bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah i.pdf · salah satu bumn yang berperanan dalam...

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menghadapi tantangan era globalisasi memerlukan berbagai langkah alternatif yang bertujuan untuk memberikan kontribusi menjawab tantangan perekonomian ke depan. Salah satunya adalah mengupayakan agar produk Indonesia mampu bersaing dengan produk luar yang masuk Indonesia ataupun di pasar internasional. Menghadapi kendala tersebut, Pemerintah harus bekerja keras untuk menangani kondisi ini dengan cepat, disertai dengan semangat dan dukungan masyarakat untuk mencari jalan keluar dari krisis ekonomi sehingga mampu meningkatkan efisiensi ekonomi. Dalam konteks tersebut langkah alternatif yang dapat ditempuh diantaranya adalah memaksimalkan peran BUMN melalui format baru yang efisien. BUMN di Indonesia bergerak hampir diseluruh aspek ekonomi. Kemampuan BUMN untuk menjadi penggerak efisiensi nasional sangat diharapkan sehingga peran sebagai agen pembangunan mampu tercapai. Salah satu BUMN yang berperanan dalam perkembangan ekonomi kerakyatan adalah Pegadaian, yang kini berbentuk hukum perseroan menjadi PT.Pegadaian ( Persero) ( selanjutnya disebut Pegadaian ). Perubahan status badan hukum Pegadaian dari Perum ke PT diharapkan dapat memacu dan memicu kinerja Pegadaian lebih ekspansif lagi serta menjadi jalan untuk menawarkan saham kepada publik ( initial public offering/IPO ) sehingga kemampuan permodalan yang dimiliki Pegadaian lebih kuat dan lebih 1

Upload: vanminh

Post on 19-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Upaya pemerintah dalam menghadapi tantangan era globalisasi

memerlukan berbagai langkah alternatif yang bertujuan untuk memberikan

kontribusi menjawab tantangan perekonomian ke depan. Salah satunya adalah

mengupayakan agar produk Indonesia mampu bersaing dengan produk luar yang

masuk Indonesia ataupun di pasar internasional. Menghadapi kendala tersebut,

Pemerintah harus bekerja keras untuk menangani kondisi ini dengan cepat,

disertai dengan semangat dan dukungan masyarakat untuk mencari jalan keluar

dari krisis ekonomi sehingga mampu meningkatkan efisiensi ekonomi. Dalam

konteks tersebut langkah alternatif yang dapat ditempuh diantaranya adalah

memaksimalkan peran BUMN melalui format baru yang efisien. BUMN di

Indonesia bergerak hampir diseluruh aspek ekonomi. Kemampuan BUMN untuk

menjadi penggerak efisiensi nasional sangat diharapkan sehingga peran sebagai

agen pembangunan mampu tercapai. Salah satu BUMN yang berperanan dalam

perkembangan ekonomi kerakyatan adalah Pegadaian, yang kini berbentuk hukum

perseroan menjadi PT.Pegadaian ( Persero) ( selanjutnya disebut Pegadaian ).

Perubahan status badan hukum Pegadaian dari Perum ke PT diharapkan

dapat memacu dan memicu kinerja Pegadaian lebih ekspansif lagi serta menjadi

jalan untuk menawarkan saham kepada publik ( initial public offering/IPO )

sehingga kemampuan permodalan yang dimiliki Pegadaian lebih kuat dan lebih

1

2

besar lagi untuk melayani nasabahnya.1 Secara umum alasan perubahan badan

hukum oleh Pegadaian karena adanya pasar bisnis micro finance di Indonesia

yang sangat besar sehingga peluang bisnis ini harus ditangkap oleh Pegadaian

dengan kemampuan dan kapasitas yang lebih besar. Selain itu citra Pegadaian di

mata nasabah semakin baik dan mengakar sehingga diharapkan nasabah tetap

loyal dan bahkan semakin bertambah loyal dengan keberadaan Pegadaian yang

berstatus persero.

Dalam era perdagangan bebas dan meningkatnya kebutuhan masyarakat,

masalah daya saing dan keunggulan saing merupakan isu kunci dan sekaligus

tantangan yang berat. Banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhannya yang semakin hari semakin meningkat. Namun

adakalanya penghasilan yang diperoleh dari bekerja masih kurang dan tidak dapat

menutupi kebutuhan akan sejumlah uang terutama di saat – saat mendesak atau

tidak terduga yang harus segera dipenuhi dalam waktu yang singkat. Untuk

mengatasi masalah tersebut salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan

melalui hutang – piutang di lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank.

Kegiatan – kegiatan demikian sering dilakukan oleh Warga Negara Indonesia

pada umumnya, karena sudah menjadi kebutuhan rakyat, yang akhirnya

memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya.2 Dengan adanya perkreditan

tersebut, timbullah hubungan hutang – piutang antara para pihak, yaitu pihak

1Warta Pegadaian, edisi 160/tahun xxiii/2012.

2 Purwahid Patrik dan Kashadi, 1993, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT, Pusat

Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,

Semarang,h. 1

3

kreditur dan debitur. Pegadaian merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat

untuk melakukan pinjaman berdasarkan hukum gadai dengan prosedur pelayanan

yang mudah, aman dan cepat. Pegadaian adalah BUMN di Indonesia yang usaha

intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit/pinjaman kepada mayarakat atas

dasar hukum gadai.3 Dengan usaha ini, pemerintah melindungi rakyat kecil yang

tidak memiliki akses kedalam perbankan dan melindungi masyarakat dari

pinjaman tidak wajar. Pegadaian merupakan badan usaha milik negara yang

didirikan bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya menengah ke bawah

dalam bidang usaha gadai agar terhindar dari tengkulak ataupun semacamnya

yang menerapkan sistem bunga tinggi dan tidak jelas.

