bab i pendahuluan 1.1. latar belakangpuskamuda.or.id/wp-content/uploads/2016/07/proposal... ·...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuda adalah pelaku perubahan bangsa. Berbicara masalah pemuda
tidak akan ada habisnya, perubahan besar yang terjadi pada bangsa ini tidak
terlepas dari peran para pemuda yang pada saat itu cerdas, kritis dan kreatif.
Sumpah pemuda 1928 lahir karena langkah strategis yang dilakukan oleh pemuda
untuk menyatukan pemuda di seluruh tanah air menjadi satu bangsa dan satu
bahasa. “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, sedangkan satu pemuda dapat
mewujudkan mimpi mereka,” kata Bung Karno.
Peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan serta pembangunan nasional
telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa. Kepeloporan
pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus dipertahankan sebagai
generasi penerus yang memiliki jiwa pejuang, perintis dan kepekaan terhadap
sosial, politik dan lingkungan. Hal ini dibarengi pula oleh sikap mandiri, disiplin,
dan memiliki sifat yang bertanggungjawab, inovatif, ulet, tangguh, jujur, berani
dan rela berkorban dengan dilandasi oleh semangat cinta tanah air.
Dalam perjalanan zaman, sejarah baru selalu ditandai dengan lahirnya
generasi baru. Dalam kancah sejarah, generasi baru yang mengukir sejarah baru
itu adalah dari kalangan kaum muda. Perputaran sejarah juga telah membuktikan
bahwa setiap generasi itu ada umurnya. Dengan demikian, nama-nama yang
muncul sekarang sebagai calon pemimpin yang sebenarnya adalah satu generasi,
juga ada umurnya.
Inilah peluang yang mesti dijemput oleh kaum muda saat ini. Sebuah
peluang untuk mempertemukan berakhirnya umur generasi itu dengan muara dari
gerakan kaum muda untuk menyambut pergantian generasi dan menjaga
perputaran sejarah dengan ukiran-ukiran prestasi baru. Maka, harapannya adalah
bagaimana kaum muda tidak membiarkan begitu saja sejarah melakukan
pergantian generasi itu tanpa kaum muda menjadi subjek di dalamnya.
Semangat zaman, kata itu yang paling tepat karena menggambarkan
semangat pemikiran dominan yang ada dalam setiap pemuda. Bambang Shergi
Lakmono (2014) mengatakan bahwa pemikiran dominan antara lain yakni
maindset atas evolusi perkembangan seperti kepentingan, cita-cita, dan kesadaran
kolektif. Produk dari evolusi perkembangan yang ada merupakan hasil dari
politik/ mobilisasi politik. Perkembangannya saat ini pemuda lebih kepada
sebagai objek perubahan yakni pemuda didorong untuk melakukan perubahan
dan melakukan kesadaran, namun pemuda juga diharapkan dapat menjadi subjek
dimana perubahan itu sendiri sebagai suatu konsep kesadaran.
Undang-undang kepemudaan di Indonesia yakni UU No. 40 tahun 2009
menarik sekali karena dalam undang-undang ini menjelaskan kepemudaan secara
sosiologis, menempatkan posisi pemuda lebih jelas, salah satunya menurut
batasan usia. Tidak dapat dipungkiri bahwa politik menjadi karakter/ranah dasar
membangun (toning) tersendiri, maksudnya adalah di setiap perkebangan
menurut periode memiliki kecenderungan ke arah mana unsur politiknya dan
seberapa kuat unsur politik itu mendominasi dan seharusnya ada pemerataan atau
penyeimbangan.
Perkembangan pemuda menurut periodenya, dapat dilihat berdasarkan
semangat kolektif atau semangat zamannya. Dalam ilmu sejarah terdapat istilah
yang dikenal dengan sebutan zeitgeist atau semangat zaman. Istilah tersebut
secara umum bisa dipahami bahwa segala sesuatu, apapun wujudnya, selalu
mencerminkan jiwa atau semangat zaman dan senantiasa mencerminkan ikatan
kultural zamannya. Dalam disiplin ilmu sejarah istilah tersebut dapat dijadikan
alat ukur untuk menilai apakah sebuah uraian sejarah itu benar atau salah.
Uraian sejarah dinilai sebagai benar, apabila isi uraiannya sesuai dengan jiwa
zaman dan situasi kulturalnya. Begitu juga sebaliknya, uraian sejarah yang tidak
sesuai dengan semangat zaman dan lingkungan budayanya disebut sebagai
anakrinitis. (Muhsin, 2012)
Sejarah bercerita kepada kita bahwa sejarah negeri ini adalah cerita anak-
anak muda. Tahun 1908 menjadi momentum kebangkitan. Tahun 1928 menjadi
momentum penyadaran tentang kesamaan (bukan perbedaan), persatuan, dan
kesatuan. Tahun 1945 merupakan momentum yang dinanti dari perjuangan
panjang untuk mengumandangkan kedaulatan di tanah sendiri. Tahun 1966
merupakan akhir dari PKI di Indonesia dan awal orde baru. Dan pada 1998
terjadi peristiwa besar yang menjadi momentum perantara kita menuju era
sekarang.
Pada setiap momentum perubahan, pemuda terpelajar selalu ada di depan
dan sangat penting perannya. Mereka menjadi inisiator sekaligus motor
perubahan. Bahkan pada titik tertentu mereka menjadi katalisator yang memaksa
dan memberi arah perubahan.
Indonesia dengan jumlah populasi pemuda yang mencapai 60 juta lebih
(BPS, 2013), merupakan sebuah kekuatan potensial dan patut menjadi perhatian
khusus ‘penggiat’ negeri ini. Pemuda sebagai tulang punggung bangsa, bukan
hanya dimasa yang akan datang tetapi juga saat ini, tentunya perlu ada sebuah
agenda utama untuk menyiapkan masa depan sekaligus menyiapkan Indonesia
menghadapi tantangan demographic bonus. Demographic bonus yang akan
terjadi sejak tahun 2010 hingga tahun 2040 dimana jumlah usia produktif lebih
banyak daripada usia tidak produktif dengan kata lain jumlah pemuda akan
dominan. Mengutip pernyataan Prof. Sri Murtianingsih Adiutomo dalam Prof.
Dorodjatun (2012) bahwa demographic bonus (gambar 1.1) merupakan window
of oppurtunity yang tidak akan terulang di masa depan dimana beban
ketergantungan (dependency of ratio) berada di posisi terendah.
Gambar 1.1 Dependency Ratio 1950-2050
Sumber : Presentasi Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti (9/10/2012)
Berdasarkan prediksi kependudukan di atas pemuda merupakan potensi
yang besar dalam pembangunan. Namun di masa globalisasi sekarang ini begitu
banyak input yang dapat masuk kedalam jati diri pemuda, tinggal pemuda itu bisa
memilih mana input yang baik dan mana input yang buruk. Godaan disertai
dengan tekanan yang sangat kuat terkadang membuat kebanyakan pemuda justru
terlena dengan kemewahan-kemewahan yang ditawarkan oleh zaman globalisasi
ini. Mereka seolah telah terhipnotis untuk kemudian melupakan hakikat inti dari
predikat agent of change yang disandangnya. Modernisasi tak sedikit telah
menyelimuti tubuh pemuda bangsa ini, pemuda kekinian telah terjebak oleh gaya
hedonisme, rasa ego yang tinggi, sampai kepada apatis.Kondisi saat ini pemuda
dituntut untuk lebih siap menghadapi tantangan global.
Bagaimana halnya dengan predikat sebagai pemuda modern? Dan
pemuda perkotaan?. Kata modern sendiri dapat diartikan sebagai sikap dan cara
berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman (KBBI, 2014).
Definisi masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya
mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban
masa kini. Masyarakat modern umumnya telah tinggal di daerah perkotaan
sehingga disebut juga masyarakat kota. (Adhyzal Kandar, 2010). Sedangkan
pengertian kota secara sosiologi terletak pada sifat dan ciri kehidupannya dan
bukan ditentukan oleh menetapnya sejumlah penduduk di suatu wilayah
perkotaan. Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa tidak semua warga
masyarakat kota dapat disebut masyarakat modern, sebab banyak orang kota
yang tidak mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan
peradaban dunia masa kini, misalnya gelandangan atau orang yang tidak jelas
pekerjaan dan tempat tinggal.
Berdasarkan definisi di atas, pemuda modern dapat diartikan sebagai
pemuda yang memiliki orientasi nilai budaya yang terarah dalam peradaban masa
kini akibat situasi atau perkembangan zaman yang telah menjadi modern dan
umumnya tingga di daerah perkotaan. Sedangkan pemuda perkotaan sendiri
adalah pemuda yang tinggal di daerah perkotaan dan memiliki sifat dan ciri
kehidupannya.
Selain sebagai ibukota provinsi, DKI Jakarta juga berperan sebagai
ibukota negara. Hal ini tentu membuat DKI Jakarta memiliki beberapa
spesialisasi peran dan fungsi kota dalam aktivitas sosial ekonomi. Luas wilayah
DKI Jakarta mencapai 662,33 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 9,1 juta
jiwa (BPS DKI Jakarta, 2013). Kondisi luas wilayah, jumlah penduduk dan
beberapa spesialisasi peran dan fungsi kota telah menjadikan DKI Jakarta sebagai
Kota Metropolitan.
