bab i pendahuluan a. latar...

32
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media sosial bukanlah media yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Data terbaru dari we are social, sebuah agensi marketing social pada Januari 2015 lalu menunjukkan adanya 72 juta akun media sosial yang aktif di Indonesia. Jumlah ini naik 16% dari data pada Januari 2014. 1 Data tersebut menunjukkan penggunaan media sosial yang terus berkembang di Indonesia dari waktu ke waktu. Maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia ini dilirik oleh pemilik bisnis atau perusahaan untuk memasarkan produk atau jasanya. Iklan yang dulunya hanya kita lihat di media konvensional seperti televisi, radio, surat kabar atau majalah sekarang telah menyebar ke dunia media sosial. Media sosial saat ini telah dijadikan platform untuk memasarkan produk dan telah digunakan oleh brand brand terkemuka di dunia seperti Starbucks, Nike, Dell dan lain sebagainya. Pemasaran melalui media sosial ini disebut social media marketing. Berdasar Optima Web 2 , social media marketing adalah upaya pemasaran online dengan menciptakan visibilitas, eksistensi dan keberadaan sebuah situs web pada social media network (jaringan media sosial) seperti Facebook, Twitter, Digg, Web 2.0, social bookmarking dan lain-lain. Singkatnya social media marketing adalah upaya pemasaran yang menggunakan media sosial sebagai salurannya. Salah satu media sosial yang populer digunakan dalam social media marketing adalah Instagram. Instagram merupakan aplikasi photo-sharing yang 1 Ketut Krisna Wijaya, Berapa jumlah pengguna website, mobile, dan media sosial di Indonesia?, http://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia/, 2015, diakses tanggal 25 Maret 2015. 2 Romel Tea, Pemasaran Media Sosial-Social Media Marketing, http://www.romelteamedia.com/2014/09/pemasaran-media-sosial-social-media- marketing.html, 2014, diakses tanggal 31 maret 2015.

Upload: doanhanh

Post on 11-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media sosial bukanlah media yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Data terbaru dari we are social, sebuah agensi marketing social pada Januari 2015

lalu menunjukkan adanya 72 juta akun media sosial yang aktif di Indonesia.

Jumlah ini naik 16% dari data pada Januari 2014.1 Data tersebut menunjukkan

penggunaan media sosial yang terus berkembang di Indonesia dari waktu ke

waktu.

Maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia ini dilirik

oleh pemilik bisnis atau perusahaan untuk memasarkan produk atau jasanya. Iklan

yang dulunya hanya kita lihat di media konvensional seperti televisi, radio, surat

kabar atau majalah sekarang telah menyebar ke dunia media sosial. Media sosial

saat ini telah dijadikan platform untuk memasarkan produk dan telah digunakan

oleh brand brand terkemuka di dunia seperti Starbucks, Nike, Dell dan lain

sebagainya.

Pemasaran melalui media sosial ini disebut social media marketing.

Berdasar Optima Web2, social media marketing adalah upaya pemasaran online

dengan menciptakan visibilitas, eksistensi dan keberadaan sebuah situs web pada

social media network (jaringan media sosial) seperti Facebook, Twitter, Digg,

Web 2.0, social bookmarking dan lain-lain. Singkatnya social media marketing

adalah upaya pemasaran yang menggunakan media sosial sebagai salurannya.

Salah satu media sosial yang populer digunakan dalam social media

marketing adalah Instagram. Instagram merupakan aplikasi photo-sharing yang

1Ketut Krisna Wijaya, Berapa jumlah pengguna website, mobile, dan media sosial di Indonesia?,

http://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia/, 2015, diakses tanggal 25 Maret 2015. 2Romel Tea, Pemasaran Media Sosial-Social Media Marketing,

http://www.romelteamedia.com/2014/09/pemasaran-media-sosial-social-media-marketing.html, 2014, diakses tanggal 31 maret 2015.

2

sedang digandrungi belakangan ini.3 Instagram memiliki kekuatan di bidang

visual. Kelebihan Instagram sebagai alat pemasaran adalah Instagram dapat

menyampaikan pesan dari suatu brand melalui foto/gambar atau video berdurasi

15 detik. Instagram kini tidak lagi hadir sebagai selfie-platform atau media

bersosialita dunia maya semata, akan tetapi telah menjadi alternatif baru dalam

melancarkan aksi pemasaran. Meskipun Facebook masih menjadi media sosial

dengan pengguna dan aktivasi terbesar di dunia, tapi Instagram mampu

menawarkan hal yang lebih dari itu. Hasil studi Forrester Research menunjukkan

bahwa popularitas Instagram sebagai platform pemasaran melebihi kepopuleran

Facebook.4 Forbes bahkan menggambarkan Instagram sebagai perangkat

penjualan yang sangat kuat.5 Instagram sebagai media visual dapat memancing

perhatian, apalagi untuk usaha atau brand yang berbentuk fisik.

Tidak hanya brand yang menjual produk saja yang menggunakan

Instagram, brand yang menawarkan jasa seperti kuliner pun merambah ke dunia

media Instagram. Salah satu contohnya adalah Roaster and Bear, sebuah coffee

lounge and kitchen yang berlokasi di Hotel Harper, Jalan Mangkubumi no. 52

Yogyakarta. Roaster and Bear hanya menggunakan media sosial Twitter dan

Instagram sebagai saluran pemasarannnya. Coffee lounge and kitchen ini dibuka

untuk publik tepat pada tahun baru 2015. Pada saat itu mereka bahkan belum

memasang banner di lokasi mereka. Akan tetapi, uniknya kafe ini dapat menarik

pengunjung begitu cepat, bahkan berdasar keterangan dari Pak Nanang selaku

Operational Manager Roaster and Bear, pada Sabtu malam tak jarang ada antrian

waiting list. Satu-satunya alat pemasaran yang mereka gunakan hingga saat ini

adalah media sosial. Keterangan dari pihak Roaster and Bear ini yang membuat

peneliti tertarik untuk meneliti fenomena ini. Apakah efek social media marketing

3 Anonim, Kevin Systrom ~ Pendiri Instagram, Aplikasi Photo Sharing Terpopuler di Dunia,

https://www.maxmanroe.com/kevin-systrom-pendiri-instagram-aplikasi-photo-sharing-terpopuler-di-dunia.html diakses 12 April 2015. 4Putri Sekar, Dulang Sukses Pemasaran Instagram ? Ini Strateginya,

http://www.marketing.co.id/dulang-sukses-pemasaran-instagram-ini-strateginya/, 2014, diakses tanggal 30 Maret 2015 pukul 22.37. 5Ibid

3

yang mereka gunakan benar-benar dapat memberikan pengaruh begitu kuat

kepada target konsumennya.

Roaster and Bear sendiri saat ini menjadi tempat nongkrong yang cukup

populer di Yogyakarta, kehadirannya di blog blog makanan dan majalah online

seperti ceritamakan.com, javavoodie.com, mymagz hingga kompasiana.com.

