lutfi fauji ridwan

176
1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SADAR GIZI PADA KELUARGA BALITA DI KELURAHAN KARANGPANIMBAL KECAMATAN PURWAHARJA KOTA BANJAR TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : Lutfi Fauji Ridwan 106101003714 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

Upload: hanifa-insani-kamal

Post on 28-Nov-2015

161 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lutfi Fauji Ridwan

1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU SADAR GIZI PADA KELUARGA BALITA DI KELURAHAN

KARANGPANIMBAL KECAMATAN PURWAHARJA KOTA BANJAR

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

Lutfi Fauji Ridwan

106101003714

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 2: Lutfi Fauji Ridwan

2

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN GIZI

Skripsi, 24 September 2010

Lutfi Fauji Ridwan, NIM : 106101003714

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga

Balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar Tahun

2010

xxiv + 144 halaman, 28 tabel, 3 gambar, 6 lampiran

ABSTRAK

Keluarga sadar gizi (KADARZI) adalah keluarga yang seluruh anggota

keluarganya melakukan perilaku gizi yang baik sesuai dengan kaidah ilmu gizi, mampu

mengenali masalah kesehatan bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil

langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya.

Hasil pendataan keluarga sadar gizi di Kota Banjar tahun 2009 menunjukkan bahwa

Kelurahan Karangpanimbal merupakan kelurahan yang paling rendah jumlah keluarga

yang berperilaku sadar gizi yaitu 50,44%. Angka tersebut masih jauh di bawah target

Departemen Kesehatan untuk keluarga sadar gizi yaitu sebesar 80%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

Kecamatan Purwaharja Kota Banjar tahun 2010, yang dilaksanakan pada bulan Juli-

Agustus 2010 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian

ini berjumlah 120 orang ibu balita. Data penelitian berupa data primer yang terdiri dari

variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah perilaku sadar gizi pada keluarga balita. sedangkan variabel independennya

adalah umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan

gizi, sikap, budaya keluarga terkait gizi, keterpaparan informasi kadarzi dan peran tokoh

masyarakat. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat untuk

mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, dan analisis data bivariat

untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen menggunakan uji

statistik chi-square serta analisis data multivariat untuk mengetahui faktor yang paling

dominan berhubungan dengan perilaku sadar gizi menggunakan uji regresi logistik

berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita yang berperilaku sadar gizi lebih

banyak (59,2%) daripada ibu balita yang tidak berperilaku sadar gizi (41,8%).

Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa pendapatan keluarga, pengetahuan gizi,

budaya keluarga, dan peran tokoh masyarakat memiliki hubungan yang bermakna

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal.

Page 3: Lutfi Fauji Ridwan

3

Sedangkan berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa pendapatan keluarga

merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita.

Berdasarkan hasil penelitian saran yang bisa diberikan adalah memberdayakan

ibu balita yang sebagian besar tidak bekerja dengan pemberian keterampilan dan modal

pinjaman, sehingga diharapkan dapat menambah pendapatan keluarga melalui

pengelolaan industri rumah tangga, meningkatkan pengetahuan ibu melalui berbagai

macam media informasi termasuk memaksimalkan radio suara husada untuk

mengkampanyekan keluarga sadar gizi sehingga bisa mengubah presepsi dan

meluruskan kepercayaan dan tradisi-tradisi yang tidak mendukung perilaku sadar gizi.

Selain itu memberikan pelatihan kepada tokoh masyarakat supaya bisa lebih terampil

dan konsisten dalam mempromosikan perilaku sadar gizi pada masyarakat sesuai dengan

ketokohan mereka masing-masing.

Daftar bacaan: 76 (1986-2010)

Page 4: Lutfi Fauji Ridwan

4

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

SPECIALISATION OF NUTRITION

Undergraduate Thesis, 24 September 2010

Lutfi Fauji Ridwan, NIM : 106101003714

The Factors That Related with Conscious Behavioral Nutrition in Family of

Childern Less than Five Year Old in Karangpanimbal Village Purwaharja District

Banjar Regency at 2010

xxiv + 144 pages, 28 tables, 3 images, 6 attachments

ABSTRACT

A family that is aware of nutrients (Kadarzi) is the family that all members of

the family having good nutrition behavior in accordance with the principles of nutrition

science which are able to recognize health problems for every member of his family, and

able to take steps to address the nutritional problems encountered by members of his

family. The results of nutrition conscious family collection in the City of Banjar in 2009

showed that the village is a village Karangpanimbal the lowest number of families who

behave aware of nutrition that is 50.44%. The number is still far below the target of the

Ministry of Health for nutrition conscious family that is equal to 80%.

This study aims to determine the factors associated with nutrition conscious

behavior on the family of five in Sub Karangpanimbal Purwaharja Banjar District in

2010, which was held in July-August 2010 using a cross sectional study design. The

research sample consists of 120 mothers. The research data in the form of primary data

consists of independent variables and the dependent variable. The dependent variable in

this study was aware of nutrition behavior in Toddlers family. While the independent

variables were age, education, occupation, family income, family size, nutrition

knowledge, attitudes, culture-related family nutrition, and exposure information and the

role of community leaders Kadarzi. Data analysis in this study consisted of univariate

analysis to determine the frequency distribution of each variable and univariate data

analysis to determine the relationship between independent and dependent variables

using chi-square statistical tests and multivariate data analysis to determine the most

dominant factor associated with nutrition conscious behavior using multiple logistic

regression.

The results showed that mothers who behave more aware of nutrition (59.2%)

than mothers who did not behave conscious nutrition (41.8%). Based on bivariate

analysis, it is found that family income, nutrition knowledge, culture, family, and the

role of community leaders have a significant relationship with nutrition conscious

behavior on the family in the village Karangpanimbal toddlers.Meanwhile. based on

multivariate analysis, it is found that family income is the most dominant factor related

to nutrition conscious behavior on the family toddler.

Page 5: Lutfi Fauji Ridwan

5

Based on the research, suggestions that can be given is to empower the mother

of a Toddler who mostly do not work with the provision of skills and capital loans,

which is expected to increase family income through the management of domestic

industry, increase the knowledge of mothers through a variety of information media

including radio maximize Husada voice to campaign nutrition conscious family so they

can change the perceptions, beliefs align and traditions that do not support the nutrition

conscious behavior. Also provides training to community leaders to get more skill and to

be consistent in promoting nutrition conscious behavior on the community in accordance

with their respective personage.

Reading list: 76 (1986-2010)

Page 6: Lutfi Fauji Ridwan

6

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SADAR

GIZI PADA KELUARGA BALITA DI KELURAHAN KARANGPANIMBAL

KECAMATAN PURWAHARJA KOTA BANJAR

TAHUN 2010

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripisi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 24 September 2010

Mengetahui

M. Farid Hamzens, MSi Yuli Amran, SKM, MKM

Pembimbing I Pembimbing II

Page 7: Lutfi Fauji Ridwan

7

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 24 September 2010

Mengetahui,

Penguji I

M. Farid Hamzens, MSi

Penguji II

Yuli Amran, SKM, MKM

Penguji III

Meilani Anwar, SKM, M. Epid

Page 8: Lutfi Fauji Ridwan

8

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………..

ABSTRAK…………………………………………………………………….

Halaman

i

ii

ABSTRACT………………………………………………………………….. iv

LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………

KATA PENGANTAR………………………………………………………..

vi

vii

viii

ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv

DAFTAR GRAFIK ......................................................................................

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………

xix

xx

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 8

1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................... 9

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 11

1.4.1 Tujuan Umum .................................................................... 11

Page 9: Lutfi Fauji Ridwan

9

1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................... 11

1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 13

1.5.1 Bagi Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Banjar 13

1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Karang Panimbal .................. 13

1.5.3 Bagi Peneliti ....................................................................... 13

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 14

2.1 Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)..................................................... 14

2.1.1 Sejarah Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)............................. 16

2.1.2Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Berdasarkan

Karakteristik Keluarga....................................................

18

2.2 Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ...................................... 20

2.2.1 Menimbang Berat Badan Secara Teratur .......................... 20

2.2.2 Memberi ASI (Air Susu Ibu) saja Kepada Bayi sampai Usia

6 Bulan .........................................................................

21

2.2.3 Makan Beraneka Ragam ................................................... 23

2.2.4 Menggunakan Garam Beryodium ..................................... 26

2.2.5 Memberikan Suplemen Gizi Sesuai Anjuran ................... 28

2.3 Metode Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency

Questionare).........................................................................

30

2.4 Strategi Promosi Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ....................... 31

2.4.1 Gerakan Pemberdayaan Masyarakat ................................. 32

Page 10: Lutfi Fauji Ridwan

10

2.4.2 Bina Suasana ..................................................................... 32

2.4.3 Advokasi ............................................................................ 33

2.4.4 Kemitraan .......................................................................... 33

2.5 Perilaku…………………………………………………………..

2.5.1 Definisi Perilaku………………………………………….

2.5.2 Perilaku Kesehatan……………………………………….

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku…………….

33

33

34

35

2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar

Gizi .......................................................................................

36

2.6.1 Umur Ibu ..................................................................... 38

2.6.2 Pendidikan Ibu ................................................................... 39

2.6.3 Pekerjaan Ibu ..................................................................... 41

2.6.4 Pendapatan Keluarga ......................................................... 43

2.6.5 Besar Keluarga ................................................................... 46

2.6.6 Pengetahuan Gizi Ibu ......................................................... 47

2.6.7 Sikap Ibu ............................................................................ 48

2.6.8 Budaya Keluarga .............................................................. 50

2.6.9 Keterpaparan Informasi Kadarzi....................................... 52

2.6.10 Peran Tokoh Masyarakat ................................................ 54

2.6 Keranga Teori ............................................................................. 55

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS ..............................................................................

56

Page 11: Lutfi Fauji Ridwan

11

3.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 56

3.2 Definisi Operasional .................................................................. 58

3.2 Hipotesis .................................................................................... 62

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 63

4.1 Desain Penelitian ....................................................................... 63

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 63

4.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................. 63

4.2.2 Waktu Penelitian ............................................................. 63

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 64

4.3.1 Populasi Penelitian .......................................................... 64

4.3.2 Sampel penelitian ............................................................ 64

4.4 Instrumen Penelitian .................................................................. 65

4.5 Uji Coba Instrumen……………………………………………. 66

4.6 Pengumpulan Data ................................................................... 67

4.7 Pengolahan Data ....................................................................... 68

4.7 Analisis Data ............................................................................. 69

4.7.1 Analisa Data Univariat .................................................... 69

4.7.2 Analisa Data Bivariat ...................................................... 69

4.7.3 Analisa Data Multivariat ................................................. 70

BAB V HASIL………………………………………………………………. 72

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………… 71

5.1.1 Keadaaan Geografis……………………………………… 71

Page 12: Lutfi Fauji Ridwan

12

5.1.2 Keadaan Demografi……………………………………… 71

5.2 Analisis Univariat………………………………………………. 74

5.2.1 Perilaku Keluarga Sadar Gizi……………………………… 75

5.2.2 Umur Ibu………………………………………………….. 76

5.2.3 Pendidikan Ibu……………………………………………. 77

5.2.4 Pekerjaan Ibu……………………………………………… 78

5.2.5 Besar Keluarga……………………………………………. 78

5,2,6 Pendapatan Keluarga……………………………………….. 79

5.2.7 Pengetahuan Gizi……………………………………………. 80

5.2.8 Sikap………………………………………………………… 81

5.2.9 Budaya Keluarga……………………………………………. 82

5.2.10 Keterpaparan Informasi…………………………………… 83

5.2.11 Peran Tokoh Masyarakat………………………………….. 85

5.3 Analisis Bivariat…………………………………………………... 86

5.3.1 Hubungan Umur dengan Perilaku Sadar Gizi……………… 86

5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Sadar Gizi………... 87

5.3.3 Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Sadar Gizi ………… 88

5.3.4 Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi …… 89

5.3.5 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi.. 90

5.3.6 Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Sadar Gizi … 91

5.3.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sadar Gizi …………….. 92

5.3.8 Hubungan Budaya Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi … 93

Page 13: Lutfi Fauji Ridwan

13

5.3.9 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku Sadar

Gizi …………………………………………………………

94

5.3.10 Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dengan Perilaku Sadar

Gizi …………………………………………………………

96

5.4 Analisis Multivariat………………………………………………. 97

5.4.1 Faktor Paling Dominan Berhubungan dengan Perilaku

Sadar Gizi pada Keluarga Balita…………………………….

97

BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………... 105

6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………………… 105

6.2 Gambaran Perilaku Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal…………………………………………………..

106

6.3 Umur Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi

pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…………….

111

6.4 Pendidikan Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga Sadar

Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal ………

114

6.5 Pekerjaan Ibu dan Hubungannya dengan dengan Perilaku Keluarga

Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…

116

6.6 Besar Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga

Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…

117

6.7 Pendapatan Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga

Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…

112

6.8 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga

Page 14: Lutfi Fauji Ridwan

14

Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal… 120

6.9 Sikap dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal……………………

123

6.10 Budaya Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga

Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal….

124

6.11Keterpaparan Informasi dan Hubungannya dengan Perilaku

Keluarga Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal………………………………………………………

127

6.9 Peran Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Perilaku

Keluarga Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan…………..

129

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 132

7.1 Simpulan……………………………………………………………. 132

7.2 Saran………………………………………………………………… 135

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 139

LAMPIRAN………………………………………………………………… 145

Page 15: Lutfi Fauji Ridwan

15

DAFTAR TABEL

Nama Tabel Halaman

Tabel 2.1 Penilaian Indikator Keluarga Sadar Gizi Berdasarkan

Karakteristik Keluarga ....................................................

18

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................... 58

Tabel 5.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2009……………………………

73

Tabel 5.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009………………

73

Tabel 5.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009……………….

74

Tabel 5.4 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Sadar Gizi di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010……………..

75

Tabel 5.5 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010………………………….

76

Tabel 5.6 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010………………

77

Tabel 5.7 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pekrjaan di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010………………………….

78

Page 16: Lutfi Fauji Ridwan

16

Tabel 5.8 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010………………………….

79

Tabel 5.9 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga

di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010…………..

80

Tabel 5.10 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan Gizi di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010……………..

80

Tabel 5.11 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sikap di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010………………………….

81

Tabel 5.12 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Budaya Keluarga

terkait Gizi di Kelurahan Karangpanimbal Tahun

2010……………………………………………………..

82

Tabel 5.13 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Keterpaparan

Informasi Kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal Tahun

2010……………………………………………………..

84

Tabel 5.14 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Peran Tokoh

Masyarakat di Kelurahan Karangpanimbal Tahun

2010……………………………………………………..

85

Tabel 5.15 Hubungan Umur Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun

2010……………………………………………………..

86

Tabel 5,16 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kadarzi

pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal

87

Page 17: Lutfi Fauji Ridwan

17

Tahun 2010…………………………………………….

Tabel 5.17 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun

2010…………………………………………………….

88

Tabel 5.18 Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Kadarzi

pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal

Tahun 2010……………………………………………..

85

Tabel 5.19 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku

Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010……………………………

89

Tabel 5.20 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Perilaku

Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010………………………….

90

Tabel 5.21 Hubungan Sikap Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun

2010……………………………………………………..

91

Tabel 5.22 Hubungan Budaya Keluarga terkait Gizi dengan

Perilaku Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karanganimbal Tahun 2010…………………………..

92

Tabel 5.23 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku

Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

95

Page 18: Lutfi Fauji Ridwan

18

Tabel 5.24 Hubungan Peran Tokon Masyarakat dengan Perilaku

Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010…………………………..

96

Tabel 5.25 Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan

Masuk Model Mutivariat………………………………..

98

Tabel 5.26 Hasil Pemodelan Prediksi Perilaku Kadarzi……………, 99

Tabel 5.27 Hasil Uji interaksi………………………………………. 100

Tabel 5.28 Model Prediksi Perilaku Kadarzi pada Keluarga Balita

di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

101

Page 19: Lutfi Fauji Ridwan

19

DAFTAR GRAFIK

Nama Grafik Halaman

Grafik 5.1 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator

Perilaku Sadar Gizi……………………………

76

Grafik 5.2 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Budaya

Keluarga terkait Gizi…………………………..

83

Grafik 5.3 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sumber

Informasi Kadarzi …………………………..

84

Page 20: Lutfi Fauji Ridwan

20

DAFTAR GAMBAR

Nama Gambar Halaman

Gambar Bagan 2.1 Sistem Lifestyle Keluarga Sediaoetama (1996).......... 37

Gambar Bagan 2.2 Kerangka Teori .......................................................... 55

Gambar Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...................................... 57

Page 21: Lutfi Fauji Ridwan

21

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Kuesioner Pnelitian

Lampiran 4 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 5 Hasil Analisis Univariat

Lampiran 6 Hasil Analisis Bivariat

Lampiran 7 Hasil Analisis Multivariat

Page 22: Lutfi Fauji Ridwan

22

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Lutfi Fauji Ridwan

Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 23 Agustus 1988

Alamat : Jln. Kertayasa No 36 RT 02/09 Cijulang Ciamis Jawa

Barat 46394

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : [email protected]

Telepon : 085695112094

Riwayat Pendidikan :

1994 – 2000 SDN Keratayasa 1

2000 – 2003 Madrasah Tsanawiyah Maarif Curug Cijulang

2003 – 2006 Madrasah Aliyah Negeri Cipasung Singaparna Tasikmalaya

2003 – 2006 Pondok Pesantren Cipasung

2006 - sekarang Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Riwayat Organisasi :

1. Ketua OSIS MAN Cipasung 2004-2005

2. Sekretaris KOMDA FKIK 2006-2007

3. Koordinator Sosial dan Agama BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat 2007-2008

Page 23: Lutfi Fauji Ridwan

23

3. Wakil Ketua BEM FKIK 2008-2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas

limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota

Banjar Tahun 2010. Shalawat dan salam senantiasa tecurah limphkankan kepada Rosul

tercinta yang telah menjadi suri tauladan bagi kita sebagai umatnya.

Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang diperoleh selama

perkuliahan, penulis mencoba menyusun skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini

penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi

dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini, penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku kepala program studi kesehatan

masyarakat.

3. Orang tua penulis, Mama, Bapa dan Kakek tercinta atas kasih sayang yang tak

terhingga kepada ananda semoga Allah menerima amal kebaikannya dan

mengampuni segala dosanya.

Page 24: Lutfi Fauji Ridwan

24

4. Bapak Farid Hamzens, MSi selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi yang

telah banyak memberikan banyak arahan, saran dan bimbingan sehingga penulis

dapat menyeleseikan skripsi ini.

5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, nasihat, motivasi, saran-saran, dan do’a yang sangat berarti sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjar dan Kepala Kantor Pemberdayaan

Masyarakat Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat yang telah memberikan

izin untuk melaksanaan penelitian di wilayah yang beliau pimpin

7. Ibu Ade selaku petugas pelaksana gizi Puksesmas Purwaharja yang telah membantu

memberikan informasi tentang kader dan meminjmkan alat yang sangat dibutuhkan

dalam pengumpulan data.

8. Ibu-ibu kader posyandu se-Kelurahan Karang panimbal yang banyak membantu

penulis dalam menyebarkan angket kepada ibu-ibu balita, sehingga dengan bantun

beliau-beliau lah pengumpulan data bisa lebih cepat selesai

10. Bapak dan Ibu Zul yang telah memberikan banyak saran kepada penulis sejak

tinggal di Ciputat sampai sekarang

11. Pengurus Mahasiswa Beasiswa Santri Departemen Agama (CSS) yang telah

memberikan motivasi baik moril maupun materil sehingga akhirnya penulis bisa

menyelesaikan pendidikan S1.

Page 25: Lutfi Fauji Ridwan

25

11. Teman-teman CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, teman-teman 3G

Kesmas 2006, teman-teman “D’Blz” (Nadya, Afni, Indah, Nur, Winda, Iyum, Aly,

dan Iik), terimakasih atas persahabatan dan keceriannya selama ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi atau laporan penelitian ini masih sangat

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar di masa mendatang penulis dapat menyusun laporan penelitian yang

lebih baik lagi. Semoga dengan disusunnya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi

banyak pihak, khususnya bagi penulis serta bagi pembaca.

Jakarta, 21 Oktober 2010

Penulis

Page 26: Lutfi Fauji Ridwan

26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber

daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Pembangunan kesehatan

merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan

Nasiona, 2004). Salah satu sasaran pembangunan kesehatan yang ditetapkan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah

menurunkan prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya 20% (Depkes RI, 2007).

Gizi merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu

atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan

masyarakat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan

umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

keberhasilan pembangunan Negara yang dikenal dengan istilah Human

Page 27: Lutfi Fauji Ridwan

27

Development Index(HDI) (Depkes RI, 2000). Selain itu, tiga faktor utama

penentu Human Development Index (HDI) yaitu tingkat pendidikan, kesehatan,

dan ekonomi erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Sasmito, 2007).

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,

namun penanganannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan

pelayanan kesehatan saja karena penyebab timbulnya adalah multifaktor

sehingga penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor terkait (Supariasa

dkk, 2002). Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan dimulai sejak dalam

kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Namun, periode dua tahun

pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga gangguan gizi yang

terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun

kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007). Oleh karena

itu, setiap penyimpangan sekecil apapun pada usia tersebut apabila tidak

ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kelak

kemudian hari.

Kurang gizi pada usia balita akan berdampak pada penurunan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih lanjut berakibat pada kegagalan

pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan

produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian (Sasmito, 2007). Semakin

rendah status gizi seseorang, semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas.

Dalam tingkat yang parah gizi kurang pada anak dapat menyebabkan malaria

Page 28: Lutfi Fauji Ridwan

28

7,3%, diare 60,7%, dan pneumonia 52,3% (Lahlan, 2006). Selain itu, kekurangan

gizi dalam tingkat ringan, sedang dan berat memililiki resiko meninggal masing-

masing adalah 2,5 dan 4,6 serta 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak

yang berstatus gizi normal (Soekirman, 2000).

Untuk menanggulangi masalah gizi di Indonesia, sejak tahun 1999 telah

dikeluarkan Inpres nomor 8 tahun 1999 tentang gerakan nasional

penanggulangan masalah pangan dan gizi yang diarahkan pada pemberdayaan

keluarga, pemberdayaan masyarakat dan pemantapan kerjasama lintas sektor

(Almatsier, 2004). Sejalan dengan Inpres tersebut, Departemen Kesehatan RI

(2007) menetapkan sasaran prioritas dalam strategi utama untuk mempercepat

penurunan gizi kurang pada balita adalah mewujudkan keluarga sadar gizi.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

747/Menkes/SK/VI/2007 ditetapkan bahwa target nasional untuk keluarga sadar

gizi (gizi) adalah 80% keluarga di Indonesia bisa melaksanakan perilaku sadar

gizi atau mencapai status kadarzi. Hal ini didasari karena keluarga mempunyai

nilai yang amat strategis dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh

masyarakat, serta menjadi tumpuan dalam pembangunan manusia seutuhnya

(Depkes RI, 2002).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah keluarga yang seluruh anggota

keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah

kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil

langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota

Page 29: Lutfi Fauji Ridwan

29

keluarganya. Keluarga dikatakan mencapai status kadarzi jika telah

melaksanakan lima indikator yaitu makanan beraneka ragam, selalu memantau

pertumbuhan, menggunakan garam beryodium, memberi atau mendukung ASI

eksklusif, dan minum suplemen sesuai yang dianjurkan (Depkes RI, 2007). Pada

prinsipnya pelaksanaan sadar gizi oleh keluarga merupakan cermin dari

dilaksanakannya PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang). Kelima indikator

kadarzi merupakan bagian dari ke-13 pesan dasar gizi seimbang sehingga valid

dan reliable serta aplikatif untuk meningkatkan konsumsi makanan gizi

seimbang di tingkat keluarga sehingga akan dapat mencegah dan mengatasai

masalah gizi kurang dan buruk pada balita (Minarto, 2009).

Sampai saat ini, permasalahan gizi terutama pada balita di dunia maupun

di Indonesia masih cukup memprihatinkan. UNICEF melaporkan prevalensi gizi

kurang pada anak usia balita di dunia dalam periode 2000-2006 adalah 25%,

balita pendek 31%, balita kurus 31% (Zahrani, 2009). Sedangkan hasil Riskesdas

(2007) menunjukkan prevalensi balita gizi kurang di Indonesia adalah 18,4%,

balita pendek 36,8% dan balita kurus 13,6%. Prevalensi gizi kurang pada balita

tahun 2007 di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005 yang

prevalensinya mencapai 28% (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2008).

Walaupun prevalensi gizi kurang sudah mengalami penurunan dan mencapai

target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu

sebesar 20 %, namun gizi kurang di Indonesia masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat (prevalensinya > 15%) dan dalam hal balita kurus masih

Page 30: Lutfi Fauji Ridwan

30

dalam situasi kritis karena prevalensinya masih berada antara 10-14,9% atau

tepatnya mencapai 13,6% (Depkes, 2007). Adapun prevelensi gizi kurang tahun

2009 di Kota Banjar sebesar 8,63%, gizi buruk 0,97%, balita kurus 1,95%.