Pakar perkotaan Angotti (1993) berpendapat bahwa kota metropolitan
tidak hanya sebuah kota yang sangat besar, tetapi juga sebuah bentuk baru dari
masyarakat, lebih besar, lebih kompleks dan memiliki peran kekuasaan yang
lebih sentral, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun budaya. Pendapat pakar
perkotaan tersebut jelas tercermin dalam kondisi DKI Jakarta saat ini. Saat ini
DKI Jakarta memiliki peran dan fungsi sebagai pusat kekuatan politik, ekonomi
dan administrasi sebuah negara, kemudahan kegiatan mobilitas (pekerjaan,
perumahan dan perjalanan), pusat pertumbuhan wilayah dan tempat berpusatnya
sebagian besar pelayanan perkotaan, serta menjadi gerbang wilayah untuk
berhubungan dengan wilayah lain di tingkat nasional dan internasional. Dengan
kondisi peran dan fungsi tersebut, maka DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai
Kota Metropolitan Nasional. (penataanruang.net)
Jumlah penduduk menjadi salah satu faktor penggerak roda kehidupan
perkotaan. Saat ini jumlah penduduk Indonesia sebesar 242,1 juta jiwa, yang
mana 4% dari total penduduk tersebut merupakan penduduk DKI Jakarta. Hampir
52% dari jumlah keseluruhan penduduk DKI Jakarta merupakan kelompok usia
muda. Hal ini memperlihatkan bahwa kelompok usia muda cukup mendominasi
jumlah penduduk (dapat dilihat dalam tabel 1), sehingga secara logis roda
kehidupan perkotaan digerakkan oleh kelompok pemuda.
Tabel 1. Jumlah Penduduk di Indonesia dan DKI Jakarta
No Tahun Jumlah Penduduk Indonesia (juta jiwa)
Jumlah Penduduk DKI Jakarta (juta jiwa)
Jumlah Penduduk Usia Muda DKI Jakarta (Juta Jiwa)
1 2011 236,331 9,022 4,578
2 2012 239,174 9,063 4,536
3 2013 424,014 9,101 4,492
Sumber: Data Statistik Bappenas (2014)
Kondisi demografis kepemudaan memberikan pengaruhnya tersendiri
terhadap semangat zaman pemuda khususnya pemuda perkotaan. Dilihat dari
sejarahnya perkembangan pemuda tidak terlepas dari konsep empat pilar
kepemudaan. Keempat pilar tersebut adalah pilar national identity, pilar
responsible consumerisme, pilar diplomacy and global partnership, dan pilar
productivity and enterpreneurship (Laksmono, 2013).
Gambar 1.2 Pemuda Sebagai Agen Perubahan
Sumber : Olahan penelitian
Sejarah kepemudaan Indonesia khususnya di Jakarta menunjukkan bahwa
kepeloporan pemuda telah melewati empat dimensi antara lain nasionalisme,
kewirausahaan, responsible consumer, dan globalisasi dan diplomasi. Masing-
masing kepeloporan pemuda tersebut memiliki periode waktu yang berbeda.
Dapat dilihat gambar 1.3, sebagai berikut :
-Era Komputer (1980) -Masukknya Video Games (1980) -Kampanye Global
-Pristiwa Talang Sari (1989) -Gerakan
-Berbagai Model United Nations
-Festival Batavia (1987)
Tahun 1949 Tahun 1974 Tahun 1980 Sekarang
Gambar 1.3 Kepeloporan Pemuda Dalam Berbagai Periode
Sumber : Olahan penelitian
Pilar nasionalisme (national identity) kepemudaan dimulai pada periode
tahun 1908 terbentuk organisasi modern yaitu Boedi Oetomo. Bermula dari
momentum pembentukan organisasi modern tersebut hingga pergerakan
reformasi oleh pemuda telah menyentuh dimensi nasionalisme hingga saat ini
terkhusus bagi Pemuda DKI Jakarta. Sementara itu, gerakan kewirausahaan yang
telah dilakukan oleh pemuda di Jakarta muncul setelah peristiwa Malari 1974,
dimana salah satu faktornya ialah penolakan terhadap imprealisme asing. Dengan
penolakan terhadap imprealisme asing menandai munculnya gerakan
kewirausahaan di Jakarta dengan munculnya home industry dan berkembang
menjadi creative industry di periode tahun 1990an hingga saat ini. Tentu saja hal
ini memperlihatkan permaslaahan dalam pilar productivity and enterpreneurship.
-Lahirnya Gerakan Budi Utomo (1908) -Sumpah Pemuda (1928)
-Generasi Pelajar di LN (1908-1949) -Konferensi Meja Bundar (1949)
-Tritura (1966)
-Konferensi Asia Afrika (1955) -GNB (1961) -ASEAN (1967)
Penolakan terhadap investasi asing (1974)
-Pristiwa Malari (1974)
-Declaration on ASEAN Concord (1976)
Kepeloporan Kebangsaan
Kepeloporan
Diplomasi
Kepeloporan
Kewirausahaan
Responsible
Consumer
Pada periode 1980an terjadi perkembangan teknologi informasi yang pesat di
DKI Jakarta. Periode ini tentu menjadi tantangan baru bagi pemuda Jakarta untuk
dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satnya dengan cara mengembangkan
kompetensi diplomasi pemuda dalam iklim global. Akan tetapi, jika pemuda
Jakarta tidak dapat memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai eskpansi
globalisasi maka pemuda akan tergerus oleh iklim global yang dapat bersifat
destruktif. Kemudian, sejak tahun 1990an, kondisi yang tercermin adalah pasar
global semakin gterus berkembang luas, sehingga menjadi fokus utama bagi
pemuda Jakarta untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan ‘produk global’
atau disebut responsible consumer.
Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan rezim penguasa,
maka terjadi pula perubahan pola kebijakan kepemudaan yang dibuat. Kebijakan
kepemudaan saat ini cukup memberikan angin segar bagi ruang gerak pemuda
untuk mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, kondisi pemuda saat ini sudah tidak
seperti dulu. Pemuda cenderung tidak memiliki visi bersama, pragmatis, apolitis,
indivualis dan terkotak-kotakan, serta transformasi tujuan aksi pergerakan
(kompasiana, 2014). Walaupun begitu, masih ada pemuda yang memiliki
kemauan dan kemampuan untuk dapat berperan aktif dalam pembangunan
perkotaan. Dengan demikian perubahan pola kebijakan perlu disinergiskan
dengan karakter pemuda perkotaan saat ini terkhusus di DKI Jakarta. Konsep
empat pilar pembangunan pemuda dapat menjadi media dasar untuk membentuk
kebijakan yang terkonsentrasi sesuai dengan karakter pemuda perkotaan DKI
Jakarta.
Sejarah telah memberikan gambaran bagaimana pergerakan pemuda dari
masa ke masa. Melalui sejarah pergerakan kepemudaan yang telah berkontribusi
dalam pembangunan perkotaan khususnya di DKI Jakarta. Hal ini dapat dilihat
dari adanya sejarah pergerakan dan kebijakan kepemudaan yang memberikan
pelajaran bahwa dengan adanya kesalahan di masa yang lalu akan dapat menjadi
landasan mengenai apa perbaikan yang perlu dibuat. Selain itu sejarah juga
memberikan pelajaran terhadap apa yang perlu dilakukan selanjutnya.
1.2. Permasalahan
Dilansir dari berbagai sumber dikatakan bahawa perkembangan bangsa
ditentukan oleh peran pemuda sebagai generasi penerus dan pewaris bangsa.
Oleh karena itu diperlukan generasi pemuda yang memiliki beberapa sikap, yaitu:
1) daya kreatif dan innovatif, dipadukan dengan kerja sama berdisiplin, kritis dan
dinamis, memiliki vitalitas tinggi; 2) tidak mudah terbawa arus, sanggup
menghadapi realita baru di era kesejagatan; 3) memahami nilainilai budaya luhur, siap bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas; 4)
hakekatnya adalah generasi yang menjaga destiny, individu yang berakhlak
berpegang pada nilai-nilai mulia; 5) menjadi agen perubahan. Sikap ideal tersebut
perlu direkatkan dengan jiwa kepemimpinan yang berintegritas.
Sejarah panjang masa perjuangan pemuda bangsa Indonesia, mulai dari
perjuangan yang beroreintasi untuk mengusir penjajah, perjuangan dilatari
ideolgi untuk mencari jadi diri bangsa, perjuangan atas kekecewaan terhadap
rezim pemerintahan, sampai pada perjuangan melawan perkembangan zaman
merupakan hal yang perlu dipahami oleh pemuda itu sendiri pada masa sekarang.
Seperti yang telah digambarkan di atas saat ini pemuda Indonesia, khususnya
pemuda DKI Jakarta perlu menambah amunisi perjuangan menghadapi
perkembangan zaman dan mengisi kemerdekaan dengan semangat persatuan
bangsa.
Berbagai dinamika permasalahan pemuda di DKI Jakarta menjadi daya
tarik tersendiri untuk dikaji lebih terutama dalam konsep empat pilar
kepemudaan. Selain itu analisis kebijakan pemerintah mengenai kepemudaan
juga perlu dikaji guna melihat peranan kebijakan sendiri terhadap perkembangan
pemuda pada setiap periode semangat zamannya. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kondisi pemuda perkotaan saat ini dan dikaitkan dengan
perjalanan sejarah dalam pijakan empat pilar kepemudaan (Nasionalisme,
Globalisasi dan Diplomasi, Kewirausahaan dan Responsible Consumer) di
DKI Jakarta ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menjelaskan kondisi pemuda perkotaan di DKI Jakarta saat ini dilihat
berdasarkan perkembangan semangat zaman.
2. Menguraikan kondisi pemuda perkotaan dengan perjalanan sejarah pemuda di
DKI Jakarta dalam pijakan empat pilar kepemudaan (Nasionalisme, Globalisasi
dan Diplomasi, Kewirausahaan dan Responsible Consumer).
1.4. Hasil yang Diharapkan
1. Deskripsi tentang sejarah kepemudaan dan kondisi pemuda perkotaan,
khususnya di DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia dan Kota
Metropolitan.
2. Pengkajian empat pilar kepemudaan menurut sejarah, berdasarkan
perkembangannya hingga saat ini.
