bab i pendahuluan 1.1 latar belakang · pdf file1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang menurut...

64
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Oleh karena itu kesehatan menyangkut 4 aspek yang penting yaitu fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Keempat aspek tersebut dalam perwujudannya saling mempengaruhi dalam pencapaian tingkat kesehatan seseorang, kelompok, atau masyarakat (Yuniastuti, 2008). Aspek kesehatan fisik merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai kesehatan yang menyeluruh. Wujud kesehatan fisik adalah seseorang tidak menderita sakit. Kesehatan fisik bisa dicapai dengan mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi yang pada akhirnya tubuh akan terpelihara dan akan ada perbaikan sel-sel tubuh secara berkelanjutan serta mengoptimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004 dan Yuniastuti, 2008 ). Upaya agar kebutuhan zat gizi seseorang dapat diperoleh secara optimal adalah dengan diadakannya penyelenggaraan makanan yang dikelola dengan menerapkan disiplin disiplin ilmu seperti ilmu gizi, manajemen, dietetika serta dilakukan dengan menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas karena tujuan dari penyelenggaraan makanan adalah menghasilkan makanan yang berkualitas baik dan sesuai dengan kebutuhan ( Mukrie, 1990 dan Khan, 1987). Agar makanan yang disajikan tetap terjaga kualitasnya, maka makanan yang disajikan harus dievaluasi salah satu caranya adalah dengan menghitung daya terima makanan konsumen. Daya terima

Upload: nguyenkhanh

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan

bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu kesehatan menyangkut 4 aspek yang penting yaitu fisik

(badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Keempat aspek tersebut

dalam perwujudannya saling mempengaruhi dalam pencapaian tingkat

kesehatan seseorang, kelompok, atau masyarakat (Yuniastuti, 2008).

Aspek kesehatan fisik merupakan salah satu faktor penting dalam

mencapai kesehatan yang menyeluruh. Wujud kesehatan fisik adalah

seseorang tidak menderita sakit. Kesehatan fisik bisa dicapai dengan

mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi yang pada

akhirnya tubuh akan terpelihara dan akan ada perbaikan sel-sel tubuh

secara berkelanjutan serta mengoptimalkan proses pertumbuhan dan

perkembangan (Almatsier, 2004 dan Yuniastuti, 2008 ).

Upaya agar kebutuhan zat gizi seseorang dapat diperoleh secara

optimal adalah dengan diadakannya penyelenggaraan makanan yang

dikelola dengan menerapkan disiplin – disiplin ilmu seperti ilmu gizi,

manajemen, dietetika serta dilakukan dengan menerapkan prinsip

efisiensi dan efektivitas karena tujuan dari penyelenggaraan makanan

adalah menghasilkan makanan yang berkualitas baik dan sesuai dengan

kebutuhan ( Mukrie, 1990 dan Khan, 1987).

Agar makanan yang disajikan tetap terjaga kualitasnya, maka

makanan yang disajikan harus dievaluasi salah satu caranya adalah

dengan menghitung daya terima makanan konsumen. Daya terima

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

2

makanan adalah presentase makanan yang di konsumsi dari total

keseluruhan yang disediakan. Daya terima ini banyak dipengaruhi

beberapa faktor diantaranya adalah penampilan makanan saat disajikan

dan rasa makanan (Dewi, 2007 ).

Penampilan makanan yang disajikan sangat mempengaruhi indera

penglihat. Indera penglihat sangat peka terhadap warna makanan, bentuk

makanan, serta besarnya porsi makanan yang disajikan. Kombinasi warna

yang menarik, bentuk yang baik, perpaduan yang baik antar tekstur

makanan, serta konsistesi yang baik dari makanan dan besar porsi

makanan yang disajikan, sangat mempengaruhi selera makan konsumen

dan juga mampu membuat konsumen menikmati makanan yang disajikan

(Khan, 1987 dan Wood, 1988).

Selanjutnya faktor lain yang mempengaruhi daya terima adalah

rasa makanan. Rasa makanan sangat menentukan penerimaan makan

dari konsumen. Perpaduan yang tepat antara bumbu dan rempah yang

digunakan dapat lebih meningkatkan selera makan konsumen (Wood,

1988 dan Winarno, 1992 ).

Pada penelitian Hermawati (2003), diperoleh hasil ada hubungan

yang bermakna antara kualitas makanan yang disajikan dengan daya

terima (p=0,006). Hal ini menunjukan bahwa daya terima dipengaruhi oleh

penampilan dan rasa makanan.

Pada tahun 2000, Daniyah telah melakukan penelitian di SMU Al

Azhar tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan daya terima

makanan. Disebutkan bahwa sebanyak 34 sampel (87,2 %) memiliki daya

terima yang baik dan 5 sampel (12,8 %) memiliki daya terima yang

kurang. Baiknya daya terima makanan karena sampel lebih memilih

makan diluar kantin yang menyediakan hidangan yang menurut sampel

baik. Ini karena penampilan makanan dan rasa makanan yang

dihidangkan oleh institusi kurang baik.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

3

Nihayah, pada tahun 2007 melakukan penelitian yang serupa yaitu

tentang kualitas makanan di MTs Darul Arqam Garut. Dari penelitain

tersebut diperoleh hasil bahwa dari 54 sampel yang menilai kualitas

makanan yang disajikan, 53,7% menilai bahwa penampilan makanan baik

sedangkan sisanya 46,3% menilai bahwa penampilan makanan kurang

baik. Dari hasil ini membuktikan bahwa penampilan makanan yang

disajikan masih kurang baik (Nihayah, 2007).

Pada penelitian Daniyah (2000), disebutkan bahwa 4 sampel

(10,26 %) menilai rasa makanan baik dan 35 sampel (89,74 %) menilai

rasa makanan kurang. Hal ini karena tekstur nasi yang keras dan tingkat

kematangan telur yang kurang. Selain itu suhu sup sayuran yang

disajikan kurang sehingga membuat rasa sup sayuran kurang terasa.

Bumbu ayam goreng pun kurang terasa hal ini membuat sampel menilai

rasa makanan yang disajikan kurang.

Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu institusi penyelenggaraan

makanan dengan sistem pengelolaan yang baik sehingga dihasilkan

makanan yang baik. Makanan yang berkualitas baik akan berperan besar

dalam penerimaan makanan tersebut (Mukrie, 1990 dan Khan, 1987).

Salah satu institusi yang mengadakan penyelenggaraan makanan

adalah Pondok Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi. Dari

wawancara dengan pihak sekolah diketahui bahwa penyelenggaraan

makanan tersebut dikelola langsung oleh pihak sekolah. Biaya makan

sehari adalah Rp.8.500,00

Selama ini belum pernah ada penelitian yang menyangkut tentang

penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Modern Al-Himmah

Kabupaten Sukabumi. Hasil wawancara diketahui bahwa Pondok

Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi telah bekerjasama

dengan Ahli Gizi Rumah Sakit Syamsudin SH dalam hal administrasi

perencanaan menu.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

4

Atas dasar inilah, penulis berminat mengetahui bagaimana

penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Modern Al-Himmah

Kabupaten Sukabumi. Selain itu penulis berminat mengetahui penilaian

siswa terhadap makanan yang disajikan meliputi aspek penampilan

makanan serta rasa makanan ditambah aspek daya terima makan siang

siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada Hubungan Antara Penampilan Makanan dan Rasa

Makanan Terhadap Daya Terima Makan Siang di Pondok Pesantren

Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Antara Penampilan Makanan dan Rasa

Makanan Terhadap Daya Terima Makan Siang di Pondok

Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum tentang Pondok Pesantren

Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi;

b. Mengetahui tentang karakteristik sampel meliputi jenis kelamin,

kelas, dan usia ;

c. Mengetahui gambaran penyelenggaraan makanan meliputi

standar porsi, standar bumbu, pola menu, siklus menu, dana,

proses produksi dan distribusi di Pondok Pesantren Modern Al-

Himmah Kabupaten Sukabumi;

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

5

d. Mengetahui penilaian sampel tentang kualitas penampilan

makanan yang disajikan meliputi kombinasi warna, besar porsi,

penyajian dan bentuk makanan di Pondok Pesantren Modern

Al-Himmah Kabupaten Sukabumi;

e. Mengetahui penilaian sampel tentang kualitas rasa makanan

yang disajikan meliputi aroma, bumbu, dan kematangan di

Pondok Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi;

f. Mengetahui penilaian sampel tentang citarasa makanan yang

disajikan di Pondok Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten

Sukabumi;

g. Mengetahui daya terima makan siang siswa Pondok Pesantren

Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi;

h. Mengetahui hubungan penampilan makanan dengan daya

terima makan siang;

i. Mengetahui hubungan rasa makanan dengan daya terima

makan siang;

j. Mengetahui hubungan citarasa makanan dengan daya terima

makan siang.

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini meliputi Hubungan Antara Penampilan dan Rasa

Makanan Terhadap Daya terima Makan Siang di Pondok Pesantren

Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

6

1.5 Manfaat Penelitian

Bagi peneliti

Mendapat wawasan dan ilmu serta pengalaman dalam bidang

penyelenggaraan makanan di sebuah institusi sekolah.

Bagi institusi sekolah

Memberikan penilaian penyelenggraan makanan yang telah

dilaksanakan dan sebagai bahan evaluasi agar kedepan penyelenggaraan

makanan lebih baik lagi.

Bagi institusi perguruan tinggi

Sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

Serta menambah wawasan bagi para mahasiswa.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah data penilaian sampel

terhadap penampilan makanan dan rasa makanan yang dikumpulkan

sangat bergantung kepada pemahaman sampel tentang makanan

tersebut. Untuk itu sebelum dilakukan penelitian diberi pengarahan

terlebih dahulu tentang penilaian makanan dan tata cara pengisian

kuesioner agar data yang dikumpulkan akurat.

Penilaian terhadap penampilan makanan dan rasa makanan tidak

perhidangan tetapi satu menu yang disajikan. Hal ini membuat penilaian

terhadap penampilan makanan dan rasa makanan yang didapat tidak

menggambarkan secara terperinci penilaian terhadap penampilan dan

rasa tiap-tiap hidangan. Faktor lain yang mempengaruhi daya terima

makanan seperti sanitasi dan suhu makanan tidak diteliti meskipun dapat

mempengaruhi hasil penelitian.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyelenggaraan Makanan Institusi

Pada dasarnya pengertian penyelenggaraan makanan institusi

adalah sebuah penyelenggaraan makanan dalam jumlah banyak diatas 50

porsi dan pada pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip manajemen

dengan memanfaatkan unsur-unsur manajemen agar pelaksanaan

penyelenggaraan menjadi lebih efektif dan efisien serta mencapai hasil

yang optimal dan cita rasa yang baik (Mukrie, 1990).

2.2 Jenis Penyelenggaraan Makanan Institusi

Penyelenggaraan makanan institusi dapat di bagi menjadi 2 jenis

penyelenggaraan makanan institusi.

1. Penyelenggaraan makanan institusi yang bertujuan untuk mencari

keuntungan atau dengan kata lain disebut komersial.

Penyelenggaraan makanan ini biasanya mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya (Kusumastuti, 2009). Adapun ciri

penyelenggaraan makanan institusi komersial adalah

a. Pengelola masyarakat umum atau kadang-kadang dibawah

pemerintah;

b. Adanya pengelolaan dengan pendekatan manajemen oleh

pemiliknya;

c. Penyediaan makanan, macam dan frekuensinya tidak harus

kontinyu;

d. Konsumen bersifat heterogen dan adanya tuntunan tanggung

jawab kesehatan;

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

9

e. Makanan aman untuk konsumen meski makanan yang

disajikan, macam, dan variasi tidak terikat oleh suatu peraturan;

f. Adanya kebebasan konsumen dalam memilih makanan dan

pemilik harus memberikan informasi makanan atau hidangan

dalam bentuk tulisan juga gambar;

g. Cara pelayanan dapat berupa pelayanan sendiri, dilayani diatas

meja, dilayanai dengan kereta makanan ataupun cara-cara lain

yang sudah ditetapkan oleh pemilih institusi tersebut;

h. Sanitasi harus berstandar baik dan pelayanan yang disajikan

harus maksimal sesuai kemampuan institusi (Mukrie, 1990).

