bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdf · 1 juniarso ridwan dan achmad...

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian yang semakin pesat perlu diwaspadai terutama yang berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan ruang. 1 Hal ini dimaksudkan agar dalam pembangunan suatu kota dapat tercipta tata kota yang nyaman. Selain itu penggunaan dan pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara teratur sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih dalam pembangunannya. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (disingkat UU No.26/2007), pada ketentuan umum angka 1, ruang adalah “wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya”. Kegiatan masyarakat tidak hanya dapat terjadi di dalam ruangan atau suatu bangunan, namun terjadi juga di luar bangunan seperti di taman, pantai bahkan jalan. Dalam melakukan kegiatannya, masyarakat juga menggunakan kendaraan bermotor dan tidak sedikit pula yang memilih untuk berjalan kaki ketika berada di ruang jalan ketimbang menggunakan kendaraan. Terkait kegiatan yang dilakukan di jalan, masyarakat tentu membutuhkan ruang jalan yang luas dan lancar guna menunjang kegiatannya sehingga hal ini tentu berkaitan dengan lalu lintas. 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, h.21.

Upload: duonganh

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi perekonomian yang semakin pesat perlu diwaspadai terutama

yang berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan ruang.1 Hal ini dimaksudkan

agar dalam pembangunan suatu kota dapat tercipta tata kota yang nyaman. Selain

itu penggunaan dan pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara teratur sehingga

tidak menimbulkan tumpang tindih dalam pembangunannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(disingkat UU No.26/2007), pada ketentuan umum angka 1, ruang adalah “wadah

yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam

bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup

melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya”.

Kegiatan masyarakat tidak hanya dapat terjadi di dalam ruangan atau suatu

bangunan, namun terjadi juga di luar bangunan seperti di taman, pantai bahkan

jalan. Dalam melakukan kegiatannya, masyarakat juga menggunakan kendaraan

bermotor dan tidak sedikit pula yang memilih untuk berjalan kaki ketika berada di

ruang jalan ketimbang menggunakan kendaraan. Terkait kegiatan yang dilakukan

di jalan, masyarakat tentu membutuhkan ruang jalan yang luas dan lancar guna

menunjang kegiatannya sehingga hal ini tentu berkaitan dengan lalu lintas.

1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan

Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, h.21.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

2

Lalu lintas menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (disingkat UU No.22/2009) pada Pasal 1

angka 2 adalah “gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”. Dari

ketentuan pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa baik itu kendaraan maupun orang

yang melakukan gerakan atau kegiatan di ruang lalu lintas jalan adalah merupakan

lalu lintas.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 UU No.22/2009, jalan adalah “seluruh

bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas

permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan

air, kecuali jalan rel dan jalan kabel”.

Pengertian jalan juga diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor

38 Tahun 2004 tentang Jalan (disingkat UU No.38/2004) yaitu :

prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi lalu

lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di

bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali

jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Berkaitan dengan itu, adapun fungsi jalan yang tertuang dalam Pasal 5 UU

No.38/2004 antara lain :

(1) Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting

dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik,

pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

(2) Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi

kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

(3) Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan

menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

3

Di samping itu perlengkapan lalu lintas yang mendukung perlindungan keamanan,

keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan antara lain rambu-rambu lalu lintas,

lampu lalu lintas atau traffic light, dan trotoar.2 Trotoar merupakan perlengkapan

lalu lintas yang diperuntukan bagi masyarakat yang memilih untuk berjalan kaki

ketika berada di ruang jalan agar aman dan nyaman.

Menindaklanjuti beberapa ketentuan undang-undang sebagaimana telah

disebutkan di atas terkait dengan trotoar bagi perlindungan keselamatan dan

kenyamanan pejalan kaki, Pemerintah Kota Denpasar telah menerbitkan Peraturan

Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Denpasar Tahun 2011 – 2031 (disingkat Perda No.27/2011) yang tersirat dalam

beberapa pasalnya yaitu :

1) Pasal 8 ayat (5) huruf e bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) menyediakan

sistem jaringan jalan bagi pejalan kaki (pedestrian)

2) Pasal 13 ayat (3) huruf c angka 5 yaitu penyediaan dan pemanfaatan

prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki

3) Pasal 20 ayat (2) huruf b yang berbunyi pemberian prioritas keselamatan dan

kenyamanan bagi pengguna jalan khususnya pejalan kaki dan pengendara

sepeda melalui penyediaan jalur khusus

4) Pasal 35 huruf c yang berbunyi penyediaan jalur-jalur untuk penyandang

cacat dan kaum disabel

Dalam hal perlindungan bagi pejalan kaki, maka Pemkot Denpasar

menekankan fungsi trotoar pada Pasal 33 huruf a Perda No.27/2011, yaitu bahwa

2 Lebih lengkap lihat Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

4

“penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan

kaki...direncanakan dalam bentuk ruang pejalan kaki di sisi jalan berupa trotoar”.

Dari ketentuan tersebut menunjukan bahwa Pemkot Denpasar bertanggungjawab

atas penyediaan trotoar bagi para pejalan kaki di Kota Denpasar serta menyiratkan

bahwa pemanfaatan trotoar diperuntukan bagi keselamatan pejalan kaki dan tidak

untuk kegiatan lain.

Sanksi bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran dalam penggunaan

ruang, sesuai ketentuan Pasal 114 ayat (2) Perda No.27/2011 masyarakat akan

dikenai sanksi administrasi, yaitu :

a. peringatan dan atau teguran;

b. penghentian sementara pelayanan administratif;

c. penghentian sementara kegiatan pembangunan dan atau pemanfaatan

ruang;

d. pencabutan izin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;

e. pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang;

f. pembongkaran bagi bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata

ruang;

g. pelengkapan/pemutihan perizinan;dan

h. pengenaan denda.

Kemudian berdasarkan Pasal 116 ayat (1) Perda juga mengatur terkait

sanksi pidana, yaitu “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam

Pasal 111 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan

atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”.

Para pejalan kaki dalam melakukan aktivitasnya di jalan tentu

menginginkan kenyamanan dan keselamatan diri mereka selama berada di ruang

lalu lintas jalan. Trotoar menjadi pemisah antara ruang bagi kendaraan dengan

ruang bagi pejalan kaki ketika sama-sama berada di ruang lalu lintas jalan

sehingga tidak membahayakan para pejalan kaki. Masyarakat kota yang akan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

5

melakukan perjalanan dengan berjalan kaki akan menggunakan fasilitas trotoar

untuk mencapai tempat tujuannya. Selain sebagai ruang yang aman bagi pejalan

kaki ketika lalu lalang, trotoar juga sebagai pemicu interaksi sosial antar

masyarakat apabila berfungsi sebagai suatu ruang publik seperti bertemu orang

lain, jogging atau lari dan sekedar untuk berjalan santai.