3. Menjadi baseline data pemerintah untuk membuat kebijakan kepemudaan yang
tepat
4. Bermanfaat untuk menambah wawasan bagi masyarakat mengenai kondisi
pemuda perkotaan.
5. Menjadi masukan kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian
selanjutnya, khususnya mengenai kepemudaan di perkotaan lainnya dan juga
pilar kepemudaan lebih dalam lagi.
1.5. Kerangka Teori
1. Sejarah Pergerakan Pemuda
Sejak abad ke 17 wilayah DKI Jakarta merupakan arena perjuangan bagi
para pemuda untuk melawan para kolonial Belanda. Perlawanan fisik yang
mengugurkan banyak jiwa pemuda pun tak terelakan, langkah tak gentar
dilakukan oleh para pejuang muda untuk merebut kembali tanah air Indonesia.
Pada masa itu pemuda merasa perjuangan fisik tidak cukup untuk mengusir
penjajah dari nusantara. Para pemuda pun menginisiasi untuk membentuk
perkumpulan pemuda bangsa, tak terkecuali pemuda Jakarta yang menginisiasi
pembentukan beberapa organisasi pemuda saat itu. Pemuda STOVIA menjadi
sebutannya, terdiri dari Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat.
Pada tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa Dr. Wahidin S. dan para pemuda
STOVIA tersebut membentuk organisasi pemuda yaitu Boedi Oetomo.
Pembentukan organisasi tersebut menjadi momentum pergerakan organisasi
pemuda secara besar-besaran di seluruh wilayah Nusantara. Tahun 1918 telah
terbentuk beberapa perkumpulan pemuda nusantara diantaranya, Jong Java, Jong
Sumatera, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak, dan Pemuda Betawi, serta
Perhimpunana Pelajar Pelajar Indonesia. Para pemuda tersebut membuat
perhelatan pergerakan kepemudaan yaitu kongres pemuda pertama di tahun 1926
dan kongres pemuda kedua tanggal 26-28 Oktober 1928 yang diselenggarakan di
Jakarta. Kongres kedua pemuda telah melahirkan Sumpah Pemuda, yang menjadi
cerminan kesepakatan bangsa Indonesia yang heterogen menjadi bangsa yang
satu. Semangat patriotisme dan nasionalisme pemuda dalam bulir-bulir sumpah
pemuda telah menjadi pionir peristiwa proklamasi kemerdekaan bangsa
Indonesia di tahun 1945 yang dikumadangkan oleh Bung Karno di Lapangan
Banteng Jakarta.
Beranjak dari proklamasi kemerdekaan Indonesia, di periode tahun 1948-
1970 para pemuda Indonesia tetap melakukan pergerakan pemuda. Dalam
rentang tahun tersebut pergerakan pemuda tidak lagi tertuju untuk mengusir
penjajah darai tanah air. Berbagai pergerakan pemuda terfokus dalam perjuangan
ideologi untuk mencari jati diri bangsa Indonesia. Lahir beberapa organisasi
pemuda yaitu Pemuda PKI, Pemuda PNI, IPNU, HMI, Masyumi, PMII, IMM,
dan Gema Budhis. Ideologi yang dibawa oleh organisais pemuda tersebut dilatari
oleh nilai-nilai Agama. Nilai agama menjadi alat untuk mempererat jaringan
sosial politik organisasi. Tahun 1966-1970, organisasi pemuda yang kental
berlatar ideologi ini telah melakukan pergerakan perjuangan yang menghasilkan
Revolusi. Perjuangan yang dilakukan dalam berbagai bentut misalnya seperti
konflik fisik dan pembantaian kader-kader organisasi pemuda. Dalam masa ini
kecenderungan yang terjadi adalah terkotak-kotaknya perkumpulan pemuda
bangsa.
Kemudian di tahun 1973-1998, pergerakan pemuda kembali bersinergi
secara nasional. Terjadi peristiwa Malari ditahun 1974, yang merupakan puncak
pergerakan pemuda yang dikarenakan kekecewaan terhadap kebijakan rezim
Orde Baru. Dikala itu, ruang gerak pemuda sangat dibatasi oleh pemerintah.
Banyak pemuda yang ditangkap, dituduh menjadi pembelot bangsa, serta
pembatasan kegiatan organisasi ekstra dan intra mahasiswa. Merasa terkekang
dan dibatasi memicu para pemuda untuk terus melakukan perlawanan.
Pemerintah menjadi musuh bersama para pemuda dikala itu. Pembentukan
Dewan Mahasiswa yang lebih independen diberbagai perguruan tinggi, gerakan
untuk menuntut kebebeasan berpendapat dalam mimbar kampus, dan
penyampaian aspirasi melalui kegiatan longmarch, telah menghantarkan
kemenangan atas perlawanan pemuda terhadap pemerintahan orde baru, yang
mana melahirkan reformasi.
Masuk dalam era tahun 1999 sampai saat ini, orientasi pergerakan
perjuangan pemuda pun berubah. Pemuda berjuang untuk mengisi buah karyanya
sendiri, yaitu reformasi. Kondisi zaman yang terus berkembang, era globalisasi
yang deras memasuki Indonesia serta kemajuan teknologi informasi, telah
menjadi musuh nyata bagi pemuda saat ini. Kondisi yang terjadi saat ini,
sebagian besar pemuda tidak dapat memanfaatkan perkembangan zaman.
Pemuda cenderung menjadi penikmat dan semnagat untuk produktif pun
menurun. Pergerakan pemuda pun terus tergerus oleh perkembangan zaman. Tak
terelakan sebagian besar pemuda DKI Jakarta pun menjadi korban era
globalisasi. Pemuda yang hidup di kota metropolitan seperti Jakarta ini
cenderung bersikap apatis, pragmatis, individualis dan semangat nasionalisme
pun luntur. Akan tetapi tidak semua pemuda Jakarta bersikap seperti itu,
beberapa kalangan pemuda masih aktif mengisi reformasi. Berbagai
pemberdayaan pemuda guna membangkitkan potensi, peran aktif dan arena
aktualisasi diri pemuda tetap dilakukan oleh bebrapa kalangan pemuda Jakarta.
2. Sejarah singkat gubernur DKI Jakarta berkaitan dengan kebijakan
kepemudaan
Fokus penelitian ini terkait dengan sejarah panjang perkembangan
pemuda di kota Jakarta. Seperti yang terlihat dalam identifikasi masalah, terdapat
perubahan orientasi pemuda setiap periode sejarah Indonesia. Tak dapat terelakan
bahwa salah satu penyebab utama perubahan tersebut dikarenakan salah satu
kebijakan pemerintah dikala itu. Kebijakan pemerintah dalam SK
No.0156/U/1978 mengenai Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK) dan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini
membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di
Lingkungan Perguruan Tinggi (BEM UI, 2014). Kebijakan tersebut telah
memberikan dampak pada keterbatasan ruang gerak pemuda untuk beraktualisasi
diri. Pemuda dibatasi untuk memberikan aspirasi dan pendapat kepada
pemerintahan di masa itu. Pembahasan pada subab ini dibagi menjadi empat
periode yaitu 1) 1945-1966, 2) 1966-1977, 3) 1977-1997, dan 4) 1997-2012,
sebagai berikut:
1) Periode 1945-1966
Pemuda telah menjadi isu sentris kebijakan disetiap periode
kepemimpinan Gubernur di DKI Jakarta. Jika dirunut berdasarkan periode
kepemimpinan terdapat beberapa kekhususan bahasan mengenai kepemudaan.
Dimulai dari kepemimpinan Soewirjo yang menarik perhatian Belanda. Dimasa
kepemimpinannya Soewirjo berupaya memberikan semangat berorganisasi dan
kerap berpesan untuk menyusun organisasi sebai-baiknya. Pesan ini tentu
menjadi dukungan awal bagi pemuda Jakarta untuk membentuk organisasi guna
memperkuat barisan pertahanan kemerdekaan Indonesia (Soeparmo, 2012
Soewirjo).
Kepemimpinan Soewirjo digantikan sementara oleh Daan Jahja. Daan
Jahja memimpin Jakarta saat usianya menginjak 23 tahun, usia tersebut dapat
dikategorikan sebagai pemuda. Semangat kepemudaan Daan Jahja tidak terlihat
khusus dalam kebijakan-kebijakan pemuda, namun semangat kepemudaan ini
telah menularkan motivasi kepada pemuda lain untuk ikut berjuang membangun
kota Jakarta. Didukung dengan beberapa rekan-rekan pemuda dimasa itu dan
jiwa nasionalisme yang tinggi, telah mengantarkan kembali sistem administrasi
Kota Jakarta dalam nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang sempat hilang karena
dominasi Belanda .
Periode kepemimpinan Sjamsuridjal membuahkan hasil berupa
pembangunan beberapa kawasan hiburan untuk warga pribumi. Kawasan tersebut
juga membangun komplek bermain olahraga (Soeparmo, 2012 : Soewirjo). Hal
ini tentu saja menjadi arena aktualisasi diri pemuda dalam bidang olah raga di
masa tersebut. Kemudian, kepemimpinan Sudiro memberikan angin segar kepada
pemuda untuk berfokus pada pendirian, cita-cita luhur bangsa, dan dewasa
berpolitik dalam situasi yang dinamis. Tentu saja hal tersebut memberikan
suntikkan yang efektif terhadap beberapa pergerakan pemuda saat itu.
