bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah indonesia

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik seperti yang telah disebutkan didalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Indonesia disebut sebagai Negara kesatuan karena terdiri dari beberapa pulau kecil dan pulau besar yang tersebar di wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke yang kaya dengan sumber daya alam di dalamnya.Mengingat Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang wilayahnya sangat besar sehingga menyebabkan Indonesia terdiri dari beberapa Provinsi yang memiliki luas wilayah berbeda dan pemerintahan berbeda juga antara Provinsi satu dengan Provinsi lainnya.Di dalam menyelenggarakan pemerintahannya, pemerintah daerah diberi wewenang penuh oleh pemerintah pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.Jadi pemerintah daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur urusan pemerintahan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi.Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas daripada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga 1

Upload: leanh

Post on 30-Dec-2016

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik seperti

yang telah disebutkan didalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara

Kesatuan yang berbentuk Republik”. Indonesia disebut sebagai Negara kesatuan

karena terdiri dari beberapa pulau kecil dan pulau besar yang tersebar di wilayah

Indonesia dari sabang sampai merauke yang kaya dengan sumber daya alam di

dalamnya.Mengingat Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang

wilayahnya sangat besar sehingga menyebabkan Indonesia terdiri dari beberapa

Provinsi yang memiliki luas wilayah berbeda dan pemerintahan berbeda juga

antara Provinsi satu dengan Provinsi lainnya.Di dalam menyelenggarakan

pemerintahannya, pemerintah daerah diberi wewenang penuh oleh pemerintah

pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.Jadi pemerintah daerah diberi

kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur urusan pemerintahan menurut

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah

tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara

federasi.Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas daripada di Negara

yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

2

daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali

beberapa urusan yang dipegang oleh pemerintah pusat.1

Pelaksanaan otonomi daerah di atur di dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bunyinya

“Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota mengatur sendiri

urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kalau

diperhatikan bunyi pasal tersebut bahwa pemerintah pusat memberikan

pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Selanjutnya pengertian dari otonomi daerah di atur didalam Pasal 1 ayat 6

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang

bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia”. Sebelumnya pengertian otonomi daerah diatur didalam Pasal 1 ayat 5

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang

bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”.

Kalau kita lihat pengertian otonomi daerah dari pasal tersebut diatas ada

sedikit perubahan, sebelumya pemerintah daerah diberi kewenangan penuh oleh

1.Winarna Surya Adisubrata, 1999, Otonomi Daerah di Era Reformasi, Upp amp

ykpn, Yogyakarta, h.1.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

3

pemerintahan pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan di dalam undang-

undang ini, setelah Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah diganti menjadi Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, pengertian tentang otonomi daerah sedikit ada perubahan yaitu pemberian

otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip

negara kesatuan. Dalam Negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada

pemerintahan negara atau pemerintahan pusat dan tidak ada kedaulatan pada

daerah. Jadi seluas apapun otonomi yang diberikan kepada daerah tanggung jawab

akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap ada ditangan pemerintahan

pusat.Untuk itu pemerintahan Daerah pada Negara kesatuan merupakan satu

kesatuan dengan pemerintahan pusat, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan

oleh daerah merupakan bagian integral dari kebijakan pusat.Dalam membicarakan

hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahdaerah , perlu diperhatikan

bahwa di daerah kita dapatkan dua jenis pemerintahan, yakni pemerintah dari

daerah otonom yang diadakan sebagai pelaksanaan asas desentralisasi teritorial

dan pemerintah dari wilayah administratif yang diadakan sebagai pelaksanaan

asas dekosentrasi.2

Hubungan antara pemerintah pusat danpemerintah daerah harus

diselenggarakan sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip tersebut di atas itu

2.Irawan Soejito, 1990, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

Rineka cipta, Jakarta, h. 182.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

4

dapat dipelihara dan dilaksanakan sepenuhnya.3Asas yang digunakan pedoman

oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah asas

desentralisasi.Menurut Hanif Nurcholis, asas desentralisasi merupakan bentuk

pelimpahan kekuasaan Perundangan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom

di lingkungannya.4Dalam sistem desentralisasi, sebagian dari kewenangan

pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.

