bab i pendahuluan a. latar belakang...

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang dapat dipastikan tidak dapat hidup seorang diri tanpa bantuan dan kehadiran manusia lain. Keharusan untuk melangsungkan kehidupan bersama merupakan permasalahan mendasar bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Manusia hidup secara berkelompok di dalam masyarakat agar kebutuhan dan kepentingan hidupnya dapat terlindungi dan terpenuhi 1 . Sudikno Metrokusumo menyatakan bahwa masyarakat adalah salah satu kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota 2 . Pengertian perjanjian diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1313 yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perikatan, namun tentang perikatan diatur di dalam Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. R.Subekti menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu 1 Sudikno Metrokusumo, 2001, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, hlm 3. 2 Sudikno Metrokusumo, op.cit.,hlm 1. Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional Kota Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen FENIKE OLIVIA PURBA Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Upload: nguyenphuc

Post on 16-Jul-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang dapat

dipastikan tidak dapat hidup seorang diri tanpa bantuan dan kehadiran

manusia lain. Keharusan untuk melangsungkan kehidupan bersama

merupakan permasalahan mendasar bagi manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.Manusia hidup secara berkelompok di dalam masyarakat

agar kebutuhan dan kepentingan hidupnya dapat terlindungi dan terpenuhi1.

Sudikno Metrokusumo menyatakan bahwa masyarakat adalah salah satu

kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku

yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota2.

Pengertian perjanjian diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) Pasal 1313 yang menyatakan bahwa perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap

satu orang atau lebih. KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai

perikatan, namun tentang perikatan diatur di dalam Pasal 1233 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang. R.Subekti menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang

atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

1 Sudikno Metrokusumo, 2001, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, hlm 3.

2 Sudikno Metrokusumo, op.cit.,hlm 1.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

2

dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan

itu3. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh R.Subekti tersebut maka

dapat dimaknai bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan

selain daripada undang-undang.

Kegiatan jual beli yang terjadi di pasar tradisional merupakan suatu

kegiatan yang lazim dilakukan di Indonesia, di mana para pihaknya terdiri dari

penjual dan pembeli. Barang yang dijual di pasar tradisional sangat beraneka

ragam dan pada umumnya berupa bahan makanan dan minuman mentah yang

kemudian dapat diolah kembali oleh para pembelinya. Jenis-jenis barang yang

dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti cabai,

bawang merah, bawang putih, sayur mayur, aneka ikan, aneka daging, aneka

buah, telur dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dalam kegiatan jual beli di

pasar tradisional terdapat proses tawar menawar meskipun pada akhirnya tetap

terjadi kesepakatan mengenai harga.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur pasar tradisional di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarya dan Kota Yogyakarta pada khususnya

yakni Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8

Tahun 2011 tentang Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.02 Tahun 2009 tentang Pasar.

Berdasarkan kedua peraturan perundang-undangan tersebut maka telah diatur

secara jelas dan padat mengenai pasar terutama terkait hubungan antara

pemilik tempat usaha dengan pemerintah setempat yang bertanggung jawab.

3 Subekti (a), 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermassa, Jakarta, hlm 1.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

3

Peraturan perundang-undangan mengenai pasar tersebut tidak mengatur

mengenai hubungan antara pelaku usaha di pasar tradisional dengan

konsumen di pasar tradisional, baik mengenai tanggung jawab pelaku usaha

maupun hak-hak konsumen.

Pasar tradisional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara umum

diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern. Pengertian pasar tradisional menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan

Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yakni bahwa Pasar

Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah

Daerah,Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, Swasta,

Badan Usaha Milik Negara dan /atau Badan Usaha Milik Daerah termasuk

kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios,

los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,

koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual

beli barang dagangan dengan tawar-menawar. Bagi pasar tradisional yang

terdapat di wilayah Kota Yogyakarta diatur di dalam Peraturan Daerah Kota

Yogyakarta No.02 Tahun 2009 tentang Pasar. Pengertian pasar tradisional

diatur di dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.02

Tahun 2009 tentang Pasar yang menyatakan bahwa pasar tradisional yang

selanjutnya disebut pasar adalah lahan dengan batas-batas tertentu yang

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

4

ditetapkan oleh Walikota dengan atau tanpa bangunan yang dipergunakan

untuk tempat jual beli barang dan atau jasa yang meliputi kios, los dan lapak.

Pada umumnya urutan kegiatan yang dilakukan antara penjual dengan

pembeli sampai dengan timbulnya perjanjian di pasar tradisional adalah

sebagai berikut :

1. Pembeli atau konsumen mendatangi penjual yang menjual barang yang

menarik perhatiannya atau ingin dibeli.

