7 study penanganan penyandang masalah sosial an psikotik di wilayah an dan perko

27
STUDY PENANGANAN MASALAH SOSIAL GELANDANGAN PSIKOTIK DI WILAYAH PERBATASAN DAN PERKOTAAN Tim Peneliti Balitbang Prov. Jateng Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp. 0243540025 RINGKASAN Pendahuluan Permasalahan sosial yang semakin kompleks dewasa ini ditandai munculnya kantong-kantong kemiskinan, konflik-konflik sosial, kesenjangan pemerataan pendapatan, meningkatnya angka kejahatan, tingginya angka pengangguran, perilaku kekerasan, pelanggaran hukum, penyalahgunaan narkotika dan lain-lain dengan skala yang lebih kompleks dan saling terkait. Masalah sosial yang dihadapi masyarakat kita pada umumnya adalah masalah ekonomi yang berdampak ke masalah lainnya. Masalah sosial yang tidak ditangani secara dini dapat menimbulkan masalah sosial yang besar seperti terbentuknya generasi muda yang tidak berkualitas, menajamnya kesenjangan sosial baik vertikal maupun horizontal, disintegrasi sosial dan sebagainya. Penanganan

Upload: anggun-narnie

Post on 04-Jul-2015

192 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

STUDY PENANGANAN MASALAH SOSIAL GELANDANGAN PSIKOTIK DI

WILAYAH PERBATASAN DAN PERKOTAAN

Tim Peneliti Balitbang Prov. Jateng

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah

Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp. 0243540025

RINGKASAN

Pendahuluan

Permasalahan sosial yang semakin kompleks dewasa ini ditandai munculnya

kantong-kantong kemiskinan, konflik-konflik sosial, kesenjangan pemerataan

pendapatan, meningkatnya angka kejahatan, tingginya angka pengangguran, perilaku

kekerasan, pelanggaran hukum, penyalahgunaan narkotika dan lain-lain dengan skala

yang lebih kompleks dan saling terkait. Masalah sosial yang dihadapi masyarakat kita

pada umumnya adalah masalah ekonomi yang berdampak ke masalah lainnya.

Masalah sosial yang tidak ditangani secara dini dapat menimbulkan masalah

sosial yang besar seperti terbentuknya generasi muda yang tidak berkualitas, menajamnya

kesenjangan sosial baik vertikal maupun horizontal, disintegrasi sosial dan sebagainya.

Penanganan masalah sosial yang tidak tuntas dapat memunculkan masalah kesejahteraan

sosial yang semakin kompleks pula, terlihat semakin banyaknya penyandang masalah

kesejahteraan sosial. Masalah kesejahteraan sosial merupakan bagian dari masalah sosial.

Masalah Kesejahteraan sosial tidak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan dan

pembangunan negara, melalui Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan akan

tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Dalam era

otonomi daerah ini, pembangunan kesejahteraan sosial juga menjadi tanggungjawab

daerah termasuk didalamnya pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Page 2: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

Usaha pengelolaan masalah kesejahteraan sosial oleh pemerintah maupun negara,

adalah memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggungjawab atas penyediaan

fasilitas pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial yang layak yang diatur

dengan undang-undang.

Berdasar data Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah tahun 2006

terdapat penyandang masalah kesejahteraan sosial tersebar dalam 27 jenis. Dari 27 jenis

tersebut diantaranya termasuk penyandang psikotik atau penyandang tuna laras. Di

Jawa Tengah tercatat 704.000 orang mengalami ganguan kejiwaan, dan dari jumlah

tersebut sekitar 96.000 diantaranya didiagnosa telah menderita kegilaan, 608.000

orang mengalami stress. Sementara itu merujuk pada data Badan Kesehatan Dunia

(WHO) menyebutkan bahwa 3 per mil dari sekitar 32 juta penduduk di Jawa Tengah

menderita kegilaan dan 19 per mil lainnya menderita stress. Jika dipersentasekan, maka

jumlahnya mencapai sekitar 2,2 persen dari total penduduk Jawa Tengah ( Jawa Pos 24

Pebruari 2007).