Pada masa kepemimpinan Soemarno dibuat ketentuan bagi pemuda untuk
berpartisipasi mengikuti pelatihan dengan pemadam kebakaran dan mendidik
para pemuda untuk disiapkan sebagai pendamping pamongpraja melaksakan
sensus (Soeparmo, 2012 : Soemarno). Dalam masa kepemimpinan Soemarno
juga menginisiasi pembangunan gelanggang olah raga gelora bung karno untuk
menjadi program pembangunan jangka panjang. Memasuki era tahun 1960-an,
menjadi masa kepemimpinan Henk Ngantung. Sebagai Gubernur DKI, Heng
Ngantung menciptakan karya seni berupa lambang DKI Jakarta, lambang
Kostrad, monumen nasional (Monas) dan patung selamat datang. Patung selamat
datang diperuntungan untuk orang-orang yang datang ke Jakarta. Selain itu,
patung tersebut merupakan bentuk apresiasi bagi Pemuda yang kala itu sedang
berkompetisi dalam Asean Games (merdeka., 2014). Pembangunan patung ini
tentu memberikan semangat baru bagi pemuda untuk terus berkaya membangun
kota DKI Jakarta.
Dalam gambar berikut ini merupakan dokumentasi karya kepemimpinan
Soemarno :
Monumen Nasional (Monas)
Patung Selamat Datang
Gambar 1.4 Dokumentasi Karya Gubernur Soemarno Sumber: www.detikforum.com
Menjabat selama sepuluh tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta tentu
menjadikan Ali Sadikin sebagai tokoh yang acap kali menarik untuk
diperbincangkan. Kontroversi beberapa kebijakan membuat namanya selalu
dikenang hingga saat ini. Kebijakan pengenaan pajak judi menjadi keuntungan
bagi pembangunan di kota Jakarta (Soeparmo, 2012 : Ali). Sedikit banyaknya hal
tersebut berpengaruh pada pembangunan arena bagi pemuda Jakarta.
Pembangunan Taman Ismail Mardzuki (dapat dilihat dalam gambar 1.5) menjadi
salah satu contoh. Pembangunan Taman tersebut menjadi wadah bagi kaum
pemuda di bidang kesenian dikala itu, dan menjadi tempat hiburan yang ramai
dikunjungi oleh warga pribumi. Selain itu, Ali juga membangkitkan jiwa
kesenian diberbagai perguruan tinggi di Jakarta. Tidak hanya seni yang didukung
olah raga pun menjadi bidang yang didukung oleh kepemimpinan Ali.
Mendampingi atlet yang akan bertanding pada PON menjadi agenda Ali,
peremajaan fasilitas olah raga, dan pembangunan kompleks sekolah olah raga di
Ragunan. Hasil kebijakan pembangunan yang cukup fenomena adalah
pembangunan Planet Senen Youth Centre didirikan pada masa pemerintahannya.
Tempat ini menampung segala aktifitas sosial budaya seluruh mahasiswa Jakarta,
tempat menunjukan bakan dan minat pemuda, sehingga dapat mencegah
diorientasi aktivitas pemuda yang mengarah kepada kenalalan pemuda
(Soeparmo, 2012 : Ali).
Gambar 1.5. Taman Ismail Marzuki
Sumber : www.mostlyjakarta.com 2) Periode 1966-1977
Tjokropranolo salah satu tokoh nasional yang memiliki karir besar dalam
kemiliteran. Pengalaman tersebut sedikit banyak memberikan bekal kepada
Tjokropranolo untuk menjadi pemimpin yang tangguh. Usaha kecil menjadi
perhatian utama Tjokropranolo, dialokasikannya ratusan tempat untuk puluhan
ribu pedangan kecil yang didominasi oleh kelompok usia muda dikala itu.
Perhatian Tjokropranolo juga terfokus pada kebutuhan sarana olah raga
bagi warga DKI Jakart. Program pembebasan Jalan Jenderal Sudirman dan MH
Thamrin setiap hari sabtu dan minggu pagi, untuk dipergunakan warga berolah
raga dan jalan kaki, telah mengundang antusiasme besar bagi para warga DKI
Jakarta (www.infolite.com). Sementara itu, masalah lalu transportasi pun menjadi
perhatian utama sang gubernur. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah
menghapus moda transportasi oplet (dalam gambar 3) yang digantikan dengan
moda transportasi mikrolet (lebih modern dimasa itu) (www.merdeka.com).
Gambar 3. Opelet Moda Trasportasi
Sumber: www.viruspintar.com
3) Periode 1977-1997
Soeprapto yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama lima
tahun ini, cukup besar memberikan sumbangsih pada tata kota wilayah Jakarta
saat ini. Soeprapto merupakan Gubernur yang menggagas Master Plan DKI
Jakarta terkait Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Wilayah Kota Jakarta
dikala itu (www.kemenpu.com). Kecakapan dalam memimnpin dan
ketegasannya berdampak pada kebijakan pengaturan pemerintah kota Jakarta di
masa itu. Sistem keterbukaan, refungsionalisasi aparatur, ketegasan, dan
penegakan disiplin aparatur dan masyarakat pun secara tegas dilaksanakan
dimasa kepemimpinannya. Tentu saja hal ini memberikan dampak positif dan
menjadi contoh baik bagi pemuda di masa itu.
Wiyogo berhasil melakukan pembebasan kawasan becak, Swastanisasi
kebersihan, pembangunan dan perluasan jalan arteri, jalan layang dan underpass.
Selain itu, dilakukannya pemindahan Pekan Raya Jakarta yang semula
diselenggarakan di Monas ke Kemayoran. Lalu, memindahkan Terminal Cililitan
ke Kampung Rambutan juga pengembalian kelestarian Ciliwung
(www.kemenpu.com). Tentu saja, kebijakan-kebijakan tersebut banyaknya telah
mempengaruhi kehidupan pemuda dikala itu. Fokus terhadap kebersihan dan
kelestarian telah mengajarkan kepada pemuda dikala itu untuk selalu menjadi
warga DKI Jakarta yang perhatian terhadap lingkungan dan cakap dalam
kebersihan.
Kenakalan pemuda menjadi perhatian utama dimasa kepemimpinan
Surjadi. Pekelahian di sekolah, tawuran antar pelajar bahkan sampai antar
mahasiswa, membuat Surjadi berkerja sama dengan beberapa aktor untuk
membantu menyelesaikan masalah tersebut. Salah satunya bekerjasama dengan
MUI sebagai ormas islam yang diarahkan memberikan daya tahan mental
spiritual pemuda agar dapat tertuntun menjadi peringai yang baik (Soeparmo,
2012 : Surjadi). Selain itu, Surjadi pun memberikan sanksi keras bagi pemuda
yang melakukan tawuran sampai berdampak pada kerugian lingkungan sekitar.
4) Periode 1997-2007
Dikala kepemimpinan sutiyoso tidak terlalu banyak konsen kebijakan
kepemudaan yang diberlakukan, karena pada masa itu Jakarta dilanda berbagai
kisruh. Berbagai aspek menjadi masalah bagi DKI Jakarta, kebersihan,
keamanan, banjir, kemacetan dan tindakan anarkis. Pemuda turut andil dalam
berbagai permasalahan yang ada di Jakarta saat itu. Salah satunya pemuda kerap
menjadi aktor dalam tindak anarkis dan merusak lingkungan (Soeparmo, 2012 :
Sutiyoso). Oleh karena itu dilakukan bebagai upaya untuk mengatasi
permaslahan tersebut, salah satunya melakukan pembinaan pemuda.
Perkembangan zaman di era kepemimpinannya telah menuntut Fauzi
Bowo untuk melakukan berbagai inovasi dalam pembangunan kota Jakarta. Tak
terkecuali Fauzi turut memperhatikan bidang kepemudaan, berbagai program
kerja dibuat oleh Fauzi dikala itu. Pembinaan atlet Jakarta, penyelenggaraan
berbagai tournament baik berskala nasional maupun Internasional dalam bidang
olah raga di Jakarta, program pembinaan kepemudaan (dalam bidang organisasi,
kewirausahaan, akademik), penyelenggaraan Youth Festival 2012, peningkatan
sarana dan prasarana Olahraga dan Pemuda (Gelangang Remaja, Gelanggang
Olah Raga, Stadion Olah Raga) (Soeparmo, 2012 : Fauzi Bowo). Hal ini tentu
memberikan dampak positif bagi perkembangan pemuda ke depannya.
Berikut ini beberapa gambar foto-foto pemimpin DKI Jakarta, periode
1945 - 2012 :
Soewiryo
1945-1947 dan
1950-1951
Daan Jahja 1948-1950
Sjamsuridjal 1951-1953
Sudiro
1953-1960
Soemarno
1960-1964 dan
1965-1966
Henk
Ngantung 1964-1965
Ali Sadikin 1966-1977
Tjokropranolo
1977-1982
Soeprapto 1982-1987
Wiyogo
Atmodarminto 1987-1992
Soerjadi
Soedirdja 1992-1997
Sutiyoso
1997-2007
Fauzi Bowo 2007-2012
Gambar 1.6. Foto-Foto Gubernur DKI Jakarta 1945-2012
Sumber: Olahan penelitian
Berdasarkan pemaparan mengenai perjalanan kebijakan kepemudaaan
yang terdapat disetiap periode kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, sedikitnya
telah memberikan gambaran bahwa isu kepemudaan telah menjadi topik sentris
disetiap periode kepemimpinan di DKI Jakarta. Pemuda sisebut-sebut sebagai
generasi penerus bangsa yang kerap dapat menjadi pembawa angin segar ataupun
sebagai bom waktu. Pola pikir dan tindakan pemuda terus bertransformasi dari
masa ke masa, sehingga diperlukan berbagai penanganan berupa kebijakan
publik guna menciptakan pemuda yang dapat mengharumkan nama bangsa dan
negara. Oleh karena itu, guna mengkaji sejarah pemuda perkotaan di DKI Jakarta
diperlukan berbagai intrumen analisi kebijakan yang dikaitkan dengan konsep
empat pilar kepemudaan. Melihat titik berat kajian ini mengenai sejarah, maka
diperlukan pembahasan yang dibagi kedalam empat dekade yaitu: 1) 1945-1966,
2) 1966-1977, 3) 1977-1997, dan 4) 1997-2012. Pembagian kedalam beberapa
dekade ini bertujuan untuk melihat perkembangan sejarah kepemudaan modern
secara holistik.