Pegadaian semakin diminati masyarakatnya karena keberadaanya memang

sangat diperlukan sebagai tempat untuk mendapatkan pendanaan secara cepat dan

mudah. Bisnis utama Pegadaian adalah KCA (Kredit Cepat Aman). Inilah

prosedur yang diterapkan Pegadaian mulai dari tahap pengajuan pinjaman

pencairan sampai pelunasan. Kalau sudah jatuh tempo tapi belum dapat dilunasi

maka Pegadaian memberi kesempatan kepada si nasabah untuk memperpanjang

pinjamannya. Demikian seterusnya Pegadaian memberikan kemudahan kepada

para nasabah dalam menebus barang atau memperpanjang jangka waktu gadai.

Untuk menjaga agar tidak sampai dilelang, Pegadaian selalu mengingatkan

kepada si nasabah baik melalui surat maupun telepon agar segera membayar

3 Warta Pegadaian,Pegadaian Untuk Usaha Mikro, edisi 161/tahun xxiii/2013 Jakarta.

4

sebelum jatuh tempo. Apabila nasabah bersangkutan tetap tidak melakukan

kewajiban pembayaran, maka barang gadainya terpaksa dilelang.4

Sesuai ketentuan yang diatur dalam PP No.51 tahun 2011 tentang

perubahan bentuk badan hukum PERUM menjadi PERSERO pasal 2 ayat (2)

ditentukan bahwa pegadaian melaksanakan kegiatan utama berupa :

1. penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek;

2. penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia;

3. pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan

logam mulia serta batu adi.

Usaha yang paling menonjol yang dilakukan pegadaian adalah KCA ( kredit cepat

dan aman ) atau yang biasa disebut dengan gadai. Dalam hal ini permasalahan

yang dibahas adalah terbatas pada produk gadai.

Hubungan hutang piutang antara debitur dengan kreditur sering disertai

dengan jaminan. Jaminan itu dapat berupa uang dan dapat pula berupa orang.

Dalam hal ini yang akan dibicarakan adalah hubungan hutang piutang dengan

jaminan benda. Dengan adanya jaminan ini, kreditur mempunyai hak atas benda

jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.

Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula berupa benda tidak

bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda

jaminan itu disebut “gadai”.5

4 Edy Sasmito, dkk, 2010, Pegadaian dan rakyat kecil, IPB Pers, Bogor, h.54-55.

5 Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, (Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad I) h. 170

5

Prinsip atas jaminan gadai yakni saat pemberi gadai menyerahkan barang

gadai kepada pihak Pegadaian, maka kekuasaan atas benda gadai tersebut beralih

kepada pihak Pegadaian yang selanjutnya disebut pihak pemegang gadai.

Penguasaan terhadap benda gadai tersebut berlangsung sampai debitur atau

nasabah melunasi hutangnya. Akan tetapi, hak menguasai barang itu tidak

meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut hasil barang yang

dipakai sebagai jaminan.6

Secara normatif, syarat jaminan yang dapat diterima di Pegadaian adalah

barang bergerak yang merupakan milik nasabah sendiri serta nasabah menjamin

bukan merupakan hasil dari kejahatan, tidak dalam obyek sengketa dan/atau sita

jaminan (Surat Bukti Kredit Pegadaian), hal ini mengacu pada ketentuan pasal

1977 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)

yang menyatakan bahwa : “terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga

maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa

yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.” Penyerahan barang jaminan

dari nasabah ke Pegadaian menimbulkan peralihan hak sesuai dengan ketentuan

bahwa , memberikan suatu barang sebagai jaminan berarti melepaskan sebagian

kekuasaan atas barang tersebut.7 Hal ini diatur dalam pasal 1155 KUHPerdata,

yaitu : “Apabila oleh para pihak telah diperjanjikan lain, jika si berhutang atau si

pemberi gadai wanprestasi, maka si kreditur berhak menjual barang gadai dengan

6Sri Soedewi Masjchocn Sofwan f, 2000, Hukum Perdata Hukum Benda, Cet. V, Liberty,

Yogyakarta, h. 98

7 R Subekti, 1982, Jaminan – Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut R. Subekti I) h. 17.

6

maksud untuk mengambil pelunasan piutang pokok, bunga dan biaya dari

pendapatan penjualan tersebut.”8 Namun pada prakteknya, sering terjadi

permasalahan dimana barang yang dijaminkan bukan milik nasabah sendiri

melainkan milik orang lain misalnya barang jaminan atas suruhan dan barang

yang diperoleh secara melawan hukum dan memperolehnya secara tidak sah,

ataupun cara lain yang dilarang oleh hukum.

