bab i pendahuluan a. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar atau kota pendidikan.
Sebutan sebagai kota pelajar sampai saat ini masih melekat pada kota Yogyakarta
karena wilayah ini masih menjadi tujuan dalam hal menuntut ilmu bagi kaum
pelajar dan mahasiswa dari seluruh wilayah di lndonesia dan negara sekitar
(Sudaryanto, 2005; 415). Beberapa hal yang menyebabkan kaum terpelajar
tertarik menuntut ilmu di Yogyakarta misalnya biaya hidup yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan kota besar lainnya, citra Yogyakarta sebagai kota
yang aman dan nyaman, dan keadaan fasilitas sosial dan fisik yang menunjang
untuk belajar. Selain itu dibandingkan dengan daerah lain, sekolah dan perguruan
tinggi di Yogyakarta cenderung memiliki mutu yang lebih baik. Keadaan tersebut
menjadi daya tarik mahasiswa untuk datang ke Yogyakarta.
Meskipun ada berbagai isu negatif seperti pergaulan bebas,
penyalahgunaan narkoba, tawuran dan premanisme, namun mahasiswa terus
berdatangan untuk menuntut ilmu di Yogyakarta. Predikat kota Yogyakarta yang
telah melekat sebagai kota pelajar dan kota pendidikan, menjadikan kota ini
menjadi incaran utama bagi para calon mahasiswa dari berbagai wilayah di
lndonesia untuk melanjutkan jenjang pendidikannya (Dianasari, 2010 : 15). Setiap
tahun ajaran baru mahasiswa terus berdatangan di Yogyakarta. Bahkan ada calon
mahasiswa yang telah berada di Yogyakarta untuk mengikuti bimbingan belajar
1
2
guna mengikuti tes masuk pada tahun berikutnya.
Yogyakarta menjadi daerah tujuan belajar bagi para lulusan Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan sederajat, karena di kota ini banyak tersebar
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dengan berbagai macam program
studi (Utomo, 2009 ; 2). Perguruan tinggi di Yogyakarta menawarkan berbagai
jenis jurusan dan keahlian. Menurut Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta, sampai dengan tahun ajaran 2012/2013, di
Yogyakarta tercatat 135 perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri, perguruan
tinggi kedinasan dan perguruan tinggi swasta, dengan 78 fakultas dan 465
program studi. Rinciannya adalah 5 perguruan tinggi negeri, 7 perguruan tinggi
kedinasan, dan 123 perguruan tinggi swasta (www.pendidikan-diy.go.id, diakses
12 Februari 2013 pukul 17.23 WIB).
Menurut data koordinator perguruan tinggi swasta (kopertis) wilayah
lima, sampai saat ini di Yogyakarta tercatat 125 buah perguruan tinggi swasta,
diantara itu yang aktif berjumlah 123 buah (www.kopertis5.org, diakses 12
Februari 2013, pukul 18.22 WIB). Perguruan tinggi swasta (PTS) di Yogyakarta
tersebut hadir dengan berbagai jenis lembaga yaitu universitas, sekolah tinggi,
politeknik, institut serta akademi. Perguruan Tinggi Swasta menjadi alternatif
bagi mereka yang tidak diterima Perguruan Tinggi Negeri.
Dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, yang menjadi tujuan
paling banyak adalah UGM. Sampai sekarang UGM masih memiliki nama besar
dan dipercaya memiliki kualitas yang tinggi bagi sebagian besar masyarakat di
Indonesia, hal tersebut menjadikan UGM sebagai pilihan utama kuliah di
3
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu perguruan tinggi
terbaik di Indonesia. Menurut pengumuman yang dirilis Webometrics, UGM
berada di peringkat peringkat 440 dunia, peringkat 10 di Asia Tenggara, peringkat
ini merupakan yang terbaik dibandingkan perguruan tinggi lain di lndonesia
(www.webometrics.info, diakses 12 Februari 2013 pukul 19.33 WIB).
Mahasiswa pendatang di Yogyakarta itu berinteraksi dengan masyarakat
setempat sehingga menemukan situasi yang berbeda dengan kehidupan di tempat
asalnya. Mahasiswa-mahasiswa tersebut tersebar di berbagai sudut kota dengan
kecenderungan tinggal di sekitar kampus masing-masing. Dalam situasi yang
berbeda dengan daerah asalnya, mereka perlu menyesuaikan diri untuk
mengurangi gesekan nilai dan kebiasaan dengan masyarakat yang telah lama
tinggal di daerah itu, dengan cara memahami dan menghargai nilai dan kebiasaan
yang dianut masyarakat setempat. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam pergaulan diantara mereka. Apa yang dianggap baik
belum tentu dapat diterima dan dianggap baik oleh masyarakat setempat.
Misalnya dalam hal berbicara atau berperilaku. Pada dasarnya mereka masing-
masing memiliki pandangan yang berbeda terhadap nilai-nilai budaya yang
dianggap baik atau sopan.
Perbedaan ini berpengaruh pula terhadap sikap, kebiasaan, tingkah laku,
dan cara interaksi masing-masing individu dalam kehidupan sehari-hari.
Hubungan ini banyak ditentukan oleh lingkungan sosial di mana mereka berada.