3. Konsep Pemuda
1) Definisi Pemuda
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan
generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda
atau kaum muda memiliki pengertian yang beragam. Selain itu juga dijelaskan
bahwa pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami
perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional,
sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini
maupun masa datang. (Erlangga, 2008)
WHO menyebutkan ‘young people’ (pemuda) dengan batasan usia 10–24
tahun, sedangkan 10-19 tahun disebut ‘adolescenea’ atau remaja. Internasional
youth year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk usia 15 -
24 tahun sebagai kelompok pemuda. (Afrina, 2014)
Secara harfiah, kamus Websters Pricenton (kemenegpora, 2009)
mengartikan bahwa youth yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah the time of
life beetween childhood and maturity; early maturity; the state of being young or
immature or inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young
person (rentang kehidupan antara masa kanak-kanak dengan masa kedewasaan;
alwal kedewasaan; menjadi muda atau belum dewasa atau kurang
berpengalaman; memiliki kesegaran dan vitalitas sebagai karakteristik atas orang
muda). Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa pemuda adalah
individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun
belum memiliki pengendalian emosi yang stabil.
Undang-Undang tentang kepemudaan mendefinisika kepemudaan
(keadaan atau kondisi muda, sama dengan ‘masa kanak-kanak’ atau
‘kedewasaan’) sebagai berbagai hal yang bekaitan dengan potensi, tanggung
jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda. (UU No. 40
Tahun 2009, Pasal 1.2).
Walaupun definisi PBB tentang “pemuda” biasanya mencakupi mereka
yang berusia 15–24 tahun (bertumpang tindih membingungkan dengan “anak”
yang meliputi usia 0–17 tahun), peraturan perundang-undangan Indonesia
(seperti halnya di beberapa negara lain Asia, Afrika dan Amerika Latin)
memperpanjang batas formal “pemuda” hingga usia yang mengherankan.
Undang-undang baru tentang kepemudaan No. 40 Tahun 2009, Pasal 1.1
menyebutkan pemuda sebagai warga negara Indonesia yang memasuki periode
penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun.
Alasan-alasan penguluran batas “pemuda” hingga tiga puluh tidak dijelaskan
dalam Undang-Undang atau “naskah akademik” yang menyertainya di sepanjang
proses pembahasan legislatif yang , pada mulanya (seperti dalam Rancangan
Undang-Undang) menetapkan rentang umur 18 – 35 tahun (Menpora, tanpa
tahun, 30-36). Yang jelas, ini sejalan dengan banyak pemerintah negara sedang
berkembang lain yang menetapkan batas akhir pemuda hingga 35 atau bahkan 40
tahun.
Menurut Erlangga, dkk. (2008) konsep pemuda dapat ditinjau dari segi
budaya, sosial-psikologi dan budaya, dan ideologis politis adalah :
a. Ditinjau dari segi budaya atau fungsional dikenal istilah anak (usia 0 - 13
tahun), remaja (usia 13 - 18 tahun) dan dewasa (usia 18 - 21 tahun).
Ditinjau dari segi hukum, di muka pengadilan manusia berumur 18 tahun
sudah dianggap dewasa. Untuk tugas-tugas negara usia 18 tahun sering
diambil sebagai batas dewasa.
b. Ditinjau dari segi sosial-psikologi dan budaya, pematangan pribadi
ditentukan pada usia 21 tahun. Dari sisi angkatan kerja, ditemukan istilah
tenaga muda yaitu calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja
dan berusia antara 18 -22 tahun.
c. Ditinjau dari segi ideologis politis, pemuda adalah penerus generasi
terdahulu dalam hal ini berumur antara 17 - 30 tahun (inpres No. 12 tahun
1982) ditetapkan sebagai diakuinya hak-hak politik pemuda dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut terlihat dalam
keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum pada usia 17 tahun.
Mendukung hal di atas pada usia pertengahan 20an sebagian besar fungsi
tubuh telah tumbuh sempurna. Daya pengelihatan, penciuman, perasa dan
sensitivitas terhadap rasa sakit dan temperatur juga berada pada puncaknya.
Namun, justru setelah usia 25 tahun kelompok ini berangsur kehilangan daya
pendengaran, terutama toleransi terhadap suara bernada tinggi. Secara kognitif,
tahap ini memiliki karakteristik berikut : kemampuan untuk berhadapan dengan
kebimbangan, ketidakkonsistenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan
kompromi. Kognisi pada level ini disebut postformal thought. postformal
thought adalah cara berfikir yang menandai kedewasaan seseorang. Pemikiran
postformal melihat informasi dalam sebuah konteks sosial. Penelitian
menunjukkan bahwa kreatifitas dan kemampuan menyelesaikan masalah praktis
berkembang pada masa ini, sedang kemampuan menyelesaikan masalah
akademik (yang memiliki jawaban pasti) justru menurun. Steinberg (Waryoko,
2009) memberikan konsep “tacit knowledge” sebagai aspek penting dalam
pengembangan kognisi. “tacit knowledge” adalah pengetahuan yang sangat
berguna tentang bagaimana mencapai tujuan pribadi individu, termasuk di
dalamnya : manajemen diri (tahu bagaimana memotivasi diri sendiri serta
mengatur energi dan waktu), manajemen tugas (tahu bagaimana melakukan suatu
pekerjaan, misalnya membuat laporan kerja), dan manajemen orang lain (tahu
kapan memberi ganjaran dan mengkritik orang lain).
2) Pemuda perkotaan
Penelitian ini menggambarkan pemuda perkotaan sebagai subjek utama
yang dipelajari baik dari deskripsinya, dan berbagai perkembangannya sesuai
dengan semangat zaman di setiap periode. Pengertian kota secara sosiologi
terletak pada sifat dan ciri kehidupannya dan bukan ditentukan oleh menetapnya
sejumlah penduduk di suatu wilayah perkotaan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, pasal 1
disebutkan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang
mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta
permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan.
Menurut Soekanto (1994) ada beberap ciri yang menonjol pada
masyarakat kota yaitu kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan
dengan kehidupan keagamaan di desa. Orang kota pada umumnya dapat
mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting
disini adalah manusia perorangan atau individu. Pembagian kerja di antara
warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak
diperoleh warga kota dari pada warga desa. Interaksi yang terjadi lebih banyak
terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi. Pembagian
waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan
individu. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab
kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
Dari berbagai literatur di atas maka pemuda perkotaan dapat diartikan
sebagai pemuda yang tinggal di daerah perkotaan dan memiliki sifat dan ciri
kehidupan masyarakat kota pada umumnya.
4. Konsep Empat Pilar Kepemudaan
Penelitian ini merupakan penelitian historik tetapi tetap futuristik.
Artinya, tidak hanya menggambarkan dan memetakan sejarah kepemudaan
Indonesia khususnya Jakarta tetapi juga menjadi landasan dalam pengembangan
kapasitas kepemudaan untuk beberapa tahun kedepan. Kapasitas pemuda sebagai
agen perubahan dapat dibangun dengan nilai dari empat pilar kepemudaan.
Menurut Laksmono (2013) dalam tulisan ilmiah yang berjudul Agenda
Pemuda dalam Transisi : Tinjauan Empat Pilar Pengembangan Karakter,
dituliskan bahwa :
1) Pilar Identifikasi Kebangsaan (Nationalism)
Pergesaran makna bangsa menjadi bentuk kebangsaan mulai dipakai
untuk menujukkan sebuah kesatuan kultural (cultural unity) dan kedaulatan
politik (political unity) dari suatu bangsa. Kesatuan kultural dan kedaulatan
politik merupakan dua kata kunci yang penting untuk memahami kebangsaan.
Kebangsaan dalam pengertian kedaulatan kultural atau cultural unity akan
berbicara mengenai semangat kebangsaan yang timbul dalam diri sekelompok
suku atau masyarakat karena mereka memiliki kesamaan kultur atau budaya.
Pengertian kedua adalah bangsa dalam arti kedaulatan politik. Berdasarkan
pengertian ini, political unity suatu kelompok masyarakat menentukan sikap
politik mereka atas dasar nasionalisme, entah nasionalisme kultural atau
nasionalisme politik untuk memperjuangkan terbentuknya sebuah negara yang
independen. Itu berarti baik kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan
kultur maupun yang multi kultur dapat memiliki nasionalisme dalam artian
kedaulatan politik ini. Menurut pengertian ini, Indonesia termasuk yang memiliki
nasionalisme dalam arti kedaulatan politik. Demikian pula halnya dengan negara-
negara lain yang memiliki keragaman kultur.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa identifikasi kebangsaan
terdiri atas dua unsur, yaitu kondisi atau kondisi-kondisi obyektif tertentu dan
unsur emosi yang bersifat subyektif. Bahasa, agama, tradisi dan sejarah serta
letak geografis adalah kondisi-kondisi obyektif yang mungkin mendorong
lahirnya identitas kebangsaan. Sedang unsur subyektif dari kebangsaan adalah
kehendak dan tujuan untuk membentuk negara. Kebangsaan sebagai landasan
sikap untuk menjadikan kesejahteraan seluruh warga bangsa sebagai acuan utama
dalam berpikir, memilih, dan menentukan kebijakan maupun dalam bertindak
bagi setiap warga bangsa dan lembaga-lembaga kenegaraan maupun
kemasyarakatan tetap diperlukan saat ini. Sebab, hanya dengan itulah cita-cita
mewujudkan kemerdekaan bangsa dalam artian yang luas dapat kita wujudkan
setahap demi setahap.
2) Pilar Diplomasi dan Hubungan Global (Diplomacy and Global Partnership)
Era ini ditandai adanya perubahan paradigma: peran masyarakat menguat,
sementara peran negara berkurang. Perubahan itu juga terjadi di ranah diplomasi.
