bab i pendahuluan 1.1. latar...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari 2/3 bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap air bersih (Wikipedia, 2012). Air permukaan merupakan air yang paling mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk lainnya. Kebutuhan air yang terus meningkat tidak sebanding dengan kondisi fisik dan kimia air di negara kita masih belum sepenuhnya layak untuk digunakan. Kualitas dan kuantitas air di setiap wilayah akan berbeda-beda. Ada daerah yang kaya air bersih, ada juga yang kekeringan. Salah satu upaya penampungan air adalah pembuatan situ. Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Ruang, 2003). Pada dasarnya, situ memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial. Fungsi ekologi situ adalah sebagai pengatur air, pengendali banjir, habitat hidup liar yang dilindungi atau spesies serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosialnya adalah memenuhi kebutuhan hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit

Upload: hakhuong

Post on 29-Aug-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan

makhluk hidup. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar

yang lebih dari 2/3 bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air

tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air

tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air

tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus

berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia

dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan

terhadap air bersih (Wikipedia, 2012). Air permukaan merupakan air yang paling

mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk

lainnya. Kebutuhan air yang terus meningkat tidak sebanding dengan kondisi fisik

dan kimia air di negara kita masih belum sepenuhnya layak untuk digunakan.

Kualitas dan kuantitas air di setiap wilayah akan berbeda-beda. Ada daerah yang

kaya air bersih, ada juga yang kekeringan. Salah satu upaya penampungan air

adalah pembuatan situ.

Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk

secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan

salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Ruang,

2003). Pada dasarnya, situ memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan

fungsi sosial. Fungsi ekologi situ adalah sebagai pengatur air, pengendali banjir,

habitat hidup liar yang dilindungi atau spesies serta penambat sedimen, unsur

hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosialnya adalah memenuhi kebutuhan hidup

manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana

transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit

2

listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi dan tradisi.

Selain itu situ juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi, yaitu dengan

menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir, serta memasok air ke kantung-

kantung air seperti air tanah, sungai, dan persawahan. Degan demikian, situ dapat

mengendalikan dan meredam banjir pada musim penghujan serta menyimpannya

sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk., 2009).

Situ Gintung merupakan danau buatan yang berada di Kecamatan Ciputat

Timur, Kota Tangerang Selatan dengan luas 21 ha dan volume 2,1 juta m3. Situ

ini dibangun pada tahun 1931-1933 sebagai waduk untuk pengaliran irigasi di

area Ciputat. Saat ini, terjadi perubahan penggunaan lahan dari persawahan dan

perkebunan menjadi area permukiman dan area komersial, di antaranya

perumahan, restoran, tempat wisata, dan areal kampus. Tanggal 27 Maret 2009

terjadi tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung yang diakibatkan karena kurangnya

bantaran sebagai recharge area. Curah hujan tinggi saat itu mempercepat naiknya

permukaan air pada situ yang memang semakin dangkal kemudian memberikan

tekanan yang semakin kuat pada tanggul situ. Jebolnya tanggul Situ Gintung

tahun 2009 membawa perubahan baru berupa revitalisasi areal situ dengan

membangun sempadan untuk ruang terbuka hijau, sehingga diharapkan bisa

menambah recharge area. Badan air Situ Gintung yang dahulunya dimanfaatkan

sebagai tempat wisata air sekarang berubah menjadi pertambakan ikan. Di sisi

lain, Situ Gintung memiliki dua buah inlet (masukan air) yang berasal dari saluran

permukiman penduduk sehingga memiliki beban pencemar yang besar. Selain

berasal dari saluran permukiman, sumber air Situ Gintung berasal dari air hujan.

Pemanfaatan pertambakan ikan di Situ Gintung menimbulkan masalah

tersendiri bagi kesesuaian pemanfaatannya, karena sumber airnya yang berasal

dari saluran permukiman, sehingga air di Situ Gintung merupakan akumulasi

limbah domestik dan juga air hujan. Saat musim kemarau terjadi, beban pencemar

semakin tinggi karena sedikitnya konsentrasi air hujan sebagai pelarut. Di sisi

lain, pada saat musim hujan beban pencemar bisa mengalami pengenceran dengan

air hujan sehingga konsentrasinya berkurang.

3

Penelitian kualitas air Situ Gintung ini dilakukan berdasarkan pentingnya

mengetahui kualitas air sebelum dimanfaatkan. Siklus hidrologi akan terus

berjalan, mulai dari hujan yang kemudian terinfiltrasi ke dalam tanah dan

sebagian menjadi aliran permukaan. Air tanah akan dimanfaatkan manusia dan

makhluk hidup lainnya, sehingga kualitasnya harus tetap terjaga. Air limbah

domestik manusia kemudian akan mengalir dari saluran perumahan ke sungai, dan

akan kembali dimanfaatkan manusia, sehingga kualitas air harus selalu terjaga.

Danau atau situ memiliki strata perlapisan yang memiliki karakteristik

masing-masing dalam perlapisannya. Adanya angin menyebabkan arus dalam

danau. Arus ini menyebabkan gerakan turbulence pada permukaan maupun dasar

danau, sehingga mempengaruhi perbedaan kualitas air danau pada setiap

perlapisannya. Agihan kualitas air danau diketahui secara vertikal menurut strata

dan horizontal menurut inlet, tengah, dan outlet dengan parameter sifat fisik,

kimia, dan biologisnya.

