Ananta Toer, salah satunya dalam Tetralogi Pulau Buru.

Karya sastra merupakan media alternatif paling efektif yang mampu

mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat terjajah (Ashcroft, dkk, 2003:

xxi). Dalam tuilsanlah, sebagaimana juga dalam karya lukis, patung, musik dan

tari, kondisi suatu masyarakat diekspresikan dengan baik.

Novel memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap, acuan, dan

pengalaman imperial (Said, 1995: 12). Novel juga merupakan satu-satunya objek

estetika yang sangat menarik untuk dipelajari. Said mempunyai dua alasan kenapa

ia memilih novel sebagai bahan dalam kajiannya. Pertama, ia menganggap novel

merupakan karya seni dan sekaligus ilmu pengetahuan yang patut dihargai dan

dikagumi karena dengan membaca novel akan mendapatkan kesenangan serta

manfaat. Kedua, mengaitkan karya-karya itu bukan hanya dengan kesenangan dan

manfaat melainkan juga dengan proses imperial di mana mereka secara terbuka

dan dengan jelas-jelas merupakan bagiannya; bukan mengutuk atau mengabaikan

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

tulisan mengenai masa kolonialisme, baik dalam tulisan ilmiah maupun

karya fiksi, kemudian memicu lahirnya teori poskolonial.

Studi poskolonial hadir sebagai respon dari fenomena pasca kolonial yang

banyak direpresentasikan dalam berbagai media, salah satunya karya sastra. Pada

umumnya poskolonial didefinisikan sebagai teori yang lahir sesudah kebanyakan

negara-negara terjajah memperoleh kemerdekaannya (Ashcroft, dkk, 2003: xxii-

xxiii). Kata ‘pos’ dalam poskolonial tidak mengacu pada waktu, melainkan

merujuk pada dampak, atau akibat-akibat yang terjadi karena adanya

kolonialisme. Ia berpendapat bahwa Istilah poskolonial berbeda dengan

pascakolonial. Definisi pascakolonial berkaitan dengan era, zaman, dan periode

yang memiliki batasan pasti yakni masa pasca atau setelah kolonial. Sedangkan

poskolonial merupakan sebuah teori, sebuah tradisi intelektual dengan batasan-

batasan yang bersifat relatif (Ratna, 2008:77-78). Analisis poskolonial dapat

digunakan, di satu pihak untuk menelusuri aspek-aspek tersembunyi atau dengan

sengaja disembunyikan, sehingga dapat diketahui bagaimana kekuasaan itu

bekerja, di pihak lain membongkar disiplin, lembaga, dan ideologi yang

mendasarinya. Dalam hubungan inilah peranan bahasa, sastra, dan kebudayaan

pada umumnya dapat memainkan peranan sebab di dalam ketiga gejala

tersebutlah terkandung wacana sebagaimana diintensikan oleh kelompok

kolonialis (Ratna, 2008: 104).

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

Berangkat dari pemaparan pemaparan di atas, penulis kemudian terdorong

untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak-dampak kolonialisme

yakni mengenai superioritas Barat dan inferioritas Timur yang digambarkan

dalam novel L’Amant karya Marguerite Duras, dengan menggunakan teori

poskolonial. Dalam penelitian ini penulis memilih novel L’Amant karya

Marguerite Duras sebagai objek material. L’Amant pertama kali diterbitkan oleh

penerbit Minuit, Paris, pada tahun 1984 dan memenangkan Prix Goncourt dan

difilmkan oleh sutradara Prancis, Jean Jaques Annaud pada tahun 1991

(Beaumarchais, 1994: 44-45).

L’Amant menceritakan kisah seorang gadis Prancis berusia lima belas

setengah tahun yang tinggal di tanah jajahan Prancis, Indocina, tepatnya di

Saigon, Vietnam, bersama ibu dan kedua saudara laki-lakinya. Novel ini

menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama dengan alur

campuran. Sepanjang novel pembaca tidak diberitahu siapa nama si tokoh aku

dalam novel ini. Dalam L’Amant, tokoh Aku banyak bercerita mengenai

keluarganya serta situasi ekonomi yang melilit keluarganya. Tokoh Aku juga

menceritakan kisah cintanya dengan laki-laki Cina yang ia sebut Le Chinois

berusia 32 tahun. Hubungan mereka ditentang baik oleh keluarga si tokoh aku

maupun Le Chinois sebab mereka berasal dari dua golongan yang berbeda,

penjajah dan terjajah, Barat dan Timur.