Interaksi sosial yang terjalin dalam kehidupan masyarakat merupakan

hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara

orang perorangan, antar kelompok, maupun antara orang dengan kelompok.3

Dalam hal interaksi tersebut memunculkan jaringan tindakan dalam kehidupan

bersama4 dan suatu interaksi sosial menimbulkan adanya jaringan tindakan yang

dapat disebut sebagai proses sosial yang dapat terjadi atau dilakukan di mana saja.

Namun sayangnya tujuan dari keberadaan trotoar yang oleh Perda ini

diperuntukan bagi pejalan kaki tidak sesuai lagi dengan kenyataannya dalam

masyarakat. Kondisi masyarakat yang semakin pesat ditandai dengan geliat

ekonomi yang meningkat, menumbuhkan banyaknya usaha atau kegiatan yang

memanfaatkan trotoar.

Dari sisi fisiknya, keadaan trotoar juga tidak lagi nyaman karena kondisi

trotoar yang berlubang atau rusak. Selain itu, dengan tujuan menciptakan

lingkungan yang sejuk serta melindungi pejalan kaki dari cuaca yang panas, tidak

sedikit pula ruas jalan digunakan pula untuk menanam pohon. Tidak jarang para

pejalan kaki harus turun ke ruang jalan lalu lintas kendaraan karena kondisi

3 Soerjono Soekanto, 1992, Sosiologi Suatu Pengantar, CV.Rajawali, Jakarta (selanjutnya

disebut Soerjono Soekanto I), h.67.

4 Piötr Sztompka, 2010, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada, Jakarta, h.11.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

6

trotoar yang tidak memungkinkan sehingga hal tersebut tentu mengancam

keselamatan para pejalan kaki, karena mereka dapat tersenggol oleh badan

kendaraan yang melintas.

Wilayah Kota Denpasar sebagai pusat administrasi dengan kehidupan

masyarakat yang begitu kompleks dapat dilihat dari tersebarnya kegiatan

masyarakat dalam bidang perdagangan barang maupun jasa, pelayanan kesehatan,

kawasan pendidikan, pariwisata dan permukiman masyarakat. Dengan padatnya

kegiatan masyarakat khususnya di jalan, keamanan dan keselamatan merupakan

hal yang sangat penting. Pengguna jalan yang juga termasuk di dalamnya adalah

pejalan kaki merupakan pihak yang paling lemah yang harus mendapat perhatian

penting dari pengguna jalan lain dalam mendukung keselamatan selama berada

beraktivitas di jalan.

Sebagai contoh di ruas Jalan Waturenggong dan di ruas Jalan Tukad

Pakerisan misalnya keberadaan trotoar terlihat tidak sesuai lagi dengan fungsi dan

tujuan trotoar dan walaupun keadaan jalan telah diperbaiki dengan memberi ruang

trotoar yang layak bagi pejalan kaki, namun pejalan kaki masih sulit menikmati

keberadaan trotoar. Bagi anak-anak sekolah atau orang lanjut usia yang berjalan

kaki tentu merasa tidak aman ketika berada di jalan, selain karena mereka harus

menghadapi kendaraan yang parkir di trotoar, pun pernah terjadi anak-anak yang

jatuh karena kondisi trotoar yang sudah tidak layak. Bagi difabel atau penyandang

cacat yang berjalan kaki, tentu akan sangat berbahaya jika trotoar tidak aman

untuk dilalui.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

7

Nilai efektivitas dari keberadaan Perda tersebut tidak nampak dalam

kesadaran hukum masyarakat. Efektif dan tidaknya suatu hukum tidak hanya

dinilai dari banyaknya kasus yang terselesaikan, frekwensi operasi penegakan

hukum oleh aparat namun juga upaya mendekatkan hukum dengan tujuannya.5

Nilai filosofis, yuridis dan sosiologis dari suatu hukum menjadi hal penting pula

dalam menilai suatu produk hukum yang berlaku dalam masyarakatnya.

Nilai filosofis yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang

tertinggi; nilai yuridis yaitu apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang

lebih tingkatannya; dan nilai sosiologis yaitu dapat dipaksakan berlakunya oleh

penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat atau adanya pengakuan

dari masyarakat.6

Menurut peneliti senior Bidang Jalan, Badan Litbang Perhubungan, Prima

Ramadhona, dirinya menemukan beberapa permasalahan seputar trotoar yakni,

permasalahan ruang efektif pejalan kaki sisi jalan dan pertokoan, penempatan

utilitas, penggunaan di luar fungsi trotoar dan aksesibilitas yang masih rendah.7

Gambaran di atas tentu bertentangan dengan bunyi Pasal 106 ayat 2 UU

No.22/2009 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan

Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan

pengendara sepeda.” Ketentuan pasal tersebut jelas telah memberikan prioritas

5 Mulyana W. Kusumah, 1986, Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Rajawali,

Jakarta,h.60.

6 Zainuddin Ali, 2012, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta (Selanjutnya disebut

Zainuddin Ali I), h.22.

7 Prima Ramadhona, Diskusi Litbang, 2012, “Kondisi Trotoar Saat Ini Sudah Tidak

Nyaman Dilalui Pejalan Kaki”, http://m.dephub.go.id/read/berita/badan-penelitian-dan-

pengembangan / diskusi-litbang-kondisi-trotoar-saat-ini-sudah-tidak-nyaman-dilalui-pejalan-kaki-

15152, Diakses 13 Juli 2014.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

8

bagi pejalan kaki untuk mendapatkan perlindungan ketika berada di ruang lalu

lintas jalan. Jadi tidak ada alasan bagi para pengguna kendaraan bermotor untuk

tidak tertib saat berada di jalan karena akan membahayakan selain untuk dirinya

sendiri, pengendara kendaraan lain, dan khususnya pejalan kaki.

Ruang jalan bagi kendaraan yang terbatas sering menimbulkan

kemacetan yang tidak dapat dihindari dan kesemerawutan menjadi gambaran

nyata selanjutnya, sehingga memaksa para pengguna kendaraan bermotor untuk

menggunakan trotoar sebagai perlintasan dan parkir. Hal ini tidak terlepas dari

suatu proses sosial yang terjadi terus menerus dalam masyarakat yang kemudian

membawa masa transisi kehidupan masyarakat Indonesia dari kehidupan yang

tradisional ke arah yang modern.

Efektivikasi hukum dalam masa transisi juga dipengaruhi oleh beberapa

hal, seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, yaitu:8

a. Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat.

b. Reaksi masyarakat, mungkin menolak atau mematuhi hukum.

c. Jangka waktu penanaman hukum.

Pemerintah daerah penting memberi perhatian lebih terhadap fasilitas

pejalan kaki baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun keamanan. Dengan

menerbitkan suatu Perda, perlu adanya tindakan lebih lanjut agar suatu peraturan

tersebut dapat diberlakukan di masyarakat sehingga apa yang menjadi tujuan dari

keberadaan Perda tersebut menjadi perbaikan kehidupan masyarakat dalam hal ini

8 Soerjono Soekanto, 1976, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni,

Bandung (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), h.45.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

9

berkaitan dengan reaksi masyarakat. Apabila terjadi penolakan di masyarakat

maka akan sia-sia Perda tersebut diterbitkan.