Penelitian kualitas air Situ Gintung merupakan salah satu langkah untuk

memberikan rekomendasi kesesuaian pemanfaatan pasca bencana. Sampel air

dapat dibandingkan dengan baku mutu air kelas I, II, dan kebutuhan perikanan

maka dapat dihasilkan pemanfaatan mana yang paling tepat untuk Situ Gintung.

1.2. Permasalahan

Situ Gintung yang memiliki dua buah inlet dari saluran permukiman

penduduk turut mengalirkan limbah domestik ke dalam badan air, sehingga

ekosistem pertambakan yang ada dapat terancam. Selain itu sebagian kecil

penduduk yang memanfaatkan air situ untuk kebutuhan sehari-hari juga dapat

terancam kesehatannya. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas air Situ Gintung?

2. Bagaimana karakteristik limbah domestik sebagai inlet Situ Gintung?

4

3. Bagaimana pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan?

4. Bagaimana kesesuaian pemanfaatan air Situ Gintung sebagai air baku air

minum penduduk dan kebutuhan perikanan?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui variasi kualitas air Situ Gintung di inlet, tengah, dan outlet pada

setiap strata

2. Mengetahui karakteristik limbah domestik yang masuk dalam badan air Situ

Gintung

3. Mengidentifikasi pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan di

Situ Gintung

4. Mengevaluasi kualitas air Situ Gintung sebagai air baku minum dan kebutuhan

perikanan

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terkait

dengan pemanfaatan Situ Gintung baik itu untuk masyarakat maupun instansi

terkait. Kegunaan penelitian Kajian Kualitas Air Situ Gintung diantaranya:

a. Bagi peneliti, untuk memenuhi syarat kelulusan S1 sekaligus ajang

peningkatan kemampuan dan pengetahuan dalam pelaksanaan penelitian.

b. Bagi Fakultas Geografi UGM, diharapkan penelitian ini mampu memperkaya

penelitian sehingga dapat bermanfaat untuk ke depannya.

c. Bagi instansi pemerintah Badan Lingkungan Hidup Tangerang Selatan

diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu data kualitas air dari

beberapa situ yang berada di Tangerang Selatan.

d. Bagi instansi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai

pengelola di Situ Gintung, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan

untuk arahan pengelolaan kawasan Situ Gintung.

5

e. Bagi masyarakat setempat, diharapkan dapat mengetahui bagaimana kualitas

air Situ Gintung sehingga dapat memanfaatkan sesuai dengan peruntukan dan

melindungi kesehatan lingkungan mereka.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Danau/Situ

Danau merupakan cekungan yang terjadi karena peristiwa alami atau

sengaja dibuat manusia untuk menampung dan menyimpan air yang berasal dari

hujan, mata air, dan atau air sungai (Susmianto,2004). Pengertian Situ menurut

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Penataan

Ruang (2003) adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk

secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan

salah satu bagian juga yang berperan potensial dalam kawasan lindung.

Danau-danau di Indonesia terbentuk secara alamiah dan buatan akibat

aktivitas manusia. Menurut Naryanto, dkk. (2009), genesa atau asal kejadian

danau atau reservoir di Indonesiadapat dikelompokkan ke dalam 14 tipologi yaitu

tektonik, tekto-vulkanik, vulkanik, kawah, kaldera, patahan lingkar kaldera,

paparan banjir, oxbow, ongsoran, pelarutan, mprain/gletser, embung buatan, dan

sisa galian kolong.

Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0.001-0.01 m/detik)

atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu waktu tinggal (residence time) air

dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah.

Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal.

Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim. (Effendi, 2003)

Menurut Cole (1988), zonasi (perwilayahan) perairan tergenang (danau)

dibagi menjadi dua, yaitu zonasi benthos dan zonase kolom air. Zonasi benthos

juga disebut zonasi dasar, terdiri atas supra-litoral, litoral, sub-litoral, dan

6

profundal. Zonasi kolom air atau open water zone terdisi atas zonasi limnetik,

tropogenetik, kompensasi, dan tropolitik.

a. Supralitoral adalah wilayah di pinggir danau yang masih terkena pengaruh

danau, biasanya berupa daratan yang kadangkala terkena air jika volume air

danau meningkat.

b. Litoral adalah wilayah pinggir danau yang dangkal, dengan batuan dasar

berukuran relatif besar dan cahaya matahari mencapai dasar perairan. Wilayah

ini banyak ditumbuhi tumbuhan akuatik yang mengakar di dasar perairan dan

memiliki keanekaragaman benthos yang cukup tinggi. Wilayah litoral

merupakanwilayah yang mendapat pengaruh pertama kali, jika terjadi erosi

pada daratan di sekitarnya.

c. Sub-litoral adalah wilayah di bawah wilayah litoral, dengan batuan dasar

berukuran lebih kecil dan cahaya matahari sudah berkurang. Wilayah ini masih

mendapat cukup oksigen, namun keanekaragaman benthos sudah berkurang.