Meskipun L’Amant adalah sebuah karya fiksi, tapi ia berangkat dari

pengalaman pribadi penulisnya, yakni Marguerite Duras, yang pernah melalui

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

masa remaja di Indocina. Dalam penelitiannya yang berjudul “L’Amant de

Marguerite Duras: récit autobiographique, récit des origines, Éros et écriture”,

Patricia Martinez Garcia (2007) menyatakan bahwa seperti karya-karya

Marguerite Duras yang lain, sebut saja Un barrage contre le Pacifique (1950),

L’Eden Cinéma (1977), dan L’Amant de la Chine du nord (1991), L’Amant juga

merupakan penceritaan ulang dari masa kecil Marguerite Duras yang ia lalui di

Indocina. Garcia juga menyebutkan bahwa tulisan Duras termasuk dalam pacte

référentiel, suatu konsep yang dipopulerkan Lejeune tentang karya sastra yang

oleh penulisnya dibuat semirip mungkin dengan peristiwa nyata yang pernah

benar-benar terjadi.

Dalam kajian poskolonial, objek penelitiannya tidak hanya terbatas pada

tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh masyarakat dari negara terjajah. Karya sasta

yang ditulis oleh masyarakat dari negara penjajah pun masih relevan untuk dikaji

guna menelaah dampak-dampak dari kolonialisme. Seperti yang kita ketahui,

masa penjajahan Belanda di Indonesia pun ditulis oleh sastrawan Belanda, Hella

Hesse, dalam novelnya yang berjudul Inlander, yang menceritakan tentang

persahabatan seorang anak keturunan Belanda dengan bocah pribumi. L’Amant

karya Marguerite Duras dianggap relevan untuk dijadikan objek material dalam

penelitian ini karena karya ia juga menunjukkan dampak-dampak dari penjajahan

itu sendiri melalui tokoh-tokoh dalam novel ini. Setiap karya sastra yang

menghadirkan fenomena poskolonial dapat dimasukan sebagai karya sastra

poskolonial, selama ia mampu menghadirkan ulang fakta-fakta kolonialisme.

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana bentuk-bentuk superioritas

Barat yang ditunjukkan oleh si tokoh Aku dan keluarganya yang

merepresentasikan penjajah dan Barat, serta bagaimana bentuk-bentuk inferioritas

Timur yang dilakukan oleh Le Chinois dan ayahnya sebagai bangsa terjajah dan

pihak Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa

penjajahan yang sebagian besar dilakukan oleh negara-negara Barat ternyata tidak

hanya meninggalkan bekas-bekas kasat mata tapi juga menyisakan suatu cara

berpikir, yakni adanya suatu anggapan bahwa Barat adalah yang superior

sementara Timur adalah pihak yang inferior. Dalam novel L’Amant karya

Marguerite Duras, pihak Barat yang superior diwakili oleh si tokoh Aku dan

keluarganya, sementara Timur yang dianggap inferior diwakili oleh Le Chinois

dan ayahnya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka didapatlah pertanyaan penelitian sebagai

berikut :

a. Apa saja tindakan-tindakan yang dilakukan si tokoh Aku dan keluarganya

sebagai pihak penjajah dan Barat untuk menunjukkan superioritasnya?

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

b. Apa saja tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Le Chinois sebagai bangsa

Timur yang dicitrakan inferior, serta resistensi yang dilakukan ayah Le

Chinois?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh si tokoh Aku dan

keluarganya sebagai bangsa Barat sekaligus penjajah untuk menunjukkan

superioritasnya.

b. Mengetahui tindakan-tindakan inferioritas yang dilakukan oleh Le Chinois

sebagai bangsa Timur, serta resistensi yang dilakukan ayah Le Chinois.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, novel-novel Marguerite Duras sudah pernah

dipakai dalam beberapa penulisan skripsi. Pada tahun 1986 Maria Sri

Nerlistjaningsih pernah melakukan penelitian terhadap salah satu karya

Marguerite Duras yaitu Moderato Contabile dengan judul “Sebuah Pembicaraan

Novel Moderato Contabile karya Marguerite Duras”. Maria melakukan analisis

terhadap Moderato Contabile dengan menggunakan teori struktural yang meliputi

analisis tema, alur, penokohan, latar, dan alat-alat peceritaan (sudut pandang,

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

konflik, penundaan dan pembayangan, kesatuan organis, judul buku, dan gaya

bahasa).