Coffee lounge & kitchen ini pun mendapat ulasan dan rating yang bagus yaitu 4

dari 5 di website travel tripadvisor, di website yang sama Roaster and Bear juga

menduduki peringkat nomor 28 dari 670 pada kategori „Restaurants in

Yogyakarta‟ dan peringkat 30 dari 743 pada kategori „Places to Eat in

Yogyakarta‟.6

Pada dua media sosial yang digunakan oleh Roaster and Bear, peneliti

melihat media sosial Instagram lebih populer dan optimal penggunaannya

daripada Twitter. Akun media sosial Instagram @roasterandbear telah

mengunggah 113 foto dan memiliki 2622 pengikut (followers).7 Sedangkan akun

twitter-nya dengan username yang sama telah mengunggah 1843 tweets dengan

218 pengikut (followers).8 Dilihat dari jumlah followers-nya saja, Instagram lebih

populer di masyarakat, tweet yang diunggah twitter Roaster and Bear juga

kebanyakan hanya re-tweet dari unggahan orang-orang yang memberi mention

akun @roasterandbear saja. Maka dalam penelitian ini, peneliti berfokus hanya

pada social media marketing melalui media sosial Instagram saja. Alasan lain

peneliti memfokuskan penelitian ini pada media sosial Instagram saja juga

didasari sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang membahas social

media marketing yang berfokus pada platform Instagram, kebanyakan berfokus

kepada media sosial Twitter maupun Facebok saja. Selain itu, Roaster and Bear

menjual kuliner atau berupa makanan yang memiliki daya tarik visual, sehingga

media sosial Instagram lebih relevan digunakan daripada Twitter.

6 Anonim, Roaster and Bear, http://www.tripadvisor.com/Restaurant_Review-g294230-

d7906438-Reviews-Roaster_Bear-Yogyakarta_Java.html , diakses tanggal 10 Januari 2016 pukul 22.21. 7 https://instagram.com/roasteranbear/, diakses tanggal 28 November 2015 pukul 04.37.

8 https://twitter.com/roasterandbear, diakses tanggal 28 November 2015 pukul 04.38.

4

Sebagai kafe yang terbilang baru, mengingat usianya yang baru 1 tahun,

Roaster and Bear perlu untuk meningkatkan brand awareness atau kesadaran

merek di target konsumen. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat sejauh

mana social media marketing melalui Instagram, memengaruhi tingkat brand

awareness Roaster and Bear di kalangan masyarakat. Apakah memang social

media marketing yang dilakukan oleh Roaster and Bear yang memengaruhi

tingkat brand awareness Roaster and Bear? Penelitian ini dibutuhkan untuk

mengkaji apakah hanya dengan menggunakan social media marketing, suatu

brand dapat meningkatkan brand awareness di target pasarnya. Terutama melalui

Instagram yang digunakan secara optimal oleh Roaster and Bear, yang belum

peneliti temukan di penelitian lain.

Selanjutnya, walaupun dengan social media marketing Instagram yang

dilakukan oleh Roaster and Bear, intensitas khalayak atau masyarakat dalam

menggunakan media sosial Instagram pasti juga sedikit banyak memengaruhi

tingkat brand awareness Roaster and Bear. Efek yang ditimbulkan dari social

media marketing Instagram bagi orang yang sering menggunakan media sosial

Instagram dan yang tidak mungkin saja berbeda. Peneliti ingin melihat sejauh

mana intensitas penggunaan media sosial Instagram ini memengaruhi

keberhasilan social media marketing Instagram dalam meningkatkan brand

awareness.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh social media marketing melalui Instagram terhadap

tingkat brand awareness Roaster and Bear ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh social media marketing melalui

Instagram yang digunakan Roaster and Bear terhadap tingkat brand awareness

Roaster and Bear.

5

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

atau masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi dan menambah kajian ilmu

komunikasi tentang social media marketing khususnya melalui media sosial

Instagram dan pengaruhnya terhadap tingkat brand awareness.

2. Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi pihak Roaster and Bear dalam menggunakan atau mengelola saluran media

sosial Instagram nya. Juga dapat menjadi panduan atau rekomendasi bagi para

pengelola restoran, kafe atau bisnis sejenis dalam mengelola media sosial

Instagram nya, sehingga nantinya pengelola dapat menjalankan bisnisnya dengan

lebih baik. Serta bagi pihak lain penelitian ini juga diharapkan dapat membantu

dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian yang serupa.

3. Sosial

Bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat luas tentang social media

marketing Instagram yang digunakan oleh Roaster and Bear serta pengaruhnya

terhadap tingkat brand awareness.

E. Kerangka Teori

1. Teori Efek Media

Teori yang tepat dalam menganalisis kasus ini adalah Teori S-O-R oleh

Hovland, et al (1953) sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response.9

Asumsi dasar dari teori ini adalah komunikasi merupakan proses aksi-reaksi.

Artinya teori ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-

simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara

tertentu.10

9 Hovland, I L. Janis., H Kelley, 1953, Communication and Persuation, New Heaven: Jale University

Press. 10

Onong Uchjana Effendy, 2003, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 253-254.

6

Hovland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada

hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut

menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.

Apabla stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak

efektif memengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus

diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut

efektif.

2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia

mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya

3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan

untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (sikap)

4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka

stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan

perlaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya

apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi stimulus semula.

Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan

harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor

reinforcement memegang peranan penting.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perbahan perilaku

tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Pada penelitian ini yang bertindak sebagai stimulus adalah social

media marketing yang dijalankan oleh Roaster and Bear, dan mendapat response

berupa tingkat brand awareness Roaster and Bear Coffee Lounge & Kichen

melalui organism, followers akun Instagram Roaster and Bear, yang diukur

dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram nya.

2. Social Media Marketing

Social media marketing adalah salah satu bentuk marketing yang

menggunakan media sosial untuk memasarkan suatu produk, jasa, brand atau isu

7

dengan memanfaatkan khalayak yang berpartisipasi di media sosial tersebut.11

Sedangkan pendapat Trattne dalam jurnalnya yang berjudul “Social Stream

Marketing on Facebook: A Case Study” mendefinisikan social media marketing

sebagai “process of gaining website traffic or attention through social media

sites.”12

Social media marketing atau disingkat SMM dipusatkan pada usaha

menciptakan konten (posting, tulisan, gambar, video) yang menarik perhatian dan

mendorong pembaca untuk membagi (share) konten tersebut melalui jaringan

sosial mereka. Singkatnya, SMM adalah usaha bagian pemasaran perusahaan atau

humas instansi untuk membuat tulisan, gambar, video, grafik, atau posting di akun

media sosial lembaga guna mempromosikan produk/jasa.

Keuntungan dalam menggunakan Social Media Marketing menurut

Demers, antara lain:13

a. Increased brand recognition

Social media marketing membuka kesempatan bagi brand untuk

menunjukkan konten dan meningkatkan visibilitasnya. Hal ini penting, karena

social media marketing membuat brand lebih mudah diraih atau diakses oleh

konsumen baru dan membuat brand lebih familiar dan dikenal oleh konsumen

yang sudah ada dalam waktu yang bersamaan. Contohnya: seorang pengguna aktif

Twitter mendengar nama suatu brand untuk pertama kali hanya dengan tidak

sengaja melihatnya di newsfeed atau seorang konsumen lama sebuah brand

merasa lebih mengenal brand tersebut setelah melihat keberadaan brand di

beberapa jaringan media sosial.

11

Fikri Rasyid, Social Media Marketing: Definisi, Konsep dan Aplikasinya, http://fikrirasyid.com/social-media-marketing-definisi-konsep-dan-aplikasnya/, 2009, diakses tanggal 22 Maret 2015. 12

Christoph Trattner, Kappe, F., Social Stream Marketing on Facebook: A Case Study International Journal of Social and Humanistic Computing (IJSHC) 2 (1/2), http://www.christophtrattner.info/pubs/trattner_kappe.pdf, 2013,diakses tanggal 27 Maret 2015. 13

Jayson DeMers, The Top 10 Benefits of Social Media Marketing, http://www.forbes.com/sites/jaysondemers/2014/08/11/the-top-10-benefits-of-social-media-marketing/, 2014, diakses tanggal 29 Maret 2015.