2. Kemudian pembeli menanyakan harga dan penjual memberitahu harga

tersebut kepada pembeli.

3. Pembeli yang tidak langsung menyepakati harga yang diberikan oleh

penjual maka akan terjadi proses tawar menawar di antara penjual dengan

pembeli.

4. Akhir dari proses tawar menawar antara penjual dan pembeli akan

menghasilkan kesepakatan atas harga.

5. Tercapainya kesepakatan mengenai harga tersebut, maka penjual akan

menyerahkan barang yang menjadi objek perjanjian tersebut kepada

pembeli sedangkan pembeli akan memberikan uang kepada penjual

sebagai harga yang harus dibayarkan atas barang tersebut.

Berdasarkan keterangan di atas, maka perjanjian yang dilakukan antara

penjual dengan pembeli di pasar tradisional dapat dikategorikan sebagai

perjanjian jual beli. Hal ini dapat ditelaah menurut KUHPerdata karena

tertuang di dalam pasal-pasal berikut ini :

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

5

1. Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih. Berdasarkan pasal tersebut, maka

perbuatan hukum antara penjual dengan pembeli di pasar tradisional dapat

disebut sebagai perjanjian, karena telah memenuhi klausula pada Pasal

1313 KUHPerdata di mana penjual telah mengikatkan dirinya kepada

pembeli.

2. Pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan bahwa jual beli adalah suatu

perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan. Pada perjanjian yang dilakukan antara penjual dengan

pembeli di pasar tradisional dapat dikategorikan sebagai perjanjian jual

beli karena pada peristiwa hukum tersebut penjual akan menyerahkan

barang atau objek perjanjian kepada pembeli sedangkan pembeli akan

membayar sesuai dengan harga yang telah disepakati saat barang tersebut

diserahkan oleh penjual.

3. Pasal 1458 KUHPerdata yang menyatakan bahwa jual beli itu dianggap

telah terjadi di antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang

ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya

meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum di

bayar. Berdasarkan pasal tersebut, maka meskipun barang yang dijual oleh

penjual di pasar tradisional belum diserahkan kepada pembeli pada saat

dibayar namun perjanjian jual beli dianggap telah terjadi pada saat penjual

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

6

dan pembeli mencapai kesepakatan terkait harga dan barang yang akan

diperjualbelikan.

Jual beli dapat diartikan baik menurut KUHPerdata maupun Hukum Adat

dimana terdapat perbedaan yang jauh. Hukum adat pada dasarnya lebih

menitikberatkan kepada serah terima dari objek perjanjian tersebut atau

dengan kata lain hukum adat lebih menaruh fokus terhadap proses

berpindahnya kepemilikan benda tersebut dari penjual kepada pembeli.

KUHPerdata menitikberatkan kepada perjanjian di mana pihak tersebut

mengikatkan diri sehingga mengatur secara lebih spesifik terkait dengan

perjanjian jual beli di antara penjual dengan pembeli. Berikut merupakan

perbedaan jual beli menurut KUHPerdata dengan Hukum Adat :

1. KUHPerdata menganggap bahwa jual beli telah terjadi antara kedua belah

pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai harga yang telah

diperjanjikan sesuai dengan yang diatur di dalam Pasal 1458 yang

menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah

pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang

kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum

diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

2. Menurut hukum adat jual beli merupakan suatu perbuatan hukum dimana

pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang

bersamaan meskipun pembayarannya baru sebagian menurut hukum adat

sudah dianggap dibayar penuh, sehingga dapat disimpulan bahwa di dalam

hukum adat jual beli dilakukan dengan tunai. Jadi, jual beli bukan

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

7

merupakan perjanjian jual beli melainkan berupa penyerahan benda oleh

penjual kepada pembeli sehingga pada saat pembeli menyerahkan

harganya kepada penjual, maka sejak saat itulah beda tekag beralih dari

pemilik lama kepada pemilik baru.

3. Jual beli menurut hukum adat selain bersifat kontan atau tunai maka juga

bersifat terang atau jelas yang berarti bahwa peralihan itu diakukan di

hadapan kepala adat (kepala desa) yang bertanggungjawab bahwa

perbuatan hukum itu tidak melanggar hukum yang berlaku dan bukan

perbuatan hukum yang gelap.