Hukum seharusnya mampu hadir sebagai alat kontrol sosial (social

control) yang bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa masyarakat yang

diaturnya agar mematuhi kaidah atau sistem yang berlaku.9 Hukum harusnya

memperhatikan kebutuhan dan kepentingan anggota masyarakat sebagai basis

sosialnya10

khususnya dalam hal ini perlindungan hukum atas hak keselamatan

para pejalan kaki ketika berada di ruang lalu lintas. Hak serta kewajiban timbul

sebagai akibat dari hubungan antarwarga yang diatur oleh kaidah-kaidah hukum.11

Saling menghormati sesama pengguna jalan perlu ditingkatkan apalagi kepada

pejalan kaki.

Idealnya, setelah adanya peraturan, diperlukan tindakan agar apa yang

diinginkan hukum menjadi kenyataan. Hukum tidak dapat bekerja sendiri tanpa

penegak hukum yang bertindak dan masyarakat yang ikut mendukung keinginan

hukum.12

Keberlakuan dan ketaatan masyarakat akan hukum juga dapat berasal

dari paksaan. Rudolf Stammler dalam buku Pengantar Ilmu Hukum oleh

Soedjono Dirdjosisworo menyebutkan bahwa:13

9 Zainuddin Ali, op.cit, h.22.

10 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut

Satjipto Rahardjo I), h.18.

11 Soerjono Soekanto, 2011, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta

(selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III), h.3.

12 Satjipto Rahardjo, 2010, Penegakan Hukum Progresif, Kompas, Jakarta (Selanjutnya

disebut Satjipto Rahardjo II), h.205.

13 Soedjono Dirdjosisworo, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo, Jakarta, h.93,

dikutip dari Handworterbuch der Staatswissenschaft, 4e Auflage “Recht”.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

10

1) Masyarakat hanya mungkin berlangsung oleh hukum

2) Baik dalam hukum maupun dalam kesewenang-wenangan terdapat

pemaksaan

Pemkot kembali lagi menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas

apa yang terjadi dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan substansi peraturan

dan asas-asas yang termuat dalam Perda No.27/2011. Penerapan hukum tidak

terlepas dari substansi hukum, institusi yang akan menerapkan hukum tersebut,

dan personil dari institusi yang meliputi lembaga-lembaga administratif dan

lembaga-lembaga yudisial.14

Suatu aturan atau hukum hanya dapat berjalan

melalui manusia, karena manusia yang menciptakan maka diperlukan campur

tangan manusia dalam pelaksanaannya.15

Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti mengangkat judul

penelitian Tesis ini adalah “Efektivitas Penerapan Peraturan Daerah Kota

Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Terkait Penyediaan dan Pemanfaatan

Ruang Bagi Pejalan Kaki”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas penerapan Pasal 33 huruf a Perda Nomor 27 Tahun

2011 di Kota Denpasar?

14 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju,

Bandung, h.165.

15 Satjipto Rahardjo, 1984, Hukum Dan Masyarakat, Angkasa, Bandung (selanjutnya

disebut Satjipto Rahardjo III), h.70.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

11

2. Bagaimana upaya Pemerintah Kota dalam menerapkan Pasal 33 huruf a Perda

Nomor 27 Tahun 2011 di Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup yang dimaksud pada bagian ini adalah untuk

mengemukakan batas luasnya kajian pembahasan dari penelitian yaitu hanya pada

permasalahan yang sudah ditetapkan.

Ruang lingkup masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu yang

berkaitan dengan : Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011

tentang RTRW yang dalam hal ini dikhususkan pada keberadaan fasilitas bagi

pejalan kaki yaitu trotoar dan pemanfaatannya. Kondisi trotoar saat ini jauh dari

rasa nyaman dan aman bagi para pejalan kaki, khususnya masyarakat yang

bertempat tinggal atau melakukan aktivitas di ruas jalan di wilayah Kota

Denpasar.

Pada permasalahan pertama dimaksudkan untuk mencari tahu bagaimana

penerapan Perda dalam masyarakat, baik itu faktor penghambat ataupun faktor

pendukung yang dalam penelitian ini dilihat dari substansi aturan itu sendiri,

Pemerintah Kota Denpasar terkait tugas-tugasnya dalam menerapkan Perda dan

faktor masyarakatnya yaitu tingkat kesadaran hukum masyarakat khususnya

dengan adanya Perda Kota Denpasar.

Pada permasalahan kedua untuk mengetahui upaya-upaya dari Pemerintah

Daerah Kota Denpasar yaitu dalam hal ini upaya dinas-dinas terkait untuk

menerapkan Perda khususnya fungsi keberadaan trotoar agar dapat berlaku di

masyarakat di Kota Denpasar.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

12

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk :

Sebagai bahan dalam pengembangan ilmu hukum, sehingga bagi orang-orang

yang bergerak di bidang hukum dapat mengetahui perlindungan hukum bagi

pejalan kaki dalam hal penyediaan dan pemanfaatan trotoar.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Pasal 33 huruf a Perda

Nomor 27 Tahun 2011 di Kota Denpasar.

b. Untuk mengkaji dan menganalisis sejauh mana upaya pemerintah Kota

Denpasar dalam menerapkan Pasal 33 huruf a Perda Nomor 27 Tahun 2011

di Kota Denpasar

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum,

khususnya bidang Hukum dan Masyarakat, untuk mengungkap faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan hukum dalam masyarakat.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi pemerintah dan

penegak hukum untuk dapat menerapkan sebuah peraturan atau undang-undang

dengan maksimal sehingga tujuan dari peraturan atau undang-undang tersebut

dapat tercapai.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

13

1.6 Orisinalitas Penelitian

Dalam setiap penelitian tentu tidak terlepas dari penelitian – penelitian

sebelumnya, sehingga peneliti menemukan beberapa penelitian yang mendekati

judul penelitian ini, yaitu :

1) Penelitian dari Bima Anggarasena yang dilakukan tahun 2010 dari Universitas

Diponegoro, Semarang. Tesis dengan judul Strategi Penegakan Hukum Dalam

Rangka Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas Dan Mewujudkan

Masyarakat Patuh Hukum.16

Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dari Tesis ini adalah :

a. Bagaimana kondisi keselamatan dan tingkat kepatuhan hukum lalu lintas

masyarakat saat ini ?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi keselamatan dan

tingkat kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat ?

c. Bagaimana konsep strategis penegakan hukum yang mampu meningkatkan

keselamatan dan kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat ?

Penelitian ini mengkaji pada permasalahan kepatuhan hukum lalu lintas

masyarakat terkait tingkat kecelakaan di jalan. Pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan yang bersifat yuridis empiris.