Keberadaan mahasiswa sebagai pendatang di tengah-tengah kehidupan
masyarakat akan membangun sebuah proses sosial. Bentuk umum proses sosial
adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
4
yang dinamis dan menyangkut hubungan antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Secara umum mahasiswa diartikan sebagai seseorang yang menuntut
ilmu di perguruan tinggi. Dari asal katanya, mahasiswa berasal dari kata maha dan
siswa. Membahas tentang mahasiswa di Yogyakarta sangat menarik dari berbagai
sisi. Mahasiswa pendatang membutuhkan tempat tinggal sementara selama
menempuh kuliah di Yogyakarta. Kebutuhan tempat tinggal bagi manusia
merupakan kebutuhan pokok bahkan merupakan kebutuhan yang tidak bisa
digantikan. Besarnya jumlah para mahasiswa yang datang ke kota ini membawa
akibat tuntutan kebutuhan tempat tinggal sementara (pondokan) tetap diperlukan
selama mereka menuntut ilmu (Sudaryanto 2005 ; 417).
Beberapa pilihan tempat tinggal bagi mahasiswa adalah asrama, kontrak
rumah, pondok pesantren mahasiswa, jaga masjid, dan kos. Bagi yang mempunyai
keluarga atau kerabat bisa menumpang tinggal pada kerabat, meskipun sekarang
hal ini jarang dilakukan. Definisi asrama menurut KBBI ialah bangunan tempat
tinggal yang bersifat homogeny (sejenis). Asrama mahasiswa di Yogyakarta dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu asrama mahasiswa daerah dan asrama kampus.
Beberapa kampus memiliki asrama yang disediakan sebagai tempat tinggal
mahasiswa, misalnya UGM yang memiliki asrama putra Cemara Lima, asrama
putri Ratnaningsih, asrama putra Darmaputra, dan Rusunawa, UMY yang
memiliki University Residence (Unires).
Asrama mahasiswa daerah ialah asrama yang dibangun oleh pemerintah
daerah untuk mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut. Banyaknya asrama
mahasiswa daerah di Yogyakarta merupakan fenomena dan keunikan tersendiri.
5
Asrama-asrama daerah menjadi semacam perwakilan daerah-daerah (propinsi-
propinsi) di Indonesia dan dengan demikian semakin menegaskan ciri khas
Yogyakarta sebagai lndonesia mini (Zudianto, 2008 ; 81). Asrama mahasiswa
daerah juga menampilkan kekhasan daerah dalam bentuk bangunan, simbol-
simbol daerah, dan adanya organisasi mahasiswa daerah. Ada ide untuk
menjadikan asrama mahasiswa daerah sebagai anjungan daerah. Menurut data
Jogja Direktory (www.JogjaDirectory.com, diakses 12 Februari 2013, pukul 19.22
WIB), tercatat ada 54 asrama mahasiswa daerah di Yogyakarta, 11 terletak di
wilayah kabupaten Sleman, 43 terletak di wilayah Kotamadya Yogyakarta.
Sedangkan menurut data Diknas propinsi tercatat ada sekitar 30 asrama
mahasiswa daerah (www.pendidikan-diy.go.id, diakses 12 Februari 2013 pukul
19.44 WIB).
Ada pilihan bagi mahasiswa yaitu tinggal di rumah yang dikontrakkan.
Yang dimaksud dengan kontrak rumah ialah menyewa rumah. Kontrak rumah
merupakan bentuk satu rumah yang disewakan kepada masyarakat khususnya bagi
para pelajar dan mahasiswa yang bertempat tinggal di sekitar kampus, selama
kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa dan harga yang disepakati
(Utomo, 200;11). Di Yogyakarta terdapat banyak rumah kosong yang disewakan
di lokasi dekat kampus, biasanya para penyewa adalah para mahasiswa pendatang
yang akan ditinggali bersama-sama dengan sekelompok teman agar lebih hemat.
Terdapat pilihan lain berupa tempat tinggal untuk mahasiswa yang
dinamakan pondok pesantren mahasiswa. Bentuknya seperti kos namun dikelola
seperti pondok pesantren, sehingga disebut pondok pesantren mahasiswa. Ada
juga mahasiswa yang memilih tinggal di masjid dengan tugas mengurusi masjid
6
atas seizin pengurus. Hal seperti ini sangat kecil jumlahnya, namun fenomena ini
dapat ditemui pada berbagai masjid di sekitar kampus. Masjid menyediakan
tempat tinggal bagi mahasiswa yang menjadi takmir. Mahasiswa yang tinggal di
masjid tersebut mengurusi masjid dan menjaga kebersihan, sebagai imbalannya ia
diberikan tempat tinggal untuk tidur di bagian masjid.
