bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan...

39
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini berarti bahwa hukum harus digunakan sebagai pedoman, ditaati dan dijunjung tinggi, baik oleh warga masyarakat maupun oleh negara. Pemerintah sebagai penguasa, didalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus berpedoman pada hukum dan dapat mempertanggungjawabkan tugasnya tersebut. Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Terwujudnya Peradilan Administrasi atau Peradilan Tata Usaha Negara, telah terpenuhi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Upload: others

Post on 20-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia

adalah Negara Hukum. Hal ini berarti bahwa hukum harus digunakan sebagai

pedoman, ditaati dan dijunjung tinggi, baik oleh warga masyarakat maupun oleh

negara. Pemerintah sebagai penguasa, didalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya harus berpedoman pada hukum dan dapat mempertanggungjawabkan

tugasnya tersebut. Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang

berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi. Terwujudnya Peradilan Administrasi atau Peradilan Tata

Usaha Negara, telah terpenuhi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-Undang Nomor 51

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

2

Konsep negara hukum, sejalan dengan perkembangan masyarakat telah

berkembang dari konsep negara hukum formal ke negara hukum modern, dan

membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara

yang menganut konsep Negara Hukum Formal negara berfungsi memelihara dan

mempertahankan keamanan dan ketertiban individu dalam masyarakat atau sebagai

“penjaga malam” yang menghasilkan bentuk negara yang liberal. Dalam konsep

Negara Hukum Modern, dengan tipe negara kesejahteraan (welfare state) negara

tidak hanya mempunyai kewajiban menjaga ketertiban saja tetapi jauh lebih luas

daripada itu, yaitu berkewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya di seluruh

lapangan kehidupan, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alenia

keempat yakni mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia untuk melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum.1

Pemerintah sebagai subjek hukum yang berarti pula dapat melakukan

perbuatan hukum, maka pemerintah sangat berpotensi melakukan penyimpangan atau

pelanggaran hukum. Mengapa demikian? Menurut James Madison, dalam tulisannya

yakni Federalist Papers menyatakan “if men were angels, no government would be

necessary. If angels were to govern men neither external nor internal controls on

government would be necessary”.2Pemerintah dalam menjalankan pemerintahan

1KhudzaifahDimyati, 2010, Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran

Hukum di Indonesia 1945-1990, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 221 2Iskatrinah, 2004, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan

Pemerintahan Yang Baik, Litbang Pertahanan Indonesia, Balitbang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

3

mempergunakan alat hukum dalam hal ini salah satunya adalah keputusan tata usaha

negara. Dalam proses pembentukan dan pelaksanaan dari keputusan itu pemerintah

harus benar-benar hati-hati dalam bertindak, karena apabila terjadi kesalahan yang

merugikan masyarakat, maka dapat timbul tanggung gugat pemerintah. Ini adalah

suatu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang merasa dirugikan oleh

tindakan pemerintah. Salah satu tindakan pemerintah dapat berupa keputusan tata

usaha negara.Secara umum kelaziman pelanggaran hukum oleh pemerintah itu

menurut Felix A. Nigro dapat dikategorikan dalam 9 bentuk pelanggaran yaitu:3 (a)

Ketidakjujuran (dishonesty); (b) Berperilaku tidak etis (unetical behavior); (c)

Mengesampingkan hukum (overidding the law); (d) Memperlakukan pegawai secara

tidak patut (unfair treatment of employees); (e) Melanggar prosedur hukum

(violations of procedural due process); (f) Tidak menjalin kerjasama yang baik

dengan pihak legislatif (failure to respect legislative intent); (g) Pemborosan dalam

penggunaan sumber daya (gressinefficency); (h) Menutup-nutupi kesalahan yang

dilakukan oleh aparatur (covering up mistakes); (i) Kegagalan untuk melakukan

inisiatif dan terobosan yang positif (failure to show inisiative).

Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara sangat penting terkait dengan

fungsinya untuk menguji keabsahan tindakan pemerintahan yang dalam hal ini berupa

keputusan tata usaha negara oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Keputusan tata

usaha negara yang merugikan masyarakat (orang/badan hukum perdata) dapat

3 Felix A. Nigro dan Liodg.Nigro, 1973, Modern Public Administration, Harper and Row,

Publisher, Third Edition, page 396-403

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

4

menjadi objek gugatan ke pengadilan tata usaha negara sebagai sengketa tata usaha

negara sesuai dengan kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini dapat

mencegah tindakan pemerintah dalam mengeluarkan keputusan yang bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan dan atau bertentangan dengan asas asas umum

pemerintahan yang baik, dan juga sebagai upaya perlindungan hukum bagi rakyat.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, definisi mengenai Keputusan Tata Usaha

Negara dapat dijumpai dalam Pasal 1 angka 3 yang menyatakan Keputusan Tata

Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dalam

pembentukan Keputusan Tata Usaha Negara(selanjutnya disebut KTUN) pemerintah

harus memperhatikan syarat–syarat pembentukan suatu keputusan agar keputusan itu

lahir menjadi suatu keputusan yang sah, akan tetapi tentu saja kemungkinan dapat

terjadi suatu kekurangan yuridis dalam proses pembentukannya.

Sebagai negara berkembang bangsa Indonesia saat ini sedang membangun

diberbagai sektor, khususnya sektor perekonomian, sejalan dengan isu globalisasi

dimana kita tidak bisa menutup mata dengan perkembangan ekonomi dunia. Negara

ikut berperan secara aktif dalam perekonomian Indonesia sebagai pelaku ekonomi,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

5

dimana terdapat tiga pelaku ekonomi yang berperan secara aktif yakni Badan Usaha

Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN), swasta, dan koperasi dimana ketiganya

memiliki peran yang saling mendukung. Pengaturan tentang BUMN tertuang dalam

Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Dalam

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, ditentukan Badan Usaha

Milik Negara(yang selanjutnya disebut BUMN) adalah badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.