Sementara itu pada tahun 2005 novel L’Amant pernah dijadikan objek

penelitian skripsi dengan judul “L’Amant Karya Marguerite Duras : Tinjauan

Struktural” oleh Mareta Ayuningtyas. Dalam penelitian tersebut L’Amant

dikatakan sebagai perpaduan tradisi penulisan Marguerite Duras yang

mengedepankan unsur puitis dan teknik alur. L’Amant menjadi istimewa karena

diperkaya oleh digresi-digresi yang hadir secara acak dan tidak berpola. Akan

tetapi pelukisan anggota keluarga si tokoh Aku terlalu bertele-tele dan diulang-

ulang.

Kemudian pada tahun 2010, L’Amant kembali dijadikan objek material

dalam skripsi Hendri Purnani Dyah Wistorini yang berjudul “Karakter Androgini

Tokoh Utama Dalam Novel L’Amant Karya Marguerite Duras; Pendekatan

Psikologi Sastra”. Dalam skripsinya Hendri membahas karakter androgini dari

tokoh utama, gadis Prancis berusia 15 tahun, yang memperlihatkan beberapa

karakter maskulin tetapi dia tidak tampak kelaki-lakian.

Dari beberapa skripsi yang menggunakan L’Amant karya Marguerite

Duras sebagai objek material, belum ada yang menelitinya dengan objek formal

teori poskolonial. Skripsi yang menggunakan teori poskolonial pernah dibuat oleh

Andhitya Ardani Soetadyo pada tahun 2010 dengan judul “Stereotip Timur dalam

film Le Grand Voyage (Tinjauan Pascakolonialisme)”. Dalam skripsi ini dibahas

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

bagaimana stereotip atas bangsa Timur dan Islam yang ada dalam film Le Grand

Voyage dengan menggunakan dasar prinsip teori poskolonial. Seperti bangsa

Timur, dalam hal ini bangsa Arab muslim yang bermigrasi ke benua Eropa

dianggap sebagai other atau liyan yang berbeda dengan masyarakat Eropa.

Kajian poskolonial juga pernah ditulis oleh Novieta Christina Theodora

dari Jurusan Sastra Indonesia dalam skripsinya yang berjudul “Nyai Ontosoroh

dalam Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis

Pascakolonial” pada tahun 2008. Skripsi ini menggunakan objek material novel

Bumi Manusia yang merupakan bagian pertama dari tetralogi Pulau Buru karya

Pramoedya Ananta Toer. Dalam skripsinya, Novieta memaparkan wacana dan

praktik kolonial dalam mengkonstruksi keliyanan dan mendominasi Nyai

Ontosoroh, tokoh utama dalam novel tersebut yang merupakan gundik dari laki-

laki Belanda, serta bagaimana bentuk perlawanan tokoh Nyai Ontosoroh terhadap

wacana dan praktik tersebut.

Neneng Yanti Khozanatu Lahpan dari program studi Sastra Jurusan Ilmu-

ilmu Humaniora, Pascasarjana FIB UGM menulis tesis berjudul “Resistensi

Pribumi terhadap Kolonialisme dalam Siti Rayati karya Moh. Sanoesi” pada tahun

2002. Dalam penelitiannya Lahpan mengungkapkan bahwa novel Siti Rayati yang

merupakan roman Sunda dianggap sebagai wacana tandingan kolonialisme,

menampilkan bentuk-bentuk resistensi pribumi pada masa penjajahan Belanda di

Indonesia. Tesis dengan pendekatan poskolonial juga ditulis Rusdian Noor pada

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

tahun 2002, dengan judul “Mimikri dan Resistensi Radikal Pribumi Terhadap

Kolonialisme Belanda dalam Roman Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta

Toer”.

Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian yang

menggunakan objek material novel L’Amant karya Marguerite Duras dengan

pendekatan poskolonial. Sehingga penelitian ini akan menjadi suatu rujukan baru

untuk membaca novel L’Amant karya Marguerite Duras dengan pisau bedah yang

baru, yakni teori poskolonial. Lebih khususnya lagi, penelitian ini memfokuskan

diri pada sifat superior pihak penjajah dan sifat inferior pada pihak terjajah yang

ada dalam novel L’Amant karya Marguerite Duras.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Poskolonial

Penelitian ini menggunakan teori poskolonial, yakni istilah bagi sekumpulan

strategi teoritis dan kritis yang digunakan untuk meneliti kebudayaan

(kesusastraan, politik, sejarah, dan seterusnya) dari koloni-koloni dan hubungan

negara tersebut dengan belah dunia sisanya (Faruk, 2007: 14). Kolonialisme, dari

kata colonia (Latin/Romawi), semula berarti kumpulan, perkampungan,

masyarakat di perantauan. Jadi, secara etimologis kolonial tidak mengandung arti

penjajahan, melainkan hanya semacam wilayah atau perkampungan, seperti:

koloni semut, koloni para artis, para olah ragawan, dan sebagainya (Ratna, 2008:

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

20). Dalam konsep ini, arti kata pos tidak dimaknai sesudah atau setelah dalam

pengertian waktu, melainkan terkait dengan kondisi dan situasi sebagai dampak

dari hubungan penguasa kolonial dengan negara yang diajajahnya, tidak hanya

saat kolonialisme itu berlangsung, bahkan bertahun-tahun setelah sebuah wilayah

memproklamasikan kemerdekaannya dan terbebas dari belenggu penjajahan.

Objek poskolonial mencakup aspek-aspek kebudayaan yang pernah

mengalami kekuasaan imperial dari awal sejarah kolonialisasi hingga kurun waktu

sekarang, termasuk pula berbagai pengaruh yang ditimbulkannya (Ashcroft, dkk

2003: xxii). Hal tersebut disebabkan adanya kontinuitas penjajahan yang terus

berlangsung semenjak dimulainya agresi imperial Eropa hingga sekarang ini.

Poskolonial juga dapat digunakan untuk menyebut kritik-kritik lintas budaya yang

muncul serta wacana yang dibentuknya. Kajian-kajiannya melingkupi berbagai

bidang yang membahas mengenai dampak dari kolonialisme itu sendiri, baik

berupa penelitian ilmiah maupun dalam karya sastra. Problem-problem kunci

yang menjadi wilayah analisis dalam studi tersebut adalah bahasa,

sejarah/kesejarahan, nasionalisme, kanonisitas, politik tubuh, dan ruang/tempat

(Lo dan Gilbert, 1998: 5-13). Sementara itu, berbagai kemungkinan keagenan

yang tercakup dalam studi ini adalah hibriditas, mimikri, dan ambivalensi.

Kolonialisme Eropa memiliki dampak yang besar bagi negara-negara

jajahannya. Dampak yang besar ini mengakibatkan bangsa-bangsa pada era pasca-

kolonial tidak mungkin lagi membayangkan sejarah negeri-negeri bekas koloni

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

secara objektif dengan pengandaian bahwa kolonialisme itu tidak pernah terjadi

(Spivak via Loomba, 2003: 23). Kemunculan kolonialisme melahirkan sebuah

wacana dominan yang berorientasi pada Eropa-sentris. Penjajah yang berlangsung

berpuluh bahkan beratus tahun meninggalkan jejak yang masih membekas hingga

hari ini. salah satunya adalah konsep ideal atau normal yang diciptakan oleh

penjajah Eropa, bahwa yang ideal dan yang normal adalah semua yang berasal,

dilakukan, atau dimiliki oleh bangsa Eropa. Sementara bangsa penjajah adalah

bagian luar dari lingkaran ideal tersebut. Kolonialisme secara psikologis juga

menyebabkan adanya konstruksi identitas dalam masyarakat pribumi yang inferior

secara menurun, yang membuat masyarakat bekas jajahan selalu mencoba untuk

menjadi seperti yang dianggap ideal oleh bangsa penjajah.