8

b. Improved brand loyalty

Berdasar sebuah report dari Texas Tech University, brand yang

menggunakan media sosial mendapat loyalitas yang lebih tinggi dari

konsumennya. Dalam report yang sama juga dikatakan “Perusahaan seharusnya

mengambil keuntungan dari media sosial jika itu berkaitan dengan hubungan

dengan konsumennya”. Sebuah studi lain dari Convince&Convert juga

menemukan fakta bahwa 53% orang Amerika yang mengikuti (follow) akun suatu

brand di media sosial lebih loyal terhadap brand tersebut.

c. More Opportunities to Convert.

Setiap unggahan yang diciptakan oleh brand dalam media sosial adalah

kesempatan bagi konsumen untuk berubah (convert). Ketika sebuah brand

membangun following, brand tersebut mendapatkan akses pada konsumen baru,

konsumen yang ada sekarang dan konsumen lama, dan brand dapat berinteraksi

dengan keseluruhannya. Setiap posting, gambar, video atau komentar yang brand

unggah adalah sebuah kesempatan bagi orang untuk bereaksi, dan reaksi dapat

merujuk pada site visit, bahkan hingga pertukaran (conversion). Memang tidak

semua interaksi akan berujung pada pertukaran, tapi setiap interaksi positif

meningkatkan kemungkinan pertukaran (conversion). Walaupun jika tingkat click-

through brand rendah, tapi banyaknya kesempatan yang diperoleh di media sosial

akan signifikan.

d. Higher conversion rates.

SMM meningkatkan angka pertukaran (conversion) melalui beberapa cara.

Mungkin yang paling signifikan adalah elemen humanisasi nya; fakta bahwa

brand menjadi lebih humanized dengan berinteraksi di saluran media sosial.

Media sosial menjadi tempat bagi brand untuk bersikap seperti orang atau

manusia; hal ini penting karena orang suka melakukan bisnis dengan orang lain;

bukan dengan perusahaan.

Sebuah studi menyatakan, bahwa media sosial memiliki 100%

kemungkinan lebih tinggi untuk close rate dibanding outbond marketing, dan

semakin banyak pengikut (followers) media sosial sebuah brand cenderung

meningkatkan kepercayaan dan kredibilitas brand tersebut, karena

9

merepresentasikan bukti sosial. Dengan demikiran, membangun audies di media

sosial dapat meningkatkan tingkat pertukaran (conversion) pada brand traffic

yang sudah ada.

e. Higher Brand Authority.

Berinteraksi dengan konsumen secara rutin di media sosial menunjukkan

niatan baik untuk konsumen yang lain. Ketika orang akan memuji atau

memamerkan suatu produk atau servis, mereka akan menunjukannya di media

sosial. Dan ketika mereka mengunggah suatu nama brand, audiens baru akan

ingin untuk mengikuti (follow) brand tersebut. Semakin banyak orang yang

membicarakan tentang sebuah brand di media sosial, akan semakin bernilai dan

dipercaya brand tersebut di mata audiens atau konsumen baru. Apalagi jika

sebuah brand dapat berinteraksi dengan pemberi pengaruh besar (contoh:

celebgram) dalam suatu media sosial.

f. Increased Inbound Traffic

Tanpa media sosial, inbound traffic sebuah brand terbatas hanya pada

orang yang telah mengenal brand atau individu yang mencari dengan keyword

yang cocok dengan brand. Setiap profil media sosial yang ditambahkan oleh

brand adalah jalan lain untuk membimbing ke brand site, dan setiap konten yang

brand unggah dalam profil tersebut adalah kesempatan untuk pengunjung baru.

Semakin berkualitas konten yang brand tunjukkan di media sosial, semakin tinggi

inbound traffic yang brand hasilkan dan makin banyak traffic mengarah ke lebih

banyak pertukaran (conversion).

g. Decreased Marketing Costs.

Berdasar Hubspot, sebuah penyedia jasa platform perangkat lunak

pemasaran, 84% marketers merasa 6 jam usaha per minggu cukup untuk

meningkatkan traffic brand. 6 jam bukanlah investasi yang signifikan untuk

saluran sebesar media sosial. Jika brand dapat menyisihkan 1 jam saja untuk

mengembangkan konten dan strategi , akan segera terlihat hasil dari usaha yang

dikerjakan. Bahkan iklan berbayar melalui Facebook dan Twitter relatif lebih

murah (tergantung dari tujuan).

10

h. Better search engine Rankings

Keaktifan sebuah brand di media sosial dapat dilihat sebagai “brand

signal” untuk search engine yang membuktikan bahwa brand tersebut sah,

kredibel dan dapat dipercaya. Jika sebuah brand ingin memiliki ranking tinggi

dalam suatu keyword tertentu maka keberadaan di media sosial menjadi salah satu

kunci utama.

i. Richer Customer Experiences

Media sosial adalah saluran komunikasi seperti email atau telepon. Setiap

konsumen yang dimiliki oleh brand adalah kesempatan untuk mendemonstrasikan

atau menunjukkan level customer service dan meningkatkan hubungan dengan

konsumen secara publik. Contohnya jika seorang konsumen mengeluh mengenai

produk sebuah brand, brand tersebut dapat langsung meminta maaf secara

mengambil langkah untuk memperbaikinya, dan dapat dilihat secara publik.

Begitu juga ketika seorang konsumen memuji suatu brand, brand dapat

berterimakasih dan merekomendasikan produk lain dari brand tersebut, juga

secara publik. Hubungan brand dan konsumen di media sosial merupakan

pengalaman personal tersendiri yang membuat konsumen merasa sebuah brand

benar-benar memberi perhatian kepada konsumen nya.

j. Improve Customer Insights

Media sosial juga membuka kesempatan bagi brand untuk mendapatkan

informasi penting mengenai customer insight, apa yang menarik bagi konsumen

dan bagaimana mereka bersikap, melalui social listening. Contohnya, dengan

memonitor komentar yang diunggah oleh konsumen, sebuah brand dapat

mengetahui apa yang kosumen pikir atau rasa tentang brand tersebut. Brand dapat

melihat konten atau topik apa yang dapat menarik perhatian paling banyak-dan

menyesuaikan konten yang akan datang berdasar topik atau konten yang paling

menarik tersebut.

Selain kelebihan, tentunya media sosial memiliki kelemahan dalam menjadi

saluran pemasaran, salah satunya berkaitan dengan poin kelebihan social media

marketing diatas yaitu brand authority, jika seseorang puas dengan barang atau

11

jasa yang diperoleh nya, mereka akan dengan mudah memuji brand tersebut di

media sosial, tetapi begitu juga sebaliknya, jika mereka merasa produk atau jasa

yang mereka peroleh tidak memuaskan maka dengan mudah pula mereka akan

menyebar pesan jelek tentang brand tersebut di media sosial.

Indikator social media marketing yang akan digunakan pada penelitian ini

berdasar pada dimensi social media marketing menurut As‟ad dan Alhadid yaitu:

online communities, interaction, sharing of content, accessibility, dan

credibility.14

1. Online Communities

Online communities atau komunitas online digambarkan sebagai

komunitas disekitar minat pada produk atau bisnis yang sama yang dibangun

melalui penggunaan media sosial.15

Kesamaan minat membantu para anggota nya

untuk saling berbagi informasi penting. Dan yang lebih penting, komunitas

mengedepankan tujuan berbagi informasi dibanding komersial, yang dipengaruhi

oleh opini anggota. Partisipasi followers yang aktif pada media sosial dapat

membantu dalam meningkatkan konten.