Terdapat dua bentuk BUMN, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan

Perusahaan Umum (Perum). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2003, Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas

yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima

puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan

utamanya mengejar keuntungan. Contoh Persero antara lain, PT Permodalan Nasional

Madani (Persero) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero). Adapun Perum adalah

BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang

bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang

bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan

perusahaan. Contoh Perum antara lain Perum Perhutani dan Perum Bulog.

Pada era globalisasi saat ini, peran pemerintah di bidang ekonomi baik di

bidang ketenagakerjaan maupun peningkatan peran pasar sudah mulai berkurang,

utamanya bagi perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh pemerintah. Berangkat

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

6

dari konsep globalisasi tersebut, pembahasan implikasi globalisasi terhadap masalah

hukum ketenagakerjaan menjadi sangat penting dan menarik untuk ditelaah. Hal ini

dikarenakan akhir-akhir ini banyak permasalahan yang timbul terhadap para pekerja

(buruh) baik mengenai tidak sesuainya UMR (upah minimum regional), PHK

(pemutusan hubungan kerja), kurang harmonisnya hubungan serikat pekerja dengan

pengusaha maupun antar serikat pekerja, dan lain sebagainya.

Dalam menghadapi permasalahan hukum yang terjadi di bidang kepegawaian

dalam tubuh BUMN sebelum tahun 2004, pemerintah melakukan upaya tindakan

preventif dengan membentuk lembaga P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan Daerah) dan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat)

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan, agar masalah ketenagakerjaan/perburuhan dapat

diselesaikan dengan baik dan adil. Disinilah dituntut suatu lembaga penyelesian

sengketa perburuhan yang dapat bekerja optimal menuju suatu keadilan dengan tidak

mengesampingkan independensinya. Akan tetapi lembaga P4D dan P4P

bagaimanapun juga eksistensinya masih dirasakan cukup lemah, karena

keberadaannya dibawah lembaga eksekutif yaitu Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi. Meskipun demikian, keputusan yang dihasilkan oleh P4D maupun P4P

tidaklah bersifat final melainkan masih dimungkinkannya suatu upaya hukum lagi

bila pihak yang merasa dirugikan belum merasa puas akan hasil penyelesaian

sengketa perburuhan oleh P4D dan P4P.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

7

BUMN sebagai badan usaha yang dimiliki oleh negara yang berperan dalam

menjaga aset negara dengan memperoleh keuntungan baik dengan cara menjual

belikan barang maupun jasa sebagai suatu tindakan guna menjaga roda perputaran

perekonomian serta sebagai badan yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Sebagai suatu badan usaha yang dimiliki oleh negara kadang kala BUMN juga

memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur internal kegiatannya, baik

Sumberdaya Manusia, pengaturan mengenai aset, serta pengaturan lainnya yang

ditujukan untuk memajukan usaha yang dijalankannya. Dengan adanya aturan

tersebut maka pasti akan menimbulkan berbagai permasalahan hukum mengingat

aturan dibuat tentunya untuk menciptakan keteraturan, akan tetapi ketika keteraturan

tidak terjadi maka akan menimbulkan persoalan. Salah satu persoalan adalah ketika

BUMN tersebut menerbitkan suatu keputusan apakah dapat digolongkan menjadi

KTUN? Ini merupakan pertanyaan yang tentunya harus dijawab agar tidak

menimbulkan suatu kekaburan norma mengenai kedudukan dari BUMN apakah

termasuk Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, sehingga keputusan yang dihasilkan

apakah tergolong KTUN, untuk dapat dijadikan obyek sengketa TUN dalam

peradilan tata usaha negara.

Jika dicermati Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009,

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan

urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 menegaskan

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

8

badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara

yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,

individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan

hukum perdata. Bertolak dari ketentuan tersebut, terlihat adanya suatu kekaburan

norma pada Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yakni mengenai

pengertian dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yakni apakah yang menjadi

indikator-indikatornyauntuk dapat mengetahui apakah BUMN sebagai perangkat

negara yang bergerak pada bidang usaha sebagai badan atau pejabat tata usaha negara

sebagaimana yang dilihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003. Dimana hal tersebut akan dipertegas dengan menganalisa surat keputusan

mengenai pemutusan hubungan kerja yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat BUMN

apakah merupakan KTUN sehingga dapat diajukan sebagai sengketa TUN.Untuk

itulah penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dalam bentuk tesis yang

berjudul : “KEWENANGAN MENGADILI SENGKETA KEPEGAWAIAN

BADAN USAHA MILIK NEGARA”.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas berdasarkan pemaparan diatas

adalah:

1. Pengadilan manakah yang berwenang mengadili sengketa kepegawaian pada

BUMN?

2. Apakah yang menjadi pertimbangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam

mengadili sengketa kepegawaian pada BUMN?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

9

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Adapun ruang lingkup masalah yang dibahas dalam penelitian ini yakni

mengenai Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat BUMN yang akan dikaji

berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara serta perubahannya (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

tentang Administrasi Pemerintahan.

Berdasarkan kajian terhadap beberapa peraturan perundang-undangan

dharapkan dapat mengetahui pengadilan manakah yang berwenang unuk mengadili

dan memutus sengketa kepegawaian dalam BUMN.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum berupaya untuk mengembangkan ilmu hukum

terkait dengan kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Tata Usaha

Negara dan Pengadilan Hubungan Industrial.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

10

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan menganalisa kewenangan dari suatu badan pengadilan

tertentu dalam mengadili sengketa kepegawaian dalam BUMN

2. Untuk mengetahui dan menganalisa pertimbangan Pengadilan Tata Usaha

Negara dalam mengadili sengketa kepegawaian dalam BUMN.

