bab i pendahuluan 1. latar belakang · tenaga ahli untuk membimbing/membina ketrampilan bagi...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk sosial selalu membutuhkan manusia lain didalam
hidupnya. Manusia normal dapat bersosialisasi dengan sesamanya secara baik, tapi
manusia tidak normal, yang mengalami gangguan mental tidak dapat bersosialisasi
dengan baik, bahkan manusia tersebut seringkali tidak mengenal dirinya sendiri. Oleh
karena itu penderita gangguan mental atau yang dikenal dengan penyandang psikotik
memerlukan bantuan untuk dapat bersosialisasi kembali.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat,
jumlah penderita psikotik di Indonesia semakin meningkat juga, hal ini disebabkan
antara lain karena manusia tersebut kurang dapat mengikuti perubahan lingkungannya,
karena mengalami gangguan mental. Demikian halnya di Jawa Timur, penderita
psikotik terus meningkat, menurut Dinas Sosial, pada tahun 1990, jumlah psikotik
telah mencapai 18.568 jiwa, sedangkan pada tahun 1994, jumlah tersebut terus
bertambah dan menurut perhitungan WHO telah mencapai 37.000 - 111.000 jiwa ! .
Sebagai warga negara, penderita psikotik/gangguan mental memiliki hak yang
sama untuk memperoleh pelayanan yang baik dan benar dari Pemerintah maupun
masyarakat. Partisipasi Pemeritah untuk membantu penderita psikotik/gangguan
mental agar dapat sembuh seperti sediakala, antara lain dengan mendirikan Rumah
Sakit Jiwa dan Panti Rehabihtasi Sosial. Di Jawa Timur terdapat dua Rumah Sakit
1 Harian Surabaya Post, tanggal 16-11-1994, hal. 16 ; 6-7
1-1
1-2
Jiwa yang cukup besar, yaitu di Lawang dan di jalan menur Surabaya dan satu unit
psikiatri di Rumah Sakit Umum DK Soetomo, sudah banyak penderita yang tertolong
oleh Rumah Sakit Jiwa ini, tetapi melalui Rumah Sakit Jiwa saja belum cukup karena
dari Rumah Sakit Jiwa penderita hanya mengalami tahap pengobatan medis saja. Oleh
karena itu dibutuhkan tahapan rehabilitasi untuk melatih kemandirian dan kemampuan
kerja penderita agar dap at bersosialisasi kembah dalam masyarakat.
" Salah satu upaya Pemerintah bagi kesBjahteraan sosial penyandang cacat mental
Ex-psikotik, Departemen sosial telah melaksanakan usaha rehabilitasi sosial melalui
sistem perpantian yang merupakan perujudan dari pola penanganan masalah sosial
penyandang cacat "2.
Saat ini di Jawa Timur hanya terdapat satu panti rehabilitasi sosial penyandang
psikotik, dengan fasilitas yang cukup baik, misalnya fasilitas tempat tinggaL, olahraga,
ketrampilan dan Iain-lain, tetapi proses rehabilitasi di panti ini belum berjalan
seluruhnya, hanya sampai pada tahap terapi kerja. Dimana klien dilatih untuk dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, pekerjaan yang dilakukan hanya merupakan
suatu kesibukan bagi khen saja, tidak dituntut untuk hasil yang maksimal. Oleh karena
itu timbul usaha untuk mendirikan panti rehabilitasi sosial lagi dengan fasilitas yang
lebih lengkap, berupa tempat tinggal dan fasiUtas ketrampilan baik untuk penyandang
psikotik maupun untuk para tenaga ahlinya.
Saat ini penangganan penderita psikotik/gangguan mental di Jawa Timur lebih
ditekankan pada pelayanan medis psikiatris, sehingga timbul anggapan bahwa rumah
sakit jiwa merupakan satu-satunya tempat penyembuhan bagi penderita psikotik untuk
dapat kembah kemasyarakat. Pada kenyataannya penderita psikotik yang dinyatakan
2 Petunjuk Teknis Penanganan Masalah Sosial Penyandang Cacat Mental Ex-psikotik didalam Panti, No 3.
1-3
sembuh oleh rumah sakit jiwa 40-60% masih sulit untuk menggembalikan
kemampuannya seperti semula. Akibat dari gangguan jiwa tersebut masih terasa dan
bisa kambuh lagi bila menghadapi kekecewaan atau rangsangan negatif yang timbul
dari pihak keluarga maupun masyarakat.
Oleh karena itu penderita yang sudah dinyatakan sembuh oleh rumah sakit
jiwa perlu mendapat pelayanan rehabilitasi untuk masalah sosialnya. Pelayanan
rehabilitasi ini ditujukan untuk usaha peningkatan penyesuaian terhadap dirinya
sendiri, terhadap keluarga dan masyarakat. Disamping itu juga diberikan latihan
ketrampilan sesuai dengan kemampuan yang ada pada khen untuk kelangsungan
hidupnya.