Pilihan tempat tinggal yang banyak dipilih oleh mahasiswa pendatang
ialah kos. Yang biasa disebut kos adalah menyewa kamar. Istilah kos banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun tidak ada istilah, definisi yang
jelas dan paten dari kos. Dalam beberapa kamus bahasa lndonesia istilah kos
merujuk pada kata indekos. Menurut Dianasari (2010 ; 24), banyaknya mahasiswa
dari luar kota Yogyakarta yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di
kota ini mengakibatkan menjamurnya kos-kosan, khususnya di wilayah sekitar
kampus, karena pada umumnya sebagian besar mahasiswa tersebut lebih memilih
bertempat tinggal di kos-kosan yang letaknya berdekatan dengan keberadaan
kampus mereka. Menurut Soemantri (dalam Misbah 2007 ; 149) berbagai alasan
yang menyebabkan mahasiswa memilih tinggal atau mondok di lokasi dekat
kampus ialah dapat menghemat biaya transportasi, tersedia berbagai fasilitas yang
dibutuhkan bagi mahasiswa, dan kemudahan memperoleh informasi karena dekat
dengan sesama mahasiswa.
Dahulu, kamar kos yang disewakan menjadi satu rumah dengan pemilik
kos dan keluarganya. Dengan kondisi fisik rumah yang menyatu antara pemilik
dengan anak kos, dan kamar yang disewakanpun tidak terlalu banyak maka
hubungan sosial dapat terlihat adanya suasana dan peran seperti dalam keluarga.
Ikatan batin dan sosial terjalin dan terlihat dimana adanya kegiatan bersama dalam
7
rumah seperti, makan, saling membantu, saling berbagai. Penghuni kos
menganggap induk semang sebagai pengganti orangtua, dan keluarga yang
ditinggali layaknya keluarga sendiri. Anak kos dan keluarga pemilik rumah
cenderung menganggap sebagai hubungan keluarga. Antara para penghuni kos
dengan keluarga pemilik rumah terjalin hubungan saling menyayangi. Bahkan
jika ada anak yang lebih kecil di keluarga induk semang bisa dianggap
seperti adik oleh anak kos, sehingga anak kos kadang berhubungan dekat dan
berlaku layaknya seorang kakak misalnya mengajari mengaji, membimbing
belajar, dan bermain. Induk semang memiliki beban moral untuk turut
bertanggungjawab dalam membimbing dan mendidik anak kos. Sebaliknya anak
kos juga memandang induk semang sebagai pengganti orang tua sehingga merasa
memiliki kewajiban untuk mentaati.
Hubungan kekeluargaan kadang bukan hanya terjalin antara pemilik kos
dengan anak kos tapi juga terjalin dengan orang tua anak kos. Sehingga kadang
orang tua anak kos seperti menitipkan anak mereka pada pemilik kos. Akibat dari
hal ini maka pemilik kos memiliki rasa tanggungjawab turut membimbing dan
mendidik anak kos. Pada waktu itu terkadang pemilik kos terkadang tidak
mematok harga sehingga penghuni kos membayar sesuai kemampuan. Anak kos
juga membantu dan berpartisipasi bila pemilik kos atau keluarga pemilik kos
memiliki pekerjaan atau kegiatan. Mantan anak kos yang telah lama
meninggalkan kos dan menjadi orang sukses, masih berkomunikasi kepada
mantan induk semangnya, dan merasakan bahwa mantan ibu kos dan
keluarganya turut berjasa.
8
Hubungan antara pemilik kos dengan anak kos pada masa lalu merupakan
hubungan sosial dan ekonomi. Hubungan sosial yang berwujud hubungan
kekeluargaan lebih menonjol meskipun tidak terlepas dari hubungan ekonomi.
Seiring dengan berjalannya waktu, keadaan semakin berubah, hubungan antara
anak kos dengan induk semang mengalami pergeseran dan perubahan sampai kini.
Menurut lsnaini (2004 ; 29) kehidupan di kos-kosan dari waktu ke waktu
mengalami perubahan, pada mulanya orang yang menyewa atau menempati ruang
milik penduduk dan mengutamakan paseduluran, namun selanjutnya berkembang
menjadi hubungan antara penyewa dan pemilik kamar yang disewakan.
Kebanyakan kamar-kamar kos pada masa kini terpisah dengan keluarga
pemilik kos, walaupun dalam satu rumah, bangunan kos kemudian lebih banyak
terpisah dengan rumah utama. Bahkan banyak juga kos yang pemilik (induk
semang) tidak berada di lingkungan kos. Hal inilah merupakan salah satu faktor
yang membuat hubungan sosial yang berubah. Jika pemilik kos tinggal dalam satu
rumah dengan penghuni kos, hubungan sosial kekeluargaan juga tidak terlalu
dekat. Hubungan sosial telah berubah, antara anak kos dengan induk semang dan
keluarganya tidak banyak berhubungan sosial apalagi menganggap sebagai
keluarga. Pemilik kos cenderung tidak banyak berhubungan dengan anak kos,
apalagi membimbing dan menggantikan peran sebagai orangtua. Anak kos juga
tidak menganggap induk semang dan keluarganya seperti keluarga, apalagi
menganggap induk semang layaknya pengganti orangtua yang wajib ditaati.
