BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik seperti
yang telah disebutkan didalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik”. Indonesia disebut sebagai Negara kesatuan
karena terdiri dari beberapa pulau kecil dan pulau besar yang tersebar di wilayah
Indonesia dari sabang sampai merauke yang kaya dengan sumber daya alam di
dalamnya.Mengingat Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang
wilayahnya sangat besar sehingga menyebabkan Indonesia terdiri dari beberapa
Provinsi yang memiliki luas wilayah berbeda dan pemerintahan berbeda juga
antara Provinsi satu dengan Provinsi lainnya.Di dalam menyelenggarakan
pemerintahannya, pemerintah daerah diberi wewenang penuh oleh pemerintah
pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.Jadi pemerintah daerah diberi
kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur urusan pemerintahan menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara
federasi.Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas daripada di Negara
yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga
1
2
daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali
beberapa urusan yang dipegang oleh pemerintah pusat.1
Pelaksanaan otonomi daerah di atur di dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bunyinya
“Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota mengatur sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kalau
diperhatikan bunyi pasal tersebut bahwa pemerintah pusat memberikan
pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Selanjutnya pengertian dari otonomi daerah di atur didalam Pasal 1 ayat 6
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Sebelumnya pengertian otonomi daerah diatur didalam Pasal 1 ayat 5
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”.
Kalau kita lihat pengertian otonomi daerah dari pasal tersebut diatas ada
sedikit perubahan, sebelumya pemerintah daerah diberi kewenangan penuh oleh
1.Winarna Surya Adisubrata, 1999, Otonomi Daerah di Era Reformasi, Upp amp
ykpn, Yogyakarta, h.1.
3
pemerintahan pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan di dalam undang-
undang ini, setelah Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah diganti menjadi Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, pengertian tentang otonomi daerah sedikit ada perubahan yaitu pemberian
otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip
negara kesatuan. Dalam Negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada
pemerintahan negara atau pemerintahan pusat dan tidak ada kedaulatan pada
daerah. Jadi seluas apapun otonomi yang diberikan kepada daerah tanggung jawab
akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap ada ditangan pemerintahan
pusat.Untuk itu pemerintahan Daerah pada Negara kesatuan merupakan satu
kesatuan dengan pemerintahan pusat, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan
oleh daerah merupakan bagian integral dari kebijakan pusat.Dalam membicarakan
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahdaerah , perlu diperhatikan
bahwa di daerah kita dapatkan dua jenis pemerintahan, yakni pemerintah dari
daerah otonom yang diadakan sebagai pelaksanaan asas desentralisasi teritorial
dan pemerintah dari wilayah administratif yang diadakan sebagai pelaksanaan
asas dekosentrasi.2
Hubungan antara pemerintah pusat danpemerintah daerah harus
diselenggarakan sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip tersebut di atas itu
2.Irawan Soejito, 1990, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Rineka cipta, Jakarta, h. 182.
4
dapat dipelihara dan dilaksanakan sepenuhnya.3Asas yang digunakan pedoman
oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah asas
desentralisasi.Menurut Hanif Nurcholis, asas desentralisasi merupakan bentuk
pelimpahan kekuasaan Perundangan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom
di lingkungannya.4Dalam sistem desentralisasi, sebagian dari kewenangan
pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Desentralisasi kewenangan itu dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dalam
beberapa bentuk, misalnya dalam bentuk:
a. Desentralisasi teritorial;
b. Desentralisasi fungsional, termasuk desentralisasi menurut dinas/kepentingan;
c. Desentralisasi administratif atau yang lazim disebut dekonsentrasi.5
Prinsip otonomi daerah yang dijalankan oleh pemerintahan daerah tidak
hanya sampai pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota saja, tetapi diterapkan
juga sampai ke tingkat Kecamatan, tingkat Kelurahan dan tingkat Pedesaan. Hal
ini bertujuan agar kewenangan atau kebijakan yang dibentuk dan disalurkan dari
pemerintah pusat dapat juga dirasakan oleh masyarakat yang berada di
Desa.Pemerintahan desa sebagai unsur pemerintahan paling dasar di daerah sangat
berperan aktif dalam melaksanakan prinsip otonomi daerah yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal ini daerah
otonom.Pemerintahan desa dikatakan sangat berperan aktif karena dianggap
3.Ibid, h. 186.
4.Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Grasindo, Jakarta, h.3.