2. Interaction

Interaksi mengacu pada kemampuan untuk menambahkan atau

mengundang teman-teman atau kolega/rekan ke jaringan, dimana followers dapat

terhubung, berbagi dan berkomunikasi satu sama lain secara real-time16

. Interaksi

pada media sosial menjadi penting karena interaksi tersebut memungkinkan

terjadinya komunikasi, dimana media sosial sendiri dikatakan sebagai alat

komunikasi untuk meningkatkan pengalaman pengguna.

3. Sharing of content

Sharing of content berbicara mengenai lingkup dalam pertukaran

individual, distribusi dan menerima konten dalam aturan media sosial, dimana

14

H. A.-R As’ad & A.Y. Alhadid, 2014, The Impact of Social Media Marketing on Brand Equity: An Empirical Study on Mobile Service Providers in Jordan. Review of Integrative Business & Economics Research, 3(1), 315-326. 15

V Taprial & P. Kanwar, 2012, Understanding Social Media, United States: Ventus Publishing 16

Ibid

12

konten yang memungkinkan dapat dalam bentuk gambar, video atau status

update.

4. Accessibility

Accessibility mengacu pada kemudahan untuk mengakses dan biaya

minimal untuk menggunakan media sosial yang dapat membuat pengguna dengan

akses online dapat memulai atau berpartisipasi dalam percakapan media sosial.

5. Credibility

Dimensi terakhir adalah credibility. Credibility digambarkan sebagai

pengiriman pesan yang jelas mengartikulasikan merek untuk membangun

kredibilitas atas apa yang dikatakan atau dilakukan yang berhubungan secara

emosional dengan target audiens.

Elemen-elemen diatas inilah yang nantinya menjadi dasar atau indikator

pengukuran dalam penelitian ini.

3. Instagram sebagai Saluran Pemasaran

Tak ayal lagi Instagram merupakan media sosial yang masuk dalam jajaran

media sosial populer di dunia. Data terakhir pada Desember 2014, Instagram telah

tembus lebih dari 300 juta user aktif yang berbagi sekitar 70 juta foto setiap

harinya.17

Tingkat user engagement nya juga telah 15 kali lipat dari Facebook dan

25 kali lipat dari Twitter. 18

Dengan kepopuleran Instagram tersebut, platform ini dilirik oleh brand dan

pemasar. Saat ini Instagram tidak hanya hadir sebagai media bersosialita di dunia

maya akan tetapi juga bisa dijadikan alternatif dalam melancarkan aksi bisnis,

seperti pemasaran. Instagram menyediakan platform dimana pengguna dan

perusahaan dapat berkomunikasi secara umum (publicly) dan langsung (directly),

17

Fino Yurio Kristo, Tembus300 juta Pengguna, Instagram Salip Twitter, http://inet.detik.com/read/2014/12/11/084614/2774031/398/tembus-300-juta-pengguna-instagram-salip-twitter, 2014, diakses tanggal 28 Maret 2015. 18

Michael Estrin, 10 huge marketing wins on Instagram, http://www.imediaconnection.com/content/36444.asp#multiview, 2014, diakses tanggal 21 Maret 2015.

13

membuat Instagram menjadi platform ideal bagi perusahaan atau brand untuk

berhubungan dengan konsumen dan target konsumen.19

Menurut Scott Galloway, pendiri L2 dan professor pemasaran di Universitas

Stern School of Business New York, studi terakhir memperkirakan 93% dari

prestige brands aktif dalam media sosial Instagram dan bahkan memasukannya

dalam marketing mix mereka.20

Tujuan dari penggunaan instagram oleh brand

adalah untuk membantu perusahaan untuk menggapai audiens nya melalui gambar

yang menarik dalam lingkungan yang kaya visual.

Saat ini, bermunculan brand yang menggunakan Instagram untuk

meningkatkan strategi marketing visual mereka. Instagram dapat digunakan untuk

menangkap perhatian dari segmen market yang tertarik pada produk atau jasa

yang ditawarkan. Instagram yang didukung oleh Apple dan sistem Android dapat

diakses dengan mudah bagi pengguna smartphone, dan juga melalui internet.

Maka, marketers melihat platform ini sebagai platform yang potensial untuk

meningkatkan brand exposure mereka ke publik, khususnya pada kelompok umur

yang lebih muda.

Marketers atau pemasar tidak hanya menggunakan media sosial untuk

internet advertising yang tradisional, tapi mereka juga mendorong pengguna

untuk membuat perhatian untuk brand tertentu. Keadaan ini menciptakan

kesempatan untuk brand exposure yang lebih besar. Lebih jauh, marketers

menggunakan Instagram untuk mendorong online shopping dan menginspirasi

orang-orang untuk mengoleksi dan membagi gambar dari produk favorit mereka.

Brand brand besar yang telah menggunakan Instagram ini antara lain: Starbucks,

MTV, Nike, Marc Jacobs dan Red Bull. Instagram telah membuktikan dirinya

sebagai platform yang powerful bagi marketers untuk meraih konsumennya

melalui berbagi gambar dan pesan. Menurut studi oleh Simply Measured, 71%

19

Thamwika Bergström,, Marketing and PR in Social Media: How the utilization of Instagram builds and maintains customer relationships (PDF), http://su.diva-portal.org/smash/get/diva2:625012/FULLTEXT01.pdf, Stockholm University, 2013, hal 5, diakses 11 April 2015. 20

Sarah Mahoney, For Luxury Brands, Instagram Blows Pinterest Away, http://www.mediapost.com/publications/article/219206/for-luxury-brands-instagram-blows-pinterest-away.html, 2014, diakses 21 April 2015.

14

dari brand besar dunia saat ini menggunakan Instagram sebegai marketing

channel.21

Untuk perusahaan, Instagram dapat digunakan sebagai alat untuk

berhubungan dan berkomunikasi dengan konsumen dan target konsumen.

Perusahaan dapat merepresentasikan gambaran yang lebih personal tentang brand

mereka dan dengan melakukan hal itu brand dapat menyampaikan gambaran yang

lebih baik dan asli tentang mereka. Opsi lainnya Instagram menyediakan

kesempatan bagi brand atau perusahaan untuk merefleksikan gambaran asli brand

melalui perspektif konsumen, contohnya, menggunakan konten user-generated

melalui hashtags.22

4. Instagram Marketing untuk Bisnis Kuliner

Mencicipi beragam kuliner yang kini biasa disebut sebagai “wisata

kuliner” menjadi tren gaya hidup baru. Bisnis di bidang kuliner pun masih

menjadi peluang yang menjanjikan. Apalagi dengan budaya baru di masyarakat

yaitu ritual memotret dan mengunggah foto atau gambar makanan yang mereka

makan. Hal ini menjadikan Instagram sebagai aplikasi photo-sharing sebagai

platform yang tepat dalam memasarkan bisnis makanan atau kuliner.

Restoran atau kafe yang menggunakan Instagram tidak hanya dapat

membagi gambar atau foto makanan mereka saja akan tetapi juga dapat membuat

ruang untuk berinteraksi dengan konsumen mereka.

