bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/39931/2/jiptummpp-gdl-maratussho... · 1 bab...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari tujuan, materi,
metode, dan evaluasi yang terhubung satu sama lain (Rusman, 2012). Lebih lanjut
dikatakan bahwa empat hal tersebut merupakan suatu hal yang penting dalam
menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan dalam suatu kegiatan
pembelajaran. Model pembelajaran tersebut yang akan membantu siswa dalam
memahami materi pelajaran, termasuk di dalamnya yaitu pelajaran matematika.
Dalam suatu pembelajaran matematika, ada beberapa kemampuan
matematis yang harus dimiliki oleh siswa. Beberapa kemampuan tersebut
diantaranya yaitu kemampuan penyelesaian masalah (problem solving), alasan dan
pembuktian (reasoning and proff), komunikasi (communication), koneksi
(connection), dan representasi (representation) (NCTM, 2000). Guru disini
bertindak sebagai fasilitator agar siswa mampu mengembangkan kemampuan
matematis tersebut. Kemampuan matematis yang ada pada diri siswa akan
berkembang apabila siswa turut berperan aktif dalam pembelajaran. Guru harus
mampu menciptakan situasi pembelajaran dimana siswa bertindak sebagai subjek
belajar (Ramziah, 2016). Dalam pembelajaran tersebut, seorang guru juga harus
mampu mendorong siswa agar dapat mengkontruksi materi pelajaran dengan baik.
Dalam proses mengkontruksi tersebut, siswa memiliki kemampuan yang berbeda-
beda dalam mengkoneksi dan merepresentasikan suatu materi pelajaran.
Kemampuan koneksi diperlukan dalam proses pembelajaran karena dapat
membantu siswa dalam memahami suatu konsep matematika, menyelesaikan
2
pemecahan masalah melalui keterkaitan antar konsep matematika, maupun antar
konsep matematika dengan disiplin ilmu lain (Hendriana & Soemarmo, 2014).
Keterkaitan dalam matematika maupun dengan disiplin ilmu lain dan kehidupan
sehari-hari membuat pelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa dapat
menyelesaikan permasalahan nyata dengan konsep-konsep matematis yang
dimilikinya (Putri & Santosa, 2015). Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses
menemukan, menguatkan, dan menghubungkan antara ide-ide abstrak yang
didapatkan dalam pembelajaran dengan konteks dunia nyata menjadi suatu
kesatuan itulah yang disebut kemampuan koneksi matematis. Dapat disimpulkan
bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan penting dalam
menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna karena siswa dapat
menghubungkan antar materi matematika, maupun matematika dengan disiplin
ilmu lain dan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran seperti itu akan membuat siswa
lebih memahami materi matematika yang dipelajarinya. Sedangkan kemampuan
matematis lain yang juga penting dalam mengkontruksi materi pelajaran adalah
kemampuan representasi matematis.
Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan matematis
dalam memahami suatu konsep matematika secara mendalam yang bertujuan
untuk menyederhanakan suatu penyelesaian masalah (Ramziah, 2016).
Kemampuan representasi matematis diperlukan dalam menyajikan gagasan atau
ide-ide matematis yang diperoleh oleh siswa (Hernawati, 2016). Representasi
matematis dapat dimaknai pula sebagai kemampuan untuk mengartikan ide-ide
dalam bentuk baru, mengubah diagram atau model fisik ke dalam simbol atau
kata, dan menganilisis suatu masalah agar bermakna lebih jelas (Arnidha, 2016).
3
Kemampuan koneksi dan representasi matematis perlu ditumbuhkan dan
dikembangkan agar siswa mampu menghubungkan antar materi matematika,
maupun matematika dengan kehidupan sehari-hari, yang selanjutnya akan
disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana agar lebih mudah dipahami.
Berdasarkan observasi pada pembelajaran matematika terhadap siswa
kelas VII D SMP Negeri 2 Bangsal, Kabupaten Mojokerto pada tanggal 10
Februari 2017. Pertama, guru membuka kegiatan dengan salam, kemudian
meminta siswa untuk membaca materi terkait garis dan sudut yang terdapat dalam
buku. Kemudian guru menjelaskan materi baru yang divariasi dengan tanya
jawab. Suara guru cukup lantang dan jelas saat menyampaikan materi. Guru
menggunakan contoh benda-benda di sekitar siswa dalam penyampaian materi.
Siswa aktif bertanya maupun menjawab pertanyaan dari guru. Setelah itu, guru
memberikan soal latihan untuk dikerjakan oleh siswa di buku masing-masing.
Kemudian siswa bergantian maju ke depan untuk menuliskan hasil pengerjaannya.