Penyandang masalah sosial adalah seseorang, keluarga atau masyarakat yang

karena hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya

dan karena tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya,

sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosialnya secara

memadai dan wajar) (Depsos, 2004:4).

Penyandang Tuna Laras, yaitu orang-orang yang mengalami gangguan jiwa,

merupakan permasalahan yang spesifik. Pada umumnya mereka tidak dapat disembuhkan

seratus persen (100%). Suatu saat mereka dapat kambuh, atau bahkan perilaku mereka

masih menunjukkan tingkah laku “gila” dalam kehidupan sehari-hari.

Mengatasi penyandang tuna laras menjadi penting terutama disaat kondisi krisis

ekonomi, dan kondisi yang semakin tidak menentu. Pengelolaan pembangunan

Page 3: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

kesejahteraan sosial memang menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah

daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Akan tetapi tidak kalah penting juga

keikutsertaan masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan, Lembaga swadaya,

organisasi lainnya untuk ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kesejahteraan

sosial.

Penanganan PMKS Tunalaras seringkali masih bersifat parsial dan belum

terencana secara berkesinambungan sehingga hasilnya kurang efektif dan belum tepat

sasaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Lemahnya koordinasi dan kerjasama

antar wilayah perbatasan provinsi maupaun kabupaten/kota semakin memunculkan sikap

egoisme daerah.

Study Penanganan Maalah Sosial Gelandangan Psikotik Di Wilayah Perbatasan

dan Perkotaan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh upaya pengelolaan terhadap

penderita tuna laras psikotik agar tidak menjadi gelandangan yang dilaksanakan oleh

dinas teknis maupun masyarakat sendiri, serta memberikan masukan tentang bagaimana

memperbaiki upaya-upaya yang dilakukan oleh dinas teknis terhadap penderita tuna laras

psikotik, maka penelitian ini dilakukan.

Pertanyaan yang akan dijawab dengan study ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah manajemen pengelolaan penyandang masalah sosial Gelandangan

Psikotik di Jawa Tengah ?

2. Bagaimanakah upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi penyandang masalah

sosial Gelandangan Psikotik dan efektivitas upaya tersebut ?

Manfaat Penelitian memberikan masukan alternatif kebijakan dalam upaya

optimalisasi pengelolaan GP di Jawa Tengah. Selain itu temuan lapangan dapat juga

digunakan untuk menyusun rekomendasi tentang alternatif tindakan dan pemikiran

kedepan dalam rangka penyempurnaan kebijakan program berkaitan dengan membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Tengah.

Page 4: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan

tingkat kedalaman analisis sampai pada tingkat eksplanasi. Populasi penelitian ini adalah

seluruh lembaga/intansi yang menangani masalah sosial Penderita Psikotik yaitu 24

instansi yang terdiri Dinas Sosial, Rumah Sakit Jiwa, Dinas Kesehatan, Panti

Rehabilitasi, Panti Singgah, Kepolisian dan Satpol PP . Namun secara purposive

sampling diambil empatbelas Kabupaten/Kota dengan asumsi merupakan daerah

perbatasan sebagai koridor mobilitas masuk keluar Gelandangan Psikotik, dan pusat-

pusat persebaran rehabilitasi PMKS GP.

Obyek dan responden penelitian ini selain para aparat pemerintah yang terkait

langsung dengan penanganan ini juga sekelompok masyarakat yang terdiri keluarga

penderita psikotik dan masyarakat lingkungannya penderita berasal.