Hegemoni penjajah yang diaplikasikan melalui penciptaan konsep normal

atau ideal tersebut, merupakan salah satu upaya untuk menunjukan superioritas

Barat sebagai sebuah bangsa yang memiliki peradaban lebih maju dibandingkan

dengan bangsa lain. Dari segi budaya, definisi poskolonial ini kerap dihubungkan

dengan proses konstruksi budaya menuju budaya “putih global”. Kebudayaan

kulit putih dipandang sebagai acuan perkembangan bagi semua budaya. Bahkan

proses seperti ini tetap berlangsung ketika penguasaan kulit putih atas sebuah

negara berakhir (Sianipar, 2004: 10-11). Pemerintah baru yang berasal dari

masyarakat setempat memandang rakyatnya dengan cara pandang orang-orang

kolonial terhadap peduduk “non-Barat”. Masyarakatnya tetap dipandang sebagai

penduduk yang misterius, terbelakang, percaya takhayul, dan sebagainya,

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

sehingga harus dididik dan diangkat agar sejajar dengan masyarakat negara

lainnya, khususnya masyarakat “Barat”.

Secara historis, bahkan mitologis, sejak Abad Pertengahan hingga sekarang,

dunia Barat hampir dalam segala bidang dianggap memiliki kedudukan superior

terhadap dunia Timur (Ratna, 2008: 175). Barat yang merasa dirinya lebih

superior mengidentikan Timur sebagai sebuah wilayah yang penuh hal-hal tidak

masuk akal, sementara Barat adalah yang paling rasional. Rasa superior yang

dimiliki Barat atas Timur juga tidak lepas dari perkembangan teknologi dan ilmu

pengetahuan yang dianggap berpusat di negara-negara Barat seperti Inggris,

Jerman, dan Prancis, sebut saja Revolusi Industri yang bermula di Inggris.

Kemampuan berpikir, yang kemudian melahirkan kemajuan teknologi dalam

berbagai bidang, secara apriori dianggap berasal dari ras, yaitu ras kulit putih

(Ratna, 2008: 175). Keunggulan itu pun ditopang oleh hegemoni awal abad ke-20,

seperti kemampuan negara-negara superpower untuk menaklukan dunia yang

diwakili oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Jerman.

Salah satu upaya yang dilakukan Barat untuk menunjukan

kesuperioritasannya adalah dengan memosisikan bangsa Timur sebagai sang

Liyan. Kata liyan atau the others secara umum ialah siapa saja di luar diri

seseorang (Ashcroft, dkk. 1998: 169). Akan tetapi, dalam perspektif poskolonial,

kata ini digunakan untuk menerangkan pembedaan biner antara ‘diri penjajah’ dan

‘diri yang dijajah’. Eksistensi ‘liyan’ kemudian menjadi penting untuk

mendefinisikan ‘yang normal’ dan memposisikan tempat seseorang di dunia

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

(Ashcroft, dkk. 1998: 169). Menurut Spivak peliyanan (othering) adalah berbagai

upaya dalam wacana kolonial yang digunakan untuk mengkonstruksi subjek liyan

kolonial (Ashcroft, 1998: 171). Melalui ideologi kolonial, pihak kolonial

menciptakan wacana tentang masyarakat terjajah dengan stereotipe-stereotipe

bahwa masyarakat terkolonialisasi, atau terjajah adalah masyarakat yang

terbelakang, primitif, pemalas, dan lain-lain. hal itu dilakukan untuk

membenarkan dan mencari alasan penaklukan dan penguasaan Eropa atas wilayah

tersebut (Alatas, 1988: 2-3). Dalam hal inilah masyarakat pribumi akhirnya

berhasil dijadikan liyan di tanahnya sendiri.

Dalam buku The Location of Culture yang ditulis Homi K. Bhaha, mimikri

oleh bangsa terjajah menjadi satu perhatian penting dalam kajian poskolonial.