(Dinkes Kota Banjar, 2010).

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada balita di Indonesia

menunjukkan perilaku gizi di tingkat keluarga masih belum baik. Menurut

Depkes RI (2007) baru sekitar 50% anak balita yang di bawa ke Posyandu untuk

ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita

yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang

mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Demikian pula

dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu

yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar

28% rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi

syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam (Depkes RI, 2007).

Penelitian Zahrani (2009) dengan menganilisis data Riskesdas tahun 2007

diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) baru mencapai 66% dan di Nusa Tenggara Timur (NTT) baru

mencapai 12,2%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun

2009 diketahui bahwa di Jawa Barat jumlah keluarga sadar gizi baru mencapai

63,7%.

Pada tingkat keluarga, keadaan gizi dipengaruhi oleh tingkat kemampuan

keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga,

Page 31: Lutfi Fauji Ridwan

31

pengetahuan dan perilaku keluarga dalam mengolah dan membagi makanan di

tingkat rumah tangga. Hal inilah yang menyebabkan peran ibu sangat dominan

dalam memenuhi kecukupan gizi keluarga karena hampir sebagian besar

pengambilan keputusan dalam hal penyediaan pangan di rumah tangga dan pola

asuh anak dilakukan oleh ibu (Munadhiroh, 2009).

Penerapan perilaku sadar gizi oleh keluarga (kadarzi) ditentukan oleh

beberapa faktor diantaranya umur ibu, pendapatan keluarga, pekerjaan ibu,

pendidikan ibu, pengetahuan gizi, sikap ibu, budaya dalam keluarga,

keterketerpaparan promosi kadarzi dan peran tokoh masyarakat. Umur ibu

berpengaruh pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga

pengeluaran makanannya (Hardinsyah, 2007). Pendapatan akan menentukan

kemampuan keluarga untuk mengakses makanan yang bergizi bagi anggota

keluarganya. Meningkatnya pendapatan keluarga berarti memperbesar peluang

untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik sehingga

akan dapat mencukupi kebutuhan gizi anggota keluarga (Sayogyo, 1995). Hasil

penelitian Munadhiroh (2009) di Desa Subah menunjukkan ada hubungan antara

pendapatan keluarga dengan keluarga sadar gizi. Pengetahuan dan sikap ibu juga

berpengaruh terhadap penerapan perilaku sadar gizi keluarga. Tingkat

pengetahuan ibu bermakna dengan sikap positif ibu terhadap perencanaan

makanan (Purnama dalam Madanijah, 2002). Hal ini dipertegas oleh hasil

penelitian Madihah (2002) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan gizi dan sikap ibu dengan keluarga sadar gizi.

Page 32: Lutfi Fauji Ridwan

32

Faktor lain yang berhubungan dengan keluarga sadar gizi adalah

pendidikan ibu yang sering sekali mempunyai manfaat yang positif dengan

pengembangan pola konsumsi makanan keluarga (Hardinsyah, 2007). Beberapa

studi menunjukkan jika pendidikan ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan

praktek nutrisi bertambah baik (Joyomartono, 2004). Sedangkan pekerjaan ibu

berhubungan dengan waktu yang dimiliki oleh ibu untuk merawat anak dan

menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarganya. Menurut Afrienti dalam

Gabriel (2008) ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan memiliki lebih banyak

waktu dalam mengasuh anaknya.

Banjar merupakan salah satu kota yang berada di wilayah timur Provinsi

Jawa Barat. Setiap tahun Dinas Kesehatan Kota Banjar melaksanakan pendataan

keluarga sadar gizi (kadarzi) untuk melihat perkembangan pencapaian jumlah

keluarga sadar gizi di Kota Banjar. Berdasarkan hasil pendataan kadarzi di Kota

Banjar tahun 2009 diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di Kota Banjar

mencapai 86,78%, sudah mencapai target nasional untuk kadarzi sebesar 80%.

Namun, berdasarkan hasil pendataan tersebut diketahui ada lima kelurahan di

Kota Banjar yang jumlah keluarga sadar gizinya masih jauh di bawah target

nasional yaitu Karangpanimbal (50,44%), Mekarharja (64,77%), Kujangsari

(66,70%), Bojongkantong (68,66%), dan Rejasari (66,32%). Dari data di atas

diketahui bahwa Kelurahan Karangpanimbal merupakan Kelurahan di Kota

Banjar yang jumlah keluarga dengan status keluarga sadar gizi (kadarzi) paling

Page 33: Lutfi Fauji Ridwan

33

rendah yaitu baru mencapai 50,44%, masih jauh di bawah target nasional Depkes

RI sebesar 80% (Dinkes Kota Banjar, 2010).

Beberapa penelitian sebelumnya tentang keluarga sadar gizi (kadarzi) dan

hubungannya dengan status gizi telah dilaksanakan oleh Sutrisno (2000), Gabriel

(2008), Zahrani (2009) menunjukkan bahwa status gizi balita dari keluarga sadar

gizi (kadarzi) cenderung lebih baik daripada keluarga yang tidak sadar gizi.

Keluarga yang tidak kadarzi memiliki resiko 9,25 kali untuk memiliki balita

dengan status gizi kurus dibanding keluarga yang sadar gizi (Fajar, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku keluarga sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.

1.2 Perumusan Masalah

Keluarga sadar gizi merupakan sasaran prioritas dalam strategi utama

Depkes RI untuk mempercepat penurunan gizi kurang di Indonesia. Pelaksanaan

perilaku kadarzi merupakan cermin dilaksanakannya Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS) di tingkat keluarga sehingga akan dapat mencegah dan

mengatasi masalah gizi kurang terutama pada balita.

Hasil pendataan kadarzi di Kota Banjar tahun 2009 oleh dinas kesehatan

menunjukkan 86,78% keluarga sudah berperilaku kadarzi. Meskipun secara

keseluruhan di Kota Banjar keluarga sadar gizi sudah mencapai target Depkes

RI sebesar 80%, namun berdasarkan hasil pendataan tersebut diketahui bahwa

Page 34: Lutfi Fauji Ridwan

34

proporsi keluarga yang berperilaku kadarzi paling rendah berada di Kelurahan

Karangpanimbal yaitu baru mencapai 50,44 %. Padahal rendahnya jumlah

keluarga balita yang berperilaku kadarzi terbukti beresiko terhadap peningkatan

jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di suatu wilayah. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

keluarga sadar gizi (kadarzi) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010?

4. Bagaimana gambaran pengetahuan gizi ibu pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

5. Bagaimana gambaran sikap ibu pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010?

6. Bagaimana gambaran budaya keluarga terkait gizi pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

Page 35: Lutfi Fauji Ridwan

35

7. Bagaimana gambaran keterpaparan informasi kadarzi pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

8. Bagaimana gambaran peran tokoh masyarakat pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

9. Bagaimana hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010?

10. Bagaiamana hubungan karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

11. Bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

12. Bagaimana hubungan sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

13. Bagaimana hubungan budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010?

14. Bagaimana hubungan keterpaparan informasi kadarzi dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

tahun 2010?

15. Bagaimana hubungan peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar

gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

Page 36: Lutfi Fauji Ridwan

36

16. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar

gizi (kadarzi) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

3. Diketahuinya gambaran pengetahuan gizi ibu pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

4. Diketahuinya gambaran sikap ibu pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010.

5. Diketahuinya gambaran budaya keluarga terkait gizi pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

Page 37: Lutfi Fauji Ridwan

37

6. Diketahuinya gambaran keterpaparan informasi kadarzi ibu pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

7. Diketahuinya gambaran peran tokoh masyarakat pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

8. Diketahuinya hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010.

9. Diketahuinya hubungan karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

10. Diketahuinya hubungan budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

11. Diketahuinya hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar

gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

12. Diketahuinya hubungan sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

13. Diketahuinya hubungan keterketerpaparan informasi kadarzi dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

tahun 2010.

14. Diketahuinya hubungan peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar

gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

Page 38: Lutfi Fauji Ridwan

38

15. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Banjar

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sehingga

dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka perencanaan

kegiatan selanjutnya khususnya pada program gizi dan promosi kesehatan.

1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Karangpanimbal

Hasil penelitian ini secara tidak langsung memberikan informasi

dan pemahaman kepada masyarakat khususnya ibu-ibu balita tentang

keluarga sadar gizi, serta mendukung program perbaikan gizi.

1.5.3 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan referensi dan rekomendasi oleh peneliti

lain untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya khususnya terkait

keluarga sadar gizi.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

keluarga sadar gizi pada keluarga balita. Penelitian ini dilakukan karena

berdasarkan hasil pendataan kadarzi oleh Dinas Kesehatan tahun 2009 di Kota

Page 39: Lutfi Fauji Ridwan

39

Banjar diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di kelurahan Karangpanimbal

masih rendah yaitu baru mencapai 50,44 %. Penelitian akan dilaksanakan pada

bulan Juli-Agustus tahun 2010 di Kelurahan Karangpanimbal menggunakan jenis

penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional.

Page 40: Lutfi Fauji Ridwan

56

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Sadar Gizi

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah

satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy, 2000 dalam Simanjuntak,

2009). Keluarga sadar gizi (kadarzi) merupakan suatu gerakan yang terkait dengan

Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG), yang merupakan bagian dari Usaha Perbaikan

Gizi Keluarga (UPGK). Dalam keluarga sadar gizi setidaknya ada seorang anggota

keluarga yang dengan sadar bersedia melakukan perubahan ke arah keluarga yang

berperilaku gizi baik dan benar bisa seorang ayah, ibu, anak ataupun yang terhimpun

dalam keluarga itu (Depkes RI, 1998). Depkes RI memfokuskan program perbaikan

gizi pada pencapaian keluarga sadar gizi untuk meningkatkan status gizi yang lebih

baik untuk semua masyarakat (Jahari, 2004).

Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi yang baik, mampu

mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya (Depkes RI, 2007).

Perilaku gizi seimbang adalah adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga

mengkonsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2004).

Menurut Depkes RI (2007) suatu keluarga disebut keluarga sadar gizi (kadarzi)

apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:

Page 41: Lutfi Fauji Ridwan

57

1. Menimbang berat badan secara teratur.

2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam

bulan (ASI Eksklusif).

3. Makan beraneka ragam

4. Menggunakan garam beryodium

5. Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah (TTD), kapsul Vitamin A dosis

tinggi) seseuai anjuran.

Menurut Depkes RI (2007) ada beberapa alasan perbaikan gizi keluarga

dimulai dengan perlunya kesadaran gizi keluarga yaitu:

1. Pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan

dilaksanakan terutama di tingkat keluarga.

2. Sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga

3. Masalah gizi yang terjadi di tingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku

keluarga tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan

pangan.

4. Kebersamaan antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk

memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.

Menurut Depkes RI (2007) tujuan keluarga sadar gizi (kadarzi) adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh informasi gizi.

2. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi

yang berkualitas.

Page 42: Lutfi Fauji Ridwan

58

2.1.1 Sejarah Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Dalam upaya menanggulangi masalah gizi sebagai dampak krisis

ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, pemerintah mencanangkan gerakan

penanggulangan masalah pangan dan gizi melalui Inpres nomor 8 tahun 1999.

Gerakan tersebut dilaksanakan melalui empat strategi utama yaitu

pemberdayaan keluarga, pemberdayaan masyarakat, pemantauan kerjasama

lintas sector, serta peningkatan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan.

(Azwar dalam Almatsier, 2002).

Sejalan dengan gerakan tersebut, dalam Undang-Undang nomor 25

tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan dalam visi

Indonesia Sehat 2010 ditetapkan bahwa salah satu tujuannya 80% keluarga

menjadi kadarzi, dengan prinsip bahwa keluarga memiliki nilai yang strategis

dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh masyarakat, serta menjadi

tumpuan pembangunan seutuhnya.

Keluarga sadar gizi (kadarzi) bertujuan untuk mencapai keadaan gizi

yang optimal untuk seluruh anggota keluarga, dengan sasaran seluruh anggota

keluarga, masyarakat (penentu kebijakan, pemerintah daerah, tokoh

masyarakat, organisasi masyarakat swasta/dunia usaha), serta petugas teknis

dari lintas sektor terkait di berbagai tingkat administrasi (Depkes RI, 2007).

Pada awalnya disepakati bahwa indikator penilaian keluarga sadar gizi

(kadarzi) adalah melalui lima perilaku yaitu:

Page 43: Lutfi Fauji Ridwan

59

1. Keluarga biasa mengkonsumsi makan beraneka ragam.

2. Keluarga selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota

keluarganya khususnya balita dan ibu hamil.

3. Keluarga hanya menggunakan garam beryodium untuk memasak

makanannya.

4. Keluarga memberi dukungan pada ibu melahirkan untuk

memberikan ASI eksklusif

5. Keluarga biasa sarapan pagi

Indikator perilaku tersebut digunakan untuk menilai perubahan

perilaku gizi anggota keluarga dan keberhasilannya dilihat melalui

peningkatan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2000)

Dalam perjalanannya seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, indikator perilaku keluarga sadar gizi dikembangkan lagi dan

hasilnya disepakati bahwa suatu keluarga disebut kadarzi apabila telah

berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal:

1. Menimbang berat badan secara teratur.

2. Memberi ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (ASI

Ekslusif).

3. Makan beraneka ragam.

4. Menggunakan garam beryodium.

5. Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah, kapsul vitamin A, dosis

tinggi) sesuai anjuran (Depkes RI, 2007).

Page 44: Lutfi Fauji Ridwan

60

Indikator perilaku inilah yang berlaku hingga saat ini dan

disosialisasikan secara bertahap ke seluruh Indonesia.

2.1.2 Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Berdasarkan Karakteristik

Keluarga

Perilaku keluarga sadar gizi akan diukur minimal dengan 5 (lima)

indikator yang menggambarkan perilaku sadar gizi disesuaikan dengan

karakteristik keluarga sebagai berikut:

Tabel 2.1

Penilaian Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Berdasarkan

Karakteristik Keluarga

No.

Karakteristik

Keluarga

Indikator

Kadarzi yang berlaku* Keterangan

1 2 3 4 5

1. Bila keluarga

mempunyai ibu

hamil, bayi 0-6

bulan, balita 6-59

bulan

√ √ √ √ √

Indikator ke 5 yang

digunakan adalah balita

yang mendapat kapsul

vitamin A

2. Bila keluarga

mempunyai bayi 0-

6 bulan, balita 6-59

bulan

√ √ √ √ √ -

3. Bila keluarga

mempunyai ibu

hamil, balita 6-59

bulan

√ -√ √ √ √

Indikator ke 5 yang

digunakan adalah balita

mendapat kapsul

vitamin A

4. Bila keluarga

mempunyai ibu

hamil - - √ √ √

Indikator ke 5 yang

digunakan adalah ibu

hamil mendapat TTD

90 tablet

Page 45: Lutfi Fauji Ridwan

61

No.

Karakteristik

Keluarga

Indikator Kadarzi yang

Berlaku Keterangan

1 2 3 4 5

5. Bila keluarga

mempunyai balita

0-6 bulan √ √ √ √ √

Indikator ke 5 yang

digunakan adalah ibu

nifas mendapat

suplemen gizi

6. Bila keluarga

mempunyai balita

6-59 bulan

√ - √ √ √ Indikator ke5 yang

digunkan adalah balita

mendapat kapsul vit A

7, Bila keluarga tidak

mempunyai bayi,

balita dan ibu hamil

- - √ √ - -

Sumber: Depkes RI 2007

*) Keterangan:

1. Menimbang berat badan secara teratur.

2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6

bulan (ASI eksklusif).

3. Makan beraneka ragam

4. Menggunakan garam beryodium

5. Minum suplemen gizi (TTD, viatamin A dosis tinggi) seseuai anjuran.

√: berlaku

-: tidak berlaku

Berdasarkan karakteristik di atas, indikator kadarzi yang digunakan

dalam penelitian ini hanya empat indikator yaitu menimbang berat badan secara

teratur, makan beraneka ragam, menggunakan garam beyodium dan minum

suplemen vitamin A.

Page 46: Lutfi Fauji Ridwan

62

2.2 Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga (Kadarzi)

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa keluarga dikatakan keluarga

sadar gizi apabila keluarga tersebut telah melaksanakan minimal lima perilaku gizi

yan baik (Depkes RI, 2007). Adapun penjelasan dari lima perilaku tersebut adalah

sebagai berikut:

2.2.1 Menimbang Berat Badan Secara Teratur

Menimbang berat badan secara teratur maksudnya adalah keluarga

menimbang berat badan balita setiap bulan kemudian dicatat dalam Kartu

Menuju Sehat (KMS) (Depkes RI, 2007). Perubahan berat badan

menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan

(Sediaoetama, 2006). Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan

yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan atau status gizi

anggota keluarga dari waktu ke waktu, terutama bayi, balita dan ibu hamil

karena perubahan status gizi dari waktu ke waktu hanya dapat terlihat pada

penduduk usia muda dan rentan terhadap masalah gizi. Upaya pemantauan ini

merupakan salah satu program gizi yang dilakukan di banyak negara termasuk

Indonesia (Soekirman, 2000).

Salah satu sarana yang disediakan untuk memantau pertumbuhan

balita yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia adalah posyandu. Salah satu

kegiatan rutin setiap bulan yang dilaksanakan di posyandu adalah penimbangan

balita untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2006).

Menimbang berat badan secara teratur perlu dilakukan untuk memonitor

Page 47: Lutfi Fauji Ridwan

63

pertumbuhan balita diiiringi dengan tindak lanjut dari hasil penimbangan

karena satu kali saja balita tidak naik berat badannya akan meningkatkan resiko

mengalami gangguan pertumbuhan (Minarto, 2009).

Menurut Susanto (2000), pemantauan kesehatan dan nutrisi anak harus

dilakukan secara rutin agar penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada

balita terutama balita yang status gizinya kurang dapat segera diatasi sehingga

anak tetap tumbuh optimal. Dengan pertumbuhan fisik yang normal,

perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat dipacu dengan

lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung. Oleh

karena itu, pemantauan berat badan anak balita secara teratur merupakan salah

satu pelayanan kesehatan dasar bagi balita dalam upaya penanggulangan

Kurang Energi Protein (KEP) pada balita (Soekirman, 2000).

Beberapa kegunaan dari pemantauan kesehatan dan pertumbuhan adalah

mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mengetahui

kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan bayi

dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya perdarahan pada saat melahirkan,

serta mengetahui kesehatan anggota keluarga (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian

Zahrani (2009) menuunjukkan ada hubungan yang signifikan antara menimbang

berat badan balita secara teratur dengan status gizi balita.

2.2.2 Memberi ASI (Air Susu Ibu) Saja Kepada Bayi Sampai Usia 6 Bulan

Keluarga terutama dalam hal ini ibu memberikan ASI saja kepada bayi

sejak lahir sampai umur enam bulan atau dikenal dengan ASI ekslusif merupakan

Page 48: Lutfi Fauji Ridwan

64

salah satu bentuk kesadaran gizi keluarga (Depkes RI, 2007). Pengecualiannya

adalah bila diperlukan bayi diperbolehkan minum obat-obatan, vitamin dan

mineral tetes atas saran dokter (Depkes RI, 2007). ASI harus diberikan pada bayi

segera setelah dilahirkan (30 menit setelah lahir), karena daya isap bayi sangat

kuat pada masa ini sehingga dapat merangsang produksi ASI selanjutnya

(Depkes RI, 2005).

Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat karena ASI merupakan

makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah

memberikannya kepada bayi. Selain itu, ASI juga dapat mencukupi gizi bayi

sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal karena ASI adalah

jenis makanan yang mengandung semua zat gizi (Soekirman, 2000).

ASI yang keluar pada saat pertama kali merupakan kolostrum dengan

warna kekuning-kuningan dan lebih kental yang mengandung vitamin A tinggi

dan zat kekebalan sehingga bayi harus diberikan kolostrum (Depkes RI, 2005).

Center Present Childhood Malnutirtion (1989) dalam Madihah (2002)

menyatakan bahwa dengan pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah

kematian bagi 1,3 juta setiap tahun. Selain itu, keunggulan dari ASI adalah bisa

memacu pertumbuhan fisik dan perkembangan mental dan kecerdasan anak

(Soekirman, 2000)

Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman “hendaklah para ibu menyusui

anak-anakanya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan

penyusuan” (Q.S Al-Baqarah : 233). Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa

Page 49: Lutfi Fauji Ridwan

65

seorang ibu berkewajiban untuk menyusui anaknya melalui payudara dan

termasuk kewajiban seorang ibu adalah tidak mengingkari pentingnya hak anak

untuk menikmati ASI bila mampu, dan tidak menolak memberikannya selama

menyusui (as-Sayyid, 2006).

Keluarga yang memberikan ASI eksklusif dapat memberikan petunjuk

adanya kesadaran gizi keluarga yang tinggi (Depkes RI, 2007). Adapun manfaat

memberikan ASI ekslusif dapat diuraikan sebagai berikut:

a. ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, sehat bersih, murah

dan mudah memberikannya pada bayi.

b. ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang

dengan normal pada bayi sampai umurt 6 bulan.

c. ASI yang pertama keluar disebut kolostrum berwarna kekuningan

mengandung zat kekebalan untuk mencegah timbulnya penyakit.

d. Keluarga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi 0-6 bulan.

e. Dapat mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (Depkes RI, 2005

; Arisman, 2004)

2.2.3 Makan Beraneka Ragam

Keluarga mengkonsumsi yang makanan beraneka ragam setiap hari yang

terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah merupakan salah satu

perilaku keluarga yang sadar gizi (Depkes RI, 2007). Makanan yang

beranekaragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang

diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya terutama zat tenaga, zat

Page 50: Lutfi Fauji Ridwan

66

pembangun, dan zat pengatur (Depkes RI, 2005). Keanekaragaman makanan

dalam hidangan sehari - hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu

jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan

satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini adalah penerapan prinsip

penganekaragman yang minimal (Depkes RI, 2005). Mengkonsumsi pangan

secara beraneka ragam adalah merupakan cerminan adanya kesadaran keluarga

tentang pentingnya pemenuhan gizi untuk pemeliharaan kesehatan dan

peningkatan status gizi (Depkes RI, 2000).

Konsep keragaman konsumsi makanan untuk hidup sehat telah

berkembang sejak abad ke-2 sebelum Masehi di zaman China kuno. Beberapa

penelitian tentang manfaat mengkonsumsi anekaragam makanan bagi kesehatan

menunjukkan bahwa skor keragaman konsumsi pangan yang tinggi mengurangi

resiko berbaga jenis penyakit tidak menular dan memperpanjang usia harapan

hidup atau mengurangi resiko kematian (Hardinsyah, 2007). Menurut Departeen

Pertanian dalam Fajar (2009) pangan beragam dan bergizi seimbang merupakan

satu kesatuan konsep ketahanan pangan bagi setiap orang dan keluarga agar hidup

dapat sehat, aktif dan produktif. Pangan bergizi belum tentu aman, beragam dan

seimbang sebaliknya pangan yang beragam belum tentu dikonsumsi seimbang

antar waktu dalam memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dan keluarga.

Hasil penelitian Zahrani (2009) yang menganalisis data Riskesdas (2007)

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara mengkonsumsi makanan

beraneka ragam dengan status gizi balita. Hal tersebut juga diperkuat oleh

Page 51: Lutfi Fauji Ridwan

67

penelitian Fajar (2007) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

mengkonsumsi beraneka ragam makanan dengan status gizi batita.

Dalam penelitian ini, keluarga yang berperilaku gizi baik adalah keluarga

yang memberikan balita makanan lauk hewani dan buah setiap hari. Hal ini

didasari oleh penelitian cara sederhana penilaian mutu konsumsi pangan keluarga

dan individu (Hardinsyah, 2007). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa

indikasi sederhana mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan adalah konsumsi

lauk hewani dan buah (Hardinsyah, 2007).

Menurut Almatsier (2002) pembagian makanan berdasarkan fungsinya

bagi tubuh dapat diuraikain sebagai berikut:

a. Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu,

ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang

mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber

zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari (Almatsier, 2002).

b. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati

adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari

hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti

keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan seseorang (Almatsier, 2002).

c. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-

buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang

Page 52: Lutfi Fauji Ridwan

68

berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh

(Almatsier, 2002).

Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan

karena pada dasarnya tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua

zat gizi. Dengan makanan yang beraneka ragam berarti kekurangan zat gizi dari

sesuatu makanan dapat diisi oleh zat gizi dari makanan lain (Soekirman, 2000).

Akibat tidak makan beraneka ragam, tubuh kekurangan zat gizi terutama lebih

mudah terserang penyakit dan khusus balita pertumbuhan dan kecerdasannya

terganggu (Depkes RI, 2000).