Globalisasi membuka ruang keterlibatan publik dalam diplomasi. Diplomasi
bukan lagi melulu urusan pemerintah. Hubungan internasional tidak lagi semata-
mata dipandang sebagai hubungan antarnegara, tapi juga meliputi hubungan antar
masyarakat internasional (Susetyo, 2008). Diplomasi tradisional (first track
diplomacy) ala pemerintah kini berkembang menjadi diplomasi publik atau bisa
juga disebut diplomasi informal (second track diplomacy). Isu diplomasi publik
ini mengemuka karena pemerintah— jika berjalan sendirian-tidak lagi mampu
secara efektif menyampaikan pesan-pesan diplomasi dalam situasi dan isu-isu
yang semakin kompleks. Eksistensi pemuda sekaligus pelajar Indonesia di luar
negeri sangat strategis untuk memainkan peran diplomasi publik dan kerjasamana
global sebagai duta bangsa orang ke orang (person-to-person ambassador) dalam
membangun opini positif guna meningkatkan manfaat hubungan Indonesia dan
dunia internasional. Dengan kemampuan, keterampilan, dan pergaulannya
dengan masyarakat di mana ia belajar, organisasi pelajar indonesia yang bernama
perhimpunan pelajar Indonesia bisa membangun semangat kerja sama
abtarbangsa dengan dasar ikatan saling menghargai, menghormati, dan memiliki.
Dengan memanfaatkan jalur kampus serta langkah-langkah akademis, peran
perhimpunan pelajar Indonesia sangat menguntungkan dalam menciptakan
wacana yang kondusif serta mengklarifikasi pernyataan-pernyataan media yang
seringkali berat sebelah. Seminar-seminar kampus serta tulisan-tulisan para
pelajar yang bernilai akademis mengenai Indonesia akan sangat membantu
memberikan acuan dalam kancah adu pendapat dan opini publik. Pemuda yang
belajar diluar negeri bisa mengadakan kegiatan-kegiatan seminar yang
melibatkan institusi pemerintah dari dua negara serta merancang kegiatan-
kegiatan yang menarik bagi media, untuk menyuarakan kepentingan dan
pembangunan citra Indonesia. Peran pemuda tidak hanya berdiplomasi ke luar
tetapi juga ke dalam. Dengaan kapasitas dan kritisismenya, pemuda bisa
memberikan masukan dan umpan balik kepada pemerintah dan masyarakat,
sehingga pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis bisa berjalan. Ada
beberapa peran diplomatik yang secara aktual dimainkan oleh pemuda dan
pelajar Indonesia. Pertama pemuda dan pelajar Indonesia di luar negari berperan
aktif memainkan fungsinya dalam diplomasi budaya. Keragaman budaya, tradisi,
kesenian dan barang-barang kerajinan merupakan daya tarik yang dapat
menunjang promosi wisata indonesia, sebagai bagian dari diplomasi budaya di
luar negeri.
3) Pilar Prodiktivitas dan Kewirausahaan (Productivity and Enterpreneurship)
Pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki semangat yang
besar dan kesempatan yang luas dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Potensi tersebut selayakanya harus digali sebagai bentuk
pengembangan diri agar dapat berkontribusi besar bagi kemajuan bangsa.
Dengan berbekal kemampuan dan skill yang dimiliki oleh pemuda maka, perlu
adanya upaya untuk mewadahi kemampuan tersebut supaya memiliki nilai lebih.
Mengakomodir dan mewadahi potensi pemuda dapat merangsang kepekaan guna
menciptakan inovasi dari hasil karya yang telah dibuat. Terkait dengan
pengelolaan potensi pemuda agar memiliki produktivitas tinggi, maka
pengembangan kreativitas dan inovasi terkait produk yang dihasilkan oleh
pemuda harus ditompang melalui 3 komponen yaitu (1) kemampuan pribadi; (2)
kesempatan dan; (3) kemampuan manejerial atau strategi.
4) Pilar Resposibility and Consumerisme
Ada yang menganggap bahwa dengan semakin kuatnya pengaruh global
maka semakin maju bangsa tersebut karena adanya petukaran pengetahuan,
informasi dan perkembangan negaranya untuk diadopsikan ke negara lain. Begitu
juga dengan perubahan perilaku masyarakat yang semakin maju akibat adanya
transfer pengetahuan dari proses interaksi dengan masyrakat di negara lain.
Besarnya pengaruh globalisasi di negara ini memang sepatutnya mendapatkan
filter sebagai benteng untuk menjaga identitas bangsa. Menjaga identitas bukan
mengharuskan menutup diri dari interaksi negara lain. Tetapi bagaimana
mengutakan pengaruh bagi masyarakat khususnya generasai muda bangsa
(pemuda) agar tidak kehilangan jati diri sebagai anak Indonesia. Kondisi ini perlu
di perhatikan karena pemuda memiliki jiwa dan karakter yang labih dan mudah
terpengaruh dengan budaya negara lain yang dapat merusak dan menghancurkan
sendi-sendi karakter bangsa. Sampai saat ini dampak yang sangat nyata adalah
tingginya perilaku konsumtif pemuda dan perilaku menyimpang seperti sex
bebas, Narkoba, dan kegiatan patologis lainnya. Konsumerisme tidak hanya
merusak generasi penerus bangsa tetapi juga memudarkan nilai-nilai kebangsaan
dan ketatanegaraan. Seperti contoh maraknya perilaku korupsi pejabat negara
akibat tuntutan ekonomi yang semakin tinggi. Untuk itu, tanggung jawab pemuda
untuk mengembalikan perannya dalam pembangunan negara harus segera
dilakukan. Tanggung jawab pemuda Indonesia di era global ini harus mereposisi
pemuda menjadi sebuah gerakan yang dapat membangun civil society sebagai
model penguatan identitas bangsa. Mereposisi gerakan pemuda pada saat ini
cukup penting mengingat pengaruh budaya barat yang menghancurkan moral
pemuda semakin besar. Selain itu reposisi gerakan pemuda menjadi sebuah
embrio kemunculan pemuda menjadi pemimpin daerah yang merupakan bagian
dari semangat otonomi daerah.
1.6. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini berupaya menggambarkan secara rinci mengenai pemuda
perkotaan, bukan hanya mengenai permasalahan pemuda, tetapi juga perjalanan
sejarah kepemudaan dalam rentang waktu perjalanan sejarahnya terutama
pemuda di Jakarta dikaitkan dengan empat pilar kepemudaan. Dengan demikian,
secara spesifik penelitian ini berupaya menjelaskan bagaimana sejarah pemuda
perkotaan berdasarkan semangat zaman dikaitkan dengan nasionalisme,
globalisasi dan diplomasi, kewirausahaan dan responsible consumer. Metode
yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hal ini
disebabkan karena pendekatan kualitatif bersifat lebih sistematis, dan
menjelaskan fakta sosial yang ada dalam masyarakat khususnya kajian sejarah
mengenai kepemudaan.
Pendekatan kualitatif memiliki kelebihan dalam upaya untuk memahami
lebih dalam, kelenturan dalam penelitian sesuai dengan temuan yang ditemukan
di lapangan dan hemat dalam kategori pengeluaran penelitian (Rubin & Babbie,
2010). Sedangkan menurut Kirk dan Miller (1986) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif bersifat pluralistik yang terdiri dari berbagai macam
pendekatan, termasuk fenomenologi, semiotik, etnografi, sejarah hidup dan
historical research.
Berdasarkan definisi di atas, penelitian deskriptif ini mencoba
menggambarkan secara spesifik detail dari situasi, seting sosial, atau suatu
hubungan. Deskriptif berusaha menjelaskan pertanyaan berupa bagaimana dan
siapa. Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan, dan menganalisis sejarah
pemuda perkotaan dalam konteks empat pilar kepemudaan. Penelitian ini
menggambarkan (mendiskripsikan) fakta atas kejadian atau hal khusus yang
terjadi di lapangan secara sistematis, faktual dan akurat dalam sebuah kelompok
usia, menyajikan informasi dasar, menciptakan seperangkat kategori dan
menjelaskan tahapan-tahapan atau seperangkat tatanan. Konseptualisasi proses
tersebut kemudian dituangkan menjadi suatu metode penelitian lengkap dengan
pola analisis observasi serta pengumpulan data yang diperlukan untuk
melukiskan fenomena tersebut. Oleh karenanya metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif.
2. Lokasi Penelitian dan Waktu Pengumpulan Data
Dalam upaya memperoleh informasi yang akurat serta memudahkan
berjalannya penelitian mengenai sejarah pemuda perkotaan, yang secara khusus
mengambarkan kondisi pemuda perkotaan dilihat dari segi sejarah
perkembangannya dikaitkan dengan empat pilar kepemudaan. Maka lokasi
penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta, yakni di 5 wilayah kota administrasi DKI
Jakarta antara lain Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur
dan Jakarta Utara. Lokasi tersebut menjadi pilihan karena merupakan basis
pemuda Jakarta yang dapat mewakili pemuda kota Jakata, serta mayoritas
merupakan titik pusat pergerakan pemuda perkotaan.
Waktu kerja dari kajian dan penelitian ini membutuhkan waktu kurang
lebih 10 bulan yang meliputi dua lingkup utama yaitu kajian & penelitian, dan
sosialisasi.
Tabel 1.2 Timeline Kerja
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Studi Literatur
2 Pengumpulan Data Sekunder
3 Pembuatan Kuesioner
4 Uji Validitas & Reliabilitas
5 Pembuatan Laporan Pendahuluan
6 Pengumpulan Data primer (Poling)
7
Wawancara dengan Organisasi
Kepemudaan
8 Focus Group Discussion
9 Entry dan Pengolahan Data
10 Analisis Data
11 Penyelesaian Draft Laporan Akhir
12 Seminar Hasil Penelitian
13 Laporan Akhir
Sumber : olahan penelitian
3. Pemilihan Informan
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
ü Pemuda yang berdomisili di DKI Jakarta, dan sebagian besar aktifitasnya
berada di Jakarta.
