bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/41478/2/bab i.pdf · gangguan jiwa terus...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan hal yang sangat mendasar dalam proses
mendapatkan kualitas hidup yang layak, sehingga seseorang dapat
berkontribusi bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Kesehatan jiwa
sebagai salah satu aspek dalam kesehatan secara menyeluruh, bukan
sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi juga meliputi pemenuhan
kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta mampu menangani berbagai
permasalahan dalam kehidupan. Kesehatan jiwa diartikan sebagai suatu
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan
emosional yang optimal dari seseorang yang berjalan selaras dengan
keadaan orang lain (Febriani,2008). Kesehatan jiwa adalah kondisi ketika
seorang individu dapat berkembang secara fisik mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produkif dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya (UU NO.18 Tahun 2014).
Persoalan dalam kehidupan yang semakin berat dan dialami oleh
semua orang dikalangan masyarakat sehingga dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan jiwa (Intan,2010). Gangguan jiwa adalah gejala atau
pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara klinis yang terjadi
pada individu dan gejala itu dihubungkan dengan adanya distress
(misalnya gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas (ketidakmampuan
pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting) atau disertai
peningkatan resiko kematian, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan
kebebasan (Prabowo,2014). Pravalensi masalah kesehatan jiwa saat ini
cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah
kesehatan jiwa, 1 % diantaranya adalah gangguan jiwa berat, potensi
seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450
juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf
2
maupun perilaku (WHO,2013). Di Indonesia jumlah pasien dengan
gangguan jiwa terus bertambah, sekitar 14,1% mengalami gangguan jiwa
mulai dari yang ringan hingga berat (Riset Kesehatan Jiwa,2013).
Bertambahnya jumlah penderita gangguan jiwa yang semaki meningkat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor perdisposisi dan
faktor presipitasi .
Faktor predisposisi penyebab gangguan jiwa dalam aspek biologis
adalah riwayat penyakit gangguan jiwa sebelumnya, sedangkan dalam
aspek sosial adalah individu yang tidak bekerja, dan dari segi aspek
psikologis adalah kepribadian dari individu itu sendiri. Faktor pesipitasi
dalam aspek biologis adalah putusnya pengobatan , sedangkan dari segi
aspek sosial adalah konflik dari keluarga maupun teman, dan dari aspek
yang selanjutnya adalah psikologis yaitu pengalaman yang tidak
menyenangkan (Fajar,2016).
Salah satu program pengobatan untuk mencegah munculnya faktor
predisposisi dalam aspek biologi pasien dengan gangguan jiwa adalah
dengan rehabilitasi psikiatri. Rehabilitasi merupakan segala tindakan fisik,
penyesuaian psikososial, dan latihan vocational sebagai usaha untuk
memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal, serta untuk
mempersiapkan pasien secara, fisik, mental, dan vocational. Rehabilitasi
ditujukan untuk mencapai perbaikan fisik sebesar-besarnya, penempatan
vokasional sehingga dapat bekerja dengan kapasitas maksimal,
penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan, dan sosial secara
memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai warga masyarakat yang
berguna (Ah.Yusuf dkk,2015).
Dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan jiwa tahun 2015,
menyebutkan ada 3 program rehabilitasi, diantaranya program persiapan
yang meliputi seleksi kesiapan rehabilitan, okupasi, dan latihan kerja.
Tahap selanjuntnya adalah penyaluran, tahap ini menempatkan rehabilitan
pada suatu tempat yang merupakan bagian dari rumah sakit atau
merupakan lembaga tersendiri dengan tujuan mempekerjakan rehabilitan
3
yang terampil dan memiliki ketrampilan kerja. Tahap yang terakhir yaitu
pengawasan, dalam tahap ini terdiri dari kunjungan rumah, day Care yang
ditujukan bagi pasien yang sudah dipulangkan atau sudah pernah berobat
kerumah, dan selanjutnya adalah after Care atau pengobatan rawat jalan
yang ditujukan untuk rehabilitan yang dilakukan secara periodik agar tetap
dapat menjaga kesehatannya.
Dalam proses rehabilitasi diperlukan kontinuitas dan kepatuhan
pengobatan, khsususnya pada pengobatan rawat jalan. Kontinuitas dan
kepatuhan pengobatan rawat jalan merupakan salah satu faktor utama
keberhasilan pengobatan (yulianto dkk,2010). Kepatuhan (complience)
juga dikenal dengan (adherence) adalah derajat dimana pasien mengikuti
anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Contoh dari kepatuhan
adalah mematuhi perjanjian dan menyeleseikan program pengobatan,
menggunakan medikasi secara tepat, dan mengikuti anjuran perubahan
perilaku atau diet. Perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis
tertentu,sifat penyakt dan program pengobatan (Kaplan dan Sadock,2010).