Benthos (misalnya moluska) yang telah mati, semula adalah penghuni wilayah

litoral biasanya akan terbenam di wilayah sub-litoral.

d. Profundal adalah wilayah paling dalam dengan suhu yang rendah dan cahaya

matahari sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Jumlah oksigen terlarut

sangat sedikit atau terbentuk suasana anoksik (tak ada oksigen). Meskipun

mengandung banyak gas metana dan karbondioksida, namun kadar ion

hidrogen dalam wilayah ini juga tinggi sehingga pH air rendah karena

keberadaan asam karbonat. Sedimen dasar berukuran sangat kecil (halus).

e. Zona limnetik (pelagik) adalah wilayah perairan yang sudah tidak banyak

mendapat pengaruh dari tepi dan dasar perairan. Zona limnetik dibagi menjadi

zona tropogenik dan tropolitik.

f. Zona tropogenik adalah kolom air dari permukaan yang memiliki aktivitas

fotosintesis intensif hingga kedalaman di mana aktivitas fotosintesis sangat

sedikit. Pada zona ini, kadar oksigen terlarut cukup tinggi. Zona tropogenik

biasanya terletak pada mintakat epilimnion.

7

g. Zona tropolitik adalah wilayah yang berada di bawah tropogenik. Pada zona

ini, aktivitas respirasi dan dekomposisi dominan, sedangkan aktivitas

fotosintesis sudah tidak ada. Zona ini memiliki kadar oksigen terlarut sangat

rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, namun kadar karbondioksida tinggi.

Zona tropolitik seringkali sama dengan lapisan/zona/mintakat hipolimnion.

h. Zona kompensasi adalah zona antara tropogenik dan tropolitik, dicirikan oleh

aktivitas fotosintesis yang sama dengan respirasi.

Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi

vertikal kolom air pada perairan lentik dikelompokkan menjadi tiga:

a. Lapisan (zona) eufotik yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya

matahari.

b. Lapisan kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya sebesar 1% dari

lapisan permukaan.

c. Lapisan profundal yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi, dengan

intensitas cahaya sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik).

Berdasarkan perbedaan panas pada setiap kedalaman (dalam bentuk

perbedaan suhu), stratifikasi vertikal kolom air (thermal stratification) pada

perairan dibagi menjadi tiga:

a. Epilimnion, yaitu lapisan bagian atas perairan. Lapisan ini merupakan bagian

yang hangat dengan suhu relatif konstan atau perubahan suhu secara vertikal

sangat kecil. Seluruh massa air pada mintakat ini tercampur baik karena adanya

angin dan gelombang.

b. Termoklin atau metalimnion, yaitu lapisan di bawah epilimnion. Pada lapisan

ini, perubahan suhu dan panas secara vertikal relatif besar; setiap penambahan

kedalaman 1m terjadi penurunan suhu air sekurang-kurangnya 1o C.

c. Hipolimnion yaitu lapisan di bawah metalimnion. Lapisan ini merupakan

lapisan yang lebih dingin, ditandai oleh perbedaan suhu secara vertikal yang

relatif kecil. Massa air pada lapisan ini bersifat stagnan, tidak mengalami

percampuran, dan memiliki densitas yang lebih besar. Di wilayah tropis,

8

perbedaan suhu air permukaan dengan suhu air bagian dasar hanya sekitar 2oC-

3oC.

Lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal kolom air

berdasarkan intensitas cahaya kadang-kadang berada pada posisi yang sama

dengan lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal berdasarkan

perbedaan panas. Lapisan eufotik biasanya juga merupakan lapisan epilimnion

merupakan lapisan yang paling produktif. Lapisan ini mendapat pasokan cahaya

matahari yang cukup sehingga proses fotosintesis berlangsung secara optimum.

Keberadaan oksigen, baik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis maupun difusi

dari udara, juga mencukupi. (Effendi, 2003)

Tiupan angin dan perubahan musim yang mengakibatkan perubahan

intensitas cahaya matahari dan perubahan suhu dapat mengubah atau

menghancurkan stratifikasi vertikal kolom air. Fenomena perubahan stratifikasi

vertikal ini dapat diamati dengan jelas pada perairan tergenang yang terdapat di

wilayah ugahari (temperate) yang memiliki empat musim. (Effendi, 2003)

Stratifikasi vertikal kolom air dapat berlangsung beberapa bulan secara

permanen, tanpa ada percampuran massa air. Berdasarkan percampuran massa air,

danau dibedakan menjadi dua yaitu amiktik dan miktik. Pada danau amiktik, massa

air tidak mengalami percampuran sama sekali, baik percampuran secara vertikal

maupun spasial, sedangkan pada danau miktik, massa air mengalami percampuran

secara vertikal dan spasial. (Effendi, 2003)

Pada thermal stratification terjadi percampuran massa air secara

menyeluruh (holomictik), yakni percampuran yang terjadi pada seluruh massa air,

dari permukaan hingga dasar. Perubahan stratifikasi pada thermal stratification

lebih banyak disebabkan oleh perubahan suhu, yang selanjutnya menyebabkan

perubahan panas dan berat jenis. (Effendi, 2003)