Dalam Al-Qur’an surat Abassa ayat 23-32 kalau dicermati secara

seksama akan didapati bahwa ayat-ayat tersebut memuat aneka ragam makanan

untuk mewujudkan keseimbangan dan manfaat dari makanan sekaligus untuk

mencegah penyakit yang disebabkan oleh kecenderungan mengkonsumsi satu

macam makanan saja (as-Sayyid, 2006)

2.2.4 Menggunakan Garam Beryodium

Keluarga menggunakan garam beryodium untuk memasak setiap hari

adalah salah satu perilaku keluarga sadar gizi. Untuk menetukan garam yang

digunakan keluarga adalah beryodium atau tidak dilakukan dengan test yodina /

tes amilum. Apabila hasil tesnya berwarna ungu maka garam tersebut merupakan

garam beryodium(Depkes RI, 2007). Garam beryodium adalah garam natrium

clorida (NaCl) yang diproduksi melalui proses yodisasi yang memenuhi Standar

Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar 30-80 ppm.

Page 53: Lutfi Fauji Ridwan

69

Zat yodium adalah salah satu zat gizi mikro yang sangat penting bagi berbagai

fungsi tubuh terutama pertumbuhan fisik dan perkembangan otak. Kekurangan

yodium mengakibatkan gangguan yang disebut dengan Gangguan Akibat Kurang

Yodium (GAKY) (Soekirman, 2000).

Hasil penelitian Zahrani (2009) menunjukkan ada hubungan antara

penggunaan garam beryodium dalam keluarga dengan status gizi balita.

Sedangkan hasil penelitian Fajar (2009) menunjukkan tidak ada hubungan antara

penggunaan garam beryodium dengan status gizi batita. Masih banyaknya rumah

tangga yang tidak menggunakan garam disebabkan karena rumah tangga tersebut

tidak mau menggunakan garam beryodium, kesulitan dalam mendapatkan atau

karena penyimpanan yang tidak tepat misalnya di tempat yang mudah terjangkau

cahaya atau panas (Kusmayadi 2007 dalam Zahrani 2009). Dalam Susenas (2005)

ditemukan 19,91% rumah tangga masih meletakkan atau menyimpan garam

beriodium di dekat perapian dan hasil uji kandungan yodiumnya lebih rendah dari

pada yang diletakkan jauh dari perapian (Zahrani, 2009).

Yodium berfungsi dalam produksi hormon tiroid. Hormon ini sangat

dibutuhkan dalam perkembangan fungsi otak dan sebagian besar metabolisme sel

tubuh, pengaturan suhu tubuh, sintesa protein, reproduksi, pertumbuhan dan

perkembangan neuromuscular (Kartono dan Sukarti dalam Gabriel, 2009).

Hormon tiroid diangkut oleh pembuluh darah dari “pabriknya” di kelanjar gondok

ke seluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi terjadi dalam sel-sel berbagai

organ tubuh termasuk sel-sel otak dan susunan syaraf (Soekirman, 2000). Akibat

Page 54: Lutfi Fauji Ridwan

70

kekurangan yodium yang paling banyak dikenal adalah pembesaran kelenjar

gondok dan kretin (kerdil), selain itu berbagai penelitian menunjukkan bahwa

kekurangan yodium juga merupakan penyebab utama keterbelakangan mental

anak-anak di dunia (Almatsier, 2001). Oleh karena luasnya akibat defisiensi ini,

defisiensi yodium saat ini dikenal dengan istilah Gangguan Akibat Kekurangan

Yodium (GAKY) (Soekirman, 2000).

Anjuran pemenuhan garam beryodium, yaitu tidak boleh lebih dari 6

gram per hari atau satu sendok teh setiap hari, hal tersebut dikarenakan di dalam

garam beryodium mengandung natrium. Apabila konsumsi garam berlebihan,

maka akan dapat memicu timbulnya penyakit seperti tekanan darah tinggi, stroke,

dan lainnya (Depkes, 2005). Menurut Kodyat dalam Emilia (1998) penambahan

garam pada makanan sebaiknya dilakukan setelah makanan dimasak karena

kandungan yodium mudah rusak atau hilang saat makanan dimasak.

2.2.5 Memberikan Suplemen Gizi Sesuai Anjuran

Memberikan suplemen gizi sesuai anjuran merupakan salah satu perilaku

keluarga sadar gizi. Suplemen gizi yang berkaitan dengan keluarga balita adalah

memberikan kapsul vitamin A biru pada bayi usia 6-11bulan pada bulan Februari

atau Agustus dan memberikan kapsul vitamin A merah pada balita usia 12-59

bulan pada bulan Februari dan Agustus (Depkes RI, 2007).

Suplementasi gizi adalah salah satu program intervensi gizi di negara

berkembang. Suplementasi merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan

kurang gizi dengan basis bukan makanan atau non food-based intervention.

Page 55: Lutfi Fauji Ridwan

71

Suplementasi zat gizi diperlukan karena kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi,

balita, ibu hamil dan ibu menyusui meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi

dari makanan sehari-hari terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan

yodium untuk di daerah endemik gondok (Soekirman, 2000).

Suplementasi yang telah dilaksanakan di Indonesia adalah suplementasi .

vitamin A balita dan ibu nifas dalam bentuk pil atau kapsul vitamin A,

suplementasi zat besi pada ibu hamil dan menyusui dan suplementasi zat yodium

di daerah gondok endemik (Arisman, 2004). Suplementasi telah berhasil

menanggulangi kekurangan zat gizi di Indonesia dan banyak negara lain. Program

suplementasi zat gizi dimulai sejak tahun 1972 dalam bentuk percobaan di Jawa

Barat dan dilanjutkan di berbagai daerah di Indonesia mulai tahun 1974

(Soekirman, 2000).

Suplementasi vitamin A adalah salah satu bentuk suplementasi gizi untuk

menanggulangi Kurang Vitamin A (KVA) yang bisa mengakibatkan kebutaan

pada anak balita. Suplementasi dilaksanakan melalui kegiatan posyandu pada

bulan Februari dan Agustus (Depkes RI, 2006). Ibu cukup membawa balita ke

posyandu tanpa perlu mengeluarkan biaya. Suplementasi A dosis tinggi secara

berkala kepada anak akan memberikan pengaruh pencegahan 3-6 bulan (Arisman,

2004). Kapsul vitamin A dengan sasaran bayi 6-11 bulan berwarna biru dengan

dosis 100.000 SI dan untuk balita 12-59 bulan berwarna merah dengan dosis

200.000 SI. Selain itu kapsul vitamin A juga diberi pada balita yang sakit campak,

diare, gizi buruk atau xeroptalmia dengan dosis sesuai umumnya (Depkes, 2006).

Page 56: Lutfi Fauji Ridwan

72

Selain kepada bayi, suplementasi vitamin A juga diberikan kepada ibu nifas

dimaksudkan supaya kandungan viamin A dalam ASI bisa mencukupi kebutuhan

vitamin A bayi. Dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi segera setelah

melahirkan terbukti memperbaiki status vitamin A ibu juga bayi (Arisman, 2004).

Suplementasi zat besi (Fe) merupakan salah satu upaya penanggulangan

kekurangan zat besi dalam bentuk pemberian pil, kapsul atau sirup terutama bagi

mereka yang rawan atau beresiko tinggi menderita Anemia Gizi Besi (AGB) yaitu

ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur yang jelas mempunyai hemoglobin

rendah, bayi dan anak balita dan anak sekolah (Arisman, 2004). Hal ini

disebabkan kebutuhan zat besi selama kehamilan mengalami peningkatan untuk

memasok kebutuhan janin untuk tumbuh, pertumbuhan plasenta dan peningkatan

volume darah (Arisman, 2004).

2.3 Metode Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionare)

Food Frequency Questioner (FFQ) adalah salah satu metode survey

konsumsi makanan yang bersifat kualitatif karena dapat menggambarkan tentang

frekuensi responden dalam mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman,

dapat menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) FFQ dapat dilihat

dalam satu hari atau minggu, bulan, tahun (Supariasa, 2002). Kuesioner terdiri dari

daftar bahan makanan. Menurut Hartiyanti (2007) dalam Fajar (2009) ada beberapa

jenis FFQ yaitu sebagai berikut:

Page 57: Lutfi Fauji Ridwan

73

a. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang

biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi.

b. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong

nasi, secangkir kopi.

c. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi respnden

seperti kecil, sedang, atau besar.

Kelebihan FFQ adalah dapat diisi sendiri oleh responden, relatif murah

untuk populasi besar, dapat digunakan untuk melihat hubungan diet dengan

penyakit dan data usual intake lebih representatif dibandingkan dengan record

beberapa hari. Sedangkan keterbatasan FFQ adalah kemungkinan tidak

menggambarkan usual food atau porsi yang dipilih oleh responden dan tergantung

responden untuk mendeskripsikan dirinya (Supariasa, 2002).

2.4 Strategi Promosi Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Dalam mewujudkan perilaku keluarga sadar gizi dilakukan upaya-upaya

promosi keluarga sadar gizi. Strategi dasar keluarga sadar gizi adalah

pemberdayaan keluarga dan masyarakat, bina suasana dan advokasi yang didukung

oleh kemitraan (Depkes RI, 2007). Berikut adalah penjelasan masing-masing

strategi, yaitu:

Page 58: Lutfi Fauji Ridwan

74

2.4.1 Gerakan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan

kepada masyarakat secara langsung dengan tujuan mewujudkan keamampuan

masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri

(Notoatmodjo, 2005). Gerakan ini adalah proses pemberian informasi kadarzi

secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran

di berbagai tatanan serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut

berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi mau

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku sadar gizi (Depkes RI,

2007). Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah individu, keluarga

dan kelompok masyarakat.

2.4.2 Bina Suasana

Bina suasana adalah menciptakan opini atau lingkungan sosial yang

mendorong individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau

melakukan perilaku keluarga sadar gizi (Depkes RI, 2007). Bina suasana

merupakan salah satu bentuk kegiatan mencari dukungan sosial melalui

tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun

informal dengan tujuan agar para tokoh masyarakat sebagai jembatan antara

sektor kesehatan dengan masyarakat bisa mensosialisasikan program

kesehatan terutama tentang perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi)

(Notoatmodjo, 2005).

Page 59: Lutfi Fauji Ridwan

75

2.4.3 Advokasi

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang

lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan

(Notoatmodjo, 2005). Advokasi dalam promosi kadarzi diarahkan untuk

menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan penerapan kadarzi.

(Depkes RI, 2007).

2.4.4 Kemitraan

Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efktif

bila dilaksanakan dengan dukungan pemerintah. Kemitraan kadarzi adalah

suatu kerjasama yang formal antara indivdu, kelompok-kelompok atau

organisasi untuk mencapai peningkatan kadarzi. Kemitraan kadarzi

berlandaskan pada tiga prinsip dasar yaitu: kesetaraan, keterbukaan dan saling

menguntungkan antar mitra (Depkes RI, 2007).

2.5 Perilaku

2.5.1 Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku ditinjau dari berbagai aspek.

Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas oragnisme

atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan menurut Skiner (1938)

dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Page 60: Lutfi Fauji Ridwan

76

2.5.2 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Dengan perkataan

lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik

yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup (Notoatmodjo, 2007):

a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia

berespon, baik secara pasif (pengetahuan, bersikap, dan mempersepsi)

tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan luar dirinya)

maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan

sakit tersebut.

b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.

c) Perilaku terhadap gizi dan makanan yaitu respon seseorang terhadap

makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan yaitu respon seseorang terhadap

lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

Berdasarkan hal tersebut di atas, perilaku gizi merupakan bagian dari

perilaku kesehatan. Hal ini sesuai dengan Depkes (2004) yang menyatakan

bahwa perilaku gizi baik itu adalah praktek individu dan keluarga dalam

Page 61: Lutfi Fauji Ridwan

77

mengkonsumsi makanan gizi seimbang dan berperilaku hidup sehat. Menurut

Lisidiana (1998) dalam Simanjuntak (2009) perilaku gizi adalah perbuatan atau

perlakuan dalam bidang gizi. Dengan perkataan lain, perilaku gizi adalah

semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang

tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

status gizi gizi seseorang.

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku

seseorang ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor yang mendahului terhadap perilaku yang menjadi dasar

atau motivasi perilaku, juga sebagai faktor yang mempermudah

terjadinya perilaku seseorang antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nila-nilai, tradisi dan lain-lain berkenaan dengan motivasi

seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b.Faktor-faktor enabling (Enabling factors)

Faktor enabling merupakan faktor yang memungkinkan atau

yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan. Faktor ini

mencakup ketersediaan sarana dan prasarana, keterjangkauan, waktu dan

biaya. atau fasilitas atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang

atau masyarakat.

Page 62: Lutfi Fauji Ridwan

78

c. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah factor yang medorong atau memperkuat

terjadinya perilaku, juga sebagai factor yang menentukan apakah

tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak misalnya perilaku

contoh (acuan) dari para petugas terlebih lagi petugas kesehatan, kader

dan tokoh masyarakat.

2.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi

Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi baik, mampu

mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya. Kadarzi merupakan

bentuk penerapan perilaku gizi dalam keluarga.

Suatu keluarga disebut keluarga sadar gizi (kadarzi) apabila keluarga

tersebut telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan lima

indikator sebagaimana telah disebutkan di atas yaitu menimbang berat badan secara

teratur, memberi ASI saja kepada bayi hingga usia 6 bulan, makan beraneka ragam,

memberikan suplemen gizi sesuai anjuran (Depkes RI, 2007). Namun, indikator

yang digunakan dalam penelitian ini hanya empat indikator karena disesuaikan

dengan karakteristik keluarga yang diteliti yaitu keluarga balita.

Menurut Sediaoetama (2006) perilaku gizi di tingkat keluarga merupakan

salah satu manifestasi gaya hidup keluarga yang dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagaimana terlihat pada bagan di bawah ini:

Page 63: Lutfi Fauji Ridwan

79

Bagan 2.1

Sistem Lifestyle Keluarga Sedaioetama (2006)

Berdasarkan bagan tersebut, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

perilaku gizi di keluarga adalah pendapatan, pendidikan, lingkungan hidup (tempat

tinggal, faktor fisiologis (umur), pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan agama

(budaya), sikap tentang kesehatan, pengetahuan gizi. Struktur keluarga adalah

individu-individu dalam keluarga sesuai dengan perannya masing-masing yang

terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam struktur keluarga, ibu mempunyai peran

dominan dalam penerapan perilaku gizi keluarga karena pada umumnya di

Faktor-faktor Sosial

Ekonomi dan Politik

Produksi Pangan

dan Distribusinya

Faktor-faktor Sosial

Lifstyle

Pekerjaan

Pendidikan

Faktor Fisiologis

(Umur)

Pendapatan

Pengetahuan Gizi

Sikap tentang

kesehatan

Lingkungan

Desa/Kota

Suku Bangsa

Struktur Keluarga

Kepercayaan dan Agama

(Budaya) Gaya Hidup Keluarga

Perilaku Gizi di Keluarga

Page 64: Lutfi Fauji Ridwan

80

Indonesia ibu bertanggung jawab penuh dalam penyediaan makanan bagi keluarga

dan pola pengasuhan anak sehingga masing-masing individu dalam keluarga

mengikuti perilaku gizi yang diterapkan oleh ibu terutama dalam konsumsi

makanan dan pengasuhan anak (Sediaoetama, 2006). Lebih lanjut Sunandar (2001)

dalam Ningsih (2008) menyatakan bahwa peranan wanita dalam usaha perbaikan

gizi keluarga terutama meningkatkan status gizi bayi dan anak sangatlah penting

karena berperan sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan keluarga.

Perilaku ibu yang kurang sadar akan gizi baik pada saat kehamilan maupun saat

merawat anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik

maupun mental anaknya (Depkes, 2000 dalam Gabriel, 2008).

Selain itu, menurut Hardinsyah (2007) konsumsi pangan beraneka ragam

keluarga dipengaruhi oleh umur ibu, pendidikan ibu dan paparan media massa,

pendapatan, status dan jenis pekerjaan ibu, besar dan komposisi rumah tangga.

Sedangkan menurut Depkes RI (2007) perilaku keluarga sadar gizi dipengaruhi

oleh pengetahuan dan sikap ibu, kepercayaan, tradisi dalam keluarga dan peran

tokoh masyarakat serta keterpaparan informasi kadarzi.

2.6.1 Umur Ibu

Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena

kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di

luar faktor pendidikannya (Sedioetama, 2006). Umur orang tua terutama ibu

yang relatif muda, cenderung untuk mendahulukan kepentingan sendiri.

Sebagian besar ibu yang masih muda memiliki sedikit sekali pengetahuan

Page 65: Lutfi Fauji Ridwan

81

tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak (Budiyanto, 2002). Dapat

diasumsikan bahwa kemampuan pemilihan makanan ibu rumah tangga muda

akan berbeda dengan kemampuan pemilihan makanan pada ibu rumah tangga

yang telah berumur lebih tua dan pola pembelian makanan cenderung lebih

berpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh pada tipe pemilihan

konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanannya (Hardinsyah,

2007).

Ibu yang relatif muda cenderung kurang memiliki pengetahuan dan

pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan

merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. umumnya

mengasuh anak hanya berdasarkan pengalaman orang tuanya dahulu.

Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan

senang hati tugasnya sebagai ibu sehingga akan mempengaruhi pula terhadap

kualitas dan kuantitas pengasuhan anak (Hurlock, 1999).

Umur akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang seiring dengan

perkembangan fisik dan mental orang tersebut sehingga perilakunya akan

semakin matang dengan bertambahnya umur (Gunarsa, 2000)

2.6.2 Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan

seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan termasuk

pengetahuan gizi (Hardinsyah, 2007). Pendidikan merupakan salah satu faktor

penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat

Page 66: Lutfi Fauji Ridwan

82

pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan

kesehatan anak (Rahmawati, 2006 dalam Gabriel, 2008). Orang tua yang

memiliki pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan

pangan serta pemberian makan yang sehat dan bergizi bagi keluarga terutama

untuk anaknya (Soetjiningsih, 2004).

Robson (1972) dalam Madihah (2002) menyatakan bahwa makanan

merupakan hasil proses pengambilan keputusan yang dikendalikan oleh ibu.

Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu sangat berperan dalam penyusunan

pola makan keluarga, mulai dari perencanaan belanja, pemilihan bahan

pangan maupun dalam pengolahan dan penghidangan makanan bagi anggota

keluarga (Sariningrum, 1990 dalam Ningsih, 2008). Hasil peneltian Sutrisno

(2001) dan Munadhiroh (2009) menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara pendidikan ibu dengan perilaku keluarga sadar gizi.

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur

penting yang akan mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi diharapkan informasi gizi yang dimiliki jadi

lebih baik (Berg, 1987). Menurut Sanjur (1982) dalam Ningsih (2008) tingkat

pendidikan formal orang tua terutama ibu sering memiliki hubungan dengan

perbaikan pola konsumsi pangan keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan

ibu maka akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta perhatian kepada

kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah. Menurut Madanijah

(2003), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan

Page 67: Lutfi Fauji Ridwan

83

gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi

cenderung mempunyai pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan

gizi, kesehatan dan pengasuhan anak baik. Saper et all (1992) dalam

Hardinsyah (2007) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal secara

positif berasosiasi dengan pengetahuan gizi para instruktur aerobic di Texas.

Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai

manfaat yang positif dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam

keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan dari ibu

meningkat maka pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik

(Joyomartono, 2004). Menurut Hidayat (1980) dalam Gabriel (2008) ibu yang

berpendidikan lebih tinggi cenderuang memilih makanan yang lebih baik

dalam kualitas dan kuantitas dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah.

2.6.3 Pekerjaan Ibu

Menurut Sediaoetama (2006), pekerjaan adalah mata pencaharian,

apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan untuk

mendapatkan nafkah. Lamanya seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya

6-8 jam (sisa 16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga,

masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain.Peningkatan kedudukan wanita dan

tersedianya peluang yang sama di bidang pendidikan, latihan dan pekerjaan

yang akan memberi kontribusi yang berarti dalam perkembangan sosial

ekonomi keluarganya. Padahal keluarga terutama ibu mempunyai tanggung

Page 68: Lutfi Fauji Ridwan

84

jawab utama atas perawatan dan perlindungan anak sejak bayi hingga dewasa

(Soetjiningsih, 2004).

Menurut Afriyenti (2002) dalam Gabriel (2008) seorang ibu yang

tidak bekerja di luar rumah akan memiliki lebih banyak waktu dalam

mengasuh serta merawat anak. Hasil penelitian Misbakhudin (2007) di Kota

Bandung menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara aktifitas ibu

dengan perilaku keluarga sadar gizi.

Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang adalah karena status

pekerjaan ibu sehingga ibu yang bekerja di luar rumah cenderung

menelantarkan pola makan keluarganya sehingga mengakibatkan menurunnya

keadaan gizi keluarga yang hal ini akan berakibat pada keadaan status gizi

anggota keluarga terutama anak-anaknya (Apriadji, 1996). Ibu yang bekerja

tidak dapat memberikan perhatian kepada anak balitanya apalagi

mengurusnya sehingga ibu yang bekerja waktu untuk merawat anak menjadi

berkurang (Sediaoetama, 2006).

Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup

padat akan mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan penimbangan

balita posyandu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widiastuti (2006) dalam

Gabriel (2008) yang mengungkapkan bahwa factor pekerjaan ibu balita

merupakan salah satu faktor penghambat ibu balita memanfaatkan

penimbangan balita di posyandu. Pada umumnya orang tua tidak mempunyai

waktu luang, sehingga semakin tinggi aktivitas pekerjaan orang tua semakin

Page 69: Lutfi Fauji Ridwan

85

sulit datang ke posyandu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gun-gun

(2002) dalam Ningsih (2008) yang menyatakan bahwa ibu balita yang tidak

bekerja berpeluang baik untuk berkunjung ke posyandu dibandingkan dengan

ibu yang bekerja. Padahal beberpa indikator perilaku sadar gizi sangat erat

kaitannya denga kunjungan ibu balita ke posyandu.

` Menurut Sunandar (2001) dalam Ningsih (2008) peranan wanita

dalam usaha perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi

bayi dan anak sangatlah penting karena wanita berperan sebagai pengasuh

anak dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga.

Keterlibatan ibu dalam kegiatan ekonomi/bekerja dibatasi oleh

waktu mereka untuk kegiatan rumah tangga termasuk pengelolaan pangan

buat keluarga (Hardinsyah, 2007). Saat wanita dari keluarga menengah ke

bawah lebih mengalokasikan untuk kegiatan bekerja di luar rumah, biasanya

mereka akan mengurangi waktu untuk mengelola makanan di rumah tangga

dengan cara mengurangi frekuensi memasak dan mengurangi jenis makanan

yang dimasak yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas gizi pada menu

makanan anggota keluarga tersebut (Hardinsyah, 2007).

2.6.4 Pendapatan Keluarga

Menurut kamus besar bahasa Indonesia pendapatan keluarga adalah

hasil kerja atau usaha dari anggota keluarga (KBBI, 2001). Keluarga dengan

pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi

Page 70: Lutfi Fauji Ridwan

86

kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anggota

keluarganya (Apriadji, 1996).

Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Pendapatan

merupakan faktor yang terpenting menentukan kualitas dan kuantitas

hidangan keluarga. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula

persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayur dan beberapa

jenis bahan makanan lainnya (Berg, 1986). Pengaruh pendapatan terhadap

perbaikan kesehatan dan kondisi lain yang mengadakan interaksi dengan

status gizi adalah sama jelasnya bahwa penghasilan meningkatkan daya beli

(Farida, 2004). Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk

membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik (Sayogyo,

1995). Hasil peneltian Munadhiroh (2009) di Desa Subah menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan status keluarga

sadar gizi.

Menuru Berg (1986) dalam Parsiki (2003) pendapatan dianggap

sebagai salah satu determinan utama dalam dalam diet dan status gizi. Ada

kecenderungan yang relevan terhadap hubungan pendapatan dan kecukupan

gizi keluarga. Hukum Perisse mengatakan jika terjadi peningkatan

pendapatan, maka makanan yang dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki, 2003).

Selain itu menurut hukum ekonomi (hukum Engel) yang disebutkan bahwa

mereka yang berpendapatan sangat rendah akan selalu membeli lebih banyak

makanan sumber karbohidrat, tetapi jika pendapatannya naik maka makanan

Page 71: Lutfi Fauji Ridwan

87

sumber karbohidrat yang dibeli akan menurun diganti dengan makanan

sumber hewani dan produk sayuran (Soekirman, 2000).

Menurut Williams (1986) dalam Madihah (2002) pada umumnya

bila pendapatan keluarga meningkat maka kecukupan gizi keluarga akan

meningkat. Namun, pendapatan tinggi tidak menjamin untuk mendapatkan

gizi yang cukup, jadi kemampuan membeli makanan tidak menjamin untuk

dapat memilih makanan yang baik.

Menurut Suhardjo (2003) pada keluarga yang pendapatannya

rendah, tentu rendah pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan itu.

Bila pendapatan menjadi semakin baik, maka jumlah uang dipakai untuk

membeli makanan dan bahan makanan itu juga meningkat, sampai suatu

tingkat tertentu dimana uang tidak banyak berubah.

Pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan

kualitas dan kuantitas pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan terutama

sekali bagi warga kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif

terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan gizi dan kesehatan

(Hardinsyah, 1997 dalam Gabriel 2008). Besarnya pendapatan yang diperoleh

setiap keluarga tergantung dari pekerjaan mereka sehari-hari. Pendapatan

dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam pemenuhan

kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga termasuk dalam

perilaku gizi seimbang (Yuliana, 2004).

Page 72: Lutfi Fauji Ridwan

88

2.6.5 Besar Keluarga

Keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang jumlahnya

banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan

yang dikonsumsi tidak sesuai lagi dengan kebutuhan anggota keluarga secara

proporsional (Suhardjo, 1989). Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan

seseorang atau keluarga dan juga mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam

suatu keluarga (Sukarni, 1994). Hasil penelitian Sutrisno (2001) menunjukkan

ada hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan perilaku keluarga

sadar gizi.

Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang

amat yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Kalau pendapatan

keluarga hanya pas-pasan sedangkan anak banyak maka pemerataan dan

kecukupan makanan di dalam keluarga kurang kurang bisa dijamin. Keluarga

ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah

terpenuhi (Apriadji, 1996). Hasil penelitian Sutrisno (2001) dan Madihah

(2002) menunjukkan hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan

keluarga sadar gizi (Fajar, 2009)

Apabila besar keluarga semakin banyak, maka kebutuhan

pangannya akan semakin banyak pula. Besar keluarga juga akan

mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Pada

taraf ekonomi yang sama, pemenuhan kebutuhan makanan yang menjadi lebih

mudah pada keluarga yang memiliki jumlah anggota yang lebih sedikit

Page 73: Lutfi Fauji Ridwan

89

(Suhardjo, 2006). Besar keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi

makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak dalam keluarga btersebut

menderita kurang gizi umunya pada keluarga yang mempunyai besar keluarga

7-8 orang (Suhardjo, 2006).

2.6.6 Pengetahuan Gizi Ibu

Menurut Depdikbud (1994) dalam Munadhiroh (2009) pengetahuan

gizi diartikan sebagai segala apa yang diketahui berkenaan dengan zat

makanan. Secara umum di negara berkembang ibu memainkan peranan

penting dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk konsumsi

keluarganya sehingga pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi jenis pangan

dan mutu gizi makanan yang dikonsumsi anggota keluarganya (Hardinsyah,

2007). Tingkat pengetahuan menentukan perilaku konsumsi pangan, salah

satunya melalui pendidikan gizi sehingga akan memperbaiki kebiasaan

konsumsi pangan dirinya dan keluarganya (Suhardjo, 2003).

Tingkat pengetahuan ibu bermakna dengan sikap positif terhadap

perencanaan dan persiapan makan. Semakin tinggi pengetahuan ibu, maka

semakin positif sikap ibu terhadap gizi makanan. Kurangnya pengetahuan

tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari

merupakan sebab penting gangguan gizi (Suhardjo, 2003). Menurut Khomsan

(2000) faktor yang tidak kalah penting penyebab timbulnya masalah gizi

adalah kurangnya pengetahuan gizi masyarakat khususnya pada ibu yang

sebagian besar pengasuh anak. Hasil penelitian Madihah (2002) dan

Page 74: Lutfi Fauji Ridwan

90

Munadhiroh (2009) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan gizi dengan perilaku keluarga sadar gizi.

Pengetahuan yang diperoleh ibu sangat bermanfaat bagi balita

apabila ibu tersebut berhasil mengaplikasikan pengetahuan gizi yang dimiliki

(Farida, 2004). Masalah gizi selain merupakan sindroma kemiskinan yang erat

kaitannya dengan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut

aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung perilaku hidup

sehat. Pengetahuan sangat penting dalam menentukan bertindak atau tidaknya

seseorang yang pada akhirnya sangat akan mempengaruhi status kesehatan

anggota keluarganya (Depkes RI, 2007).

Menurut Apriadji (1996), seseorang yang mempunyai pendidikan

rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi

persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang berpendidikan lebih

tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah kalau orang tersebut rajin

mendengarkan informasi tentang gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya

akan lebih baik. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo,

2007).

2.6.7 Sikap Ibu

Sikap ibu tentang kesehatan merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku gizi di tingkat keluarga. Sikap tentang

kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadapap hal-hal yang

Page 75: Lutfi Fauji Ridwan

91

berkaitan dengan gizi sebagai upaya untuk memelihara kesehatannya

(Sedioetama, 2006).

Menurut Depkes RI (2007), pada umumnya keluarga telah memiliki

pengetahuan dasar mengenai gizi. Namu demikian, sikap mereka terhadap

perbaikan gizi keluarga masih rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian

ibu menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak

ada dampak buruk yang mereka rasakan. Selain itu, sebagian keluarga juga

mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka

tidak ada kemauan dan keterampilan menyiapkannya.

Menurut Kwick (1974) dalam Madihah (2002), sikap adalah

kecenderungan untuk mengadakan tindakan suatu objek, dengan suatu cara

yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak

menyenangi objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi

dari sikap dapat diramalkan perbutannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Pranadji (1988) bahwa sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab

sikap akan mengarahkan perilaku secara langsung.

Newcomb dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan/kemauan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu sehingga sikap merupakan predisposisi perilaku

atau reaksi tertutup. Makin tinggi pendidikan ibu cenderung makin sadar gizi

dan semakin positif pula sikap gizinya dan nantinya akan meningkatkan

status gizi keluarga (Madihah, 2002). Hasil penelitian Madihah (2002)

Page 76: Lutfi Fauji Ridwan

92

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan perilaku

keluarga sadar gizi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden

terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pernyataan hipotesis kemudian responden diminta bagaimana pendapatnya

(Mar’at, 1984 dalam Madihah, 2002).

2.6.8 Budaya Keluarga

Pola asuh dan pola konsumsi makanan merupakan hasil

kepercayaan masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus

menerus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan

budaya masyarakat tersebut (Suhardjo, 2003). Dalam hal kepercayaan dan

pantangan yang berhubungan dengan makanan penyelidikan Tan, M.G.

(1970) menunjukkan bahwa responden yakin sekali pada kepercayaan dan

pantangan yang berlaku bagi bayi, anak-anak, wanita hamil, dan ibu-ibu

menyusui (Suhardjo, 2003).

Pola asuh ini diajarkan dan bukan diturunkan secara herediter dari

nenek moyang sampai generasi sekarang dan generasi-generasi yang akan

datang. Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang

sangat dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan atau tabu.

Page 77: Lutfi Fauji Ridwan

93

Terdapat jenis-jenis makanan yang tidak boleh dimakan oleh kelompok umur

tertentu atau oleh perempuan (Sedieotama, 2006).

Larangan ini sering tidak jelas dasarnya, tetapi mempunyai kesan

larangan dari penguasa supernatural, yang akan memberi hukuman bila

larangan tersebut dilanggar. Namun demikian, orang sering tidak dapat

mengatakan dengan jelas dan pasti, siapa yang melarang tersebut dan apa

alasannya (Sediaoetama, 2006).

Kecukupan zat gizi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh makanan

yang dikonsumsi, dan makanan yang dikonsumsi pada gilirannya ditentukan

kebiasaan makan dan segala sesuatu berkaitan dengan makanan. Kebiasaan

makan sangat erat kaitannya dengan kebudayaan yang dipengaruhi

masyarakat setempat (Pelto, 1980 dalam Soehardjo, 2003). Hal inilah yang

dapat menyebabkan mengapa suatu keluarga mengkonsumsi jenis makanan

bergizi sedangkan keluarga lainnya tidak.

Adanya pandangan salah terhadap makanan dapat menimbulkan

dapat menimbulkan gangguan gizi yang serius di tingkat keluarga (Apriadji,

1996). Berbagai pantangan atau tabu yang bersangkutan dengan makanan ini,

pada mulanya dimaksudakan untuk melindungi kesehatan anak-anak dan

ibunya tetapi tujuan ini bahkan ada yang berakibat sebaliknya merugikan

kondisi gizi dan kesehatan (Sedioetama, 2006).

Adanya anggapan orang tua bahwa anak-anak dilarang makan ikan

atau kelapa karena nanti bisa cacingan dapat menyebabkan anak-anak kurang

Page 78: Lutfi Fauji Ridwan

94

gizinya (Apriadji, 1996). Selain itu, pandangan bahwa ayah mendapat

perhatian utama dalam hal makanan misalnya kalau di meja makan ada telur

itu untuk ayah dan bagian tubuh ayam yang lebih berdaging untuk ayah

sedangkan anak sisanya merupakan pandangan yang bisa mempengaruhi

konsumsi makanan keluarga yang akan berakibat tidak tercukukupinya

kebutuhan gizi keluarga secara merata(Apriadji, 1996).

2.6.9 Keterpaparan Informasi Kadarzi

Promosi adalah salah satu variabel didalam pemasaran. Promosi

yang dimaksud dalam hal ini adalah arus informasi atau persuasi satu arah

yang dibuat untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang akan

menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Salah satu tujuan promosi kadarzi

adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarag yang sadar

gizi (Depkes RI, 2007).

Suatu informasi yang sama, senada dan berulang di dalam diri

seseorang akan memberikan perngaruh kuat terhadap perubahan perilaku

seseorang dibandingkan apabila informasi tersebut hanya sekali diterima.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan perilaku seseorang

cenderung terjadi setelah seseorang memperoleh informasi sebanyak tiga

kali. (pustekkomui.go.id 2002 dalam Nurhayati, 2002). Dalam teori motivasi

dari segi afektif dan gratifikasi media ini disebut dengan teori peniruan, disini

individu mempunyai orientasi eksternal dalam rangka gratifikasi, dimana

individu tersebut dipandang secara otomatis cenderung berempati dengan

Page 79: Lutfi Fauji Ridwan

95

perasaan orang yang diamtinya dengan dan meniru perilakunya (Nurhayati,

2002).

Informasi dapat diakses oleh siapapun melalui media massa atau

lainnya. Media massa yang dijadikan saluran komunikasi bagi sejumlah

orang antara lain televisi, radio, majalah dan koran, buku dan sebagainya.

Media massa dapat memicu respon yang akan berdampak pada tindakan

nyata seseorang (Ewles dalam Afianti, 2008). Informasi tentang cara-cara

hidup sehat, pemeliharaan kesehatan, akan meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang hal tersebut yang selanjutkan menimbulkan kesadaran

mereka dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil perubahan perilaku dengan paparan

informasi ini akan memakan waktu lama. Namun, hal ini bisa diusahakan

lebih maksimal dengan meningkatkan frekuensi pemberian informasi tersebut

kepada masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Fisher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009) media massa

berpengaruh positif mempromosikan informasi kesehatan dan peningkatan

kesadaran atau pemilihan makanan yang tepat. Menurut Schlenker (2007)

dalam Bahria (2009) perkembangan teknologi dan media massa juga

mempunyai peran dalam pemilihan makanan. Khomsan (2007) dalam Bahria

(2009) iklan di TV sering menampilkan makanan snack ringan yang rendah

gizinya, makanan instant yang bisa ditunjukkan secara cepat dan aspek lain

yang tidak mendukung makanan gizi seimbang.

Page 80: Lutfi Fauji Ridwan

96

Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi

penjualan sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan.

Keunggulan pemakaian media massa adalah dapat menjangkau setiap orang

dalam bentuk yang sama dan dapat menimbulkan pengalaman yang sama

(Berg, 1986). Media massa sebagai salah satu sarana komunikasi

berpengaruh besar membentuk opini dan kepercayaan seseorang. Dalam

penyampaian informasi, media massa membawa pesan dan sugesti yang

mengarahkan opini seseorang (Suhardjo, 2006)

2.6.10 Peran Tokoh Masyarakat

Keluarga merupakan bagian dari masyarakat sehingga perilaku

keluarga tidak dapat dipisahkan dari perilaku masyarakat di sekitarnya. Jika

dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh

masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk

berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) yang menyatakan

bahwa tokoh masyarakat adalah jembatan antara sektor kesehatan dengan

masyarakat.

Tokoh masyarakat terdiri dari tokoh masyarakat formal (RT/RW)

dan tokoh masyarakat informal (ustadz, tokoh adat). Keterlibatan pemimpin

informal dan partisipasi masyarakat akan berpengaruh terhadap keberhasilan

program kesehatan. Penanggulangan masalah kesehatan dan gizi di tingkat

keluarga perlu keterlibatan masyarakat. Tokoh masyarakat mempunyai

peranan yang kuat dalam mewujudkan perilaku sadar gizi di masyarakat

Page 81: Lutfi Fauji Ridwan

97

karena nasehat atau anjuran dari mereka cenderung lebih didengar oleh

masyarakat (Depkes RI, 2007).

2.7 Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat dibuat kerangka teori tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar gizi sebagai berikut:

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi dari Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), Sedioetama (1996),

Hardinsyah (2007), Depkes RI (2007)

Enabling factors

Status Pekerjaan

Pendapatan Keluarga

Tempat Tinggal

(Kota/Desa)

Reinforcing factors

Peran Tokoh Masyarakat

Keterpaparan Informasi

Perilaku Sadar Gizi

Predisposing factors

Pengetahuan

Sikap

Kepercayaan/Tradisi

(Budaya)

Suku

Umur

Pendidikan

Besar Keluarga

Page 82: Lutfi Fauji Ridwan

98

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Banyak faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar gizi. Berdasarkan

kerangka teori yang telah disebutkan di atas, ada beberapa variabel yang digunakan

dalam penelitan ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku sadar

gizi, sedangkan variabel independennya adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan

ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan gizi ibu, sikap ibu, budaya

keluarga terkait gizi, keterpaparan promosi kadarzi, dan peran tokoh masyarakat.

Ada beberapa variabel yang tidak diikutsertakan atau tidak diteliti yaitu suku

dan jenis tempat tinggal (kota/desa). Variabel suku, jenis tempat tinggal (kota/desa),

tidak diikutsertakan karena ketiga hal tersebut homogen. Suku ibu di Kelurahan

Karangpanimbal relatif sama atau homogen yaitu suku sunda. Jenis tempat tinggal

(kota/desa) ibu sama bertempat tinggal di Kelurahan Karangpanimbal, yang

termasuk daerah perkotaan,karena kelurahan yang merupakan pengembangan dari

desa yang sudah memenuhi syarat-syarat (kriteria) tertentu yaitu kepadatan

penduduk, pekerjaan penduduk, akses terhadap sarana perkotaan (Setiawan, 2007).

Hubungan antar variabel dapat dilihat pada bagan kerangka konsep di bawah

ini :

Page 83: Lutfi Fauji Ridwan

99

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita

Karakteristik Ibu

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Pengetahuan Gizi Ibu

Peran Tokoh Masyarakat

Sikap Ibu

Keterpaparan Informasi Kadarzi

Budaya Keluarga

Karakteristik Keluarga

Pendapatan Keluarga

Besar Keluarga

Page 84: Lutfi Fauji Ridwan

100

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1. Perilaku Sadar Gizi

(Kadarzi) pada

Keluarga Balita

Kebiasaan keluarga

dalam menerapkan

perilaku gizi baik, yang

meliputi empat indikator

yaitu menimbang berat

badan balita secara

teratur, makan beraneka

ragam, menggunakan

garam beriodium, minum

suplemen gizi sesuai

anjuran (Depkes RI,

2007)

Kuesioner,

Uji Yodina,

Formulir FFQ

Angket dan

Melihat KMS

Balita

1. Tidak Kadarzi : jika

keluarga melakukan

kurang dari 4 indikator

kadarzi

2. Kadarzi : jika keluarga

melakukan 4 indikator

kadarzi dengan kriteria

a. Menimbang balita ≥

4 kali berturut-turut

dalam 6 bulan

terakhir

b.Balita

mengkonsumsi lauk

hewani dan buah

setiap hari

c. Menggunakan garam

beryodium setiap

masak

d.Balita mendapat

kapsul vitamin A

setiap bulan Februari

dan Agustus

(Depkes RI, 2007).

Ordinal

Page 85: Lutfi Fauji Ridwan

101

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

2. Umur Ibu Masa hidup ibu dalam

tahun dengan pembulatan

ke bawah atau umur pada

waktu ulang tahun

terakhir (Depkes RI,

2007)

Kuesioner Angket 1. Remaja (13-19 tahun)

2. Dewasa Muda (20-30

tahun)

3. Dewasa Madya (31-

50 tahun

(Gunarsa, 2000).

Ordinal

3. Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan

formal tertinggi yang

telah dicapai oleh ibu

(Depkes RI, 2007).

Kuesioner Angket 1. Rendah, jika tamat <

SMA

2. Tinggi, jika tamat ≥

SMA

(Depdiknas, 2004).

Ordinal

4. Pekerjaan Ibu

Kegiatan rutin yang

dilakukan ibu dalam

upaya mendapatkan

penghasilan (uang) untuk

memenuhi kebutuhan

keluarga (Ningsih, 2008)

Kuesioner Angket 1. Bekerja = jika ibu

mempunyai aktifitas

diluar rumah untuk

menghasilkan uang.

2. Tidak Bekerja = jika

ibu tidak mempunyai

aktifitas diluar rumah

untuk menghasilkan

uang (Depkes, 2007).

Ordinal

5. Pendapatan

Keluarga

Jumlah total penghasilan

yang didapat oleh sebuah

keluarga sebagai hasil

dari seluruh usaha

anggota keluarganya

setiap bulan

Kuesioner Angket 1. Kurang : pendapatan

< Rp. 633.500,-

2. Cukup : pendapatan

≥ Rp. 633.500,

(UMK Banjar, 2007).

Ordinal

Page 86: Lutfi Fauji Ridwan

102

(Madihah, 2002)

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

6. Besar Keluarga Banyaknya orang yang

tinggal satu rumah

dengan ibu balita dan

menjadi tanggungan

kepala keluarga

(Madihah, 2002)

Kuesioner Angket 1.Besar : jika > 4 orang

2. Kecil : jika ≤ 4 orang

(BKKBN, 1992).

Ordinal

7. Pengetahuan Gizi

Ibu

Tingkat kemampuan ibu

dalam menjawab

pertanyaan yang diajukan

dalam kuesioner

mengenai kadarzi yang

dihitung berdasarkan

jumlah yang benar

(Khomsan, 2000).

Kuesioner Angket 1.Kurang : <80% dari

seluruh jawaban

benar.

2. Baik : ≥80% dari

seluruh jawaban

benar.

(Khomsan, 2000).

Ordinal

8. Sikap Ibu Pendapat atau penilaian

ibu yang dinyatakan

dengan sangat setuju,

setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju

terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kadarzi

(Modifikasi

Notoatmodjo, 2005).

Kuesioner Angket 1.Negatif, total skor <

nilai median

2. Positif, total skor >

nilai median

Ordinal

Page 87: Lutfi Fauji Ridwan

103

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

9. Budaya Keluarga

terkait Gizi

Pengakuan ibu mengenai

ada atau tidaknya

kepercayaan, tradisi yang

dianut keluarga terkait

gizi/makanan yang

bersumber dari

leluhur/nenek moyang

tanpa diketahui alasan

ilmiahnya

Kuesioner Angket 1. 1. Ya, jika ada

kepercayaan/tradisi

dalam keluarga.terkait

gizi/makanan

2. 2. Tidak, tidak ada

kepercayaan/tradisi

dalam keluarga.terkait

gizi/makanan

(Madihah, 2002).

Ordinal

10. Keterpaparan

Informasi Kadarzi

Pernyataan responden

mengenai pernah atau

tidaknya mendapatkan

informasi mengenai

keluarga sadar gizi

melalui melalui media

komunikasi minimal tiga

kali dalam dalam satu

Kuesioner Angket 1. Tidak terpapar, jika

responden tidak

pernah mendapatkan

informasi kadarzi <

3 kali dalam 1 tahun

2.Terpapar, jika

responden pernah

mendapatkan

Ordinal

Page 88: Lutfi Fauji Ridwan

104

tahun terakhir.

(Nurhayati, 2002)

informasi kadarzi ≥

3 kali dalam 1 tahun

(Nurhayati, 2002).

11. Peran Tokoh

Masyarakat (Toma)

Pengakuan ibu mengenai

pernah atau tidak tokoh

masyarakat (Toma)

menganjurkan/mengajak

perilaku keluarga sadar

gizi dalam bentuk apapun

Kuesioner Angket 1. Tidak berperan : Jika

Toma tidak pernah

menganjurkan

perilaku kadarzi

2. Berperan : Jika Toma

pernah menganjurkan

perilaku kadarzi

Ordinal

Page 89: Lutfi Fauji Ridwan

105

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan) dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

Kecamatan Purwaharja tahun 2010.

2. Ada hubungan antara karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan)

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

Kecamatan Purwaharja tahun 2010.

3. Ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja tahun

2010.

4. Ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita

di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja tahun 2010.

5. Ada hubungan antara budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku sadar gizi

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja

tahun 2010.

6. Ada hubungan antara keterpaparan informasi kadarzi dengan perilaku sadar

gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan

Purwaharja tahun 2010.

7. Ada hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja tahun

2010.

Page 90: Lutfi Fauji Ridwan

106

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengambilan

data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan.

Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara varibel

independen dan varibel dependen. Variabel dependen yang diteliti adalah umur ibu,

pendidikan dan pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan

gizi, sikap ibu, budaya keluarga terkait gizi/makanan, paparan informasi kadarzi,

peran tokoh masyarakat. Desain cross sectional berdasarkan tujuan penelitian, yaitu

untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluarga sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kota Banjar Tahun 2010.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan

Purwaharja Kota Banjar.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli dan Agustus tahun 2010.

Page 91: Lutfi Fauji Ridwan

107

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai

balita berusia 12-59 bulan yang tinggal di wilayah Kelurahan

Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar pada saat penelitian

dilakukan.

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah ibu dari keluarga yang

mempunyai balita berusia 12-59 bulan yang tinggal di Kelurahan

Karangpanimbal, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar yang bersedia

menjadi responden dan mengisi kuesioner. Ibu balita menjadi responden

dalam penelitian ini dengan pertimbangan karena hampir sebagian besar

pengambilan keputusan dalam hal penyediaan makanan dan pola asuh anak

dalam keluarga dilakukan oleh ibu (Munadhiroh, 2009). Perhitungan jumlah

sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi

(Ariawan, 1998) yaitu:

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

21

= 0,05 (derajat kemaknaan 1,96)

2

21

2

221112/1

)(

)1()1()1(2

PP

PPPPzPPzn

Page 92: Lutfi Fauji Ridwan

108

1 = Kekuatan uji 90 %

P = Proporsi rata-rata = (P1+ P2)/2 = 61,25 %

1P = Proporsi perilaku kadarzi ibu berpendidikan tinggi (76,8%)

2P = Proporsi perilaku kadarzi ibu berpendidikan rendah (45.7%)

( Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Madihah, 2002)

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimal

sebanyak 54 sampel kemudian dikalikan dua menjadi 108 keluarga. Untuk

menjaga bila ada ketidaklengkapan data, maka besar sampel ditambah 10%

sehingga besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 orang ibu balita.

Pengambilan sampel menggunakan metode simple random

sampling (sampel acak sederhana) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyusun frame sampling (kerangka sampel) yang berisi daftar nama

seluruh ibu dari keluarga balita berusia 12-59 bulan di Kelurahan

Karangpanimbal.

2. Melakukan pengambilan secara acak (pengundian) terhadap beberapa ibu

dari keluarga balita sebagaimana terdaftar dalam kerangka sampel sampai

terambil 120 orang ibu balita. Nama-nama ibu balita yang terambil

merupakan sampel dalam penelitian ini. Apabila ada ibu yang

mempunyai 2 balita, maka yang dijadikan sampel adalah balita yang

usianya lebih muda.

Page 93: Lutfi Fauji Ridwan

109

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen penelitian yang akan digunakan

pada penelitian ini adalah kuesioner, formulir food frequency questoner (FFQ) dan

uji yodina. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai pendapatan

keluarga, besar keluarga, umur ibu, pendidikan dan status pekerjaan ibu,

pengetahuan gizi, sikap ibu, paparan informasi kadarzi, peran tokoh masyarakat,

perilaku keluarga sadar gizi. Formulir food frequency questioner (FFQ) digunakan

untuk mengetahui kebiasaan makan balita dalam mengkonsumsi makanan pokok,

lauk-pauk, sayur dan buah. Iodina test (uji yodina) merupakan larutan uji garam

beryodium, yang digunakan untuk mengetahui apakah garam yang dikonsumsi

mengandung yodium atau tidak, jika larutan iodina test di teteskan pada garam

terlihat perubahan warna garam putih menjadi biru keunguan maka garam tersebut

beryodium. Semakin tua warnanya, semakin baik mutu garam beryodium.

4.5 Uji Coba Instrumen

Instrumen adalah yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh

data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Untuk

menguji validitas dan realibilitas instrument ini dilakukan uji coba kuisioner kepada

10 ibu yang mempunyai balita yang berada di luar lokasi penelitian, tetapi

Page 94: Lutfi Fauji Ridwan

110

mempunyai karakteristik serupa dengan lokasi penelitian. Uji coba dilakukan di

Kelurahan ini dilakukan di Kelurahan Purwaharja, Kecamatan Purwaharja.