Sampai saat ini hanya ada sebuah pelayanan rehabilitasi bagi penderita psikotik
di Jawa Timur yaitu Panti Rehabihtasi Sosial Atmo Waloyo di Grati yang dikelolah
oleh dinas sosial Jawa Timur. Di Panti Rehabihtasi Sosial Atmo Waluyo ini hanya
dapat menampung 108 pasien saja 3. Bila dibandingkan dengan jumlah penderita
psikotik diseluruh Jawa Timur maka terdapat kekurangan yang sangat menyolok
sekali. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Drs. Wadijono, Kepala Dinas Sosial
Tk.I Jatim, bahwa " komposisi perbandingan keberadaan panti rehabihtasi sosial
dengan prediksi jumlah orgil di Jatim, sangat tidak seimbang " 4. Di panti rehabihtasi
ini, fasilitas yang ada sudah cukup lengkap, hanya kekurangan tenaga ahli medis dan
tenaga ahli untuk membimbing/membina ketrampilan bagi penyandang psikotik ini.
Oleh sebab itu dibutuhkan lagi pelayanan rehabihtasi bagi penyandang psikotik yang
lebih baik dan lebih lengkap.
3 Wawancara dengan Kepala Panti Rehabilitasi Sosial Atmo Waluyo, Drs. Didik Subagio. 4 Harian Surabaya Post, tanggal 16-11-1994, Hal. 16 ; 6-7.
1-4
Usaha untuk mendirikan sebuah panti rehabilitasi sosial di Surabaya adalah
tepat karena terdapat sebuah Rumah Sakit Jiwa didaerah Menur, sehingga
memudahkan untuk pengawasan dan pelayanan medisnya. Disamping itu Surabaya
merupakan kota terbesar kedua di Indonesia dimana kebutuhan akan tenaga kerja
sangat besar, mengakibatkan penyaluran tenaga trampil sangatlah mudah. Panti
rehabilitasi sosial ini merupakan suatu fasilitas untuk perawatan lanjutan bagi
penderita psikotik yang telah dikeluarkan dari Rumah Sakit Jiwa. Fasilitas yang
disediakan berupa fasilitas tempat tinggal terutama untuk penderita yang tidak dapat
sembuh lagi sehingga mendapat pelayanan yang baik dan benar. Sedangkan untuk
membantu penderita yang sudah dinyatakan sembuh oleh rumah sakit jiwa disediakan
fasilitas ketrampilan, dimana klien dapat melatih ketrampilannya yang sesuai dengan
kemampuan yang nantinya dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya didalam
masyarakat.
2. I IIjiian dan Sasaran
Tujuan pembahasan laporan perencanaan ini adalah mengali segala potensi dan
permasalahan yang ada dalam proses perancangan arsitektur dari panti rehabilitasi
sosial yang akan diwujudkan dalam program dan konsep perancangan sebagai dasar
diwujudkannya suatu wadah fisik untuk kegiatan rehabilitasi yang bersifat sosial,
dimana memenuhi nilai-nilai arsitektur, baik dalam segi fungsi, sirkulasi, bentuk, ruang
maupu lingkungan urbaimya.
Sasaran pembahasan laporan perencanaan ini disesuaikan dengan tujuan yang
telah disebutkan diatas, yaitu :
1-5
• Perancangan panti rehabilitasi sosial yang mampu melayani penyandang psikotik di
Jawa Timur, khususnya di Surabaya. Dimana panti rehabilitasi sosial ini diharapkan
dapat membina/membimbing penyandang psikotik yang telah dinyatakan sembuh
secara medis oleh rumah sakit jiwa, sehingga mereka dapat bersosialisasi kembali
dalarn masyarakat.
• Perancangan panti rehabilitasi sosial yang mampu mewadahi segala aktivitas dan
program rehabilitasi dalam menjalankan fungsinya.
• Perancangan panti rehabilitasi sosial yang tanggap terhadap karakter dari site
termasuk lingkungan urbannya.
• Perancangan panti rehabilitasi sosial yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai
dari panti rehabilitasi sosial penyandang psikotik kedalam ekspresi dan sirkulasi
ruangnya melalui pemahaman terhadap bentuk dan ruang dalam arsitektur itu
sendiri.
3. Lingkup Pembahasan
Proses perencanaan dan perancangan dari panti rehabilitasi ini pada dasarnya
merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan menyangkut berbagai aspek yang
melibatkan berbagai disiplin ilmu, sehingga memakan waktu yang relatif panjang.
Dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan kurangnya penguasaan disiplin ilmu
diluar arsitektur dan mengingat bahwa tahap yang dicapai pada pembahasan ini hanya
sampai pada preliminary design maka perlu dilakukan penekanan pada pengolahan
bentuk, ruang dan penyediaan bangunan secara fisik dengan maksud untuk
memperoleh suatu bahasan yang lebih terarah dan mendalam.