Cara orang mencari tempat makan saat ini sudah berubah dari beberapa

tahun lalu. Khalayak khususnya generasi Y atau millenials tahu atau tertarik untuk

pergi ke suatu tempat karena pengaruh media sosial. Mereka melihat tempat apa

yang sedang populer di feeds mereka atau tempat apa yang terlihat menarik dari

gambar atau fotonya.

21

Lindsey Tishgart, As Instagram Rolls Out Ad Platform, Brands Are Seeing Record Engagement, http://www.businesswire.com/news/home/20131029005603/en/Instagram-Rolls-Ad-Platform-Brands-Record-Engagement#.VSDTFPmUePt, 2013, diakses 27 Maret 2015. 22

Caroline Björkgren, Guide: Kommunicera.rätt med Instagram (Communicate Right on Instagram), http://internetworld.idg.se/2.1006/1.455713, 2012, diakses 30 Maret 2015.

15

Penggunaan Instagram sebagai alat pemasaran restoran pun telah

diaplikasikan di banyak restoran. Contoh brand yang besar seperti Dunkin Donuts

dan Starbucks. Di Indonesia pun penggunaan Instagram banyak diaplikasikan oleh

kafe-kafe dan restoran-restoran. Di Yogyakarta sendiri salah satunya adalah

Roaster and Bear (https://instagram.com/roasterandbear/).

5. Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram

Intensitas penggunaan media sosial Instagram menurut asumsi peneliti

memiliki andil yang harus juga diperhitungkan dalam mengukur pengaruh social

media marketing melalui saluran Instagram. Adanya kemungkinan bahwa

pengaruh SMM terhadap orang yang intens menggunakan media sosial Instagram

akan berbeda dengan orang yang jarang menggunakan media sosial Instagram.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intensitas ialah keadaan tingkatan

atau ukuran intensnya.23

Sementara itu, Chaplin menjelaskan tiga arti dari

intensitas yaitu :

1. Satu sifat kuantitatif dari satu penginderaan, yang berhubungan dengan intensitas

perangsangnya

2. Kekuatan sebuah tingkah laku atau sebuah pengalaman

3. Kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap.24

Sejalan dengan itu, Kartono dan Gulo juga menjelaskan bahwa intensitas

merupakan besar atau kekuatan suatu tingkah laku; jumlah energi fisik yang

digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau data

indera.25

Horrigan dalam Novianto menjelaskan bahwa dalam intensitas penggunaan

internet seseorang, terdapat dua hal mendasar yang perlu diamati, yakni frekuensi

internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap kali mengakses

23

Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/intensitas diakses tanggal 12 Desember 2015 pukul 12.37. 24

James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, 2009, Jakarta: Rajawali Press. 25

K. Kartono & D. Gulo, 2003, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya

16

internet yang dilakukan oleh pengguna internet.26

Maka dalam dimensi intensitas

penggunaan media sosial Instagram ini, indikator yang digunakan adalah

frekuensi menggunakan media sosial Instagram dan durasi tiap penggunaan nya.

6. Brand Awareness

a. Pengertian Brand

Berdasar AMA (American Marketing Association), definisi brand adalah “A

name, term, sign, symbol or any other feature that identifies one sellers product or

service as distinct from those of other seller”.27

Jadi brand merupakan nama,

istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari semua itu untuk membedakan

produk atau jasa dari kompetitor - kompetitornya. Sebenarnya pengertian brand

tidak terbatas pada itu saja, nama, desain, simbol, logo dan semua yang

disebutkan AMA hanyalah elemen brand. Elemen brand atau brand elements

hanya komponen yang membantu brand untuk membedakan diri dari

kompetitornya. Seperti yang diungkapkan oleh Light, “brand stand for something

and are much more than simply trademarks or logos. A brand is a promise to the

customer.”28

Sebuah brand membawa janji kepada konsumennya, oleh karena itu,

sebuah brand perlu membangun keterikatan antara janji yang dibawa produk dan

pengalaman yang dirasakan konsumen. Brand yang tidak dapat membangun

keterikatan sama saja dengan identitas semata, bukan brand yang sebenarnya.

Brand yang selama ini kita dengar merupakan istilah yang berasal dari negeri

Skandinavia. Istilah “brand” lebih tepatnya berasal dari bahasa Norwegia Kuno

yaitu “brandr” yang memiliki makna membakar.29

Konsep mengenai brand

kemudian terus berkembang dan kini telah mencapai level yang lebih tinggi. Saat

ini brand digunakan oleh para pelaku pemasaran untuk membedakan produknya

dengan produk sejenis lainnya.

26

I. Novianto, 2003, Perilaku Penggunaan Internet di Kalangan Mahasiswa, Journal Universitas Airlangga Vol. 2 No. 1, 1-40 27

American Marketing Association, Branding-definition, http://www.esp-conference.de/handouts.pdf, diakses tanggal 5 April 2015. 28

Larry Light, What High – Tech Managers Need to Know about Brands, Harvard Business Review. Juli – Agustus, 1999, hal. 85. 29

Tom Blackett, What is Brand?, Brands and Branding, London : Profile Books, 2003, hal. 13- 15.

17

b. Pengertian Brand Awareness

Secara harafiah, brand awareness dapat dimaknai sebagai kesadaran

konsumen terhadap keberadan sebuah brand. Meskipun brand awareness dapat

dikatakan hanya berada di tahapan menyadari keberadaan sebuah brand / merek,

namun hal ini menjadi sangat penting karena brand awareness merupakan awal

yang harus dicapai untuk mencapai tujuan akhir yaitu menciptakan hubungan

yang baik antara brand dengan konsumen. Jika brand awareness tidak tercapai,

maka brand tersebut akan melalui kesulitan untuk hidup dalam benak dan hati

konsumen.

Brand awareness didefinisikan sebagai kemampuan seorang pembeli untuk

mengidentifikasi (baik pengenalan atau pengingat kembali) nama merek terhadap

kategori produknya, dengan perincian yang cukup untuk melakukan pembelian.30

Sedangkan menurut Aaker, brand awareness adalah kondisi dimana seorang

konsumen tahu dan sadar mengenai keberadaan sebuah produk di pasaran dengan

sendirinya tanpa harus diberi pancingan-pancingan tertentu mengenai sebuah

kategori sebuah merek. Kesadaran merek adalah sebuah kemampuan dari seorang

pembeli potensial untuk mengenali atau memanggil ulang (mengingat) bahwa

sebuah merek adalah bagian dari sebuah kategori produk tertentu.31

Menurut pemahaman peneliti sendiri , brand awareness adalah

kesanggupan dari seseorang yang mempunyai peran dalam pemasaran untuk

mengenali dan membangun identitas dari suatu merek dimana pengukuran dilihat

dari sukses tidaknya efektivitas publikasi untuk melakukan komunikasi

pemasaran.

Jadi tingkat brand awareness dapat diukur dengan melihat bagaimana sebuah

merek tersebut dapat dengan mudah dikenali dan diingat kembali oleh seorang

konsumen. Biasanya untuk mendapatkan tingkat brand awareness yang tinggi

maka perusahaan harus dapat mengikat emosi konsumen dengan berbagai

komunikasi pemasaran, atribut dan nilai dari produk tersebut yang berkenaan

30

John R. Rossiuer, Larry Percy, Advertising Communication and Promotion Management, Second Edition, USA: McGraw-Hill, 1997, hal. 113. 31

David Aaker, Managing Brand Equity, New York: Free Press, 1991, hal. 61.