2. Penyelenggaraan yang bergerak untuk kepentingan sosial tanpa

mengambil untung dari masyarakat yang berada di institusi

tersebut. Adapun yang termasuk institusi sosial adalah panti

asuhan, panti jompo, panti cacat, panti tuna netra, dan semua

intstitusi lainnya yang bergerak untuk kepentingan sosial baik oleh

pihak pemerintah ataupun swasta (Mukrie, 1990).

2.3 Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi

Ada empat sistem penyelenggaraan yang sampai hari ini masih di

pakai. Perbedaan dari keempat sistem ini berdasarkan tempat pengolahan

dan tempat yang menjadi sasaran, serta tergantung dari pekerja dan alat

yag tersedia. Keempat sistem penyelenggaraan tersebut adalah

konvesional, komisar, sistem makanan jadi, dan sistem makanan olahan.

a. Konvensional

Sistem konvensional itu bisa disebutkan juga dengan sistem

tradisional dimana bahan makanan diolah menjadi makanan jadi di dapur

dan jika sudah siap saji, makanan akan disimpan pada sebuah tempat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

10

penyajian atau penungguan. Pada ruangan yang sama makanan akan

dibagikan pada konsumen. Pada sistem ini ruangan pengolahan makanan

dan ruangan penyajian berdampingan pada satu ruangan. Keuntungan

menggunakan sistem ini adalah adanya penghematan biaya untuk

distribusi makanan serta makanan yang disajikan masih segar dan terjaga

kualitasnya (Khan 1987 dan Wood, 1988).

b. Komisar

Pada sistem ini, terdapat pemisahan tempat pengolahan dan

konsumsi makanan. Dalam sistem ini makanan diolah disebuah dapur

besar yang menjadi pusat pengolahan. Lalu setelah makanan diolah

menjadi makanan jadi, ada proses pengiriman makanan ke tempat yang

terpisah dari ruangan pengolahan serta memiliki jarak yang jauh (West

dan Wood, 1988).

c. Sistem Makanan Jadi

Dalam sistem ini, makanan sudah dalam keadaan siap santap dan

telah dikemas. Kemudian makanan didinginkan atau dibekukan sesuai

kebutuhan. Sistem ini digunakan saat ada perbedaan waktu yang lama

antara pengolahan dan penyajian makanan serta makanan yang telah

diolah tidak segera disajikan (West dan Wood, 1988).

d. Sistem Makanan Olahan

Sistem makanan olahan lebih menitikberatkan pada proses

pembelian makanan olahan dan penyimpanan makanan tersebut.

Sehingga saat akan disajikan makanan hanya tinggal disusun, panaskan

dan sajikan pada konsumen. Sistem ini lebih hemat dari segi biaya

produksi yang meliputi biaya pembelian bahan bakar, listrik, dan air.

Selian itu ada hal yang harus diperhatikan saat mengunakan sistem ini

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

11

yaitu adanya keterbatasan pasar dalam meyediakan bahan makanan

olahan tersebut (West dan Wood, 1988).

2.4 Tujuan Penyelenggaraan Makanan Institusi

Penyelenggaraan Makanan Institusi bertujuan agar para konsumen

mendapatkan kepuasan dan manfaat yang banyak dari makanan yang

disajikan oleh institusi sehingga berdampak pada status kesehatan yang

baik dapat dicapai konsumen. Selain tujuan tersebut, masih ada lagi

tujuan dari penyelenggaraan makanan institusi tersebut, diantaranya

makanan yang dihasilkan berkualitas baik, adanya pelayanan yang cepat

dan bervariasi, menyediakan makanan dengan konsep menu seimbang,

harga yang ditawarkan tepat dan layak sesuai dengan pelayanan yang

disajikan serta yang terakhir kebersihan dan sanitasi terjaga ( Livianti,

2008 )

2.5 Penyelenggaraan Makanan Asrama

Asrama adalah tempat atau wadah yang dikelola oleh sekelompok

orang atau masyarakat tertentu yang mendapatkan pelayanan makan

secara terus menerus dan menampung berbagai masyarakat dari

berbagai golongan usia yang memerlukan perlindungan baik mereka yang

termasuk golongan lemah ataupun yang membutuhkan tempat untuk

kegiatannya ( Mukrie, 1990 ).

Penyelenggaraan makanan asrama bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan gizi masyarakat dalam asrama tersebut. Adapun ciri dari

makanan untuk asrama adalah :

a. Dikelola oleh pemerintah ataupun peran serta masyarakat;

b. Standar gizi sesuai dengan kebutuhan orang-orang yang berada

di asrama dengan memperhatikan sumber daya yang ada di

asrama;

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

12

c. Melayani golongan umur ataupun sekolompok orang dengan

usia tertentu;

d. Dapat bersifat komersial bila diperlukan;

e. Frekuensi makan 2-3 kali sehari dengan makanan selingan

ataupun tanpa makanan selingan;

f. Jumlah yang dilayani tetap;

g. Macam pelayanan tergantung peraturan asrama;

h. Tujuan penyediaan makanan lebih diarahkan untuk pencapaian

kesehatan penghuni (Mukrie, 1990).

2.6 Cita Rasa

Cita rasa makanan sangat penting kaitannya dengan penerimaan

makanan dalam penyelenggaraan makanan. Aspek cita rasa makanan

terbagi menjadi dua kategori, yaitu aspek penampilan dan rasa makanan

(Khan, 1987 dan Wood, 1988).

Dalam penyajian makanan perlu memperhatikan aspek-aspek

penampilan dari makanan tersebut, serta kombinasi makanan dalam satu

menu yang disajikan. Tidak hanya aspek penampilan saja yang terdiri dari

warna, tekstur, bentuk makanan, dan besar porsi makanan yang harus

diperhatikan tetapi juga aspek rasa yang meliputi rasa, bumbu, aroma dan

suhu (West & Wood, 1988 dan Livianti, 2008 ).

2.6.1 Penampilan

Penampilan makanan adalah penampakan makanan yang terlihat

saat penyajian makanan ( Dewi, 2007 ). Aspek penampilan ini sangat

mempengaruhi selera makanan konsumen (Khan, 1987). Penampilan

makanan makanan meliputi beberapa aspek. Diantaranya,

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

13

a. Warna makanan

Warna yang nampak dari makanan dapat membuat konsumen

terkesan sehingga akan timbul daya tarik untuk mencobanya. Hal ini

berkaitan dengan aspek psikologis manusia yang tertarik pada warna –

warna yang cerah, selera makanan dapat menurun pada kondisi dimana

warna makanan yang disajikan kurang menarik, tidak cerah, dan tidak

bervariasi. Oleh karenanya harus diperhatikan dari segi warna makanan

agar daya terima makanan menjadi baik adalah dengan

mengkombinasikan warna makanan yang disajikan dan warna tiap-tiap

hidangan harus kontras dengan hidangan yang lainnya ( Dewi, 2007 dan

Khan, 1987).

b. Bentuk makanan

Rupa makanan yang disajikan disebut dengan bentuk makanan.

Bentuk makanan akan menambah daya tarik dari makanan tersebut. Hal

yang perlu diperhatikan adalah makanan yang disajikan harus beraneka

ragam bentuknya serta serasi dalam penyajiannya misalnya mengenai

potongan bahan makanan. Apakah makanan dipotong memanjang, atau

berbentuk dadu, atau dipotong parut. Selain itu ukuran potongan menjadi

daya tarik bagi konsumen (West & Wood, 1988 dan Dewi, 2007 )

c. Besar Porsi

Porsi adalah banyaknya makanan yang disajikan. Porsi makanan

akan memperngaruhi daya tarik dari konsumen karena tiap-tiap konsumen

memiliki besar porsi makanan yang berbeda dalam setiap aktivitas

makannya. Besar porsi akan mempengaruhi penampilan makanan. Jika

terlalu besar atau terlalu kecil penampilan makanan jadi tidak terlalu

menarik ( Dewi, 2007 dan Livianti, 2008 )

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

14

d. Konsistensi

Konsistensi merujuk pada apakah makanan yang disajikan itu

memiliki tingkat kepadatan dan kekentalan yang baik. Konsistensi

digambarkan dengan istilah cair, kental, dan padat (Dewi, 2007).

Konsumen sangat peka pada makanan dengan konsistensi yang

beragam sehingga menimbulkan sensasi yang unik yang dirasakan di

mulut, ini akan menambah daya terima makan bagi konsumen karena

pada dasarnya konsumen sangat menyukai makanan dengan kombinasi

yang baik (Khan, 1987 ).

e. Penyajian Makanan

Penyajian makanan adalah perlakuan akhir setelah makanan

matang, diantaranya menata dan menyusun hidangan pada tempat

penyajian makanan. Susunan yang baik ditambah garnish pada makanan

yang disajikan dapat menambah selera makan ( Moehyi, 1992 ).

Penyajian makanan yang baik akan berpengaruh pada daya terima

konsumen. Hal ini karena penyajian makanan dapat merangsang indera

penglihat konsumen sehingga timbul selera makan yang baik. Selera

makan yang baik menjadikan daya terima terhadap makanan yang

disajikan menjadi baik ( Moehyi, 1992 ).

2.6.2 Rasa

Rasa dapat diartikan sebagai rangsangan dari makanan terhadap

indera pengecap dan indera penghidu yang dapat menimbulkan sensasi

pada indera tersebut. Rangsangan ini karena pada makanan tersebut

terdapat senyawa yang mampu merangsang reseptor – reseptor pada

indera pengecap dan penghidu yang mampu menangkap senyawa

tersebut ( Winarno, 2002 ).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

15

Dengan demikian makanan yang masuk kedalam mulut akan

sangat mempengaruhi reaksi dari indera tersebut oleh karenanya

makanan yang disajikan harus mempunyai rasa yang baik, agar

rangsangan terhadap indera tersebut menjadi baik sehingga akan

menimbulkan selera makan yang baik dari konsumen ( Livianti, 2008 ).

a. Aroma

Aroma adalah bau yang berasal dari bahan makanan yang

disajikan yang merangsang indera penciuman sehingga memunculkan

selera. Aroma dari setiap bahan makanan berbeda-beda (Livianti, 2008 ).

Aroma dapat dikenali saat berbentuk uap dan menyentuh reseptor

pada indera penghidu. Manusia memiliki kemampuan untuk mengenal bau

kurang lebih sebanyak 16 juta jenis bau. Oleh karena manusia memiliki

kemampuan yang baik dalam menentukan jenis bau yang ada, perpaduan

bau pada makanan harus bervariasi untuk menambah selera makan

konsumen ( Winarno, 1992 dan Winarno, 2002 )

b. Bumbu

Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada hidangan untuk

memperoleh rasa dan aroma. Racikan bumbu yang benar dapat

menambah selera konsumen serta dapat membuat makanan menjadi

lebih awet (Tarwotjo, 1998).

c. Tekstur

Tekstur adalah struktur makanan yang disajikan. Adapun yang

dikategorikan tekstur adalah apakah makanan tersebut disajikan dalam

keadaan kering, halus, lunak, ataupun kenyal (West dan Wood, 1988 ).

Agar tekstur bisa dideteksi dengan sangat baik maka makanan tersebut

harus dirasakan dalam mulut (Dewi, 2007).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

16

d. Suhu

Suhu makanan menjadi faktor penting dalam citarasa makanan.

Suhu yang terlalu panas akan membuat indera pengecap menjadi

terbakar sehingga membuat selera makan menjadi berkurang hal ini

karena berkurangnya sensitivitas indera pengecap ( Moehyi, 1992 ).