5.Irawan Soejito, op.cit, h. 29.
5
sebagai elemen dasar yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat dan
kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan langsung dirasakan oleh masyarakat.
Pengertian tentang pemerintahan desa diatur di dalam Ketentuan Umum
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang bunyinya
“Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”. Pemerintahan desa merupakan penyelenggaran
pemerintahan yang kedudukan paling terendah yang mempunyai kewenangan
didalam mengatur kepentingan masyarakat setempat yang ada di
wilayahnya.Didalam menjalankan pemerintahannya, pemerintahan desa terdiri
atas Pemerintah Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
yang mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda.
Pemerintahan desa sangat berperan aktif dalam menyelenggarakan
pembangunandesa. Agar pembangunan desa tersebut terarah dan terpadu maka
harus diselenggarakan berdasarkan atau menurut ketentuan, aturan atau pedoman-
pedoman yang telah berlaku. Di dalam menyelenggarakan pembangunan tersebut
pemerintahan desa diberikan kewenangan penuh dalam pelaksanaannya,
kewenangan itu disebut dengan otonomi desa karena desa mempunyai hak dan
wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.Dalam rangka
melaksanakan urusan-urusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Kepala
Desa bertanggung jawab kepada rakyat (masyarakat desa) melalui Badan
Permusyawaratan Desa dan kemudian menyampaikan laporan mengenai
6
pelaksanaan tugasnya tersebut kepada pemerintahan yang ada diatasnya baik
pemerintahan Kecamatan atau pemerintahan Kabupaten/Kota.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, didalam
menjalankan pemerintahannya Kepala Desa harus dapat koordinasi terlebih
dahulu dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan Peraturan Desa
dan segala jenis kegiatannya lainnya bertujuan agar setiap tindakan dan bentuk
keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa tidak bertentangan dengan
keinginan dan adat istiadat di dalam masyarakat desa.
Setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsi
dan kewenangan diatur didalam pasal 55 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa yang bunyinya:
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. Melakukan Pengawasan kinerja kepala Desa.
Dari fungsi BPD tersebut menjadikan BPD sebagai lembaga yang turut
menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa karena kedudukan
BPD sejajar dengan pemerintah desa kalau dilihat fungsi dan wewenangnya yaitu
fungsi legislasi, menjaring aspirasi masyarakat dan pengawasan. Fungsi
pengawasan disini adalah mencakup pengawasan terhadap semua kinerja yang
dilakukan oleh Kepala Desa, pengawasan tersebut meliputi pengawasan terhadap
7
Peraturan pemerintah desa, keputusan Kepala Desa serta program kerja desa yaitu
bagian dari pelaksanaan peraturan desa oleh pemerintah desa.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan khususnya terhadap
kinerja Kepala Desa merupakan salah satu alasan BPD dibentuk.Upaya
pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa dimaksudkan mencegah adanya
penyelewengan atas kewenangan yang dilakukan oleh Kepala Desa.Adapun
pelaksanaan fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap
Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan dikatakan kurang optimal. Misalnya
dalam hal pengawasan terhadap tugas Kepala Desa di dalam melaksanakan
program kerja desa. Dikatakan Pengawasan BPD kurang optimal karena program
kerja desa dalam bidangpembangunan desa yang ada di Desa Antap Kecamatan
Selemadeg Kabupaten Tabanan terjadi ketimpangan dan tidak merata di masing-
masing wilayah Desa Antap, pembangunan lebih dominan di pusat pemerintahan
dan tempat asal Kepala Desa. Padahal dalam program kerja yang dibahas oleh
Kepala Desa bersama BPD pada saat pembuatan APBDes dan perencanaan
pembangunan desa sudah ada pemerataan pembangunan, tetapi realisasi program
kerja tersebut tidak semua berjalan dengan baik.
Dengan fungsi dan wewenangnya BPD seharusnya aktif dalam melakukan
pengawasan supaya pembangunan bisa merata di setiap wilayah desa.Apalagi
seteleh Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan setiap desa akan
mendapat banyak dana dari pemerintah pusat hal tersebut diamanatkan di dalam
Pasal 72 ayat 2 yang bunyinya :” Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada
8
ayat (1) huruf b bersumber dari belanja pusat dengan mengefektikan program
yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan”
Kalau di lihat dari penjelasan pasal 72 ayat 2 tersebut dikatakan bahwa
“besaran alokasi anggaran yang diperuntukannya langsung ke Desa ditentukan 10
(Sepuluh perseratus) dari dan di luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap.
