bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dampak Bom Bali I (2002) dan Bom Bali II (2005) benar-benar memberi
pengaruh negatif terhadap pariwisata Indonesia karena Bali merupakan Icon
pariwisata Indonesia. Kunjungan Wisatawan mancara negara ke Indonesia
langsung menurun sangat drastis karena negara-negara Tourism Sending
Countries memberikan travel warning dan travel ban ke Indonesia. Dampak Bom
Bali dengan merosotnya kunjungan wisatawan juga berdapak pada perekonomian
Indonesia karena devisa yang diharapkan dari pariwisata menurun, semakin
banyaknya pengangguran, serta isu-isu negatif Indonesia sebagai negara teroris. 1
Menurut Dinas Pariwisata Bali, pada 2003, kunjungan wisatawan
mancanegara mencapai 993.029 orang.2 Jumlah tersebut menurun dibandingkan
pada 2002 yang sempat mencatatkan angka 1.285.844 orang.3 Penurunan tersebut
langsung berdampak negatif ke PDRB (Pendapatan Daerah Regional Bruto) Bali
karena Bali tidak memiliki sektor lain yang berkontribusi signifikan terhadap
perekonomian penduduk. Sektor lain yang juga berkontribusi besar dalam
pertumbuhan ekonomi daerah Bali adalah perdagangan dan perhotelan. Namun,
keduanya juga terkena dampak dari bom Bali mengingat perdagangan, perhotelan,
1 Vivanews, Riset Dampak Bom Bali I Berkelanjutan, 1 April 2010,<http://nasional.news.viva.co.id/news/read/140779-riset__dampak_bom_bali_i_berkelanjutan>,diakses 18 November 2014.2 Bali Post, Sudah Pulihkah Pariwisata Bali?, 28 April 2004,<http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2004/4/28/op3.htm>, diakses 18 November 2014,3 Ibid.
2
dan pariwisata memiliki rantai pasokan (supply chain) kuat dalam perekonomian
Bali atau saling terhubung dalam aktivitas perekonomiannya.
Sebagai contoh, wisatawan yang berkunjung biasanya mengutamakan
destinasi wisata pariwisata) lalu mereka memikirkan di mana ingin menginap
(perhotelan) dan membeli cinderamata khas daerah (perdagangan). Jika sektor
pariwisata jatuh, maka efek domino akan terjadi pada perhotelan dan
perdagangan. Padahal, ketiga sektor tersebut mendukung perekonomian hingga
30% (Pitana, 2005).4 Berdasarkan survei 2003, Dinas Pariwisata Bali menemukan
fakta bahwa wisatawan mancanegara berkunjung ke Bali untuk berlibur (93,39%)
dan sisanya untuk aktivitas lain seperti bisnis dan tugas atau dinas.5 Melihat hasil
survei demikian, keamanan dan kenyamanan wisatawan menjadi syarat agar
kunjungan meningkat terus setiap tahun. Salah bukti keterkaitan keamanan dan
kunjungan wisata secara lebih nasional adalah menurunnya kunjungan wisatawan
mancanegara ke Indonesia pada tahun setelah peristiwa Bom Bali I dan II
(ditunjukkan tabel di bawah). Oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan
aspek keamanan lingkungan dan kenyamanan fasilitas umum.
4 I Gede Pitana, Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005, hal. 158.5 Bali Post, Sudah Pulihkah Pariwisata Bali?, 28 April 2004,<http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2004/4/28/op3.htm>, diakse 18 November 2014.
3
Tabel I.1.6
Peristiwa Bom Bali tentu merupakan ancaman tersendiri tidak hanya bagi
masyarakat Bali dan wisatawan tapi juga bagi masyarakat Indonesia dan
perekonomian Indonesia secara nasional. Bagi masyarakat, peristiwa tersebut
menjadi trauma yang sebisa mungkin dihindari di masa mendatang dan terus
diupayakan agar tidak terjadi kembali. Bagi wisatawan mancanegara, peristiwa
tersebut juga menjadi ancaman terhadap kunjungan wisata mereka mengingat
jumlah korban tewas akibat bom banyak didominasi warga negara asing yang
sedang berkunjung atau menetap di Bali. Sebanyak 202 orang tewas akibat
ledakan bom pada 12 Oktober 2002 lalu dengan jumlah 164 orang merupakan
warga negara asing dari 24 negara.7
Travel warning pun menjadi kebijakan tercepat yang bisa diambil oleh
negara asal korban ledakan jika nyawa warga negaranya yang lain terancam di
negara yang dikunjungi (Bali). Pasca peristiwa bom Bali, Indonesia terkena travel
6 Badan Pusat Statistik, Indonesia Tourism Performance 2011, Jakarta, 2012.7 Antaranews, Keluarga Bom Bali Peringati Tragedi Bom Bali, 12 Oktober 2014,<http://www.antaranews.com/berita/458206/keluarga-korban-peringati-tragedi-bom-bali>, diakses15 November 2014.