Barang jaminan gadai yang bukan milik debitur diperbolehkan

berdasarkan ketentuan pasal 1152 KUHPerdata dalam arti si pemberi gadai

beritikad baik yakni dengan sepengetahuan si pemilik barang. Permasalahan yang

timbul yakni ketika barang yang dijaminkan bukan milik nasabah melainkan milik

orang lain yang diperoleh secara melawan hukum yang menyebabkan Pegadaian

mengalami kerugian, baik berupa modal kerja maupun laba akibat barang jaminan

yang diambil untuk disita kebanyakan tidak dikembalikan, lama dikembalikan

ataupun dikembalikan rusak akibat penyitaan oleh Penyidik. Merujuk pada

ketentuan yang diatur dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan

bahwa siapa yang membawa benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya, namun

dalam prakteknya di Pegadaian sering ditemukan bahwa barang jaminan yang

diserahkan bukan milik debitur dan diperoleh secara melawan hukum sehingga

menimbulkan gugatan oleh pemilik barang jaminan yang sebenarnya sehingga

mengakibatkan kerugian bagi Pegadaian karena jaminan gadai digunakan sebagai

barang sengketa di pengadilan.

8 Purwahid Patrik dan Karsadi, Op cit, h. 23

7

Dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dalam satu cabang Pegadaian di

Bali dalam kota dapat terjadi sengketa barang jaminan hingga tiga kasus. Tiap

kasus bisa meliputi kuota sepuluh atau lebih barang jaminan yang disengketakan.

Penyelesaian kasus pun tidak memerlukan waktu yang sedikit, karena

memerlukan waktu hingga mencapai putusan akhir dan pengembalian jaminan

baru dapat dilakukan setelah putusan pengadilan ditetapkan. Hal ini tentu

menyebabkan kerugian bagi finansial Pegadaian. Berdasarkan permasalahan yang

telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam

tesis ini dengan mengangkat judul : Perlindungan Hukum Terhadap PT Pegadaian

( Persero ) Dalam Hal Barang Jaminan Gadai Bukan Milik Debitur di Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang rumusan masalah tersebut diatas, maka dapat

diidentifikasikan beberapa masalah yang akan diteliti dalam tesis ini. Masalah -

masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap PT

Pegadaian ( Persero ) dalam hal barang jaminan gadai bukan milik

debitur ?

2. Bagaimanakah penyelesaian hukum apabila barang jaminan gadai bukan

milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghasilkan sebuah tulisan ilmiah yang baik, penulis menentukan

batasan pokok - pokok materi yang akan diuraikan, agar pembahasan tidak

8

menyimpang dari pokok permasalahan yang akan dibahas. Penulisan tesis ini

ruang lingkup masalahnya hanya akan dibatasi pada bentuk perlindungan hukum

atas hak - hak Pegadaian dalam hal barang jaminan gadai bukan milik debitur dan

bagaimana cara penyelesaiannya dalam hal terjadi sengketa akibat barang jaminan

yang dijaminkan bukan milik debitur.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu

sebagai berikut :

a. Pengembangan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a

process ( ilmu sebagai suatu proses ). Paradigma ilmu tidak akan berhenti

dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang perlindungan hukum

bagi PT.Pegadaian ( Persero ) di bidang perkreditan khususnya dalam hal

jaminan gadai bukan milik debitur.

b. Terwujudnya kepastian hukum berkaitan dengan penyelesaian sengketa

kepemilikan jaminan gadai.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi PT

Pegadaian (Persero) dalam hal barang jaminan gadai bukan milik

debitur.

9

b. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa terhadap barang jaminan gadai

yang diagunkan pada PT Pegadaian ( Persero ) bukan milik Debitur.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

a) Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum baik berupa konsep,

asas - asas dan prinsip - prinsip, khususnya bidang hukum jaminan berbasis

gadai yang keberadaannya sangat dibutuhkan dalam penyaluran kredit

berbasis gadai konvensional bagi rakyat kecil.

b) Menemukan adanya kepastian hukum berkaitan dengan penyelesaian

sengketa apabila jaminan yang digadaikan bukan milik debitur yang

diperoleh secara melawan hukum.

1.5.2 Manfaat Praktis

a) Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

berupa masukan baik bagi Pemerintah, Lembaga keuangan yang berbasis

gadai dan masyarakat selaku debitur, dalam rangka melaksanakan

ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, Undang - Undang No

19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

b) Memberikan kepastian atas perlindungan hukum bagi PT Pegadaian (

Persero) selaku BUMN yang ditunjuk untuk menyalurkan kredit berbasis

gadai dan fidusia.

10

1.6 Orisinalitas Penelitian

Pegadaian merupakan lembaga yang semakin dikenal masyarakat luas dan

sangat menarik untuk diulas terkait banyaknya permasalahan yang timbul dalam

pelaksanaan transaksi gadai sehari - hari. Setelah ditelusuri melalui judul - judul

tesis yang ada di Indonesia melalui penelusuran dengan media internet ditemukan

beberapa judul tesis yang menyangkut permasalahan hukum di Pegadaian.

Pertama, “Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Perjanjian Gadai di

PT. Pegadaian (Persero) Kota Semarang”, Tesis. Maria Agustina Istika Mariana,

SH. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan

hukum terhadap debitur dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak

PT. Pegadaian (Persero) terhadap benda jaminan gadai milik debitur dan untuk

mengetahui dan menganalisa konsekuensi yuridis dan tanggung jawab Pegadaian

atas wanprestasi yang disebabkan kelalaian pihak Pegadaian terhadap benda

jaminan gadai milik debitur, misalkan pemberitahuan secara person sebelum

terjadinya lelang.

Kedua, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak - Hak Nasabah Pegadaian

Dalam Hal Terjadi Pelelangan Terhadap Barang Jaminan” (Studi Kasus di PT.