Anggaran yang bersumber dari anggaran Pendapatan dan belanja Negara dihitung
berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat
kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan desa”. Jadi menurut bunyi pasal diatas setiap desa akan
mendapatkan alokasi angaran dana yang cukup besar dari Negara dan Pemerintah
Daerah.Badan Permusyawaratan Desamempunyai beberapa fungsi dan wewenang
melakukan pengawasan, diantaranya pengawasan dalam pelaksanaan peraturan
desa, anggaran pendapatan dan belanja desa, keputusan Kepala Desa dan
pembangunan yang dilakukan oleh desa.Badan Permusyawaratan Desa yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan
wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis mempunyai tanggung
jawab penuh terhadap masyarakat, sudah seharusnya melaksanakan pengawasan
yang transaparan kepada masyarakat.Sehingga tidak ada penyelewengan yang
dilakukan oleh Kepala Desa terkait dengan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran
pendapatan dan belanja desa, keputusan Kepala Desa dan pembangunan yang
dilaksanakan di desa.
Atas dasar itu penulis merasa tertarik untuk meneliti fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan terhadap
9
kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan,
maka daripada itu penulis melakukan penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi
dengan judul “PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) TERHADAP KINERJA KEPALA
DESA DI DESA ANTAP KECAMATAN SELEMADEG KABUPATEN
TABANAN”
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa
Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan?
2. Apakah kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Agar tidak terjadi pembahasan yang berkelebihan dan supaya ada
kesesuaian antara pembahasan dengan permasalahan, maka perlu diberikan
batasan terhadap permasalahan yang dibahas. Berkaitan dengan masalah yang
dirumuskan, maka pembatasan dibatasi hanya mengenai peran Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala
Desa di desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten dan kendala-kendala yang
10
ditemukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan
pengawasan terhadap kinerja kepala desa.
1.4. Orisinalitas
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 3 (tiga) skripsi ilmu hukum
terdahulu melalui penelusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan
untuk menghindari terjadinya plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini
memang hasil karya dan pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis
maksud adalah:
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Kedudukan dan
Kewenangan Pemerintah
Kecamatan Menurut
Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Anak Agung
Ngurah Fajar
Nugraha
Pandji
1. Apakah Kedudukan
pemerintah Kecamatan sebagai
perangkat Daerah dapat
disamakan dengan Dinas
Daerah menurut Undang-
Undang 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah?
2. Apakah ada pelimpahan
kewenangan dari
Bupati/Walikota atau
pemerintah Kabupaten/Kota
kepada pemerintah Kecamatan?
2 Hubungan Fungsional
Antara Kepala Desa
Dengan Badan
Permusyawaratan Desa
Dalam Pembuatan
Peraturan Desa di Desa
Sumerta Kelod Kota
Denpasar
I Wayan
Artawan
Purnata
1.Bagaimana Hubungan
Fungsional antara Kepala Desa
dengan Badan
Permusyawaratan Desa dapat
berlangsung dalam rangka
pembentukan Peraturan Desa?
2.Hambatan-hambatanapa yang
ditemui dalam pembentukan
Peraturan Desa yang dibuat
oleh Kepala Desa dengan
Badan Permusyawaratan Desa?
3 Pertanggungjawaban
Kepala Desa Pemecutan
A.A. SG.
Bulan
1.Bagaimanakah pelaksanaan
tugas dan kewajiban Kepala
11
Kaja Dalam
Pembangunan Desa
Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32
Tahun 2004
Wasundari Desa dalam pembangunan Desa
di Desa Pemecutan Kaja?
2.Bagaimanakah konsekwensi
yuridis terhadap
pertanggungjawaban Kepala
Desa
1.5. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum daripada penulisan penelitian skripsi ini adalah:
1. Sebagai syarat untuk memenuhi kewajiban dalam memperoleh gelar
Sarjana Hukum.
2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3. Untuk menambah pengetahuan tentang ilmu hukum dan
mengembangkan daya nalar mahasiswa secara tertulis dalam menulis,
menganalisis dan mendeskripsikan teori-teori yang didapat selama
perkuliahan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam
melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa
Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan
terhadap Kinerja Kepala Desa.
12
1.5. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan memahami
peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) didalam melaksanakan pengawasan
terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten
Tabanan dan Kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) di dalam melaksanakan Pengawasan.