Makanan yang terlalu dingin membuat kepekaan terhadap rasa

makanan berkurang. Ini akibat dari saraf pada indera pengecap yang

terbius suhu dingin ( Winarno, 1992 ).

2.7 Daya terima

Dalam menilai kepuasan konsumen dalam suatu jasa boga adalah

dengan menggunakan aspek daya terima karena daya terima merupakan

produk akhir dari makanan. Daya terima biasanya diukur sebagai sisa

makanan yang dikonsumsi. Sisa makanan ini harus diperhatikan karena

menentukan apakah makanan disukai atau tidak ( Sediaoetama, 1996).

Penelitian Yamsehu menyebutkan ada banyak faktor yang

mempengaruhi daya terima konsumen seperti lingkungan dan iklim. Faktor

lainnya adalah umur, jenis kelamin, sosial ekonomi, sosial budaya, serta

faktor kepercayaan dan agama ( Mukrie, 1990 ). Selain itu, yang dapat

mempengaruhi daya terima makanan adalah jarak makan antara makan

pagi dengan makan siang serta aktivitas dari konsumen ( Dewi, 2007 ).

Efek lanjutan dari makanan yang tidak dihabiskan adalah

berkurangnya asupan gizi pada konsumen yang dapat mempengaruhi

status gizi konsumen. Oleh karenanya agar makanan yang disajikan

habis, perencanaan dalam membuat menu harus diperhatikan dengan

baik agar selera makan konsumen meningkat dan makanan yang

disajikan habis ( Sullivan, 1990 ).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

17

Metode yang digunakan dalam menghitung sisa makanan adalah

dengan menimbang sisa makanan. Agar lebih efektif penimbangan

dilakukan dengan cara menimbang berat awal lalu dihitung sisa makanan

yang ada (Yamsehu, 2008). Adapun rumus untuk mencari prosentase

daya terima adalah sebagai berikut %100xBeratAwal

BeratAkhirBeratAwal (Dewi,

2007).

2.8 Survey Konsumsi Makanan

Secara umum metode survey konsumsi makanan terbagi menjadi

dua garis besar yaitu survey konsumsi pada tingkat rumah tangga dan

survey konsumsi pada tingkat individu. Tujuan dari survey konsumsi

makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan baik itu tingkat

rumah tangga maupun tingkat individu. Selain itu, survey konsumsi

makanan dapat mengetahui asupan zat gizi tingkat rumah tangga dan

individu (Par’i, 2009).

Survey konsumsi pada tingkat rumah tangga meliputi metode

pencatatan, metode pendaftaran makanan, metode inventaris dan yang

terakhir yaitu metode pencatatan makanan rumah tangga (Par’i, 2009).

Menurut Gibson, survey konsumsi pada tingkat individu meliputi

metode recall 24 jam, estimated food record yang lebih dikenal dengan

istilah food record, dietary history, food frequency questionner, dan yang

terakhir adalah metode food weighing (Gibson, 2009)

Metode food weighing adalah cara untuk mendapatkan hasil akurat

tentang daya terima makanan. Dalam menentukan daya terima makanan

ditimbang sisa makanan yang disajikan. Penimbangan bisa dilakukan oleh

peneliti ataupun responden. Penimbangan dilakukan beberapa hari

tergantung dari tujuan penelitian, dana yang tersedia, dan waktu yang

disediakan (Supariasa, 2001)

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

18

Kelebihan dari metode ini adalah peneliti dapat memperoleh data

akurat mengenai jumlah makanan yang dikonsumsi karena sisa makanan

ditimbang. Adapun kekurangan dari metode iini adalah membutuhkan

waktu, tenaga, dan alat. Selain itu tenaga penimbang harus terampil, perlu

ada kerjasama dengan responden, dan dapat merubah pola makan

responden bila penimbangan cukup lama (Livianti, 2008)

Langkah-langkah dalam penimbangan makanan adalah

a. Petugas atau responden menimbang dan mencatat bahan

makanan atau makanan yang dikonsumsi dalam gram.

b. Hitung sisa makanan, kemudian bandingkan dengan berat awal

makanan. Maka akan diperoleh nilai daya terima makanan

(Supariasa, 2001)

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Daya terima makanan dipengaruhi oleh penampilan dan rasa

makanan. Penampilan makanan sangat mempengaruhi indera

penglihatan, pengaruh ini mampu merangsang selera makan dan

membuat konsumen menjadi menikmati makan. Begitu juga dengan rasa

makanan, perpaduan rasa makanan yang disajikan dapat menimbulkan

sensasi rasa pada indera pengecap serta sensasi bau yang menarik pada

indera penciuman yang pada akhirnya berpengaruh juga terhadap selera

makan konsumen sehingga membuat daya terima makanan menjadi baik.

Untuk mengetahui hubungan antara penampilan, rasa dengan daya

terima dapat dilihat pada gambar berikut

GAMBAR 3.1

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

19

HUBUNGAN ANTARA PENAMPILAN DAN RASA TERHADAP DAYA

TERIMA MAKAN SIANG DI PONDOK PESANTREN MODERN AL-

HIMMAH

Keterangan :

Variabel independen : Penampilan, rasa, dan citarasa

Variabel dependen : Daya terima

3.2 Hipotesis

3.2.1 Ada hubungan antara penampilan makanan dengan daya

terima makanan siang di Pondok Pesantren Modern Al-Himmah

Kabupaten Sukabumi

3.2.2 Ada hubungan antara rasa makanan dengan daya terima

makanan siang di Pondok Pesantren Modern Al-Himmah

Kabupaten Sukabumi

3.2.3 Ada hubungan antara cita rasa makanan dengan daya terima

makanan siang di Pondok Pesantren Modern Al-Himmah

Kabupaten Sukabumi

Persepsi Cita Rasa Makanan

Daya Terima Makanan

Penampilan : ( Warna, Bentuk,

penyajian dan Besar Porsi )

Rasa : (Aroma, Bumbu dan

Kematangan,)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

20

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Penampilan

Penampilan adalah penampakan menu yang tersaji yang terlihat

oleh indera penglihat siswa. Penilaian penampilan ini didapat selama 2

hari tidak berturut turut yaitu pada menu ke-1 dan menu ke-3. Aspek

penampilan meliputi aspek warna, bentuk makanan, penyajian dan besar

porsi makanan.

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : Kuesioner berupa angket

Kategori : baik, jika nilai penampilan median (20)

kurang, jika nilai penampilan median (20)

Skala : ordinal

3.3.2 Rasa

Rasa adalah persepsi rasa terhadap menu yang disajikan serta

dirasakan oleh indera pengecap siswa. Penilaian rasa didapat selama 2

hari tidak berturut turut yaitu pada menu ke-1 dan menu ke-3. Aspek rasa

meliputi aroma, bumbu dan kematangan.

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : Kuesioner berupa angket

Kategori : baik, jika nilai rasa median (19)

kurang, jika nilai rasa median (19)

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

21

Skala : ordinal

3.3.3 Cita Rasa

Cita rasa adalah nilai komposit antara nilai penampilan makanan

dan rasa makanan yang diambil selama 2 hari tidak berturut – turut.

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : Kuisioner berupa angket

Kategori : baik, jika nilai penampilan dan rasa median (39,5)

kurang, jika nilai penampilan dan rasa median

(39,5)

Skala : ordinal

3.3.4 Daya Terima Makanan

Daya terima adalah persentase makanan yang dihabiskan oleh

siswa melalui proses penimbangan awal berat makanan dan sisa

makanan selama 2 hari tidak berturut-turut yaitu pada menu ke-1 dan

menu ke-3.

Cara ukur : pengukuran

Alat ukur : timbangan digital

Kategori : baik, jika nilai daya terima = 100 % dari hidangan

yang disajikan

kurang, jika nilai daya terima 100 % dari hidangan

yang disajikan

Skala : ordinal

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

22

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini digunakan desain penelitian cross sectional

dengan melakukan pengukuran secara bersamaan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

4.2 Tempat Dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di Pondok

Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi.

4.3 Populasi Dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMP dan SMA Pondok

Pesantren Modern Al-Himmah Kabupaten Sukabumi. Sampel penelitian

adalah siswa SMA dan SMP yang memenuhi kriteria sebagai berikut

a. Bersedia ikut dalam penelitian;

b. Sampel hadir pada saat penelitian.

Adapun besar sampel yang diperlukan menggunakan rumus

sebagai berikut :

n = 2

1 d

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

23

N : besar populasi

n : besar sampel

d : presisi 0,05

(Notoatmodjo, 2005)

Hasil penjajagan awal didapat jumlah populasi pada sekolah

tersebut adalah 43 siswa. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan

dalam penelitian ini dengan tingkat kepercayaan 95 % dan presisi 0,05

adalah 38 orang. Sampel akan dipilih dengan metode Purposive

Sampling. Dimana sampel yang memenuhi kriteria diambil sampai

memenuhi sebanyak 38 sampel.

4.4 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data

Data yang didapat dari penelitian ini adalah meliputi data primer

yang meliputi :

a. Data umum meliputi usia, kelas dan jenis kelamin.

b. Data penilaian penampilan makanan.

c. Data penilaian rasa makanan.

d. Data citarasa makanan.

e. Data penilaian daya terima makanan.

Adapun data sekunder meliputi data susunan menu, pola menu,

siklus menu, standar bumbu, standar porsi, pola makan, standar makanan

dan dana yang digunakan dalam proses produksi.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

25

4.4.2 Cara Pengumpulan Data

a. Data karakterisitk sampel meliputi usia, kelas dan jenis

kelamin didapat dari kuesioner yang diisi langsung oleh

sampel.

b. Data penilaian penampilan makanan diperoleh dari

kuesioner yang diisi langsung oleh sampel dengan cara

sampel memberikan jawaban pada lembar kuesioner yang

berisi pertanyaan tentang penampilan makanan yang

disajikan meliputi warna, bentuk makanan, cara penyajian

dan besar porsi makanan. Pengambilan data penilaian

sampel terhadap penampilan makanan yang disajikan

diambil selama 2 hari tidak berturut turut.

c. Data penilaian rasa makanan diperoleh dari kuesioner yang

diisi langsung oleh sampel dengan cara sampel memberikan

jawaban pada lembar kuesioner yang berisi pertanyaan

tentang rasa makanan yang disajikan meliputi aroma,

bumbu, dan kematangan makanan. Sampel memberikan

nilai pada format kuesioner yang telah disediakan.

Pengambilan data penilaian sampel terhadap rasa makanan

yang disajikan diambil selama 2 hari tidak berturut turut

d. Data citarasa didapat dengan menjumlahkan nilai

penampilan makanan dan rasa makanan yang diambil

selama 2 hari tidak berturut – turut

e. Data penilaian daya terima makanan diperoleh dengan cara

menimbang berat makanan yaitu berat awal keseluruhan

makanan dan berat akhir keseluruhan makanan. Adapun

cara penimbangan awal sebelum makanan disajikan kepada

konsumen semua makanan akan ditimbang dahulu.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

26

Sehingga per masing-masing makanan diketahui berat

awalnya berapa banyak. Adapun berat akhir diperoleh

dengan cara menimbang kembali sisa makanan yang tidak

dihabiskan dengan cara mengambil sisa makanan tersebut

lalu memasukkannya kedalam keresek hitam lalu ditimbang

beratnya. Pengambilan data daya terima sampel diambil

selama 2 hari tidak berturut turut

f. Adapun data sekunder yang meliputi data susunan menu,

pola menu, siklus menu, standar bumbu, standar porsi, pola

makan, standar makanan dan dana yang digunakan dalam

proses produks diperoleh dari pihak dapur dengan cara

wawancara .