2) Penelitian dari Dhanoe Iswanto yang dilakukan tahun 2003 dari Universitas

Diponegoro, Semarang. Tesis dengan Judul Mengkaji Fungsi Keamanan dan

16 Anggarasena, Bima, 2010, “Strategi Penegakan Hukum Dalam Rangka Meningkatkan

Keselamatan Lalu Lintas Dan Mewujudkan Masyarakat Patuh Hukum “, Tesis Universitas

Diponegoro, Semarang, URL: eprints.undip.ac.id/23785/1/BIMA_ANGGARASENA.pdf, Diakses

3 Juli 2014

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

14

Kenyamanan Bagi Pejalan Kaki Di Jalur Pedestrian (Trotoar) Jalan Ngesrep

Timur V Semarang.17

Adapun rumusan permasalahan dari Tesis ini adalah :

1. Tidak berfungsi sebagaimana seharusnya elemen jalur trotoar yang ada di

kawasan gerbang Undip dan sepanjang jalan Ngesrep Timur V sampai

depan Kampus Undip Tembalang, dapat mengakibatkan kondisi tidak

aman dan nyaman bagi pejalan kaki yang berkepentingan di sana.

2. Sangat kurangnya fasilitas pendukung perabot jalan di sepanjang jalan

Ngesrep Timur V dari dan menuju kawasan Kampus Undip Tembalang,

berakibat tidak tertibnya dalam sirkulasi dan trafik kendaraan penumpang

umum yang melayani route tersebut.

Dari dua rumusan masalah tersebut terlihat perbedaan bahwa penelitian

tersebut mengkaji masalah fasilitas trotoar yang tidak berfungsi dan fasilitas-

fasilitas lain yang kurang, serta menekankan pada ketersediaan infrastruktur

yang baik bagi pejalan kaki. Pada penelitian ini mengkaji kesesuaian dari hasil

pengamatan di lapangan atau dalam hal ini adalah mengkaji data empiris.

3) Penelitian dari Mujiarjo yang dilakukan tahun 2011 dari Universitas Indonesia,

Depok. Tesis dengan Judul Okupasi Terhadap Ruang Publik Perkotaan. Studi

17 Iswanto, Dhanoe, 2003, “Mengkaji Fungsi Keamanan dan Kenyamanan Bagi Pejalan

Kaki Di Jalur Pedestrian (Trotoar) Jalan Ngesrep Timur V Semarang”, Tesis Universitas

Diponegoro, Semarang, URL : eprints.undip.ac.id/14855/1/2003MTA2955.pdf.,Diakses 13 Juli

2014

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

15

Kasus: Pedagang Kaki Lima di Jalan Mahakam-Jalan Bulungan, Jakarta

Selatan.18

Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dari Tesis ini adalah :

Apakah sebenarnya pedagang kaki lima itu dalam kaitannya dengan

tindakan okupasi ruang publik?

Isu yang diangkat dari penelitian tersebut adalah tindakan yang dilakukan para

PKL di trotoar dan jalan terkait tindakan okupasi (kegiatan, pekerjaan, atau

proses mengambil kepemilikan suatu tempat atau wilayah).

Tesis ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif yang dikaji dari data

empiris di lapangan.

4) Penelitian dari I Nyoman Budi Sentana yang dilakukan pada tahun 2014 dari

Universitas Udayana, Denpasar. Tesis dengan judul Pelaksanaan Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2009 Terkait Dengan Pogram Wajib

Belajar 12 Tahun.

Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu :

a. Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan Peraturan daerah Provinsi Bali

Nomor 9 Tahun 2009 terkait dengan penyelenggaraan program wajib

belajar 12 tahun di Provinsi Bali?

b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan

Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2009 terkait dengan penyelenggaraan

program wajib belajar 12 tahun di Provinsi Bali?

18

Mujiarjo, 2011, “Okupasi Terhadap Ruang Publik Perkotaan. Studi Kasus: Pedagang

Kaki Lima di Jalan Mahakam-Jalan Bulungan”, Tesis Universitas Indonesia Depok, Jakarta

Selatan, URL : lib.ui.ac.id/file?file=digital/20297750-T30085-Mujiarjo.pdf, Diakses 13 Juli 2014

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

16

Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang mengkaji efektivitas Perda

Nomor 9 Tahun 2009 terkait penyelenggaraan program pendidikan wajib

belajar 12 tahun di Provinsi Bali.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian lainnya adalah

penulis mengkaji penerapan suatu aturan terkait dengan trotoar yang tidak

hanya dilihat dari faktor pedagang kaki lima saja namun semua unsur yang

mempengaruhi penerapan suatu peraturan. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor

yang mempengaruhi dalam penerapan Perda dari faktor substansi, penegak,

fasilitas, kesadaran hukum hingga budaya hukum masyarakat terkait trotoar

yang mana menjadi fasilitas yang penting untuk memberi keselamatan,

keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki, serta mengkaji sejauh mana

upaya Pemkot Denpasar dalam mewujudkan tujuan dari diterbitkannya Perda

RTRW.

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

1.7.1 Landasan Teoritis

Teori sangat penting dalam suatu ilmu pengetahuan, tanpa teori hanya akan ada

serangkaian fakta saja tanpa ada ilmu pengetahuan. Teori dipakai oleh peneliti

sebagai pembatasan kepadanya terhadap fakta-fakta kongkret.19

a) Teori Legal System

Efektivitas hukum tidak dapat dilepaskan dari teori Legal System oleh

Lawrence Friedman, yaitu:20

19 Koentjaraningrat, 1989, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta h.10-

11.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

17

1) Structure (struktur): one basic and obvious element of the legal system,

the institutional body of system yaitu dipahami sebagai pihak-pihak

yang terkait dalam suatu peraturan, baik pembentuk peraturan yaitu

kekuasaan legislatif, pelaksana yaitu eksekutif/pemerintah, dan penegak

peraturan yaitu kekuasaan yudikatif/polisi, jaksa dan hakim. Walaupun

oleh Lawrence, structure yang dideskripsikan adalah the structure of a

judicial system, namun bicara soal hukum tidak dapat dilepaskan dari

peran legislatif dan ekskutif.

2) Substance (substansi): the rules, yaitu aturan-aturan atau isi dari suatu

peraturan.

3) Legal Culture (budaya hukum): the element of social attitude and value

yang dimaksud adalah perilaku-perilaku masyarakat dalam memandang

hukum untuk ditaati. Dalam pengertian lain budaya hukum

menggambarkan tanggapan yang sama terhadap hukum yang dihayati

oleh masyarakat yang bersangkutan. Budaya tersebut merupakan

budaya menyeluruh dari masyarakat sebagai suatu kesatuan dan bukan

budaya pribadi.

Dari ketiga komponen di atas menunjukan bahwa efektivitas dari suatu

peraturan untuk dapat bekerja dalam masyarakat yang diaturnya adalah adanya

hubungan kerja sama yang kuat antara struktur, substansi dan budaya dalam

masyarakat.

Dalam pembentukan substansi suatu peraturan harus memperhatikan

aspek kepentingan penguasa (struktur) untuk mengatur dan aspek kepentingan

masyarakat yang diatur melalui aturan tersebut.21

Struktur dalam hukum seperti

pemerintah dan penegak hukum tentu menjalankan tugasnya sesuai dengan

aturan dan menerapkan apa yang telah diatur dalam peraturan tersebut sehingga

apa yang menjadi tujuan dari pembentukan aturan tersebut dapat terwujud serta

20 Lawrence M.Freidman, 1975, The Legal System, Russell Sage Foundation, New York,

h.13-15.