Desentralisasi kewenangan itu dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dalam

beberapa bentuk, misalnya dalam bentuk:

a. Desentralisasi teritorial;

b. Desentralisasi fungsional, termasuk desentralisasi menurut dinas/kepentingan;

c. Desentralisasi administratif atau yang lazim disebut dekonsentrasi.5

Prinsip otonomi daerah yang dijalankan oleh pemerintahan daerah tidak

hanya sampai pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota saja, tetapi diterapkan

juga sampai ke tingkat Kecamatan, tingkat Kelurahan dan tingkat Pedesaan. Hal

ini bertujuan agar kewenangan atau kebijakan yang dibentuk dan disalurkan dari

pemerintah pusat dapat juga dirasakan oleh masyarakat yang berada di

Desa.Pemerintahan desa sebagai unsur pemerintahan paling dasar di daerah sangat

berperan aktif dalam melaksanakan prinsip otonomi daerah yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal ini daerah

otonom.Pemerintahan desa dikatakan sangat berperan aktif karena dianggap

3.Ibid, h. 186.

4.Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah,

Grasindo, Jakarta, h.3.

5.Irawan Soejito, op.cit, h. 29.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

5

sebagai elemen dasar yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat dan

kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan langsung dirasakan oleh masyarakat.

Pengertian tentang pemerintahan desa diatur di dalam Ketentuan Umum

Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang bunyinya

“Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia”. Pemerintahan desa merupakan penyelenggaran

pemerintahan yang kedudukan paling terendah yang mempunyai kewenangan

didalam mengatur kepentingan masyarakat setempat yang ada di

wilayahnya.Didalam menjalankan pemerintahannya, pemerintahan desa terdiri

atas Pemerintah Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

yang mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda.

Pemerintahan desa sangat berperan aktif dalam menyelenggarakan

pembangunandesa. Agar pembangunan desa tersebut terarah dan terpadu maka

harus diselenggarakan berdasarkan atau menurut ketentuan, aturan atau pedoman-

pedoman yang telah berlaku. Di dalam menyelenggarakan pembangunan tersebut

pemerintahan desa diberikan kewenangan penuh dalam pelaksanaannya,

kewenangan itu disebut dengan otonomi desa karena desa mempunyai hak dan

wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.Dalam rangka

melaksanakan urusan-urusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Kepala

Desa bertanggung jawab kepada rakyat (masyarakat desa) melalui Badan

Permusyawaratan Desa dan kemudian menyampaikan laporan mengenai

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

6

pelaksanaan tugasnya tersebut kepada pemerintahan yang ada diatasnya baik

pemerintahan Kecamatan atau pemerintahan Kabupaten/Kota.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang merupakan

perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, didalam

menjalankan pemerintahannya Kepala Desa harus dapat koordinasi terlebih

dahulu dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan Peraturan Desa

dan segala jenis kegiatannya lainnya bertujuan agar setiap tindakan dan bentuk

keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa tidak bertentangan dengan

keinginan dan adat istiadat di dalam masyarakat desa.

Setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsi

dan kewenangan diatur didalam pasal 55 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa yang bunyinya:

Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala

Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan

c. Melakukan Pengawasan kinerja kepala Desa.

Dari fungsi BPD tersebut menjadikan BPD sebagai lembaga yang turut

menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa karena kedudukan

BPD sejajar dengan pemerintah desa kalau dilihat fungsi dan wewenangnya yaitu

fungsi legislasi, menjaring aspirasi masyarakat dan pengawasan. Fungsi

pengawasan disini adalah mencakup pengawasan terhadap semua kinerja yang

dilakukan oleh Kepala Desa, pengawasan tersebut meliputi pengawasan terhadap

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

7

Peraturan pemerintah desa, keputusan Kepala Desa serta program kerja desa yaitu

bagian dari pelaksanaan peraturan desa oleh pemerintah desa.

Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan khususnya terhadap

kinerja Kepala Desa merupakan salah satu alasan BPD dibentuk.Upaya

pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa dimaksudkan mencegah adanya

penyelewengan atas kewenangan yang dilakukan oleh Kepala Desa.Adapun

pelaksanaan fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap

Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan dikatakan kurang optimal. Misalnya

dalam hal pengawasan terhadap tugas Kepala Desa di dalam melaksanakan

program kerja desa. Dikatakan Pengawasan BPD kurang optimal karena program

kerja desa dalam bidangpembangunan desa yang ada di Desa Antap Kecamatan

Selemadeg Kabupaten Tabanan terjadi ketimpangan dan tidak merata di masing-

masing wilayah Desa Antap, pembangunan lebih dominan di pusat pemerintahan

dan tempat asal Kepala Desa. Padahal dalam program kerja yang dibahas oleh

Kepala Desa bersama BPD pada saat pembuatan APBDes dan perencanaan

pembangunan desa sudah ada pemerataan pembangunan, tetapi realisasi program

kerja tersebut tidak semua berjalan dengan baik.

Dengan fungsi dan wewenangnya BPD seharusnya aktif dalam melakukan

pengawasan supaya pembangunan bisa merata di setiap wilayah desa.Apalagi

seteleh Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan setiap desa akan

mendapat banyak dana dari pemerintah pusat hal tersebut diamanatkan di dalam

Pasal 72 ayat 2 yang bunyinya :” Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

8

ayat (1) huruf b bersumber dari belanja pusat dengan mengefektikan program

yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan”

Kalau di lihat dari penjelasan pasal 72 ayat 2 tersebut dikatakan bahwa

“besaran alokasi anggaran yang diperuntukannya langsung ke Desa ditentukan 10

(Sepuluh perseratus) dari dan di luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap.

Anggaran yang bersumber dari anggaran Pendapatan dan belanja Negara dihitung

berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat

kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan

pembangunan desa”. Jadi menurut bunyi pasal diatas setiap desa akan

mendapatkan alokasi angaran dana yang cukup besar dari Negara dan Pemerintah

Daerah.Badan Permusyawaratan Desamempunyai beberapa fungsi dan wewenang

melakukan pengawasan, diantaranya pengawasan dalam pelaksanaan peraturan

desa, anggaran pendapatan dan belanja desa, keputusan Kepala Desa dan

pembangunan yang dilakukan oleh desa.Badan Permusyawaratan Desa yang

anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan

wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis mempunyai tanggung

jawab penuh terhadap masyarakat, sudah seharusnya melaksanakan pengawasan

yang transaparan kepada masyarakat.Sehingga tidak ada penyelewengan yang

dilakukan oleh Kepala Desa terkait dengan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran

pendapatan dan belanja desa, keputusan Kepala Desa dan pembangunan yang

dilaksanakan di desa.

Atas dasar itu penulis merasa tertarik untuk meneliti fungsi Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan terhadap

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

9

kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan,

maka daripada itu penulis melakukan penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi

dengan judul “PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) TERHADAP KINERJA KEPALA

DESA DI DESA ANTAP KECAMATAN SELEMADEG KABUPATEN

TABANAN”

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa

Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan?

2. Apakah kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Agar tidak terjadi pembahasan yang berkelebihan dan supaya ada

kesesuaian antara pembahasan dengan permasalahan, maka perlu diberikan

batasan terhadap permasalahan yang dibahas. Berkaitan dengan masalah yang

dirumuskan, maka pembatasan dibatasi hanya mengenai peran Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala

Desa di desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten dan kendala-kendala yang

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

10

ditemukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan

pengawasan terhadap kinerja kepala desa.

1.4. Orisinalitas

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 3 (tiga) skripsi ilmu hukum

terdahulu melalui penelusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum

Universitas Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan

untuk menghindari terjadinya plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini

memang hasil karya dan pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis

maksud adalah:

No Judul Penulis Rumusan Masalah

1 Kedudukan dan

Kewenangan Pemerintah

Kecamatan Menurut

Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah

Anak Agung

Ngurah Fajar

Nugraha

Pandji

1. Apakah Kedudukan

pemerintah Kecamatan sebagai

perangkat Daerah dapat

disamakan dengan Dinas

Daerah menurut Undang-

Undang 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah?