Pegadaian (Persero) Cabang Surakarta) Endang Sri Suwarni : 1. Untuk

mengetahui perlindungan hukum dalam hal terjadi pelelangan terhadap Pegadaian

Cabang Surakarta. 2. Untuk mengetahui akibat hukum bila tidak dipenuhi hak-hak

nasabah jika terjadi wanprestasi dari pemegang gadai.

Ketiga, Yuliawati, RR. Dewi Puspa (2004) “Pertanggungjawaban PT.

Pegadaian (Persero) Terhadap Barang yang Digadaikan di Kota

11

Semarang”. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Adapun permasalahan yang diulas mengenai pertanggungjawaban Pegadaian

terhadap barang jaminan gadai apabila barang yang digadaikan rusak/hilang juga

membahas tanggung jawab Pegadaian apabila barang jaminan merupakan hasil

kejahatan.

Apabila dilihat dari beberapa tesis diatas, maka permasalahan yang dikaji

dalam tesis ini adalah berbeda. Dalam tesis ini yang dibahas adalah bentuk

perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero ) sebagai kreditur dalam

perjanjian gadai (KCA) karena Pegadaian sebagai BUMN yang dibentuk

Pemerintah dengan fungsi sosial yakni memberikan kredit bagi masyarakat

menengah ke bawah dengan agunan emas. Tujuan lain dari penulisan tesis ini

adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero )

dalam hal jaminan gadai yang diterima bukan milik debitur dan diperoleh secara

melawan hukum. Begitu pula lokasi studi kasus yang diuraikan dalam tesis ini

adalah PT.Pegadaian ( Persero ) kantor Wilayah Bali.

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

a. Landasan Teoritis

Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peranan sangat

besar dalam pelaksanaan penelitian adalah teori, khususnya teori hukum. Karena

teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena -

fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti. Istilah teori hukum berasal

dari bahasa Inggris yaitu theory of law. Dalam bahasa Belanda disebut

12

rechstheorie. Pengertian teori hukum menurut Bruggink adalah “suatu

keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem

konseptual aturan - aturan hukum dan putusan - putusan hukum dan sistem

tersebut untuk sebagian penting dipositifkan”. Pengertian teori hukum dalam

definisi ini bermakna ganda karena teori hukum dinyatakan sebagai produk dan

proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk sebab keseluruhan pernyataan

yang saling berkaitan merupakan hasil kegiatan teoritis dalam bidang hukum.

Sementara itu teori teoritis dikatakan sebagai proses karena perhatiannya

diarahkan pada kegiatan teoritis tentang hukum atau pada kegiatan penelitian

teoritis bidang hukum sendiri, tidak pada hasil kegiatan - kegiatan itu. Karena

teori hukum tidak hanya mengkaji tentang norma tetapi juga hukum dalam

kenyataannya. Adapun tugas teori hukum meliputi :

1. Menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan berbagai

pengertian hukum atau konsep yuridis ( konsep yang digunakan dalam

hukum).

2. Mengkaji hubungan antara hukum dengan logika;

3. Mengkaji hal - hal yang berkaitan dengan metodologi ( ajaran

metode).9

Untuk mengkaji permasalahan yang diangkat dalam tesis ini maka penulis

menggunakan beberapa teori yaitu:

9H.Salim, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.42

13

a) Teori perlindungan hukum

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk

menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan

antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga

kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia

yang berbentuk norma atau kaidah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau

kaidah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku

bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak

boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada

kaidah.10

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa wujud dari

peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada

anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi

dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga

dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai

perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang

tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.

Teori perlindungan hukum pada awal mulanya bersumber dari teori hukum

alam atau aliran hukum alam yang dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato)

dan Zeno. Menurut pendapat Fitzgerald, menyatakan bahwa: “teori pelindungan

hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan

dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan

10

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenai Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty,

Yogyakarta, h. 39

14

terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi

berbagai kepentingan di lain pihak.”11

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek

hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan

kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh

hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan

kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan

sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan

mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang

bersangkutan merasa aman. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila,

maka sistem perlindungan hukum yang dianut harus berpijak pada dasar Negara

Pancasila, yaitu tidak hanya melihat hak dan kewajiban di dalam masyarakat.

Menurut pendapat Salim H.S, teori perlindungan hukum adalah : Teori yang

mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan,

subyek hukum yang dilindungi serta obyek perlindungan yang diberikan oleh

hukum kepada subyeknya.

Unsur-unsur :

1. Adanya wujud/ bentuk/ tujuan perlindungan;

2. Subyek hukum;

3. Obyek perlindungan hukum.12

11

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53

12

Salim H.S, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta

15

Pendapat lain mengenai perlindungan hukum dikemukakan oleh Marwan

Mas bahwa perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

terhadap subjek hukum dalam bentuik perangkat hukum baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,

yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban,

kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.13

Perlindungan hukum sendiri dapat diwujudkan bila penegakan hukum

terlaksana dengan baik pada suatu negara. Menurut sosial policy dari Malaysia,

Dr. Riant Nugroho dalam bukunya yang berjudul “Public Policy for the

Developing Countries”, bahwa penegakan hukum dari suatu negara sedang

berkembang seperti Indonesia sebenarnya terletak pada Pemerintah negara itu

sendiri.