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini ialah agar kita dapat mengetahui secara
jelas peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)melaksanakan
pengawasanterhadap kinerja Kepala Desa di dalam menjalankan roda
Pemerintahan di Desa.
1.6. Landasan Teoritis.
1.6.1. Teori Negara Hukum
Indonesia sebagai Negara Hukum secara eksplisit telah dituangkan pada
Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Negara hukum
dalam arti material yang juga diistilahkan dengan Negara Kesejahteraan (Welfare
State, Welfaarstaaf) atau “Negara Kemakmuran”.6
6.E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara, FHPM Univ. Negeri
Padjajaran, Bandung, h. 21-22.
13
Ada beberapa konsekwensi yang muncul di dalam Negara kesejahteraan,
seperti semakin banyak tindak pemerintahan yang dilakukan oleh organ-organ
pemerintah, tugas-tugas Negara menjadi semakin komplek baik yang ada
ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah. Dengan kata lain, pemerintah dituntut
untuk turut serta secara aktif dalam berbagai kehidupan rakyatnya, sehingga
adanya perwakilan pemerintahan yang terdekat dengan rakyat sangat dibutuhkan
keberadaannya dalam Negara Indonesia yang sangat luas ini.Pemerintahan tidak
hanya sampai di Daerah tetapi juga sampai ditingkat Kecamatan dan yang paling
terdekat adalah di Desa yaitu Pemerintahan Desa.
Menurut Friedrich Julius Stahl, salah seorang pemikir sistem Hukum
Eropa Kontinental, memberikan ciri-ciri rechstaat yang di Indonesia
diterjemahkan dengan istilah Negara Hukum, terdiri dari :
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi
manusia yang biasa dikenal dengan trias politika
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.7
Sedangkan menurut AV Dicey yang dikenal penganut Hukum sistem
Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of Law ditunjukkan dengan adanya:
a. Supremsi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan
sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun
bagi pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusan-
keputusan pengadilan.8
7.Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo, h.3.
8.Ibid.
14
Di Indonesia konsep Negara Hukum merupakan terjemahannya dari rechtstaat,
namun pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian Negara Hukum pada
umumnya dengan tetap menyesuaikannya dengan keadaan di Indonesia. Dengan
kata lain, konsep Negara Hukum di Indonesia disesuaikan dengan ukuran
pandangan hidup maupun pandangan bernegara dari rakyat Indonesia yang
berdasarkan Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
Negara yang menganut Negara Hukum dalam melaksanakan
pemerintahannya harus berdasarkan oleh Peraturaan Perundang-undangan yang
berlaku.Dalam hal kedudukan dan kewenangan Pemerintahan Desa dalam
menjalankan sistem otonomi Desa tidak terlepas dari kewenangan Negara dalam
memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintah Daerah. Dalam hal
pemberian kekuasaan otonomi Daerah oleh Negara tidak lepas dari kekuasaan
yang melekat pada Negara, hal ini tercermin dalam Undang-undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945 terdapat didalam Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: “Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi dan Daerah
Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten,
dan Kota itu mempunyai pemerintahan Daerah, yang diatur dengan Undang-
undang”.
Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan bahwa: “Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan
Kota mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan”. Sedangkan pengaturan mengenai Desa diatur oleh Negara dalam
15
Pasal 18 B ayat (1) yang berbunyi: “ Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Negara mengakui secara yuridis
kedudukan dan eksistensi masyarakat Desa sesuai dengan yang tercantum dalam
uraian Pasal 18 di atas.Dari Pasal 18 diatas dapat dilihat pembagian wilayah
desentralisasi teritorial oleh Negara kedalam wilayah Provinsi dan Kabupaten.
Pengaturan tentang pemerintahan Desa juga diatur didalam Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat didalam
Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota”.
Pembagian sistem pemerintahan ini juga selanjutnya dipertegas kembali dalam
Pasal 371 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi: “Dalam
Daerah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Desa”
1.6.2. Teori Kewenangan
Dalam ketatanegaraan dikenal jenis pelimpahan wewenang yaitu atribusi,
delegasi dan mandat. Atribusi Dalam Kamus Istilah Hukum Belanda Indonesia
dikatakan atribusi (attributie) bermakna pembagian (kekuasaan), seperti kata
attribute van rechtsmacht mengandung arti pembagian kekuasaan kepada
berbagai instansi (absolute competentie atau kewenangan mutlak lawan dari
distributie van rechtmacht).9Substansi atribusi adalah menciptakan suatu
9.N.E. Algra et. al., 1983, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda
Indonesia, Binacipta, Jakarta, h.38.