4.5 Pengolahan Dan Analisis Data.

4.5.1 Pengolahan Data

a. Data karakterisitik sampel yang didapat dari hasil

Kuesioner akan diolah dan dikategorikan menurut jenis

kelamin, usia dan kelas. Jenis kelamin akan dikategorikan

menjadi laki-laki dan perempuan. Data usia akan

dikelompokan menjadi usia 10-12 tahun, usia 13-15 tahun

dan usia 16-19 tahun. Untuk data kelas akan

dikategorikan menjadi kelas 7, 8, 10, 11, dan 12.

b. Pengolahan penilaian penampilan makanan

Kuesioner mengenai penilaian penampilan makanan yang

disajikan memiliki 4 pilihan jawaban bertingkat. Setiap

jawaban akan diberi skor berbeda sesuai dengan

tingkatan jawaban. Skor terkecil yaitu 1 diberikan untuk

jawaban yang sangat kurang dan skor terbesar yaitu 4

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

27

untuk jawaban yang paling baik. Data yang dikumpulkan

akan diolah dengan menjumlahkan semua nilai. Data yang

sudah dihitung akan di kategorikan menjadi kategori baik

dan kurang. Kategori baik jika nilai penampilan makanan ≥

median dan kurang jika nilai penampilan makanan <

median.

Penyajian data penilaian penampilan makanan akan

disajikan menurut hari pelaksanaan penelitian dan data

penilaian penampilan makanan yang sudah dijumlahkan

antara hari pertama penelitian dan hari kedua penelitian.

Data – data tentang aspek penampilan makanan yang

dikumpulkan selama dua hari penelitian meliputi warna,

bentuk makanan, cara penyajian dan besar porsi

makanan akan dilihat median dari masing-masing aspek

setelah seluruh data dari hari pertama penelitian dan hari

kedua penelitian dijumlahkan. Aspek penampilan

makanan baik jika aspek penampilan makanan ≥ median

dan kurang jika < median.

c. Pengolahan penilaian rasa makanan

Kuesioner mengenai penilaian rasa makanan yang

disajikan memiliki 4 pilihan jawaban bertingkat. Setiap

jawaban akan diberi skor berbeda sesuai dengan

tingkatan jawaban. Skor terkecil yaitu 1 diberikan untuk

jawaban yang sangat kurang dan skor terbesar yaitu 4

untuk jawaban yang paling baik. Data yang dikumpulkan

akan diolah dengan menjumlahkan semua nilai. Data yang

sudah dihitung akan di kategorikan menjadi kategori baik

dan kurang. Kategori baik jika nilai rasa makanan ≥

median dan kurang jika nilai rasa makanan < median.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

28

Penyajian data penilaian rasa makanan akan disajikan

menurut hari pelaksanaan penelitian dan data penilaian

rasa makanan yang sudah dijumlahkan antara hari

pertama penelitian dan hari kedua penelitian.

Data – data tentang aspek rasa makanan yang

dikumpulkan selama dua hari penelitian meliputi aroma,

bumbu, dan kematangan makanan akan dilihat median

dari masing-masing aspek setelah seluruh data dari hari

pertama penelitian dan hari kedua penelitian dijumlahkan.

Aspek rasa makanan baik jika aspek rasa makanan ≥

median dan kurang jika < median.

d. Pengolahan penilaian cita rasa makanan

Data citarasa makanan yang diambil dengan

menjumlahkan data penampilan makanan dan rasa

makanan. Hasilnya akan dikategorikan menjadi kategori

baik dan kurang. Kategori baik jika nilai cita rasa makanan

≥ median dan kurang jika nilai cita rasa makanan <

median.

Penyajian data citarasa makanan akan disajikan menurut

hari pelaksanaan penelitian dan data penilaian citarasa

makanan yang sudah dijumlahkan antara hari pertama

penelitian dan hari kedua penelitian.

e. Pengolahan daya terima makanan

Data yang terkumpul dari hasil penimbangan berat awal

makanan dan berat akhir makanan selama 2 hari akan

dihitung sehingga menjadi data daya terima makanan

menggunakan rumus %100xBeratAwal

BeratAkhirBeratAwal .

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

29

Sehingga akan diperoleh data daya terima hari pertama

dan hari kedua. Hasil daya terima hari pertama dan hari

kedua akan di rata-ratakan sehingga menjadi data daya

terima sampel. Data daya terima akan diolah menjadi dua

kategorik yaitu baik dan kurang. Kategori baik jika nilai

daya terima = 100% dan kurang, jika nilai daya terima

100%.

Penyajian data daya terima makanan akan disajikan

menurut hari pelaksanaan penelitian dan data daya terima

makanan yang sudah dijumlahkan antara hari pertama

penelitian dan hari kedua penelitian kemudian dirata-

ratakan.

f. Pengolahan data sekunder

Data sekunder yang didapatkan akan dijadikan bahan

pembahasan dengan cara dinarasikan kembali hasil

wawancara dengan pihak dapur.

4.5.2 Analisis Data

Data akan diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS.

Analisis data dilakukan melalui analisis univariat dan bivariat.

a. Analisis Univariat

Data karakterisitik sampel meliputi kelas, usia, dan jenis

kelamin akan analisis secara deskriptif dengan skala

nominal. Data penampilan makanan, rasa makanan,

citarasa dan daya terima makanan masing-masing akan

dianalisis secara deskriptif dengan skala ordinal.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

30

b. Analisis Bivariat

Analisis ini menggunakan Uji Chi-Square. Pengujian

dengan table silang akan dilakukan pada variabel

penampilan makanan terhadap daya terima makanan,

variabel rasa makanan terhadap daya terima makanan

dan variabel citarasa makanan dengan daya terima

makanan.

Rumus Uji Chi Square :

Keterangan :

0ij = jumlah observasi pada kasus – kasus yang dikategorikan

dalam baris ke-1 dalam kolom ke j

Eij = jumlah kasus yang diharapkan yang dikategorikan dalam

baris ke-1 dalam kolom ke-j

Kriteria Uji

Syarat menggunakan Uji Chi Square :

1. Jumlah sel dengan frekuensi yang diharapkan kurang dari 5 tidak

boleh dari 20 % dari jumlah seluruhnya.

2. Tidak boleh satu sel pun memiliki frekuensi yang diharapkan

kurang dari 1

Bila pada uji Chi Square, nilai frekuensi harapan lebih kecil dari 5

dan lebih dari 20%, maka digunakan uji Fisher exact pada titik

kepercayaan 95% dengan α = tingkat kemaknaan (0,05)

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

31

Rumus Statistik Fisher Exact :

(A+B)!(C+D)!(A+C)!(B+D)! P =

N!A!B!C!D!

Keterangan :

N = Jumlah sampel

P = Populasi yang diharapkan

A,B,C,D = Nilai pada setiap sampel

α = 0,05

Ho ditolak jika P < α, dengan nilai α = 0,05 ( Fajar, 2009 ).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Pondok Pesantren Modern Al Himmah

Pondok Pesantren Modern Al Himmah didirikan pada 24 Februari

2007 dibawah Yayasan Himmatul Muslimin dan diresmikan oleh Dr.

Hidayat Nur Wahid selaku Ketua MPR periode 2004-2009. Pondok

Pesantren Modern Al Himmah berlamat di Jalan Sukabumi-Cianjur KM 14

Sukalarang, Kabupaten Sukabumi

Pondok Pesantren Modern Al Himmah menyelenggarakan

pendidikan formal untuk tingkat SMA dan SMP. Kegiatan belajar mengajar

dilakukan secara penuh (Fullday School) dimulai pada pukul 07.00-15.00

WIB. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakulikuler pendidikan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

32

kepesantrenan. Waktu istirahat sebanyak 2 kali. Istirahat pertama pada

pukul 09.30 WIB. Istirahat kedua saat sholat Zhuhur. Waktu makan siang

dilakukan setelah melaksanakan sholat zhuhur berjamaa’ah.

Pondok Pesantren Modern Al Himmah hanya membuka

pendaftaran bagi siswa laki-laki dan saat ini telah berjumlah 43 siswa.

Siswa SMP sebanyak 16 siswa dan siswa SMA sebanyak 27 siswa. Pada

tingkat SMP baru untuk kelas 7 dan 8. Untuk tingkat SMA terdiri dari kelas

10, 11, dan 12.

Tim pengajar di Pondok Pesantren Modern Al Himmah berjumlah

20 orang, berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dalam negeri

dan luar negeri.

Pondok Pesantren AL Himmah telah memiliki fasilitas yang cukup

lengkap untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Fasilitas yang ada di

Pondok Pesantren Modern Al Himmah terdiri dari ruangan kelas sebanyak

5 kelas, ruangan guru sebanyak 1 ruangan, ruangan sebanyak

perpustakaan 1 ruangan, kantin sebanyak 1 ruangan, dapur sebanyak 1

ruangan, kamar mandi sebanyak 20 kamar, dan kamar asrama siswa

sebanyak 5 kamar.

5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makan di Pondok Pesantren Modern Al Himmah

telah dilakukan sejak berdirinya Pondok Pesantren Modeern Al Himmah

dan dikelola sendiri oleh yayasan. Yayasan menunjuk Biro Rumah Tangga

untuk menyelenggarakan kegiatan makanan. Biro Rumah Tangga

kemudian membentuk tim dapur yang melaksanakan proses produksi

makanan.

5.2.1 Dana

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

33

Penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren dilaksanakan

sebanyak 3 kali waktu, yaitu pagi, siang, dan malam. Biaya

penyelenggaraan makan sebesar Rp. 8.500,00 sehari. Biaya ini hanya

untuk biaya bahan makanan termasuk beras. Adapun biaya tenaga kerja,

air, dan gas atau biaya overhead terpisah dari biaya bahan makanan.

Apabila melihat biaya makan, sulit dihidangankan makanan dengan

penampilan yang baik dan rasa makanan yang baik. Hal ini akibat

keterbatasan dalam pembelian bahan makanan karena dana yang

tersedia terbatas. Dengan demikian diperlukan perencanaan ulang

terhadap menu yang ada.

Menurut Mukrie (1990), merencanakan menu tidak dimulai dengan

penentuan harga. Cara ini biasanya akan membuat menu yang dibuat

memiliki keterbatasan dalam hal penampilan dan rasa akibat keterbatasan

pemilihan bahan makanan karena dana terbatas. Dalam merencanakan

menu sebaiknya disusun dahulu menu yang memiliki citarasa yang baik

dengan nilai gizi yang baik, kemudian tetapkan bahan makanan yang

digunakan dalam menu tersebut. Langkah terakhir adalah menentukan

harga dari bahan makanan yang digunakan. Meskipun demikian menu

dengan citarasa yang baik dan memiliki nilai gizi yang baik tidak selalu

mahal. Oleh karenanya dalam hal perencanaan dan penyusunan menu

perlu melibatkan ahli gizi dan secara berkala ahli gizi melakukan evaluasi

terhadap menu yang disusun agar menu yang disajikan selain memiliki

citarasa yang baik juga memiliki nilai gizi yang baik.

5.2.2 Menu

Dalam hal penyusunan menu, dilakukan oleh Tim Ahli Gizi RSUD

Syamsuddin SH Sukabumi. Pondok Pesantren Modern Al Himmah

memiliki siklus menu 7 hari, pedoman menu, standar porsi, standar bumbu

dan standar resep. Meskipun demikian, dalam pelaksanannya belum

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

34

sesuai dengan apa yang tercantum, hal ini berkaitan kesediaan bahan

makanan yang terbatas..

5.2.3 Standar Makanan

Pondok Pesantren Modern Al-Himmah belum memiliki standar

makanan untuk para siswa. Standar makanan penting disusun, agar

kebutuhan siswa dapat tercukupi karena fungsi dari penyelenggaraan

makanan adalah terpenuhinya kebutuhan gizi bagi konsumen. Oleh

karenanya perlu dilakukan perencanaan ulang dalam penyusunan menu

makanan berdasarkan standar makanan.

5.2.4 Standar Porsi

Pondok Pesantren Modern Al-Himmah telah memiliki standar porsi.

Standar porsi adalah rincian macam dan jumlah bahan makanan untuk

tiap jenis hidangan yang dinyatakan dengan berat bersih ( Mukrie, 1990).