Pengumpulan data selain melalui wawancara, observasi, juga dilakukan Focused

Group Discussion (FGD terbatas) guna menggali informasi secara langsung dengan

pihak-pihak yang mengetahui permasalahan dan upaya-upaya penanganannya dalam satu

forum diskusi kelompok yang terarah. Data dan informasi yang dikumpulkan lewat

teknik ini adalah informasi tentang koordinasi, sistem penanganan, kualitas pelayanan,

dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi PMKS GP. Peserta FGD unsur Tim

Koordinasi Tingkat Kabupaten Kota, Rumah sakit Jiwa, Panti Tuna Laras Provinsi, Panti

Tuna Laras Kabupaten, Panti Tuna Laras Kota, Biro Kerjasama, Bappeda dan Bakorlin,

Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan. Data kuantitatif yang berupa angka-angka dilakukan

dengan analisis statistik diskriptif dengan menintepretasikan modus prsentase pada

jawaban-jawaban yang menonjol tinggi/rendah. Sedangkan untuk data kualitatif

dilakukan dengan analisis induktif.

Analisis terhadap penyebab dominan terjadinya Psikotik digunakan analisis

kecenderungan pernyataan terbanyak (modus) dari para stakeholders pada waktu

dilakukan FGD terbatas. Analisis terhadap efektivitas pengelolaan program/kegiatan

Page 5: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

penanganan Gelandangan Psikotik, dilakukan dengan melakukan matching antara

kecenderungan terbanyak pernyataan pada stakeholders dalam FGD dengan teori-teori

implementasi program dan teori tentang kemiskinan. Analisis terhadap efektifitas

program-program untuk manajemen pengelolaan Gelandangan Psikotik digunakan teori-

teori implementasi program.

Hasil dan Pembahasan

1. Proses Perencanaan Program

Pembahasan terhadap proses perencanaan program meliputi aspek penyebaran

informasi, koordinasi perencanaan penjaringan Gelandangan Psikotik (GP),

bagaimana persepsi terhadap adanya GP, kriteria menentukan GP, mekanisme,

tahapan atau proses penanganan GP, penggalian gagasan/ide penanganan GP,

penyusunan usulan kegiatan penanganan GP, kerjasama antar dinas antar wilayah dan

sistem koordinasi yang dibangun dalam penanganan GP.

Salah satu dimensi utama dalam proses perencanaan program adalah aspek

keterbukaan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek keterbukaan

program sebetulnya masih kurangnya informasi yang harus disampaikan kepada

masyarakat terutama menyangkut pengetahuan masyarakat tentang lembaga yang

mengurusi, mekanisme menangani penderita psikotik atau gelandangan psikotik

terutama pada aras pedesaan maupun kelurahan. Sosialisasi program terbatas pada

program-program yang dianggap prioritas oleh Kabupaten/ Kota cq Dinas Sosial dan

Tim , seperti sosialisasi tuna-tuna sosial sedangkan menyangkut penderita Psikotik

dan Gelandangan Psikotik belum dilakukan secara khusus. Akibat kurangnya

sosialisasi tersebut mengenai mekanisme, prosedur penanganan juga kurang dipahami

oleh masyarakat. Sementara itu media cetak atau elektronik kurang mendapat

perhatian dari masyarakat. Alasan utama oleh pengelola adalah tidak disediakan

anggaran yang cukup untuk kegiatan tersebut.

Page 6: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

Penilaian responden/informan terhadap upaya keterbukaan informasi

menunjukkan bahwa sebagian besar atau 51,4% menyatakan bahwa program

Pengentasan Masalah Sosial dinilai kurang terbuka.

Beberapa pandangan yang diberikan bagaimana koordinasi perencanaan

penjaringan Gelandangan Psikotik oleh peserta program menunjukkan bahwa masih

dilakukan secara parsial dalam sistem penganggaran untuk sebuah kegiatan program

yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa belum adanya keterpaduan dalam

koordinasi perencananan, khusus untuk melakukan penjaringan Gelandangan

Psikotik. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dasar kegiatan lembaga-

lembaga yang berkompeten dalam penanganan Gelandangan Psikotik maupun

Psikotik ini terdapat dua macam yaitu melaksanakan kegiatan secara fungsional

kelembagaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga yang bersangkutan, dan

yang kedua dalam bentuk tim lintas sektor,melalui tim koordinasi yang terdiri Dinas

Kesos, Satpol PP dan Kepolisian, Dinkes dan Bagian Kesejahteraan Pemda yang

bersangkutan.