16
wewenang dimaksudkan untuk melengkapi organ pemerintahan dengan penguasa
pemerintah dan wewenang-wewenangnya.10
Kewenangan atribusi hanya dapat
dilakukan oleh pembentuk undang-undang (legislator) yang orisinil. Hal yang
sama, seperti tertuang dalam Algement Bepalinge van Administratief Recht,
kewenangan atribusi yaitu undang-undang (dalam arti material) menyerahkan
wewenang-wewenang tertentu kepada organ tertentu.11
Dalam teori kewenangan juga dikenal pelimpahan kewenangan dengan
cara delegasi. Proses pelimpahan kewenangan secara delegasi adalah pelimpahan
wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil
keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Artinya pemberi wewenang telah lepas
dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam
penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kewenangan
delegasi berbeda dengan kewenangan atribusi, kewenangan delegasi di tuntut
adanya dasar hukum sehingga pelimpahan kewenangan itu dapat ditarik kembali
oleh pendelegans.
Menurut Philipus M. Hadjon, pelimpahan wewenang pemerintahan
melalui delegasi terdapat syarat-syarat sebagai berikut :
1) Delegasi harus bersifat definitif, delegans tidak dapat lagi menggunakan
wewenang yang telah dilimpahkan.
2) Delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam
peraturan perundang-undangan.
3) Delegasi todak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.
10.Agussalim Andi Gadjong, 2007, Pemerintahan Daerah (Kajian Politik dan
hukum), Ghalia Indonesia, Bogor, h.101.
11.
Ridwan HR, op.cit. h. 106.
17
4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan). Artinya delegans
berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut
5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi
(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.12
Mandat adalah suatu bentuk pemberian kewenangan oleh mandat dalam
pergaulan hukum bersifat perintah.Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt
mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya.13
Jadi penerima mandat bertindak atas
nama orang lain.
Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem otonomi
Desa tidak terlepas dari adanya pemberian wewenang dari pemerintah Pusat
kepada pemerintah Daerah yang selanjutnya diteruskan oleh pemerintah daerah
kepada pemerintahan yang paling dasar yaitu pemerintahan Desa.Kewenangan
dan kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan wujud dari
pendelegasian wewenang antara pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah.
Proses pedelegasian kewenangan dari pemerintah Desa dapat dilihat dalam Pasal
29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang menyebutkan.
“kedudukan BPD sebagai unsur pelaksana pemerintahan di Desa”. Jika dilihat dari
bunyi Pasal 29 Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 tentang Desa
tersebut.Maka kewenangan yang dimiliki oleh BPD merupakan kewenangan yang
didelegasikan oleh kewenangan di atasnya.
1.6.3. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
12.
Ridwan HR, loc.cit.h.107.
13.
Ibid, h. 105.
18
Dalam peyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menganut asas Desentralisasi, Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan. Penerapan
ketiga asas tersebut dalam sistem pemerintahan dimaksudkan agar dapat
membantu proses pelaksanaan pemerintahan, baik yang ada di Pusat maupun yang
ada di Daerah terutama dalam hal pelimpahan kewenangan yang dimiliki oleh
masing-masing tingkat pemerintahan.
Secara etimologi,desentralisasi terdiri kata “de” artinya lepas dan
“sentrum” artinya pusat.Jadi secara harafiah, artinya lepas dari pusat.14
Dalam
Encyclopedia of the Social Sciences yang dikutip Rian Nogroho, disebutkan
bahwa desentralisasi sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah yang lebih
tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah.15
Pengertian desentralisasi juga
tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 yang bunyinya,” Desentralisasi
adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah
otonom berdasarkan Asas Otonomi”. Selain desentralisasi di dalam Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan daerah disebutkan juga pengertian asas penyelenggaraan
pemerintahan daerah yaitu Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang menyebutkan pengertian dekonsentrasi yaitu
14.
Rian Nugroho Dwidjomijoto, 2002, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Gramedia,
Jakarta, h.35.
15.
Ibid.