Dengan adanya standar porsi, hidangan yang disajikan terjaga

kualitasnya.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

35

5.2.5 Pola Menu

Pola menu di pondok pesantren terdiri dari makanan pokok, lauk

hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Akan tetapi dalam pelakasanaannya

belum bisa menyediakan menu dengan susunan pola menu diatas. Pada

hari pertama dan hari kedua penelitian, menu yang disajikan hanya

makanan pokok dan lauk hewani saja tanpa ada lauk nabati, sayuran, dan

buah Dalam perencanaannya, pola menu yang disusun merujuk pada

Pedoman Umum Gizi Seimbang. Akan tetapi pada pelaksanaanya belum

sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang. Sebaiknya perlu ada

pengawasan terhadap pelaksanaan penyelengaraan makanan. Sehingga

apa yang telah direncanakan dapat terlaksanakan.

5.2.6 Perhitungan dan Pembelian Bahan Makanan

Biro rumah tangga bertugas melakukan perencanaan kebutuhan

bahan makanan dan pembelian bahan makanan. Pembelian bahan

makanan dilakukan setiap 2 hari sekali. Untuk pembelian beras tidak

dilakukan setiap 2 hari sekali. Pembelian beras setiap 7 hari sekali.

5.2.7 Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan

Tim dapur menerima bahan makanan dan menyimpan bahan

makanan. Untuk penyimpanan bahan makanan segar ditempatkan di

refrigerator. Untuk penyimpanan bahan makanan kering ditempatkan di

gudang.

5.2.8 Persiapan dan Pengolahan

Persiapan dan pengolahan dilakukan 3 kali waktu. Menu makan

pagi disiapkan pada pukul 03.00 WIB, menu makan siang disiapkan pada

pukul 07.00 WIB, dan menu makan malam disiapkan pada pukul 13.00.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

36

5.2.9 Distribusi dan Pelayanan

Makanan didistribusikan secara sentralisasi. Setiap kali produksi

dihasilkan sekitar 70 porsi makanan. Makanan tersebut diperuntukan bagi

siswa dan karyawan pondok pesantren. Jadwal makan pagi pada pukul

06.00, makan siang 12.30, dan makan malam pukul 18.30.

Peralatan makan di Pondok Pesantren menjadi tanggung jawab

siswa. Siswa membawa piring dan sendok masing-masing. Pelayanan di

Pondok Pesantren menggunakan system cafeteria dimana siswa

mengambil sendiri makanan yang disajikan. Untuk makanan pokok tidak

diporsikan, adapun untuk lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah

diporsikan. Makanan yang disiapkan hanya makanan utama. Tim dapur

tidak menyiapkan menu snack atau selingan untuk siswa. Padahal dalam

pola menu yang disusun, terdapat menu snack untuk makanan selingan.

5.2.10 Tenaga

Biro rumah tangga dikepalai oleh seorang pengajar yang memiliki

riwayat pendidikan strata 1 sedangkan tim dapur terdiri 3 orang. Satu

orang ketua dan 2 lainnya adalah pembantu. Ketua tim dapur hanya

mengenyam pendidikan sampai kelas 2 SD sedangkan pembantunya

lulusan SMA.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

37

5.3 Menu Saat Penelitian dan Kebutuhan Gizi

Saat penelitian menu makan siang yang disajikan dapat dilihat

pada tabel berikut :

TABEL 5.1

PERENCANAAN MENU

Siklus Menu Perencanaan Pelaksanaan

Hari Ke-1 Nasi

Goreng Teri Kacang

Tempe Bacem

Lalapan

Nasi

Ayam Bumbu Kecap

Hari Ke-3 Nasi

Balado Telur Ceplok

Bakwan

Cah Buncis

Nasi

Ikan Goreng

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa menu makan siang yang

disajikan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Untuk itu perlu

pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanan

agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Menurut angka kecukupan gizi tahun 2004. Rata-rata kebutuhan

gizi laki-laki dengan usia antara 12-19 tahun adalah 2464,47 kalori dengan

protein sebesar 61,44 gram. Kebutuhan gizi untuk makan siang sebesar

30% dari kebutuhan adalah 739,34 kalori dengan protein 18,43 gram.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

38

TABEL 5.2

TABEL KECUKUPAN GIZI MAKAN SIANG

Zat Gizi Angka

Kecukupan Gizi

Nilai Gizi Perencanaan

Nilai Gizi Pelaksanaan

% Terhadap

AKG

Energi 739,34 kalori 827 kalori 487,5 kalori 64,71

Protein 18,43 gram 28,4 gram 12 gram 66,66

Selama 2 hari kegiatan penelitian, menu yang disajikan adalah nasi

dan ayam bumbu kecap pada hari pertama. Pada hari kedua adalah nasi

dan ikan goreng. Rata-rata zat gizi menu yang disajikan adalah sebesar

487,5 kalori dan 12 gram protein. Selisih energi sebesar 64,71 % dan

selisih protein adalah 66,66 %. Menu yang disajikan bila dibandingkan

dengan AKG lebih rendah. Kekurangan zat gizi dalam waktu yang lama

akan berakibat pada penurunan berat badan dan kerusakan jaringan

tubuh (Almatsier, 2004). Perlu adanya pengawasan dan evaluasi terhadap

pelaksanaan penyelenggaraan makanan sehingga apa yang

direncanakan dapat dijalankan. Sehingga tujuan dari penyelenggaraan

makanan, yaitu menyediakan makanan sesuai kebutuhan dapat

dilaksanakan.

Apabila melihat pada perencanaan menu, kebutuhan gizi yang

terkandung pada satu kali makan siang rata-rata sebesar 827 kalori

dengan jumlah protein 28,4 gram. Jumlah ini sangat baik apabila dapat

terlaksana dengan baik. Dengan demikian pengawasan dan evaluasi perlu

dilakukan secara berkala.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

39

5.4 Gambaran Umum Sampel

Sampel seluruhnya adalah laki-laki dengan berjumlah 38 orang dan

merupakan siswa SMP kelas 7 dan 8 serta siswa SMA kelas 10,11, dan

12 di Pondok Pesantren Modern Al Himmah dengan usia 12-19 tahun.

Sampel memiliki karakterisitik sebagai sampel tidak terlatih.

Faktor jenis kelamin mempengaruhi penerimaan makanan

sehingga dapat memicu adanya sisa makanan dari makanan yang

disajikan. Menurut penelitian Ermalina pada tahun 2008 disebutkan bahwa

perbedaan kebutuhan zat gizi antara laki-laki dan perempuan menjadikan

adanya sisa makanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Daniyah (2000)

tentang hubungan antara jenis kelamin dengan daya terima dengan hasil

uji statistik bermakna (p<0,05). Dari 17 sampel laki-laki, seluruh sampel

memiliki daya terima yang baik sedangkan dari 22 sampel perempuan, 17

sampel (77,3%) memiliki daya terima yang baik dan 5 sampel (22,7%)

memiliki daya terima yang kurang.

Daya terima makanan pada remaja laki-laki dan perempuan sangat

berbeda. Remaja perempuan lebih rentan memiliki daya terima makanan

yang kurang akibat dari persepsi terhadap bentuk tubuh. Remaja

perempuan lebih cemas terhadap kegemukan sehingga membuat

perempuan lebih memilih melewatkan waktu makan sampai dua waktu

makan dan lebih memakan kudapan bahkan tidak makan sama sekali

(Arisman, 2004 ).

Berbeda dengan laki-laki, laki-laki memiliki persepsi bahwa bentuk

tubuh yang baik adalah bentuk tubuh yang kekar dan atletis. Ini membuat

laki-laki lebih menderung untuk makan ditambah aktivitas olahraga

(Alimudin, 2009). Pada penelitian Daniyah (2000) didapatkan hasil bahwa

seluruh sampel laki-laki memiliki daya terima makanan yang baik

sedangkan untuk sampel perempuan, 17 sampel (77,3 %) yang memiliki

daya terima makanan yang baik.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

40

TABEL 5.3

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT KELAS DI

PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN SUKABUMI

TAHUN 2011

Kelas Jumlah (n) %

7 9 23.7

8 5 13.2

10 5 13.2

11 8 21.1

12 11 28.9

Jumlah 38 100.0

Dari data di atas dapat kita lihat bahwa sampel sebanyak 9 orang

(23,7%) berasal dari kelas 7, 5 orang (13,2%) dari kelas 8 dan 10, 8 orang

(21.1 %) dari kelas 11 dan 11 orang (28,9%) berasal dari kelas 12.

Menurut Djamaludin (2005), tingkat pendidikan tidak banyak

berpengaruh terhadap daya terima makanan. Jadi tingkat pendidikan

apapun memiliki daya terima yang sama.

Hal ini berbeda dengan Suhardjo (1989), tingkat pendidikan akan

berpengaruh terhadap daya terima makanan. Selain tingkat pendidikan,

sosial ekonomi dan karekterisitik makanan pun menjadi faktor yang

mempengaruhi daya terima makanan.

Secara teori, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

diharapkan semakin tinggi pula pengetahuannya tentang makanan

sehingga penerimaan terhadap makanan akan semakin baik ( Suhardjo

1989).

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

41

TABEL 5.4

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT USIA DI

PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN SUKABUMI

TAHUN 2011

Usia Jumlah (n) %

10-12 tahun 5 13,2

13-15 tahun 12 31,6

16-19 tahun 21 55,3

Jumlah 38 100,0

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa sebanyak 5 siswa (13,2%)

berusia 10-12 tahun, 12 siswa (31,6%) berusia 13-15 tahun dan 21 siswa

(55,3%) berusia 16-19 tahun.

Djamaludin (2005), mengatakan bahwa tidak ada perbedaan

penerimaan makanan meskipun ada perbedaan tingkat usia. Menurut

Almatsier (2004), faktor umur sangat menentukan kebutuhan. Pada

dasarnya kebutuhan gizi semakin meningkat saat usia meningkat. pada

usia remaja kebutuhan meningkat karena dalam masa pertumbuhan. Hal

ini akan berpengaruh pada daya terima makanan sehari-hari.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

42

5.5 Penilaian Sampel Terhadap Citarasa makanan

5.5.1 Persepsi Penampilan Makanan

TABEL 5.5

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN PENAMPILAN

MAKANAN DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2011

Penampilan Makanan Hari 1 Hari 2 Total

n % n % n %

Kurang 11 28,9 9 23,7 13 34,2

Baik 27 71,1 29 76,3 25 65,8

Jumlah 38 100,0 38 100,0 38 100,0

Pada hari pertama sebanyak 11 sampel (28,9%) menilai

penampilan makanan kurang dan 27 sampel (71,1 %) menilai penampilan

makanan baik. Pada hari kedua sebanyak 9 sampel (23,7%) menilai

penampilan makanan kurang dan 29 sampel (76,3 %) menilai penampilan

makanan baik. Data setelah dijumlahkan didapat sebanyak 13 sampel

(34,2%) menilai makanan yang disajikan kurang baik sedangkan 25

sampel (65,8%) menilai makanan yang disajikan sudah baik. Penilaian

penampilan makanan ini adalah penilaian menu yang disajikan selama 2

hari.

Menurut Khan (1987), aspek warna makanan sangat berpengaruh

terhadap penampilan makanan sehingga berpengaruh juga terhadap

selera makan konsumen. Hal ini dikarenakan aspek psikolgis manusia yag

senang terhadap variasi warna. Selain variasi warna, tingkat kecerahan

warna pun menjadi faktor penting yang mempengaruhi penampilan

makanan.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

43

Selain dari aspek warna makanan, hal –hal yang berpengaruh

terhadap penampilan makanan adalah besar porsi makanan, bentuk

makanan, konsistensi dan tekstur makanan. Semakin banyak variasi

antara semua faktor maka penampilan makanan semakin baik.