Guru memberikan poin untuk siswa yang dapat menjelaskan hasil pengerjaannya
dengan benar. Lalu, guru menjelaskan kembali mengenai materi dan hasil
pekerjaan siswa. Pada akhir pembelajaran, guru menyampaikan sub materi yang
akan dibahas pada pertemuan selanjutnya, dan yang terakhir guru menutup
pembelajaran dengan mengucapkan salam penutup.
Pada hasil observasi, guru menggunakan metode ceramah dan menuntut
siswa untuk aktif bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan. Siswa
mengalami kesulitan dalam menggambarkan secara sederhana bentuk soal latihan.
Model pembelajaran yang digunakan guru sudah baik yaitu dengan melibatkan
siswa dalam proses tanya jawab dan menggunakan buku pegangan siswa sebagai
4
media. Namun, alangkah lebih baik apabila model pembelajaran tersebut
dirangkai dengan lebih spesifik dan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang sesuai, tidak hanya menggunakan buku paket yang dimiliki siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VII D SMP
Negeri 2 Bangsal, pada tanggal 10 Februari 2017, model pembelajaran yang
sering diterapkan yaitu model pembelajaran kontekstual. Dalam penerapannya,
guru menggunakan benda-benda di sekitar siswa sebagai media pembelajarannya.
Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah yang divariasi dengan
tanya jawab, sehingga siswa dapat aktif selama pembelajaran berlangsung. Siswa
kelas VII D di dominasi oleh siswa yang aktif dan cenderung ramai. Sehingga,
guru harus memilih metode pembelajaran yang tepat agar kondisi siswa yang
seperti itu dapat menjadi suatu kelebihan dalam suatu pembelajaran. Menurut
guru, kemampuan siswa kelas VII D masih kurang untuk memahami penerapan
konsep matematis ke dalam permasalahan kehidupan sehari-hari, maupun konsep
matematis dengan ilmu lain. Selain itu, kemampuan siswa masih kurang dalam
memahami kemudian merubah suatu soal matematika ke dalam bentuk yang lebih
sederhana dengan menggunakan kata-kata ataupun gambar.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dalam proses pembelajaran
kelas VII D, kemampuan koneksi dan representasi siswa masih kurang. Hal
tersebut diketahui dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa siswa masih
bingung saat menerapkan konsep matematika ke dalam soal, menghubungkan ide-
ide matematis dengan kehidupan sehari-hari, dan memahami untuk kemudian
menyajikan soal matematika ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Hal tersebut
juga didukung oleh hasil wawancara guru matematika kelas VII D yang
5
mengatakan bahwa kemampuan siswa masih kurang dalam mengkoneksikan dan
merepresentasikan suatu permasalahan matematika. Kondisi siswa yang aktif dan
cenderung ramai harus dimanfaatkan untuk menjadi suatu kelebihan dalam
pembelajaran, dan agar dapat mengatasi kemampuan koneksi dan representasi
siswa yang kurang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membentuk
kelompok kecil heterogen, dan menstimulasi siswa untuk aktif serta mampu
mengkoneksikan dan mempresentasikan suatu permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari maupun dengan ilmu lain, yakni dengan menerapkan model
pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperative,
Transfering) yang dikombinasikan dengan pendekatan Etnomatematika.
REACT adalah salah satu model pembelajarankontekstual yang terdiri dari
beberapa macam strategi. Lebih lanjut dijelaskan beberapa strategi atau tahapan
itu antara lain: (1) Relating, yaitu pembelajaran dengan pengetahuan atau
pengalaman sebelumnya, (2) Experiencing, yaitu pembelajaran yang dilakukan
dengan sebuah penelitian, percobaan, atau pengamatan, (3) Applying, yaitu
penerapan konsep yang ditemukan pada permasalahan atau soal matematika, (4)
Cooperating, yaitu pembelajaran dengan melakukan kerjasama, tukar pendapat,
dan komunikasi dengan pebelajar lainnya, (5) Transfering, yaitu membagikan
pengetahuan baru ataupun yang telah di dapatkan sebelumnya (Crawford, 2001).
Proses pembelajaran dengan menggunakan model REACT menekankan pada
penemuan konsep ataupun penyelesaian masalah dengan membangun kerangka
berfikir dari pengalaman yang telah ada. Seperti yang diungkapkan oleh (Rizka,
Syarifuddin, & Suherman, 2014), pembelajaran dengan model REACT diawali
dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan pengetahuan atau pemahaman
6
yang telah didapatkan siswa sebelumnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan
pembelajaran model REACT, siswa lebih memahami konsep pelajaran karena
mereka mengalami sendiri proses penemuan konsep tersebut.