Mimikri merupakan upaya peniruan yang dilakukan oleh bangsa terjajah demi

terlihat sejajar dan dianggap bagian dari bangsa penjajah. Mimikri ini tak lain

adalah cara yang ditunjukkan bangsa terjajah yang merasa dirinya inferior agar

bisa masuk ke lingkaran golongan “superior”. Mimikri dilakukan oleh pribumi

melalui dalam beberapa hal. Misalnya saja tindakan meniru gaya hidup bangsa

Eropa yang biasa mereka saksikan selama masa penjajahan berlangsung. Dengan

meniru cara berpakaian, konsumsi sehari-hari, dan juga meniru barang-barang

yang digunakan bangsa Eropa, masyarakat pribumi mencoba untuk memenuhi

kriteria normal yang selama ini diterapkan di tanah jajahan, sehingga pada suatu

titik mereka akan merasa setara dengan bangsa penjajah, meskipun sekali lagi,

seperti yang telah dituliskan sebelumnya, mimikri adalah upaya peniruan yang

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

tidak pernah sempurna, sebab pribumi tidak akan pernah bisa menjadi sama

seperti bangsa penjajah. Bhabha mengungkapkan bahwa orang-orang yang

melakukan mimikri di hadapan kaum kolonial dianggap sebagai :“..as a subject of

a different that is almost the same, but not quit”, suatu subjek yang berbeda, yang

hampir sama, tapi tidak benar-benar serupa.

Kesewenang-wenangan bangsa penjajah tak membuat pribumi tinggal diam.

Tindakan-tindakan sebagai wujud resistensi masyarakat pribumi pada akhirnya

dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan penjajah,

dan bisa jadi merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup di negeri yang

tengah dijajah. Menurut Selwyn Cudjoe resistensi adalah tindakan atau

sekumpulan tindakan yang dibentuk untuk membebaskan rakyat dari penindasnya

dan memasukan secara keseluruhan pengalaman hidup di bawah penindasan yang

menjadi prinsip estetika yang hampir otonom (Ashcroft, 2001: 28).

Bhabha menjelaskan bahwa resistensi atau perlawanan merupakan sebuah

efek dari reprsentasi kontradiktif dari penguasa kolonial (Aschroft, 2001: 102).

Resistensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu resistensi radikal dan resistensi pasif.

Resistensi radikal mengacu pada perlawanan masyarakat terjajah terhadap

kekuasaan penjajahan dan dilakukan dengan penyerangan langsng atau dengan

memproduksi teks atau bacaan yang memuat wacana tandingan. Jenis resistensi

yang kedua, yakni resistensi pasif lebih bersifat perlawanan ideologis. Resistensi

ini merupakan perwujudan dirinya untuk menolak, yaitu dengan mempertahankan

identitas dan kepemilikan budaya (Ashcroft, 2001: 19-21).

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

1.6.2. Orientalisme

Kajian poskolonial tak bisa bisa dipisahkan dengan studi orientalisme.

Dalam bukunya, Orientalisme, Edward Said menyatakan bahwa hubungan antara

Barat dan Timur adalah hubungan kekuatan, dominasi, hubungan, dan berbagai

derajat hegemoni yang kompleks. Timur ditimurkan tidak hanya karena ia

didapati dalam keadaan “bersifat Timur” dalam semua hal yang dipandang umum

oleh rata-rata orang Eropa abad kesembilan belas, tetapi juga karena ia dapat—

yakni mudah untuk—dijadikan Timur (Said, 2010: 7).

Kajian poskolonial tidak bisa dipisahkan dengan Orientalisme. Pionir dari

teori ini adalah Edward Said. Orientalisme adalah suatu gaya berpikir yang

didasarkan pada pembedaan ontologis dan epistimologis yang dibuat antara

“Timur” ( the Orient) dan (hampir selalu) Barat (Said, 2010: 3). Konsep ini

kemudian menjadi kebiasaan untuk selalu membedakan mana yang Barat dan

yang Timur dalam berbagai bidang. Pengetahuan tentang Timur tidak akan pernah

menjadi asli sebab yang menceritakan adalah orang-orang yang berhubungan erat

dan memiliki kepentingan-kepentingan khusus terhadap kolonialisme (Ratna,

2008: 209). Hubungan antarmanusia penjajah dan terjajah sesungguhnya adalah

hubungan penaklukan dalam relasi kekuasaan yang seluruh inisiatif dan

pengobjekannya dirancang dalam kerangka orientalis (Sutrisno, 2004: 27).