2. Apakah ada pelimpahan

kewenangan dari

Bupati/Walikota atau

pemerintah Kabupaten/Kota

kepada pemerintah Kecamatan?

2 Hubungan Fungsional

Antara Kepala Desa

Dengan Badan

Permusyawaratan Desa

Dalam Pembuatan

Peraturan Desa di Desa

Sumerta Kelod Kota

Denpasar

I Wayan

Artawan

Purnata

1.Bagaimana Hubungan

Fungsional antara Kepala Desa

dengan Badan

Permusyawaratan Desa dapat

berlangsung dalam rangka

pembentukan Peraturan Desa?

2.Hambatan-hambatanapa yang

ditemui dalam pembentukan

Peraturan Desa yang dibuat

oleh Kepala Desa dengan

Badan Permusyawaratan Desa?

3 Pertanggungjawaban

Kepala Desa Pemecutan

A.A. SG.

Bulan

1.Bagaimanakah pelaksanaan

tugas dan kewajiban Kepala

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

11

Kaja Dalam

Pembangunan Desa

Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 32

Tahun 2004

Wasundari Desa dalam pembangunan Desa

di Desa Pemecutan Kaja?

2.Bagaimanakah konsekwensi

yuridis terhadap

pertanggungjawaban Kepala

Desa

1.5. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum daripada penulisan penelitian skripsi ini adalah:

1. Sebagai syarat untuk memenuhi kewajiban dalam memperoleh gelar

Sarjana Hukum.

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

3. Untuk menambah pengetahuan tentang ilmu hukum dan

mengembangkan daya nalar mahasiswa secara tertulis dalam menulis,

menganalisis dan mendeskripsikan teori-teori yang didapat selama

perkuliahan.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa

Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan

terhadap Kinerja Kepala Desa.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

12

1.5. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan memahami

peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) didalam melaksanakan pengawasan

terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten

Tabanan dan Kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) di dalam melaksanakan Pengawasan.

b. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini ialah agar kita dapat mengetahui secara

jelas peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)melaksanakan

pengawasanterhadap kinerja Kepala Desa di dalam menjalankan roda

Pemerintahan di Desa.

1.6. Landasan Teoritis.

1.6.1. Teori Negara Hukum

Indonesia sebagai Negara Hukum secara eksplisit telah dituangkan pada

Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Negara hukum

dalam arti material yang juga diistilahkan dengan Negara Kesejahteraan (Welfare

State, Welfaarstaaf) atau “Negara Kemakmuran”.6

6.E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara, FHPM Univ. Negeri

Padjajaran, Bandung, h. 21-22.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

13

Ada beberapa konsekwensi yang muncul di dalam Negara kesejahteraan,

seperti semakin banyak tindak pemerintahan yang dilakukan oleh organ-organ

pemerintah, tugas-tugas Negara menjadi semakin komplek baik yang ada

ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah. Dengan kata lain, pemerintah dituntut

untuk turut serta secara aktif dalam berbagai kehidupan rakyatnya, sehingga

adanya perwakilan pemerintahan yang terdekat dengan rakyat sangat dibutuhkan

keberadaannya dalam Negara Indonesia yang sangat luas ini.Pemerintahan tidak

hanya sampai di Daerah tetapi juga sampai ditingkat Kecamatan dan yang paling

terdekat adalah di Desa yaitu Pemerintahan Desa.

Menurut Friedrich Julius Stahl, salah seorang pemikir sistem Hukum

Eropa Kontinental, memberikan ciri-ciri rechstaat yang di Indonesia

diterjemahkan dengan istilah Negara Hukum, terdiri dari :

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi

manusia yang biasa dikenal dengan trias politika

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.7

Sedangkan menurut AV Dicey yang dikenal penganut Hukum sistem

Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of Law ditunjukkan dengan adanya:

a. Supremsi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan

sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.

b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun

bagi pejabat.

c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusan-

keputusan pengadilan.8

7.Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo, h.3.