Kemudian bagaimana persepsi mereka terhadap Gelandangan Psikotik untuk

daerah tertentu yaitu sesuatu yang perlu ditertibkan dalam arti dilakukan penjaringan

untuk menjaga kebersihan dan keindahan kota, dengan demikian masih terbatas

kepada tugas pokok dan fungsi lembaga yang bersangkutan yaitu melakukan

pengamanan unjuk rasa, penertiban pengemis, gelandangan dan orang terlantar

maupun pedagang kaki lima ini untuk lembaga yang berkecimpung dalam kegiatan

K3 (Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban), sementara untuk lembaga yang

berkaitan dengan kesejahteraan sosial maka persepsi mereka terhadap Gelandangan

Psikotik lebih maju selangkah yaitu perlunya penampungan untuk dilakukan

perawatan atau disalurkan pada lembaga-lembaga yang memang mengelola

Gelandangan Psikotik maupun Psikotik. Namun keterbatasan Sumberdaya manusia,

sarana prasarana dan anggaran maka penanganan Gelangan Psikotik tidak menjadikan

Page 7: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

sebagai sebuah program prioritas dalam susunan program di lembaga ini maupun di

daerah tersebut.

Dalam hal penyusunan usulan program tahunan masalah Gelandangan

Psikotik atau Penderita Psikotik menurut responden tidak diagendakan sendiri namun

merupakan sub kegiatan yang ada di instansi bersangkutan seperti Dinas Kesos

Kabupaten/Kota, Panti Tuna Laras. Sedangkan untuk Rumah Sakit Jiwa secara rutin

mengusulkan, anggaran operasional namun masih terbatas sehingga tidak dapat

melakukan pembinaan ataupun penyuluhan kepada Organisasi Masyarakat atau LSM

yang melakukan penanganan gelandangan psikotik serupa maupun penderita Psikotik

di berbagai wilayah Jawa Tengah.

Dimensi lain dalam penentuan keberhasilan program adalah faktor koordinasi.

Adanya koordinasi akan sangat membantu dalam meminimalisasi tumpang tindih

tugas masing-masing instansi terkait. Bentuk koordinasi yang telah dilakukan dalam

pelaksanaan program penanganan gelandangan psikotik cukup beragam. Pertemuan

berkala merupakan salah satu bentuk yang sering dilakukan oleh stakesholder

(43,3%). Disamping pertemuan rutin terdapat juga pertemuan insidental yang

biasanya dilakukan apabila terdapat masalah-masalah yang mendesak (33,7%).

Bentuk koordinasi lainnya adalah dengan pelaksanaan kunjungan lapangan (23%).

Adanya kunjungan lapangan ini akan bermanfaat untuk melihat kesulitan riil yang

dihadapi masyarakat dalam menjalankan perawatan pasca RSJ ataupun Pasca PTL.

2. Tingkat Keberhasilan

a. Informasi berkaitan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan penanganan

gelandangan psikotik di Jawa Tengah, tidak semata-mata dilihat dari jumlah

penderita atau kelayan yang sudah bisa pulang ke keluarga, namun demikian juga

kegiatan pelayanan yang diberikan oleh pihak petugas RSJ dan Panti

menunjukkan angka yang menggembirakan. Sebagai contoh pada Rumah Sakit

Page 8: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

Jiwa Magelang pada tahun 2006 terdapat 2.546 pasien masuk dan pasien keluar

pada tahun yag sama 2.423 orang yang berasal dari seluruh Jawa Tengah dan

Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa daerah diluar Jawa Tengah dan DIY.

Pandangan responden terhadap tingkat ketercapaian sasaran akan merefleksikan

apakah program ini bermanfaat atau tidak. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan maka terlihat bahwa 40,0% masyarakat menyatakan bahwa mereka

tidak mengetahui apakah program ini dapat mencapai sasarannya atau tidak.