4
warning dari sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.8 Kebijakan
ini memaksa pemerintah Indonesia di pusat dan pemerintah daerah Bali untuk
menyusun kebijakan strategis untuk pemulihan kondisi di berbagai bidang. Ketika
keamanan dan stabilitas suatu negara terganggu, maka pariwisata pun paling
merasakan dampaknya. Untuk mengembalikan dunia pariwisata Indonesia,
pemerintah pun perlu membuat suatu strategi pemulihan pariwisata.
Ketika keamanan mulai stabil dan kepercayaan asing sudah pulih terhadap
Bali dan Indonesia, maka industri pariwisata mulai menuai hasil positif secara
bertahap. Salah indikator yang menujukkan kenaikan tersebut adalah data
kunjungan wisatawan 2009-2013 (5 tahun/lebih pasca Bom Bali II).9 Keberhasilan
suatu program bisa dinilai setelah setidaknya 2 tahun setelah selesai atau evaluasi
pertama. Berikut ini data kunjungan wisatawan mancanegara di Bali 2009-2013.
8 Universitas Gadjah Mada, Antisipasi Dampak Bom Bali Terhadap Pariwisata, 12 Oktober 2005,<http://www.ugm.ac.id/id/berita/1005-antisipasi.dampak.bom.bali.terhadap.pariwisata>, diakses15 November 2014.9 Ali Imron, Kejadian dan Pertanyaan yang Saya Alami Sejak Terbongkarnya Kami sebagaiPelaku Bom Bali I, 6 Agustus 2012, <http://www.aliimron.com/kejadian-dan-pertanyaan-yang-saya-alami-sejak-terbongkarnya-kami-sebagai-pelaku-bom-bali/#comment-3><, diakses 18November 2014. Artikel diambil dari situs web ciptaan Ali Imron, mantan terpidana Bom Baliyang tidak dihukum mati karena kooperatif terhadap pemberantasan aksi terorisme.
5
Tabel I.2.10
Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara semakin bertambah sejak 2009 hingga 2013. Pada 2009, wisatawan
yang berkunjung mencapai 2.085.084 orang, naik 14,39% dari tahun sebelumnya
(2008). Jumlah tersebut sempat menurun pada 2010-2012 hingga 4,34% yang
diindikasikan akibat krisis finansial dunia yang dialami negara-negara pelanggan
wisata Bali, antara lain Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Eropa.
Namun, pada 2013 lalu, pertumbuhan wisatawan kembali naik 11,16% menjadi
berjumlah 3.278.598 orang. Jika dibandingkan pada data unjungan wisatawan
mancanegara pada 2002 yang disebutkan di awal, maka pertumbuhan sejak 2009
hingga 2013 menunjukkan pariwisata Bali sudah pulih.
10 Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Angka Kunjungan di Bali 2009-2013, Denpasar, 2014.
6
Selain data kunjungan individu wisatawan mancanegara di Bali, peristiwa
lain yang menjadi acuan bahwa Bali berhasil melakukan pemulihan pariwisata
pasca Bom Bali adalah diselenggarakannya berbagai event dan konferensi
internasional di Bali yang dihadiri sejumlah tokoh penting dunia.11 Konferensi
penting di Bali pasca Bom Bali antara lain KTT ASEAN12 pada 2011 dan KTT
APEC13 pada 2013 lalu. Event internasional yang diselenggarakan di Bali antara
lain Miss World pada 2013 lalu.14 Keberhasilan menyelenggaran acara berskala
internasional menunjukkan Bali sudah dipercaya kembali oleh masyarakat
internasional untuk pariwisata.
Keberhasilan pemulihan pariwisata Indonesia ini menjadi landasan untuk
mengkaji fenomena tersebut melalui tesis ini dengan judul “Analisis Strategi
Recovery Pariwisata Indonesia Pasca Peristiwa Bom Bali”. Para peneliti atau
akademisi di Indonesia belum pernah ada yang membahas topik ini secara
mendalam. Beberapa penelitian yang sudah ada lebih banyak menguas sisi
pariwisata saja dengan memisahkan unsur keamanan dalam strategi keberhasilan
pemulihan pariwsiata Bali pasca peristiwa Bom Bali.