Berdasarkan perbedaan antara hukum adat dengan KUHPerdata tersebut di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada KUHPerdata perjanjian jual beli

terjadi setelah munculnya kata sepakat sedangkan di dalam hukum adat maka

perjanjian jual beli belum terjadi meskipun sudah ditemui kata sepakat,

perbuatan hukum berupa jual beli dianggap terjadi pada saat sudah

diserahkannya barang yang menjadi objek perjanjian. Pada penelitian ini,

penulis lebih menitikberatkan kepada KUHPerdata dikarenakan alasan berikut

ini :

1. Bahwa pada perjanjian jual beli di pasar tradisional maka perjanjian akan

terjadi di hadapan penjual dan pembeli saja tidak melibatkan kepala desa

seperti yang diungkapkan di dalam hukum adat, dimana pada sifat jual beli

hukum adat berupa jelas atau terang maka jual beli tersebut dilakukan di

hadapan kepala adat (kepala desa).

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

8

2. Bahwa pada perjanjian jual beli di pasar tradisional maka perjanjian

dianggap telah terjadi seketika saat terjadinya kata sepakat sehingga

meskipun barang belum diserahkan namun perjanjian dianggap telah

terjadi karena pedagang akan menyimpan barang yang dipesan tersebut

untuk pembeli dan hal ini sesuai dengan yang diatur di dalam

KUHPerdata, lain halnya dengan Hukum Adat yang mengatur bahwa jual

beli terjadi setelah adanya penyerahan barang atau perpindahan

kepemilikan.

Perjanjian jual beli di pasar tradisional merupakan kegiatan yang lazim

dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, namun tetap melekat segi

kelemahan maupun kelebihan daripada perjanjian jual beli di pasar tradisional

ini. Berikut merupakan beberapa kelebihan dari perjanjian jual beli di pasar

tradisional :

1. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka para

penjual dan pembeli dapat melakukan proses tawar menawar hingga

tercapai harga yang disepakati oleh kedua belah pihak. Keuntungan

adanya proses tawar menawar ini bagi pihak pembeli yakni bahwa pembeli

dapat memperoleh barang dengan harga yang dianggap wajar dan sesuai

dengan nilai barang tersebut.

2. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka para

calon pembeli dapat melihat secara langsung barang-barang yang ingin

dibelinya dari penjual. Keuntungan pembeli dengan melihat langsung

barang yang akan dibeli yakni pembeli dapat memilih barang-barang yang

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

9

kualitasnya sesuai dengan standart yang dimilikinya, sebagai contoh

pembeli yang ingin membeli cabai dapat memilih cabai yang masih segar

dan tidak busuk.

3. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka

harga barang-barang yang dijual pada umumnya relatif lebih murah

dibandingkan dengan pasar modern ataupun toko-toko lainnya.

Disamping kelebihan yang telah diungkapkan di atas, maka terdapat pula

kelemahan-kelamahan dari perjanjian jual beli di pasar tradisional. Berikut

merupakan kelemahan-kelemahan dari perjanjian jual beli di pasar tradisional:

1. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka

barang yang diperjualbelikan pada umumnya diambil langsung dari para

produsen, misalnya para petani, sehingga harganya akan lebih murah

karena langsung diambil dari produsennya. Kelemahannya terletak pada

tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu mengenai standart kualitas

seperti barang-barang yang diperjualbelikan di pasar modern sehingga

dimungkinkan adanya barang yang memiliki kualitas kurang baik/buruk.

2. Bahwa barang-barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional tidak

memiliki standar kualifikasi serta tidak adanya pengemasan tertentu untuk

menjaga kualitas barang seperti di toko-toko modern ataupun swalayan.

3. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka

perjanjian yang dilakukan pada umumnya berupa perjanjian lisan sehingga

tidak ada bukti tertulis antara penjual dan pembeli yang sudah melakukan

perjanjian jual beli di pasar tradisional.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

10

Kelemahan dari perjanjian jual beli di pasar tradisional tersebut

menyebabkan konsumen yang dalam hal ini adalah pembeli di pasar

tradisional membutuhkan suatu perlindungan agar hak-haknya dalam

perjanjian jual beli tersebut dapat tetap terpenuhi. Timbulnya kesadaran

konsumen ini terhadap hak-hak yang seharusnya diterima oleh para konsumen

telah melahirkan salah satu cabang ilmu hukum, yaitu Ilmu Perlindungan

Hukum Konsumen atau kadang kala disebut dengan Hukum Konsumen

(consumer law)4.

Pemahaman lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen dapat

dilakukan dengan cara memahami pengertian perlindungan konsumen

berdasarkan etimologi bahasa terlebih dahulu. Sudikno Metrokusumo

berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah kumpulan peraturan

atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum

karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang

seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan

serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada

kaedah-kaedah5, sedangkan kata perlindungan menurut Kamus Hukum Bahasa

Indonesia berarti tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal)

melindungi, misalnya memberi perlindungan kepada orang yang lemah6

4 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 15. 5 Sudikno Metrokusumo, op.cit, hlm 38.