Melihat penilaian siswa terhadap penampilan menu makanan yang

kurang baik sebanyak 13 sampel (34,2%), ini menunjukan penampilan

menu makanan yang disajikan secara umum masih belum baik, hal ini

dikarenakan menu yang disajikan belum menunjukan variasi warna yang

baik. Pada pelaksanaannya menu yang disajikan selama dua hari tidak

sesuai dengan menu yang tercantum. Pada hari pertama menu yang

disajikan adalah nasi putih dan ayam bumbu kecap sedangkan menu hari

kedua adalah nasi putih dan ikan goreng.

Perpaduan dari kedua menu tersebut kurang variasi warna. Menu

hanya tampak warna putih dan cokelat saja sehingga kurang menarik

dalam hal penampilannya. Sehingga masih ada yang menilai penampilan

makanan kurang baik sebanyak 13 sampel (34,2%).

Agar penampilan makanan lebih baik lagi perlu adanya pengelolaan

yang baik dalam hal tenaga pengolah makanan. Perlu adanya

peningkatan kualitas tenaga pengolah makanan. Baik pengetahuan dan

keterampilan tentang pengolahan makanan serta pengetahuan tentang

gizi. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara pemberian pelatihan

secara berkala serta perlu adanya ahli gizi sebagai pengawas

penyelenggaraan makanan.

Menurut Wood (1988), penampilan makanan sangat mempengaruhi

penerimaan makanan. Hal ini karena kombinasi warna yang baik akan

meningkatkan selera makan sehinggga meningkatkan penerimaan

makanan. Selain aspek warna, aspek besar porsi dan bentuk makanan

sangat memperngaruhi selera makan. Apabila makanan tersebut terlalu

besar atau terlalu kecil akan sangat mempengaruhi terhadap penerimaan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

44

makanan. Sehingga besar porsi yang sesuai akan berpengaruh terhadap

penerimaan makanan. Begitu juga dengan bentuk makanan yang

disajikan, semakin beragam bentuk dan potongan makanan akan semakin

menambah selera makan.

TABEL 5.6

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN ASPEK PENAMPILAN

MAKANAN DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2011

Aspek penampilan

Kategori Total

Kurang Baik

n % n % n %

Warna 7 18,4 31 81,6 38 100,0

Bentuk 8 21,1 30 78,9 38 100,0

Besar porsi 6 15,8 32 84,2 38 100,0

Penyajian 4 10,5 34 89,5 38 100,0

Melihat data diatas, lebih dari 50 % sampel menilai baik setiap

aspek penampilan makanan akan tetapi masih ada sampel sebanyak lebih

dari 10 % yang menilai setiap aspek penampilan kurang. Penilaian aspek

penampilan ini adalah penilaian setelah nilai aspek penampilan hari

pertama dan kedua dijumlahkan.

Dari segi warna makanan, 7 sampel (18,42 %) menilai variasi

warna makanan kurang dan 31 sampel ( 81,58 %) menilai variasi warna

makanan baik. Hal ini berkaitan dengan warna makanan yang disajikan

masih belum bervariasi. Makanan hanya berwarna putih dan cokelat saja.

Ini karena menu yang disajikan pada hari pertama nasi putih dan ayam

bumbu kecap dan hari kedua adalah nasi putih dan ikan goreng.

Bentuk makanan yang disajikanpun masih belum bervariasi.

Sebanyak 8 sampel (21,05 %) menilai bentuk makanan masih kurang baik

dan sebanyak 30 sampel (78,95 %) menilai bentuk makanan sudah baik.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

45

Masih adanya sampel yang menilai bentuk makanan kurang baik karena

makanan yang disajikan tidak ada variasi bentuk. Pada menu hari kedua

menu ikan disajikan tanpa variasi potongan. Ikan satu ekor digoreng dan

sajiikan kepada sampel. Meskipun demikian sebanyak 30 sampel (78,95

%) menilai bentuk makanan sudah baik.

Besar porsi makanan pun masih ada yang menilai kurang baik.

Sebanyak 6 sampel (15,79 %) menilai besar porsi makanan kurang baik

dan sebanyak 32 sampel (84,21 %) menilai baik. Porsi makanan akan

memperngaruhi daya tarik dari konsumen karena tiap-tiap konsumen

memiliki besar porsi makanan yang berbeda dalam setiap aktivitas

makannya. Besar porsi akan mempengaruhi penampilan makanan. Jika

terlalu besar atau terlalu kecil penampilan makanan jadi tidak terlalu

menarik ( Dewi, 2007 dan Livianti, 2008 ). Pada saat penelitian, semua

sampel diberikan lauk hewani dengan porsi yang sama. Ada kemungkinan

porsi yang diberikan terlalu besar bagi sampel tertentu sehingga

mempengaruhi daya terima. Akan tetapi sebanyak 32 sampel (84,21 %)

menilai besar porsi sudah baik.

Pada aspek penyajian matang sebanyak 4 sampel (10,53 %)

menilai penyajian makanan kurang baik dan sebanyak 34 sampel (89,47

%), menilai penyajian makanan sudah baik. Saat penelitian, aspek

penyajian makanan kurang diperhatikan. Hal ini dapat dilihat dari tidak

adanya garnish dalam penyajian makanan. Garnish berfungsi untuk

menambah daya tarik makanan sehingga dapat meningkatkan selera

makan (Dewi, 2007)

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

46

5.5.2 Persepsi Rasa Makanan

TABEL 5.7

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN RASA MAKANAN DI

PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN SUKABUMI

TAHUN 2011

Rasa Makanan Hari 1 Hari 2 Total

n % n % n %

Kurang 9 23,7 16 42,1 18 47,4

Baik 29 76,3 22 57,9 20 52,6

Jumlah 38 100,0 38 100,0 38 100,0

Pada hari pertama penelitian dapat kita lihat sebanyak 9 sampel

(23,7%) menilai rasa makanan kurang dan 29 sampel (76,3 %) menilai

rasa makanan baik. Pada hari kedua penelitian dapat dilihat sebanyak 16

sampel (42,1 %) menilai rasa makanan kurang dan 22 sampel (57,9 %)

menilai rasa makanan sudah baik.

Dari data yang sudah dijumlahkan diatas dapat kita lihat bahwa

sebanyak 18 sampel (47,4%) menilai rasa makanan kurang sedangkan 20

sampel (52,6%) menilai rasa makanan baik.

Menurut Winarno (2002), faktor penting yang menjadikan penilaian

terhadap rasa makanan itu baik atau tidak adalah aroma makanan itu

sendiri. Dari aroma inilah akan timbul selera makan. Selera makan akan

semakin bertambah apabila terdapat variasi aroma makanan.

Saat penelitian, rasa makanan kurang bervariasi. Hal ini dapat

dirasakan dari menu yang disajikan. Pada hari pertama penelitian menu

yang disajikan adalah nasi putih dan ayam bumbu kecap lalu pada hari

kedua disajikan menu makanan nasi putih dan ikan goreng. Masih adanya

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

47

penilaian kurang pada rasa makanan bisa dimungkinkan karena

penggunaan bumbu yang kurang pas. Bisa jadi racikan bumbu kurang

terasa karena standar bumbu tidak digunakan sehingga membuat rasa

makanan menjadi kurang terasa. Selain itu apabila ikan kurang segar

akan membuat ikan menjadi kurang gurih (Tarwotjo, 1998). Hal ini dapat

dilihat pada hari kedua, penilaian rasa makanan kurang pada hari kedua

sebesar 16 sampel (42,1 %). Pada hari kedua, menu yang disajikan

adalah nasi dan ikan goreng. Tidak digunakannya standar bumbu saat

proses persiapan membuat rasa ikan goreng kurang terasa. Selain itu,

proses pengolahannya dengan cara digoreng dengan tingkat kematangan

yang berbeda-beda dari setiap ikan. Hal ini sangat jauh berbeda dengan

hari pertama, hari pertama penilaian kurang terhadap rasa hanya pada 9

sampel (23,7%).

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriana

(2005), sebanyak 41 sampel (68,3 %) menilai rasa makanan sudah baik

karena aroma makanan yang tersajikan baik didukung pula oleh

penggunaan bumbu yang baik.

TABEL 5.8

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN ASPEK RASA

MAKANAN DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2011

Aspek Rasa

Kategori Total

Kurang Baik

n % n % n %

Aroma 4 10,5 34 89,5 38 100,0

Bumbu 15 39,5 23 60,5 38 100,0

Kematangan 16 42,1 22 57,9 38 100,0

Dari data diatas, sebagian besar sampel menilai aspek rasa

makanan sudah baik namun demikian masih ada sampel yang menilai

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

48

aspek rasa makanan kurang. Penilaian aspek rasa ini adalah penilaian

setelah nilai aspek rasa hari pertama dan kedua dijumlahkan.

Pada aspek aroma makanan, sebanyak 4 sampel (10,53 %) menilai

aroma makanan kurang, hal ini karena bumbu masakan yang kurang

meresap pada ikan. Sehingga aroma yang ditimbulkan kurang terasa.

Selain itu, masih adanya sampel yang menilai kurang, karena suhu ikan

kurang baik, sehingga aroma ikan kurang keluar.

Dari segi bumbu sebanyak 15 sampel (39,47 %) menilai bumbu

makanan kurang baik. Apabila melihat menu yang disajikan pada menu

hari kedua terdapat menu ikan goreng, menu ini memiliki rasa yang

kurang baik karena proses persiapan yang kurang baik akibat standar

bumbu tidak digunakan.

Pada aspek kematangan, sebanyak 16 sampel (42,1 %) menilai

makanan kurang matang dan 22 sampel (57,9 %) menilai makanan sudah

matang dengan baik. Penilaian yang kurang dikarenakan menu makanan

pada hari kedua penelitian adalah menu ikan goreng. Proses pengolahan

ikan kurang baik, ada ikan yang digoreng dengan kematangan yang

berbeda-beda. Ini berkaitan dengan pendidikan tenaga pengolah yang

rendah. Perlu peningkatan pengetahuan kulinari untuk tenaga pengolah

agar semakin meningkatkan citarasa makanan yang disajikan.

Hal lain yang berhubungan dengan kurangnya penilaian terhadap

aspek rasa adalah karena keterbatasan dana sehingga berdampak pada

pengeleolaan penyelenggaraan makanannya. Untuk itu hendaknya dana

yang disediakan disesuaikan dengan kebutuhan.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

49

5.5.3 Persepsi Citarasa Makanan

TABEL 5.9

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN CITARASA MAKANAN

DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN SUKABUMI

TAHUN 2011

Citarasa Hari 1 Hari 2 Total

n % n % n %

Kurang 18 47,4 19 50,0 19 50,0

Baik 20 52,6 19 50,0 19 50,0

Jumlah 38 100,0 38 100,0 38 100,0

Pada hari pertama penelitian sebanyak 18 sampel (47,4%) menilai

citarasa makanan kurang dan 20 sampel (52,6 %) menilai citarasa

makanan baik. Pada hari kedua penelitian sebanyak 19 sampel (50,0%)

menilai citarasa makanan kurang dan 19 sampel (50,0%) menilai citarasa

makanan baik. Dari data gabungan selama 2 hari penelitian, dapat kita

lihat bahwa 19 sampel (50,0 %) menilai bahwa citarasa makanan kurang

dan 19 sampel (50,0 %) menilai citarasa makanan sudah baik.

Menurut Wood (1988), penerimaan makanan sangat dipengaruhi

oleh perpaduan penampilan makanan dan rasa makanan. Penampilan

makanan yang disajikan sangat mempengaruhi indera penglihat. Indera

penglihat sangat peka terhadap warna makanan, bentuk makanan, serta

besarnya porsi makanan yang disajikan.

Variasi warna yang menarik, bentuk yang baik, perpaduan yang

baik antar tekstur makanan, serta konsistesi dari makanan yang baik dan

besar porsi makanan yang disajikan sangat mempengaruhi selera makan

konsumen dan juga mampu membuat konsumen menikmati makanan

yang disajikan (Khan, 1987 dan Wood, 1988). Selain itu, rasa makanan

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

50

sangat menentukan penerimaan makan dari konsumen. Perpaduan yang

tepat antara bumbu dan rempah yang digunakan dapat lebih

meningkatkan selera makan konsumen (Wood, 1988 dan Winarno, 1992 ).