9

Berdasarkan tingkat kesuburannya (trophic status), danau dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan dengan

produktivitas primer dan biomassa rendah. Perairan ini memiliki kadar unsur

hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen.

b. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan

produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan peralihan

antara oligotrofik dan eutrofik.

c. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktivitas tinggi), yaitu perairan dengan

kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memiliki

tingkat kecerahan yang rendah dan kadar oksigen pada lapisan hipolimnion

dapat lebih kecil dari 1mg/liter.

d. Hiper-eutrofik, yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas

primer sangat tinggi. Pada perairan ini, kondisi anoksik (tidak terdapat oksigen)

terjadi pada lapisan hipolimnion.

e. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik

misalnya asam humus dan fulvic. (Effendi, 2003)

Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai fungsi

ekologi dan fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai

pengatur tata air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang

dilindungi atau endemik, serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan

pencemar. Fungsi sosial-ekonomi-budaya danau adalah memenuhi kebutuhan

hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana

transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit

tenaga listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi, dan

tradisi. Selain itu, danau juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi; yaitu

dengan menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir sungai, serta memasok air

ke kantung-kantung air lain seperti akuifer (airtanah), sungai, dan persawahan.

Dengan demikian danau dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim

10

hujan dan menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk.,

2009).

Menurut Susmianto (2004), terdapat berbagai ancaman penyebab

kerusakan ekosistem danau baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia.

Penyebab kerusakan secara alami misal banjir, gempa bumi, dan vulkanik.

Sedangkan ancaman kerusakan yang diakibatkan aktivitas manusia misalnya

sedimentasi, pencemaran (limbah rumahtangga, limbah pertanian,limbah industri),

pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, memasukkan spesies eksotik,

konversi lahan, perubahan sistem hidrologi, serta pembangunan permukiman.

1.5.2. Kualitas Air

Kualitas air dapat diartikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan

oleh adanya parameter kimia anorganik, kimia organik, fisik, biologis, dan

radiologis (Martopo, 1987). Kualitas air dapat disimpulkan juga sebagai

karakteristik mutu yang dimanfaatkan untuk pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya air. Kualitas air sangat penting karena dijadikan dasar dan pedoman

untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang sesuai dengan

peruntukannya.

1.5.2.1. Sifat Fisik Air

(1) Suhu

Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen

(Sastrawijaya, 2000). Pembuangan limbah yang dilakukan pada badan air dapat

menimbulkan kenaikan suhu sehingga akan mempengaruhi aktivitas hidrologis di

dalamnya.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian

dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,

dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap

proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan

mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran

11

suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya

algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran

suhu berturut-turut 30-35oC dan 20-30

oC. Filum Cyanophyta lebih dapat

bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta

dan diatom (Haslam,1995).

(2) Kecerahan

Kecerahan dapat diidentifikasi dari tingkat kekeruhan air dengan alat

sechi-disk. Kekeruhan terdapat pada kebanyakan air permukaan akibat suspensi

lempung, silt, organik dan anorganik, plankton, dan mikroorganisme lain.

Kekeruhan pada perairan tergenang, misalnya danau, lebih banyak

disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus,

sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir disebabkan oleh bahan

tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah

yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat

mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya

lihat organisme akuatik, serta juga dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam

air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan

mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. (Vidyadevi, 2007)

(3) Total Dissolved Solids (TDS)

Selama perjalanannya air dapat melarutkan dan membawa kandungan

material wahana yang dilaluinya. Sehingga selain mengadung unsur-unsur, air

dapat pula mengandung material yang terkandung di dalamnya. Pengukuran

suspensi dilakukan dengan dua cara, yaitu pengendapan dan pemisahan, cara

pengendapan didasari oleh prinsip perubahan berat jenis suatu zat. Artinya karena

berat jenis suatu material yang terlarut dalam air lebih besar daripada berat jenis

air itu sendiri, maka jika didiamkan beberapa saat maka material tersebut lambat

laun akan mengendap. Dengan mengetahui besarnya endapan tersebut secara tidak

12

langsung dapat diketahui besarnya suspensi. Sementara itu cara pemisahan

dilakukan dengan mendasarkan prinsip bahwa jika banyaknya material yang

tersuspensi dapat diketahui beratnya, maka secara langsung dapat diketahui suatu

suspensi pada suatu contoh air. (Effendi, 2003)

Berdasarkan Tabel 1.1., Nilai TSS yang sesuai untuk kegiatan perikanan

adalah <25 mg/l, di mana pada nilai ini keberadaan TSS tidak berpengaruh

terhadap kegiatan perikanan, kemudian untuk nilai 25-80 mg/l memiliki sedikit

pengaruh terhadap perikanan. Kandungan TSS mulai 81-400 mg/l memiliki

pengaruh kurang baik untuk perikanan hingga >400 mg/l yang tidak baik untuk

perikanan.