6 W.J.S Poerwadamita, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka,

Jakarta, hlm 600.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

11

Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Hal-

hal yang diatur di dalam UUPK tidak hanya mengenai konsumen namun juga

terkait dengan pelaku usaha. Berikut merupakan pengertian dari konsumen,

pelaku usaha dan perlindungan konsumen yang tercantum di dalam UUPK :

1. Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen.

2. Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan bahwa Konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain

dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Pasal 1 angka 3 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha adalah setiap

orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,

baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Konsumen pasar tradisional yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah

sama dengan konsumen yang dilindungi di dalam UUPK. Konsumen pasar

tradisional yang menjadi responden di dalam penelitian ini yakni konsumen

yang merupakan pemakai dari barang yang dibeli di pasar tradisional.

Terdapatnya konsumen yang menjual kembali barang yang telah dibelinya

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

12

maka akan melalui proses pengolahan terlebih dahulu, misalnya seperti pada

pedagang makanan yang membeli bahan makanan kemudian diolah menjadi

masakan dan kemudian dijual kembali di warung makan atau dalam bentuk

makanan. Konsumen pasar tradisional yang menjadi responden di dalam

penelitian ini meskipun nantinya akan memperdagangkan kembali barang

yang dibelinya namun terlebih dahulu konsumen tersebut merupakan pemakai

barang yang dibeli tersebut atau dengan kata lain disebut sebagai konsumen

akhir.

Meskipun KUHPerdata telah mengatur secara spesifik mengenai

perjanjian jual beli yang dapat memberi perlindungan baik bagi pihak penjual

maupun pembeli pada saat berlangsungnya perjanjian jual beli, namun dalam

hukum perlindungan konsumen aspek perjanjian ini merupakan faktor yang

sangat penting. Adanya hubungan hukum yakni berupa perjanjian membantu

konsumen apabila berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Jika

terjadi pelanggaran dari kesepakatan tersebut di dalam KUHPerdata disebut

dengan wanprestasi sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut

pemenuhannya berdasarkan perjanjian. KUHPerdata yang sudah mengatur

terkait dengan perjanjian jual beli, demikian pula wanprestasi dan perbuatan

melawan hukum berikut juga menganai batalnya perjanjian dianggap belum

cukup untuk mengayomi konsumen, sehingga dibutuhkan hukum

perlindungan konsumen.

UUPK secara lebih spesifik terfokus kepada konsumen sehingga di

dalamnya mengatur mengenai hak-hak para konsumen berikut dengan

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

13

tanggung jawab para pelaku usaha, sehingga bagi konsumen yang posisinya

lebih lemah dari pelaku usaha dapat tetap mempertahankan haknya atau

setidaknya memahami hak-hak yang dimilikinya sebagai seorang konsumen.

Untuk itu keberadaan KUHPerdata saja meskipun sudah cukup untuk

melindungi konsumen dari wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum

yang terjadi, namun sebaiknya dilengkapi dengan keberadaan UUPK yang

lebih terfokus kepada hak-hak daripada konsumen.

Apabila dikaitkan dengan perjanjian jual beli di pasar tradisional maka

KUHPerdata bermanfaat untuk menegaskan mengenai perjanjian jual beli

yang terjadi yakni terkait sah tidaknya suatu perjanjian serta apakah

dikemudian hari terjadi wanprestasi atau tidak sedangkan UUPK bermanfaat

untuk melindungi konsumen dengan memaparkan hak-hak yang dimiliki oleh

konsumen serta tanggung jawab yang dimiliki oleh pelaku usaha. Demikianlah

akhirnya penulis memutuskan untuk mengaitkan perjanjian jual beli di pasar

tradisional menurut KUHPerdata dengan perlindungan konsumen yang diatur

di dalam UUPK.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti terdorong untuk

melakukan penelitian dengan judul “Kepastian Hukum Hak-Hak

Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli di Pasar Tradisional Kota

Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen”.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

14

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian

dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keabsahan perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota

Yogyakarta?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum konsumen dan penyelesaian

perselisihan dalam praktik perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota

Yogyakarta?

3. Apa sajakah hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan

perlindungan hukum konsumen dalam perjanjian jual beli di pasar

tradisional Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis di dalam penulisan hukum ini

meliputi 2 (dua) hal, yakni :

1. Tujuan Objektif

Tujuan objektif diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan dari perjanjian jual beli

di pasar tradisional Kota Yogyakarta.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum

konsumen dan penyelesaian perselisihan dalam praktik perjanjian jual

beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

15

c. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang ditemui

dalam pelaksanaan perlindungan hukum konsumen dalam perjanjian

jual beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta.