8.Ibid.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

14

Di Indonesia konsep Negara Hukum merupakan terjemahannya dari rechtstaat,

namun pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian Negara Hukum pada

umumnya dengan tetap menyesuaikannya dengan keadaan di Indonesia. Dengan

kata lain, konsep Negara Hukum di Indonesia disesuaikan dengan ukuran

pandangan hidup maupun pandangan bernegara dari rakyat Indonesia yang

berdasarkan Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa

Indonesia.

Negara yang menganut Negara Hukum dalam melaksanakan

pemerintahannya harus berdasarkan oleh Peraturaan Perundang-undangan yang

berlaku.Dalam hal kedudukan dan kewenangan Pemerintahan Desa dalam

menjalankan sistem otonomi Desa tidak terlepas dari kewenangan Negara dalam

memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintah Daerah. Dalam hal

pemberian kekuasaan otonomi Daerah oleh Negara tidak lepas dari kekuasaan

yang melekat pada Negara, hal ini tercermin dalam Undang-undang Dasar Negara

Indonesia Tahun 1945 terdapat didalam Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: “Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi dan Daerah

Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten,

dan Kota itu mempunyai pemerintahan Daerah, yang diatur dengan Undang-

undang”.

Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyebutkan bahwa: “Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan

Kota mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan”. Sedangkan pengaturan mengenai Desa diatur oleh Negara dalam

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

15

Pasal 18 B ayat (1) yang berbunyi: “ Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Negara mengakui secara yuridis

kedudukan dan eksistensi masyarakat Desa sesuai dengan yang tercantum dalam

uraian Pasal 18 di atas.Dari Pasal 18 diatas dapat dilihat pembagian wilayah

desentralisasi teritorial oleh Negara kedalam wilayah Provinsi dan Kabupaten.

Pengaturan tentang pemerintahan Desa juga diatur didalam Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat didalam

Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota”.

Pembagian sistem pemerintahan ini juga selanjutnya dipertegas kembali dalam

Pasal 371 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi: “Dalam

Daerah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Desa”

1.6.2. Teori Kewenangan

Dalam ketatanegaraan dikenal jenis pelimpahan wewenang yaitu atribusi,

delegasi dan mandat. Atribusi Dalam Kamus Istilah Hukum Belanda Indonesia

dikatakan atribusi (attributie) bermakna pembagian (kekuasaan), seperti kata

attribute van rechtsmacht mengandung arti pembagian kekuasaan kepada

berbagai instansi (absolute competentie atau kewenangan mutlak lawan dari

distributie van rechtmacht).9Substansi atribusi adalah menciptakan suatu

9.N.E. Algra et. al., 1983, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda

Indonesia, Binacipta, Jakarta, h.38.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

16

wewenang dimaksudkan untuk melengkapi organ pemerintahan dengan penguasa

pemerintah dan wewenang-wewenangnya.10

Kewenangan atribusi hanya dapat

dilakukan oleh pembentuk undang-undang (legislator) yang orisinil. Hal yang

sama, seperti tertuang dalam Algement Bepalinge van Administratief Recht,

kewenangan atribusi yaitu undang-undang (dalam arti material) menyerahkan

wewenang-wewenang tertentu kepada organ tertentu.11

Dalam teori kewenangan juga dikenal pelimpahan kewenangan dengan

cara delegasi. Proses pelimpahan kewenangan secara delegasi adalah pelimpahan

wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil

keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Artinya pemberi wewenang telah lepas

dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam

penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kewenangan

delegasi berbeda dengan kewenangan atribusi, kewenangan delegasi di tuntut

adanya dasar hukum sehingga pelimpahan kewenangan itu dapat ditarik kembali

oleh pendelegans.

Menurut Philipus M. Hadjon, pelimpahan wewenang pemerintahan

melalui delegasi terdapat syarat-syarat sebagai berikut :

1) Delegasi harus bersifat definitif, delegans tidak dapat lagi menggunakan

wewenang yang telah dilimpahkan.

2) Delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam

peraturan perundang-undangan.