There are four models of implementation which are developed in most

developing countries : government alone, govermnent as the dominant

actor and people as minority patner, goverment as minority partner and

people as the dominant actor, and people alone. Indeed, the first

implementer is always government but we take into account to the overall

process.14

Terjemahan bebas :

(Terdapat empat model implementasi yang dikembangkan pada sebagian besar

negara berkembang : pemerintah saja, pemerintah sebagai aktor dominan dan

masyarakat sebagai mitra minoritas, pemerintah sebagai mitra minoritas dan

13

Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Bogor, h.116.

14

Riant Nugroho, 2012, Public Policy for the Developing ountries, Pustaka

Pelajar,Yogyakarta, h. 202.

16

masyarakat, sebagai aktor dominan, dan masyarakat saja. Memang, pelaksana

utama selalu pemerintah tapi kita memperhitungkan untuk keseluruhan proses).

Bagaimanapun tipe penegakan hukum yang dianut Pemerintah tetap

sebagai pemegang peranan utama dalam proses penegakan demi tercapainya

perlindungan hukum bagi masyarakatnya.

Dalam kaitannya dengan penelitian tesis ini maka teori perlindungan

hukum dipergunakan sebagai pisau analisis untuk mengkaji rumusan

permasalahan pertama yaitu untuk memberikan perlindungan hukum bagi

Pegadaian dalam hal barang yang digadaikan bukan milik debitur. Pegadaian

sebagai pihak kreditur seringkali mengalami permasalahan saat barang jaminan

gadai diperoleh secara melawan hukum. Sesuai teori perlindungan dari Salim H.S

yaitu mengkaji bentuk perlindungan berupa aturan dalam pasal 1977 KUHPerdata

ayat (1) tentang asas kebendaan bezit dan ayat (2) tentang pembatasan bezit pada

ayat (1) dengan pemberian jangka waktu tiga tahun dengan Pegadaian sebagai

subjek hukumnya serta jaminan gadai sebagai objek hukumnya. Perlindungan

hukum bagi Pegadaian selaku badan usaha milik negara yang dasar

pembentukannya ditujukan untuk membantu perekonomian masyarakat menengah

ke bawah sangat penting keberadaannya untuk Pegadaian khususnya dan

masyarakat umumnya.

b) Teori Perjanjian

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang

mana satu pihak berhak atas sesuatu terhadap pihak lain dan pihak lain

17

berkewajiban memenuhi hak atau tuntutan itu. R.Subekti memberikan definisi

perjanjian sebagai berikut :”suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk mlaksanakan suatu hal.15

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyebutkan

bahwa perjanjian adalah : Hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.16

Dalam pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata )

yang menyatakan sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih “. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat pada

pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.17

Menurut Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua

pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Ada 3 tahap :

1. Tahap pracontractual : adanya penawaran dan penerimaan;

15

R.Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, PT Internasa, Jakarta, (selanjutnya disebut R. Subekti

II), h. 1

16

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenai Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty, Yogyakarta,

h. 96 17

Ibid, h. 15.

18

2. Tahap contractual : adanya persesuaian pernyataan kehendak

antara para pihak;

3. Tahap post contractual : pelaksanaan perjanjian. 18

Tahap Perikatan atas barang yang dijaminkan nasabah kepada Pegadaian

dilakukan melalui suatu perjanjian yang disebut dengan Surat Bukti Kredit (SBK).

Perjanjian berarti adanya janji antara seseorang atau lebih untuk melaksanakan

suatu hal dan dengan adanya hubungan hukum antara seseorang atau lebih itu

timbullah perikatan karena pihak yang satu terikat dengan pihak yang lain

demikian juga sebaliknya.

Berdasarkan teori perjanjian dari Van Dunne dapat dikaji bahwa perjanjian

gadai di Pegadaian meliputi tiga tahap yakni :

1) Tahap pracontractual : adanya penawaran dan penerimaan berupa jumlah

uang pinjaman, pernyataan kehendak dan jumlah barang jaminan , sewa

modal, biaya administrasi, dan hal - hal lain yang akan dituangkan dalam

Surat Bukti Gadai ( SBG ).

2) Tahap contractual : adanya persesuaian pernyataan kehendak antara

nasabah dengan Pegadaian yaitu berupa hak dan kewajiban masing -

masing pihak yang dituangkan dalam perjanjian gadai ( SBG ) dan

ditandatangani oleh kedua pihak.

18

Salim. H.S, 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,Sinar Grafika,

Jakarta, h.16.

19

3) Tahap post contractual : pelaksanaan perjanjian gadai yakni apabila salah

satu pihak wanprestasi maka pihak lainnya dapat melakukan hal sesuai

yang diatur dalam perjanjian gadai.

c. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum pada dasarnya mengandung dua pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua , berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa

pasal - pasal dalam undang - undang melainkan juga adanya konsistensi dalam

putusan hakim antara putusan hakim yang satu dan putusan hakim lainnya untuk

kasus serupa yang telah diputuskan.19

Kepastian hukum menurut Van Apeldoorn ( dikutip dari pendapat Peter

Mahmud Marzuki dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi “ ) adalah

meliputi dua hal sebagai berikut :

a) Kepastian hukum adalah hal yang dapat ditentukan ( bepaalbaarheid )

dari hukum, dalam hal - hal yang konkrit. Pihak - pihak pencari

keadilan ( yustisiabelen) ingin mengetahui apakah hukum dalam

dalam suatu keadaan hal tertentu, sebelum ia memulai dengan perkara

;

19

Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Kencana, Bandung,

h.135.