1-6
Lingkup pembahasan disini ditekankan pada penyediaan secara fisik bangunan
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan ruang dan sirkulasinya dan pengolahan
bentuk massa dan bentuk bangunan yang merupakan esensi dari arsitektur dalam
memberikan arti dan makna pada bangunan, yang dilatarbelakangi dari usaha untuk
menggabungkan nilai-nilai panti rehabilitasi sosiaL, penyandang psikotik, lingkungan
urban dan arsitektur itu sendiri. Dengan demikian pembahasan yang relatif kurang
memiliki relevansi langsung dengan aspek-aspek diatas akan dibatasi.
Studi perencanaan yang dilakukan merupakan suatu langkah untuk suatu
proses yang lebih lanjut, sebagai dasar yang digunakan untuk menentukan besaran,
olahan bentuk dan ruang.
4. Metode Pembahasan
Dalam menyusun laporan proyek ini, metode pembahasan yang digunakan
secara garis besar yaitu :
4.1. Pengumpulan data
Untuk mendapat data yang akurat, yang sesuai dengan kebutuhan akan
bangunan panti rehabilitasi sosial ini, dilakukan dengan beberapa cara :
• Studi lapangan
Cara ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti kondisi dari perilaku-perilaku
penderita psikotik yang nantinya berpengaruh pada penentuan luasan ruang dan
sirkulasi yang dibutuhkan dalam perencanaan bangunan ini. Studi lapangan yang
dilakukan, yaitu :
1-7
* Wawancara :
Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang berkaitan langsung maupun
tidak langsung dengan proyek ini. Wawancara secara langsung dilakukan kepada
dokter-dokter psikologi, phnpinan panti rehabilitasi sosial Atmo Waluyo di Grati
dan kepada orang-orang yang terlibat dalam panti tersebut.
* Observasi:
Observasi yang dilakukan ^terhadap Panti Rehabilitasi Sosial Atmo
Waluyo di Grati sebagai satu-satunya Panti Rehabilitasi Sosial yang ada di Jawa
Timur yang digunakan sebagai studi banding terhadap proyek perancangan ini,
disamping itu dilakukan juga observasi pada Rumah Sakit Jiwa yang mempunyai
unit rehabilitasi dengan pertimbangan sebagai wadah yang melayani penyandang
psikotik pasti terdapat aspek-aspek baik dalam segi perencanaan maupun segi
perancangan yang bermanfaat sebagai pembanding bagi proyek Panti Rehabilitasi
Sosial ini.
Studi literatur
Untuk pemahaman yang lebih rinci terhadap pokok-pokok permasalahan didapat
dari buku-buku Uteratur baik mengenai panti rehabilitasi sosial pengertian tentang
penyandang psikotik maupun tentang desain dari bangunannya.
Studi Uteratur ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang berhubungan
dengan panti rehabilitasi sosiaL mulai dari syarat-syarat, peraturan, segi
perencanaan dan perancangan panti ini, termasuk pemahaman tentang lingkungan
urbannya serta teori-teori perancangan arsitektur itu sendiri.
1-8
4.2. Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh disusun dan dianalisa dan kemudian dievaluasi
dalam hal perencanaan dan perancangan panti rehabilitasi sosial ini agar diperoleh
program dan konsep yang sesuai sebagai konsep dasar untuk perancangan panti
rehabilitasi sosial ini.
5. Sistematika Penulisan
Sistematika penuhsan yang telah dibuat ini diharapkan memberikan gambaran
secara umum mengenai isi laporan. Penyusunan dilakukan mulai dari bagian yang
umum menuju kebagian yang khusus dan diatur sedemikian rupa sehingga
mencerminkan suatu pola pikir dan perencanaan sesistematis mungkin. Secara garis
besar isi dari tiap bab adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, menguraikan latar belakang proyek, tujuan dan sasaran yang
akan dicapai, lingkup pembahasan, metode pembahasan dan sistematika
penuhsan.
Bab II : Tinjauan terhadap proyek, berisi pengertian dari panti rehabihtasi sosial,
pengertian tentang penyandang psikotik dalam konteks yang terkait
dengan proses perencanaan dan perancangan. Pembahasan yang dimaksud
adalah untuk memberikan gambaran secara gamlang, langsung pada
permasalahan proyek panti rehabihtasi sosial penyandang psikotik,
termasuk pengertian, tujuan, lingkup dan sasarannya.
Bab i n : Konsep Perencanaan, membahas segala aspek perencanaan dari panti
rehabihtasi sosial tersebut, yaitu :
1-9
- mengenai batasan dan asumsi yang ditetapkan sebagai titik tolak
perencanaan,
- program dasar dan kebutuhan yang berisi tentang kapasitas dan jumlah
orang yang terlibat didalamnya, termasuk struktur organisasi dan job
descriptionnya,
- program kebutuhan ruang, yang berisi tentang program dan luasan
ruang, hubungan ruang dan sirkulasinya,
Bab IV : Tinjauan terhadap lokasi, berisi tentang kriteria-kriteria dan anahsa site.
Bab V : Konsep perancangan, membahas konsep dasar dan pendekatan perancang
an urban disain, konsep bentuk dan ruang beserta aplikasinya dalam disain
dan juga membahas mengenai sistem struktur dan utilitas.