3) Delegasi todak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki

kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

10.Agussalim Andi Gadjong, 2007, Pemerintahan Daerah (Kajian Politik dan

hukum), Ghalia Indonesia, Bogor, h.101.

11.

Ridwan HR, op.cit. h. 106.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

17

4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan). Artinya delegans

berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang

tersebut

5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi

(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.12

Mandat adalah suatu bentuk pemberian kewenangan oleh mandat dalam

pergaulan hukum bersifat perintah.Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt

mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya.13

Jadi penerima mandat bertindak atas

nama orang lain.

Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem otonomi

Desa tidak terlepas dari adanya pemberian wewenang dari pemerintah Pusat

kepada pemerintah Daerah yang selanjutnya diteruskan oleh pemerintah daerah

kepada pemerintahan yang paling dasar yaitu pemerintahan Desa.Kewenangan

dan kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan wujud dari

pendelegasian wewenang antara pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah.

Proses pedelegasian kewenangan dari pemerintah Desa dapat dilihat dalam Pasal

29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang menyebutkan.

“kedudukan BPD sebagai unsur pelaksana pemerintahan di Desa”. Jika dilihat dari

bunyi Pasal 29 Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 tentang Desa

tersebut.Maka kewenangan yang dimiliki oleh BPD merupakan kewenangan yang

didelegasikan oleh kewenangan di atasnya.

1.6.3. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

12.

Ridwan HR, loc.cit.h.107.

13.

Ibid, h. 105.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

18

Dalam peyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

menganut asas Desentralisasi, Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan. Penerapan

ketiga asas tersebut dalam sistem pemerintahan dimaksudkan agar dapat

membantu proses pelaksanaan pemerintahan, baik yang ada di Pusat maupun yang

ada di Daerah terutama dalam hal pelimpahan kewenangan yang dimiliki oleh

masing-masing tingkat pemerintahan.

Secara etimologi,desentralisasi terdiri kata “de” artinya lepas dan

“sentrum” artinya pusat.Jadi secara harafiah, artinya lepas dari pusat.14

Dalam

Encyclopedia of the Social Sciences yang dikutip Rian Nogroho, disebutkan

bahwa desentralisasi sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah yang lebih

tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah.15

Pengertian desentralisasi juga

tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 yang bunyinya,” Desentralisasi

adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah

otonom berdasarkan Asas Otonomi”. Selain desentralisasi di dalam Ketentuan

Umum Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan daerah disebutkan juga pengertian asas penyelenggaraan

pemerintahan daerah yaitu Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Ketentuan

Umum Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah yang menyebutkan pengertian dekonsentrasi yaitu

14.

Rian Nugroho Dwidjomijoto, 2002, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Gramedia,

Jakarta, h.35.

15.

Ibid.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

19

pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah

Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal

di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai

penanggung jawab urusan pemerintahan umum.Menurut Nurcholis asas

dekosentrasi terbentuk karena adanya suatu wilayah kerja pejabat daerah yang

biasa dikenal dengan istilah wilayah administrasi yang menerima sebagian

wewenang dari pemerintah pusat.16

Dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi

yaitu:

1) Terpeliharanya keutuhan Negara Republik Indonesia;

2) Terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi

kesenjangan antar daerah;

3) Terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antar

pemerintahan di daerah;

4) Teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial

budaya daerah;

5) Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta

pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadapkepentingan umum

masyarakat, dan

6) Terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam

system administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.17

Sedangkan pengertian Tugas pembantuan terdapat di dalam Ketentuan

Umum Pasal 1 ayat 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah penugasan

dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari

16.

Hanif Nurcholis, op.cit, h. 21.

17.

Hanif Nurcholis, loc.cit.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

20

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi.

Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada

Daerah dan Desa, yaitu:

1) Adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang

dilakukannya pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah

dan desa dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945

sampai pada UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU

Nomor 33 Tahun 2004)

2) Adanya kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik

kepada seluruh lapisan masyarakat dengan prinsip lebih murah, lebih

cepat, lebih mudah dan lebih akurat.

3) Adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan,

pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara lebih

ekonomis, lebih efisien, lebih transparan dan akuntabel.

4) Kemajuan Negara secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh

kemajuan daerah dan desa yang ada didalam wilayahnya.

5) Citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh masyarakat melalui maju

atau mundurnya suatu desa atau daerah. Citra inilah yang akan

memperkuat atau memperlemah dukungan masyarakat terhadap

pemerintah yang sedang berkuasa.18

Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah Pusat kepada Daerah atau

Desa meliputi sebagian tugas-tugas Pemerintah yang apabila dilaksanakan oleh

Daerah atau Desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan yang

diberikan oleh pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom kepada

Kabupaten/Kota meliputi sebagian tugas-tugas provinsi antara lain dalam bidang

pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota serta sebagian tugas dalam

bidang tertentu lainnya. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah

18.

Muhammad Fauzan, 2009, Otonomi dan Penyelenggaraannya di Daerah,

Makalah pada seminar “Aspirasi Publik di Daerah”,Banjarmasin, Tanggal 17-20

November.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

21

Kabupaten/Kota kepada Desa mencakup sebagian tugas-tugas Kabupaten/Kota

dibidang pemerintahan yang menjadi wewenang Kabupaten/Kota.

1.6.4. Konsep Pengawasan

Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “awas”,

sedangkan dalam bahasa inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan

istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas

artinya daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau sarjana telah

disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan, jadi pengawasan

adalah termasuk pengendalian.19

Pengawasan adalah kegiatan mengawasi, menilik,

menjaga, dan mengendalikan semua kegiatan supaya kegiatan itu berjalan sesuai

dengan rencana yang sudah di tetapkan jadi fungsi pengawasan bukan mencari-

cari kesalahan tapi mengarahkan agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan

rencana.20

Dalam rangka mencapai tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan

maka perlu ada pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut maka tujuan

yang akan dicapai dapat dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan

terlebih dahulu oleh pemerintah, jadi pengawasan sangat penting dalam

melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan. Adapun tujuan pengawasan

menurut Situmorang dan Jahir adalah agar terciptanya aparat yang bersih dan

berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya

guna dan berhasil serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan

19.Victor M. Situmorang, 1994, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, PT. Rineka

Cipta, Jakarta, h. 18.

20.

Hanif Nurcholis, op.cit.h.195.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

22

terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif,

sehat dan bertanggung jawab.21

Dalam pengawasan dikenal dua jenis pengawasan yaitu pengawasan

preventif dan pengawasan represif.Pengawasan preventif adalah pengawasan yang

bersifat mencegah, mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu

terjerumus pada kesalahan. Sedangkan pengawasan represif yaitu pengawasan

yang berupa penagguhan atau pembatalan terhadap kebijakan yang telah

ditetapkan daerah, baik berupa Peraturan Daerah, keputusan Kepala Daerah,

keputusan DPRD maupun keputusan pimpinan DPRD dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan Daerah.

Selain pengawasan preventif dan represif, macam-macam pengawasan

juga ada pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan Intern, adalah

pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada

dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri, akan tetapi di

dalam praktek hal ini tidak selalu mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam

organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk

mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya

masing-masing.Sedangkan pengawasan ekstern adalah pengawasan yang

dilakukan aparat dari luar organisasi sendiri, seperti pengawasan dibidang

keuangan oleh badan pemeriksa keuangan.22

21.

Titik Triwulan T, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan

Tata Usaha Negara Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta. h. 454.

22.

M. Hamam al Mahmud, 2013, “Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah & APBD”, Serial Online Jan-Apr, URL:

http://mhamamalmamud.blogspot.com. Diakses tanggal 7 April 2015.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

23

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

terhadap kinerja kepala desa, jenis pengawasan yang dilakukan bisa pengawasan

preventif maupun pengawasan represif.Sedangkan macam-macam pengawasan

yang dilakukan yaitu pengawasan intern karena kedudukan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan bagian dari penyelenggara pemerintah

Desa bersama-sama dengan Kepala Desa. Jadi Badan Permusyawaratan Desa bisa

langsung mengawasi kinerja kepala desa tersebut dengan tujuan yang telah

disebutkan diatas yaitu agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang

didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan

berhasil serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali

dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif, sehat dan

bertanggung jawab.