Hubungan kekeluargaan antara pemilik kos (induk semang) dengan
penghuni kos telah berubah tidak seperti pada masa lalu. Sekarang hubungan
antara pemilik, pengelola dan penghuni kos ialah sedikit hubungan sosial namun
9
lebih banyak hubungan ekonomi. Jika sebelumnya hubungan antara pemondok
dengan pemilik pondokan bersifat kekeluargaan, dimana pemilik pondokan sering
dianggap sebagai orang tua kedua, maka pada saat ini hubungan tersebut
cenderung bersifat ekonomis (Sanityastuti, 2002 ; 3). Dengan memandang bahwa
tempat kos sebagai sumber investasi yang menghasilkan uang maka dalam jasa
kos lebih banyak cenderung pada hubungan ekonomi, bahkan bisa yang penting
bayar. Analogi yang digunakan ialah ketika orang berbelanja di pasar tradisional
maka akan terjadi hubungan sosial karena terjadi tawar menawar namun ketika
berbelanja di pasar modern maka hanya jual beli.
Wilayah sekitar UGM dan UNY, daerah/kampung yang berkembang
menjadi daerah kos-kosan dan banyak dihuni mahasiswa di sekitar kampus adalah
kampung Terban, Sagan, Pogung, Deresan, Karangmalang, Blimbingsari,
Sendowo, Condongcatur, Gejayan, dan sebagainya. Di daerah tersebut banyak
tersedia jasa kos sehingga dalam satu lingkungan bisa saja jumlah mahasiswa kos
lebih banyak dibandingkan dengan penduduk local, karena dalam satu tempat kos
banyak dihuni mahasiswa. Hal tersebut menunjukkan fenomena tersendiri.
Dengan adanya kawasan kos yang menjadi mahasiswa, juga berpengaruh
terhadap kawasan itu, karena selain kebutuhan akan tempat tinggal, mahasiswa
juga memiliki berbagai kebutuhan. Oleh karena itu daerah yang menjadi wilayah
kos rata-rata berkembang pesat. Keberadaan mahasiswa baru di Yogyakarta
memberikan banyak peluang usaha yang bisa dilakukan oleh masyarakat sekitar
kampus. Peluang tersebut adalah penyediaan tempat usaha perumahan mahasiswa,
membuka toko, warung makan, dan usaha jasa lainnya (Utomo 2009 ; 3). Menurut
Sanityastuti, (2002 ; 6) berbagai fenomena sosial ekonomi lainnya juga telah
10
mengiringi maraknya bisnis tempat pondokan melalui usaha perdagangan yang
menyediakan berbagai kebutuhan para mahasiswa seperti warung makan, toko
sandang, toko alat tulis, fotokopi, penyewaan komputer, warung internet (warnet),
play station dan lain-lain.
Hal tersebut karena banyaknya mahasiswa di Yogyakarta sehingga
memberikan peluang usaha yang mencukupi kebutuhan mahasiswa, sehingga
sektor yang memenuhi kebutuhan mahasiswa berkembang. Semua usaha itu
adalah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan papan, pangan dan sandang
serta hiburan, sehingga mahasiswa dapat memenuhi kebutuhannya dan
memberikan peluang masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Banyak
juga pelaku usaha yang menyasar mahasiswa sebagai target pemasaran seperti
aneka macam tempat penjualan, hiburan malam, tempat makan, dan tempat
olahraga.
Menurut Husain Fahim (dalam Salim, 2010 ; 417) :
Antropologi secara umum dapat dipahami sebagai suatu metode yang
berusaha untuk menghimpun pengetahuan tentang manusia dari berbagai
aspek, untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang manusia,
kehidupannya, serta kontribusi pada peradapan masa lalu dan masa kini,
sehingga memiliki kemampuan untuk membaca tipologi kehidupan masa
depan.
Dengan sudut pandang tersebut maka Antropologi dapat digunakan untuk
melihat dan memperkirakan tipologi masa depan. Ke depannya Yogyakarta akan
tetap menjadi tujuan mahasiswa dari berbagai daerah di lndonesia untuk
melanjutkan studi, meskipun beberapa kota lain di lndonesia berkembang
pendidikannya. Hal tersebut dikarenakan Yogyakarta masih memiliki daya tarik
termasuk magnet Universitas Gadjah Mada.
11
Berdasarkan latar belakang di atas menarik untuk dapat meneliti tentang
“lnteraksi Sosial Mahasiswa Kos dengan Lingkungannya di Yogyakarta”.
Sehingga akan diketahui tentang alasan mahasiswa pendatang di Yogyakarta
dalam memilih suatu tempat kos, hubungan sosial antara anak kos dengan pemilik
kos dan menggambarkan bagaimana anak kos berinteraksi dengan lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
Yogyakarta menjadi tujuan mahasiswa pendatang dari berbagai daerah.
Mahasiswa pendatang tersebut memiliki kebutuhan pokok yaitu tempat tinggal.
Kos menjadi pilihan utama tempat tinggal bagi mahasiswa pendatang, sehingga
hal ini menarik untuk dilihat, diteliti dari berbagai sisi dan sudut pandang.
Pembahasan mengenai mahasiswa kos di Yogyakarta memang sangat
luas. Sekarang kos juga telah menjadi investasi atau industrialisasi yang
menghasilkan keuntungan ekonomi. Banyak hal menarik dari mahasiswa kos di
Yogyakarta, namun yang akan dilihat adalah alasan mahasiswa dalam memilih
kos, hubungan sosial mahasiswa kos dengan pemilik kos dan interaksi sosial
mahasiswa kos dengan lingkungan sosial tempat tinggalnya (kos). Berdasarkan
hal tersebut, maka fokus penelitian ini menggunakan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pertimbangan mahasiswa pendatang dalam memilih suatu tempat kos?