Pada penelitian ini sebanyak 19 sampel (50,0%) menilai

penampilan makanan dan rasa makanan masih ada yang kurang. Hal ini

dapat kita lihat dari aspek penampilan yang disajikan garnish. Selain itu

menu yang disajikanpun tidak begitu banyak variasi warna. Hari pertama

menu yang disajikan nasi putih dan ayam bumbu kecap. Hanya 2 warna

yang tersajikan. Begitupun pada menu kedua, menu yang disajikan adalah

nasi puith dan ikan goreng. Menampilkan 2 warna saja. Hal ini berdampak

pada penampilan makanan yang kurang menarik.

Menu makanan yang disajikan selama 2 hari ini, kurang memiliki

variasi rasa. Selama penelitian menu makanan yang disajikan hanya

makanan pokok dan lauk hewani saja. Hal ini berdampak pada rasa

makanan tersebut. Menurut Khan (1978), agar tercipta keunikan sebuah

menu, maka variasi rasa dari berbagai hidangan sangat diperlukan.

Apabila satu hidangan sangat mendominasi suatu menu makanan, maka

menu makanan tersebut kurang baik untuk disajikan.

Moehyi (1992), mengatakan, citarasa makanan dipengaruhi oleh

penampilan makanan sebagai faktor pertama dalam mempengaruhi nilai

citarasa makanan. Faktor kedua adalah rasa makanan. Rasa makanan

yang baik akan menambah nilai citarasa makanan tersebut. Perpaduan

antara penampilan dan rasa makanan akan menambah selera dan

penerimaan makanan menjadi baik.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

51

5.6 Daya Terima Makanan Sampel

TABEL 5.10

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI DAYA TERIMA MAKANAN DI

PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN SUKABUMI

TAHUN 2011

Daya Terima Hari 1 Hari 2 Total

n % n % n %

Kurang 5 13,2 0 0,0 5 13,2

Baik 33 86,8 38 100,0 33 86,8

Jumlah 38 100,0 38 100,0 38 100,0

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa pada hari pertama penelitian

terdapat 5 sampel (13,2%) memiliki daya terima makanan yang kurang

dan 33 sampel (86,8%) memiliki daya terima yang baik. Pada hari kedua

seluruh sampel memiliki daya terima makanan yang baik. Data daya

terima setelah dijumlahkan menunjukan sebanyak 5 sampel (13,2%)

memiliki daya terima makanan yang kurang dan 33 sampel (86,8%)

memiliki daya terima yang baik.

Daya terima sangat dipengaruhi oleh faktor penampilan makanan

dan rasa makanan. Hal ini dikarenakan manusia sangat menyukai variasi

antara penampilan dan rasa makanan. Perpaduan yang tepat antara

penampilan dan rasa makanan semakin menambah selera makan dan

meningkatkan daya terima makanan. Hal ini sesuai dengan Suhardjo

(1989), karekterisitik makanan menjadi faktor yang mempengaruhi daya

terima makanan. Selain faktor makanan beberapa faktor lain yang

mempengaruhi daya terima adalah tingkat pendidikan dan sosial ekonomi.

Almatsier (2004) mengatakan, daya terima makanan juga

dipengaruhi oleh usia. Semakin bertambah usia, maka kebutuhan zat gizi

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

52

semakin bertambah hal ini akan membuat daya terima menjadi tinggi

akibat kebutuhan gizi yang bertambah.

Berbeda dengan Djamaludin (2005), disebutkan bahwa daya terima

makanan tidak banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan usia. Hal

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Dari seluruh sampel,

sebanyak 33 sampel (86,8%) memiliki daya terima yang baik. Sampel

terdiri dari siswa SMP dan SMA yang berusia antara 12-19 tahun.

5.7 Analisis Bivariat

5.7.1 Hubungan antara penampilan makanan dengan daya

terima

Hubungan antara penampilan makanan dengan daya terima

makanan dapat kita lihat pada tabel 5.11

TABEL 5.11

TABEL HUBUNGAN ANTARA PENAMPILAN MAKANAN DENGAN

DAYA TERIMA DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2011

Penampilan

Daya Terima Total

Kurang Baik

n % n % n %

Kurang 3 23,1 10 76,9 13 100,0

Baik 2 8,0 23 92,0 25 100,0

Total 5 13,2 33 86,8 38 100,0

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa 13 sampel yang menilai

bahwa penampilan makanan kurang, 3 sampel (23,1%) memiliki daya

terima yang kurang sedangkan 10 sampel (76,9 %) memiliki daya terima

yang baik. Selain itu dari 25 sampel yang menilai penampilan makanan

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

53

sudah baik, terdapat 2 sampel (8,0 %) yang memiliki daya terima yang

kurang dan 23 sampel (92,3 %) memiliki daya terima makanan yang baik.

Hasil uji statistik menggunakan fisher’s exact menunjukan nilai

p=0,315, lebih besar dari nilai α sebesar 0,05, sehingga dapat kita lihat

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penampilan makanan

dengan daya terima makanan. Hal ini dapat dilihat bahwa meskipun 13

sampel menilai penampilan makanan kurang baik tetapi tidak

mempengaruhi daya terima sampel. Daya terima sampel tetap baik. Hasil

ini berkaitan dengan kondisi sampel yang tidak memiliki alternatif saat

makan siang karena harus makan didalam institusi. Ini berkaitan kondisi

sampel yang telah membayar biaya makan pada institusi sehingga sampel

lebih memilih makan siang yang disajikan institusi.

Selain keadaan diatas, aktivitas yang cukup padat membuat

sampel tidak sempat untuk mengkonsumsi snack sehingga saat siang tiba

selera makan sampel cukup tinggi karena rasa lapar yang timbul sehingga

daya terimanya baik meskipun penilaian penampilan makanan kurang. Hal

ini dapat dilihat bahwa 13 sampel yang menilai bahwa penampilan

makanan kurang, 3 sampel (23,1%) memiliki daya terima yang kurang.

Penilaian kurang terhadap penampilan makanan karena adanya

keterbatasan dalam pemilihan bahan makanan berkaitan dengan

keterbatasan penyediaan dana. Hal ini akan berdampak pada menu yang

disajikan memiliki penampilan yang kurang karena keterbatasan bahan

makanan yang digunakan.

Dapat dilihat selama 2 hari penelitian, menu makanan yang

disajikan adalah nasi dan ayam bumbu kecap pada hari pertama. Pada

hari kedua menu makanan yang disajikan adalah nasi dan ikan goreng.

Keterbatasan dalam pemilihan bahan makanan ini hanya menampilkan

warna putih dan cokelat saja.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

54

Hasil yang sama ditujukan pada penelitian Lasmanawati (2008) di

Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung, didapat hasil tidak

ada hubungan yang bermakna (p=0,0663) antara penampilan dan daya

terima. Sebanyak 34 sampel yang menilai penampilan makanan kurang

baik ternyata 29 sampel (85,3 %) memiliki daya terima yang baik. Hal ini

karena aktivitas yang cukup padat membuat sampel tidak sempat

mengkonsumsi snack. Selain itu, sampel hanya memiliki waktu makan

saat istirahat makan siang sehingga rasa lapar yang timbul membuat

selera makan menjadi tinggi dan membuat daya terima terhadap makan

siang menjadi baik. Selain itu harga makan diluar kantin cukup mahal

sehingga sampel lebih memilih makan siang dikantin meskipun hidangan

yang disajikan terlihat kurang menarik dalam penampilan makanannya.

Pada penelitian Dewi (2007), dari 30 sampel yang menilai

penampilan makanan kurang baik, sebanyak 20 sampel (55,6%) memiliki

daya terima makanan yang baik. Hasil uji statistik pada penelitian Dewi

menunjukan ketidakbermaknaan (p=0,429). Hal ini karena padatnya

aktivitas dan jarak yang cukup lama antara makan siang dan makan pagi

sehingga sampel rasa lapar yang timbul membuat sampel menghabiskan

makanannya meskipun makanan yang disajikan kurang menarik.

Padahal menurut Wood (1988), penampilan makanan sangat

mempengaruhi penerimaan makanan. Hal ini karena variasi warna yang

baik akan meningkatkan selera makan sehinggga meningkatkan

penerimaan makanan. Selain aspek warna, aspek besar porsi dan bentuk

makanan sangat memperngaruhi selera makan. Apabila makanan

tersebut terlalu besar atau terlalu kecil akan sangat mempengaruhi

terhadap penerimaan makanan. Sehingga besar porsi yang sesuai akan

berpengaruh terhadap penerimaan makanan. Begitu juga dengan bentuk

makanan yang disajikan, semakin beragam bentuk dan potongan

makanan akan semakin menambah selera makan.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

55

Pendapat Wood sesuai dengan penelitian Hermawati (2003), hasil

penelitian Hermawati menunjukan adanya hubungan yang bermakna

(p=0,011) antara penampilan makanan dan daya terima makan siang.

5.7.2 Hubungan Antara Rasa Makanan Dengan Daya Terima

Makanan

Hubungan antara rasa makanan dengan daya terima makanan

dapat kita lihat pada tabel 5.12

TABEL 5.12

TABEL HUBUNGAN ANTARA RASA MAKANAN DENGAN DAYA

TERIMA DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2011

Rasa Makanan

Daya Terima Total

Kurang Baik

n % n % n %

Kurang 2 11,1 16 88,9 18 100,0

Baik 3 15,0 17 85,0 20 100,0

Total 5 13,2 33 86,8 38 100,0

Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 18 sampel yang menilai

rasa makanan kurang terdapat 2 sampel (11,1 %) memiliki daya terima

yang kurang dan 16 sampel (88,9 %) memiliki daya terima yang baik. Lalu

dari 20 sampel yang menilai bahwa rasa makanan sudah baik, terdapat 3

sampel (15,0 %) memiliki daya terima yang kurang dan 17 sampel (85,0

%) memiliki daya terima yang baik.

Hasil uji statistik menggunakan fisher’s exact menunjukan nilai p=

1,00, lebih besar dari α sebesar 0,05 sehingga dapat kita lihat bahwa tidak

ada hubungan antara rasa makanan dengan daya terima makanan. Tidak

adanya alternatif makan siang menjadikan sampel lebih memilih makanan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

56

yang disajikan institusi meskipun rasa makanan yang disajikan kurang

baik. Ini dapat kita lihat pada menu kedua, dimana menu ikan goreng

disajikan tanpa standar bumbu serta digoreng dengan tingkat kematangan

yang berbeda-beda dari tiap ikaan. Selain itu aktivitas yang padat, rasa

lapar yang ditimbulkan membuat selera makan menjadi tinggi dan sampel

menghabiskan makanannya meskipun makanan yang disajikan kurang

memiliki rasa yang baik. Ditambah pula dengan biaya makan yang sudah

dibayarkan kepada institusi membuat sampel memakan makanan yang

disajikan institusi. Tidak digunakannya waktu istirahat untuk

mengkonsumsi snack membuat rasa lapar semakin terasa saat siang.

Sehingga dengan keadaan demikian makanan yang disajikan dapat

dihabiskan.

Hal ini sama dengan penelitian Saragih (2006), didapatkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara rasa makanan dengan daya

terima makanan (p=1,00). Penelitian Dewi (2007) menunjukan hasil yang

sama. Tidak ada hubungan yang bermakna antara rasa makanan dengan

daya terima makanan (p=0,316). Dari 31 sampel yang menilai rasa

makanan kurang baik, 21 sampel (67,8%) memiliki daya terima yang baik.

Dari 29 sampel yang menilai rasa makan sudah baik, sebanyak 14 sampel

(48,3 %) memiliki daya terima yang kurang. Hal ini karena sebelum

istirahat makan siang sampel banyak yang mengkonsumsi snack yang

dibeli dari luar institusi. Hal ini membuat sampel kenyang dan tidak

menghabiskan makan siang.