19
pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai
penanggung jawab urusan pemerintahan umum.Menurut Nurcholis asas
dekosentrasi terbentuk karena adanya suatu wilayah kerja pejabat daerah yang
biasa dikenal dengan istilah wilayah administrasi yang menerima sebagian
wewenang dari pemerintah pusat.16
Dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi
yaitu:
1) Terpeliharanya keutuhan Negara Republik Indonesia;
2) Terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi
kesenjangan antar daerah;
3) Terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan di daerah;
4) Teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial
budaya daerah;
5) Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta
pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadapkepentingan umum
masyarakat, dan
6) Terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam
system administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.17
Sedangkan pengertian Tugas pembantuan terdapat di dalam Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah penugasan
dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari
16.
Hanif Nurcholis, op.cit, h. 21.
17.
Hanif Nurcholis, loc.cit.
20
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi.
Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada
Daerah dan Desa, yaitu:
1) Adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang
dilakukannya pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah
dan desa dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945
sampai pada UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU
Nomor 33 Tahun 2004)
2) Adanya kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada seluruh lapisan masyarakat dengan prinsip lebih murah, lebih
cepat, lebih mudah dan lebih akurat.
3) Adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan,
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara lebih
ekonomis, lebih efisien, lebih transparan dan akuntabel.
4) Kemajuan Negara secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh
kemajuan daerah dan desa yang ada didalam wilayahnya.
5) Citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh masyarakat melalui maju
atau mundurnya suatu desa atau daerah. Citra inilah yang akan
memperkuat atau memperlemah dukungan masyarakat terhadap
pemerintah yang sedang berkuasa.18
Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah Pusat kepada Daerah atau
Desa meliputi sebagian tugas-tugas Pemerintah yang apabila dilaksanakan oleh
Daerah atau Desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan yang
diberikan oleh pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom kepada
Kabupaten/Kota meliputi sebagian tugas-tugas provinsi antara lain dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota serta sebagian tugas dalam
bidang tertentu lainnya. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah
18.
Muhammad Fauzan, 2009, Otonomi dan Penyelenggaraannya di Daerah,
Makalah pada seminar “Aspirasi Publik di Daerah”,Banjarmasin, Tanggal 17-20
November.
21
Kabupaten/Kota kepada Desa mencakup sebagian tugas-tugas Kabupaten/Kota
dibidang pemerintahan yang menjadi wewenang Kabupaten/Kota.
1.6.4. Konsep Pengawasan
Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “awas”,
sedangkan dalam bahasa inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan
istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas
artinya daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau sarjana telah
disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan, jadi pengawasan
adalah termasuk pengendalian.19
Pengawasan adalah kegiatan mengawasi, menilik,
menjaga, dan mengendalikan semua kegiatan supaya kegiatan itu berjalan sesuai
dengan rencana yang sudah di tetapkan jadi fungsi pengawasan bukan mencari-
cari kesalahan tapi mengarahkan agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan
rencana.20
Dalam rangka mencapai tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan
maka perlu ada pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut maka tujuan
yang akan dicapai dapat dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan
terlebih dahulu oleh pemerintah, jadi pengawasan sangat penting dalam
melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan. Adapun tujuan pengawasan
menurut Situmorang dan Jahir adalah agar terciptanya aparat yang bersih dan
berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya
guna dan berhasil serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan
19.Victor M. Situmorang, 1994, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, h. 18.
20.
Hanif Nurcholis, op.cit.h.195.
22
terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif,
sehat dan bertanggung jawab.21
Dalam pengawasan dikenal dua jenis pengawasan yaitu pengawasan
preventif dan pengawasan represif.Pengawasan preventif adalah pengawasan yang
bersifat mencegah, mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu
terjerumus pada kesalahan. Sedangkan pengawasan represif yaitu pengawasan
yang berupa penagguhan atau pembatalan terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan daerah, baik berupa Peraturan Daerah, keputusan Kepala Daerah,
keputusan DPRD maupun keputusan pimpinan DPRD dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan Daerah.
Selain pengawasan preventif dan represif, macam-macam pengawasan
juga ada pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan Intern, adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada
dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri, akan tetapi di
dalam praktek hal ini tidak selalu mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam
organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk
mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing.Sedangkan pengawasan ekstern adalah pengawasan yang
dilakukan aparat dari luar organisasi sendiri, seperti pengawasan dibidang
keuangan oleh badan pemeriksa keuangan.22
21.
Titik Triwulan T, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta. h. 454.
22.
M. Hamam al Mahmud, 2013, “Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah & APBD”, Serial Online Jan-Apr, URL:
http://mhamamalmamud.blogspot.com. Diakses tanggal 7 April 2015.