21 Salmon E. Nirahua, 2010, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Responsif

terhadap Perkembangan Masyarakat, Kertha Patrika Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas

Udayana: Volume 34. Nomor 2., Denpasar.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

18

budaya masing-masing individu dalam masyarakat dalam menerima dan

menerapkan aturan tersebut.

b) Teori Berlakunya Hukum

Teori yang diperkenalkan oleh Robert Bob Seidman yang dikutip oleh

Satjipto Rahardjo tersebut adalah dengan menggambarkan berlakunya hukum

dalam masyarakat melalui gambar berikut, yaitu:22

norma

aktivitas penerapan norma

Dari bagan tersebut disebut tiga unsur yang saling berkaitan apabila berbicara

mengenai berlakunya hukum dalam masyarakat yang berkaitan pula dengan

efektivitas dari suatu aturan, yaitu:

a. unsur lembaga pembuat peraturan

b. unsur lembaga penerap peraturan, dan

c. unsur masyarakat sebagai pemegang peranan.

22 Satjipto Rahardjo, 1984, Hukum Dan Masyarakat, h.26-28, dikutip dari Robert B

Seidman, 1972, Law and Development:A General Model,Law and Society Review.

Lembaga Penerapan

Aturan

Lembaga Pembuat

Aturan

Faktor sosial lain Faktor sosial lain

Masyarakat – Pemegang Peranan

Faktor sosial lain

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

19

Dalam bekerjanya hukum dalam masyarakat faktor-faktor di luar dari unsur-

unsur tersebut turut mempengaruhi, seperti psikologi, pendidikan, budaya,

ekonomi dan lainnya.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya dalam pembahasan teori

efektivitas hukum, unsur masyarakat dikaji dari masyarakat akan suatu

aturan/hukum. Krabbe dalam buku Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan

oleh Achmad Ali menyebutkan bahwa kesadaran hukum merupakan kesadaran

manusia akan hukum23

yang berpengaruh terhadap faktor ketaatan seseorang

terhadap suatu aturan.

Pendidikan atau sosialisasi yang berasal dari lembaga pembuat dan

penegak peraturan turut berpengaruh dalam bekerjanya hukum dalam

masyarakat yang tentu saja melalui berawal dari pengetahuan individu akan

aturan tersebut.

c) Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila

seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal

mencapai tujuannya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya

berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan

tujuannya atau tidak. Efektivitas hukum artinya suatu produk hukum akan

disoroti dari tujuan yang ingin dicapai apakah telah berhasil atau belum

diterapkan di masyarakat dengan melihat pada indikator-indikator penentu.

23 Achmad Ali, 2013, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta,

h.299.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

20

Efektif menurut pakar hukum lain, Abdul Manan, hukum positif akan

memiliki daya berlaku yang efektif dalam masyarakat apabila selaras dengan

kehidupan masyarakat.24

Selain itu Hans Kelsen mengemukakan efektivitas

hukum terletak pada orang-orang diarahkan untuk melakukan perbuatan yang

diharuskan oleh suatu norma.25

Efektivitas hukum merupakan teori di mana orang benar-benar berbuat

sesuai dengan norma norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa

norma norma itu benar benar diterapkan dan dipatuhi. Untuk mengetahui

apakah hukum itu benar-benar diterapkan atau dipatuhi oleh masyarakat maka

harus dipenuhi beberapa faktor yaitu:26

1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat itu sendiri

5. Faktor kebudayaan

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi dari

penegakan hukum itu, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas hukum. Jadi

apabila semua faktor itu telah terpenuhi barulah tujuan hukum dalam

masyarakat dapat dirasakan, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan

kemanfaatan.

24 Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,

h.19.

25 Hans Kelsen, 2014, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara – edisi terjemahan dari buku

General Theory of Law oleh Raisul Muttaqien, Nusa Media, Bandung , h.54.

26 Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Rajagrafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto IV), h.8.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

21

Pada faktor masyarakat mengkaji lebih jauh terkait kesadaran hukum

dalam masyarakat yang meliputi pengetahuan tentang suatu aturan atau hukum,

penghayatan, dan ketaatan atau kepatuhan terhadap suatu aturan.27

Mengambil

pendapat J.J.H. Bruggink yaitu bahwa “de term effectiviteit is dan minder op

zijn plaats, al zal in de praktijk het toepassen en handhaven van rechtsnormen

door de rechtsautoriteiten tot gevolg hebben dat de burgers in een

gemeenschap zich ook naar die rechtsnormen gedragen”28

Istilah efektivitas lebih kecil di atas fungsi tempatnya, walaupun dalam

prakteknya penerapan dan penegakan norma hukum adalah otoritas hukum

yang menyatakan bahwa warga masyarakat berperilaku sesuai dengan aturan

hukum sehingga dapat dipahami bahwa suatu efektivitas dari suatu aturan

adalah bila kekuatan otoritas pembuat undang-undang atau suatu aturan

membentuk masyarakatnya untuk bertindak sesuai dengan aturan yang ada.

Konsep hukum menimbulkan rasa wajib/takut. Konsep hukum ini

dikemukakan oleh Alf Ross. Menurutnya suatu aturan hukum dirasa

mewajibkan karena ada hubungan antara yuridis dan sanksinya.29

Sanksi

hukum dari suatu perbuatan hendaknya tidak hanya menimbulkan rasa takut

namun juga rasa mewajibkan seseorang terhadap dirinya sendiri untuk

bertanggungjawab terhadap setiap aturan yang apabila dilanggar akan

menimbulkan sanksi baginya, sehingga tidak ada niat atau keinginan untuk

27 Abdul Manan, loc.cit.

28 J.J.H. Bruggink, 1993, Rechtsreflecties:grondbegrippen uit de rechtstheorie, Gegevens

Koninklijke Bibliotheek, Den Haag, h.103.

29 Bernard L. Tanya, et.al., 2013, Teori Hukum – Strategi Terbit Manusia Lintas Ruang dan

Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta,h.154.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

22

melanggar. Dengan menyadari hukum sebagai suatu kewajiban maka

efektivitas dari suatu peraturan dalam masyarakat dirasakan dan tujuan dari

pembentukan peraturan tersebut dapat terwujud.

Lebih lanjut menurut Ross, timbulnya hukum sebagai aturan yang

bersifat wajib, melalui empat tahap:30

a. Tahap pertama yaitu situasi masyarakat yang diatur melalui paksaan.

b. Tahap kedua yaitu kondisi masyarakat mulai takut akan suatu paksaan.

c. Tahap ketiga yaitu situasi dimana masyarakat mulai terbiasa dengan

cara hidup yang demikian.

d. Tahap keempat situasi dimana tingkah laku masyarakat ditentukan oleh

instansi-instansi yang berwenang.