11 Okezone, Bali Diuji Media Asing, 10 Oktober 2013,<http://lifestyle.okezone.com/read/2013/10/10/407/879505/bali-dipuji-media-asing>, diakses 20November 2014.12 Vivanews, Menyoal Manfaat KTT APEC di Bali, 2 Oktober 2013,<http://fokus.news.viva.co.id/news/read/448399-menyoal-manfaat-ktt-apec-di-bali>, diakses 20November 2014.13 Okezone, KTT Sukses, Indonesia Jadi Pemimpin ASEAN,? 25 November 2011,<http://economy.okezone.com/read/2011/11/25/279/534018/ktt-sukses-indonesia-jadi-pemimpin-asean>, diakses 30 November 2014.14 International Business Times, Miss World 2013 Contestants Opening Ceremony Winners, 10September 2013, <http://www.ibtimes.co.uk/miss-world-2013-contestants-opening-ceremony-winners-504890>, diakses 1 Desember 2014.
7
Oleh karena itu, tesis diharapkan mampu dijadikan pembelajaran oleh
pemerintah daerah lain dalam mengembangkan pariwisata yang sempat
terguncang isu keamanan dan stabilitas kawasan serta pemerintah di negara lain.
1.2. Rumusan Masalah
Strategi apa yang digunakan pemerintah dalam melakukan recovery
pariwisata Indonesia pasca Bom Bali?
1.3. Landasan Teori
Pariwisata merupakan salah satu sumber pemasukan keuangan negara yang
penting bagi Indonesia. Ketika pariwisata runtuh, maka perekonomian negara
ikut terganggu. Hal yang lebih parah terjadi di level mikro di mana masyarakat
yang langsung beraktivitas di industri pariwisata kehilangan mata pencaharian dan
pendapatan tetap. Agar hal tersebut tidal berlarut-larut, maka pemerintah dan
kator-aktor lain di industri pariwisata perlu melakukan strategi untuk memulihkan
kinerja pariwisata di Indonesia. Dengan demikian, pendekatan untuk menjawab
rumusan masalah dalam tesis ini menggunakan teori sustainable tourism
development, safety and tourism, dan the role of government in tourim.
1.3.1. Sustainable Tourism Development
Menurut Spilane (1987), pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke
tempat lain, bersifat sementara, dilkukan perorangan atau kelompok, sebagai
8
usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan
hidup dalam dimensi sosial, budaya, dan ilmu.15
Pariwisata terbagi atas beberapa jenis, yaitu: 1) pariwisata untuk menikmati
perjamanan (pleasure tourism), 2) pariwisata untuk berekreasi (recreation
tourism), 3) pariwisata untuk budaya (culture tourism), 4) pariwisata untuk
olahraga (sport tourism), 5) pariwisata untuk usaha dan dagang (business
tourism), 6) pariwisata untuk berkonvensi (conventional tourism).16
Kebutuhan akan pariwisata akan semakin meningkat mengingat cepatnya
laju pertumbuhan ekonomi dan tekanan dunia kerja untuk mengimbangi laju
perekonomian tersebut. Dengan demikian, manusia akan memiliki keinginan
untuk berwisata untuk melepas penat di aktivitas sehari-hari. Menurut Fandeli
(1995)17, faktor-faktor yang mendorong mansuia untuk berwisata adalah:
1. keinginan untuk melepaskan diri dari tekanan hidup sheari-hari di kota,
keinginan untuk mengubah suasana, dan memanfaatkan waktu
senggang;
2. kemajuan pembangunan dalam bidang komunikasi dan transportasi;
3. keinginan untuk melihat dan memperoleh pengalaman-pengalaman baru
mengenai budaya masyarakat di daerah lain;
4. meningkatnya pendapatan yang dapat memungkinkan seseorang dapat
dengan bebas melakukan perjalanan yang jauh dari tempat tinggalnya.
Faktor-faktor pendorong pengembangan pariwisata di Indonesia adalah: 1.
Berkurangnya peranan minyak bumi sebagai sumber devisa negara jika
15 J.J. Spilane, Pariwisata Indonesia: Sejarah dan Prospeknya, Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal. 4.16 Ibid, hal. 7-8.17 C. Fandeli, Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam, Yogyakarta: Liberty, 1995, hal. 6-7.