Meskipun demikian sebagian besar atau 60 % menyatakan bahwa program

penanganan ini dapat mencapai sasarannya atau program ini telah diberikan

kepada masyarakat yang membutuhkan.

b. Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses pelaksanaan penanganan

serta identifikasi langkah-langkah yang telah ditempuh

Terdapat asumsi bahwa faktor penyebab psikotik adalah faktor keturunan,

stress beruntun dan berat, permasalahan ekonomi, adanya problem keluarga.

Sedangkan penyebab timbulnya gelandangan psikotik adalah (1) penyakit

psikotik sulit disembuhkan (2) biaya pengobatan relatif tinggi (3) penyandang

psikotik dari keluarga tidak mampu sehingga mengalami kesulitan dalam

menanggung biaya pengobatan dan (4) terbatasnya bangsal rawat inap di RSJ bagi

keluarga tidak mampu (5) terbatasnya tempat penampungan di Panti Tuna Laras.

Secara internal adanya stigma masyarakat terhadap eks psikotik yang telah

“sembuh”.

Selain itu masalah yang dihadapi dalam penanganan Gelandangan Psikotik

(GP) adalah : (1) GP sulit untuk dikenali identitasnya (2) GP dari berbagai daerah

dan bahasa, sehingga menyulitkan petugas dalam melaksanakan identifikasi (3)

Kondisi kesehatan GP labih bahkan sulit untuk disembuhkan secara total (4)

Page 9: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

adanya stigma masyarakat terhadap “eks psikotik” yang telah “sembuh” (5) obat

khusus untuk gangguan jiwa mahal (psikotropika) (6) penyaluran .

Kecenderungan dan implikasinya secara sosial bagi program penanganan

GP ke depan dengan penanganan seperti sekarang ini maka akan menjadi sebuah

lingkaran persoalan yang tidak berujung pangkal karena kurangnya kemauan baik

pemerintah daerah baik legislatif dan eksekutif untuk menuntaskan masalah ini.

Forum Kerjasama Antar Wilayah Perbatasan dan Mitra Praja Utama

(MPU) yang terdiri pemerintah provinsi se Jawa – Bali , NTT dan NTB

sebenarnya memiliki peran strategis untuk memformulasikan persoalan-persoalan

sosial sepeti masalah sosial gelandangan psikotik dan bukan gelandangan

psikotik, namun sejauh ini persoalan tersebut belum dibahas secara intensif, dan

jika telah dibahas belum pernah ditindaklanjuti secara proporsional.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Manajemen Pengelolaan Penyandang Masalah Gelandangan Psikotik

Dilihat dari perspektif tujuan yang ingin dicapai, dianggap berhasil apabila : (1)

tertanganinya penyandang PMS Gelandangan Psikotik dan Psikotik secara

proporsional sesuai dengan kebutuhan, pelayanan perawatan kesejahteraan lapisan

masyarakat yang menjadi kelayan meningkat dengan tanpa terbebani biaya yang

diperkirakan mereka tidak mampu menanggungnya; dan (2) peningkatan tersebut

dicapai melalui peningkatan kemampuan kelembagaan, baik negeri maupun swasta

yang ikut serta memiliki kepedulian. (3) Tidak terdapat kematian yang berarti pada

setiap cluster penanganan gelandangan psikotik dan psikotik di Jawa Tengah (4)

terdapat ration yang rasional antara kelayan yang masuk dan keluar dan kembali ke

masyarakat, meskipun terdapat kesulitan yang sangat berarti tentang kembalinya ke

Page 10: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

masyarakat karena faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang kurang peduli

dengan kembalinya kelayan.

Selanjutnya secara Kelembagaan, secara keseluruhan dapat dikatakan telah

berhasil mencapai tujuannya merawat orang-orang terlantar dan sedang terganggu

jiwanya, meningkatkan kemampuan kelembagaannya dengan cukup dinamik.