Model REACT pada tahap relating, digunakan guru untuk menghubungkan
konsep baru dengan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi siswa (Crawford,
2001). Lebih lanjut dijelaskan apabila siswa dapat menghubungkan hal tersebut,
siswa akan mendapatkan wawasan baru. Kemampuan koneksi matematis siswa
berperan penting pada tahap tersebut untuk menghubungkan pengetahuan yang
telah mereka miliki dalam disiplin ilmu apapun dengan ilmu matematika yang
akan mereka pelajari. Sedangkan kemampuan representasi siswa diperlukan pada
tahap applying, dan transfering. Menurut Crawford (2001), applying adalah suatu
strategi dalam menempatkan suatu konsep dalam penyelesaian masalah. Lebih
lanjut dikatakan jika transfering adalah strategi dalam menggunakan suatu
pengetahuan dalam konteks baru atau yang belum pernah dibahas di kelas. Dalam
pelaksanaannya, applying dan transfering, kemampuan representasi siswa juga
diperlukan untuk dapat mengubah suatu ide atau konsep baru yang ditemukan
menjadi sesuatu yang lebih sederhana agar lebih mudah diterapkan dan dipahami
dalam penyelesaian permasalahan matematika.
Berikut ini merupakan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai
model pembelajaran REACT. Penelitian oleh (Putri & Santosa, 2015) yang
menunjukkan bahwa: (1) strategi pembelajaran REACT efektif pada pembelajaran
turunan fungsi ditinjau dari prestasi belajar matematika, kemampuan penyelesaian
masalah matematis, kemampuan koneksi matematis, dan Self efficacy siswa SMA
Negeri 4 Magelang, dan (2) strategi pembelajaran REACT lebih efektif daripada
7
pembelajaran konvensional pada pembelajaran turunan fungsi ditinjau dari aspek
prestasi belajar matematika, kemampuan penyelesaian masalah matematis,
kemampuan koneksi matematis, dan Selfefficacy siswa SMA Negeri 4 Magelang.
Penelitian lainnya oleh (Wijayanti, 2014) yaitu: (1) ada peningkatan kemampuan
dalam aspek lisan dari 25% menjadi71,88%, (2) ada peningkatan kemampuan
dalam aspek tertulis dari 18,75% menjadi 65,63%, (3) ada peningkatan
kemampuan dalam aspek gambar dari 21,88% menjadi 59,38%, (4) ada
peningkatan kemampuan dalam aspek menjelaskan konsep dari 31,25% menjadi
78,13%. Sehingga, dapat disimpulkan jika siswa mengalami peningkatan dalam
segi kemampuan komunikasi dan representasi matematis. Dalam pelaksanaannya,
model pembelajaran REACT akan dipadukan dengan pendekatan yang dapat
mendukung bentuk pembelajaran kontekstual tersebut, salah satunya yaitu dengan
pendekatan etnomatematika.
Etnomatematika adalah sebuah kajian terhadap suatu ide matematis yang
terdapat pada suatu kebudayaan (Prabawati, 2016). Pengertian lain dari
etnomatematika adalah suatu penelitian tentang hubungan antara matematika
dengan kehidupan sosial dan kebudayaan (Zhang & Zhang, 2010). Lebih lanjut
dijelaskan jika penelitian tersebut untuk mengetahui bagaimana matematika
dihasilkan, ditransfer, dan didiskusikan dalam lingkup kebudayaan. Dengan
pendekatan etnomatematika, siswa dapat menelaah suatu kebudayaan yang
berhubungan dengan ide matematis. Siswa diharapkan mempunyai kemampuan
koneksi dan representasi matematis dalam menghubungkan dan menggambarkan
ke dalam bentuk yang lebih sederhana suatu ide matematis yang terdapat dalam
suatu kebudayaan daerah tertentu. Kebudayaan daerah tersebut misalnya adalah
8
bentuk lambang kerajaan Majapahit, relief-relief peninggalan kerajaan Singasari,
dan permainan daerah engklek yang memiliki bentuk-bentuk geometris.
Belum ada jurnal penelitian mengenai etnomatematika untuk mengetahui
kemampuan koneksi dan representasi siswa. Namun, etnomatematika tetap dapat
diterapkan dalam pembelajaran. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Zhang &
Zhang, 2010) yang mengungkapkan bahwa etnomatematika memungkinkan untuk
dimasukkan ke dalam kurikulum matematika dengan contoh pada pengajaran di
salah satu SMP di China. Hasil penelitian lain mengenai penerapan
etnomatematika yaitu oleh (Asnawati, Liliana K.D, & Muhtarulloh, 2015) yang
menunjukkan: (1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran inkuiri dengan etnomatematik lebih baik daripada
peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional namun, keduanya masih berkualifikasi sedang, (2)
kualifikasi peningkatan pemahaman matematis yang menggunakan pembelajaran
inkuiri dengan etnomatematika masihdalam kategori sedang, (3) peningkatan
pemahaman instrumental antara kelas ekspermen dan kontrol adalah sama, namun
peningkatan pemahaman relasional pada kelas eksperimen lebih baik
dibandingkan dengan kelas kontrol, (4) Pencapaian pemahaman matematis siswa
kelas eksperimen adalah 19,44 dan kelas kontrol adalah 17,16.