Pertanyaan yang tidak valid dilakukan validitas isi dengan cara

memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan membuat kalimat yang singkat

dan jelas sesuai dengan isi atau makna pertanyaan, validitas isi dilakukan dengan

berkonsultasi kepada pembimbing dan membaca literatur atau kepustakaan.

4.6 Pengumpulan Data

Pengumpul data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dilakukan secara

bertahap. Responden yang terpilih diminta kesediaannya untuk mengisi sendiri

kuesioner, dan formulir Food Frequency yang telah dibagikan. Jenis data yang

dikumpulkan meliputi data primer berupa data perilaku kadarzi, umur ibu,

pendidikan dan pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan

gizi, sikap ibu, kepercayaan/tradisi keluarga, keterpapaparan promosi kadarzi, peran

tokoh masyarakat menggunakan instrumen kuisioner yang sebelumnya telah

dilakukan uji coba. kuesioner untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas

setiap pertanyaan penelitian. Kuisioner diisi langsung oleh responden sesuai dengan

daftar pertanyaan yang diterima. Data konsumsi makan balita dikumpulkan

menggunakan metode food frequency questoner (FFQ) yang menunjukkan frekuensi

balita dalam mengkonsumsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan

buah. Sedangkan untuk menguji kandungan yodium pada garam yang digunakan

oleh keluarga digunakan uji yodina.

Page 95: Lutfi Fauji Ridwan

111

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

program komputer. Gambaran kebiasaan makan balita diperoleh dari formulir food

frequency questionare (FFQ) kemudian dilihat frekuensi konsumsi lauk hewani dan

buah dan dikategorikan menjadi beraneka ragam (balita mengkonsumsi lauk

hewani dan buah setiap hari) dan tidak beraneka ragam (balita tidak mengkonsumsi

lauk hewani dan buah setiap hari). Sedangkan pengolahan data untuk variabel lain

dilakukan dengan menggunakan program soft ware komputer.

Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer

dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:

1. Mengkode data (data coding), yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode

pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuisioner.

2. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat

kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam

komputer.

3. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat

template sesuai dengan format kuisioner yang digunakan

4. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam

template yang telah dibuat.

Page 96: Lutfi Fauji Ridwan

112

5. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah di entry dicek kembali

untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan

pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian

diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.

4.8 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis data univariat dan analisis

data bivariat serta analisis multivariat.

4.7.1 Analisa Data Univariat

Analisa data univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran

distribusi frekuensi masing-masing variabel baik variabel independen

maupun variabel dependen. Keseluruhan data yang ada dalam kuesioner

diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.7.2 Analisa Data Bivariat

Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan

yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen Pada

analisa ini digunakan uji chi square dengan rumus:

(O - E)2

X2 = ∑

E

dF = (k-1)(b-1)

Keterangan:

X2 = Chi square

Page 97: Lutfi Fauji Ridwan

113

O = Nilai observasi

E = Nilai Ekspektasi

k = Jumlah kolom

b = Jumlah baris

Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam

penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.05. Penelitian antara

dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0.05 dan dikatakan

tidak bermakna jika mempunyai nilai p>0.05.

4.7.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara beberapa

variabel bebas dan variabel terikat pada waktu yang bersamaan. Analisis ini

digunakan untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan

berhubungan dengan variabel dependennya. Analisis multivariat yang

digunakan adalah regresi logistik berganda yang merupakan salah satu analisis

yang menghubungkan satu atau beberapa variabel independen dengan sebuah

variabel dependen kategorik yang bersifat dikotom/binary. Uji regresi logistik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prediksi dengan tujuan

untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang

dianggap terbaik memprediksi kejadian variabel dependen. Pada model ini

semua variabel independennya dianggap penting. Maka proses estimasi dapat

dilakukan dengan beberapa koefisien regresi logistik sekaligus. Adapun

langkah-langkah dalam permodelan ini adalah:

Page 98: Lutfi Fauji Ridwan

114

1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen

dengan variabel dependennya. Apabila hasil uji bivariatnya mempunyai

nilai p value<0.25 atau p value>0.25 tetapi secara substansi merupakan

variabel yang penting, maka variabel tersebut masuk kandidat model dan

dilanjutkan ke analisis multivariat.

2. Memilih variabel yang masuk ke dalam model dengan mempertahankan

variabel yang hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan p

value≤0.05. Untuk variabel yang p>0,05 dikeluarkan satu persatu secara

bertahap dimulai dari nilai p value paling besar.

3. Melakukan uji interaksi sesama variabel independen, apabila secara

substansi diduga terjadi interaksi antara variabel independen. Penentuan

variabel interaksi sebaiknya melalui pertimbangan logika substantif.

Pengujian interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik (p value≤0.05). Bila

variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting

dimasukkan dalam model.

4. Model terakhir dan interpretasikan.

Page 99: Lutfi Fauji Ridwan

115

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Keadaan Geografis

Kelurahan Karangpanimbal merupakan salah satu kelurahan di

Kecamatan Purwaharja Kota Banjar dengan jarak ke Ibu Kota sejauh 1 km.

Kelurahan tersebut berada di bagian utara wilayah Kota Banjar dengan luas

wilayah 461,210 Ha yang terdiri 400 Ha hutan produksi, 2 Ha kebun, 4 Ha

kolam, dan lain-lain 20,21 Ha. Kelurahan Karangpanimbal termasuk dataran

tinggi dengan curah hujan sepanjang 10 bulan dan suhu rata-rata harian 31,8 0

C. Kelurahan Karangpanimbal terdiri dari 13 RW dan 32 RT dan 1.268 Kepala

Keluarga (KK).

Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Karangpanimbal adalah

sebagai berikut:

- Sebelah barat dan utara dengan Kelurahan Purwaharja

- Sebelah timur dengan Desa Mekarharja

- Sebelah selatan dengan Sungai Citanduy dan Kecamatan Pataruman.

5.1.2 Keadaan Demografi

Jumlah penduduk Kelurahan Karangpanimbal tahun 2009 sebanyak

4.352 penduduk terdiri 2.357 penduduk laki-laki dan 1.995 penduduk

Page 100: Lutfi Fauji Ridwan

116

perempuan. Adapun distribusi penduduk berdasarkan umur di Kelurahan

Karangpanimbal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1

Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2009

Usia Jumlah

0-12 bulan 93

1-5 tahun 420

6-10 tahun 453

11-20 tahun 819

21-30 tahun 801

31-50 tahun 1.177

> 50 tahun 589

Total 4.352

Sumber:Profil Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar penduduk

berada pada rentang umur 31-50 tahun yaitu sebanyak 1.177 penduduk.

Mayoritas agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Karangpanimbal

adalah agama islam. Sedangkan suku mayoritas penduduk Kelurahan

Karangpanimbal adalah suku sunda dan sebagian kecil lainnya adalah suku

jawa dan melayu. Adapun tingkat pendidikan penduduk Kelurahan

Karangpanimbal sebagian besar adalah hanya tamat SD atau sederajat yaitu

sebanyak 1.039 penduduk, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2

Distribusi Penduduk Kelurahan Karangpanimbal Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2009

Pendidikan Jumlah

Tidak Pernah Sekolah 4

Tidak Tamat SD 6

Tamat SD 1092

Tamat SLTP/Sederajat 543

Tamat SLTA/Sederajat 678

Page 101: Lutfi Fauji Ridwan

117

Perguruan Tinggi 258

Jumlah 2581

Sumber: Profil Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009

Adapun gambaran mata pencaharian penduduk Karangpanimbal

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3

Distribusi Penduduk Kelurahan Karangpanimbal Berdasarkan Jenis

Pekerjaan Tahun 2009

Jenis Pekerjaan Jumlah

Buruh Tani 42

BUMN/MD 16

Buruh/Swasta 305

Dokter 1

Montir 13

Pedagang 100

Pegawai Negeri 200

Pengrajin 202

Petani 188

Peternak 12

Satpam 2

Jumlah 1081

Sumber: Profil Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa jenis pekerjaan penduduk

Kelurahan Karangpanimbal paling banyak adalah buruh/swasta yaitu sebanyak

305 penduduk dan jenis pekerjaan penduduk Kelurahan Karangpanimbal

paling sedikit adalah dokter yaitu sebanyak 1 orang.

5.2 Analisis Univariat

Pada analisis univariat ini akan digambarkan distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel

dependen.

Page 102: Lutfi Fauji Ridwan

118

5.2.1 Perilaku Sadar Gizi (Kadarzi)

Perilaku sadar gizi (kadarzi) dalam penelitian ini dikategorikan

menjadi dua yaitu kadarzi dan tidak kadarzi (Depkes RI, 2007). Keluarga

dikatakan sadar gizi (kadarzi) apabila telah melaksanakan empat indikator

perilaku kadarzi yang berlaku bagi keluarga balita, apabila satu atau lebih tidak

dilaksanakan maka dikatakan tidak kadarzi. Adapun gambaran perilaku

kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Sadar Gizi di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Perilaku Kadarzi Jumlah Persentase

Tidak Kadarzi 49 40,8

Kadarzi 71 59,2

Total 120 100

Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 120 responden yang

diteliti, ibu balita yang melaksanakan perilaku sadar gizi (kadarzi) lebih

banyak yaitu sebanyak 71 orang (59,2%) bila dibandingkan dengan ibu balita

yang tidak melaksanakan perilaku sadar gizi sebanyak 49 orang (40,8%). Jika

dilihat dari dari masing-masing indikator perilaku kadarzi, dapat diketahui

bahwa indikator perilaku kadarzi yang paling banyak dilaksanakan oleh ibu

balita adalah memberi suplemen vitamin A pada balita sesuai anjuran,

sebanyak 113 orang (94,2%). Sedangkan indikator perilaku kadarzi yang

Page 103: Lutfi Fauji Ridwan

119

paling sedikit dilaksanakan oleh ibu balita adalah member balita makan

beraneka ragam yaitu sebanyak 75 keluarga (62,5%) sebagaimana terlihat

dalam grafik di bawah ini:

Sumber:Data Primer

5.2.2 Umur Ibu

Umur ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu

remaja (13-19 tahun), dewasa muda (20-30 tahun), dewasa madya (31-50

tahun). Pengkategorian tersebut didasarkan bahwa semakin bertambah umur

seseorang akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental termasuk

kematangan dalam berperilaku (Gunarsa, 1991). Adapun distribusi frekuensi

umur ibu berdasarkan tiga kategori di atas dapat terlihat pada tabel di bawah

ini:

Tabel 5.5

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Karangpanimbal

Tahun 2010

Umur (tahun) Jumlah Persentase

Remaja (13-19) 9 7,5

Dewa Muda (20-30) 58 48,3

Dewasa Madya (31-50) 53 44,2

Page 104: Lutfi Fauji Ridwan

120

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 120 responden yang

diteliti, umur ibu balita pada kategori dewasa muda (20-30 tahun) tahun lebih

banyak yaitu sebanyak 58 orang (48,3%) dibandingkan dengan umur ibu pada

kategori dewasa lanjut (31-50 tahun) yaitu sebanyak 53 orang (44,2%) dan

kategori dewasa lanjut (13-19 tahun) yaitu sebanyak 9 orang (7,5%).

5.2.3 Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tinggi

dan rendah. Pendidikan ibu dikatakan tinggi apabila ibu minimal menamatkan

pendidikan formal sampai SLTA atau sederajat dan dikatakan rendah apabila

hanya menamatkan pendidikan formal sampai SLTP/sederjat atau lebih

rendah. Hal didasarkan pada Undang-Undang (UU) Sisdiknas tahun 2003

yang mewajibkan pendidik dasar 9 (Sembilan) tahun. Adapun distribusi

pendidikan ibu balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

Pendidikan Jumlah Persentase

Rendah 83 69,2

Tinggi 37 30,8

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 120 responden yang

diteliti, ibu balita yang mempunyai pendidikan rendah lebih banyak yaitu

Page 105: Lutfi Fauji Ridwan

121

sebanyak 83 orang (69,2%) dibandingkan ibu balita yang mempunyai

pendidikan tinggi sebanyak 37 orang (30,8%).

5.2.4 Pekerjaan Ibu

Pekerjaan ibu dalam peneltian ini dikategorikan menjadi dua yaitu

bekerja dan tidak bekerja. Ibu dikatakan bekerja apabila ibu mempunyai

aktifitas di luar rumah untuk menghasilkan uang dan dikatakan tidak bekerja

apabila ibu tidak mempunyai aktifitas di luar rumah untuk menghasilkan uang

atau sebagai ibu rumah tangga (Depkes RI, 2007). Adapun distribusi frekuensi

pekerjaan ibu balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.7

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

Pekerjaan Jumlah Persentase

Bekerja 34 28,3

Tidak Bekerja 86 71,7

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 120 responden yang

diteliti, ibu balita yang tidak bekerja lebih banyak yaitu sebanyak 86 orang

(71,7%) dibandingkan ibu balita yang bekerja yaitu sebanyak 34 orang

(28,3%).

5.2.5 Besar Keluarga

Besar keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu besar dan kecil. Keluarga dikatakan besar apabila jumlah anggota

keluarga yang menjadi tanggungan > 4 orang dan dikatakan kecil apabila

Page 106: Lutfi Fauji Ridwan

122

jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan ≤ 4 orang (BKKBN,

1992). Adapun distribusi frekuensi besar keluarga balita dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 5.8

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Besar Keluarga di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

Besar Keluarga Jumlah Persentase

Besar 34 28,3

Kecil 86 71,7

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang memiliki besar keluarga pada kategori kecil lebih banyak yaitu

sebanyak 86 (71,7%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki besar

keluarga pada kategori besar yaitu sebanyak 34 (28,3%).

5.2.6 Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi

dua yaitu pendapatan cukup dan kurang. Ibu balita dikatakan memiliki

pendapatan cukup apabila ≥ Rp. 633.500,00/bulan dan pendapatan kurang

apabila < Rp. 633.500,00/bulan. Pengkategorian tersebut didasarkan pada

Upah Minimum Kota (UMK) Banjar tahun 2009 karena UMK merupakan

estmasi pendapatan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang

layak bagi pekerja dan keluarganya (UU no 13 tahun 2003). Adapun

gambaran distribusi frekuensi pendapatan keluarga dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Page 107: Lutfi Fauji Ridwan

123

Tabel 5.9

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase

Kurang 67 55,8

Cukup 53 44,2

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang memiliki pendapatan keluarga pada kategori kurang lebih banyak

yaitu sebanyak 67 (55,8%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki

pendapatan keluarga pada kategori cukup yaitu sebanyak 53 (44,2%).

5.2.7 Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu pengetahuan gizi baik dan kurang. Ibu balita dikatakan memiliki

pengetahuan gizi baik apabila ≥ 80% seluruh jawaban benar dan kurang

apabila < 80% seluruh jawaban benar (Khomsan, 2000). Adapun gambaran

distribusi frekuensi pengetahuan gizi ibu balita dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 5.10

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan Gizi di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

Pengetahuan Gizi Jumlah Persentase

Kurang 47 39,2

Baik 73 60,8

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Page 108: Lutfi Fauji Ridwan

124

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang memiliki pengetahuan gizi baik lebih banyak yaitu sebanyak 73

(60,8%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi

kurang yaitu sebanyak 47 (39,2%).

5.2.8 Sikap

Sikap dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu sikap

positif dan negatif. Ibu balita dikatakan memiliki sikap positif apabila total

skor sikap ≥ nilai median dan dikatakan memiliki sikap negatf apabila total

skor sikap < nilai median. Kategori ini didasarkan nilai median karena skor

sikap tidak berdistribusi normal. Adapun gambaran distribusi frekuensi sikap

ibu balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.11

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sikap di Kelurahan Karangpanimbal

Tahun 2010

Sikap Jumlah Persentase

Negatif 43 35,8

Positif 77 64,2

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang memiliki sikap positif lebih banyak yaitu sebanyak 77 (64,2%)

dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki sikap negatif yaitu sebanyak

43 (35,8%).

Page 109: Lutfi Fauji Ridwan

125

5.2.9 Budaya Keluarga

Budaya keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu ada dan tidak ada. Budaya keluarga dikatakan ada apabila dalam ibu

balita menyatakan dalam keluarga ada kepercayaan atau kebiasaan yang

berhubungan dengan masalah gizi atau makanan yang bersumber dari leluhur

tanpa diketahui alasan ilmiahnya dan dikatakan tidak ada apabila dalam

keluarga ibu balita tidak ada kepercayaan atau kebiasaan yang berhubungan

dengan masalah gizi atau makanan yang bersumber dari leluhur tanpa

diketahui alasan ilmiahnya. Adapun gambaran distribusi frekuensi budaya

keluarga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.12

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Budaya Keluarga Terkait Gizi di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Budaya Keluarga Jumlah Persentase

Ada 39 32,5

Tidak Ada 81 67,5

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang tidak ada budaya (kepercayaan atau kebiasaan) dalam keluarga

terkait gizi/makanan lebih banyak yaitu sebanyak 81 (67,5%) dibandingkan

dengan ibu balita yang ada budaya (kepercayaan atau kebiasaan) dalam

keluarga terkait gizi/makanan sebanyak 39 (32,5%). Adapun gambaran

distribusi frekuensi nilai-nilai dalam keluarga terkait gizi/makanan dapat

dilihat pada grafik di bawah ini:

Page 110: Lutfi Fauji Ridwan

126

Sumber:Data Primer

Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa dari 39 responden yang

ada budaya terkait gizi atau makana dalam keluarga, nilai-nilai budaya terkait

gizi atau makanan yang banyak dianut keluarga balita adalah mendahulukan

atau mementingkan ayah atau anggota keluarga lain dalam pendistribusian

makanan dalam keluarga yaitu sebanyak 22 orang (56,4%) dan nilai-nilai

budaya keluarga terkait gizi atau makanan yang paling sedikit dianut oleh

keluarga adalah anak kecil harus banyak makan sayap ayam supaya kelak bisa

pergi jauh yaitu sebanyak 1 orang (2,6%).

5.2.10 Keterpaparan Informasi

Keterpaparan informasi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi

dua yaitu terpapar dan tidak terpapar. Ibu balita dikatakan terpapar apabila

pernah memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

Page 111: Lutfi Fauji Ridwan

127

kadarzi minimal tiga kali dalam satu tahun terakhir dan dikatakan tidak

terpapar apabila ibu balita tidak pernah memperoleh informasi mengenai hal-

hal yang berhubungan dengan kadarzi minimal tiga kali dalam satu tahun

terakhir Adapun gambaran distribusi keterpaparan informasi ibu balita dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.13

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Keterpaparan Informasi di Kelurahan

Karangpanimbal Tahun 2010

Keterpaparan

Informasi

Jumlah Persentase

Tidak Terpapar 55 45,8

Terpapar 65 54,2

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang terpapar informasi kadarzi lebih banyak yaitu sebanyak 65

(54,2%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki tidak terpapar

informasi kadarzi sebanyak 55 (45,8%). Adapun gambaran ditribusi frekuensi

sumber informasi kadarzi ibu balita dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Sumber: Data Primer

Page 112: Lutfi Fauji Ridwan

128

Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa dari 65 responden yang

terpapar informasi, sumber informasi kadarzi paling banyak berasal dari

penyuluhan oleh kader.petugas kesehatan sebanyak 32 orang (50%) dan

sumber informasi kadarzi paling sedikit berasal darj poster atau pamflet

sebesar 1,5 %.

5.2.11 Peran Tokoh Masyarakat

Peran tokoh masyarakat dalam penelitian ini dikategorikan

menjadi dua yaitu berperan dan tidak berperan. Berperan apabila ibu balita

mengaku tokoh masyarakat pernah menganjurkan untuk melakasanakan

perilaku kadarzi dan tidak berperan apabila mengaku tokoh masyarakat tidak

pernah menganjurkan untuk melaksanakan perilaku kadarzi (Depkes RI,

2007). Adapun gambaran distribusi peran tokoh masyarakat dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 5.14

Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Peran Tokoh Masyarakat di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Keterpaparan

Informasi

Jumlah Persentase

Tidak Berperan 23 19,2

Berperan 97 80,8

Total 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu

balita yang tokoh masyarakatnya berperan lebih banyak yaitu sebanyak 97

Page 113: Lutfi Fauji Ridwan

129

orang (80,8%) dibandingkan dengan ibu balita yang tokoh masyarakatnya

tidak berperan sebanyak 23 orang (19,2%).

5.3 Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat ini akan disajikan hubungan antara masing-masing

variabel independen dengan variabel independen.

5.3.1 Hubungan Umur dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara umur ibu balita dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010

digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.15 di bawah ini:

Tabel 5.15

Hubungan Umur Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita

di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Umur

(tahun)

Perilaku Sadar Gizi

Total P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

13-19 5 55,6 4 44,4 9 100

0,481 20-30 21 36,2 37 63,8 58 100

31-50 23 43,4 30 56,6 53 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara umur ibu

balita dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita diperoleh bahwa

diantara 9 responden pada kelompok umur remaja (13-19 tahun), terdapat 5

responden (55,6%) yang tidak berperilaku kadarzi. Diantara 58 responden

pada kelompok umur dewasa muda (20-30 tahun), terdapat 21 responden

(36,2%) yang berperilaku tidak kadarzi. Sedangkan dari 53 responden pada

Page 114: Lutfi Fauji Ridwan

130

kelompok umur dewasa madya (31-50 tahun), terdapat 23 responden

(43,4%) yang tidak berperilaku kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik

diperoleh nilai Pvalue 0,481. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya

pada α=5% tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu balita

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita.

5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan ibu balita dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.16 di bawah ini:

Tabel 5.16

Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada Keluarga

Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Pendidikan

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Rendah 39 47,0 44 56,9 83 100 2,393 (1,029-5,695)

0,064 Tinggi 10 38,7 27 61,3 37 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.16 hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu

balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara

83 responden yang pendidikannya rendah, terdapat 39 responden (47,0%)

yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 37 responden yang

pendidikannya tinggi, terdapat 10 responden (38,7%) yang berperilaku tidak

kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,064. Hal ini

Page 115: Lutfi Fauji Ridwan

131

menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu balita dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 2,393 ( 95 % CI 1,029-

5,695), artinya ibu balita yang pendidikannya rendah memiliki peluang

2,393 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang

pendidikannya tinggi.

5.3.3 Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu balita dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.17 di bawah ini:

Tabel 5.17

Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga

Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Pekerjaan

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Bekerja 9 26,5 25 73,5 34 100 0,414 (0,173-0,990)

0,071 Tidak

Bekerja

40 46,5 46 53,5 86 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu

balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara

34 responden yang bekerja, terdapat 9 responden (26,5%) yang tidak

berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 86 responden yang pendidikannya

Page 116: Lutfi Fauji Ridwan

132

tinggi, terdapat 40 responden (46,5%) yang berperilaku tidak kadarzi.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,071. Hal ini

menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang

bermakna antara penkerjaan ibu balita dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,414 ( 95 % CI 0,173-

0,990), artinya ibu balita yang bekerja memiliki efek protektif 0,414 kali

berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang tidak bekerja.

5.3.4 Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara besar keluarga dengan perilaku

kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010

digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.18 di bawah ini:

Tabel 5.18

Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga

Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Besar

Keluarga

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Besar 16 47,1 18 52,9 34 100 1,428 (0,641-3,182)

0,505 Kecil 33 38,4 53 61,6 86 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.18 hasil analisis hubungan antara besar keluarga

balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara

34 responden yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori besar,

Page 117: Lutfi Fauji Ridwan

133

terdapat 16 responden (47,1%) yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan

diantara 86 responden yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori

kecil, terdapat 33 responden (38,4%) yang berperilaku tidak kadarzi.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,505. Hal ini

menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang

bermakna antara besar keluarga dengan perilaku sadar gizi pada keluarga

balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 1,428 (95 % CI 0,641-

3,182), artinya ibu balita yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori

besar memiliki peluang 1,428 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan

ibu balita yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori kecil.

5.3.5 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan

perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010

digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.19 di bawah ini:

Tabel 5.19

Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Pendapatan

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Kurang 40 59,7 27 40,3 67 100 7,243 (3,042-17,244)

0,000 Cukup 9 17,0 44 83,0 53 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Page 118: Lutfi Fauji Ridwan

134

Berdasarkan tabel 5.19 hasil analisis hubungan antara pendapatan

keluarga balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa

diantara 67 responden yang pendapatan keluarganya kurang, terdapat 40

responden (59,7%) yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 53

responden yang pendapatan keluarganya cukup, terdapat 9 responden (17,0%)

yang berperilaku tidak kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai

Pvalue 0,000. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% ada

hubungan yang bermakna antara besar keluarga dengan perilaku sadar gizi

pada keluarga balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 7,243 ( 95 % CI 3,042-

17,244), artinya ibu balita yang pendapatan keluarganya kurang memiliki

peluang 7,243 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang

pendapatan keluarganya cukup.