18

secara emosional dengan konsumen (emotional bonding). Brand awareness

adalah bagian dari sebuah brand equity, dan brand awareness adalah sebuah

tingkat dimana sebuah merek yang dulu tidak dikenal menjadi dikenal sekarang.

Peran brand awareness terhadap brand equity dapat dipahami dengan membahas

bagaimana brand awareness menciptakan suatu nilai.

c. Tingkatan Brand Awareness

Aaker menggambarkan brand awareness dalam suatu piramida, seperti

dibawah ini :

Gambar I.1 Piramida Brand Awareness

Sumber : David A. Aaker (Aaker, 1991, hal.62)

Penjelasan mengenai piramida brand awareness dari tingkat terendah sampai

dengan tingkat tertinggi adalah :

a. Unaware of a Brand (tidak menyadari merek)

Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek,

dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. Didalam benak

konsumen semua merek adalah sama dengan tidak mempedulikan kualitas dari

merek tersebut.

b. Brand Recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Konsumen mampu untuk

mengenali merek dan memberikan nama merek sebagai petunjuk, dengan

diberikan rangsangan yang cukup besar mengenai satu kategori produk tertentu.

19

Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat

melakukan pembelian.

c. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Pengingatan kembali terhadap suatu merek didasarkan pada permintaan

seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini

diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas

pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

d. Top of Mind (puncak pikiran)

Merek yang pertama kali muncul didalam benak seorang konsumen dan

disebutkan ketika ditanya mengenai sebuah kategori produk yang ada di pasaran.

Hal ini berarti merek dari produk tersebut telah mencapai tingkat kesadaran yang

tinggi didalam benak konsumen dan merek tersebut dapat dikatakan sebagai

pimpinan merek didalam kategori merek tersebut.

Brand awareness yang sudah terbentuk kemudian dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu depth brand awareness dan breadth brand awareness.32

Depth

brand awareness berhubungan dengan adanya kesadaran dan pengakuan di benak

konsumen sehingga memungkinkan brand tersebut untuk selalu muncul kembali

dalam ingatan mereka. Breadth brand awareness berkaitan dengan bermacam-

macam situasi pembelian yang membuat brand tersebut muncul dalam ingatan

konsumen.

Dalam penelitian ini brand awareness akan diukur melalui 1 dimensi yaitu

dimensi brand recall saja. Alasan peneliti memilih dimensi brand recall karena

banyak perusahaan yang menggunakan brand recall sebagai metrik untuk

mengukur kinerja media sosial atau kampanye pemasaran mobile mereka.33

Brand

recall sebagai kemampuan responden untuk mengingat sebuah nama brand,

32

Prof. G. Balabanis, How to Measure Brand Awareness, Brand Image, Brand Equity and Brand Value diakses melalui http://www.balabanis.com/marketresearch/brand.pdf tanggal 5 April 2015. 33

Brand Recall: MMS, SMS, and Social Media, http://blog.skycore.com/2015/10/12/brand-recall-mms-sms-and-social-media/ , 2015, diakses pada 10 Januari 2016 pukul 23.39.

20

produk atau perusahaan, memiiki kemampuan untuk meninggalkan pengaruh yang

awet di benak konsumen.

Peneliti ingin melihat faktor social media marketing manakah yang paling

memengaruhi tingkat brand recall Roaster and Bear. yang juga dipengaruhi oleh

intensitas konsumen dalam menggunakan media sosial Instagram.

d. Nilai Kesadaran Merek

Kesadaran merek memberikan nilai melalui empat cara34

, yaitu :

i. Jangkar tempat cantelan asosiasi-asosiasi lain

Pengenalan merek merupakan langkah dasar promosi. Tidak ada gunanya

mengkomunikasikan atribut-atribut merek sebelum merek itu dikenal.

ii. Familiaritas + rasa suka

Keakraban atau rasa suka. Pengenalan merek mengesankan keakraban konsumen

dengan merek. Familiaritas sering kali mengendalikan keputusan pembelian.

iii. Tanda mengenal substansi/komitmen

Sinyal komitmen. Kesadaran merek dapat mengindikasikan komitmen.

Logikanya, jika sebuah merek dikenali, pasti ada sebabnya, seperti :

1. Perusahaan telah mengiklankannya secara luas.

2. Perusahaan telah menggeluti bisnis tersebut dalam waktu lama.

3. Perusahaan mempunyai jangkauan distribusi yang luas.

4. Produk tersebut dapat dikatakan sukses.

iv. Bahan pertimbangan merek

Langkah pertama dalam proses pembelian adalah menyeleksi sekumpulan merek

untuk dipertimbangkan. Jadi, apabila suatu merek berada dalam ingatan

konsumen, maka merek tersebut akan dipertimbangkan untuk dipilih.

e. Pengaruh Social Media Marketing terhadap Pembentukan Brand Awareness

Penggunaan media sosial sebagai alat pemasaran untuk menjaring

masyarakat di dalam dunia maya banyak digunakan perusahaan. Menurut Suhaimi

34

Darmadi Durianto dkk, Brand Equity Ten, Strategi Memimpin Pasar, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal.7.

21

dan Darwin, media sosial digunakan karena memiliki konektivitas yang luar biasa

antar pelanggan dan komunitas yang sudah terbentuk didalamnya.35

Perusahaan-

perusahaan seperti Dell, Starbucks, dan sebagainya menggunakan media sosial

sebagai media promosi untuk membangun brand awareness.36

Dalam waktu 9

bulan pengguna media sosial dunia aktif mencapai angka 350 juta populasi dunia

dan terus bertambah.37

Bayangkan jika sebuah merek diperkenalkan dan

diperbarui secara terus-menerus melalui media sosial ini yang rata-rata minimal 1

minggu sekali di “update”, dampaknya akan sangat besar bagi perusahaan karena

tingkat kesadaran merek konsumen akan terus bertambah sehingga

memungkinkan sebuah merek untuk menjadi top of mind dari 350 juta pengguna

media sosial tersebut. Penelitian yang dilakukan Haryanto (2009), menemukan

bahwa semakin sebuah produk dikenal dan diingat oleh seseorang (top of mind)

maka semakin besar kemungkinannya untuk dipilih dan dibeli oleh konsumen.38

Brand awareness sangat berkaitan erat dengan frekuensi sebuah pesan diterima

dan diolah oleh seorang konsumen. Semakin sering maka akan semakin sadar

merek (demikian sebaliknya).

F. Kerangka Konsep

Penelitian ini berada dalam ranah komunikasi pemasaran khususnya dalam

praktik social media marketing khususnya melalui media sosial Instagram dan

pengaruhnya terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear.

Peneliti berasumsi bahwa social media marketing melalui Instagram

merupakan faktor dalam peningkatan brand awareness Roaster and Bear.

Penelitian ini berfokus pada praktik social media marketing pada platform

35

Richard Darmawan Andryanto dan Jony O. Haryanto, Analisis Pengaruh Internet Marketing terhadap Pembentukan Word of Mouth dan Brand Awareness untuk memunculkan Intention to Buy, Jurnal Manajemen Teknologi, Volume 9(no. 1), 2010, hal. 20-35. 36

Warta Ekonomi, Desember 2009, diakses dari http://www.sbm.itb.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/2-Richard.pdf, tanggal 1 April 2015. 37

Ibid 38

Haryanto, J.O. dan Saputra, Brand Awareness dan Tanggapan Pemirsa terhadap penggunaan Selebritis dalam Iklan. Jurnal Bunga Rampai Perilaku Konsumen, 1 (8), 2009, hal. 119-150.