2. Tujuan Subjektif

Tujuan subjektif diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk memperoleh informasi dan data yang akurat terkait dengan

objek penelitian yang diteliti.

b. Menjadi bahan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasayarat

untuk memperoleh gelar Master Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada.

D. Keaslian Penelitian

Berkaitan dengan judul penelitian dan penulisan hukum ini telah terdapat

beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian hukum yang dilakukan oleh

penulis, namun terdapat beberapa substansi yang berbeda dan jika terdapat

kesamaan maka bukanlah menjadi suatu kesengajaan dari penulis.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis maka

ditemukan beberapa penelitian hukum yang memiliki keterkaitan atau

kesamaan dengan penelitian dan penulisan hukum yang dilakukan oleh

penulis yang berjudul “Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam

Perjanjian Jual Beli di Pasar Tradisional Kota Yogyakarta berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

16

Berikut merupakan beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian

hukum penulis :

1. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam

Perjanjian Jual Beli Handphone Bergaransi Distributor Platinum di RG

Company Yogyakarta7” yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan

perlindungan hukum dan praktik penyelesaian sengketa dalam jual beli

handphone yang bergaransi. Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa

untuk konfirmasi klaim maka konsumen harus membawa serta nota dari

pembelian agar dapat ditindaklanjuti ke depannya, sedangkan bentuk

pertanggungjawaban beraneka ragam, salah satunya yakni dengan

mengganti handphone yang rusak dengan handphone yang baru.

2. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam

Perjanjian Jasa Penitipan Hewan Peliharaan di Kabupaten Sleman8” yang

bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen

dalam perjanjian jasa penitipan hewan peliharaan di Kabupaten Sleman.

Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa meskipun perjanjian jasa

penitipan hewan peliharaan sudah di akomodir namun hak-hak konsumen

tersebut belum seluruhnya dapat terpenuhi dan apabila terjadi wanprestasi

pada umumnya konsumen akan menggunakan metode musyawarah dan

kekeluargaan di dalam mengatasinya.

7Muslich Chamdani, 2016, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian

Jual Beli Handphone Bergaransi Distributor Platinum di RG Company Yogyakarta,

UGM, Yogyakarta. 8Tata Hendrata, 2013, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jasa

Penitipan Hewan Peliharaan di Kabupaten Sleman, UGM, Yogyakarta

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

17

3. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam

Perjanjian Jual Beli Kendaraan dengan Sistem Inden di PT. Daya Cipta

Wihaya Cabang Ring Road Medan9” yang bertujuan untuk mengetahui

perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli

kendaraan bermotor dengan sistem inden di PT. Daya Adicipta Wihaya

Cabang Ring Road Medan dikaitkan dengan ketentuan pencantuman

klausula baku Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa

dalam pelaksanaannya sering terjadi wanprestasi yakni mayoritas berupa

keterlambatan pihak penjual dalam menyerahkan kendaraannya kepada

konsumen. Di samping itu pembatalan atas klausula baku tidak berarti

membatalkan perjanjian yang telah lahir.

E. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Penulis

a. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi penulis berupa wawasan

ilmu pengetahuan, yakni terkait perlindungan hukum terhadap

konsumen perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta.

b. Hasil penelitian ini bagi penulis dapat digunakan sebagai pemenuhan

syarat untuk memperoleh gelar Master Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

9Rio Putra Parlindungan Purba, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian

Jual beli Kendaraan dengan Sistem Inden di PT. Daya Wihaya Cabang Ring Road Medan,

Penulisan Hukum bagian Hukum Perdata FH UGM, Yogyakarta

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128803/potongan/S2-2017-387578...dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti

18

a. Diharapkan hasil daripada penelitian ini dapat memberikan

sumbangan ilmu pengetahuan ataupun pemikiran yang bermanfaat

bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di dalam perkembangan

hukum di Indonesia.

b. Untuk menambah pengetahuan mengenai hambatan terjadinya

perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta

3. Bagi Masyarakat

a. Khususnya bagi para konsumen perjanjian jual beli di pasar

tradisional Kota Yogyakarta agar lebih memahami hak-haknya yang

telah dilindungi oleh hukum melalui peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia sehingga apabila di kemudian hari

mengalami hambatan terkait perjanjian jual beli di pasar tradisional

Kota Yogyakarta para konsumen mampu untuk mengatasinya.

b. Untuk memberikan pandangan dan informasi kepada masyarakat pada

umumnya dan pelaku usaha sehingga mengetahui ketentuan dalam

perjanjian jual beli di pasar tradisional.

Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/