9
dibandingkan tempo dulu, 2. Merosotnya nilai ekspor nonmigas, 3. Adanya
kecenderungan peningkatan pariwisata secara konsisten, 4. Besarnya potensi yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia bagi pengembangan pariwisata.18
Ide mengenai pengembangan pariwisata berkelanjutan dimulai saat para
peneliti mempertanyaan mengapa perkembangan pariwisata tidak mengikuti
pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan aspek kontribusi komunitas
terhadap pelestarian lingkungan. Padahal, pariwisata berkontribusi besar dalam
perekonomian negara. Jika tidak dikelola dengan baik, maka pariwisata bisa
menimbulkan dampak buruk seperti industrialisasi, yakni maraknya alih fungsi
lahan hijau terbuka. Mengingat teori pembangunan pariwisata yang
memperhatikan aspek kehidupan dalam Sustainable Tourism Development, maka
teori pembangunan pariwisata secara berkelanjutan perlu menjadi dasar untuk
membahas pemulihan pariwisata Indonesia pasca Bom Bali.
Definisi pariwisata berkelanjutan fokus pada dua hal, yakni pariwisata
sebagai aktivitas ekonomi dan pariwisata sebagai elemen kebijakan pembangunan
berkelanjutan. Menurut Lane, pariwisata berkelanjutan adalah hubungan
triangulasi yang seimbang antara daerah tujuan dengan habitat manusianya,
pembuatan paket wisata, dan industri pariwisata dengan kondisi saling
menguatkan tanpa ada kecacatan implementasi dari pemangku kepentingan.19
Maksudnya, pariwisata berkelanjutan jelas yang pertama akan mengedepankan
promosi wisata berupa paket-paket yang menarik wisatawan. Yang melakukan hal
tersebut adalah industri pariwisata. Dengan perkembangan pembangunan
18 J.J. Spilane, 1987, hal. 10-12.19 B. Lane, Sustainable Rural Tourism Strategies: A Tool for Development and Conservation.Journal of Sustainable Tourism, Vol. 2, No. 1 & 2, London: Routledge, 1994, hal. 14-16.
10
berkelanjutan yang memperhatikan kualitas lingkungan atau habitat makhluk
hidup, maka pariwisata juga dituntut untuk mengusung konsep yang sama dengan
tetap menjaga lingkungan dan melibatkan masyarakat. Dengan kata lain
komunitas masyarakat daerah tujuan wisata tidak lagi menjadi objek wisata,
melainkan dilibatkan sebagai pelaku wisata.
Ada 3 pihak yang menjadi stakeholder dalam implementasi Sustainable
Tourism Development, yakni pemerintah, pihak swasta, dan lembaga swadaya
masyarakat yang mewakili masyarakat.20 Ketiga pihak tersebut mendukung
kebijakan pembangunan pariwisata nasional. Ketika pariwisata menyentuh
masyarakat, maka pembangunan ekonomi, pusat pembangunan manusia,
desentralisasi kebijakan, kerjasama, dan konservasi lingkungan menjadi isu utama
yang harus dimasukkan dalam setiap keputusan strategis. Dengan memasukkan
kelima isu tersebut, pariwisata menjadi melibatkan masyarakat dalam
pembangunan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan.
1.3.2. Safety and Tourism
Terorisme menjadi ancaman bagi setiap sejak peristiwa 9/11 di Amerika
Serikat pada 2001. Setiap negara menjadi, mau tidak mau, ikut dalam kampanye
internasional terkait pemberantasan terorisme dengan kebijakan internasional
yang dicetuskan presiden Amerika Serikat saat itu, George Walker Bush, War on
Terrorism. Menurut Larry Diamond, kebijakan tersebut perlu disinergikan denga
dasar permasalahan dari aksi terorisme sendiri, yakni ketimpangan sosial,
20 Ibid, hal. 14.
11
ketidakadilan hukum, dan korupsi pemerintah.21 Ketika sekelompok orang atau
minimal orang cerdas dari kaum yang tidak puas atas kejadian tersebut membuat
konsep alternatif dari suatu tatanan masyarakat, maka hal itu menjadi awal mula
dari radikalisme yang berujung pada aksi-aksi teror.