Mengidentikan penjajah dengan Barat adalah hal yang pada permulaannya

selalu menimbulkan pertanyaan. Bukankah penjajah tidak hanya bangsa Barat

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

atau bangsa Eropa? Bagaimana dengan Jepang dan Cina yang juga sempat

menjajah beberapa wilayah di dunia? Istilah Barat yang lekat dengan Eropa

bermula dari masa penjajahan besar-besaran yang dilakukan oleh bangsa Eropa di

hampir seluruh belahan dunia. Pengertian ‘kolonialisme’ pun sebenarnya berubah-

ubah dari jaman ke jaman dan berbeda-beda di tempat yang satu dan yang lain. Di

Asia Tenggara, pada umumnya ‘kolonialisme’ berarti kolonialisme Barat,

meskipun sepanjang masa bangsa-bangsa Asia Tenggara pernah mengenal juga

penjajahan oleh bangsa-bangsa bukan-Barat baik yang sewilayah maupun yang

datang dari luar wilayah ini (Lapian, 1975: 1).

Pemberian label Timur yang diberikan oleh mereka yang menyebut

dirinya Barat tidak bisa dilepaskan dari masa lalu kolonialisme berkepanjangan.

Timur merujuk pada suatu karakter dan sifat, sebuah stereotip yang diberikan

pada negara-negara yang bagi Barat penuh irasionalitas, dan tidak memiliki akal

sehat. Pemahaman mengenai Barat dan Timur ini kemudian dikritisi oleh Edward

Said, yang menyebutkan bahwa Timur bukanlah fakta alam yang statis. ‘Timur’

tidak semata-mata hadir, seperti halnya ‘Barat’ yang tidak semata-mata ada (Said,

2010: 6). Dalam bukunya yang berjudul Orientalisme, Said menyampaikan bahwa

orang Eropa menganggap Timur sebagai barang temuan mereka. Bahkan, sejak

zaman dahulu, Timur telah menjadi tempat yang penuh romansa, makhluk-

makhluk eksotik, kenangan, panorama yang indah, dan pengalaman-pengalaman

yang mengesankan (Said, 2010: 1).

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

Pemahaman atas Timur dan Barat yang lahir dari sejarah panjang

kolonialisme ini masih melekat hingga sekarang. Pembagian yang seolah-olah

hanya berangkat dari alasan geografis ini memiliki suatu kepentingan yang

menunjukkan bahwa Barat tidak ingin disamakan dengan Timur. Barat dan Timur

adalah dua kedudukan yang berbeda. Dalam penelitian ini Barat diwakili oleh si

tokoh Aku dan keluarganya yang merupakan keturunan Prancis yang tinggal di

Indocina. Sementara Timur direpresentasikan oleh Le Chinois, laki-laki keturunan

Cina yang tinggal di Indocina dan memiliki hubungan asmara dengan si tokoh

Aku. Pengunaan istilah Barat dan Timur dalam penelitian ini dirasa lebih relevan

dibandingkan menggunakan istilah penjajah dan terjajah. Karena pada masa

penjajahan Prancis di Indocina, masyarakat keturunan Cina bukanlah masyarakat

terjajah yang utama. Masyarakat Cina adalah golongan Asia yang lain, yang

kedudukannya berbeda dengan masyarakat pribumi. Berdasarkan sejarahnya, Cina

sempat ambil bagian dalam pemerintahan Vietnam, sehingga di daerah tersebut

banyak ditemui keturunan Cina. Sehingga dalam novel ini, tokoh Le Chinois tidak

merasakan langsung penindasan dan kesengsaraan akibat kolonialisme, akan

tetapi ia tetap mendapat perlakuan berbeda dari si tokoh Aku dan keluarganya,

sebab ia tetap saja dianggap orang Cina, orang Timur yang berbeda dengan

mereka.