3. Untuk memberikan suatu pertimbangan hukum kepada masyarakat khususnya

terkait dengan adanya suatu sengketa kepegawaian pada BUMN, sehingga

masyarakat paham ke Pengadilan manakah harus mengajukan gugatan

tersebut.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini yakni sebagai sumbangan

pemikiran khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu hukum yakni untuk

mengetahui dan menganalisa kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara dan

Pengadilan Hubungan Industrial terhadap sengketa kepegawaian dalam BUMN.

1.5.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan bagi pihak

yang berkepentingan terkait penyelesaian sengketa kepegawaian dalam BUMN.

1.6. Originalitas Penelitian

Berkaitan dengan kewenangan mengadili dalam sengketa kepegawaian

BUMN, ada beberapa penelitian lain yang objek penelitiannya juga berkaitan dengan

Keputusan ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara, akan tetapi permasalahan yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

11

diteliti dalam tesis ini berbeda dengan penelitian tentang Keputusan ataupun

Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah ada seperti:

1. Tesis dengan judul Eksistensi Klausul Pengaman Dalam Keputusan Gubernur

Bali yang Berkarakter Keputusan Tata Usaha Negara yang ditulis oleh Ni

Gusti Ayu Hendrani Sukma Lestari, dalam tesis ini mengangkat

permasalahan:

a. Apakah klausul pengaman yang ditetapkan pada Keputusan Gubernur Bali

yang berkarakter KTUN memiliki fungsi yuridis formal?

b. Apakah dengan adanya klausul pengaman, suatu Keputusan Gubernur Bali

yang berkarakter KTUN dapat digugat ke lembaga Peradilan Tata Usaha

Negara?

Hal ini tentunya berbeda dengan yang akan penulis teliti, mengingat penulis

berusaha meneliti kewenangan mengadili sengketa kepegawaian dalam BUMN dan

bukan mengenai Klausul pengaman dalam Keputusan Tata Usaha Negara.

2. Tesis dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Dalam Ketentuan

Eksekusi (Pelaksanaan) Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditulis

oleh Nyoman A. Martana, dalam tesis ini mengangkat permasalahan :

a. Bagaimanakah ketentuan eksekusi (pelaksanaan) putusan peradilan tata

usaha Negara?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi rakyat dalam ketentuan eksekusi

(pelaksanaan) putusan peradilan tata usaha Negara?

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

12

Permasalahan dalam tesis ini tentunya berbeda juga dengan yang akan penulis

teliiti, pada tesis ini menekankan pada perlindungan hokum bagi rakyat terhadap

eksekusi Putusan Peradilan Tata Usaha Negara bukan tentang kewenangan Peradilan

Tata Usaha Negara.

3. Tesis dengan judul Putusan Pengadilan Yang Dapat Dilaksanakan Lebih

Dahulu Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang ditulis oleh

Indah Mayasari, dalam tesis ini mengangkat permasalahan :

a. Penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu dalam

Peradilan Tata Usaha Negara

b. Hambatan yuridis pelaksanaan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih

dahulu dalam sengketa Tata Usaha Negara

Pada tesis ini menekankan pada permasalahan penerapan putusan pengadilan

tata usaha Negara yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, berbeda dengan yang

akan penulis teliti tentang kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap

sengketa kepegawaian dalam BUMN

1.7. Landasan Teoritis

Untuk menjawab permasalahan yang akan dibahas pada tesis ini dipergunakan

beberapa teori sebagai pisau analisis untuk mengkaji serta memberikan argumentasi

bahkan memberikan pembenaran berkaitan dengan permasalahan tersebut. Menurut

Neuman, teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh hubungan abstraksi satu sama

lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan pengetahuan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

13

tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.4 Teori dan konsep yang dipergunakan

untuk membahas permasalahan tersebut adalah:

1.7.1. Teori Negara Hukum

Pengakuan kepada suatu Negara sebagai Negara hukum (government by law)

sangat penting, karena kekuasaan Negara dan politik bukanlah tidak terbatas (tidak

absolut). Perlu pembatasan-pembatasan terhadap kewenangan dan kekuasaan Negara

dan politik tersebut, untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak penguasa.5

Dalam negara kesatuan hanya memiliki satu konstitusi sebagai hukum tertinggi yakni

pada pemerintah pusat, dengan demikian semua kekuasaan/kewenangan atas semua

urusan pemerintahan ada pada pemerintah pusat.6 Hal tersebut senada dengan yang

dinyatakan oleh KC Wheare yakni“Constitutions as primarly and almost exclusively

a legal document in which, therefore, there is a place for rules of law but for

practically manifiesto, a confenssion of faith, a statement of charter of the land”.7

Negara hukum sebagaimana yang diungkapkan oleh para ahli hukum Eropa

Kontinental seperti Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl menyebut dengan

4Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2005, Teori Hukum, Replika Aditama, Bandung, h. 19-

22.

5Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika Aditama, Bandung, h.1.

6HM. Arief Muljadi, 2005, Landasan Dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan RI, Prestasi Pustaka, Publisher, h. 61.