Tabel 1.1. Kesesuaian Perairan untuk Kepentingan Perikanan Berdasarkan Nilai

TSS

Nilai TSS (mg/liter) Pengaruh terhadap perikanan

<25 Tidak berpengaruh

25-80 Sedikit berpengaruh

81-400 Kurang baik bagi kepentingan perikanan

>400 Tidak baik bagi kepentingan perikanan

Sumber: Effendi, 2003

1.5.2.2. Sifat Kimia Air

(1) pH

Kadar asam atau basa suatu larutan ditunjukkan melalui pH, yaitu

konsentrasi ion hidrogen efektif atau merupakan aktivitas ion hidrogen. Ion

hidrogen merupakan faktor utama untuk mengetahui suatu reaksi kimiawi. Ion

hidrogen selalu ada dalam keseimbangan dinamis dengan air, yang membentuk

suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran

air di mana sumber ion hidrogen tidak pernah habis. Ion hidrogen tidak hanya

unsur molekul H2O saja tetapi juga merupakan unsur dari senyawa lain, hingga

jumlah reaksi tanpa H+ dikatakan sedikit saja.

13

pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang

dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah.

Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis tinggi

(pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia. Amonia yang tak terionisasi ini lebih

mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan amonium

(Tebbut,1992).

(2) Amonia (NH3)

NH3 (amonia) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4 pada pH

rendah dan amonium. Amoniak berasal dari air seni dan tinja serta hasil oksidasi

zat organik secara mikrobiologis, yaitu yang berasal dari air buangan industri dan

penduduk. Karena rasaya tidak enak, maka kadarnya dalam air minum harus nol.

(Vidyadevi, 2007)

(3) Phospat (PO4)

Phospat terdapat dalam air alam atau limbah sebagai senyawa ortofosfat,

polifosfat, dan fosfat-organis. Setiap nyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk

terlarut, tersuspensi, atau terikat di dalam sel organisme air. Fosfat dapat berasal

dari limbah penduduk, industri, dan pertanian. Pemilihan senyawa fosfat yang

akan dianalisa tergantung dari keperluan pemeriksaan dan keadaan badan air.

Untuk sampel air alam yang jernih dan diperuntukkan bagi air minum, misalnya

mungkin hanya diperlukan pemeriksaan fosfat atau ortofosfat terlarut. (Vidyadevi,

2007)

(4) Dissolved Oxygen (DO)

Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Adanya oksigen

terlarut di dalam air sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme air.

Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak

tergantung pada cukup tidaknya oksigen terlarut (DO). Oksigen terlarut dalam air

berasal dari udara dan proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Beberapa faktor

14

yang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air antara lain temperatur,

tekanan udara, dan kadar mineral dalam air. (Effendi, 2003)

Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar

10% (Brown,1987). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik

dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Semakin

tinggi suhu maka kelarutan oksigen berkurang. Kelarutan oksigen dan gas lain

juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut

lebih rendah daripada di perairan tawar.

Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae

yang banyak terdapat pada mintakat epilimnion. Pada perairan tergenang yang

dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen

lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. (Effendi, 2003)

(5) Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu analisa empiris yang

mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar

terjadi di dalam air. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan

bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian

zat-zat organis tersuspensi di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk

menentukan beban pencemaran akibat buangan air penduduk atau industri dan

mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.

BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat dikomposisi secara

biologis (bioagredable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji

(strach), glukosa, aldehida, ester, dsb. Dekomposisi selulosa secara biologis

berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan

tumbuhan dan hewan yag telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan

industri. (Vidyadevi, 2007)

15

(6) Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen (mg O2) yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air,

dalam hal ini K7Cr7O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang

secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan

berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. (Vidyadevi, 2007)

1.5.2.3. Sifat Biologis Air

(1) Bakteri E-coli

Organisme air yang dapat digunakan sebagai indikator biologi adalah

bakteri. Kandungan bakteri coli menunjukkan terjadinya kontaminasi oleh

organisme patogen, sehingga kehadiran bakteri coli dapat dijadikan petunjuk

pencemaran air yang berasal dari limbah domestik tinja manusia. (Vidyadevi,

2007)

1.5.3. Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi, atau komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan udara oleh

kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

sesuai peruntukannya (Fardiaz, 1995 dalam Vidyadevi, 2007). Batasan

pencemaran air ditentukan berdasarkan parameter-parameter yang terkonsentrasi

dalam air, yang akan menentukan kualitas air tersebut (Ariandhati, 2005 dalam

Vidyadevi, 2007).

Menurut Wardiyatmoko (2012) dalam Vidyadevi (2007), pencemaran air

adalah keberadaan konsentrasi suatu zat pengotor dalam air dalam waktu cukup

16

lama sehingga dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Pencemaran air dapat

menyebabkan berkurangnya persediaan air bersih dan berpengaruh terhadap

kesehatan manusia dan makhluk hidup lain. Jumlah zat pencemar yang masuk ke

dalam air pada waktu tertentu mempengaruhi tingkat pencemaran.

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya

perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:

a. Adanya perubahan suhu air

b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen

c. Adanya perubahan warna, bau, rasa air

d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut

e. Adanya mikroorganisme

f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

Menurut sumbernya limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan menjadi

limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah

pertanian dan peternakan, serta limbah wisata. Menurut bentuknya, limbah

dibedakan menjadi limbah padat, cair, dan gas, serta campuran dari limbah

tersebut. Menurut jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik

dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan

sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau

beracun (Manik,2003 dalam Vidyadevi, 2007).

Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi,

kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cucian rumah tangga. Limbah domestik bisa

digolongkan menjadi padat, cair, dan gas (Naryanto, 1995).

Air limbah rumah tangga memiliki sifat fisik tertentu, seperti pada Tabel

1.2. Suhu, kekeruhan, warna, bau, rasa, dan benda padat yang merupakan sifat

fisik air limbah rumah tangga ini memiliki penyebab dan pengaruh tertentu. Pada

dasarnya sifat fisik air limbah bergantung pada bahan yang terlarut pada air

limbah, yaitu bahan panas, organik, anorganik, volatile, dan gas terlarut yang

17

kemudian memberikan pengaruh pencemaran air dan menyebabkan terganggunya

kehidupan biota air.

Tabel 1.2. Sifat Fisik dari Air Limbah Rumah Tangga

Sifat Penyebab Pengaruh

Suhu Kondisi sekitarnya, air

panas yang dibuang dari

rumah maupun industri

Kehidupan biologis

kelarutan oksigen/gas

lain, kerapatan air, daya

viskositas, dan tekanan

permukaan

Kekeruhan Benda tercampur limbah

padat, garam tanah liat,

bahan organik yang halus

dari buah-buahan asli,

algae, organisme kecil

Memantulkan sinar,

mengurangi produksi

oksigen yang dihasilkan

tanaman. Mengotori

pemandangan dan

mengganggu kehidupan.

Warna Bahan terlarut seperti

sisa bahan organik dari

daun dan tanaman

(kulit,gula,besi), buangan

industri

Umumnya tidak

berbahaya dan

berpengaruh pada

kualitas keindahan air

Bau Bahan volatile, gas

terlarut, selalu hasil

pembusukan bahan

organik, minyak utama

dari organisme

Petunjuk adanya

pembusukan air limbah

dan merusak keindahan,

untuk itu perlu adanya

pengolahan

Rasa Bahan penghasil bau,

benda terlarut beberapa

ion

Mempengaruhi kualitas

keindahan air

Benda padat Benda organik maupun

anorganik yang terlarut

ataupun tercemar

Mempengaruhi jumlah

organik padat, garam,

juga merupakan petunuk

pencemaran atau

kepekatan limbah

meningkat

Sumber: Sugiharto, 1987 dalam Vidyadevi, 2007

18

1.5.4. Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau

komponen lain yang ada, atau harus ada dan atau unsur pencemar yang

ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan

peruntukannya (PP No.82 2001). Di Indonesia terdapat dua macam baku mutu

yang dapat digunakan di dalam evaluasi, yaitu baku mutu nasional yang

dikeluarkan KLH dan baku mutu daerah (propinsi). Baku mutu dari KLH pada

umumnya lebih bersifat global dan dengan batasan kisaran yang lebih longgar,

sementrara baku mutu daerah biasanya lebih detail dan ketat. Hal ini dapat

dipahami karena pada dasarnya setiap daerah memiliki spesifikasi sendiri-sendiri

sehingga dasar baku mutu airpun dapat berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu

dalam mengevaluasi kualitas air di suatu daerah sebaiknya didasarkan pada baku

mutu air di daerah yang bersangkutan.

1.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang kualitas air danau sebelumnya pernah dilakukan

berkaitan dengan agihan kualitas air, kandungan fitoplankton, indeks pencemaran

biologik, dan berkaitan dengan dampak masyarakat. Penelitian ini diantaranya

dilakukan oleh Mayapitha Vidyadevi (2007), Ardianoor (2003), Nyoman Wijana

(2008), dan Mohammad Soerjani (2009).

Mayapitha Vidyadevi (2007) meneliti tentang Agihan Kualitas Air

Danau Ruwet Kalimantan Tengah. Penelitian ini betujuan untuk mengkaji kualitas

air di inlet, tengah, dan outlet danau, menentukan tingkat pencemaran, dan

mengevaluasi kualitas air danau sebagai bahan baku air minum. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan sampel purposive, di

mana sampel diambil pada 10 titik yang mewakili bagian inlet, tengah, dan outlet

danau, kemudian metode analisisnya menggunakan analisis laboratorium. Dari

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas Danau Ruwet yang terbaik

adalah bagian inlet dan tengah, tinkat pencemaran termasuk dalam tingkat sedang

19

(outlet) dan belum tercemar (inlet dan tengah), dan semua bagian Danau Ruwet

tidak layak untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum.

Ardianoor, dkk. (2003) mengkaji tentang Studi Awal Fitoplankton di

Beberapa Danau Oxbow di Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kualitas air danau terutama kandungan fitoplankton yang berguna

sebagai informasi pengembangan limnologi di daerah gambut. Pengambilan

sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive yang dilakukan

pada lima danau yang berdekatan. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan

hasil bahwa terdapat perbedaan jenis fitoplankton pada masing-masing danau,

terdapat pula perbedaan kadar DO dan pH pada masing-masing danau, dan

ditemukannya fitoplankton jenis kosmopolit.