5.3.6 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.20 di bawah ini:

Tabel 5.20

Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Pengetahuan

Gizi

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Kurang 27 57,4 20 42,6 47 100 3,130 (1,457-6,721)

0,005 Baik 22 30,1 51 69,9 73 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Page 119: Lutfi Fauji Ridwan

135

Berdasarkan tabel 5.20 hasil analisis hubungan antara pengetahuan

gizi dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara 47

responden yang pengetahuan gizinya rendah, terdapat 27 responden (57,4%)

yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 73 responden yang

pengetahuan gizinya tinggi, terdapat 22 responden (30,1%) yang berperilaku

tidak kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,005. Hal

ini menunjukkan Pvalue ≤ 0,05 artinya pada α=5% ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi pada keluarga

balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 3,130 ( 95 % CI 1,457-

6,721), artinya ibu balita yang pengetahuan gizinya kurang memiliki peluang

3,130 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang pengetahuan

gizinya kurang.

5.3.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan perilaku kadarzi

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010 digunakan uji

chi-square yang disajikan pada tabel 5.21 di bawah ini:

Tabel 5.21

Hubungan Sikap Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita

di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Sikap

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Negatif 17 39,5 26 60,5 43 100 0,919 (0,430-1,968) 0,982

Positif 32 41,6 45 58,4 77 100

Page 120: Lutfi Fauji Ridwan

136

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Berdasarkan tabel 5.21 hasil analisis hubungan antara sikap ibu

dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara 43

responden yang sikapnya negatif, terdapat 17 responden (39,5%) yang tidak

berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 77 responden yang sikapnya positif

terdapat 32 responden (30,1%) yang berperilaku tidak kadarzi. Berdasarkan

hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,982. Hal ini menunjukkan Pvalue >

0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu

dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 0,919 ( 95 % CI 0,430-

1,968), artinya ibu balita yang sikapnya negatif memiliki efek protektif 0,919

kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang sikapnya positif.

5.3.8 Hubungan Budaya Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara budaya keluarga dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.22 di bawah ini:

Tabel 5.22

Hubungan Budaya Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga

Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Budaya

Keluarga

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Ada 27 69,2 12 30,8 39 100 6,034 (2,610-13,948)

0,000 Tidak Ada 22 27,2 59 72,8 81 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Page 121: Lutfi Fauji Ridwan

137

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.22 hasil analisis hubungan antara budaya

keluarga terkait gizi/makanan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita

diperoleh bahwa diantara 39 responden yang ada budaya keluarga terkait

gizi/makanan, terdapat 27 responden (69,2%) yang tidak berperilaku kadarzi.

Sedangkan diantara 81 responden yang yang ada budaya keluarga terkait

gizi/makanan, terdapat 22 responden (27,2%) yang berperilaku tidak kadarzi.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,000. Hal ini

menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% ada hubungan yang bermakna

antara budaya terkait gizi yang dianut keluarga dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 6,034 ( 95 % CI 2,610-

13,948), artinya ibu balita yang memiliki budaya keluarga terkait gizi atau

makanan memiliki peluang 6,034 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan

ibu balita yang tidak memiliki budaya keluarga terkait gizi atau makanan.

5.3.9 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara keterpaparan informasi dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.23 di bawah ini:

Page 122: Lutfi Fauji Ridwan

138

Tabel 5.23

Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Keterpaparan

Informasi

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Tidak

Terpapar

26 47,3 29 52,7 55 100 1,636 (0,786-3,411)

0,257 Terpapar 23 35,4 42 64,6 65 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.23 hasil analisis hubungan antara keterpaparan

informasi ibu dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa

diantara 55 responden yang terpapar informasi, terdapat 26 responden (47,3%)

yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 65 responden yang tidak

terpapar informasi, terdapat 23 responden (35,4%) yang berperilaku tidak

kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,257. Hal ini

menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang

bermakna antara keterpaparan informasi dengan perilaku kadarzi pada keluarga

balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 1,636 ( 95 % CI 0,786-

3,411) artinya ibu balita yang tidak terpapar informasi kadarzi memiliki

peluang 1,636 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang tidak

memiliki terpapar informasi kadarzi.

Page 123: Lutfi Fauji Ridwan

139

5.3.10 Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dan Perilaku Sadar Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan

perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010

digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.24 di bawah ini:

Tabel 5.24

Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dengan Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Peran

Tokoh

Masyarakat

Perilaku Sadar Gizi

Total OR (95% CI) P-value

Tidak

Kadarzi Kadarzi

N % N % N %

Tidak

Berperan

14 60,9 9 39,1 23 100 2,756 (1,083-7,014)

0,053 Berperan 35 36,1 62 63,9 97 100

Total 49 40,8 71 59,2 120 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.24 hasil analisis hubungan antara peran tokoh

masyarakat dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa

diantara 23 responden yang tokoh masyarakatnya tidak berperan, terdapat 14

responden (60,9%) yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 97

responden yang tokoh masyarakatnya berperan, terdapat 35 responden (39,1%)

yang berperilaku tidak kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai

Pvalue 0,053. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% ada

hubungan yang bermakna antara peran tokoh masyarakat dengan perilaku

kadarzi pada keluarga balita.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 2,756 ( 95 % CI 1,083-

7,014 ) artinya ibu balita yang tokoh masyarakatnya tidak berperan memiliki

Page 124: Lutfi Fauji Ridwan

140

peluang 2,756 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang

tokoh masyarakatnya berperan.

5.4 Analisis Multivariat

5.4.1 Faktor Paling Dominan Berhubungan Dengan Perilaku Sadar Gizi pada

Keluarga Balita

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor paling

dominan yang berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010 menggunakan uji regresi logistik

berganda dengan model prediksi yaitu dengan cara menseleksi variabel

independennya, maka tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Variabel Kandidat yang Akan Masuk Model

Untuk melihat model multivariat, terlebih dahulu dilakukan analisis

bivariat antara umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, besar

keluarga, pengetahuan gizi, sikap, budaya keluarga terkait gizi,

keterpaparan informasi, dan peran tokoh masyarakat dengan variabel

perilaku kadarzi. Tahapan analisis multivariat yang dilakukan adalah

melakukan pemilihan kandidat yang akan masuk model. Dalam penelitian

ini ada enam variabel yang akan diuji sebagai kandidat yang akan masuk

model yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi,

budaya keluarga, peran tokoh masyarakat. Untuk memilih kandidat model,

hanya variabel yang memiliki Pvalue < 0,25 yang akan dimasukkan dalam

Page 125: Lutfi Fauji Ridwan

141

model multivariat. Hasil pemilihan kandidat model dapat dilihat pada tabel

5.25 berikut ini:

Tabel 5.25

Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan Masuk Model

Multivariat

No Variabel P-Value

1

2

Umur

Pendidikan

0,481

0,064*

3

4

Pekerjaan

Besar Keluarga

0,071*

0,505

5 Pendapatan 0,000*

6

7

Pengetahuan Gizi

Sikap

0,005*

0,982

8

9

10

Budaya Keluarga

Keterpaparan Informasi

Peran Tokoh Masyarakat

0,000*

0,257

0,053*

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.25 diperoleh bahwa diantara 10 variabel

independen, terdapat enam variabel yang memiliki Pvalue < 0,25. Oleh

karena itu, variabel yang akan masuk kedalam model adalah variabel

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan gizi, budaya keluarga

dan peran tokoh masyarakat.

2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Sadar Gizi

Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara

bersama-sama. Variabel independen dimasukkan ke dalam model,

kemudian variabel yang nilai Pwald-nya tidak signifikan (Pwald > 0,05)

dikeluarkan dari model secara berurutan dimulai dari variabel dengan

nilai Pwald-nya yang terbesar. Hasil pembuatan model dapat dilihat pada

tabel 5.26 sebagai berikut:

Page 126: Lutfi Fauji Ridwan

142

Tabel 5.26

Hasil Pemodelan Prediksi Perilaku Kadarzi

Variabel Pvalue

Model 1 Model 2 Model 3

Pendidikan 0,473 0,502 -

Pekerjaan 0,541 - -

Pendapatan 0,000 0,000 0,000

Pengetahuan Gizi

Budaya Keluarga

Peran Tokoh Masyarakat

0,003

0,001

0,008

0,003

0,001

0,009

0,003

0,001

0,009

Constant 0,000 0,000 0,000

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.26 diperoleh hasil bahwa pada penelitian ini

memiliki tiga model, model pertama menunjukkan bahwa variabel

pendidikan dan pekerjaan memiliki nilai Pvalue > 0,05 dan variabel

pekerjaan memiliki nilai Pvalue paling besar, sehingga pada model

selanjutnya tidak mengikutsertakan variabel pekerjaan. Kemudian pada

model kedua, hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendidikan

memiliki nilai Pvalue > 0,05, sehingga pada model selanjutnya tidak

mengikutsertakan variabel pendidikan. Selanjutnya pada model ketiga

hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendapatan, pengetahuann

gizi, budaya keluarga, dan peran tokoh masyarakat memiliki Pvalue

berturut-turut sebesar 0,000, 0,003 dan 0,001 serta 0,009. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel pendapatan, pengetahuann gizi, budaya

keluarga, dan peran tokoh masyarakat diduga memiliki hubungan dengan

perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

Kecamatan Purwaharja Kota Banjar tahun 2010.

3. Uji Interaksi

Page 127: Lutfi Fauji Ridwan

143

Uji interaksi adalah uji untuk mengetahui interaksi antar variabel.

Dalam uji interaksi, pemilihan variabel yang berinteraksi antar variabel

independen didasarkan substansi. Berdasarkan variabel yang masuk

model multivariat, maka variabel yang mungkin berinteraksi adalah

variabel pengetahuan gizi dan budaya keluarga terkait gizi. Hasil uji

interaksi dapat dilihat pada tabel 5.27 sebagai berikut:

Tabel 5.27

Hasil Uji Interaksi

No Variabel P-value

1 Pengetahuan gizi*Budaya keluarga 0,535

Sumber: Data Primer

Dari hasil uji interaksi pengetahuan gizi dengan budaya keluarga

diperoleh Pvalue sebesar 0,535, hal ini menunjukkan tidak ada interaksi

antara pengetahuan gizi dengan budaya keluarga (Pvalue > 0,005).

4. Penyusunan Model Akhir

Setelah dilakukan analisis, ternyata pendapatan keluarga,

pengetahuan gizi, budaya keluarg dan peran tokoh masyarakat merupakan

faktor risiko utama terjadinya perilaku tidak kadarzi pada keluarga balita

maka modelnya dapat dilihat pada tabel 5.28 sebagai berikut:

Tabel 5.28

Model Prediksi Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita di

Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010

Variabel B Wald Pwald OR 95% CI

Pendapatan 1,950 14.647 0,000 7,032 2,590-19,092

Pengetahuan Gizi 1,486 8,713 0,003 4,420 1,648-11,858

Page 128: Lutfi Fauji Ridwan

144

Budaya Keluarga

Peran Tokoh

Masyarakat

1,614

1,615

10,442

6,845

0,001

0,009

5,024

5,029

1,885-13,385

1,500-16,863

Constant -10,272 22,750 0,000 0,000

-2 Log Likelihood = 112,537 G = 49,762 P value = 0,000

Negelkerke R Square = 0,458

Berdasarkan tabel 5.28, diketahui variabel pendapatan keluarga,

pengetahuan gizi, budaya keluarga, peran tokoh masyarakat terbukti

berhubungan signifikan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.

Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR pendapatan keluarga adalah

7,032 artinya ibu balita yang pendapatan keluarganya kurang berpeluang

untuk tidak kadarzi sebesar 7,032 kali dibandingkan dengan ibu balita

yang pendapatannya cukup setelah dikontrol variabel pengetahuan gizi,

budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat.

Variabel pengetahuan gizi berdasarkan hasil analisis diperoleh

nilai OR adalah sebesar 4,420 artinya semakin kurang pengetahuan gizi

ibu balita maka berpeluang untuk berperilaku tidak kadarzi sebesar 4,420

kali dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi

baik. Sedangkan variabel budaya keluarga berdasarkan hasil analisis

diperoleh nilai OR budaya keluarga adalah sebesar 5,024 artinya ibu

balita yang menyatakan ada budaya terkait gizi atau makanan dalam

keluarga berpeluang untuk berperilaku tidak kadarzi sebesar 5,024 kali

dibandingkan dengan ibu balita yang tidak ada budaya keluarga terkait

gizi atau makanan dalam keluarga.

Page 129: Lutfi Fauji Ridwan

145

Variabel peran tokoh masyarakat berdasarkan hasil analisis

diperoleh nilai OR adalah sebesar 5,029 artinya semakin tidak berperan

tokoh masyarakat maka berpeluang untuk berperilaku tidak kadarzi

sebesar 5,029 kali dibandingkan dengan ibu balita yang tokoh

masyarakatnya berperan. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel

pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, budaya keluarga, peran tokoh

masyarakat merupakan empat variabel yang diduga memiliki hubungan

dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010.

Berdasarkan nilai OR dari keempat variabel yang diduga

berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010 dapat diketahui variabel mana yang paling

besar berhubungan tehadap perilaku kadarzi. Semakin besar nilai OR

maka semakin besar pula pengaruhnya. Berdasarkan tabel 5.28 tersebut

terlihat bahwa OR pendapatan keluarga yang paling besar nilainya.

Dengan demikian pendapatan keluarga merupakan variabel yang paling

berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010. Dari hasil analisis multivariat secara

keseluruhan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

Page 130: Lutfi Fauji Ridwan

146

Logit perilaku kadarzi= -10,270+(1,950*pendapatan keluarga) +

(1,486*pengetahuan gizi)+(1,614*budaya

keluarga)+(1,615*peran tokoh masyarakat)

Dengan model persamaan tersebut, maka dapat memperkirakan

perilaku kadarzi dengan menggunakan variabel pendapatan keluarga,

pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat.

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa perilaku kadarzi ibu akan

berubah menjadi tidak kadarzi sebesar 1,950 kali jika ibu balita memiliki

pendapatan keluarga kurang, perilaku kadarzi ibu akan berubah menjadi

tidak kadarzi sebesar 1,486 kali jika ibu balita memiliki pengetahuan gizi

kurang, dan perilaku kadarzi akan berubah menjadi tidak kadarzi sebesar

1,614 kali jika ibu balita menyatakan ada kepercayaan atau kebiasaan

terkait gizi atau makanan dalam keluarga serta perilaku kadarzi akan

berubah menjadi tidak kadarzi sebesar 1,615 kali jika ibu balita mengaku

bahwa tokoh masyarakatnya tidak berperan dalam menganjurkan perilaku

kadarzi. Semakin besar nilai beta (B) maka semakin besar hubungannya

dengan perilaku kadarzi.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa koefisien

determinan (negelkerke R square) menunjukkan nilai 0,458 artinya

bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 45,8% variasi

variabel dependen perilaku kadarzi. Dengan demikian, variabel

pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh

Page 131: Lutfi Fauji Ridwan

147

masyarakat hanya dapat menjelaskan variasi variabel perilaku kadarzi

sebesar 45,8%. Sedangkan 54,2% dijelaskan oleh variabel lainnya (hasil

terlampir).

Page 132: Lutfi Fauji Ridwan

148

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian diantaranya data di dalam penelitian ini merupakan

data primer yang diambil dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh

responden sehingga memungkinkan responden untuk bertanya atau melihat jawaban

responden lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu, responden mengisi angket

sambil mengasuh balita sehingga konsentrasinya terbagi dua dan akhirnya angket

diisi seadanya saja dan terburu-terburu. Disamping itu, tidak semua ibu balita bisa

menunjukkan Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan alasan lupa menaruhnya sehingga

tidak bisa dilakukan cross check terutama untuk perilaku menimbang balita secara

rutin dan memberi suplemen vitamin A dua kali dalam setahun pada balita sehingga

hanya didasarkan pada pengakuan ibu balita.

Penilaian keragaman konsumsi makanan dalam penelitian ini menggunakan

formulir food frequency sehingga hanya menggambarkan pola konsumsi makan

balita secara kualitatif. Disamping itu, ada beberapa ibu balita yang tidak bersedia

mengisi formulir food frequency sehingga keragaman konsumsi makan balita

didasarkan pengakuan ibu balita terkait frekuensi konsumsi lauk hewani dan buah

pada balita. Adapun pengujian garam uji digunakan yodina yang hanya bisa

mengukur kandungan yodium dalam garam secara secara kualitatif pada saat

dilakukan penelitian saja sehingga tidak bisa dijamin perubahan kandungan yodium

Page 133: Lutfi Fauji Ridwan

149

pada beberapa waktu ke depan akibat penyimpanan dan pemasakan yang tidak

sesuai.

Dari segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian (cross-

sectional) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat

antara variabel independen dengan variabel dependennya karena kedua variabel

diteliti pada saat bersamaan sehingga tidak bisa diketahui mana yang terjadi lebih

dahulu.

6.2 Gambaran Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan

Karangpanimbal

Perilaku kadarzi merupakan bagian dari 13 pesan dasar gizi seimbang

sehingga valid dan reliable serta aplikatif untuk meningkatkan konsumsi makanan

gizi seimbang di tingkat keluarga sehingga dapat mencegah dan mengatasi masalah

gizi kurang dan buruk pada balita (Minarto, 2009). Target yang ingin dicapai oleh

Depkes RI dalam program kadarzi ini adalah 80% keluarga di seluruh Indonesia

dapat melaksanakan perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) sehingga bisa mencapai

status keluarga sadar gizi.

Pada penelitian ini, perilaku kadarzi dilihat dari empat indikator perilaku

kadarzi yang berlaku bagi keluarga balita yaitu menimbang berat badan secara rutin,

memberi makan yang beraneka ragam pada balita, menggunakan garam beryodium

untuk memasak dan memberikan suplemen vitamin A pada balita dua kali dalam

setahun. Ibu dikatakan berperilaku kadarzi apabila seluruh indikator dilaksanakan

Page 134: Lutfi Fauji Ridwan

150

dan tidak berperilaku kadarzi apabila salah satu atau lebih dari empat indikator

perilaku kadarzi tidak dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui

bahwa ibu balita yang berperilaku kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal lebih

banyak ibu balita yang tidak berperilaku kadarzi. Berdasarkan proporsi tersebut

diketahui ibu balita yang berperilaku kadarzi lebih banyak bila dibandingkan ibu

balita yang tidak berperilaku kadarzi, meskipun perbedaan proporsinya tidak terlalu

besar. Bila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan yaitu 80 %, maka

proporsi ibu yang berperilaku kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal bisa dikatakan

masih rendah karena masih jauh di bawah target tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan proporsi ibu yang

berperilaku kadarzi dibandingkan hasil pendataan kadarzi oleh Dinas Kesehatan

Kota Banjar di Kelurahan Karangpanimbal pada bulan juli tahun 2009 yang baru

mencapai 50,44 %. Berdasarkan empat indikator perilaku kadarzi yang diteliti

terlihat bahwa indikator yang paling rendah atau sedikit dilaksankan oleh ibu balita

adalah memberi makan balita dengan makanan yang berneka ragam yaitu

proporsinya baru mencapai 62,5%. Hasil ini sejalan dengan hasil pendataan kadarzi

di Kota Banjar tahun 2009 yang menujukkan masih rendahnya konsumsi makanan

yang beragam pada keluarga. Padahal mengkonsumsi makanan yang beragam sangat

baik untuk kelangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena dengan mengkonsumsi

makanan yang beragam akan menjamin keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan

tubuh sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari kekurangan zat

gizi. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat gizi yang dikandungnya

Page 135: Lutfi Fauji Ridwan

151

karena tidak ada satu jenis makanan pun yang lengkap kandungan gizinya

(Almatsier, 2004). Akibat tidak mengkonsumsi makanan beraneka ragam makan

akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh

khususnya pada balita. Oleh karena itu, balita harus diberikan makanan yang

beraneka ragam sejak usia dini supaya mencapai keseimbangan zat gizi (Depkes RI,

2000 dalam Sugimah, 2009). Menurut Karta dkk (1992) dalam Marsigit (2004)

bahwa pola konsumsi makan yang kurang beragam merupakan penyebab utama

masalah gizi di Indonesia. Hasil penelitian Sugimah (2009) menunjukkan ada

hubungan antara konsumsi makan beraneka ragam pada balita dengan status gizi

balita.

Masih rendahnya ibu balita yang memberi makan yang beragam kepada

balita mungkin disebabkan karena sebagian besar keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal memiliki pendapatan yang kurang. Pendapatan mempengaruhi daya

beli masyarakat terhadap makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budiyanto

(2002) bahwa tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga tidak dapat

mengkonsumsi makanan yang beranekaragam dalam menu sehari-sehari, sehingga

hanya mampu makan dengan makanan yang kurang berkualitas baik jumlah maupun

gizinya. masih rendah. Selain itu, pola kebiasaan makan yang selalu mengutamakan

beras sedangkan yang lain hanya seadanya membuat konsumsi masyarakat menjadi

tidak beragam. Lebih lanjut Khumaedi (1994) menyatakan bahwa keluarga

mengkonsumsi makanan hanya untuk pemuasan rasa lapar dan haus tanpa

memperhatikan pemenuhan akan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh menyebabkan

Page 136: Lutfi Fauji Ridwan

152

ketidakragaman makanan yang dikonsumsi oleh keluarga termasuk balita dalam

keluarga tersebut. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan beserta petugas kesehatan

puskesmas sangat penting untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya

makanan beraneka ragam, mengubah persepsi masyarakat terutama ibu balita bahwa

makanan bergizi tidak selalu mahal serta memotivasi keluarga untuk memanfaatkan

lahan pekarangannya untuk menanam sayuran, buah-buahan, dan ternak agar

hasilnya bisa dikonsumsi oleh anggota keluarga dan dapat dijual untuk menambah

penghasilan keluarga.

Adapun untuk tiga indikator perilaku kadarzi yang lain proporsinya sudah

di atas 80%. Dengan demikian, dapat dinterpretasikan bahwa masih rendahnya ibu

yang berperilaku kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal karena masih banyak ibu

yang tidak memberikan balitanya makanan yang beranekaragam atau dengan kata

lain indikator perilaku kadazi memberi makan balita beranekaragam kepada balita

menjadi indikator penentu ibu balita di Kelurahan Karangpanimbal dikatakan

berperilaku kadarzi atau tidak.

Berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa partisipasi ibu balita

untuk hadir di posyandu sudah cukup tinggi. Hal tersebut ditandai dengan proporsi

ibu yang menimbang balitanya secara rutin dan mendapat kapsul vitamin A di

posyandu sudah di atas 80% bahkan sudah hampir mencapai 90%. Berdasarkan hasil

pengamatan di lapangan dan informasi dari kader diketahui bahwa setiap bulan

kader dan kader dan ibu RW memberikan undangan beberapa hari sebelum

pelaksanaan posyandu kepada ibu balita untuk datang ke posyandu sesuai dengan

Page 137: Lutfi Fauji Ridwan

153

jadwal yang telah ditetapkan sehingga ibu balita yang tidak datang ke posyandu

merasa tidak enak kepada kader dan ibu RW yang mengundang. Selain itu, jumlah

ibu balita yang datang ke posyandu di Kelurahan Karangpanimbal meningkat pada

bulan Februari dan Agustus yang merupakan bulan diberikan vitamin A pada balita.

Hal ini disebabkan karena ibu balita merasa pada dua bulan tersebut ada kegiatan

lain di posyandu selain menimbang balita yang rutin setiap bulan sehingga penting

untuk datang.

Proporsi perilaku kadarzi pada ibu balita dalam penelitian ini jauh lebih

rendah jika dibandingkan dengan hasil pendataan kadarzi di Kota Banjar tahun 2009

yang menunjukkan proporsi keluarga yang berperilaku kadarzi secara keseluruhan di

Kota Banjar yang sudah mencapai 85,1%. Berdasarkan pendataan tersebut indikator

perilaku kadarzi yang paling rendah di Kelurahan Karangpanimbal memiliki

kesamaan dengan penelitian ini yaitu konsumsi makan beranekaragam. Perilaku

kadarzi sangat penting dilaksanakan oleh keluarga balita. Berdasarkan hasil

penelitian Fajar (2009) diketahui bahwa keluarga dengan ibu balita yang tidak

berperilaku kadarzi berpeluang 9,25 kali untuk memiliki balita dengan status gizi

kurus dibandingkan dengan ibu balita yang berperilaku sadar gizi. Oleh karena itu,

dengan hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ibu yang berperilaku kadarzi harus

terus ditingkatkan sampai minimal mencapai target 80% sebagai upaya mencegah

dan menanggulangi kasus gizi kurang dan buruk khususnya di Kelurahan

Karangpaimbal. Oleh karena itu, penulis menyarankan supaya promosi kadarzi lebih

Page 138: Lutfi Fauji Ridwan

154

ditingkatkan terutama diprioritaskan pada indikator perilaku kadarzi yang paling

rendah yatu memberi makan balita yang beraneka ragam.

6.3 Umur Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi di Kelurahan

Karangpanimbal

Menurut Kresno (1997) dalam Dharmawati (2010) umur adalah salah

satu aspek sosial yang berpengaruh terhadap perilaku. Umur berpengaruh terhadap

terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui

pengalaman sehari-hari di luar faktor pendidikannya (Sedioetama, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan ibu balita di Kelurahan Karangpanimbal

lebih banyak pada kelompok umur dewasa muda (20-30 tahun). Berdasarkan hasil

penelitian ini juga diketahui ibu yang melaksanakan perilaku kadarzi lebih banyak

pada kelompok umur dewasa muda (20-30 tahun). Berdasarkan hasil uji statistik

dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

umur ibu dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.