7KC. Wheare, 1966, Modern Constitutions, Oxford University Press, Oxford, p. 32

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

14

istilah rechtstaat, sedangkan A.V. Dicey yang merupakan ahli hukum Anglo Saxon

menyebut dengan istilah rule of law.8 Unsur dari Rechstaat:

a. Hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

c. Pemerintahan berdasarkan Peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur);

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Sedangkan Rule of Law seperti yang diungkapkan oleh A.V. Dicey unsurnya :

a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law) tidak ada kekuasaan

yang sewenang-wenang di tangan eksekutif, semuanya berdasarkan pada

hokum;

b. Tidak seorangpun yang kedudukannya di atas hukum, atau kedudukan yang

sama dalam menghadapi hukum (equality before the law);

c. Perlindungan/penjaminan hak akan kebebasan individu yang merupakan

bagian dari Konstitusi (human rights protection).9

Konsep negara hukum selanjutnya berkembang menjadi dua sistem hukum

yakni, sistem hukum eropa kontinental dengan istilah rechtstaatdan sistem anglo

saxon(rule of law).10Dalam konsep Negara hukum, Pemerintah memiliki fungsi untuk

menyelenggarakan pemerintahan. Kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan bukan

berarti Pemerintah dapat bertindak sewenang-wenang sebab Negara hukum 8Hotma P. Sibuea, 2010, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,Erlangga, Jakarta, h. 29

9C.S.T Kansil dan Chistine S.T Kansil, 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, h. 14

10Titik Triwulan Tutik, 2010, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h. 162

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

15

(rechtstaat) sebagaimana yang disebutkan oleh Hamid S. Attamimi dengan mengutip

Burken : “Adalah Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan Negara

dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah

kekuasaan hukum“.11

Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan “Indonesia

adalah Negara Hukum”. Kemudian untuk menindak lanjuti apa yang dimaksudkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka setiap tindakan

harus didasarkan atas hukum. Bila mengkaji Negara Indonesia, maka Negara

Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Menurut Sri

Soemantri Martosoewignjo, unsur-unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan

Pancasila, yaitu:

1. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga

negara;

2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pemerintah harus selalu

berdasarkan atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupunyang tidak

tertulis;

4. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya

merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedang khusus

11Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.21.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

16

untuk Mahkamah Agung harus juga merdeka dari pengaruh-pengaruh

lainnya.12

Teori Negara Hukum ini dipergunakan untuk melihat keterkaitan antara

keputusan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara kepada seseorang

atau badan hukum perdata. Dengan adanya unsur peradilan administrasi negara, maka

apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mengeluarkan suatu KTUN yang

merugikan atau melanggar hak asasi seseorang, badan hukum perdata, maka dapat

diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

1.7.2. Teori Kewenangan

Dalam konsep hukum publik wewenang merupakan konsep inti dari hukum

tata negara dan hukum administrasi negara.13Pemerintahan (administrasi) baru dapat

menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya, artinya keabsahan

tindak pemerintahan atas dasar wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan (legalitietbeginselen).14Tanpa adanya kewenangan yang dimiliki, maka

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan

atau tindakan pemerintahan. Setiap perbuatan pemerintah harus diisyaratkan harus

bertumpu pada kewenangan yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah seorang

12Astim Riyanto, 2006, Teori Konstitusi, Penerbit Yapemdo, Bandung, h. 277 13 Bernard Arief Sidharta, 2000, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,

Bandung, h. 23 10Sadjijono, 2008, Memahami, Beberapa Bab Pokok HukumAadmiistrasi, LaksbangPresindo,

Yogyakarta. h. 49

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

17

pejabat ataupun badan tata usaha negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan

pemerintah.15

Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam menjalankan roda

pemerintahan, dimana didalam kewenangan mengandung Hak dan Kewajiban dalam

suatu hubungan hukum publik. H.D Stout mengatakan bahwa: Bevoegdheid is

eenbegrip uit het bestuurlijkeorganisatierecht, wat kan wordenomschrevenals het

geheel van regels dat betrekkingheeft op de verkrijging en uitoefening van

bestuursrechtelijkebevoegdhedendoorpubliekrechtelijkerechtssubjecten in het

bestuursrechtelijkerechtsverkeer.16 (wewenang merupakan pengertian yang berasal

dari organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai sebagai keseluruhan

aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang

pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik).

Pemerintah dalam mengambil suatu tindakan, harus didasarkan pada hukum

yang berlaku, oleh karena itu agar suatu tindakan pemerintah dikatakan sah, maka

hukum memberikan suatu kewenangan kepada pemerintah untuk bertindak maupun

tidak. Menurut Philipus M. Hadjon, Kewenangan membuat keputusan hanya dapat

diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau dengan delegasi.17

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-

undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.

15Effendi, 2004, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, hal. 77 16Ridwan HR, op.cit, h.98 17PhilipusM.Hadjondkk , 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, h.130

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

18

Kewenangan yang sumbernya dari peraturan perundang-undangan disebut dengan

kewenangan konstitusionalisme yang merupakan sejumlah ketentuan hukum yang

tersusun secara sistematis untuk menata dan mengatur struktur dan fungsi-fungsi

lembaga negara.18 Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah melakukan tindakan

nyata, mengadakan peraturan ataupun mengeluarkan keputusan tata usaha negara

dapat dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan

mandat.19 Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini H.D. van Wijk/Willem

Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-

undangkepada organ pemerintahan.

b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang dari satu organ pemerintahan kepada

organ pemerintahan lainnya.

c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya.20

Dalam teori beban tanggung jawab, ditentukan oleh cara kekuasaan diperoleh,

yaitu pertama, kekuasaan diperoleh melalui attributie. Setelah itu dilakukan

pelimpahan dan dilakukan dalam dua bentuk yaitu delegatie dan mandaat. Di sisi lain

pelimpahan wewenang pusat kepada daerah didasarkan pada teori kewenangan, yaitu

pertama kekuasaan diperoleh melalui atribusi oleh lembaga negara sebagai akibat dari

18Jazim Hamidi dan Malik, 2008, Hukum Perbandingan Konstitusi, Prestasi Pustaka

Publisher. h.11. (Selanjutnya diesebut Jazim Hamidi II) 19I Made Arya Utama, 2007, Hukum Lingkungan Sistem Hukum Perizinan Berwawasan

Lingkungan Untuk Pembangunan berkelanjutan, Cet 1, Pustaka Sutra, Bandung, h. 82. 20Ridwan HR ,op.cit, h. 102.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

19

pilihan sistem pemerintahan, setelah menerima kewenangan atribusi berdasarkan

UUD NRI Tahun 1945 untuk kemudian dilakukan pelimpahan yang dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu delegasi dan mandat.