2. Bagaimana hubungan sosial antara mahasiswa penghuni kos dengan pemilik
kos?
3. Bagaimana anak kos berinteraksi dengan lingkungannya?
12
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini membahas interaksi sosial mahasiswa kos dengan
lingkungannya di Yogyakarta. Tujuan penelitian secara umum adalah untuk
melihat dan menggambarkan perilaku kehidupan mahasiswa di Yogyakarta di
tempat tinggalnya (kos). Seperti diketahui, kos-kosan di Yogyakarta telah sedang
dan akan terus berkembang. Yang akan dilihat adalah hubungan sosial antara
penghuni kos dengan pemilik kos. Hubungan sosial antara penghuni kos dengan
berkembang.
Tujuan secara khusus ialah menjelaskan apa alasan mahasiswa pendatang
memilih tinggal di kos, menjelaskan hubungan sosial antara mahasiswa yang kos
dengan pemilik kos, menjelaskan hubungan mahasiswa di tempat kos dengan
masyarakat di sekitar tempat kos. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan ;
1. Alasan mahasiswa pendatang di Yogyakarta dalam memilih suatu tempat kos.
2. Hubungan sosial antara anak kos dengan pemilik kos.
3. Interaksi sosial anak kos dengan lingkungannya.
D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memenuhi
manfaat antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara akademis
keberadaan mahasiswa yang kos di wilayah sekitar kampus UGM, sekaligus
mengetahui beberapa kemungkinan interaksi sosial antara pemilik kos
13
dengan penghuni kos di tengah-tengah masyarakat Yogyakarta.
2. Bagi mahasiswa.
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi kepada
mahasiswa yang merantau untuk menempuh pendidikan di Yogyakarta,
sehingga menjadi referensi dalam pengembagan komunikasi sosial yang
positif dan konduktif.
3. Bagi ilmu pengetahuan.
Menambah wawasan dan pengetahuan kepada pihak pemerhati sosial,
mahasiswa program studi antropologi, mahasiswa lain, dan masyarakat pada
umumnya, mengenai pola interaksi sosial. Memberikan kontribusi serta
menambah wawasan dalam memahami masyarakat yang multi etnis untuk
terhindar dalam ketegangan-ketegangan dalam masyarakat akibat sikap
etnosentrisme.
E. Landasan Teori
Interaksi antar individu ditandai dengan penggunaan simbol-simbol,
interpretasi, atau dengan saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.
Dalam pandangan interaksionisme, proses kehidupan manusia secara sederhana
dapat digambarkan sebagai individu-individu, kemudian unit-unit tindakan yang
terdiri atas sekumpulan individu tertentu yang kemudian saling menyesuaikan
tindakan satu sama lain melalui proses sosial. Sedangkan pelaku tindakan
merupakan tindakan kolektif dari individu yang bergabung ke dalam kelompok
itu.
14
Menurut Blumer dalam Poloma (1994;216), interaksi bertumpu pada
premis bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna
yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Makna berasal dari interaksi seseorang
dengan orang lain. Makna-makna tersebut disempurnakan pada saat proses
interaksi berlangsung. Makna-makna tersebut berasal dari cara-cara orang lain
bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan “sesuatu”. Tindakan-tindakan
yang mereka lakukan akan melahirkan batasan bagi orang lain.
Blumer dalam Poloma (1994 ; 217), mengemukakan bahwa pelaku
memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan makna dalam hubungannya
dengan situasi di mana dia ditempatkan dan diarahkan tindaknnya. Interpretasi
tidak dianggap sebagai proses pembentukan makna yang dipakai dan
disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentuk tindakan.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa tindakan manusia adalah
interpretasi yang dibuat oleh manusia sendiri yang terdiri dari pertimbangan atas
berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar
bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu
mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan, sarana yang
tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain,
gambaran tentang diri sendiri dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu.
Pandangan interaksionisme pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi
acuan dalam melihat interaksi antara mahasiswa yang kos di wilayah Yogyakarta
terutama di sekitar UGM dengan pemilik kos dan lingkungan masyarakat.
Beranjak dari teori ini, maka tindakan mahasiswa kos di wilayah Yogyakarta
terutama di sekitar UGM merupakan suatu proses interaksi yang di dalamnya
15
tercakup simbol-simbol yang masing-masing pihak saling menginterpretasikan
makna yang ditangkapnya. Artinya tindakan mereka merupakan hasil pemaknaan
masing-masing terhadap realitas sosial. Dengan demikian, proses interaksi antara
keduanya merupakan proses yang saling menstimulus, merespon tindakan, serta
sebagai hasil proses interpretasi yang dalam hal ini membawa pada perubahan
sosial.
Manusia adalah makhluk individu disamping sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu manusia mempunyai dorongan atau motif untuk
memenuhi kepentingan pribadinya, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia
mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya
dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain
untuk berinteraksi. Interaksi merupakan kontak atau hubungan antara dua
individu atau lebih yang dapat menimbulkan gejala atau masalah baru. Salah satu
gejala baru yang terbentuk dari hasil interaksi ini adalah pembauran.
Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan
mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan pihak-pihak yang bersangkutan
melalui kontak langsung maupun tidak langsung ( Roucek dalam Soekanto, 1990 ;
60). Dalam hal ini mahasiswa kos dan masyarakat setempat melakukan proses
komunikasi dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang memungkinkan terjadinya
interaksi diantara mereka.
Gillin and Gillin dalam Soekanto (1990;61), menyatakan bahwa interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut
hubungan antara orang-perorang, antar kelompok manusia dan antara orang-
perorang dengan kelompok manusia. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial,
16
yaitu:
1. Adanya kontak sosial (social contact),
2. Adanya komunikasi.
Masyarakat di wilayah kos-kosan Yogyakarta terutama di sekitar kampus
UGM, dengan masyarakat pendukungnya yaitu mahasiswa dan masyarakat
setempat, dalam kehidupan sehari-hari menunjukan adanya suatu proses
komunikasi sosial. Arti terpenting dari komunikasi adalah seseorang memberikan
tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak
badaniah atau sikap), berdasarkan perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan
oleh orang tersebut. Dalam komunikasi ini sering terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Komunikasi tidak selalu
menghasilkan kerjasama, malah bisa menimbulkan suatu pertikaian yang terjadi
sebagai akibat dari salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah.
Adanya hubungan komunikasi antara mahasiswa kos dengan pemilik kos
setempat membawa implikasi. Ketika mahasiswa berkomunikasi dengan pemilik
kos dan masyarakat setempat, maka mereka saling bertukar pengalaman tentang
diri mereka masing-masing sehingga semakin mengikis perbedaan yang melekat
pada mereka. Sedangkan dampak negatifnya ketika masing-masing menggunakan
bahasa yang tidak dimengerti sehingga membuat kesalahpahaman karena salah
penafsiran yang akan menimbulkan masalah pada mereka.
Bentuk interaksi yang dapat muncul dari interaksi mahasiswa kos dengan
pemilik kos dan masyarakat, yaitu interaksi yang bersifat positif dan negatif.
Interaksi yang bersifat positif adalah interaksi yang diwarnai oleh sikap
kerjasama, sedangkan sikap negatif diwarnai oleh persaingan dan pertentangan
17
(konflik). Konflik merupakan salah satu bentuk dari proses interaksi sosial yang
terjadi antara orang-perorangan atau kelompok manusia. Konflik merupakan hasil
kompetisi antar individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok.
Konflik bisa bersumber dari berbagai macam sebab, antara lain adanya
kesalahpahaman atau karena belum adanya saling mengenal diantara mereka yang
berinteraksi. Konflik juga bisa terjadi akibat adanya perbedaan kebudayaan dan
pola-pola prilaku. Untuk menghindari konflik, maka mahasiswa kos dengan
pemilik kos dan masyarakat setempat yang mempunyai latar belakang yang
berbeda harus menyelesaikan pertentangan diantara mereka dan saling
menyesuaikan diri diri.
Proses sosial sebagaimana dalam penelitian ini, yang berupa interaksi
sosial memerlukan konsep yang diwujudkan dalam tindakan yaitu asimilasi
kebudayaan/perilaku (akulturasi), dalam pengertian lain adalah proses pertemuan
unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan mahasiswa
kos dengan pemilik kos secara temurun, yang diikuti dengan percampuran unsur-
unsurnya. Perbedaan antar unsur-unsur luar daerah dengan yang asli masih
tampak dalam proses, yang berupa hasil pertemuan kebudayaan atau bahasa
diantara anggota-anggota misalnya ditandai oleh peminjaman bahasa atau
bilingualism, yang bertalian dengan perubahan dalam pola-pola kebudayaan guna
menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas.
Tentang pembauran, Poerwadarmita (1996; 166) membedakan menjadi
tiga macam yaitu:
1. Pembauran sebagai suatu percampuran dimana unsur-unsur yang asli melebur
dan kehilangan identitasnya, misalnya: “ Sesendok teh gula dibaurkan dengan
18
air putih satu gelas.”
2. Pembauran dimana unsur-unsurnya nyaris kehilangan identitasnya tetapi
masih mempunyai kaitannya secara samar-samar, misalnya, “Kebudayaan
Madura dan kebudayaan Jawa yang telah berbaur.”
3. Pembauran dimana unsur-unsurnya tidak kehilangan identitasnya, melainkan
mengalami suatu penggabungan yang erat, misalnya: “masyarakat pendatang
dan masyarakat setempat yang dipersatukan supaya dapat saling kenal-
mengenal.”
Kebudayaan memang suatu hal yang menarik untuk dikaji. Budaya-
budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya
ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda. Dengan latar belakang sosial budaya
yang berbeda, bisa menimbulkan berbagai peristiwa antara lain konflik, integrasi
sosial, budaya maupun adaptasi perilaku. Cara berinteraksi sangat bergantung
pada budaya yaitu bahasa, aturan dan norma masing-masing.