ü Pemuda yang menjadi pengurus di organisasi kepemudaan di DKI Jakarta.
Antara lain yaitu ketegori OK yang menjadi informan berasal dari organisasi
kepemudaan berlandaskan hukum/politik : HMI, KNPI, PCMI. OK yang
berlandaskan hobi : suporter Jakmania, Indonesia running. OK yang
berdasarkan sosial/kemasyarakatan : karangtaruna, HIPMI, Gannas. OK yang
berlandaskan agama : OMK. OK yang berlandaskan gerakan kemahasiswaan
: BEM, AIESEC. OK yang berlandaskan kerelawanan : PMR, Pramuka.
ü Sejarahwan dan praktisi yang mendalamidi bidang kepemudaan dan sejarah
kepemudaan di Kota Jakarta.
Informan yang dipilih adalah informan yang mengetahui secara akurat
mengenai kondisi pemuda di Jakarta dan juga mengenai sejarah pemuda
perkotaan khususnya di DKI Jakarta. Sementara untuk informan yang ada di
dalam organisasi kepemudaan adalah informan yang sedang aktif atau tengah
menjabat sebagai pengurus di organisasinya masing-masing. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana persepsi dan pendapat organisasi kepemudaan atas
kondisi kepemudaan saat ini dilihat dari semangat zaman setiap periodenya, yang
akan menjadi gambaran untuk menjawab pertanyaan penelitian ini.
Berdasarkan alasan tersebut, maka theoritical sampling (Neuman, 2006)
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 1.2 Tabel informan Informan Informasi Teknik Jumlah
Pemuda di
DKI Jakarta
(sekolah dan
kampus)
Persepsi terhadap kota Jakarta dan permasalahannya Poling 2000
orang Pandangan pemuda terhadap kondisi dan
permasalahan pemuda di perkotaan
Pandangan pemuda terhadap empat pilar
kepemudaan (nasionalisme, globalisasi dan
diplomasi, kewirausahaan, dan responsible
consumer)
Persiapan yang dilakukan pemuda untuk mengatasi
Informan Informasi Teknik Jumlah
permasalahan kepemudaan dan harapan pemuda
atas kondisi kedepan mengenai pemuda
Pemuda di
Organisasi
Kepemudaan
DKI Jakarta
Permasalahan kepemudaan secara umum khususnya
di perkotaan
Wawancara
mendalam
dan studi
dokumentasi
20 orang
Kondisi kepemudaan dilihat dari semangat zaman
setiap periodenya
Partisipasi pemuda dalam mengatasi permaslahan
Pandangan terhadap pemuda secara umum dengan
pemuda yang ada dalam organisasi kepemudaan
terhadap empat pilar kepemudaan
Kebijakan mengenai kepemudaan baik di tingkat
daerah maupun tingkat nasional
Sejarahwan
dan praktisi
kepemudaan
Sejarah perkembangan kepemudaan di Indonesia
dan kota Jakarta
Wawancara
mendalam
dan studi
dokumentasi
3 orang
Kebijakan pemerintah daerah terhadap
perkembangan sejarah kepemudaan di Jakarta
Empat pilar kepemudaan yang berkaitan dengan
kebijakan
Sumber : Olahan Penelitian
Metode yang digunakan dalam pemilihan informan adalah teknik
purposive sampling. Purposive sampling is a valueable kind of sampling for
special situation. A non random sample in which the researcher uses a wide
range of methods to locate all possible cases of a highly specific and dificult-to-
reach-population (Purposive sampling adalah jenis sampling untuk situasi khusus.
Sebuah sampel non acak di mana peneliti menggunakan berbagai metode untuk
mencari semua kemungkinan kasus dari populasi yang sangat spesifik dan sulit
dijangkau) (Neuman, 2006:222). Berdasarkan karakteristik pemilihan informan,
maka penelitian ini hanya memilih informan dalam jumlah terbatas dan relatif
tidak banyak, tetapi dinilai mampu memberikan informasi langsung dan
mendalam sesuai dengan fokus dan topik penelitian. Sedangkan untuk sasaran
poling (survey) dari penelitian ini adalah :
Sampling Pemuda di Sekolah yang berada di Jakarta
Wlayah SMA Negeri SMA Swasta
Jakarta selatan SMA N 28 SMA Al Azhar 1
Jakarta Timur SMA N39 -
Jakarta Pusat SMA N68 Sancta Ursula
Jakarta Utara SMA N 13, SMA N 80, SMA N 75 SMA Diponegoro 1
Jakarta Barat SMA N 78 SMA K 3 Penabur
Sampling Pemuda di Kampus yang berada di Jakarta
Wilayah Nama Perguruan Tinggi
Jakarta selatan Universitas Pancasila Universitas Al-Azhar
Jakarta Timur Universitas Negeri Jakarta -
Jakarta Pusat Universitas Indonesia YAI, Canisius College
Jakarta Utara - Universitas Atma Jaya
Jakarta Barat Universitas Bina Nusantara (binus) universitas Trisakti
Tehnik penarikan sampel yang digunakan untuk metode survey ini adalah
multiple stage sampling dimana dilakukan dengan beberapa teknik berjenjang.
Pertama menggunakan purposive sampling, kedua adalah cluster sampling area
yakni berdasarkan dasar geografis area yang terpilih. Ketiga Probability
proportionate to size (PPS) is An adjustment made in cluster sampling when the
each cluster does not have the same number of sampling elements (adalah teknik
pengambilan sampling yang dilakukan berdasarkan kelompok tertentu dimana
setiap cluster tidak memiliki jumlah yang sama). (Neuman, 2006)
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui berberapa cara
yakni dokumentasi, wawancara mendalam, dan survey menggunakan poling.
Dokumentasi yakni teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian
dan penemuan bukti-bukti. (Afifidin, 2009). Sumber data skunder berupa data-
data yang dikumpulkan dari bahan-bahan informasi dan dokumen lainnya yang
ada di arsip sejarah. Alasannya adalah untuk melengkapi informasi yang
dikumpulkan melalui wawancara mendalam.
Pada penelitian ini pengumpulan data juga dilakukan melalui in depth-
interview atau wawancara mendalam dan pengumpulan data dengan
menggunakan sumber data skunder. Taylor dan Bogdan mendefinisikan In
depth-interview are repeated face-to-face encounters between the researcher and
informants directed toward understanding informants perspectives on their lives,
experiences or situations as expressed in their own words (wawancara mendalam
adalah pertemuan langsung yang dilakukan berulang-ulang antara peneliti
dengan informan yang diarahkan ke arah pemahaman perspektif informan atas
kehidupan mereka, pengalaman atau situasi sebagai ekspresi dari kata-kata
mereka sendiri). (Minichiello, 1996)
Wawancara mendalam adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada sesorang yang menjadi informan atau responden
(Afifidin, 2009). Berdasarkan pengerian tersebut maka pengumpulan data
melalui wawancara tidak hanya dapat mengali informasi mengenai kondisi dan
permalahan pemuda perkotaan dikaitkan dengan empat pilar kepemudaan, tetapi
juga mengenai perkembangan apa yang ada dalam diri informan. Dengan
wawancara, pertanyaan yang ditujukan kepada informan dapat mencakup hal-hal
yang bersifat lintas waktu yang terkait masa lampau, masa sekarang maupun
masa yang akan datang. Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan langsung kepada informan dan pihak-pihak yang
kompeten sehubungan dengan permasalahan yang diangkat. Pada penelitian ini,
informan yang diwawancarai secara mendalam meliputi para pemuda di
organisasi kepemudaan, sejarahwan, dan pemangku kepentingan seperti Dispora.
Pertanyaan yang diajukan mengacu pada pedoman wawancara yang telah
dirancang untuk setiap informan. Pengajuan pertanyaan disesuaikan dengan
karakteristik setiap informan.
Selain itu untuk menunjang kualitas penelitian dilakukan juga
pengambilan data dengan menggunakan metode survey sederhana menggunakan
angket (poling). Poling ditunjukkan kepada pemuda yang berada di sekolah dan
universitas yang berada di DKI Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner. Dalam
metode survei pengumpulan yang dominan adalah dengan menggunakan angket
atau kuesioner. Kuesioner merupakan suatu teknik terstruktur dalam
pengumpulan data yang terdiri atas sejumlah pertanyaan tertulis untuk
mendapatkan pandangan atas pendapat dari responden.
5. Pendalaman Data
Lincold dan Guba (Faisal, 1990) mengatakan bahwa setidaknya terdapat 4
(empat) type standar khusus yang diperlukan untuk memenuhi karakteristik
penelitian kualitatif. Standar khusus tersebut pada dasarnya dibutuhkan untuk
menjamin kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian, antara lain : kredibilitas,
transferbilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.
Untuk meningkatkan hasil penelitian kredibilitas maka dilakukan
triangulation yaitu melakukan triangulasi sumber data, sehingga kebenaran data
yang diperoleh dari sumber dapat diperiksa kebenarannya dengan melakukan
pemeriksaan dengan sumber lainnya. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara
melakukan wawancara mendalam dengan informan-informan pendukung yang
terkait dengan informan utama, sehingga mendapatkan kebenaran data yang
dapat dipertanggung jawabkan sebagai sebuah data yang tepat.
Untuk memenuhi standar dependabilitas maka dilakukan pemeriksaan dan
penilaian atas ”salah-benar”nya dalam mengkonseptualisasikan apa yang diteliti.