Dalam hal atribusi tanggung jawab wewenang ada pada penerima wewenang

tersebut (atributaris), pada delegasi tanggung jawab wewenang ada pada penerima

wewenang (delegans) dan bukan pada pemberi wewenang (delegataris), sementara

pada mandat tanggung jawab wewenang ada pada pemberi mandat (mandans) bukan

penerima mandat (mandataris). Jika dilihat dari sifatnya wewenang itu dapat

dibedakan menjadi tiga yakni:

a. Wewenang yang sifatnya terikat yakni terjadi apabila telah dirumuskan secara

jelas kapan, keadaan bagaimana wewenang tersebut harus dilaksanakan serta

telah ditentukan bagaimana keputusan seharusnya diambil.

b. Wewenang fakultatif yakni wewenang tersebut tidak wajib dilaksanakan

karena masih ada pilihan sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan pada

keadaan-keadaan tertentu sebagaimana yang dijelaskan pada peraturan

dasarnya.

c. Wewenang bebas yakni wewenang yang dapat dilakukan ketika peraturan

dasarnya memberikan kebebasan sendiri kepada pejabat tata usaha negara

untuk bertindak dan menentukan keputusan yang akan diambilnya.21

21Ridwan HR, op.ci, h. 197-108.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

20

Berkaitan dengan teori kewenangan akan mengkaji apa dasar kewenangan

bagi Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Hubungan Industrial dalam

mengadili sengketa kepegawaian dalam BUMN.

1.7.3. Konsep Hak Asasi Manusia Untuk Bekerja

Hak asasi manusia baru diakui secara universal pada pertengahan abad ke-20,

yakni dengan ditandatanganinya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)

oleh 48 negara dari 50 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada

tanggal 10 Desember 1948 di Paris.22 DUHAM terdiri dari 30 Pasal, yang secara

umum dapat digolongkan kedalam dua kelompok hak. Kelompok hak pertama adalah

hak sipil dan politik, yang tercantum dalam Pasal 1-21 DUHAM. Kelompok hak yang

kedua adalah hak ekonomi, sosial dan budaya, yang tercantum dalam Pasal 22-28

DUHAM.

Dilandasi oleh pertimbangan agar DUHAM dapat mengikat secara hukum,

sekitar 18 tahun setelah dideklarasikannya DUHAM tepatnya tanggal 16 Desember

1966, Majelis Umum PBB mengesahkan dua kovenan internasional yang merupakan

penjabaran lebih lanjut dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam DUHAM.

Kedua kovenan tersebut ialah Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan

Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan

Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant

on Economic, Social and Cutural Rights). Kedua kovenan tersebut kemudian menjadi

22 Suryadi Radjab, 2002, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI Bekerjasama dengan The

Asia Foundation, Jakarta, h.23

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

21

instrumen yang bersifat dasar dan induk dari pelaksanaan penghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia.23 Dalam perkembangan selanjutnya, konsep hak

asasi manusia di-positifisasi kedalam bentuk-bentuk hukum tertulis, baik pada tataran

hukum internasioanl maupun pada tataran hukum nasional setiap negara. Dalam

lingkup hukum tata negara, pengaturan hak-hak asasi dalam hukum positif pada

umumnya dituangkan dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar masing-masing

negara.

Hak Asasi Manusia terkait pekerjaan dalam hukum nasional di Indonesia

terlihat jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah memasukkan banyak

pengaturan tentang hak asasi manusia dalam amandemennya yang keempat, yakni

pada Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945, yang menyatakan “Setiap orang berhak

untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja”. Selain dalam konstitusi, norma hak pekerja juga terdapat dalam

jenjang hukum yang lebih rendah tingkatannya, yakni Pasal 38 ayat (2), ayat (3), dan

ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam

Pasal 38 ayat (2) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak

dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat

ketenagakerjaan yang adil”. Pasal 38 ayat (3) menyatakan “ Setiap orang, baik pria

maupun wanita, yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara, dan serupa

berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama”. Pasal 38 ayat (4)

23 Jayadi Damanik, 2007, Pertanggungjawaban Hukum atas Pelanggaran HAM melalui

Undang-Undang yang diskriminatif di Indonesia Pada Era Soeharto, PT Bayu Media Publishing, Malang, h.75

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

22

menyatakan “Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan

yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai

dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya”.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka sudah sangat jelas bahwa hak-hak pekerja

telah diakui dan dijamin oleh negara Indonesia, baik dengan mekanisme ratifikasi

terhadap norma-norma hukum internasional maupun yang langsung berasal dari

ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Pengaturan ketenagakerjaan

yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan didasari atau berkaitan erat dengan upaya perlindungan hak asasi

pekerja, hal ini nampak dalam banyak pengaturan pasal-pasal dalam undang-undang

tersebut yang diikuti dengan sanksi administrasi bagi pelanggarnya.

Dalam hukum perburuhan tidak saja hanya melibatkan pengusaha dan buruh

saja namun dengan semakin berkembangnya masalah ketenagakerjaan dalam arti

yang luas, maka jangkauan hubungan perburuhan kemudian meluas tidak hanya

menyangkut buruh dan pengusaha, tetapi juga meliputi pemerintah dan masyarakat.

Negara yang dalam hal ini direpresentasikan oleh suatu instansi yang berwenang

harus terlibat atau memiliki keterkaitan dalam masalah perburuhan oleh karena

negara merupakan faktor yang sangat penting dalam hukum perburuhan modern,

seperti adanya keterlibatan pemerintah dalam penyelesaian sengketa atau kasus

ketenagakerjaan melalui lembaga Tripartit. Lembaga Tripartit di tingkat pusat dan

daerah diharapkan dapat menjalankan peranannya untuk mengadakan dialog,

komunikasi dan konsultasi. Atas dasar ini diharapkan dapat merumuskan pemecahan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

23

atas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama melalui musyawarah.