Kepatuhan program pengobatan rawat jalan merupakan salah satu
cara dalam proses pemulihan. Kepatuhan rawat jalan terkait erat dengan
aspek psikologis, misalnya masalah kebiasaan dan diperlukan suatu
motivasi kuat untuk sembuh (Saputra dan Hidayat,2010). Pasien yang
patuh dalam pengobatan akan memiliki resiko kekambuhan lebih rendah
dibandingkan dengan pasien yang tidak patuh.. Pengobatan harus
dilakukan terus-menerus sehingga pasien dengan gangguan jiwa dapat
dicegah dari kekambuhan dan dapat mengembalikan fungsi untuk
produktif serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup yang layak
(yulianto dkk,2012).
Berdasarkan Medication Adherence Rating Scale (MARS) dengan
kriteria skor MARS 25 dikatakan kepatuhan tinggi, skor MARS 6-24
dikatakan kepatuhan sedang, skor MARS 0-5 dikatakan kepatuhan rendah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Naafi, 2016 di RSJ Prof.Dr. Soerjo
Magelang terhadap 40 responden diapatkan hasil sebanyak 1 orang (2,5%)
4
dengan tingkat kepatuhan rendah, sebanyak 36 orang (90%), dan sebanyak
3 orang (7,5%) dengan tingkat kepatuhan tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien psikosis
dalam menja lankan rawat jalan diantaranya yaitu tenaga kesehatan
profesional yang mampu memberikan wawasan tentang gangguan jiwa
dan selalu melakukan pengawasan terhadap pasiennya, tingkat ekonomi
pasien yang baik, stigma positif dari masyarakat (Okpataku dkk, 2014).
Sedangkan menurut Staring dkk, 2010 faktor- faktor lain yang
mempengaruhi kepatuhan yaitu wawasan atau pengetahuan mengenai
gangguan jiwa yang dialami saat ini, motivasi dari diri sendiri, motivasi
dari keluarga, petugas kesehatan yang profesonal, dan stigma positif dari
masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi dari salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Sohini Banarjee tahun 2013 di Rumah Sakit Kolkata India
tentang kepatuhan pengobatan dengan 193 responden didapatkan sebanyak
67,4% mempunyai waktu luang untuk berobat, 87,6% pengobatan yang
murah, 96,4% tingkat ekonomi yang baik, 90,2% mendapat dukungan dari
keluarga, 91,8% merasa puas dengan pengobatan sebelumnya, 52,3% jarak
antara rumah dan pelayanan kesehatan tidak terlalu jauh, 75,6%
transportasi yang mudah, 97,4% pelayanan dan fasilitas kesehatan
memadai.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal
6 januari 2018 diperoleh data dari salah satu puskemas di kecamatan
Ngantang, terdapat sekitar 26 pasien dengan masalah gangguan kejiwaan.
Hasil wawancara sekilas dengan salah satu pasien yang sedang melakukan
pengobatan rawat jalan, menunjukan bahwa pasien sangat patuh dalam
menjalankan program pengobatan. Pasien mengatakan bahwa sudah lebih
dari satu tahun rutin melakukan pengobatan, keluarga pasien juga
memaparkan bagaimana kondisi awal saat pasien sebelum dilakukan
pengobatan dan sekarang pasien dalam keadaan pulih serta tidak penah
kambuh dikarenakan selalu rutin melakukan pengobatan ke puskesmas.
5
Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti berharap dapat bereperan
penting dalam mempertahankan kepatuhan berobat kepada pasien maupun
keluarga pasien, sehingga pasien dapat kembali ke keadaan semula dan
dapat meningkatkan kualitas hidup yang layak.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kepatuhan dalam proses
rawat jalan pada pasien yang mengalami gangguan jiwa ?
1.3 Tujuan Penelitan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah ingin membahas dan mengkaji tentang
faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam proses rawat jalan
yang mengalami gangguan jiwa.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pasien
Khususnya bagi pasien dapat mempertahankan kepatuhan
dalam pengobatan rawat jalan dan menjadi acuan bagi pasien-
pasien lain yang juga mengalami masalah yang sama
1.4.2. Bagi Instiusi Terkait (Puskesmas)
Sebagai masukan bagi puskesmas dalam meningkatkan
kualitas pelayanan dan menyusun program terkait dengan
pelaksanaan dalam menjalankan kepatuhan pengobatan rawat jalan
pada pasien gangguan jiwa.
6
1.4.3. Bagi Profesi Keperawatan
Dapat dijadikan informasi maupun sebagai gambaran bagi
profesi keperawatan yang lain dalam melakukan proses tindakan
keperawatan maupun bagi peneliti selanjutnya dalam mengetahui
dan mengaplikasikan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi
kepatuhan rawat jalan pada pasien dengan gangguan jiwa.