22

Instagram. Instagram dalam penelitian ini merupakan bagian dari konsep social

media marketing yang diajukan oleh peneliti.

Gambar I.2 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar diatas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga jenis

variabel. Variabel pertama adalah social media marketing Instagram Roaster and

Bear, yang berperan sebagai variabel bebas (independen). Variabel kedua adalah

intensitas penggunaan media sosial Instagram sebagai variabel antara. Dan

variabel terakhir adalah brand awareness Roaster and Bear sebagai variabel

terikat (dependen).

G. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang

dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar

dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu

peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti

maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini

terdapat tiga variabel, yang berperan sebagai variabel independen, variabel antara

dan variabel dependen.

1. Variabel Social Media Marketing

Variabel Social Media Marketing berperan sebagai variabel independen

(X), yaitu variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan pada

variabel dependen. Penggunaan ini akan diukur melalui 5 dimensi yaitu :

Social Media Marketing Instagram

Roaster and Bear

Intensitas penggunaan media

sosial Instagram

Brand awareness Roaster and Bear

23

a. Online Communities

Indikator untuk dimensi online communities ada 3 yaitu: Kemungkinan

bagi pengguna untuk mengunggah konten ke Instagram Roaster and Bear, apakah

Instagram Roaster and Bear bermanfaat untuk mengumpulkan berbagai informasi

mengenai produk atau brand dan yang terakhir adalah pengetahuan responden

akan followers lain

b. Interaction

Untuk indikator dimensi interaction adalah sebagai berikut: Kemungkinan

untuk mengundang teman ke Instagram Roaster and Bear, kemungkinan untuk

bertukar opini atau perbincangan dengan followers lain melalui Instagram Roaster

and Bear, kemungkinan terjadinya interaksi dua arah antara administrator dan

pengguna melalui Instagram Roaster and Bear serta yang terakhir kemungkinan

untuk membagi informasi dengan sesama followers melalui Instagram Roaster

and Bear

c. Sharing of Content

Terdapat 4 indikator untuk mengukur dimensi sharing of content, yaitu:

keinginan untuk menyampaikan informasi mengenai brand, produk, atau

pelayanan dalam bentuk gambar, video atau status update dari Roaster and Bear

kepada teman-teman dan kenalan, keinginan untuk mengunggah konten dalam

bentuk gambar, video atau status update dari Roaster and Bear pada microblog

atau profil media sosial yang lain dan keinginan untuk menerima konten dalam

bentuk gambar, video atau status update tentang brand, produk atau pelayanan

dari media sosial Instagram Roaster and Bear

d. Accessibility

Sedangkan untuk dimensi accessibility: kemudahan dalam mengakses

media sosial Instagram Roaster and Bear, kemudahan dalam berpartisipasi dalam

media sosial Instagram dan biaya dalam mengakses media sosial Instagram

Roaster and Bear

e. Credibility

Dan untuk dimensi terakhir credibility, indikator yang digunakan untuk

mengukur adalah kepercayaan terhadap informasi pada Instagram Roaster and

24

Bear, kejelasan informasi mengeni brand, produk dan servis serta ikatan

emosional antara followers dan Roaster and Bear dengan mengakses informasi

dari akun Instagram Roaster and Bear

Kesemua dimensi diatas akan diukur menggunakan skala ordinal.

2. Variabel intensitas penggunaan media sosial Instagram

Variabel penggunaan media sosial Instagram berperan sebagai variabel

antara (M), yaitu variabel yang menjadi penghubung (mediator) antara variabel

independen dan variabel dependen. Variabel antara ini sering disebut juga dengan

nama variabel intervening. Suatu variabel dapat dikatakan sebagai variabel antara

apabila dengan masuknya variabel tersebut, hubungan statistik yang semula

terjadi di antara variabel independen dan dependen menjadi berkurang atau

bahkan hilang. Dengan kata lain, hubungan yang terjadi adalah hubungan tidak

langsung melalui variabel antara tersebut. Variabel ini diturunkan ke dalam

dimensi frekuensi dan durasi penggunaan media sosial Instagram. Variabel ini

akan diukur menggunakan skala interval.

3. Variabel brand awareness

Seperti yang telah diuraikan dalam kerangka pemikiran, brand awareness

akan diukur menggunakan dimensi brand recall saja. Brand awareness berperan

sebagai variabel dependen (Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Indikator untuk variabel ini adalah:39

a. Recall

yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat nama, logo, ikon, menu, event,

kontes dan promosi dari brand.

39

Ibid

25

H. OPERASIONALISASI KONSEP

Tabel I.1

Operasionalisasi Konsep

Variabel Dimensi Indikator Skala

Social Media

Marketing

Instagram

Online

Communities

Followers dapat mengunggah konten ke

Instagram Roaster and Bear

Instagram Roaster and Bear bermanfaat

untuk mengumpulkan berbagai informasi

mengenai produk atau brand

Pengetahuan akan followers lain

Ordinal

Interaction Kemungkinan untuk mengundang teman ke

Instagram Roaster and Bear

Kemungkinan untuk bertukar opini atau

perbincangan dengan followers lain melalui

Instagram Roaster and Bear

Kemungkinan terjadinya interaksi dua arah

antara administrator dan pengguna melalui

Instagram Roaster and Bear

Kemungkinan untuk membagi informasi

dengan sesama followers melalui Instagram

Roaster and Bear

Ordinal

Sharing of

Content

Keinginan untuk menyampaikan informasi

mengenai brand, produk, atau pelayanan

dalam bentuk gambar, video atau status

update dari Roaster and Bear kepada

teman-teman

Keinginan untuk mengunggah konten

dalam bentuk gambar, video atau status

update dari Roaster and Bear pada

microblog atau profil media sosial yang

lain

Keinginan untuk membagi opini dalam

bentuk gambar, video atau status update

tentang brand, produk atau pelayanan

Roaster and Bear kepada kenalan

Keinginan untuk menerima konten dalam

bentuk gambar, video atau status update

Ordinal

26

tentang brand, produk atau pelayanan dari

media sosial Instagram Roaster and Bear

Accessibility Kemudahan dalam mengakses media sosial

Instagram Roaster and Bear

Kemudahan dalam berpartisipasi dalam

media sosial Instagram Roaster and Bear

Biaya dalam mengakses media sosial

Instagram Roaster and Bear

Ordinal

Credibility Kepercayaan terhadap informasi pada

Instagram Roaster and Bear

Kejelasan informasi mengeni brand,

produk dan servis

Ikatan emosional antara followers dan

Roaster and Bear dengan mengakses

informasi dari akun Instagram Roaster and

Bear

Ordinal

Intensitas

penggunaan

media sosial

Instagram

Frekuensi Frekuensi responden dalam menggunakan

media sosial Instagram

Interval

Durasi Durasi / lamanya waktu yang dihabiskan

responden dalam satu kali penggunaan

media sosial Instagram

Interval

Brand

Awareness

(Kesadaran

Merek)

Recall Responden mengingat nama brand

Responden mengingat logo brand

Responden mengingat ikon brand

Responden mengingat menu makanan

brand

Responden mengingat event yang diadakan

oleh brand

Responden mengingat kontes yang

diadakan oleh brand

Responden mengingat promosi yang

diadakan brand

Ordinal

27

I. Metodologi Penelitian

1. Objek penelitian

Objek pada penelitian ini adalah pengaruh social media marketing Roaster and

Bear melalui Instagram. Peneliti berasumsi adanya hubungan pengaruh antara

social media marketing Instagram terhadap tingkat brand awareness Roaster and

Bear.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis

penelitian eksplanatori (explanatory research). Explanatory atau Confirmatory

Research digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian

hipotesa.40

Jenis penelitian ini cocok untuk menjelaskan hubungan antara social

media marketing Instagram dan tingkat brand awareness Roaster and Bear.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0 : Social media marketing Instagram memiliki pengaruh yang positif terhadap

tingkat brand awareness Roaster and Bear Coffee Lounge & Kitchen.