Dari persidangan para tersangka Bom Bali, beberapa faktor penyebab
terorisme yang dikemukakan Larry Diamond terbukti. Para pelaku sengaja
mengebom area wisata yang berisi wisatawan mancanegara yang dianggap
penyebab ketimpangan ekonomi dunia. Meskipun alasan para pelaku tidak logis
karena terlalu jauh hubungan sebab-akibat dari aksi mereka dengan motivasi
pengeboman sesungguhnya. Akibat dari aksi terorisme adalah penurunan jumlah
kunjungan wisatawan asing yang merasa keamanan diri mereka tidak terjamin
saat berada di negara yang telah diancam aksi teror tersebut. Padahal kemanan
menjadi syarat terpenuhi pariwisata berkelanjutan. 22
Melihat akar dari aksi terorisme adalah ketidakpuasan terhadap kondisi di
masyarakat yang timpang, yang bisa diwakili dengan keadaaan riil munculnya
tempat yang menjadi simbol perputaran uang seperti tempat wisata modern (kafe,
restoran, hotel, dll), maka terorisme secara tidak langsung memiliki hubungan
dengan pariwisata, sejalan dengan pemikiran Llorca-Vivero (2008) yang
menggarisbawahi kemajuan ekonomi dan demokrasi suatu negara yang memicu
ketidakpuasan kelompok tertentu sehingga muncul aksi terorisme.23 Meskipun
21 Larry Diamond, A Political Strategy for Winning The War on Terrorism, Tanford University,2002, hal. 14.22 L. Dwyer et.al., Megatrends Underpinning Tourism to 2020, CRC for Sustainable Tourism,2008, hal. 1-3.23 L. LLorca-Vivero, “Terrorism and International Tourism: New Evidence”, Defence and PeaceEconomics, Vol. 19 (2), hal. 170.
12
sedikit sulit menyatakan bahwa pariwisata yang membawa arus warga negara
asing ke dalam negeri menjadi pemicu kecemburuan sosial, argumen bahwa para
pendatang atau pengunjung asing tersebut bisa membuat penduduk asli merasa
terancam secara psikologis dan ekonomi. Jika ini yang terjadi, maka kesalahan
ada pada pemerintah daerah yang kurang memperhatikan keterlibatan kelompok
masyarakat di sekitar daerah wisata tersebut. Jika benar demikian, maka
pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak berjalan di daerah tersebut.
Argumen yang sering menjadikan terorisme memiliki hubungan dengan
pariwisata adalah terorisme memiliki efek terhadap pariwisata, yakni penurunan
jumlah kunjungan dan kepercayaan wisatawan terhadap keamanan di daerah yang
menjadi sasaran aksi terorisme tersebut. Terorisme menjadi penggangu dari syarat
berjalannya program pariwisata, yakni keamanan. Dengan adanya aksi terorisme,
maka pariwisata tidak berjalan dengan baik. Terorisme merupakan salah satu
wujud dari ketidakamanan dengan level tindakan paling parah.
Salah satu contoh negara yang rentan terhadap aksi terorisme adalah India.
India hampir seperti Indonesia dalam kontribusi pariwisata terhadap
perekonomian negara. Sejak tahun 1990an, India sering mengalami serangan dari
teroris dari kelompok Tamil. Mereka tidak segan untuk mengebom area wisata
seperti hotel di Mumbai. Sebagai bentuk respon terhadap aksi teror yang
mengancam industri pariwisata, pemerintah dan swasta berkolaborasi dalam
memulihkan pariwsiata. Pemerintah fokus pada sisi kemanan nasional dengan
pengerahan aparat antiteroris, sementara swasta menciptakan sistem keamanan
sendiri. Dalam kalimat sederhana, India menciptakan keamanan berlapis mulai
13
pintu masuk perbatasan dan bandar udara hingga ke penginapan wisatawan atau
permukiman penduduk.
Selain keamanan dari tindakan terorisme, salah tindakan dasar pemerintah
dalam menajga keamanan adalah meminimalisasi tindakan kriminal yang menjadi
definis sedehana dari keamanan di lingkup daerah. Pembangunan wilayah yang
terus-menerus dilakukan pemerintah akan menciptakan suatu jurang di
masyarakat, entah jurang ekonomi maupun status sosial. Menurut Bruce (1997),
pembangunan wilayah yang tidak memperhatikan aspek keamanan dan
kriminalitas cenderung berpotensi menciptakan wilayah yang criminal-friendly
karena pembangunan tersebut tidak memperhatikan kehidupan kelompok tertentu
yang mendorong perbuatan kriminal.24
Tindakan kriminal jika dibiarkan bisa mengakar dan meluas menjadi
tindakan radikal berupa aksi terorisme seperti yang dijelaskan di atas. Pertahanan
dan keamanan (safety and security) merupakan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan dari industri pariwisata suatu negara. Perspektif
tersebut dikemukakan oleh Magi (2001).25 Kegagalan mengelola keamanan dan
pertahanan di daerah potensi pariwisata berarti menyiapkan daerah untuk gagal
dalam mensejahterahkan masyarakat. Teorisme gagal diatasi akan mengganggu
pariwisata. Jika pariwisata terancam, maka kepercayaan asing menurun sehingga
perekonian daerah tersebut sulit maju. Berikut ini diagram korelasi terorisme,
pariwisata, dan ekonomi yang dijelaskan oleh Magi.