Dalam Orientalisme Said meyakini bahwa Timur ditimurkan tidak hanya

karena ia didapati dalam keadaan “bersifat Timur” dalam semua hal yang

dipandang umum oleh rata-rata orang Eropa abad kesembilan belas, tetapi juga

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

karena ia dapat—yakni mudah untuk—dijadikan Timur (Said, 2010: 7). Menurut

Said, ketimbang menjadi ‘representasi dan ekspresi bagi beberapa plot imperialis

Barat yang keji untuk menekan Timur’, Orientalisme lebih merupakan

pendistribusian kewaspadaan geopolitik ke dalam teks estetis, kesarjanaan,

ekonomis, sosiologis, historis, dan filosofis (Morton, 2008: 23). Bahkan

antisemitisme dan orientalisme memiliki kemiripan, dan kebenarannya dapat

dilihat melalui sejarah, kultural, dan politis, yang keironisannya hanya bisa

dimengerti oleh mereka yang pernah ditakdirkan menjadi Timur, mereka yang

pernah diperlakukan secara tak proporsional oleh Barat (Said, 2010: 41).

Penjajah dalam mengimaji ketimuran sebagai wilayah objek penaklukan

politis juga akan mencitrakannya sebagai ranah penaklukan objek eksotisme

seksual hingga hasil-hasil teks sejarah ketimuran, imaji, idiom, foto dan dokumen-

dokumen bersumber dari orientalis, tidak lain merupakan tekstualisasi kontruksi

kolonial (Sutrisno, 2004: 27).

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang juga disebut

sebagai penelitian deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982: 3 dalam Moloeng, 1991:

2). Metode penelitian ini adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang

dapat diamati (Bogdan dan Taylor, 1975: 5 dalam Moleong, 1991: 3). Penelitian

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

20

deskriptif ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang

digunakan dalam penelitian, serta tempat dan waktu penelitian, terdiri atas

metode, survei, metode deskriptif berkesambungan, penelitian studi kasus,

penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas, penelitian tindakan, dan penelitian

kepustakaan dan dokumenter (Nazir, 1985: 65).

Sesuai dengan jenisnya, penelitian ini menggunakan data kualitatif, yaitu

data yang hanya dapat diukur secara tidak langsung melalui pengamatan atau

penyelidikan (Hadi, 1981: 66), yang sumber datanya berupa subjek asal data

penelitian, yaitu dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

novel L’Amant karya Marguerite Duras.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (1991: 4) mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yan menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

21

1.8 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian berjudul “Superioritas Barat dalam novel

L’Amant karya Marguerite Duras” ini adalah sebatas membahas tindakan-tindakan

yang ditunjukkan oleh si tokoh Aku dan keluarganya sebagai bangsa Barat dan

penjajah untuk menunjukkan superioritasnya, serta tindakan-tindakan yang

ditunjukkan oleh Le Chinois sebagai bangsa Timur yang inferior, serta resistensi

yang dilakukan ayah Le Chinois dalam novel L’Amant karya Marguerite Duras

yang diterbitkan oleh Minuit, Paris, pada tahun 1984.

1.9 Sistematika Penyajian

Penulis membagi tulisan ini dalam 4 bab, yakni :

BAB I. Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Pertanyaan

Penelitian, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode

Penelitian Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penyajian

BAB II. Superioritas Barat dalam Novel L’Amant

2.1 Kolonialisme Prancis di Indocina

2.2 Superioritas Barat

2.2.1 Sebutan Le Chinois dan L’Amant

2.2.2 Le Chinois sebagai sang Liyan

2.2.3 Diskriminasi Rasial

BAB III. Inferioritas Timur dalam Novel L’Amant

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

22

3.1 Keberadaan Bangsa Cina di Indocina

3. 2 Inferioritas Timur

3.2.1 Pengakuan atas Superioritas Barat

3.2.2 Mimikri Le Chinois

3.2.2.1 Mimikri Gaya Hidup

3.2.2.2 Mimikri Referensi Pengetahuan

3.3 Sikap Anti-Barat sebagai Bentuk Resistensi

BAB IV. Kesimpulan

Daftar Pustaka

Résumé

Lampiran

Superioritas Barat dalam Novel L Amant karya Marguerite DurasI.D.A DIAH CEMPAKA DUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/