Namun jika tidak terjadi kesepakatan, karyawan yang tidak puas dengan kesepakatan

bersama tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial

dalam lingkungan Peradilan Umum, disinilah juga pemerintah memiliki peran dalam

melindungi hak-hak pekerja melalui jalur hukum. Bentuk perlindungan dari

pemerintah tentunya bertujuan untuk tercapainya rasa keadilan bagi para pekerja

tersebut, sehigga apa yang menjadi hak-hak pekerja seperti halnya pesangon,

pemulihan nama baik, pembatalan suatu keputusan tetap dapat tercapai.

1.7.4. Konsep Keputusan Tata Usaha Negara

Keputusan administratif merupakan suatu pengertian yang sangat umum dan

abstrak, yang dalam praktik tampak dalam bentuk keputusan-keputusan yang sangat

berbeda.24 Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, sengketa tata usaha

Negara itu selalu merupakan akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara. Oleh karena itu, pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan

Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah sangat

penting untuk dipahami, yakni sesuai dengan Pasal 1 angka 3 yang menentukan

bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum

Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

24Philipus M.Hadjon, op.cit, h. 124

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

24

seseorang atau badan hukum perdata. Kemudian dapat diuraikan unsur-unsur

Keputusan Tata Usaha Negara sebagai berikut:

a. Penetapan tertulis;

b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;

c. Berisi tindakan hukum tata usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-

undangan;

d. Bersifat konkret, individual dan final;

e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata25

Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, yang menentukan bahwa: Tidak termasuk dalam

pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat

umum;

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

25R Wiyono, 2007, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta,h. 15

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

25

e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan

badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional

Indonesia;

g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah

mengenai hasil pemilihan umum.

Dalam menyusun keputusan, secara teoritis Pemerintah terikat kepada tiga

asas hukum, yakni:

1. Asas yuridikitas (rechtmatigheid), artinya, keputusan pemerintahan maupun

administratif tidak boleh melanggar hukum (onrechmatigeoverheidsdaad);

2. Asas legalitas(wetmatigheid), artinya keputusan harus diambil berdasarkan

ketentuan undang-undang

3. Asas diskresi (discretie, freiesErmessen), artinya, pejabat penguasa tidak

boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan “tidak ada peraturannya”

dan oleh karena itu diberi kebebasan untuk mengambil keputusan menurut

pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas

legalitas tersebut di atas. Ada dua macam diskresi yaitu “diskresi bebas”

bilamana undang-undang hanya menentukan batas-batasnya, dan “diskresi

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

26

terikat” bilamana undang-undang menetapkan beberapa alternatif untuk

dipilih salah satu yang oleh pejabat Administrasi dianggap paling dekat.26

1.7.5. Konsep Sengketa Tata Usaha Negara

Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan

sifatnya menimbulkan akibat hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan

hukum yang dilakukan oleh pemerintah adalah keputusan-keputusan pemerintah yang

bersifat sepihak. Keputusan sebagai instrument hukum pemerintah dalam melakukan

tindakan hukum sepihak, dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum

terhadap warga Negara, apalagi dalam Negara hukum modern yang memberikan

kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mencampuri kehidupan warga

Negara, karena itu diperlukan perlindungan hukum bagi warga Negara terhadap

tindakan hukum pemerintah. Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu

perlindungan hukum preventif dan represif. Pada perlindungan hukum preventif,

kepada rakyat diberikan kesempatan unuk mengajukan keberatan (inspraak) atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif..

Artinya bahwa perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, sedangkan perlindungan hukum represif adalah sebaliknya yakni untuk

menyelesaikan sengketa. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul

dalam bidang tata usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan

badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat

26Ni Gusti Ayu Hendrani Sukma Lestari, 2010, Tesis dengan judul Eksistensi Klausul

Pengaman Dalam Keputusan Gubernur Bali Yang Berkarakter Keputusan Tata Usaha Negara, h. 22-23

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

27

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian tersebut tertulis

dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan

sengketa Tata Usaha Negara terdiri dari beberapa unsur, yaitu :

a. Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara;

b. Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara;

c. Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata

Usaha Negara.

Penjelasan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986,

menyebutkan bahwa istilah “sengketa” yang dimaksudkan disini mempunyai arti

khusus sesuai dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara yaitu menilai perbedaan

pendapat mengenai penerapan hukum. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam

mengambil keputusan pada dasarnya mengemban kepentingan umum dan

masyarakat, tetapi dalam hal atau kasus tertentu dapat saja keputusan itu dirasakan

mengakibatkan kerugian bagi orang atau badan hukum perdata tertentu, untuk itulah

diberikan kesempatan mengajukan gugatan ke pengadilan.

Dalam pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan sengketa tata usaha

Negara, disebutkan termasuk “sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”, dalam hal ini yang dimaksud sengketa

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

28

kepegawaian berdasarkan Pasal 129 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang

Aparatur Sipil Negara, dalam penjelasannya yakni sengketa yang diajukan oleh

Pegawai ASN terhadap keputusan yang dilakukan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian terhadap seorang pegawai dan diselesaikan melalui upaya administrasi

terdiri dari keberatan dan banding administrasi.