24 D. Bruce, “Community Safety and Security: Crime Prevention and Development at the LocalLevel”, African Security Review, Vol. X (4), 1997, hal. 33.25 L. M. Magi, “Tourism Safety and Security in Kwazulu-Natal: Perception, Reality, andProspects”, Presentation Paper for International Geographical’s Union Commission Conference,Ceju, South Korea, August 9-13, 2000, hal. 15.
14
TOURISM
ECONOMY
TERRORISM
GAMBAR I.1.26
Diagram Korelasi Terrorism, Tourism, dan Economy
1.3.3. Strategy and The Role of Government in Tourism
Ketika pembangunan suatu negara pada periode kepemimpinan stakeholder
tertentu mengalami permasalahan, maka permasalahan tersebut menjadi pekerjaan
rumah bagi kepemimpinan stakeholder periode berikutnya. Ketika permasalahan
sudah dieskalasi menjadi prioritas, maka kebijakan untuk menyelesaikan maslah
tersebut diperlukan oleh stakeholder. Dari strategi tersebut, stakeholder dalam hal
ini pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lain di industri pariwisata
perlu menyiapkan strategi yang mendukung teratasinya permalasahan dampak
terorisme dalam pembangunan pariwisata. Dalam sistem pemerintahan di
Indonesia, mulai era Susilo Bambang Yudoyono, kebijakan disusun dalam jangka
26 Ibid.
15
panjang dan menengah dalam bentuk Rancangan Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Kedua bentuk perumusan kebijakan tersebut menggantikan Garis-garis
Besar haluan Negara yang dicanangkan sejak era Orde Baru. Menurut Hart (1967)
yang memformulasikan teori strategi modern mengadopsi teori strategi
Clausewitz, strategi adalah seni mendistribusikan dan mengaplikasikan maksud
untuk memenuhi akhir dari suatu kebijakan.27 Artinya, kebijakan yang dibuat
berdasarkan masalah atau fenomena tertentu bisa dicapai jika bersifat strategis
atau memiliki strategi yang mensinkronisasi maksud, tujuan, dan proses.
Menurut laporan World Economic Forum atau WEF ada 10 variabel yang
dapat mempengaruhi ketidakstabilan sektor pariwisata di suatu negara. Masalah
yang dihadapi Indonesia pasca Bom Bali adalah variable terrorism. Peristiwa
Bom Bali menjadikan sektor pariwisata Indonesia menjadi tidak stabil. Kerugian
yang diderita negara tidak sedikit. Perjalanan pariwisata sulit ditebak baik
buruknya karena variabel yang dirangkum oleh WEF ternyata relevan dengan
keadaan dunia pada era ini. Peran serta strategi yang diterapkan oleh pemerintah
pada suatu Negara menjadi tolak ukur bagi perkembangan serta kemajuan sektor
pariwisata, contohnya Indonesia. Konsep yang digunakan penulis dalam
membahas mengenai strategi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
memulihkan sektor pariwisata pasca Bom Bali lalu yaitu konsep peranan
pemerintah atau the role of government yang dikembangkan oleh James Elliott28
27 B.H.L. Hart, Strategy: The Classic Book of Military Second Revised Edition, Meridien, 1991,hal. 10-15.28 James Elliott, Tourism: Politics and Public Sector Management, New York: Routledge, 2002,hal. 2.
16
“Governments are a fact in tourism and in the modern world.
The industry could not survive without them. It is only governments
which have the power to provide the political stability, security and
the legal and financial framework which tourism requires.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pariwisata di