Dari keempat tahap tersebut akan dilihat tahapan dimana masyarakat

mulai terbiasa dengan suatu cara hidup yang semula tidak taat hukum akan

berubah ke kebiasaan taat hukum dengan ketentuan yang telah dibentuk dalam

suatu aturan hukum oleh instansi yang berwenang atau secara sederhana

melihat bagaimana institusi yang berwenang menerapkan hukum agar dapat

membentuk kebiasaan yang taat hukum demi ketertiban.

d) Konsep Negara Hukum

Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari hukum. Konstitusi merupakan

social contract antara yang diperintah (rakyat) dengan yang memerintah

(pemerintah).31

Suatu negara terdiri dari unsur wilayah, pemerintah dan

masyarakat. Pemerintah dalam arti luas mencakup kekuasaan eksekutif,

legislatif dan yudikatif.32

30 Bernard L. Tanya, et.al.,op.cit.,h.155.

31 Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD

1945 Sampai Dengan Amandemen Tahun 2002, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.8.

32 Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.30.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

23

Menurut Epicurus sebuah negara merupakan hasil dari perbuatan

manusia, sehingga kepentingan individulah yang pertama-tama harus

dipenuhi.33

Perlindungan hak dengan pembatasan dimaksudkan untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan terhadap hak dan kebebasan untuk

memenuhi rasa adil sesuai dengan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban

umum.34

Hoebel merumuskan empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu:35

1) Menjelaskan hubungan antar anggota masyarakat dalam hukum.

2) Pengatur kekuasaan baik dari penentuan pelaksana maupun pemilihan

sanksi.

3) Sebagai sarana penyelesaian sengketa.

4) Sebagai media penjelas kembali hubungan antar anggota masyarakat

sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi kehidupan.

Dari rumusan Hoebel menyiratkan bahwa hukum dimaksudkan untuk mengatur

masyarakat baik yang diperintah maupun yang memerintah. Bagi masyarakat

yang bertindak dengan kewenangannya untuk memerintah maka diperlukan

hukum untuk membentuk suatu kebijakan maupun penentuan sanksi apa yang

tepat bagi pelanggar.

Pada konsep Law As A Tool Of Social Engineering yang dipaparkan

oleh Roscoe Pound menempatkan hukum sebagai alat untuk mengubah atau

membawa pembaharuan dalam masyarakat.36

Pandangan bahwa hukum tidak

33 Soehino, 2001, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, h.31.

34 Jimly Asshiddiqie, 2008, Hukum Tata Negara Darurat, RajaGrafindo Persada, Jakarta,

h.107.

35 HM.Wahyudi Husein dan H.Hufron, 2008, Hukum Politik & Kekuasaan, LaksBang

PRESSindo, Yogyakarta, h.29.

36 I Dewa Gede Atmadja, 2013, Filsafat Hukum – Dimensi Tematis & Historis, Setara

Press, Malang, h.163.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

24

hanya berada di awang-awang tapi harus dinyatakan dalam kehidupan sosial

masyarakat adalah dengan menata kepentingan-kepentingan dalam

masyarakat agar tercapai keseimbangan yang proposional, sehingga tidak ada

kepentingan yang lebih dominan dan tidak ada kepentingan yang

terpinggirkan.

Penjaminan kesejahteraan rakyat serta rasa keadilan yang terpenuhi

merupakan cita-cita dari pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI) . Konsep Negara Hukum

Indonesia tidak hanya untuk perlindungan hak asasi manusia saja tetapi juga

pada perlindungan kepentingan umum. Menurut Freidrich Julius Stahl unsur-

unsur negara hukum adalah: 37

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan

Menurut Pound kepentingan merupakan permintaan yang ingin

dipenuhi oleh manusia secara pribadi maupun melalui kelompok.38

Contoh

kepentingan pribadi adalah kepentingan untuk hidup, mendapatkan

pendidikan, tidak diperbudak atau mendapatkan perlindungan hukum,

sedangkan kepentingan kelompok contohnya adalah berhak membentuk

partai dan tidak didiskriminasi. Selain dua kepentingan tersebut, kepentingan

37 Ridwan HR, op.cit, h.3.

38 H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2012, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum,

Alumni, Bandung, h.33.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

25

lain adalah kepentingan sosial dalam soal keamanan umum yaitu meliputi

kepentingan dalam melindungi ketenangan dan ketertiban, kesehatan dan

keselamatan, dan keamanan atas transaksi dan pendapatan.39

Di Indonesia konsep Negara Hukum tertuang dalam UUD NRI 1945

Konsep Negara Hukum (Rechtstaat), dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1

ayat (3) yang menyatakan,”Negara Indonesia adalah Negara Hukum ”. Dalam

konsep Negara Hukum itu diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima

dalam suatu negara adalah hukum.

Dari pendapat Stahl dan Pound juga rumusan Pasal 3 ayat (1) UUD

1945, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa negara hukum harus

memperhatikan perlindungan hak asasi manusia baik secara pribadi maupun

kelompok, yang tidak hanya perlindungan secara fisik saja namun juga

perlindungan secara psikologis serta sebagai negara hukum apapun yang

berada dalam suatu negara tunduk akan hukum dan dibutuhkan paksaan

kepada semua pihak untuk melaksanakan apa yang telah diatur dalam aturan

tersebut guna mencapai tujuan dari aturan tersebut dibuat.

Pemisahan cabang kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu

yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif40

merupakan struktur dalam negara

hukum yang berperan dalam penerapan suatu peraturan. Kekuasaan negara

39 Bernard L. Tanya, op.cit., h.141.

40 Ridwan HR, op.cit, h.12.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

26

selain dimaksudkan untuk membentuk hukum juga sebagai alat untuk

menegakan hukum.41

Dalam ketentuan Pasal 112 ayat (1) Perda No.27/2011 telah diatur

kewajiban Pemerintah Kota pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang

yaitu:

a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada

masyarakat tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui media

komunikasi

b. melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengendalian

pemanfaatan ruang

c. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai

arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan

disinsentif, serta pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

d. menyediakan sarana yang memudahkan masyarakat dalam

menyampaikan pengaduan atau laporan terhadap dugaan

penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang

melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Sebagai negara hukum, tanggungjawab eksekutif sebagai penyedia

trotoar sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pejalan kaki disertai

pula dengan pelaksanaan penertiban di lapangan. Satuan Polisi Pamong Praja

(disingkat Satpol PP) dalam hal ini menjadi pihak yang paling dekat dengan

masyarakat yang juga menjadi salah satu faktor dalam efektivitas penerapan

Perda. Upaya penegakan Perda yang dilakukan oleh Satpol PP harus

dilakukan sesuai undang-undang, seperti yang telah dituang dalam Pasal 148

ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

(selanjutnya disebut UU No.32/2004) yang berbunyi “untuk membantu

41 HM.Wahyudi Husein dan H.Hufron, op.cit, h.19-20.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

27

kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja”.