Dengan demikian, berpedoman pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1986 jo. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, maka

yang dimaksud dengan sengketa kepegawaian adalah sengketa yang timbul dalam

bidang Tata Usaha Negara antara orang yang menduduki jabatan sebagai Pegawai

Negeri dengan Badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di

daerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara di bidang

kepegawaian. Terdapat beberapa hal dari pengertian sengketa kepegawaian yang

perlu mendapat perhatian, yaitu :

a. Sengketa kepegawaian tidak hanya terjadi di lingkungan Pegawai Negeri

Sipil saja, tetapi juga termasuk yang terjadi di lingkungan Kepolisian

Negara Republik Indonesia, karena menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia juga termasuk Pegawai

Negeri.

b. Dalam sengketa kepegawaian tidak termasuk perselisihan perburuhan atau

perselisihan hubungan industrial, karena perselisihan ini adalah sengketa

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

29

ketenagakerjaan jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Jadi dengan demikian, jika dikaji antara sengketa kepegawaian sesuai

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dengan sengketa kepegawaian dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, dapat dianalisa bahwa sengketa kepegawaian

dalam BUMN bukalah merupakan sengketa KTUN dan bukan kewenangan dari

Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan memutuskannya.

1.7.6. Konsep Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang

memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan

kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum, badan hukum tersebut

dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Dengan demikian sebagai badan

hukum, Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum, yakni sebagai pendukung hak

dan kewajiban. Terkait dengan hal tersebut maka Perseroan Terbatas termasuk

Persero memiliki kekayaan terpisah dari pemegang sahamnya sebagai syarat badan

hukum.27 Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, “Badan Usaha

Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Ketentuan Pasal 1

27Ni Wayan Desi Aryanti, 2013, Tesis dengan Judul Prinsip-Prinsip Kepemilikan Saham

Pemerintah Dalam Perusahaan Milik Negara(Studi Perbandingan antara Indonesia dan Singapura), h. 43-44

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

30

angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mengatur bahwa “ Perusahaan

Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk

perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling

sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.” Kemudian ketentuan Pasal 4

ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan “Modal BUMN

merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Penjelasan Pasal 4

ayat (1) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan

kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan

penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan

pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip

perusahaan yang sehat. Hal ini dipertegas pula dalam ketentuan PP No. 33 Tahun

2006 yang menghapus Pasal 19 dan Pasal 20 PP 14 Tahun 2005. Pasal 2 ayat (1)

huruf a PP No. 33 Tahun 2006 menentukan pada saat berlakunya PP ini: Pengurusan

Piutang Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan

Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan tersebut

mempertegas pemisahan kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero sebagai

kekayaan Persero. Kekayaan negara dalam arti luas dan fleksibel dapat mencakup

semua barang serta kekayaan alam, baik bergerak/tidak bergerak ataupun

berwujud/tidak berwujud yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

31

Pemerintah Daerah, dan BUMN/BUMD yang terbatas pada nilai jumlah penyertaan

modal negara. Sedangkan dalam arti yang lebih sempit, kekayaan negara dapat

dipersepsikan sebagai segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang dimiliki

oleh negara baik di tingkat pusat maupun daerah dan BUMN/BUMD.

1.8. Metode Penelitian

1.8.1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya,

kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum

tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.28

Ada beberapa pengertian penelitian hukum yang dikemukakan oleh para ahli

diantaranya: menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu

kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu,

dengan jalan menganalisanya.29SoetandyoWignyosoebroto, peneletian hukum adalah

seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer)

dan/atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu

28Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.38. 29H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 18.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

32

permasalahan.30 Apabila hukum dilihat dari aspek yuridis normatif dan yuridis

empiris maka dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu ilmu hukum tentang

kaidah, ilmu hukum tentang segi hukum yang dicita-citakan, dan ilmu hukum tentang

kenyataan yang hidup di masyarakat. Penelitian hukum secara lebih detail

dikemukakan oleh Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, yakni :

Penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas pertama; penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Kedua; penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum.31 Dalam tesis ini, penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Adapun penelitian hukum secara normatif adalah suatu pendekatan masalah yang

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan Peraturan Perundang-

undangan yang digunakan adalah terkait dengan permasalahan yang dibahas yang

kemudian dilakukan pemecahan masalah dengan menganalisa atau mengkaji

pengaturan yang berlaku sebagai dasar dari pemecahan masalah. Menurut Philipus M.

Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, ilmu hukum memiliki karakteristik yang khas, ciri

khas ilmu hukum adalah sifatnya yang normatif.32

1.8.2. Jenis Pendekatan

Penelitian Hukum Normatif mengenal lima (5) jenis pendekatan yakni:

30ibid. 31Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta. h. 153. 32Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2008, Argumentasi Hukum, Cetakan ketiga,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 1. (Selnajutnya disebut Philipus M. Hadjon II).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

33

1. Pendekatan Undang-undang(The Statue Approach)

2. Pendekatan kasus (cases approach)

3. Pendekatan Sejarah (historical approach)

4. Pendekatan komparatif (comparatif approach)

5. Pendekatan konseptual (conceptual approach)33

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan analisis konsep hukum

(Analitical and Conceptual Approach). Berikut ini adalah penjelasan untuk lebih

detailnya:

1. (The Statue Approach) peraturan perundang-undangan merupakan titik fokus

dari penelitian ini dan karena sifat hukum yang mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Comprehensive, artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait

anatar satu dengan yang lainnya secara logis.

b. All-inclusive, artinya bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup

mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak ada

kekosongan hukum.

c. Systematic, yaitu bahwa di samping bertautan antara satu dengan yang

lainnya, norma-norma hukum tersebut tersusun secara hirarkis.

33Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Cetakan keenam, Kencana Prenada

Media Gruop, Jakarta, h. 93. (Selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki I).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

34

2. Pendekatan kasus yaitu pendekatan dengan cara melakukan telaah terhadap

kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan

pengadilan khususnya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam

pendekatan ini, hukum tidak sematamata dikonsepsikan sebagai norma, tetapi

juga sebagai produk yang terwujud lewat proses judisial dari kasus ke kasus,

yang acap disebut “hukum in concreto” yang kemudian akan ditarik suatu

asas hukum. Kumpulan putusan Hakim yang mengakhiri perkara macam ini

disebut jurisprudentie dalam bahasa belanda dan judge made laws dalam

tradisi hukum di negeri-negeri penganut common law system.34

3. Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conceptual Approach).