suatu negara tidak akan jalan tanpa adanya pemerintah. Pemerintah sangat
berperan dalam membantu meningkatkan sektor pariwisata karena pemerintah
dapat membuat suatu keputusan atau kebijakan. Pemerintah dapat memaksa, serta
memberikan sinergi melalui manajemen sektor publik. Pariwisata tidak sekedar
aktivitas ekonomi atau suatu industri saja, pariwisata merupakan fenomena
dinamis yang mendunia yang dapat menarik banyak negara di dunia serta dapat
mempengaruhi masyarakat di dalamnya.29 Pemerintah sadar bahwa pariwisata
merupakan sektor penting dalam perekonomian. Pemerintahan Indonesia sangat
kuat karena didukung dan dibantu oleh aktor - aktor lainnya. Dalam menjalankan
fungsinya, peran pemerintah juga didukung aktor – aktor seperti tabel berikut.30
Tabel I.3.31
Komunitas Kebijakan Pariwisata
Komunitas Anggota
Legislatif Kongres/Parlemen, Majelis Tinggi,
Wakil-wakil Terpilih
29 Ibid, hal. 430 Ibid, hal. 931 James Elliott, 2002, hal.9.
17
Eksekutif Pemerintah Pemerintah Pusat dan Daerah,
Menejemen Sektor Publik, Menteri
Pariwisata, Otoritas
Hukum/Perusahaan Bisnis, Organisasi
Pariwisata Nasional, Usaha Bersama
Dengan Swasta
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
Departemen Majelis Terpilih, Dewan
Terpilih, Perusahaan dan Menejemen
Sektor Publik
Kelompok Kepentingan Organisasi Non-Pemerintah,
Kelompok Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan
Industri Hotel, Agen Perjalanan, Penerbangan,
Serikat Buruh, Taman Hiburan
Partai Politik, Opini Publik, Media
Massa
Masyarakat Madani, Rakyat, Warga
Negara Lain
Cabang Yudisial Pengadilan: Konstitusional, Nasional,
Lokal
Organisasi Internasional World Tourism Organisation (WTO),
United Nations Development
Programme (UNDP), World Bank,
Asian Development Bank
18
Tujuh elemen di atas yang membantu pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya untuk memajukan industri pariwisata. Di Indonesia, keberhasilan konsep
peranan pemerintah ini didukung kuat oleh beberapa badan seperti Executive
Branch Government, State Government & Local Government, Interest/pressure
Group, hingga Industry.
Karena kebijakan pemerintah berperan dalam mengatur industri dan
aktivitas pariwisata, analisis multilevel kebijakan pariwisata secara turun-temurun
fokus pada decision making di tingkat provinsi atau daerah.32 Di daerah,
banyaknya aturan akan mendorong bagaimana pariwisata berevolusi secara
bertahap naik, sehingga kebijakan pariwisata daerah akan mempengaruhi aspek
pengembangan pariwisata (Williams, 1998).33 Menurut Williams, pembahasan
mengenai kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata tidak bisa
menggunakan disiplin ilmu pariwisata tunggal karena ilmu pariwisata itu sendiri
merupakan ilmu turunan yang bersifat praktikal. Oleh karena itu, pembahasan
atau analisis mengenai kebijakan pariwsata memerlukan kontrbusi dari berbagai
disiplin ilmu, seperti ilmu politik dan ilmu ekonomi. Peran serta pemerintah
daerah dan aktor non pemerintah di daerah dalam kebijakan pariwisata memiliki
justifikasi di lapangan bahwa lembaga-lembaga tersebut adalah pihak yang paling
mengerti bagaimana pariwisata berinterkasi dengan kebutuhan dan lingkungan di
daerah serta bagaimana cara mengelola yang sesuai dengan kondisi tersebut
(Elliot, 1997).34
32 J. Craik, Resorting to Tourism: Cultural Policies for Tourist Development in Australia, NorthSidney: Allen & Ulwin. 1991, hal. 30.33 S. William, Tourism Geography, London: Routledge, 1998, hal 22.34 James Elliot, hal. 20.
19
Selanjutnya peneliti akan menggunakan konsep two-level game theory yang
dikembangkan oleh Robert Putnam. Putnam membagi cara penyelesaian resolusi
konflik ke dalam level domestik dan level internasional.35 Penyelesaian resolusi
konflik pada level domestik dilaksanakan oleh eksekutif atau pemerintah melalui
pembangunan koalisi bersama dengan aktor – aktor masyarakat, sedangkan di
tingkat internasional, eksekutif menerapkan apa yang menjadi tujuan Negara
tanpa melakukan apa pun yang dianggap dapat merugikan stabilitas dalam
negeri.36 Pembagian tingkatan tersebut dilakukan demi kesejahteraan masyarakat
dan pembangunan industri pariwisata Indonesia. Putnam menegaskan bahwa37:
“At the national level, domestic groups pursue their
interests by pressuring the government to adopt favourable
policies. At the international level, national governments seek to
maximize their own ability to satisfy domestic pressures, while
minimizing the adverse consequences of foreign developments.”