Serta dalam Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah (disingkat UU No.23/2014) bahwa Satpol PP

dibentuk untuk menegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

Dalam penerapan suatu peraturan haruslah melihat pada kondisi dalam

masyarakat, karena sangat penting bagi negara untuk melindungi seluruh

kepentingan masyarakat artinya hukum tidak lagi kaku terhadap hukum

positif saja namun juga melihat pada realita dalam masyarakat, di mana

hukum tersebut dimaksudkan dengan tetap menjamin hak setiap individu.

1.7.2 Kerangka Berpikir

* Teori Legal

System

*Teori Berlakunya

Hukum

* Teori Efektivitas

Hukum

Latar Belakang :

Ketentuan Pasal 33 huruf a Perda RTRW “penyediaan dan pemanfaatan

prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki,,,ruang pejalan kaki di sisi jalan berupa trotoar”.

Kenyataan di masyarakat, fungsi trotoar tidak sesuai dengan fungsi dan

tujuan dalam Perda RTRW

Pejalan kaki tidak dapat menggunakan trotoar dengan aman dan nyaman

karena adanya kegiatan lain serta kondisi trotoar yang kurang mendukung

Hasil

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana efektivitas

penerapan Pasal 33 huruf

a Perda No.27/2011?

2. Bagaimana upaya Pemkot dalam

menerapkan Pasal 33

huruf a Perda Nomor 27

Tahun 2011 di Kota Denpasar?

* Teori Legal

System

*Teori

Berlakunya

Hukum

* Konsep Negara

Hukum

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

28

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris yang

mana penelitian ini merupakan penelitian hukum yang memperoleh datanya dari

data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat42

atau lapangan.

Penelitian ini mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat yakni efektivitas

dari penerapan Perda Kota Denpasar No.27/2011 di ruas jalan Kota Denpasar

terkait ruang bagi pejalan kaki.

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan atau

memberikan pemaparan atas keadaan atau gejala yang terjadi pada individu atau

suatu kelompok serta menganalisis dan memaparkan ada tidaknya hubungan

antara suatu keadaan dengan keadaan lainnya dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini menggambarkan kesenjangan yang terjadi antara das

solen dan das sein. Deskriptif dalam penelitian ini yaitu juga menggambarkan

keadaan masyarakat terkait dengan penerapan Perda No.27/2011 Kota Denpasar

khususnya Pasal 33 huruf a dan bagaimana hubungan antara suatu faktor dengan

faktor lainnya saling berhubungan dalam bekerjanya Perda di masyarakat.

1.8.3 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini tidak terlepas dari pendekatan-pendekatan yang

dilakukan untuk menjawab permasalahan. Adapun pendekatan digunakan yaitu :

42 Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,h.110.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

29

a. Pendekatan Fakta (Fact Approach). Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa “...

untuk mampu memahami hukum lalu lintas tidak bisa hanya membaca

undang-undang lalu lintas saja, tapi juga harus turun dan mengamati langsung

apa yang terjadi di jalan raya..”,43

dapat dipahami bahwa untuk dapat

menemukan jawaban dari permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya

tidaklah hanya dengan memahami seluruh aturan yang berkaitan dengan

efektivitas dari sebuah Perda dalam masyarakat namun juga turun langsung

ke lapangan untuk melihat kejadian-kejadian apa saja yang telah terjadi atau

fakta yang ada di lapangan. Peneliti menganalisa dan mengklarifikasi fakta-

fakta yang dikumpulkan menurut sistem dan metode ilmiah tertentu dan

mencari korelasi atau hubungan dari fakta-fakta tersebut.44

b. Pendekatan social-legal research pada penelitian ini melihat masalah

efektivitas hukum, kepatuhan terhadap hukum, dan pengaruh masalah sosial

terhadap aturan hukum.45

Pendekatan ini mengamati tingkah laku masyarakat

apakah telah sesuai dengan yang telah diatur dalam undang-undang atau

dalam hal ini Perda, serta mencari tahu segala faktor yang dinilai dapat

mempengaruhi efektivitas dari Perda.

c. Pendekatan konsep, yaitu peneliti merujuk pada prinsip-prinsip hukum.

Prinsip-prinsip ini dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana

ataupun doktrin-doktrin hukum. Walaupun tidak secara nyata, konsep hukum

43 Ibid.,h.33.

44 Koentjaraningrat, op.cit, h.10

45 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h.128.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

30

dapat ditemukan dalam undang-undang.46

Dalam penelitian ini peneliti

memahami konsep efektivitas dari pemikiran para sarjana atau dalam

pengertian lain yang menerangkan makna efektivitas.

d. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach). Pada penelitian ini

tidak dapat dilepaskan dari pendekatan perundang-undangan di mana judul

penelitian ini sendiri berbicara terkait Perda serta beberapa undang-undang

atau peraturan yang berkaitan dengan Perda tersebut.

1.8.4 Data dan Sumber Data

Penelitian hukum empiris menggunakan data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yang diperoleh

melalui observasi, wawancara terhadap informan maupun responden sedangkan

data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk bahan-bahan hukum.

Yang dimaksud bahan-bahan hukum yaitu :

a. Bahan Hukum Primer yang meliputi : Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945; Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang

Jalan; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 19/Prt/M/2011 Tentang

Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan; Keputusan

46

Ibid., h.178

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

31

Menteri Perhubungan Nomor: KM 65 Tahun 1993 Tentang Fasilitas

Pendukung Kegiatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan; Peraturan Daerah

Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar

Tahun 2011-2031; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

:03/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan

Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan

Perkotaan; Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 15 Tahun 1993 Tentang Kebersihan

dan Ketertiban Umum Di Kota Denpasar.

b. Bahan Hukum Sekunder meliputi : hasil-hasil penelitian, buku-buku hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier berupa : Kamus Hukum.

1.8.5 Teknik Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tidak dapat dilakukan di seluruh daerah atau tempat yang

masuk dalam lingkup wilayah Kota Denpasar. Penentuan sampel penelitian

dilakukan dengan menggunakan teknik Non Probability Sampling. Ada beberapa

bentuk Non Probability Sampling yaitu:47

Quota Sampling, Accidental Sampling,

Purposive Sampling, dan Snowball Sampling.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling.

Purposive Sampling adalah dengan menetapkan sendiri sample oleh si peneliti

karena telah memenuhi kriteria dan karakteristik tertentu yang merupakan ciri

utama dari populasinya. Purposive Sample (sampel bertujuan) penelitian ini untuk

47 Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis Dan Penulisan Tesis Program Studi Magister

(S2) Ilmu Hukum, 2013, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, h.71.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

32

mendapatkan informasi-informasi yang dilakukan terhadap dua atau tiga daerah

kunci (key areas) atau beberapa kelompok kunci (key groups) sehingga tidak

semua daerah, tidak semua kelompok dalam populasi itu diselidiki48

sehingga

hanya tempat atau kelompok yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat

dijadikan sampel dengan juga menetapkan batas dan luas daerah generalisasi dan

penegasan mengenai ciri-ciri khasnya.49

Kota Denpasar memiliki 4 (empat) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan

Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, dan

Kecamatan Denpasar Barat. Dari keempat wilayah tersebut peneliti memilih 3

(tiga) wilayah yaitu wilayah Kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Timur dan

Denpasar Selatan.