Nyoman Wijana (2008) meneliti tentang Penentuan Kualitas Air Danau

Batur dengan Indeks Pencemaran Biologik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kualitas air danau melalui indeks pencemaran biologik dan

mengetahui upaya pemanfaatan Danau Batur. Metode pengambilan sampel adalah

secara sistematik.Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa

berdasarkan indeks pencemaran algae, Danau Batur diklasifikasikan sebagai

danau yang belum tercemar, sedangkan berdasarkan indikator Oscilatora, Danau

Batur diklasifikasikan sebagai Danau yang tercemar.

Mohamad Soerjani (2009) meneliti tentang Dampak Kegiatan

Masyarakat pada Kualitas Air Danau Buyan Buleleng. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kegiatan masyarakat sebagau sumber yang potensial dalam

memberikan pemasukan total N dan P serta mengetahui kualitas air danau

parameter N dan P. Metode penelitiannya adalah secara survei dan ex post facto.

Parameter dalam penelitian ini fokus pada N dan P saja. Berdasarkan penelitian

tersebut, didapatkan hasil bahwa kegiatan masyarakat yang memberikan dampak

pemasukan N dan P adalah pertanian, kawasan lindung, tegalan, dan semak serta

pemukiman. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III dengan

rasio amonia:fosfat adalah 1:6.

20

Tabel 1.3. Perbandingan Penelitian Sebelum dengan Penelitian yang Dilakukan

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil

1 Mayapitha

Vidyadevi

(2006)

Analisis Agihan

Kualitas Air

Danau Ruwet

Kalimantan

Tengah

1. Mengkaji kualitas fisika,

kimia, biologi air Danau

Ruwet di bagian inlet,

tengah, outlet

2. Menentukan tingkat

pencemaran yang terjadi

3. Mengevaluasi kualitas air

Danau Ruwet sebagai

bahan baku air minum dan

ekosistem yang baik untun

perikanan

1. Metode pengambilan

sampel adalah

purposive

2. Metode analisis data

adalah analisis

laboratorium

1. Kualitas air Danau Ruwet di bagian inlet,

tengah, dan outlet berbeda. Kualitas air di

bagian inlet dan tengah lebih baik daripada

kualitas air di outlet.

2. Tingkat pencemaran air Danau Ruwet jika

ditinjau dari parameter Dissolved Oxygen

berada dalam tingkat sedang (outlet),

sedangkan bagian inlet&outlet berada dalam

tingkat belum tercemar.

3. Semua bagian danau tidak layak untuk

dijadikan sebagai sumber bahan baku air

minum. Bagian danau layak untuk perikanan

adalah bagian tengah

2 Ardianoor,

dkk (2003)

Studi Awal

Fitoplankton di

Beberapa Danau

Oxbow di Sekitar

Desa Sigi

Kalimantan

Tengah

1. Mengetahui kondisi awal

beberapa sifat fisik, kimia,

dan biologi, khususnya

fitoplankton yang berguna

sebagai informasi untuk

pengembangan limnologi di

daerah lahan gambut

1. Metode pengambilan

sampel adalah

purposive, yang

dilakukan di lima

danau yang

berdekatan

1. Terdapat perbedaan jenis fitoplankton yang

mendominasi pada masing-masing danau

2. Terdapat perbedaan kadar oksigen terlarut

dan pH pada masing-masing danau.

3. Ditemukan fitoplankton jenis kosmopolit

yang dikenal dengan Phacun.

3

Nyoman

Wijana

(2008)

Penentuan

Kualitas Air

Danau Batur

1. Mengetahui kualitas air

Danau Batur melalui indeks

pencemaran biologik

1. Metode pengambilan

sampel secara

sistematic

1. Berdasarkan indikator pencemaran algae,

Danau Batur diklasifikasikan sebagai danau

yang belum tercemar

21

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil

melalui Indeks

Pencemaran

Biologik

2. Mengetahui upaya

pemanfaatan Danau Batur

2. Berdasarkan indikator Oscilatora, Danau

Batur diklasifikasikan sebagai danau yang

tercemar

4 Mohamad

Soerjani

(2009)

Dampak Kegiatan

Masyarakat pada

Kualitas Air

Danau Buyan

Buleleng Bali

1. Mengetahui kegiatan

masyarakat sebagai sumber

yang potensial dalam

memberikan pemasukan

total N dan P

2. Mengetahui kualitas air

danau parameter N&P dan

menentukan tipe trofik

Survei dan ex post facto 1. Kegiatan masyarakat yang memberikan

dampak pemasukan total N dan P adalah

pertanian, kawasan lindung, tegalan dan

semak, serta pemukiman

2. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku

mutu kelas III, rasio amonia dan fosfat

adalah 1:6, tipe trofik adalah mesotrofik.

5 Auliyannisa

Widyana

(2013)

Kajian Kualitas

Air Situ Gintung,

Kecamatan

Ciputat Timur

Kota Tangerang

Selatan

1. Mengetahui variasi kualitas

air Situ Gintung di inlet,

tengah, outlet pada setiap

strata

2. Mengetahui karakteristik

limbah domestik yang

masuk ke dalam badan air

Situ Gintung

3. Mengidentifikasi pengaruh

limbah domestik terhadap

kegiatan perikanan di Situ

Gintung

4. Mengevaluasi kualitas air

Situ Gintung sebagai air

baku minum dan

kebutuhan perikanan

Stratified random

sampling

1. Kualitas air di inlet lebih baik daripada di

tengah dan outlet pada bagian permukaan

berdasarkan parameter fisika dan kimia,

sedangkan berdasarkan parameter biologis,

kualitas yang terbaik pada outlet bagian

dasar.