23
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
terhadap kinerja kepala desa, jenis pengawasan yang dilakukan bisa pengawasan
preventif maupun pengawasan represif.Sedangkan macam-macam pengawasan
yang dilakukan yaitu pengawasan intern karena kedudukan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan bagian dari penyelenggara pemerintah
Desa bersama-sama dengan Kepala Desa. Jadi Badan Permusyawaratan Desa bisa
langsung mengawasi kinerja kepala desa tersebut dengan tujuan yang telah
disebutkan diatas yaitu agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang
didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan
berhasil serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali
dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif, sehat dan
bertanggung jawab.
1.7. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis penelitian, yakni penelitian
hukum normatif dan penelitian empiris.Penelitian hukum normatif merupakan
penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundang-
undangan ditambah dengan buku-buku, jurnal, makalah, serta pendapat para ahli
hukum.23
Sedangkan penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum yang
23.
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 118.
24
dilakukan terhadap permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat
kemudian menganalisanya dengan peraturan perundang-undangan.24
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian
hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan
antara keadaan teori dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan
yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik.25
Dalam hal ini hukum, hukum
di konsepsikan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan
nyata yaitu dengan mengkaji suatu permasalahan yang muncul dalam praktik
pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap kinerja Kepala Desa
yang kurang efektif dan belum optimal.
b. Jenis Pendekatan
Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan dalam beberapa
rumusan masalah dan duhubungkan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
sebagaimana diuraikan di atas, maka jenis pendekatan yang digunakan ialah
Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) dan Pendekatan Fakta
(The Fact Approach), yang dikaji menggunakan interpretasi hukum terhadap
bahan-bahan hukum yang relevan dalam menjelaskan tema sentral, yang diuraikan
sesuai dengan masing-masing rumusan masalah dalam penelitian ini dan di
argumentasikan secara teoritik berdasarkan konsep-konsep hukum.26
24.Ibid, h. 42.
25.
Ibid, h. 25.
26.
Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 16.
25
c. Sifat Penelitian
Dalam penelitian empiris menurut sifatnya ada 3 macam yaitu penelitian
eksplorator (menjelajah), penelitian deskriptif (melukiskan) dan penelitian
eksplanator (menjelaskan). Dari tiga sifat penelitian tersebut, dalam skripsi ini
akan dipakai penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat
deskriptif adalah bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara
suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.27
d. Data dan Sumber Data
1. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik
dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah denga melakukan wawancara langsung terhadap
pihak terkait dalam hal ini yaitu Kepala Desa, Kepala BPD beserta anggota
BPD dan masyarakat Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan
serta pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengawasan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap Kinerja Kepala Desa.
2. Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan
yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,
melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk
27.
Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi 2. Ilmu
Hukum, Mandar Maju, h. 10-11.
26
bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam
penelitian ini, antara lain:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari
instrument hukum nasional, terdiri dari:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
7. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa.
b. Bahan hukum sekunder merupakan sumber bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sekaligus
mendukung bahan hukum primer.28
Bahan hukum sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini yakni buku, buku hukum, jurnal-jurnal
hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam
media masa, kamus dan ensiklopedi hukum dan internet dengan menyebut
nama situsnya.
e. Teknik Pengumpulan Data
28.
Amirudin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 120.
27
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah:
1. Studi Kepustakaan
Dalam penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakaan yang dapat
dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, dan menganalisa buku-buku,
peraturan-peraturan, surat kabar, majalah dan laporan penelitian,
selanjutnyamengambil teori-teori dan penjelasan dari bahan bacaan yang
relevan dengan materi karya tulis ini.29
2. Wawancara (interview)
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
informan yang dirancang atau telah dipersiapkan sebelumnya untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan
yang diajukan dalam penelitian.Dan dari jawaban ini diadakan pencatatan
sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa.30
f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah teknik probabilitas/teknik random sampling yaitu bahwa semua elemen
atau setiap unit atau individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk menjadi sampel.
29.Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h.12.
30.
Kontjacaningrat, 1980, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta,
Cetakan ketiga, h.163.
28
g. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif.Analisis data kualitatif adalah data yang diperoleh dilapangan
ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci.
Laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok,
difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, kemudian
disimpulkan dan nantinya menghasilkan deskriptif analisis, yaitu apa yang
dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata,
yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.