Hasil penelitian tidak sesuai dengan pernyataan Sedioetama (2006) dan

Hurlock (1999) bahwa semakin bertambah umur seseorang, semakin bertambah

pengalaman dan semakin menunjukkan kematangan dalam mental dan perilaku. Hal

ini mungkin disebabkan karena meskipun umur lebih muda tetapi pengetahuannya

baik maka cenderung pengetahuan dan perilaku gizinya akan baik. Kemungkinan

Page 139: Lutfi Fauji Ridwan

155

tersebut didukung oleh hasil penelitian yang diketahui sebagian besar ibu balita pada

tiga kelompok umur tersebut memiliki pengetahuan gizi baik. Pendapat ini sesuai

dengan pernyataa Budiyanto (2002) bahwa meskipun sebagian besar ibu yang masih

muda memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam

mengasuh anak, namun kalau sering terpapar dengan informasi gizi maka tidak

menutup kemungkinan pengetahuan perilaku gizinya akan baik (Budiyanto, 2002).

Berdasarkan informasi dari kader diketahui bahwa sebagian besar ibu balita di

Kelurahan Karangpaimbal rutin datang ke posyandu yang ditandai dengan tingginya

proporsi ibu yang menimbang balita, sehingga sering terpapar dengan penyuluhan-

penyuluhan gizi yang disampaikan oleh kader atau petugas kesehatan di posyandu.

Dengan seringnya terpapar oleh informasi tersebut, maka akan menambah

pengetahuan gizi sehingga berdampak positif pada perilaku gizi ibu tersebut.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita yang

berperilaku kadarzi adalah ibu berada pada ketegori umur dewasa muda (20-30). Hal

ini menurut BPS (2006) dimungkinkan karen ibu yang berumur muda mungkin

kurang berpengalaman dalam mengasuh dan merawat kesehatan balitanya,

sedangkan ibu yang berumur tua mungkin sudah lelah mengurus balitanya sehingga

mempengaruhi status gizi anggota keluarga terutama balitanya. Dengan demikian,

hasil peneltian ini menunjukkan bahwa jenjang umur ibu tidak menentukan perilaku

ibu balita untuk melakukan perilaku kadarzi atau tidak.

6.4 Pendidikan Ibu dan Hubungannya dengn Perilaku Sadar Gizi

Page 140: Lutfi Fauji Ridwan

156

Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai manfaat

yang positif dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam keluarga.

Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan dari ibu meningkat maka

pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik (Joyomartono, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu balita di Kelurahan

Karangpanimbal memiliki pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan profil

Kelurahan Karangpanimbal yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di

Kelurahan Karangpanimbal hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Banyaknya ibu yang

berpendidikan rendah di Keluarahan Karangpanimbal mungkin disebabkan karena

pada masyarakat masih memegang paham bahwa perempuan tidak perlu

berpendidikan tinggi karena pada akhirnya hanya mengurus rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu balita yang berperilaku

kadarzi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil uji

statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan atara pendidikan ibu

dengan perilaku kadarzi. Hal ini mungkin disebabkan pada ibu yang memilki

pendidikan tinggi mempunyai pekerjaan di luar rumah sehingga tidak sempat

menimbang balitanya di posyandu secara rutin yang merupakan salah satu indikator

perilaku kadarzi. Pendapat tersebut diperkuat oleh Marsigit (2004) yang menyatakan

tingkat pendidikan memberi peluang kepada ibu rumah tangga untuk mendapatkan

pekerjaan sehingga waktunya di dalam rumah akan semakin sedikit dan berdampak

nagatif pada pemeliharaan kesehatan anak dan keluarga.

Page 141: Lutfi Fauji Ridwan

157

Asumsi lain yang bisa dijadikan alasan tidak adanya hubungan antara

pendidikan dan perilaku kadarzi adalah pendapat Apriadji (1996) bahwa seseorang

dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang

memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang berpendidikan

lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah kalau orang tersebut rajin

mendengarkan atau melihat informasi gizi bukan mustahil pengetahuan dan perilaku

tentang gizinya akan lebih baik. Asumsi di atas didukung oleh hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita yang berpendidikan rendah pernah

terpapar informasi dan memiliki pengetahuan gizi yang baik.

6.5 Pekerjaan Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi di Kelurahan

Karangpanimbal

Salah satu penyebab terjadinya masalah gizi dalam keluarga adalah

karena status pekerjaan ibu, karena pekerjaan ibu dalam keluarga yaitu berperan

dalam pengaturan makanan yang dikonsumsi untuk keluarganya, sehingga ibu yang

bekerja di luar rumah cenderung menelantarkan pola makan keluarganya sehingga

mengakibatkan menurunnya keadaan gizi keluarga sehingga akan berakibat pada

keadaan status gizi anak-anaknya (Munadhiroh, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu balita di

Kelurahan Karangpanimbal tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Banyaknya ibu

yang tidak bekerja di Keluarahan Karangnimbal mungkin disebabkan karena

sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan kurang sehingga tidak dapat

Page 142: Lutfi Fauji Ridwan

158

memasuki lapangan kerja di sektor formal karena tidak memenuhi syarat pendidikan

minimum yang ditetapkan oleh berbagai badan usaha sektor formal. Hal ini sesuai

dengan Marsigit (2004) bahwa tingkat pendidikan memberikan peluang yang lebih

baik bagi ibu rumah tangga untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara pekerjaan ibu dan perilaku kadarzi pada keluarga balita.

Hasil penelitian juga diketahui bahwa ibu yang berperilaku kadarzi lebih banyak

pada ibu yang bekerja. Namun, dari hasil analisis juga diketahui OR (95% CI) < 1,

yang berarti ada hubunga sebagai pencegah. Dengan kata lain, hasil penelitian ini

menunjukkan hubungan yang berlawanan dengan teori-teori yang dikemukakan

dalam penelitian ini yaitu orang yang bekerja justru memiliki peluang lebih besar

berperilaku sadar gizi dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Hal ini dimungkinkan

karena ibu yang bekerja akan berkontribusi meningkatkan pendapatan keluarga

sehingga mempunyai peluang lebih besar untuk menyediakan makanan yang

beragam bagi balita dan keluarganya. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian

Suyatno (1997) bahwa semua ibu atau isteri yang bekerja memberikan sumbangan

yang berarti untuk kesejahteraan keluarga dengan tingkat rata-rata kontribusi

terhadap pendapatan keluarga sebesar 43,85%.

Sedangkan pada ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki pendapatan

keluarga yang kurang karena pendapatan keluarga hanya hanya mengandalkan dari

pendapatan suami saja, terlebih apabila suami memiliki pendapatan yang tidak tetap.

Padahal menurut Khomsan (2010) meningkatnya penghasilan rumah tangga yang

Page 143: Lutfi Fauji Ridwan

159

berasal dari ibu bekerja akan memperbaiki konsumsi makanan seluruh anggota

rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu balita yang bekerja

memiliki pendapatan yang cukup.

Selain itu, pada ibu yang bekerja sebagian besar biasanya berpendidikan

tinggi dan berperluang menyerap informasi gizi yang lebih banyak dari media

sehingga meskipun sibuk bekerja di luar rumah, tetapi tetap memperhatikan

pengasuhan anak dan konsumsi keluarga (Hardinsyah, 2007).

Dalam kaitannya dengan pekerjaan ibu tersebut, lebih lanjut Suyanto

(1997) menyatakan bahwa peningkatan partisipasi kerja wanita mempunyai efek

positif dan negatif. Efek positifnya antara lain makin sedikitnya jumlah anak,

meningkatnya kesejahteraan ekonomi, ikut aktif dalam membangun dan mengurangi

sifat ketergantungan pada pria. Sedangkan segi negatifnya adalah pengejaran karier

wanita dapat mengecilkan arti keberadaan suami, kemungkinan membawa efek

negatif pada pembinaan anak, terjadinya pelanggaran pergaulan wanita-pria yang

bukan mukrimnya, wanita kerja merupakan saingan kerja bagi pria (Suyanto, 1997).

6.6 Besar Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi

Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga dan

juga mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam suatu keluarga (Sukarni, 1994).

Keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha

membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai

lagi dengan kebutuhan anggota keluarga secara proporsional (Suhardjo, 2003).

Page 144: Lutfi Fauji Ridwan

160

Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar keluarga balita

memiliki besar keluarga yang termasuk kategori kecil (≤ 4 orang). Hal ini mungkin

disebabkan sebagian besar ibu balita mengikuti program Keluarga Berencana (KB).

Berdasarkan informasi kader bahwa di masing-masing RW selain ada kader

posyandu, ada juga kader pos KB yang memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu

balita untuk melakaukan pengendalian kelahiran dengan mengikuti program KB.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

besar keluarga dengan perilaku kadarzi. Hal ini dimungkinkan karena pada keluarga

balita yang mempunyai kategori besar banyak yang memiliki pendapatan tinggi

sehingga tetap bisa menyediakan makanan yang beragam bagi balita dan

keluarganya yang merupakan salah satu indikator perilaku kadarzi. Sedangkan pada

keluarga balita yang termasuk kategori kecil (> 4 orang) sebagian besar memiliki

pendapatan rendah sehingga tetap tidak bisa menyediakan makanan yang beragam

bagi anggota keluarganya.

Ketidakbermaknaan hubungan pada penelitian ini juga dimungkinkan

karena adanya perbedaan dalam pengkategorian besar keluarga. Kategori besar

keluarga yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada BKKBN yang

menyatakan bahwa besar keluarga dikatakan kecil apabila jumlah anggota keluarga

yang menjadi tanggungan ≤ 4 orang dan dikatakan besar apabila > 4 orang. Dari

hasil penelitian diketahui pada keluarga balita yang kategorinya besar rata-rata

anggota keluarganya berjumlah 5 (lima) orang. Menurut Latif dkk (2000) dalam

Madihah (2002), tingkat konsumsi pangan memburuk pada rumah tangga yang

Page 145: Lutfi Fauji Ridwan

161

beranggotakan 6 orang atau lebih, sedangkan rumah tangga yang beranggotakan 3-5

orang maka intake rata-rata energi dan protein masih mendekati nilai yang

dianjurkan. Bila mengacu pada pendapat Latif tersebut berarti sebagian besar jumlah

anggota keluarga dalam penelitian ini, tidak terlalu besar sehingga menurut peneliti

bisa diasumsikan dalam hal ini distribusi pangan yang dikonsumsi keluarga di

Kelurahan Karangpanimbal tidak terlalu berpengaruh.

6.7 Pendapatan Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar keluarga balita memiliki

pendapatan kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga hanya mengandalkan pada

pendapatan suami/bapak saja. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dan

pengamatan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar bapak dari keluarga balita

bekerja sebagai buruh sehingga memiliki penghasilan yang tidak tetap. Hasil

penelitian menunjukkan sebagian besar ibu balita yang berperilaku kadarzi memiliki

pendapatan keluarga yang termasuk cukup.

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara

pendapatan keluarga dengan perilaku kadarzi. Hasil ini sesuai dengan Hukum

Perisse yang menyatakan jika terjadi peningkatan pendapatan, maka makanan yang

dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki, 2003). Selain itu menurut hukum ekonomi

(hukum Engel) yang disebutkan bahwa mereka yang berpendapatan sangat rendah

akan selalu membeli lebih banyak makanan sumber karbohidrat, tetapi jika

pendapatannya naik maka makanan sumber karbohidrat yang dibeli akan menurun

Page 146: Lutfi Fauji Ridwan

162

diganti dengan makanan sumber hewani dan produk sayuran (Soekirman, 2000).

Lebih lanjut Farida (2004) menyatakan pengaruh pendapatan terhadap perbaikan

kesehatan dan kondisi lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi adalah

sama jelasnya bahwa penghasilan meningkatkan daya beli.

Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan

pola konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbasar

peluang peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih

baik. Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga termasuk

dalam perilaku gizi seimbang (Yuliana, 2004). Selanjutnya menurut Soehardjo

(2003) jika tingkat pendapatan keluarga naik, jumlah dan jenis makanan cenderung

untuk membaik juga.

Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini diketahui bahwa

pendapatan keluarga berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita

setelah dikontrol pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat.

Pendapatan keluarga menempati urutan pertama atau faktor paling dominan diantara

pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat sebagai faktor yang

berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita karena OR pendapatan

keluarga memiliki nilai yang paling tinggi. Semakin besar nilai OR maka semakin

besar hubungan faktor tersebut dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita. Dengan

demikian, peneliti mengasumsikan jika ibu balita memiliki pendapatan keluarga

tinggi maka akan meningkatkan perilaku kadarzi meskipun ibu balita tersebut

Page 147: Lutfi Fauji Ridwan

163

pengetahuan gizinya rendah, ada budaya keluarga terkait gizi dalam keluarganya,

tidak pernah dianjurkan oleh tokoh masyarakat untuk berperilaku kadarzi

Pendapatan keluarga menjadi faktor dominan yang berhubungan perilaku

kadarzi pada keluarga balita karena pendapatan keluarga sangat berhubungan dengan

masih rendahnya indikator perilaku kadarzi yaitu memberi makan yang

beranekaragam pada balita sebagai indikator keragaman konsumsi keluarga. Dengan

kata lain bahwa masih rendahnya ibu balita yang berperilaku kadarzi teruatama

disebabkan karena sebagian besar pendapatan keluarga balita masih tergolong

kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekirman (2000) bahwa pendapatan

merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan.

Lebih lanjut Suhardjo (2003) menyatakan bukti menunjukkan bahwa kebiasaan

makan cenderung berubah bersama naiknya pendapatan, maka masa pertumbuhan

pendapatan merupakan saat yang baik untuk mempromosikan diversifikasi pangan.

Keluarga dengan pendapatan terbatas, kurang mampu memenuhi kebutuhan

makanan yang diperlukan tubuh, setidaknya keanekaragaman bahan makan kurang

bisa dijamin karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan. Dengan

kata lain rendahnya pendapatan keluarga merupakan rintangan lain yang

menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli makanan dalam jumlah yang

diperlukan tubuh. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang paling

menentukan kualitas dan kuantitas makanan pada keluarga (Apriadji, 1996).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyarankan kepada Dinas

Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Banjar, supaya memberikan motivasi

Page 148: Lutfi Fauji Ridwan

164

kepada ibu-ibu balita yang sebagian besar tidak bekerja berupa pemberian

keterampilan dalam kegiatan PKK dan pinjaman modal usaha untuk mengelola

industri rumah tangga sehingga bisa membantu meningkatkan pendapatan keluarga.

Dengan pendapatan keluarga yang meningkat, diharapkan ibu-ibu rumah tangga bisa

menyediakan makanan yang beragam bagi balita dan keluarganya setiap hari.

6.8 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi

Secara umum di negara berkembang ibu memainkan peranan penting

dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk konsumsi keluarganya sehingga

pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi jenis pangan dan mutu gizi makanan yang

dikonsumsi anggota keluarganya (Hardinsyah, 2007).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu balita memiliki

pengetahuan gizi yang baik. Sebagian besar ibu balita yang berperilaku kadarzi

memiliki pengetahuan gizi yang baik. Berdasarkan informasi dari kader diketahui

bahwa banyaknya ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi baik disebabkan karena

sebagian besar ibu balita rajin mengikuti penyuluhan baik yang rutin dilaksanakan

setiap bulan di posyandu ataupun penyuluhan dalam kegiatan RW siaga.

Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara

pengetahuan gizi dan perilaku kadarzi pada keluarga balita. Hasil ini sejalan dengan

Khomsan (2000) yang menyatakan bahwa faktor yang tidak kalah penting penyebab

timbulnya masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi masyarakat khususnya

pada ibu yang sebagian besar pengasuh anak. Kurangnya pengetahuan tentang gizi

Page 149: Lutfi Fauji Ridwan

165

atau kemampuan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab

penting gangguan gizi (Suhardjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang

tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).

Perbaikan gizi pada anak balita tergantung pada pola pengasuhan ibunya

yaitu pada pemilihan pangan oleh ibunya sehingga dengan pengetahuan gizi, seorang

ibu akan mampu memilih bahan makanan yang murah tetapi bergizi tinggi karena

tidak semua harga bahan makanan yang mahal memiliki kandungan gizi tinggi.

Disamping itu, pengetahuan gizi akan memberikan sumbangan pengertian tentang

apa yang kita makan, mengapa kita makan, dan bagaimana hubungan makanan

dengan kesehatan (Munadhiroh, 2009).

Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa

pengetahuan gizi berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita setelah

dikontrol pendapatan keluarga, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat OR

paling rendah. Dengan demikian pengetahuan gizi merupakan variabel yang paling

rendah pengaruhnya bila dibandingkan dengan pendapatan keluarga, budaya

keluarga, dan peran tokoh masyarakat.

Hasil penelitian uji multivariat ini memperkuat hubungan antara

pengetahuan gizi dengan perilaku kadarzi. Hasil ini sejalan dengan Suhardjo (2003)

yang menyatakan pengetahuan gizi memegang peranan sangat penting dalam

Page 150: Lutfi Fauji Ridwan

166

menggunakan makanan yang baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang

cukup. Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga berpengaruh

pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi rumah tangga sehari-hari. Lebih lanjut

Priany (2002), bahwa pengetahuan ibu adalah pintu gerbang dalam penyiapan makan

keluarga. Kebiasaan makan yang baik serta pemilihan makanan yang baik untuk

keluarga sangat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi yang dimiliki oleh seorang ibu

rumah tangga.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan promosi kadarzi yang lebih

ditingkatkan lagi untuk menambah pengetahuan gizi ibu balita baik melalui kegiatan

penyuluhan di posyandu, majlis taklim, PKK ataupun media komunikasi lain seperti

radio suara husada milik Dinas Kesehatan supaya bisa menarik perhatian ibu balita

terutama ditekankan bahwa pentingnya mengkonsumsi makanan yang beraneka

ragam ragam setiap hari dan makanaan yang bergizi tidak selalu bahkan bisa

diperoleh dari pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam sayuran, buah dan

ternak. Selain itu, diharapkan kepada ibu balita bisa memiliki kesadaran akan

penting informasi tentang gizi sehingga bisa mengikuti kegiatan penyuluhan yang

dilaksanakan baik di posyandu maupun tempat lain.

6.9 Sikap dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi

Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari sikap dapat diramalkan

perbuatannya. Sikap ibu tentang kesehatan merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku gizi di tingkat keluarga. Sikap tentang kesehatan adalah

Page 151: Lutfi Fauji Ridwan

167

pendapat atau penilaian seseorang terhadapap hal-hal yang berkaitan dengan gizi

sebagai upaya untuk memelihara kesehatannya (Sedioetama, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu sudah memiliki sikap yang

positif terhadap perilaku kadarzi. Banyaknya ibu balita yang bersikap positi terhadap

kadarzi mungkin disebakan karena sebagian besar ibu memiliki pengetahuan gizi yang

baik. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa komponen

pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menentukan sikap.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak hubungan yang bermakna antara sikap

ibu dengan perilaku kadarzi. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar ibu yang

memiliki sikap positif memiliki pendapatan yang rendah sehingga meskipun memiliki

sikap positif tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk menyediakan makanan yang

beragam. Berdasarkan hasil penelitian diketahui 57,1 % ibu yang memiliki sikap

positif pendapatannya rendah. Menurut Notoatmodjo (2005) sikap belum tentu

terwujud dalam bentuk perilaku, sebab untuk terwujudnya perilaku perlu faktor lain

yaitu antara lain fasilitas atau sarana dan prasarana. Bila pendapat tersebut dikaitkan

dengan perilaku kadarzi maka pendapatan yang cukup merupakan fasilitas atau sarana

penting untuk untuk membeli makanan bergizi sebagai salah satu indikator perilaku

kadarzi terutama karena masih rendahnya ibu balita yang memberi makan yang

beragama kepada balitanya. Lebih lanjut menurut WHO dalam Notoatmodjo (2005)

menyatakan sikap belum tentu terwujud dalam perilaku apabila tidak didukung dengan

sumber daya meliputi fasilitas, dana, waktu dan tenaga yang memadai.

Page 152: Lutfi Fauji Ridwan

168

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap mempunyai tingkatan berdasarkan

berdasarkan intensitasnya. Bila dikaitkan dengan pendapat Notoatmodjo tersebut,

sikap ibu di Kelurahan Karangpanimbal baru mencapai tingkatan menghargai

(valuing) yaitu memberikan nilai yang positif terhadap perilaku kadarzi, tetapi belum

sampai pada tingkatan sikap tertinggi. Tingkatan sikap tertinggi yaitu

bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya dan berani mengambil resiko

apapun dari sikap yang diyakinya tersebut.

6.10 Budaya Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian kecil ibu balita yang

mengaku ada kepercayaan atau kebiasaan (budaya) yang berhubungan dengan masalah

gizi ataua makanan. Namun, sebagian besar ibu balita yang tidak berperilaku kadarzi

mengaku ada kepercayaan atau kebiasaan yang berhubungan dengan gizi atau

makanan dalam keluarganya. Hasil uji statistik diketahui bahwa ada hubungan yang

bermakna antara budaya keluarga terkait gizi atau makanan dengan perilaku kadarzi

pada keluarga balita. Hasil penelitian sejalan dengan Sedioetama (2006) yang

menyatakan adanya pandangan salah terhadap makanan dapat menimbulkan dapat

menimbulkan gangguan gizi yang serius di tingkat keluarga. Salah satu pengaruh yang

sangat dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan atau tabu.

Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Semakin banyak pantangan dalam

makanan maka semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan yang

Page 153: Lutfi Fauji Ridwan

169

beragam. (Suhardjo, 2003). Dalam hal kepercayaan dan pantangan yang berhubungan

dengan makanan menunjukkan bahwa responden yakin sekali pada kepercayaan dan

pantangan yang berlaku bagi bayi, anak-anak, wanita hamil, dan ibu-ibu menyusui

(Suhardjo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kepercayaan terkait gizi atau makanan

pada keluarga balita berdasarkan penelitian ini yang paling banyak adalah ayah atau

anggota keluarga lain yang lain harus lebih didahulukan atau diperhatikan dalam

pembagian makanan keluarga. Selain itu, pantangan makan makanan tertentu seperti

ikan karen bisa cacingan dan telur karena bisa bisulan juga masih banyak ditemukan

pada ibu balita dalam penelitian ini. Hasil ini sejalan dengan temuan Suhardjo (2003)

yang menyatakan pantangan makan ikan dan telur merupakan pantangan yang tumbuh

di beberapa daerah di Jawa Barat. Masih banyaknya kepercayaan atau tradisi di atas

dimungkinkan karena sebagian besar pendidikan penduduk di Kelurahan

Karangpanimbal masih rendah sehingga masih mempercayai dan mengikuti tradisi

leluhur meskipun tidak jelas alasannya. Selain itu, meskipun sudah termasuk kelurahan

dan dekat dengan pusat kota, tetapi penduduknya masih kuat kultur pedesaannya.

Adanya anggapan orang tua bahwa anak-anak dilarang makan ikan atau

kelapa karena nanti bisa cacingan dapat menyebabkan anak-anak kurang gizinya.

Selain itu, pandangan bahwa ayah mendapat perhatian utama dalam hal makanan

misalnya kalau di meja makan ada telur itu untuk ayah dan bagian tubuh ayam yang

lebih berdaging untuk ayah sedangkan anak sisanya merupakan pandangan yang bisa

Page 154: Lutfi Fauji Ridwan

170

mempengaruhi konsumsi makanan keluarga yang akan berakibat tidak tercukukupinya

kebutuhan gizi keluarga secara merata (Apriadji, 1996).

Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa

budaya keluarga terkait gizi berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita

setelah dikontrol pendapatan keluarga, pengetahuan gizi dan peran tokoh masyarakat

denga OR pada posisi ketiga terbesar setelah pendapatan dan peran tokoh masyarakat.

Dengan demikian budaya keluarga merupakan variabel yang ketiga terbesar

pengaruhnya terahadap perilaku kadarzi bila dibandingkan dengan pendapatan

keluarga, dan peran tokoh masyarakat serta pengetahuan gizi.

Hasil ini sejalan dengan Depkes (2007) masalah lain yang menghambat

penerapan perilaku kadarzi adalah adanya kepercayaan, adat/kebiasaan dan mitos

negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga yang mempunyai

anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan yang justru sangat

bermanfaat bagi asupan gizi. Hasil ini juga sesuai dengan teori WHO dalam

Notoatmodjo (2005) yang menyatkan bahwa budaya setempat sangat berpengaruh

terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Lebih lanjut Foster (1973) dalam

Notoatmodjo (2005) menyatakan beberapa aspek budaya yang dapat mempengaruhi

perilaku kesehatan seseorang adalah tradisi, nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat.