H1 : Social media marketing Instagram tidak memiliki pengaruh yang positif

terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear Coffee Lounge & Kitchen.

4. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian survei.

Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.41

Penelitian

dengan metode survei bertujuan untuk memahami karakteristik dari suatu populasi

sehingga nantinya akan dapat menerangkan suatu fenomena atau peristiwa sosial.

Metode survei dipilih oleh peneliti sesuai dengan titik berat-nya yang diletakkan

pada penelitian rasional; mempelajari hubungan antara variabel. Kelebihan lain

dari metode ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang

40

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Cetakan Kedelapanbelas, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia, 2006, hal. 4. 41

Ibid, hal. 3.

28

besar. Survei yang dilakukan peneliti dengan cara online, dikarenakan data dari

responden yang merupakan followers akun Instagram Roaster and Bear lebih

efisien dikumpulkan dengan survei online.

Metode explanatory survey digunakan oleh peneliti karena ingin menjelaskan

hubungan antara social media marketing Instagram dan intensitas mengakses

media sosial tersebut terhadap tingkat brand awareness Roaster and Bear. Disini

social media marketing Instagram berperan sebagai variabel bebas (independen),

intensitas mengakses instagram sebagai variabel antara (intervening) dan tingkat

brand awareness Roaster and Bear sebagai variabel terikat (dependen).

5. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pemilihan lokasi ini dikarenakan oleh lokasi Roaster and Bear yang juga terletak

di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian ini nanti diharapkan

mampu menggambarkan secara general mengenai social media marketing

Instagram dan intensitas mengakses Instagram serta pengaruhnya terhadap tingkat

brand awareness Roaster and Bear.

6. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kesuluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang

ingin diteliti.42

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengikut

(followers) akun media sosial Instagram @roasterandbear yang berjumlah 2622.43

Sampel menurut Suharsimi Arikunto adalah bagian dari populasi (sebagian

atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian populasi

yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.44

Untuk

menetapkan jumlah sampel yang akan diteliti, peneliti menggunakan tabel de

Vaus.

42

Sugiarto, Teknik Sampling, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal.2. 43

https://instagram.com/roasterandbear/?hl=en diakses pada tanggal 28 Novermber 2015 pukul 04.49. 44

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1998, hal. 117.

29

Gambar I.3

Tabel de Vaus

Sumber: David de Vaus (de Vaus, 1985, hal. 63)

Berdasar tabel ukuran sampel de Vaus di atas, dengan confidence level

sebesar 95% dan sampling error sebesar 10% maka peneliti menggunakan sampel

berjumlah 100 orang. Dalam mengumpulkan data dari responden yang merupakan

followers akun media sosial Instagram Roaster and Bear, terdapat keterbatasan

saluran komunikasi yang dihadapi oleh peneliti. Saluran komunikasi yang

digunakan peneliti terbatas hanya melalui direct message atau comment, sehingga

peneliti tidak dapat memastikan atau menjamin balasan atau feedback dari para

responden, sehingga sampling error yang digunakan peneliti dalam tabel de Vaus

adalah sebesar 10%.

7. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan peneliti adalah metode

metode probability sampling, yaitu metode pengambilan sampel dimana setiap

anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel.

Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random Sampling.

Teknik ini dipilih karena kendala peneliti dalam mencari informasi pengikut

(followers) akun Instagram @roasterandbear. Sesuai dengan penjelasan yang telah

dipaparkan peneliti di subbab populasi dan sampel sebelumnya, dalam

pengumpulan data dari responden yang berada di media sosial, saluran

komunikasi yang digunakan peneliti terbatas.

30

8. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer

Data utama yang diperoleh dari hasil kuesioner/survey online

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh menggunakan teknik wawancara. Data diperoleh

melalui wawancara yang dilakukan dengan narasumber terkait,yaitu pihak Roaster

and Bear yang diwakili oleh Bapak Lorensius Nanang Satwanto selaku

operational manager dari Roaster and Bear. Data sekunder wawancara ini hanya

digunakan peneliti untuk keterangan objek penelitian, Roaster and Bear Coffee

Lounge & Kitchen, serta data pendukung untuk analisis penelitian ini.

9. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian

yang digunakan benar-benar valid untuk mengukur variabel yang diteliti. Peneliti

akan menguji validitas dengan menggunakan Korelasi Bevariate Pearson.

Korelasi Bevariate Pearson adalah salah satu rumus yang dapat digunakan untuk

melakukan uji validitas data dengan program SPSS. Menurut Widiyanto,

koefisien korelasi dalam uji validitas dapat dilakukan dengan rumus:45

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi

X : skor item

Y : skor total

N : banyaknya subjek

Jika nilai rhitung > rtabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen

penelitian berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item instrumen

45

Joko Widiyanto, SPSS For Windows, Surakarta: Badan Penerbit-FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012, hal. 34-37.

31

penelitian dinyatakan valid). Jika rhitung < rtabel maka item pertanyaan atau

pernyataan dalam instrumen penelitian tidak berkorelasi signifikan terhadap skor

total (artinya item dinyatakan tidak valid).

Sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, atau singkatnya reliabilitas

menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang

sama.46

Uji reliabilitas akan diuji melalui uji Alpha Cronbach, dengan rumus :

Jika nilai alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna, 0,70-0,90 maka reliabilitas

tinggi, 0,50-0,70 maka reliabilitas moderat dan jika <0,50 maka reliabilitas

rendah.47

10. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

korelasional dan analisis regresi.

a. Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test)

Menurut Suryabrata, tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi

sejauh mana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi pada satu atau

lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.48

Sedangkan menurut Gay,

tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antar variabel

atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi.49

Teknik

46

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Op.cit., hal. 140. 47

Perry Roy Hilton and Charlotte Brownlow, SPSS Explained, East Sussex: Routledge, 2004, hal. 364. 48

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004, hal. 24. 49

Emzir, Metodologi Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 38.

32

analisis ini tepat untuk mengukur sejauh mana hubungan variabel social media

marketing Instagram berkaitan dengan tingkat brand awareness Roaster and Bear.

Teknik analisis korelasional yang akan digunakan dalam peneliti adalah

Pearson Correlation Test, peneliti akan menganalisis berdasar koefisien korelasi.

Koefisien korelasi adalah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua

variabel. Besarnya koefisien berkisar antara +1 hingga -1. Koefisien korelasi

menunjukkan kekuatan hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak.

Sarwono memberikan kriteria sebagai berikut:50

0 : Tidak ada korelasi

> 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

> 0,25 - 0,5 : Korelasi cukup

> 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat

> 0,75-0,99 : Korelasi sangat kuat

1 : Korelasi sempurna

b. Analisis Regresi

Analisis dilakukan dengan model regresi dengan mediator karena adanya

variabel antara (intervening) yang memediasi antara variabel independen dan

variabel dependen. Analisis ini merupakan perluasan dari analisis regresi linear

berganda.

50

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hal. 87.