20

b) Kepastian hukum berarti pula keamanan hukum artinya melindungi

para pihak terhadap kewenang - wenangan hakim .

Menurut Roscoe Pound dikatakan bahwa kepastian hukum adalah

predictability yang artinya terukur dan dapat diperhitungkan.20

Konsep kepastian

hukum pada dasarnya menekankan pada penegakan hukum yang berdasarkan

pembuktian secara formil, artinya suatu perbuatan baru dapat dikategorikan

sebagai pelanggaran hanya jika melanggar suatu aturan tertulis tertentu.

Pegadaian sebagai pihak kreditur, untuk mendapat kepastian pengembalian

uangnya dapat meminta kepada pihak nasabah atau debitur untuk mengadakan

perjanjian tambahan yang menunjuk barang – barang bergerak kepunyaan

nasabah/debitur sebagai jaminan atas pelunasan utangnya. Dengan adanya

jaminan tersebut maka apabila debitur lalai mengembalikan pinjaman, kreditur

dapat menjual barang – barang yang dijadikan jaminan dan mengambil

sebagian/seluruh hasil penjualan untuk melunasi utang debitur.21

Menurut Mariam

Darus Badrulzaman arti jaminan itu sendiri berarti kekayaan yang dapat diikat

sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit

tidak melunasi hutangnya.22

Berdasarkan teori kepastian hukum Van Apeldoorn yang dijabarkan diatas

dalam kajiannya dengan permasalahan kedua yaitu penyelesaian hukum dalam hal

20

Ibid, h.137.

21

Oey Hoey Tiong, 1984, Fiducia Sebagai Jaminan (Fiducia Sebagai Jaminan Unsur –

Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 8

22

Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Cet. Ke 5, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 28

21

barang jaminan gadai bukan milik debitu yang diperoleh secara melawan hukum,

yakni pihak pencari keadilan ( polisi, jaksa dan hakim ) berdasarkan kepada

ketentuan pasal 1977 ayat (1) dan (2) KUHPerdata di dalam menelaah sengketa

tersebut. Dalam ayat (1) Pegadaian diberikan perlindungan dalam hal barang

jaminan gadai bahwa siapa yang membawa dianggap sebagai pemiliknya. Namun

dalam ayat (2) diberikan pembatasan bahwa pemilik sebenarnya dapat menggugat

kepemilikannya dalam jangka waktu tiga tahun sejak bendanya tersebut hilang

atau dicuri. Pembatasan dengan jangka waktu yang terlalu lama ini tidak

memberikan Pegadaian kepastian hukum karena memungkinkan penyitaan

jaminan gadai apabila terlibat sengketa hukum. Dalam hal tersebut maka

kepastian hukum dalam arti keamanan hukum bagi Pegadaian tidak terlaksana

karena jaminan gadai akan disita setiap timbul sengketa akibat jaminan gadai

bukan milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum.

d. Teori Kerugian

Teori lain yang dipergunakan adalah teori kerugian, menurut Huala Adolf

bahwa kesepakatan itu adalah mengikat karena para pihak telah menyatakan

dirinya untuk mengandalkan para pihak yang menerima janji dengan akibat

adanya kerugian. Dengan kata lain pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan

kerugian. Kontrak perjanjian yang merupakan persetujuan para pihak melahirkan

hak dan kewajiban yang dipenuhi para pihak yang terikat dalam perjanjian

tersebut. Akibat dari pertukaran hak dan kewajiban tersebut akan menimbulkan

tanggung jawab tersebut. Dalam hukum internasional, setiap perbuatan yang

22

merugikan pihak lainnya harus bertanggungjawab dengan cara membayar ganti

rugi.23

Teori ini berkaitan dengan permasalahan kedua yakni penyelesaian hukum

dalam hal barang jaminan gadai bukan milik debitur dan diperoleh secara

melawan hukum. Keberadaan jaminan gadai yang diagunkan oleh nasabah selaku

pihak kreditur, apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak tersebut akan

mengalami kerugian atas ingkarnya terhadap perjanjian gadai yang telah

disepakati. Dalam permasalahan ini saat jaminan gadai disita menyebabkan

Pegadaian mengalami kerugian baik modal maupun sewa modal yang berjalan,

sehingga Pegadaian berhak atas ganti rugi dari pihak nasabah yang melakukan

perikatan dengan Pegadaian melalui Surat Bukti Gadai ( SBG ). Pada umumnya

setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatan hukumnya, berarti ada

keterikatan berupa tanggung jawab hukum (legal liability ) terhadap ketentuan -

ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara debiur dengan kreditur.

Kerugian tentunya berkaitan juga dengan tanggungjawab.

Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang

perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata.

Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut : “Setiap

perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada

orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian

itu mengganti kerugian”

23

Huala Adolf, 2002, .Aspek - Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, cetakan III,

Rajawali Pers, jakarta, h.87.

23

Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang

baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka

harus dipenuhi unsur “kerugian” yang ditimbulkan.24

Dalam pengertian bahwa

kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:

a. Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari

kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya

diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan

melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk

kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya

diperoleh.

b. Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat

menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan

kehilangan kesenangan hidup.

Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus

dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya yang

dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika

terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti

rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan

tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan datang.

24

Law Community, Perbuatan Melawan Hukum,

http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perbuatan-melawan-hukum/, diunduh pada 25 Juni

2014

24

1. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk

memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum

dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu :

a. Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang

melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika

perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang

dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua

syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).

b. Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya

bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan

sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.

Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak

merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan

hukum. Dalam kaitannya dengan permasalahan kedua yang dibahas pada

penelitian tesis ini, dimana kerugian diakibatkan debitur tidak melaksanakan

kewajibannya untuk melunasi kredit yang telah diberikan oleh pihak Pegadaian

dan barang jaminan yang dipergunakan adalah milik orang lain.

25

b. Kerangka berpikir

Teori

Perlindungan

Hukum

Teori

Kepastian

Hukum

Teori

Kerugian

Teori

Perjanjian

UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) : Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan ayat (2) :

Cabang - cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara

UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 2

angka 1 : maksud dan tujuan didirikan BUMN

UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

PP No. 51 tahun 2011 tentang PT Pegadaian ( Persero ) Pasal 2 ayat (1) tentang

maksud dan tujuan Pegadaian adalah untuk melakukan usaha dibidang gadai dan

fidusia baik secara konvensional maupun syariah dan jasa lainnya di bidang

keuangan

Landasan Teori

26

Berdasarkan landasan teori mengacu pada pengkajian permasalahan dapat

diajukan kerangka berfikir, bahwa Pegadaian adalah sebagai subjek hukum yang

juga berhak mendapat perlindungan hukum atas hak - haknya sesuai dengan

perjanjian gadai yang diadakan dengan debitur. Pegadaian selaku badan usaha

milik negara melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan pasal 33

ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara khususnya pasal 2 angka 1 yang mengatur bahwa maksud dan

tujuan didirikan BUMN adalah :

memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan

penerimaan negara pada khususnya; mengejar keuntungan;

menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang

banyak; serta turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada

pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Keberadaan Pegadaian sebagai BUMN diatur tersendiri dalam PP yang terbaru

yakni dalam Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2011. Debitur beserta jaminan

gadai otomatis terikat dengan disetujuinya perjanjian berupa surat bukti kredit,

dimana isinya disesuaikan dengan hukum gadai yang tertuang dalam

KUHPerdata. Begitu pula halnya dengan jaminan gadai yang diterima di

Pegadaian kepemilikannya mengacu pada asas kebendaan sesuai yang diatur

dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Berdasarkan pada asas kebendaan dan itikad baik,

maka siapa yang membawa jaminan gadai ke Pegadaian untuk digadaikan

dianggap sebagai pemiliknya, kecuali pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik

barang dapat membuktikan hak miliknya itu, sesuai yang diatur dalam pasal 572

27

KUHPerdata. Keberadaan perjanjian atas jaminan gadai antara Pegadaian sebagai

kreditur dengan nasabah sebagai debitur berfungsi sebagai hukum dan mengikat

para pihak demi adanya kepastian hukum bagi para pihak.

Dalam Peraturan Direksi No 5 Tahun 2014 tentang SOP Pegadaian untuk

kredit cepat dan aman ( KCA ) menentukan bahwa bukti kepemilikan barang

jaminan ( BJ ) dibagi menjadi :

1. Bukti kepemilikan untuk BJ yang terdaftar pada Register Negara yaitu

bukti kepemilikan barang yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang

menurut perundang - undangan yang berlaku, misalnya kendaraan

bermotor dibuktikan dengan adanya BPKB ( Bukti Pemilik Kendaraan

Bermotor ) dan bukti lainnya.

2. Bukti kepemilikan untuk BJ yang tidak terdaftar pada Register Negara,

maka untuk BJ jenis ini berlaku ketentuan pasal 1977 KUHPerdata yaitu

terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang

tidak harus harus divayar kepada si pembawa, maka barang siapa yang

menguasainya dianggap sebagai pemiliknya, misalnya : emas, berlian,alat

elektronik dan sebagainya.

PT Pegadaian ( Persero ) sebagai pihak kreditur seringkali mengalami

sengketa saat barang jaminan gadai yang diagunankan ternyata adalah hasil

pencurian sehingga diduga sebagai penadahan. Hal ini tentu menyebabkan

kerugian bagi Pegadaian seusai dengan teori kerugian bahwa kesepakatan itu

adalah mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan

para pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain

28

pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan kerugian. Pegadaian yang telah

memberikan kredit dengan jaminan akan mengalami kerugian saat jaminan yang

disengketakan disita oleh Penyidik dan tidak dikembalikan kepada Pegadaian.

Perlindungan hukum bagi Pegadaian selaku badan usaha milik negara

yang dasar pembentukannya ditujukan untuk membantu perekonomian

masyarakat menengah ke bawah khususnya penyaluran kredit menengah ke

bawah sangat penting keberadaannya untuk Pegadaian khususnya dan masyarakat

umumnya. Perlindungan hukum terwujud apabila efektifitas berfungsinya hukum

dalam suatu masyarakat erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat itu

sendiri. kesadaran hukum warga masyarakat berimplikasi pada penegakan hukum

pada masyarakat tersebut. Menurut Soerjono Soekanto, menegaskan aplikasi

pendekatan sistim penegakan hukum terletak pada faktor - faktor yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri;

2. Faktor penegak hukumnya, yakni pihak - pihak yang membentuk yang

menerapkan hukum;

3. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum itu berlaku atau

diterapkan;

4. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum;

5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya dan karsa yang didasari oleh

rasa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan

tolak ukur efektifitas hukum dan penegakan atas perlindungan hukum. Upaya

perlindungan hukum secara preventif adalah melalui perjanjian baku dalam surat

29

bukti kredit, sedangkan upaya perlindungan represif dapat dilakukan dengan cara

menggunakan jalur litigasi yaitu penyelesaian dan pembuktian di pengadilan

negeri setempat.