Adaptasi komunikasi perilaku sendiri merupakan penyesuaian diri
terhadap lingkungan, pekerjaan atau pelajaran, yang ditunjukan untuk memuaskan
motif tertentu dimana perilaku sendiri mengalami serangkaian kegiatan aktifitas-
aktifitas yang mengarah ketujuan. Pada dasarnya perilaku yang termotivasi
mengarah pada pencapaian tujuan. Sebaliknya, aktivitas tujuan merupakan
keterlibatan dalam tujuan itu sendiri. Ketika manusia berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang-orang lain, ia dihadapkan dengan bahasa-bahasa,
aturan-aturan, dan nilai-nilai yang berbeda.
Adanya interaksi sosial yang antara mahasiswa kos dengan pemilik kos
dan masyarakat setempat sebagai akibat adanya kepentingan dalam dinamika
19
kehidupan akan mempertemukan individu untuk bergaul dengan individu lain
dalam kerjasama untuk mencapai tujuan. Pertemuan merupakan interaksi sosial
yang wajar yang akhirnya akan melahirkan sesuatu yang baru, tetapi tidak luput
dari hambatan-hambatan yang ada dalam proses interaksi tersebut.
Hambatan-hambatan atau masalah-masalah dalam rangka proses interaksi
sosial antara lain, etnosentrisme, stereotipe, prasangka, diskriminasi. Sulit bagi
seseorang untuk memahami budaya lain jika sangat etnosentris. Etnosentrisme
yaitu suatu kecenderungan individu yang menggunakan nilai dan norma
kebudayaannya sendiri sebagai tolak ukur untuk menilai dan memahami
kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam fenomena kehidupan sosial antar pergaulan,
etnosentrisme merupakan penghambat dalam komunikasi dan bisa menjadi
penyebab utama kesalahpahaman.
Dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ada interaksi sosial antar
individu, antar kelompok, dan antar individu dengan kelompok. Hubungan ini
merupakan suatu dinamika tersendiri dan diwarnai oleh bermacam-macam sikap,
pandangan maupun tingkah laku. Adapun materi dalam interaksi ini tergantung
kepada motivasi dan tujuan interaksi sosial tersebut. Sebelum mengalami
interaksi, maka individu yang memasuki arena sosial yang baru memerlukan
adaptasi dan kontak dengan lingkungan.
Adaptasi perilaku mahasiswa kos merupakan aktivitas yang mengarah
pada tujuan, yaitu proses sosialisasi untuk menuju terciptanya harmoni, sedangkan
adaptasi merupakan tujuannya. Menurut Effendi (2001 ; 33), selain interaksi
sosial, ada hubungan timbal balik dimana terlihat bentuk-bentuk dari komunikasi
antar kedua obyek yang terjadi dengan sendirinya. Bentuk komunikasi ini dapat
20
bersifat penuh dengan kehangatan, kebencian, agresifitas yang semuanya ini
merupakan dimensi dari interaksi sosial dan komunikasi sosial. Komunikasi
(communication) berasal dari perkataan latin communis yang berarti saling
(common). Jika kita melakukan komunikasi, kita sedang berusaha mengadakan
kesamaan (communnes) dengan orang lain. Ini berarti kita sedang berusaha
memberikan informasi, gagasan atau sikap.
Tanpa komunikasi kehidupan manusia tidak akan berjalan. Komunikasi
merupakan rantai penghubung antara pribadi-pribadi dalam kelompok yang biasa
disebut sebagai masyarakat, organisasi sosial. Jaringan hubungan antar manusia
yang kompleks dan rumit dihubungkan oleh jembatan bersama-sama yaitu
komunikasi. Dengan mengetahui prinsip-prinsip komunikasi, khususnya yang
menyangkut antar budaya dan kemudian mempraktekannya dengan baik, maka
diharapkan kesalahpahaman tentang persepsi perbedaan antar budaya dapat
dikurangi dengan memahami juga sedikitnya mengetahui bahasa (yang
merupakan salah satu cara berekspresi) dari perilaku budaya orang lain. Interaksi
antar dua kelompok individu dengan kebudayaan berbeda, memerlukan strategi
komunikasi yang efektif. Hubungan komunikasi penting dipahami dalam
berhubungan antar budaya.
Perilaku seseorang dapat mengandung makna, karena perilaku tersebut
dipelajari, diketahui, serta terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia
mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan
budaya mereka. Dalam pergaulan antar budaya, kadang-kadang nilai yang
dianggap positif dalam suatu budaya dipandang negatif atau netral dalam budaya
lain. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan personal dalam berhubungan dan
21
berinteraksi antar individu.
F. Metode Penelitian
Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari 4
orang mahasiswa kos laki-laki, 4 orang mahasiswa kos perempuan, dan 2 pemilik
kos. Kedelapan informan mahasiswa kos tersebut tinggal di daerah kos yang
berbeda. Informan mahasiswa kos yang diteliti semuanya merupakan mahasiswa
UGM, yang berasal dari jurusan yang berbeda. Mereka memiliki latar belakang
suku bangsa, asal daerah, kepribadian dan status sosial ekonomi yang berbeda
Kedelapan mahasiswa kos tersebut akan menunjukkan interaksi sosial mahasiswa
kos dengan lingkungannya, terutama dengan pemilik kos dan masyarakat di
sekitar kos mereka. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap dua informan
pemilik kos. Kedua informan dalam penelitian ini telah lama tinggal di
Yogyakarta dan membuka kos-kosan. Dalam kurun waktu tersebut masing-
masing pemilik kos memiliki banyak pengalaman dan telah melakukan
mengalami berbagai hubungan sosial dengan anak kos. Hal ini penting untuk
menjelaskan bagaimana mahasiswa kos berinteraksi dengan lingkungannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh
cara pendang pelaku kebudayaan dan bagaimana cara pandang tersebut
mempengaruhi tindakan mereka dalam kehidupan sosial. Penelitian yang bersifat
kualitatif memberikan peluang untuk melakukan pengkajian mendalam terhadap
suatu fenomena sosial yang kompleks dalam arti melibatkan sekian banyak
elemen sosial-budaya yang saling terkait.