Berdasarkann uraian di atas, diperlukan metode promosi kadarzi yang tepat

agar kepercayaan, tradisi atau mitos nengatif yang ada bisa sedikit demi sedikit

berkurang misalnya dengan mengajak tokoh masyarakat yang disegani atau menjadi

Page 155: Lutfi Fauji Ridwan

171

panutan di Kelurahan Karangpanimbal untuk memberikan pemahaman kepada

masyarakat tentang tidak adanya pantangan atau mitos-mitos negatif tersebut dan

dampaknya jika tetap mempertahankan kepercayaan atau tradisi tersebut. Selain itu,

kader juga harus tidak secara konsisten memberikan informasi kepada ibu balita

tentang pentingnya perilaku kadarzi misalnya dalam kegiatan Bina Keluarga Balita

(BKB) dan posyandu yang biasa dilaksanakan di Kelurahan Karangpanimbal sehingga

bisa meluruskan tradisi-tradisi, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya

yang tidak kondusif bagi perilaku kadarzi tersebut.

6.11 Keterpaparan Informasi dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi

Informasi tentang gizi terutama di Indonesia juga diajarkan sebagai bagian

dari pendidikan nonformal, terutama yang melibatkan wanita dalam organisasi atau

kelom- pok sosial seperti dalam PKK, Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) dan

organisasi Dharma Wanita. Jadi, partisipasi wanita dalam berbagai kegiatan sosial

(PKK, POSYANDU, Dharma Wanita) akan dapat mempengaruhi pengeta- huan gizi

mereka (jadi lebih baik) karena mereka mendapat informasi tentang gizi sebagai

bagian dari pendidikan nonformal (Hardinsyah 2007).

.Hasil penelitian menunjukkan ibu balita yang terpapar informasi kadarzi

minimal tiga kali dalam satu tahun terakhir lebih banyak dari yang tidak terpapar.

Berdasarkan penelitian diketahui ada kecenderungan ibu balita yang terpapar

informasi kadarzi untuk berperilaku yang ditunjukkan dengan hasil penelitian ini yaitu

Page 156: Lutfi Fauji Ridwan

172

sebagian besar ibu balita yang berperilaku kadarzi adalah ibu balita yang terpapar

informasi kadarzi.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

keterpaparn informasi kadarzi dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita. Hal ini

mungkin disebabkan karena informasi kadarzi yang diperoleh ibu tersebut belum

berhasil meyakinkan semua ibu untuk berperilaku kadarzi. Menurut Notoatmodjo

(2005) paparan informasi bisa menimbulkan kesadaran seseorang untuk berperilaku

sehat akan memelukan waktu yang lama, namun perilaku tersebut akan berlangsung

lama (long lasting) dan menetap (langgeng) karena didasari oleh kesadaran. Dengan

demikian, tidak serta merta setelah diberikan informasi, orang tersebut akan langsung

berubah perilakunya.

Disamping itu, sebagian besar paparan informasi kepada ibu balita

kemungkinan hanya berpengaruh pada tingkat pengetahuan yang paling rendah yaitu

tahu (know). Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan seseorang memiliki lima

tingkatan dan tingkatan terendah adalah tahu (know) yang diartikan sekedar dapat

menyebutkan, tetapi belum sampai pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu memahami

dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut. Bila dikaitkan dengan hasil

penelitian ini, maka sebagian besar paparan informasi kadarzi mungkin hanya

membuat ibu balita tahu dalam arti hanya bisa menyebutkan indikator perilaku kadarzi

tetapi belum memahami secara mendalam mengapa masing-masing indikator perilaku

kadarzi itu dilaksanakan sehingga banyak yang ibu balita terpapar informasi kadarzi

tetapi belum mau melaksanakannya.

Page 157: Lutfi Fauji Ridwan

173

Menurut Depkes (2007) paparan informasi kadarzi akan berdampak pada

perubahan perilaku kadarzi apabila proses pemberian informasi kadarzi tersebut

dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga semakin sering

terpapar informasi melalui berbagai media maka peluang keluarga untuk berperilaku

kadarzi akan semakin besar.

6.12 Peran Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Perilau Sadar Gizi

Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi apabila

lingkungan sosial dimana dia berada orangorang menjadi panutan, idolanya, atau yang

disegani memiliki opini yang positif terhadap perilaku sadar gizi. Penanggulangan

masalah kesehatan dan gizi di tingkat keluarga perlu keterlibatan masyarakat. Tokoh

masyarakat mempunyai peranan yang kuat dalam mewujudkan perilaku sadar gizi di

masyarakat karena nasehat atau anjuran dari mereka cenderung lebih didengar oleh

masyarakat (Depkes RI, 2007).

Hasil penelitian menunjukkann sebagian besar ibu balita mengaku pernah

dianjurkan oleh tokoh masyarakatnya (RT dan RW) untuk berperilaku kadarzi

terutama menganjurkan untuk mengikuti kegiatan posyandu dan penyuluhan kadarzi

yang dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan RW siaga. Hasil uji statistik

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara peran tokoh masyarakat dan

perilaku kadarzi pada keluarga balita.

Hasil ini sejalan dengan Tricia (2008) bahwa keterlibatan pemimpin formal

dan informal masyarakat akan berpengaruh terhadap keberhasilan program kesehatan.

Page 158: Lutfi Fauji Ridwan

174

Oleh karena itu, jika tokoh masyarakat setempat tidak berpartisipasi dalam kegiatan

posyandu, ada kemungkinan bahwa masyarakat setempat tidak akan menggunakan

posyandu.

Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini, peran tokoh masyarakat

merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita

setelah dikontrol pendapatan keluarga, budaya keluarga, dan pengetahuan gizi dengan

nilai OR kedua tertinggi. Peran tokoh masyarakat menempati urutan kedua setelah

pendapatan keluarga sebagai faktor yang berhubungan dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita karena nilai OR peran tokoh masyarakat berada dibawah pendapatan

keluarga. Semakin besar nilai OR maka semakin besar hubungan faktor tersebut

dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.

Peran tokoh masyarkat terutama berhubungan dalam menganjurkan ibu balita

datang ke posyandu. Posyandu sangat erat kaitannya dengan perilku kadarzi karena

dua indikator perilaku kadarzi seperti menimbang balita, dan memberikan balita

suplemen vitamin dilaksanakan di posyandu. Berperannya tokoh masyarkat di

Kelurahan Karangpanimbal terlihat dari banyaknya jumlah ibu balita yang

melaksanakan dua indikator perilaku kadarzi tersebut.

Menrut Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa untuk berperilaku sehat,

masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlua pengetahuan dan sikap positif dan

dukungan fasilitas saja, melainkan perlu perilaku contoh para tokoh masyarakat, tokoh

adat dan petugas kesehatan. Selain itu Isfan (2006) dalam Widiyanti (2008)

menyatakan anjuran dari RW dan Lurah berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu

Page 159: Lutfi Fauji Ridwan

175

oleh ibu balita. Hasil ini juga sesuai dengan teori WHO dalam Notoatmodjo (2005)

bahwa di dalam masyarakat termasuk di Indonesia, dimana sikap paternalistik masih

kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referensi)

yang pada umumnya adalah tokoh masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyarankan supaya promosi

kadarzi diarahkan kepada pemberian pelatihan kepada tokoh masyarakat baik formal

maupun informal agar tokoh masyarakat tersebut mampu menjadi model perilaku

kadarzi bagi masyarakat sekitarnya dan para tokoh masyarakat tersebut dapat

mentransformasikan pengetahuan-pengetahuan gizi terkait perilaku kadarzi kepada

orang lain atau masyarakat sesuai dengan ketokohan mereka.

Page 160: Lutfi Fauji Ridwan

176

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka

dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Ibu balita yang berperilaku kadarzi lebih banyak dibandingkan dengan ibu

balita yang tidak berperilaku kadarzi. Indikator perilaku kadarzi yang banyak

tidak dilaksanakan oleh ibu balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010

adalah memberi makan yang beragam kepada balita, sedangkan indikator

perilaku kadarzi yang paling banyak dilaksanakan oleh ibu balita adalah

memberi suplemen vitamin A pada balita dua kali setahun pada bulan februari

dan agustus.

2. Gambaran karakteristik ibu balita antara lain sebagai berikut:

a. Ibu balita yang berumur 20-30 (dewasa muda) tahun lebih banyak

dibandingkan ibu balita yang berumur 13-19 (remaja) dan ibu balita yang

berumur 31-50 tahu (dewasa madya).

b. Ibu balita yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga lebih banyak

dibandingkan ibu yang bekerja.

c. Ibu balita yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak dibandingkan

ibu balita yang memiliki pendidikan tinggi.

3. Gambaran karakteristik keluarga balita antara lain sebagai berikut:

Page 161: Lutfi Fauji Ridwan

177

a. Ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga rendah lebih banyak

dibandingkan ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga rendah.

b. Ibu balita yang memiliki besar keluarga termasuk kategori besar (≤ 4

orang) dibandingkan ibu balita yang memiliki besar keluarga yang

memiliki besar keluarga termasuk kategori kecil (>4 orang).

4. Ibu yang meiliki pengetahuan gizi baik lebih banyak dibandingkan ibu yang

memiliki pengetahuan gizi kurang.

5. Ibu yang memiliki sikap positif tentang kadarzi lebih banyak dibandingkan

ibu yang memiliki sikap negatif tentang kadarzi.

6. Ibu yang balita yang mengaku tidak ada budaya keluarga terkait gizi atau

makanan dala keluarga lebih banyak dibandingkan ibu yang mengaku ada

budaya keluarga terkait gizi atau makanan dalam keluarga.

7. Ibu balita yang terpapar informasi kadarzi lebih banyak dibandingkan ibu

balita yang tidak terpapar informasi kadarzi

8. Ibu balita yang tokoh masyarakatnya berperan lebih banyak dibandingkan ibu

balita yang tokohnya tidak berperan.

9. Hubungan karakteristik ibu balita dengan perilaku kadarzi antara lain sebagai

berikut

a. Tidak ada hubungan antara umur ibu dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang

berperilaku kadarzi lebih banyak pada kelompok umur dewasa muda (20-

30 tahun).

Page 162: Lutfi Fauji Ridwan

178

b. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang

berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang bekerja.

c. Tidak ada hubungan antar pendidikan ibu dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang

berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan tinggi.

10. Hubungan karakteristik keluarga dengan perilaku kadarzi antara lain sebagai

berikut:

a. Ada hubungan antar pendapatan keluarga dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang

berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang memilki pendapatan

keluarga cukup.

b. Tidak ada hubungan antara besar keluarga dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang

berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang memiliki besar keluarga

termasuk kecil (≤ 4 orang).

11. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku kadarzi pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang berperilaku

kadarzi lebih banyak pada ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik.

12. Tidak ada hubungan antara sikap ibu tentang kadarzi dengan perilaku kadarzi

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita

Page 163: Lutfi Fauji Ridwan

179

yang berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang memiliki sikap negatif

tentang kadarzi.

13. Ada hubungan antara budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku kadarzi

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita

yang berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang mengaku tidak ada

kepercayaan, tradisi terkait gizi dan makanan dalam keluarga.

14. Tidak ada hubungan antara keterpaparan informasi kadarzi dengan perilaku

kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu

balita yang berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang terpapar informasi

kadarzi.

15. Ada hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balia yang

berperilaku kadarzi lebiha banyak pada ibu yang mengaku pernah dianjurkan

oleh tokoh masyarakat untuk berperilaku kadarzi.

16. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku kadarzi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010 adalah pendapatan

keluarga.

6.2 Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan dan Pemda Kota Banjar

a. Hasil penelitian menunjukkan ibu balita yang berperilaku kadarzi baru

mencapai 59,2 % masih jauh dari target 80%. Oleh karena itu perlu

Page 164: Lutfi Fauji Ridwan

180

meningkatkan pembinaan atau pelatihan untuk petugas Puskesmas terutama

bidan kelurahan dan petugas gizi, agar semakin terampil dan konsisten

dalam mengkampanyekan perilaku kadarzi kepada masyarakat sehingga

target program kadarzi bisa tercapai sehingga menanggulangi kasus gizi

kurang.

b.Kurang beragamnya media informasi kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal

sehingga perlu memaksimalkan fungsi radio suara husada milik dinas

kesehatan untuk mengkampanyekan perilaku kadarzi dengan meningkatkan

frekuensi acara yang mendukung perilaku kadarzi seperti talkshow oleh

petugas gizi dan iklan-iklan yang mendukung kadarzi terutama

diprioritaskan pada indikator perilaku kadarzi yang paling rendah yaitu

memberi balita makanan yang beraneka ragam.

c. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan keluarga merupakan faktor yang

paling dominan berhungan dengan kadarzi. Dengan demikian, dinas

kesehatan harus melakukan kerja sama lintas sektoral dengan dinas lain di

lingkungan Pemda Kota Banjar ataupun swasta untuk memberikan

keterampilan dan modal pinjaman untuk memberdayakan ibu-ibu yang

sebagian besar tidak bekerja untuk mengelola industri rumah tangga

sehingga bisa menambah pendapatan keluarga dan daya beli keluarga bisa

meningkat.

Page 165: Lutfi Fauji Ridwan

181

2. Bagi Puskesmas

a. Meningkatkanh promosi kadarzi dalam upaya untuk menambah

pengetahuan gizi ibu balita baik melalui kegiatan penyuluhan di posyandu,

majlis taklim, PKK ataupun media komunikasi lain supaya bisa menarik

perhatian ibu balita terutama ditekankan bahwa pentingnya mengkonsumsi

makanan yang beraneka ragam ragam setiap hari dan makanaan yang

bergizi tidak selalu bahkan bisa diperoleh dari pemanfaatan lahan

pekarangan untuk menanam sayuran, buah dan ternak.

b. Mengajak tokoh masyarakat yang disegani atau menjadi panutan di

Kelurahan Karangpanimbal untuk memberikan pemahaman kepada

masyarakat tentang tidak adanya pantangan atau mitos-mitos negatif

tersebut dan dampaknya jika tetap mempertahankan kepercayaan atau

tradisi tersebut. Selain itu, memberikan pelatihan kepada tokoh masyarakat

baik formal maupun informal agar tokoh masyarakat tersebut mampu

menjadi model perilaku kadarzi bagi masyarakat sekitarnya dan para tokoh

masyarakat tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan-pengetahuan

gizi terkait perilaku kadarzi kepada orang lain atau masyarakat sesuai

dengan ketokohan mereka.

c. Memberikan pelatihan atau membekali kader tentang teknik promosi

kesehatan yang efektif sesuai dengan sasaran yang dihadapi seta

memfasilitasi dengan alat bantu promosi kesehatan yang memadai terutama

meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu balita untuk memberi

Page 166: Lutfi Fauji Ridwan

182

makan beraneka ragam untuk keluarga dengan menggerakkan masyarakat

untuk memanfaatkan lahan pekarangan untuk untuk menanam sayur, buah

dan ternak..

3. Bagi Masyarakat dan Kelurahan Karangpaimbal

a. Bagi masyarakat di Kelurahan Karangpanimbal khususnya ibu balita

hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang gizi seperti datang ke

Posyandu maupun kegiatan penyuluhan lainnya.

b. Bagi masyarakat yang mempunyai pekarangan yang cukup diharapkan

hendaknya memanfaatkan pekarangan disekitar rumah dengan menanam

tanaman, beternak ayam, bebek, ikan dan lain-lain agar dimakan oleh anggota

keluarga dan hasil pekarangan juga dapat dijual untuk menambah penghasilan

keluarga.

c. Petugas kelurahan bekerjasama deng pihak-pihak terkait mengusahakan

penggunaan lahan pertanian secara gotong royong bagi keluarga yang

tidak mempunyai pekarangan sehingga masyarakat bisa mengkonsumsi

makana yang beraneka ragam tanpa mengeluarkan biaya yang tinggi.

4. Bagi Peneliti lain

a. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain

yang diduga berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita,

yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini.

Page 167: Lutfi Fauji Ridwan

183

b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tidak hanya

pada keluarga balita tetapi kepada seluruh keluarga sehingga diharapkan

dapat diperoleh gambaran perilaku kadarzi pada berbagai karakteristik

keluarga.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan melaksanakan penelitian dengan populasi

dan wilayah yang lebih besar misalnya satu kecamatan atau kabupaten

sehingga bisa memberikan gambaran perilaku kadarzi pada wilayah yang

lebih luas dengan sampel yang lebih besar.

Page 168: Lutfi Fauji Ridwan

184

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Alibbirwin. 2001. Karakteristik Keluarga yang Berhubungan dengan Status Gizi

Kurang pada Balita yang Berkunjung ke Posyandu di Desa Bojong Gede

Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2001. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia

Apriadji, W. H. 1996. Gizi Keluarga. Jakarta: Penebar Swadana.

Ariawan, Iwan. 1996. Besar Sampel dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan.

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Bahria. 2009. Hubungan Pengetahuan Gizi, Kesukaan dan Faktor Lain dengan

Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di 4 SMA di Jakarta Barat Tahun 2009.

Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Bappenas. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta: Bappenas

Berg, Alan. 1986. Peran Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali.

BKKBN. 1992. Informasi Dasar Gerakan KB Nasional. Jakarta: BKKBN.

BPS. 2006. Integrasi Indikator Gizi dalam Susesnas Tahun 2005. Jakarta: BPS.

Budiyanto, M. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah

Departemen Kesehatan RI.1998. Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI

. 2000 Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota.

Jakarta: Depkes RI.

. 2000. Pedoman Kampanye Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakrta:

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI.

Page 169: Lutfi Fauji Ridwan

185

. 2002. Panduan Umum Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI

. 2003. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk Petugas). Jakarta:

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.

. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI.

. 2005. Gizi Dalam Angka Sampai Dengan Tahun 2005. Jakarta: Direktorat

Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.

. 2005. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi

Masyarakat Depkes RI.

. 2006. Buku Kader Posyandu dalam Usaha Perbaikan Gizi.Jakarta: Depkes RI.

. 2007. Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga. Jakarta:

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.

. 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta:

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.

. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta: Direktorat

Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.

. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007.

Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI.

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka

Depdiknas. 2004. Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004.

Diakses dari www.depdiknas.go.id pada tanggal 3 juli 2010.

Dhamayani, Susanti. 2005. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dan

Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Keluarga Sadar Gizi (Studi Pada

Keluarga Balita di Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman Tahun 2005). Skripsi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Dharmawati. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi

Balita di Kelurahan Pondok Cina Kota Depok Tahun 2010. Skripsi. Depok:

FKM UI

Dinkes Kota Banjar. Laporan Program Gizi Tahun 2009. Banjar: Dinas Kesehatan.

Page 170: Lutfi Fauji Ridwan

186

Emilia, E. 1998. Cara Penilaian Penerapan Pesan-Pesan Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS). Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.

Fajar, Muhammad. 2009. Hubungan Perilaku Kadarzi dengan Status Gizi Batita (12-35

bulan) di Kelurahan Sawangan Baru Kecamatan Sawangan Depok Tahun 2009.

Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Farida, Yayu Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Gabriel, Angelica. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Serta Hidup Bersih

dan Sehat Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa

Cikarawang Bogor. Skripsi. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.

Gunarsa, S. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK

Gunung Agung Mulia.

Hardinsyah. 2007. Review Determinan Keragaman Konsumsi Pangan. Jurnal Gizi dan

Pangan, vol 2 Juli 2007.

Himawan, Arif Wahyu. 2006. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi

Balita di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi.

Semarang: UNES

Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Jahari, Abas Basuni. 2004. Family Nutrition Awarness To Achieve Better Nutritional

Status For All. Disajikan dalam Simposium Nasional I Litbang Kesehatan

Jakarta: PGM Depkes RI

Joyomartono, Mulyono. 2004. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: UNNES

Press

Kartono, D dan Soekatri. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Yodium, Seng,

Mangan, Selenium. Jakarta: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII.

Khomsan, Ali. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Diktat Jurusan GMSK

Fakultas Pertanian IPB.

. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Page 171: Lutfi Fauji Ridwan

187

Khumaidi.1994. Gizi Masyarakat. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Lahlan, Milla. 2006. Tackling The Child Malnutrition Problem From What and Why to

How Much and How. Journal of Pediatric Gastroenteroloy and Nutrition Vol 43.

Marsigit, Wuri. 2004. Inventerisasi Jenis Taaman Sumber Zat Gizi yang Dibudidayakan

Petani dan Kontribusinya terhada Konsumsi Gizi Keluarga. Jurnal Akta Agrosia

Vol 7 No. 1, 23 Jan-Juni 2004

Madanijah. 2003. Model Penelitian “ 6-PSI-Sehat” bagi Ibu serta Dampaknya

Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status

Gizi Anak Usia Dini. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.

Madihah. 2002. Faktor-Faktor Predisposisi yang Berhubungan dengan Keluarga

Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi) di Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong

Kalimantan Selatan Tahun 2002. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia

Minarto. 2009. Keluarga Sadar Gizi Solusi Atasi Masalah Gizi. Diakses pada hari Senin,

07 Juni 2010 dari http://kosmo.vivanews.com/news/read/56303-

keluaga_sadar_gizi__solusi_atasi_masalah_gizi.

Misbakhudin. 2007. Hubungan Pengetahun dan Sikap Suami dengan Perilaku Keluarga

Sadar Gizi di Kota Bandung. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Pasca Sarjana

UGM.

Munadhiroh, Lina. 2009. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Gizi

Dengan Status Kadarzi di Desa Subah Kecamatan Subah Kabupaten Batang.

Skripsi. Semarang: Jurusan Kesehatan Masyarakat UNES Semarang.

Ningsih, Rena. 2008. Analisis Perilaku Sadar Gizi Ibu serta Hubungannya Dengan

Konsumsi Pangan dan Status Gizi Balita di Desa Babakan Kecamatan Dramaga

Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Rineka

Cipta.

. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Page 172: Lutfi Fauji Ridwan

188

Nurhayati. 2002. Hubungan Keterpaparan Media Massa, Orang Tua, dan Teman

Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa Kelas 3 di SLTP X Depok Tahun

2002. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Nurhayati, Ida, dkk. 2004. Hubungan Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi

Anak Bawah Dua Tahun (Baduta) di Kabupaten Purwerejo. Penelitian Makanan

dan Gizi, vol. 27, no 2.

Parsiki, M. 2002. Hubungan Pola Asuh Anak dan Faktor Lain Dengan Gizi Anak Batita

Keluarga Miskin di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera Barat Tahun

2002. Tesis. Depok: Program Studi Pasca Sarjana FKM UI.

Sayyid, Abdul Basith Muhammad. 2006. Pola Makan Rasulullah (Makanan Sehat

Berkualitas Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah). Jakarta: Al-mahira.

Sayogyo. 1995. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Sedioetama, Achmad Djaeni. 2006. Imu Gizi Jilid untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I.

Jakarta: Dian Rakyat.

Sedioetama, Achmad Djaeni. 2006. Imu Gizi Jilid untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II.

Jakarta: Dian Rakyat.

Simanjuntak, Esraida. 2009. Kajian Penerapan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) pada

Keluarga Mampu di Kelurahan Mangga dan Tidak Mampu di Kelurahan

Simalungkar B Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2009. Skripsi. Medan:

FKM USU.

Sugimah. 2009. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi

(Kadarzi) di Keluraha Labuhan Deli Medan Marelan. Tesis. Medan: Program

Pasaca Sarjana FKM USU.

Sutrisno, A. 2001. Hubungan Keluarga Mandiri Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di

Kabupaten Bengkulu Utara (Analisis Data Sekunder 2000). Skripsi. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta:

Depdiknas.

Soetjiningsih.2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 173: Lutfi Fauji Ridwan

189

Sugimah. 2009. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi

(Kadarzi) di Kelurahan Labuhan Deli Medan Marelan Tahun 2009. Tesis.

Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara

Suhardjo. 2003.Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor IPB PAU Pangan dan Gizi.

. dkk. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press

.

Sukarni, M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

Supariasa, I Dewa Nyoman dkk. 2000. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Susanto, Sunaryo. 2001. Tumbuh Kembang Otak dan Peran Zat Gizi. Disampaikan pada

Seminar ” Mencegah Generasi yang Hilang melalui MP-ASI”. Banjarmasin.

Suyatno. 1997. Partisipasi Kerja Wanita Pada Sektor Pekerjaan Formal, Implikasinya

terhadap Ekonomi Keluarga dan Pemberian Susu Ibu Pada Anak-Anak Studi di

Kodia Semarang, Jawa Tengah. Makalah disampaikan dalam seminar hasil

penelitian BBI UNDIP.

Yuliana. 2004. Pengaruh Gizi, Pengasuhan, Lingkungan terhadap Pertumbuhan dan

Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian

IPB .

Yusra. 1998. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Pasangan Usia Subur tentang Pesan-

Pesan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Tesis. Bogor: Sekolah

Pascasarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas

Pertanian IPB.

Zahrani, Yuni. 2009. Hubungan Status Kadarzi dengan Status Gizi Balita 12-59 bulan

di provnsi DI Yogyakarta dan NTT (Analisis Data Sekunder Riskesdas Tahun

2007). Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Page 174: Lutfi Fauji Ridwan

190

Page 175: Lutfi Fauji Ridwan

191

Page 176: Lutfi Fauji Ridwan

192