2. Limbah domestik memiliki kadar DO

rendah, serta kadar amonia, phosphat, dan

TDS tinggi.

3. Kegiatan perikanan tidak sesuai karena

rendahnya DO yang merupakan komponen

utama pertumbuhan ikan serta TDS dan

phosphat yang menyebabkan ikan sulit

bernafas.

4. Kualitas air Situ Gintung tidak sesuai untuk

pemanfaatan air baku minum, namun sesuai

untuk perikanan terutama di titik 4

Lanjutan Tabel 1.6. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan

22

1.7. Kerangka Pemikiran

Air permukaan memiliki potensi air tawar yang sangat bermanfaat bagi

kelangsungan hidup makhluk hidup, baik manusia, hewan, dan tumbuhan. Salah

satu potensi air tawar permukaan adalah air danau/situ. Baik di desa maupun di

kota, sebagian besar danau/situ memiliki fungsi sebagai cadangan air, sehingga

banyak penduduk sekitar banyak memanfaatkan potensi air tawar danau untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Danau/situ sendiri memiliki bagian yaitu inlet, tengah, dan outlet.

Danau/situ juga memiliki sumber air masuk. Situ Gintung memiliki sumber air

yang berasal dari saluran pemukiman penduduk di inlet dan juga dari air hujan.

Sumber air yang berasal dari saluran permukiman menimbulkan masalah

tersendiri karena mengandung zat berbahaya dari limbah domestik penduduk

sehingga dapat membahayakan kegiatan perikanan yang saat ini dilakukan di Situ

Gintung dan juga kesehatan lingkungan penduduknya.

Kualitas air perlu diteliti untuk mengetahui kadar unsur fisik, kimia, dan

biologi pada setiap stratanya. Perbedaan unsur fisik, kimia, dan biologi ini

merupakan pengaruh dari perbedaan suhu, sehingga akan mempengaruhi proses di

dalamnya dan juga berpengaruh bagi ekosistem perikanan. Baku mutu air

merupakan suatu standar minimal dari pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan

air kelas tertentu. Dengan membandingkan kualitas air danau dengan baku mutu

makan dapat diketahui kesesuaian pemanfaatannya

Diagram alir kerangka pemikiran pada Gambar 1.1. menunjukkan bahwa

danau/situ terdiri dari bagian inlet, tengah, dan outlet yang turut mendapat

pengaruh dari limbah domestik. Kemudian dapat dilakukan penelitian atas

kualitas air danau dengan parameter fisika (suhu, kecerahan, TDS), kimia (DO,

BOD, COD, amonia, phosphat), dan biologi (E-coli). Kemudian, hasil analisa

kualitas air dapat disesuaikan dengan baku mutu air kelas I dan II, sehingga dapat

diperoleh kesesuaian pemanfaatan airnya.

23

Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

1.8. Hipotesis

1. Kualitas air di outlet Situ Gintung adalah yang terburuk dibanding tengah dan

inlet

2. Limbah domestik mengandung Total Coliform tinggi dan kadar DO yang

rendah dengan debit limbah yang rendah.

3. Limbah domestik menurunkan kadar DO sehingga mempengaruhi

produktivitas perikanan

Danau/Situ

u

Pemanfaatan

Inlet Tengah Outlet

Limbah

Domestik

Kesesuaian

Pemanfaatan Baku Mutu

Air Kelas I dan II

Kualitas Air Danau

Sifat Fisik:

a. Suhu

b. Kecerahan

c. TDS d.

Sifat Kimia:

a. DO

b. BOD

c. COD

d. Amonia

e. Phosphat

Sifat

Biologi:

a. Total

Coliform

24

4. Kualitas air Situ Gintung tidak memenuhi baku mutu kelas I, sehingga tidak

layak dikonsumsi sebagai air baku minum, namun memenuhi baku mutu

perikanan.

1.9. Batasan Operasional

a. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi, atau komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan udara

oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas menurun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat

berfungsi lagi sesuai peruntukannya ( Fardiaz 1995 dalam Vidyadevi, 2007)

b. Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi,

WC, kakus, dapur, tempat cuci pakaian,apotek, rumah sakit, dan lain

sebagainya secara kuantitatif limbah tersebut berisi zat organik baik berupa

padat, cair, atau bahkan berbahaya dan beracun, garam terlarut, bakteri, jasad

patogen, dan parasit (Sastrawijaya, 2000)

c. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau

komponen lain yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang

adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai peruntukannya ( PP no.82

tahun 2001)

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan

buangan organik yang ada di dalam lingkungan air tersebut (Wisnu,2002)

e. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui proses kimia

(Wisnu,2002)

f. pH merupakan istilah yang menyatakan konsentrasi H+ dalam suatu larutan

(Sutrisno 2002 dalam Vidyadevi, 2007)

g. Total Dissolved Solids adalah jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air

(Sutrisno,2002)