1.8 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Objek penelitian dalam ilmu hukum adalah norma atau kaedah hukum.

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan atuan hukum, prinsip -

prinsip hukum, maupun doktrin - doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.25

Jenis penelitian

yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah jenis penelitian hukum empiris,

yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai

pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-

Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum

yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).26

Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal

Research memberikan pendapatnya mengenai penelitian hukum yaitu:“legal

research is an essential component of legal practice. It is the process of finding

the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”27

25 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, jakarta, h.35.

26

Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,

(selanjutnyadisebut Abdulkadir Muhammad I) h. 134.

27

Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul

Minn, Printed in the United States of America, page 1.

30

yang artinya bahwa penelitian hukum yang berdasarkan kaidah perundang-

undangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara praktek.

Penelitian ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada

peristiwa hukum in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan ketentuan Undang-

Undang atau kontrak telah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak

sehingga para pihak yang berkepentingan mencapai tujuannnya. Penelitian yuridis

empiris harus dilakukan di lapangan dengan metode dan teknik penelitian

lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak

yang berkaitan langsung. Dalam tesis ini penelitian dilaksanakan di PT Pegadaian

(Persero) Kanwil Denpasar di Bali.

b. Sifat Penelitian

Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap PT Pegadaian ( Persero ) Dalam

Hal Barang Jaminan Gadai Bukan Milik Debitur di Bali adalah penelitian yang

bersifat deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat - sifat

individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan

penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau

untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala atau untuk

menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam

masyarakat.28

28

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

GrafindoPersada, Jakarta, h. 25.

31

c. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang

dilakukan langsung didalam masyarakat.29

Sumber data primer yang

diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi

di Kota Denpasar, Provinsi Bali, yaitu dengan melakukan penelitian pada

PT Pegadaian (Persero) Kanwil Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan

cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada

pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang

memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang

diketahuinya. Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk

mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau

individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang

terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.30

2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library

Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:31

i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari :

29

Ibid, h. 156

30

Ibid, h. 174

31

Ronny Hanitijo Soemitro, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

Jakarta, h. 24.

32

(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

(b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

(c) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara;

(d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang PT.

Pegadaian;

ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-

buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-

dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.

iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan

ensiklopedi.32

d. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

(a) Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian meliputi kantor - kantor cabang PT

Pegadaian ( Persero ) di Bali yang pernah mengalami kasus bahwa

jaminan gadai yang ternyata merupakan hasil kejahatan, PT

Pegadaian ( Persero ) Kanwil VII Denpasar khususnya bagian L.O (

Legal Officer ) sebagai bagian perlindungan hukum dari perusahaan

tersebut, sehingga lokasi tersebut memenuhi kriteria yang diperlukan

dan dapat mewakili karakteristik penelitian yang dilakukan.

32

Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

h. 120

33

(b) Teknik Pengambilan Sampel

Secara metodologis, teknik pengambilan sample dapat dibedakan

menjadi teknik probility sampling dan teknik non probility sampling.

Salah satu teknik dari non probility sampling adalah secara proposite

sampling yang mana sample dipilih berdasarkan

pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian jadi dalam hal ini

peneliti menentukan sendiri responden dan informan mana yang

dianggap dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini, responden

dan informan yang akan dipilih menjadi sample adalah responden

yang memenuhi karakteristik pemilihan masalah, meliputi para

pegawai kantor - kantor cabang dibawah Kantor Wilayah Denpasar

yang pernah dipanggil bersaksi perihal jaminan gadainya adalah

barang curian, pihak ketiga sebagai pemilik sebenarnya dari jaminan

gadai, pihak - pihak dari instansi terkait seperti Legal Officer sebagai

pemberi perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero ).

e. Teknik Pengumpulan Data

(a) Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi

kepustakaan (dokumentasi) yaitu serangkaian usaha untuk

memperoleh data dengan cara membaca, menelaah,

mengklasifikasikan dan dilakukan pemahaman terhadap bahan -

bahan yang berupa peraturan, konvensi serta buku - buku literatur

yang ada relevansinya dengan permasalahan diatas, hasil dari kegiatan

34

pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis

sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen.

(b) Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan studi lapangan

yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung

ke lapangan untuk melakukan observasi ( pengamatan ) dan interview.

Interview adalah mengajukan pertanyaan - pertanyaan, emminta

keterangan dan penjelasan - penjelasan sambil menilai jawaban -

jawabannya, sekaligus interviewer mengadakan paraphrase,

mengingat dan mencatat jawaban - jawabannya.33

Dalam penelitian

ini teknik pengumpulan data primer hanya dilakukan dengan

wawancara mendalam/interview terhadap Pegawai PT Pegadaian (

Persero ) di Bali.

f. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data

di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.34

Setelah data dikumpulkan

kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan

antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang

bersifat saling menunjang antara teori dan praktik.

33

Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit, h. 72.

34

Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72.

35

g. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan

metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat

yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.35

Dalam

metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali

secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum

dalam penelitian ini.

35Suharsini Arikunto, 2001, Prosedur Penelitian, Cetakan Ke empat, Bina Aksara, Jakarta,

h. 194.