Hal tersebut dapat dilakukan selama melakukan proses pengumpulan data,
melakukan interpretasi temuan dan melaporkan hasil penelitian. Adapun hal ini
dilakukan sebagai sebuah proses untuk memperkaya diskripsi tentang latar
belakang ataupun konteks dari fokus penelitian tersebut karena berlatar tentang
sejarah.
Untuk memenuhi standar konfirmabilitas maka dilakukan review terhadap
seluruh aktifitas penelitan (sebagaimana yang tercatat dan terekam seluruh
catatan penelitian, baik dalam catatan lapangan, dokumen, arsip) serta mutu hasil
penelitian dengan memperhatikan dukungan atas catatan atau rekaman hasil data
yang telah diperoleh di lapangan. Merupakan bentuk penelitian sosial yang
mengacu pada metode yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan. Untuk itu
pula maka Neuman mengatakan bahwa seorang peneliti harus bersikap netral.
Oleh karenanya yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah sikap
ketegasan dalam menentukan sebuah ide ataupun sebuah sudut pandang tertentu.
(Neuman, 2006). Hal ini dilakukan untuk dapat menunjukukan tingkat kenetralan
dari seorang peneliti.
6. Analisis Data
Menurut Neuman (2000) analisis penelitian kualitatif bersifat induktif.
Analisis induktif pada penelitian kualitatif dapat digunakan untuk melihat pola
atau hubungan dari data yang dikumpulkan. Namun demikian, analisis kualitatif
ini tidak dapat menggambarkan secara luas berdasarkan data statistik dan
matematika.
Proses analisa pada penelitian ini dimulai dengan menelaah data yang
diperoleh di lapangan dari berbagai macam sumber atau informasi, baik melalui
survey (poling), wawancara, maupun dokumentasi yang telah terkumpul. Seluruh
data-data yang telah tersedia tersebut terlebih dahulu dibaca, dipelajari dan
ditelaah, kemudian dilakukan analisa baik verbal maupun non verbal sehingga
dapat ditemukan topik, kata kunci dan alur kontekstual yang menjelaskan apa
yang sebenarnya berada dibalik fenomena atau ucapan yang telah disampaikan.
Adapun rincian proses tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sort and Classify Data (Pengelompokan dan pengorganisasian data)
Seluruh data yang telah dikumpulkan, merupakan data mentah yang
jumlahnya sangat banyak yang terdiri atas catatan-catatan temuan lapangan,
rekaman-rekaman, baik suara maupun gambar, dokumen-dokumen
pendukung dan sebagainya. Data-data yang telah terkumpul tersebut
kemudian disusun dan diseleksi berdasarkan kebutuhan fokus penelitian,
menjadi transkrip wawancara, dan grafik hasil poling.
2. Coding Data
Proses yang dilakukan pada tahapan pengelolaan data, antara lain open
coding, yaitu mereview data, menyatukan dan memformulasikan kategori
serta mengorganisasikannya menjadi kategori yang sama atau dikodekan
dalam kelompok yang sama yang disebut dengan axial coding dan kemudian
dilakukan selective coding yaitu menyeleksi dan serta melakukan proses
penghubungan informasi dan data yang diperoleh dari proses non interview.
3. Interpret and Elaborate
Langkah ini adalah melakukan interpretasi atas data yang telah
disusun serta diorganisasikan sesuai dengan fokus penelitian. Adapun dalam
menginterpretasikan data ini termasuk juga untuk mencari hubungan,
persamaan ataupun simpulan yang muncul sejalan dengan semakin
banyaknya dukungan data yang diperoleh. Termasuk didalam proses ini pula,
adalah mengidetifikasi pola-pola, kecenderungan dan penjelasan yang
dibutuhkan kemudian ditafsirkan sesuai dengan pola-pola temuan lapangan.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Dalam bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB 2 Pemuda : Pilar Identifikasi Kebangsaan (Nationalism)
Dalam Bab II adalah uraian
BAB 3 Pemuda : Pilar Diplomasi dan Hubungan Global (Diplomacy and
Global Partnership)
Dalam bab ini dijelaskan
BAB 4 Pemuda : Pilar Prodiktivitas dan Kewirausahaan (Productivity and
Enterpreneurship)
Berisi uraian tentang
BAB 5 Pemuda : Pilar Resposibility and Consumerisme
Merupakan bab yang mendiskripsikan
BAB 6 Penutup
Bab ini adalah bab yang berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian
yang akan mendiskripsikan tentang sejarah pemuda perkotaan di DKI Jakarta
yang dianalisis berdasarkan empat pilar kepemudaan melalui sejarah
perkembangan dan semangat zaman pemuda perkotaan di setiap periodenya. Bab
ini juga berisi rekomendasi yang dapat diberikan sebagai sebuah pengembangan
keilmuan dan juga pembuat kebijakan kepemudaan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Afifidin dan Saebeni, Beni Ahmad. 2009. Metode penelitian kualitatif. Pustaka Setia :
Bandung.
Afrina, Eka. 2014. Strategi intervensi sosial dalam pengembangan potensi pemuda di
Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) DKI Jakarta. Universitas Indonesia :
Depok.
Erlangga, Masdiana, dkk. 2008. Peran generasi muda dalam ketahanan nasional. Jakarta
: Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Faisal, Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan aplikasi, YA 3 Malang.
Kemenegpora. 2009. Dialog pemuda dalam membangun bangsa : meningkatkan
kompetensi dan daya saing pemuda dalam menghadapi krisis global. Kemenegpora
: Jakarta.
Kirk, J. & M. L. Miller. 1986. Reliability and validity in qualitative research (vol. 1).
Newbury Park, CA : Sage Publications.
Laksmono, Bambang S. 2013. Pemikiran Pembangunan Kepemudaan Indonesia.
Laksmono, Bambang S. 2013. Agenda Pemuda dalam Transisi : Tinjauan Empat Pilar
Pengembangan Karakter. Dipresntasikan dalam seminar National University of
Singapore Students Union (NUSSU), 7 Desember 2013
Minichiello, Victor. 1996. In-depth interviewing : Researching people (the first edition).
Wesley Longman : Australia.
Muhsin, Mumuh. 2012. Bunga rampai rona-rona sejarah dan budaya. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya : Bandung.
Neuman, W. Lawrence. 2006. Social research method : Qualitative and quantitative
approach six edition. Person International Edition.
Rubin, Allen and Babbie, Earl R. 2008. Research methods for social work sixth edition.
Thomson Brooks : USA.
Soeparmo. 2012. Refleksi Pers kepala daerah Jakarta 1945 - 2012. Badan Kerjasama
Kesenian Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi suatu pengantar. PT. RajaGrafindo Persada :
Jakarta.
Waryoko, B. S. 2009. Strategi pemberdayaan pemuda indonesia: (Studi kasus pemuda di
organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) di propinsi DKI Jakarta). Universitas
Indonesia : Depok.
Website :
Bappenas. www.datastatistik-indonesia.com. data statistik kependudukan indonesia.
Diunduh pada tanggal 31 Januari 2014.
Bem UI. 2014. Sejarah BEM UI milik rakyat Indonesia. http://bem.ui.ac.id/visi/sejarah/.
Diunduh pada tanggal 22 Januari 2014.
BPS Prov. DKI Jakarta. 2013. Jakarta Dalam Angka http://jakarta.bps.go.id/flip/jda2013/
. diunduh pada 31 Januari 2014.
Detikforum.com. http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-
posting-aja-kesini-t19743p50.html . Diunduh pada 7 Februaruari 2014
Jakarta.co.id. http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/390/Daan-Jahja. diunduh
pada 8 Februari 2014
Infolite.com http://infolite-infolite.blogspot.com/2011/07/gubernur-dki-dari-masa-ke-
masa.html. Diunduh pada 7 Februari 2014
KBBI. Definisi modern. Kamus bahasa Indonesia Online :
www.KamusBahasaIndonesia.org. diakses pada Januari 2014.
Kemen PU. http://www.penataanruang.net/taru/nspm/buku/metropolitan/Bab2.pdf.
Diunduh pada 31 Januari 2014.
Kompasnia. http://media.kompasiana.com/buku/2012/04/06/nilai-nilai-sejarah-
pergerakan-pemuda-indonesia-452168.html. Diunduh pada 31 Januari 2014.
Merdeka.com. http://m.merdeka.com/peristiwa/jejak-langkah-dan-karya-13-gubernur-
jakarta.html. Diunduh pada 31 Januari 2014
Merdeka.com. http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-tjokropranolo-menghapus-
oplet-dari-jakarta.html. Diunduh pada 8 Februari 2014
Mostlyjakarta.com.http%3A%2F%2Fmostlyjakarta.com%2Fwpcontent%2Fuploads%2F
2011%2F04%2FTaman-Ismail-Marzuki-
jakarta.jpg&w=1280&h=853&ei=74oJU5GeNcS3rgek4oCIBQ&zoom=1&ved=0
CfohBwwAQ&iact=rc&dur=998&page=1&start=0&ndsp=15. Diunduh pada 8
Februari 2014
Newhistoria.com. http://newshistoria.blogspot.com/2012/07/letkol-daan-jahja.html.
diunduh pada tanggal 7 Februari 2014
Scribd.com. http://www.scribd.com/doc/39458879/Gubernur-Dan-Walikota-DKI-
Jakarta. Diunduh pada 31 Januari 2014
Viruspintar.com. http://viruspintar.blogspot.com%2F2012%2F06%2Ffoto-kendaraan-
jadul-jakarta-tempo-dulu.html&docid. Diunduh pada 7 Februari 2014
Kandar, Adhyzal. 2010. Masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Dipublikasikan di http://id.shvoong.com/social-sciences/1997485-masyarakat-tradisional-dan-masyarakat-modern/ diakses pada Januari 2014
Peraturan dan Perundang-Undangan
Undang-undanga. (2011). Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2009
tentang kepemudaan. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia :
Jakarta.