Hal yang ingin dicapai dari model pembelajaran REACT dengan
pendekatan etnomatematika yaitu menumbuhkan kemampuan koneksi dan
representasi siswa dalam pembelajaran. Pada penelitian ini, variabel yang diteliti
yaitu tingkat kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa pada model
pembelajaran REACT dengan pendekatan etnomatematika. Berdasarkan uraian
9
tersebut, akan dilakukan penelitian dengan judul “Kemampuan Koneksi dan
Representasi Matematis pada Pembelajaran Matematika dengan Model REACT
Berbasis Etnomatematika Siswa Kelas VII D SMP Negeri 2 Bangsal”.
1.2 Rumusan Masalah
Peneliti berusaha memberikan gambaran masalah yang akan diberikan
solusinya mengenai kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa pada
pembelajaran matematika materibangun datar. Mempertimbangkan latar belakang
masalah, maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut ini:
1) Bagaimana penerapan pembelajaran matematika pada model REACT
berbasis etnomatematika materi bangun datar siswa kelas VII D SMP
Negeri 2 Bangsal?
2) Bagaimana kemampuan koneksi matematis siswa pada model REACT
berbasis etnomatematika materi bangun datar kelas VII D SMP Negeri 2
Bangsal?
3) Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa pada model REACT
berbasis etnomatematika materi bangun datar kelas VII D SMP Negeri 2
Bangsal?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah merupakan ruang lingkup peniliti yang bertujuan agar
dalam proses penelitian data yang didapat merupakan data yang akurat dan
efektif. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Penerapan pembelajaran matematika pada model REACT berbasis
etnomatematika difokuskan dalam pembelajaran matematika materi
bangun datar kelas VII D SMP Negeri 2 Bangsal.
10
2) Aspek yang diteliti adalah kemampuan koneksi dan representasi matematis
siswa pada model REACT berbasis etnomatematika dalam pembelajaran
matematika materi bangun datar kelas VII D SMP Negeri 2 Bangsal.
3) Materi bangun datar dibatasi pada materi segiempat (persegi,
persegipanjang, belah ketupat) dan segitiga.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan yang akan
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1) Penerapan pembelajaran matematika pada model REACT berbasis
etnomatematika materi bangun datar siswa kelas VII D SMP Negeri 2
Bangsal.
2) Kemampuan koneksi matematis siswa pada model REACT berbasis
etnomatematika materi bangun datar kelas VII D SMP Negeri 2 Bangsal.
3) Kemampuan representasi matematis siswa pada model REACT berbasis
etnomatematika materi bangun datar kelas VII D SMP Negeri 2 Bangsal.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan
yang berarti bagi pihak-pihak berikut:
1) Bagi siswa diharapkan model REACT berbasis etnomatematika dapat
meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis.
2) Bagi guru diharapkan model REACT berbasis etnomatematika dapat
menjadi referensi untuk melaksanakan pembelajaran dalam upaya
meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi siswa.
11
3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lain
dengan menggunakan model REACT berbasis etnomatematika dalam
upaya meningkatkan kemampuan matematis yang lain pada siswa.
1.6 Definisi Operasional
Beberapa istilah penting dalam penelitian ini perlu diberikan penegasan.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan adanya salah penafsiran
mengenai beberapa istilah tersebut. Beberapa istilah yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1) Pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa
yang melibatkan pengembangan pola pikir siswa pada suatu kondisi yang
sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode maupun strategi
agar proses belajar matematika dapat berjalan efektif dan efisien.
2) Model REACT berbasis etnomatematika
Model REACT berbasis etnomatematika merupakan suatu model
pembelajaran yang terdiri dari beberapa strategi yaitu relating,
experiencing, applying, cooperative, dan transfering dengan pendekatan
kebudayaan.
3) Kemampuan koneksi matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa untuk
mengkoneksikan atau menghubungkan antar topik matematika, keterkaitan
antara matematika dengan disiplin ilmu lain, dan keterkaitan matematika
dengan kehidupan sehari-hari.
12
4) Kemampuan representasi matematis
Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa untuk
merepresentasikan atau menggambarkan ide matematis ke dalam suatu
kata-kata, bentuk, diagram, maupun gambar.