Kesimpulan dari kumpulan argumen Putnam tersebut adalah peranan
pemerintah di suatu negara sangat penting. Karena pemerintah dapat membuat
suatu kebijakan yang dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak.
Sedangkan di tingkat internasional, pemerintah harus berusaha untuk
memaksimalkan kemampuan mereka sendiri demi memenuhi keinginan dari aktor
domestik, dan meminimalkan konsekuensi merugikan dari aktor eksternal yang
bekerjasama dengan pemerintah.
35 Wikipedia, Two-Level Game Theory, <http://en.wikipedia.org/wiki/Two-level_game_theory>,diakses tanggal 4 April 2013.36 Ibid.37 R.D. Putnam, E. Peter, dan Harold Karan, Double-Edge Diplomacy: International Bargainingand Domestic Politics, Berkeley: University of California Press, 1993, hal.434.
20
Gambar I.2.38
Faktor - Faktor Daya Saing Dalam Pariwista
Gambar di atas menjelaskan bahwa persaingan pariwisata dunia dapat
dibagi menjadi 14 faktor pilar utama yang diharapkan mampu menjadi tolak ukur
bagi setiap aktor yang menjalankan fungsi negara untuk meningkatkan daya
saingnya dalam sektor pariwisata. Karena pariwisata sulit ditebak masa depannya,
ada beberapa faktor yang dapat menghalangi kemajuan sektor ini seperti bencana
alam, ketidakstabilan politik internal suatu negara, hingga kasus terorisme yang
beberapa tahun belakangan ini sering terjadi. Thailand sudah cukup berhasil
dalam menerapkan 14 pilar penting tersebut. Meskipun stabilitas politik nasional
sering kolaps, pariwisata mereka tidak mati. Pembagian peran pemerintah pusat
38 World Economic Forum, The Travel & Tourism Report 2013, 26 April 2013,<http://www.weforum.org/docs/WEF_TT_Competitiveness_Report_2013.pdf>, diakses tanggal 26Desember 2014.
21
dan daerah juga menjadi pilar utama penentu persistensi pariwisata Thailand.
Konsep tersebut di atas juga bisa dibuktikan berlangsung di Indonesia pasca Bom
Bali karena pemerintah Indonesia mampu menunjukkan kinerjanya yang dibantu
oleh beberapa aktor dalam usaha memulihkan sektor pariwisata pasca peristiwa
Bom Bali tersebut.
1.4. Hipotesis
Strategi yang digunakan pemerintah Indonesia dalam recovery Pariwisata
Indonesia pasca Bom Bali antara lain:
Domestic Srategy dengan memerangi terorisme, menjaga kemanan, serta
melakukan MICE Tourism untuk mengembalikan citra pariwisata Indonesia,
sedangkan International Strategy dengan melakukan promosi secara besara-
besaran, melakukan diplamasi agar travel warning dan travel ban yang ditujukan
terhadap Indonesia dicabut.
1.5. Metodologi
a. Teknik pengumpulan data
Untuk pengumpulan data penulis menggunakan studi kepustakaan, dimana
data - data tersebut diambil dari buku - buku, surat kabar, jurnal, internet serta
sumber - sumber lain yang mempunyai keterkaitan serta mendukung masalah ini.
b. Teknik analisis data
Untuk metode analisis, penulis menggunakan teknik deskriptif analisis,
yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara rinci suatu
22
fenomena tertentu atas data yang bersifat kualitatif dan dianalisis dengan kerangka
teori yang digunakan.
1.6. Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini menjabarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang
lingkup, penelitian terdahulu, landasan teori, hipotesis, metodologi, dan
sistematika penulisan.
Bab 2 Komparasi Pariwisata Indonesia Sebelum dan Setelah Bom Bali
Bab ini berisi ulasan tentang perkembangan pariwisata Bali sebelum dan
sesudah Bom Bali dilihat dari periode-periode.
Bab 3 Strategi Domestik Pemulihan Pariwisata Indonesia Pasca Bom Bali
Bab ini berisi pemaparan strategi yang dilaksanakan pemerintah untuk
memulihkan pariwisata Bali pasca Bom Bali di level domestik.
Bab 4 Strategi Internasional Pemulihan Pariwisata Indonesia Pasca Bom Bali
Bab ini memaparkan analisis strategi pemerintah dalam memulihkan
pariwisata Bali dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan, termasuk peran pihak lain (nonpemerintah) yang menjadi pemangku
kepentingan juga dalam pariwisata.
Bab 5 Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta masukan
untuk pihak-pihak terkait penelitian ini.