Penelitian dilakukan selama enam bulan bulan. Dalam melakukan
penelitian, peneliti berinteraksi dengan informan sehingga informan menerima
22
kehadiran peneliti sebagai bagian dari informan. Peneliti mengamati dan
mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan masalah penelitian, baik berupa
tindakan maupun ungkapan. Dalam mengobservasi ungkapan, peneliti melihat
bagaimana mahasiswa kos dan pemilik kos berinteraksi dengan lingkungan
berdasarkan pengalaman yang dialaminya.
Observasi terhadap tindakan dengan cara melihat mahasiswa kos dan
pemilik kos dengan memberikan perhatian khusus kepada hubungan relasi antara
penghuni kos dan pemilik kos, karena keduanya saling memiliki tanggungjawab
sosial dan moral. Untuk melihat bagaimana kehidupan kos sekarang juga
dilakukan observasi partisipasi.
Observasi partisipasi dapat dilakukan karena penulis dengan obyek
penelitian berada pada lingkungan yang sama, juga menjalani pengalaman dan
kehidupan yang sama, sehingga bisa mendapatkan data dan informasi dari
informan tanpa disadari oleh pelaku. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran
kehidupan kos pada masa lalu, menggunakan metode wawancara ditambah
dengan studi literatur.
Metode wawancara atau metode interview, mencakup cara yang
dipergunakan seseorang untuk tujuan tertentu, mencoba mendapatkan
keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-
cakap berhadapan muka dengan orang itu (Koentjaraningrat, 1979 ; 129).
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan
komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data
(pewawancara) dengan sumber data (informan) (Adi, 2010; 72). Wawancara
dilakukan untuk melihat hubungan sosial antara pemilik kos dengan anak kos
pada berbagai jenis kos, kehidupan mahasiswa di tempat kos, termasuk hubungan
23
sosial antara anak kos dengan pemilik kos, dan bagaimana mahasiswa di tempat
kos berhubungan dengan lingkungannya.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini selain observasi partisipasi
dan wawancara adalah studi literatur. Menurut Iskandar (2008 ; 37-38), literatur
sebagai cara menemukan data terbagi dua yaitu literatur yang dipublikasikan
dan literatur yang tidak dipublikasikan, literatur yang dipublikasikan misalnya
buku, teks, jurnal, sedangkan literatur yang tidak dipublikasikan antara lain
skripsi, tesis, disertasi, paper, makalah seminar, dan laporan.
Wawancara dan observasi partisipasi untuk mendapatkan data primer.
Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder. Data sekunder berupa data
statistik digunakan karena dapat memberikan kelengkapan data. Misalnya, data
beberapa dusun dan kecamatan yang banyak ditingggali mahasiswa kos di sekitar
UGM, untuk menunjukkan bahwa tempat kos dan anak kos di suatu
kampung/wilayah di dekat kampus memiliki prosentasi yang banyak,
dibandingkan dengan penduduk asli. Informasi dari koran dan internet didapat
guna mendapatkan data perkembangan terkini, berkaitan dengan kos, mahasiswa
dan Yogyakarta.
G. Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari lima bab. Pada bab I yang merupakan pendahuluan
berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Pada bab II berjudul Yogyakarta dan mahasiswa terdiri dari dua sub bab.
Sub bab pertama yaitu deskripsi wilayah Yogyakarta yang terdiri dari tiga bagian
24
yaitu kondisi geografis, sejarah dan keadaan sosial-budaya. Sub bab kedua yaitu
Yogyakarta dan pendidikan terdiri dari tiga bagian yaitu Yogyakarta sebagai kota
pelajar, Yogyakarta dan perguruan tinggi, dan mahasiswa di Yogyakarta.
Pada bab III yang berjudul kehidupan mahasiswa di tempat kos, terdiri
dari tiga sub bab yaitu kos sebagai tempat tinggal mahasiswa, perkembangan kos
Yogyakarta, dan mahasiswa di kos. Pada sub bab mahasiswa di kos terbagi
menjadi dua bagian yaitu mahasiswa kos perempuan dan mahasiswa kos laki-
laki.
Pada bab IV yang berjudul interaksi sosial mahasiswa di tempat kos
terdiri dari lima sub bab yaitu interaksi sosial mahasiswa kos, alasan mahasiswa
memilih kos, hubungan sosial mahasiswa kos dengan pemilik kos, interaksi
sosial mahasiswa kos dengan masyarakat dan minimnya interaksi sosial.
Bab V yaitu kesimpulan yang merupakan rangkuman dari hasil penelitian
dan ringkasan pembahasan dari seluruh bab.