1.7. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis penelitian, yakni penelitian

hukum normatif dan penelitian empiris.Penelitian hukum normatif merupakan

penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundang-

undangan ditambah dengan buku-buku, jurnal, makalah, serta pendapat para ahli

hukum.23

Sedangkan penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum yang

23.

Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 118.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

24

dilakukan terhadap permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat

kemudian menganalisanya dengan peraturan perundang-undangan.24

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian

hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan

antara keadaan teori dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan

yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik.25

Dalam hal ini hukum, hukum

di konsepsikan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan

nyata yaitu dengan mengkaji suatu permasalahan yang muncul dalam praktik

pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap kinerja Kepala Desa

yang kurang efektif dan belum optimal.

b. Jenis Pendekatan

Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan dalam beberapa

rumusan masalah dan duhubungkan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai

sebagaimana diuraikan di atas, maka jenis pendekatan yang digunakan ialah

Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) dan Pendekatan Fakta

(The Fact Approach), yang dikaji menggunakan interpretasi hukum terhadap

bahan-bahan hukum yang relevan dalam menjelaskan tema sentral, yang diuraikan

sesuai dengan masing-masing rumusan masalah dalam penelitian ini dan di

argumentasikan secara teoritik berdasarkan konsep-konsep hukum.26

24.Ibid, h. 42.

25.

Ibid, h. 25.

26.

Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 16.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

25

c. Sifat Penelitian

Dalam penelitian empiris menurut sifatnya ada 3 macam yaitu penelitian

eksplorator (menjelajah), penelitian deskriptif (melukiskan) dan penelitian

eksplanator (menjelaskan). Dari tiga sifat penelitian tersebut, dalam skripsi ini

akan dipakai penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat

deskriptif adalah bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan

penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara

suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.27

d. Data dan Sumber Data

1. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik

dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah denga melakukan wawancara langsung terhadap

pihak terkait dalam hal ini yaitu Kepala Desa, Kepala BPD beserta anggota

BPD dan masyarakat Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan

serta pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengawasan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap Kinerja Kepala Desa.

2. Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan

yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk

27.

Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi 2. Ilmu

Hukum, Mandar Maju, h. 10-11.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

26

bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam

penelitian ini, antara lain:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari

instrument hukum nasional, terdiri dari:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

7. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa.

b. Bahan hukum sekunder merupakan sumber bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sekaligus

mendukung bahan hukum primer.28

Bahan hukum sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini yakni buku, buku hukum, jurnal-jurnal

hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam

media masa, kamus dan ensiklopedi hukum dan internet dengan menyebut

nama situsnya.

e. Teknik Pengumpulan Data

28.

Amirudin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 120.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

27

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah:

1. Studi Kepustakaan

Dalam penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakaan yang dapat

dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, dan menganalisa buku-buku,

peraturan-peraturan, surat kabar, majalah dan laporan penelitian,

selanjutnyamengambil teori-teori dan penjelasan dari bahan bacaan yang

relevan dengan materi karya tulis ini.29

2. Wawancara (interview)

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada

informan yang dirancang atau telah dipersiapkan sebelumnya untuk

memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan

yang diajukan dalam penelitian.Dan dari jawaban ini diadakan pencatatan

sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa.30

f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah teknik probabilitas/teknik random sampling yaitu bahwa semua elemen

atau setiap unit atau individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk menjadi sampel.

29.Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h.12.

30.

Kontjacaningrat, 1980, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta,

Cetakan ketiga, h.163.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia

28

g. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif.Analisis data kualitatif adalah data yang diperoleh dilapangan

ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci.

Laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok,

difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, kemudian

disimpulkan dan nantinya menghasilkan deskriptif analisis, yaitu apa yang

dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata,

yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.