Alasan dipilihnya Kota Denpasar adalah pusat administrasi dari Provinsi

Bali, dan karena masyarakatnya yang kompleks dimana heterogenitas pekerjaan

atau aktivitas masyarakat yang banyak terjadi di jalan. Alasan lain dipilihnya

Denpasar Barat, Denpasar Timur dan Denpasar Selatan karena dinilai memiliki

karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian di mana di lokasi

tersebut tersebar wilayah perdagangan dan pelayanan jasa, pelayanan kesehatan,

pendidikan yang mana dapat dijumpai adanya trotoar, sehingga dapat diamati

bagaimana pemanfaatan trotoar oleh masyarakat.

Dari kedua wilayah tersebut sampel penelitian dilakukan pada wilayah-

wilayah tertentu, seperti :

48 Kartini Kartono,1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, h.133.

49 Ibid., h.46.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

33

a) Wilayah perdagangan dan jasa, lokasinya di Jalan Tukad Pakerisan, Jalan

Gajah Mada, Jalan Hassanudin, Pasar Badung, Jalan Sumatra, Jalan

Diponegoro, dan Jalan Surapati.

b) Wilayah pusat perbelanjaan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, lokasinya

di Jalan Soedirman, Jalan Waturenggong – hingga wilayah Rumah Sakit

Sanglah, Jalan Raya Sesetan, Jalan Setia Budi, dan Jalan Gunung Agung.

c) Wilayah perdagangan dan jasa, pendidikan dan olahraga, lokasinya di Jalan

Kamboja dan Jalan Hayam Wuruk.

1.8.6 Teknik Penentuan Informan dan Responden

Dalam penentuan informan dan responden digunakan teknik Purposive

Sampling dan Accidental Sampling. Teknik Accidental Sampling yaitu hanya

unsur-unsur atau individu-individu yang kebetulan dijumpai/ditemui atau yang

dapat dijumpai saja yang dapat diselidiki.50

Individu yang dimaksud adalah

informan dan responden yang dianggap mempunyai hubungan dan yang

mengetahui keadaan wilayah dalam lokasi penelitian.

Dalam penelitian ini informan adalah Pemerintah Kota Denpasar yaitu

Dinas Tata Ruang Dan Perumahan, Dinas Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas

Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan, sedangkan responden adalah

masyarakat di wilayah yang menjadi lokasi penelitian yaitu seperti para pedagang,

juru parkir, para pengendara kendaraan dan para pejalan kaki.

50

Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta

Timur, h.51.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

34

1.8.7 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik

observasi, teknik wawancara dan teknik studi dokumen. Teknik pengumpulan data

primer digunakan teknik observasi dan teknik wawancara.

Teknik observasi dilakukan dengan non participant observation atau

observasi tak terlibat. Observasi yang dipakai adalah observasi langsung yaitu

peneliti akan mengamati kegiatan lalu lintas di ruas jalan Kota Denpasar yang

wilayah-wilayahnya telah ditentukan terkait perilaku hukum masyarakat akan

fungsi trotoar, dan observasi tidak langsung yaitu dengan menggunakan data-data

dari surat kabar atau foto-foto yang berkaitan dengan penyalahgunaan fungsi

trotoar.

Teknik wawancara atau interview yaitu dengan berpedoman pada

interview guide atau petunjuk wawancara yang berupa daftar rancangan

pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan masalah penelitian untuk

mendapatkan jawaban-jawaban yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Wawancara ini selain dilakukan dengan mencatat jawaban-jawaban dari informan

dan responden juga dilakukan dengan merekam proses wawancara.

Dalam pengumpulan data sekunder digunakan teknik studi dokumen, yaitu

peneliti akan mengkaji aturan-aturan yang berkenaan dengan tata ruang dan

perlindungan hukum bagi pejalan kaki. Data sekunder dikumpulkan dengan

penelusuran literatur dokumen dengan menggunakan sistem kartu (card system)

yaitu catatan-catatan yang dianggap penting perlu dicatat yang dibuat pada kartu

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

35

dengan ukuran tertentu dan dengan cara tertentu pula, halmana akan memudahkan

penulis untuk menelusuri kembali data yang telah diperolehnya.51

Menurut Winarno, sistem kartu terbagi atas 3 (tiga) macam yakni:52

a. Kartu ikhtisar memuat nama pengarang, judul buku, nama penerbit, tahun

terbitan, halaman, pokok masalah yang dikutip;

b. Kartu kutipan memuat pokok masalah yang dikutip;dan

c. Kartu analisis memuat ulasan yang bersifat menambah atau menjelaskan

dengan cara mengkritik, menarik kesimpulan, saran maupun komentar.

Sistem kartu yang digunakan adalah kartu kutipan yaitu dengan mencatat atau

mengutip data yang diperoleh beserta sumber dari mana data itu diperoleh seperti

nama pengarang, judul buku dan halaman53

yang diadopsi oleh peneliti dengan

cara yang dianggap lebih mudah membantu peneliti dalam menemukan data

sekunder.

1.8.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menyusun data, dikategorisasikan dan

diklasifikasi secara sistematis, sehingga dapat menghubungkan data yang satu

dengan data yang lain atau menghubungkan data primer yang diperoleh di

lapangan dengan data sekunder untuk dapat ditafsirkan dari perspektif peneliti.

Data yang diklasifikasikan menunjang peneliti dan pembaca untuk mudah

menemukan:54

a. Pentingnya fenomena yang dipelajari

51 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT.Grafindo Persada, Jakarta, h.52.

52 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah,Dasar Metode dan Teknik, hal.227.

53 Putu Wiwik Sugiantari, Anak Agung, 2010, “Pengujian Formil Terhadap Undang-

Undang Oleh Mahkamah Konstitusi”, Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

54 Ibid.,h.362.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan ... Dalam hal perlindungan bagi

36

b. Korelasi dengan faktor-faktor lain

Analisis data dari semua hasil penelitian akan disusun secara sistematis

dengan mengelompokkan data kwalitatif dan data kwantitatif yang kemudian

dikorelasikan antara data yang satu dengan yang lain lalu diinterpretasikan

sehingga hasil analisis akan tersaji dalam gambaran deskriptif kwalitatif.

Dalam menentukan tingkat efektivitas dari penerapan Perda akan

dilakukan dengan melihat pada:

a. Unsur substansi hukum

b. Unsur struktur hukum yang terdiri dari lembaga pembuat, lembaga

penegak, dan saran serta prasarana dalam mendukung kegiatan

penegakan hukum,dan

c. Unsur budaya hukum yang terdiri dari kesadaran hukum serta

kebudayaan.

Dari ketiga unsur tersebut kemudian akan ditentukan tingkat tidak efektif, cukup

efektif dan efektif dari penerapan Perda.