Pendekatan analitis ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah

hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, dengan begitu

peneliti memperoleh gambaran pengertian atau makna baru dari istilah-istilah

hukum dan menguji penerapan secara praktis dengan menganalisis putusan-

putusan hukum. Pendekatan konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik

tolak atau pendekatan bagi analitis penelitian hukum, karena akan banyak

muncul konsep-konsep bagi suatu fakta hukum.35

1.8.3. Sumber Bahan Hukum

34 Soetandyo Wignyosoebroto,2008, Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe Kajian dan

Metode Penelitiannya, dalam Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, SH, Refika Aditama, Bandung, h. 45

35Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad,op.cit, 184-191.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

35

Sumber Bahan Hukum terbagi menjadi dua, yaitu bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Penelitian ini ditulis dari dua sumber bahan hukum antara

lain:

1. Bahan Hukum Primer, yaitu sumber hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.36 Bahan hukum primer

merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat.37 Bahan-bahan

hukum primer terdiri dari :

a. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Peraturan Dasar;

c. Batang tubuh UUD 1945;

d. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

e. Peraturan Perundang-undangan;

f. Keputusan Presiden dan yang setaraf;

g. Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf;

h. Bahan-bahan hukum yang belum dikodifikasikan, hal ini bisa ditemukan di

dalam hukum Islam dan hukum adat;

i. Yurisprudensi, atau keputusan pengadilan;

j. Perjanjian internasional (traktat);

36Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cet ke IV, Kencana, Jakarta, h.141.

(Selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki II). 37Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke 3, Universitas Indonesia

(UI-Press), Jakarta, h. 52.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

36

k. Bahan hukum yang ada sejak zaman penjajahan Belanda yang sampai saat

ini masih berlaku, misalnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, dan sebagainya.38

Bahan hukum primer dalam penelitian ini yakni peraturan perundang-

undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas diantaranya :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara

c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha MIlik

Negara

e. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

f. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

g. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

h. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara

i. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

38Zainuddin Ali, op.cit, h.23.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

37

j. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap

bahan hukum primer, misalnya rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,

hasil karya dari pakar hukum, dan sebagainya.39 Bahan hukum sekunder juga

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen

resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.40

1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam hal penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi

pustaka terhadap bahan-bahan hukum dengan cara membaca, melihat, mendengarkan

maupun dengan media internet. Pengumpulan bahan hukum ada juga menggunakan

sistem kartu (card system), artinya peneliti membuat kartu-kartu yang digunakan

untuk mencatat data dari bahan pustaka tersebut. Kartu-kartu ini dibagi menjadi tiga

bagian yakni kartu kutipan, kartu ringakasan dan kartu saduran. Dalam setiap kartu

dicantumkan sumber data pustaka yang bersangkutan mulai dari judul, penulis,

penerbit, tempat terbit, tahun dan halaman. Selain itu pengumpulan bahan hukum ini

menggunakan teknik bola salju (snowbaal method)41. Metode bola salju adalah

39ibid, 40SoerjonoSoekanto, op.cit, h.52. 41 I Made Wahyu Candra, 2013, Tesis : Formulasi Keadilan Restoratif Dalam Sistem

Peradilan Pidana, h. 35.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

38

metode menggelinding secara terus menerus yang mengacu pada peraturan

perundang-undangan, dan buku-buku hukum dalam daftar pustaka.

1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis menggunakan teknik deskripsi, teknik argumentasi, teknik

sistematisasi dan teknik interpretasi. Teknik analisis secara deskripsi berarti

menguraikan apa adanya terhadap suatu kondisi hukum mengenai kewenangan yang

dimiliki oleh Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap sengketa kepegawaian BUMN.

Teknik argumentasi berarti penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang

bersifat penalaran hukum. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan

rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-

undangan yang sederajat maupun yang tidak sederajat.

Bahan hukum sekunder yang telah didapatkan dalam penelitian hukum

normative ini akan dianalisis secara deskriptif analitis. Deskriptif tersebut meliputi isi

dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk

menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijaikan rujukan dalam

menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.42

Dalam penelitian ini akan dilakukan pemaparan seta penentuan terhadap

makna dari aturan-aturan hukum terkait dengan kewenangan absolute PTUN dalam

mengadili sengketa kepegawaian BUMN dengan menggunakan teknik interpretasi

dapat dibedakan atas interpretasi gramatikal (tata bahasa), interpretasi autentik

(resmi), interpretasi historis (sejarah), interpretasi nasional, interpretasi sistematis,

42 Zainuddin Ali, Op.Cit, h. 107

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · membawa konsekuensi pada perubahan peran dan fungsi negara. Di dalam negara yang menganut konsep Negara Hukum Formal

39

interpretasi teologis, interpretasi peringkasan (acontrario), dan interpretasi analogis

(memberi tafsir). Adapun teknik interpretasi yang digunakan dalam penelitiam ini

adalah interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis. Pemaparan tersebut

Pemaparan tersebut dilakukan dengan teknik interpretasi :

1. Teknik interpretasi digunakan untuk melakukan penafsiran terhadap

norma-norma yang kabur. Dalam penelitian ini terdapat kekaburan norma

yang diakibatkan dari berbagai penafsiran mengenai pengertian Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara terkait dengan pengertian BUMN apakah

termasuk Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

2. Argumentsi hukum, yaitu melakukan penalaran hukum berupa pemikiran

dengan mnggali konsep (pengertian), proposisi (pernyataan) dan

melakukan penalaran.