Rasa makanan menurut Khan (1987), dapat mempengaruhi selera

makan konsumen. Selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya

terima makanan konsumen. Jadi, apabila selera makan baik, daya terima

makanpun menjadi baik. juga sebaliknya, apabila selera makan kurang

baik, maka daya terimapun menjadi kurang baik.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

57

5.7.3 Hubungan Antara Citarasa Makanan Dengan Daya

Terima Makanan

Hubungan antara citarasa makanan dengan daya terima makanan

dapat kita lihat pada tabel 5.13

TABEL 5.13

TABEL HUBUNGAN ANTARA CITARASA MAKANAN DENGAN DAYA

TERIMA DI PONDOK PESANTREN AL HIMMAH KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2011

Citarasa

Makanan

Daya Terima Total

Kurang Baik

n % n % n %

Kurang 3 15,8 16 82,4 19 100,0

Baik 2 10,5 17 89,5 19 100,0

Total 5 13,2 33 86,8 38 100,0

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa dari 19 sampel yang menilai

citarasa makanan kurang, terdapat 3 sampel (15,8 %) memiliki daya

terima yang kurang dan 16 sampel (82,4 %) yang memiliki daya terima

yang baik. kemudian dari 19 sampel yang menilai citarasa makanan baik

terdapat 2 sampel (10,5 %) memiliki daya terima yang kurang dan 17

sampel (89,5 %) memiliki daya terima yang baik.

Hasil uji statistik menggunakan fisher’s exact menunjukan nilai

p=1,00 lebih besar dari α sebesar 0,05, sehingga dapat dilihat tidak ada

hubungan yang bermakna antara citarasa makanan dengan daya terima

makanan.

Hal ini karena sampel tidak memiliki alternatif makan siang

sehingga penampilan makanan yang kurang dan rasa makan yang kurang

tidak berpengaruh terhadap daya terima. Ini disebabkan jauhnya rumah

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

58

makan atau restoran dan biaya makan sudah dibayarkan kepada institusi

membuat sampel lebih memilih makanan yang disajikan institusi. Selain itu

aktivitas yang tinggi membuat sampel tidak sempat mengkonsumsi snack

yang membuat rasa lapar menjadi kian terasa. Ditambah dengan jadwal

makan pagi dan makan siang yang cukup lama menambah rasa lapar

yang ditimbulkan. Sehingga saat makan siang tiba selera makan menjadi

tinggi dan sampel dapat menghabiskan makanan yang disajikan meskipun

penilaian sebagian sampel terhadap penampilan makanan dan rasa

kurang. Daya terima yang baik bukan karena selera makan yang tinggi

akibat penampilan dan rasa yang baik akan tetapi karena rasa lapar maka

selera makan menjadi tinggi.

Penelitian Lasmanawati (2008) menunjukan hal yang sama.

Didapatkan hasil bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara

kualitas makanan dengan daya terima makanan (p=1,00). Hal ini karena

jadwal kegiatan sampel yang padat sehingga ada beberapa sampel yang

tidak sempat mengkonsumsi snack saat istirahat yang membuat rasa

lapar saat siang tiba. Selain itu sampel telah membayar uang makan

sehingga sampel lebih memilih makanan yang disajikan institusi. Selain itu

harga makanan yang mahal di luar institusi menjadi faktor lain yang

membuat sampel lebih memilih makanan yang disajikan institusi.

Habisnya makanan bukan karena citarasa makanan yang baik akan tetapi

lebih karena kondisi sampel yang lapar sehingga makanan dapat

dihabiskan.

Penilaian terhadap citarasa makanan dipengaruhi oleh indera

penciuman, indera pengecapan dan indera penglihatan. Makanan yang

memiliki citarasa yang baik adalah makanan yang penampilannya menarik

dan memiliki rasa yang baik juga. Makanan dengan citarasa makanan

yang baik akan meningkatkan selera makan sehingga akan meningkatkan

daya terima makanan ( Santoso, 2004).

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

59

Hal ini sesuai dengan Suhardjo (1989), karekterisitik makanan

menjadi faktor yang mempengaruhi daya terima makanan. Selain itu,

tingkat pendidikan dan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap daya

terima makanan.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

6.1.1 Penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Al

Himmah dikelola oleh sendiri dibawah pengawasan Biro

Rumah Tangga Yayasan.

6.1.2 Penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Al

Himmah telah memiliki standard porsi, standard bumbu,

pola menu, dan siklus menu akan tetapi dalam

pelaksanaannya belum sesuai dengan apa yang

tercantum. Selain itu belum memiliki standar makanan.

6.1.3 Seluruh sampel adalah laki-laki.

6.1.4 Sampel terdiri dari kelas 7 sebanyak 9 orang (23.7%),

kelas 8 sebanyak 5 orang (13,2 %), kelas 10 sebanyak

5 orang (13,2 %), kelas 11 sebanyak 8 orang (21,1 %)

dan kelas 12 sebanyak 11 orang (28,9%).

6.1.5 Sampel dengan usia 10-12 tahun sebanyak 5 orang

(13,2%), usia 13-15 tahun sebanyak 12 orang (31,6%)

dan usia 16-19 tahun sebanyak 21 orang (55,3 %)

6.1.6 Dari 38 sampel, 16 sampel (42,1%) menilai persepsi

penampilan makanan yang disajikan kurang baik

sedangkan 22 sampel (57,9%) menilai makanan yang

disajikan sudah baik.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

60

6.1.7 Mengenai persepsi rasa makanan, 17 sampel (44,7%)

menilai persepsi rasa makanan kurang sedangkan 21

sampel (55,3%) menilai persepsi rasa makanan baik.

6.1.8 Penilaian persepsi citarasa makanan didapat hasil

bahwa 14 sampel (36,8%) menilai bahwa persepsi

citarasa makanan kurang dan 24 sampel (63,2%)

menilai persepsi citarasa makanan sudah baik.

6.1.9 Sebanyak 5 sampel (13,2%) memiliki daya terima

makanan yang kurang dan 33 sampel (86,8%) memiliki

daya terima yang baik.

6.1.10 Tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi

penampilan makanan dengan daya terima makanan.

Hasil uji statistik menunjukan nilai p=0,315, lebih besar

dari nilai α sebesar 0,05.

6.1.11 Tidak ada hubungan antara persepsi rasa makanan

dengan daya terima makanan. Hasil uji statistik

menunjukan nilai p= 1,00, lebih besar dari α sebesar

0,05.

6.1.12 Tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi

citarasa makanan dengan daya terima makanan. Hasil

uji statistik menunjukan nilai p=1,00 lebih besar dari α

sebesar 0,05.

6.2 Saran

6.2.1 Perlu pengawasan serta evaluasi pada perencanaan

diantaranya perencanaan menu, pola menu yang

disusun, dan standar bumbu sehingga pelaksanaan

penyelenggaraan makanan menjadi lebih baik lagi.

6.2.2 Perlu disusun standar makanan untuk para siswa

6.2.3 Perlu adanya pelatihan tenaga pengolah agar

pengetahuan dan keterampilan tenaga pengolah

meningkat.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

61

6.2.4 Diperlukan ahli gizi dalam kegiatan pengawasan

penyelenggaraan makanan.

6.2.5 Apabila dimungkinkan adanya penambahan biaya

makan agar menu yang disajikan dapat lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

Alimudin, Yusuf. 2009. Hubungan Body Image, Asupan Energi, Aktivitas

Fisik Dan Status Gizi Pada Remaja Di SMUN 13 Bandung.

Bandung : Jurusan Politeknik Kesehatan Bandung Kemenkes

Bandung.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kesehatan Sebuah Pengantar.

Jakarta : EGC.

Chandra, Budiman. 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta : EGC.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Tabel Angka

Kecukupan Gizi.

Dewi, Krisma. 2007. Hubungan Antara Penampilan Makanan Dan Rasa

Makanan Dengan Daya Terima Makan Siang Siswa SPK

Sungailat Bangka Tahun 2007. Bandung : Jurusan Gizi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Bandung.

Djamaluddin, Mihir, Endy P Prawirohartono Dan Ira Paramastri. 2005.

“Analisis Zat Gizi Dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien Dengan

Makanan Biasa” Dalam Jurnal Gizi Klinik Indonesia.Volume 1, No.

3. Halaman 108-112.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

62

Ermalina, N. Dessy. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Daya Terima Makanan Lunak Pada Pasien Ruang Rawat Inap Di

Kelas III Bayu Karta Hospital And Eye Center Kabupaten

Karawang. Bandung : Jurusan Politeknik Kesehatan Bandung

Kemenkes Bandung.

Fajar, Ibnu Dkk. 2009. Statistika Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

Gibson, Rosalind S. 2009. Principles Of Nutritional Assessment Second

Edition. New York : Oxford University Press, Inc.

Hermawati, Dede. 2003. Hubungan Persepsi Terhadap Kualitas Makanan

Yang Disajikan Dengan Daya Terima Mahasiswa Di Kantin Timur

ITB. Bandung: Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Bandung.

Indriana, Dina. 2005. Hubungan Persepsi Citarasa Makan Siang Di

Pondok Pesantren Mathlaul Huda. Bandung : Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Khan, Mahmood. 1987. Food Service Operation. New York : An Avi Book.

Kusumastuti, Esthi Wahyu. 2009. Evaluasi System Penyelenggaraan

Makanan Di SDI El Yaomi Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan

Ceper, Klaten. Program Studi D3 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lasmanawati, Rika. 2008. Hubungan Antara Kualitas Makanan Dengan

Daya Terima Makan Siang Mahasiswa Di Kantin Politeknik

Kesehatan Bandung Jurusan Gizi. Bandung : Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

63

Livianti, Rissa. 2008. Hubungan Antara Penilaian Cita Rasa Dengan Daya

Terima Makan Siang Yang Disajikan Di SMA Pesantren Terpadu

Hayyatan Thoyyibah Kota Sukabumi Tahun 2008. Bandung:

Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Moehyi, Syahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa

Boga.. Jakarta : Bhratara.

Mukrie, Nursiah A. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar.

Proyek Pengembangan Pendidikan Gizi Pusat Bekerja Sama

Dengan Akademi Gizi Kemenkes RI Jakarta.

Nihayah, Siti. 2007. Hubungan Antara Kualitas Makan Siang Yang

Disajikan Dengan Asupan (Energi, Protein) Siswi Madrasah

Tsanawiyah Di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah

Garut. Bandung: Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :

PT. Rineka Cipta.

Par’i, M Holil. 2009. Pedoman Pengukuran Penilaian Status Gizi. Bandung

: Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Santoso, Soegeng, Dkk. 2004. Kesehatan & Gizi. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Saragih, Marianawati. 2006. Hubungan Kualitas Makanan Dan Daya

Terima Makan Siang Siswi Di Pondok Pesantren Husnul Khotimah

Kuningan. Bandung : Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Kemenkes Bandung.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1988. Ilmu Gizi Dasar Untuk Mahasiswa

dan Profesi di Indonesia Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF file1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera

64

Shalehah, Yanti Amalia. 2007. Hubungan Asupan Energy Protein dan

Protein dengan Status Gizi Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Hikmah

Teladan Bandung. Bandung: Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Kemenkes Bandung.

Sujardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas

Pangan Dan Gizi IPB.

Sullivan, Catherine F. 1990. Management Of Medical Foodservice. New

York : Van Nostrand Reinhold.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

Tarwotjo, Soejoeti. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana.

West, Bessie B Dan Levelle Wood. 1988. Foodservice In Institutions Sixth

Edition. New York: Macmilian Publishing Company.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Winarno, F. G. 2002. Flavor Bagi Industri Pangan. Bogor : M-Brio Press.

Yamsehu, Wulan Septiani. 2008. Hubungan Hygiene Penjamah Tenaga

Dan Sanitasi Makanan Dengan Daya Terima Makan Siang Siswa

SD Al Biruni Bandung Tahun 2008. Bandung : Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi Dan Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.