Dibawah motivasi yang sangat kuat untuk menanggapi secara positif terhadap

kondisi yang ada untuk mengembangkan kepedulian, kemampuan penyelenggaraan

cluster-cluster persinggahan, pesantren dan pondok psikotik semakin jelas ditandai

oleh perkembangan kelembagaan berikut : (1) semakin meningkatnya jumlah

lembaga swadaya masyarakat yang berpartispasi dalam penanganan gelandangan

psikotik dan psikotik dan berhasil diselenggarakan pada tingkat tertentu (2) semakin

meningkatnya penanganan awal secara periodik pada masing-masing Kabupaten/Kota

yang dikelola institusi lebih bawah dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat dan

lintas wilayah. Meskipun semua itu tidak dengan sendirinya dapat diartikan sebagai

peningkatan kapasitas kelembagaan RSJ, PTL, dan Tim Koordinasi pada tingkat

kabupaten/kota di dalam menyelenggarakan penertiban K3, paling sedikit mereka

mengisyaratkan keterlibatan semakin banyak personel birokrasi pada hirarki lebih

rendah yang semakin mendalam di dalam proses kegiatannya. Dan didalam

perjalanan waktu, keterlibatan serupa itu tidak ayal lagi akan merupakan landasan

yang sangat positif bagi peningkatan kemampuan kelembagaan birokrasi

pembangunan pemerintah daerah di masa-masa desentralisasi seperti saat ini.

a. Sangat penting di dalam keseluruhan evolusi perkembangan kelembagaan tersebut

adalah muncul dan diselenggarakannya kegiatan-kegiatan yang terfokus pada

penanganan masalah sosial sejenisnya melalui APBD Kabupaten/Kota yang

bersangkutan yang jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat dan

mengabsorbsi proporsi anggaran yang semakin besar. Di dalam format

penyelenggaraan secara terpadu telah diupayakan antara sektoral dan masyarakat

Page 11: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

secara terencana, meskipun belum maksimal, dimana perencanaan kegiatan

pembangunan substantif dari bawah dilakukan oleh pemerintah kecamatan

melalui Petugas Sosial Kecamatan (PSK) dan masyarakat melalui Petugas Sosial

Masyarakat(PSM), sementara dinas-dinas /instansi yang terkait dan fasilitator

desa/kelurahan memberikan sosialisasi dan bimbingan meski belum maksimal.

b. Capaian lain dari evolusi kelembagaan dalam konteks perencanaan adalah

dilibatkannya PSM, PSK dan berbagai organisasi masyarakat sebagai ujung

tombak perangkat birokrasi perencanaan dari bawah pada tingkat kelurahan dan

desa.

c. Didalam konteks monitoring kegiatan-kegiatannya ternyata menemukan

kesulitan untuk menyelenggarakan monitoring, oleh karena tidak terdapat jejaring

di semua tingkatan dan masih lemahnya koordinasi di tingkat Kabupaten/Kota

dan pada umumnya tidak secara formal dibentuk struktur organisasi khusus untuk

kegiatan ini, sebagai sebuah kebutuhan kegiatan pemerintahan.

d. Ditilik dari perspektif tujuan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, secara umum dapat dikatakan bahwa penanganan GP dan P melalui

progran ASKESKIN seringkali belum menyentuh keluarga miskin yang

menderita Psikotik, sebagai akibat sistem administrasi pendataan yang kurang

akurat di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Walaupun dampak kesejahteraan

secara absolut hanya kecil, namun bagi para penerima fasilitas tersebut dirasakan

sebagai sesuatu yang sangat menolong.

e. Hampir semua responden/informan masyarakat menyatakan memberikan dampak

positif atau bermanfaat. Dari analisis lebih lanjut mengenai pengertian manfaat

dari kaca mata atau perspektif mereka, manfaat yang dimaksud meliputi aneka

ragam manfaat berikut: perawatan gratis, mengurangi beban psikologis keluarga,

memberikan kesempatan keluarga untuk mencari nafkah, menanmbah motivasi

bahwa penderita psikotik dapat “disembuhkan”.

Page 12: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

2. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi penyandang masalah Gelandangan

Psikotik.

a. Penanganan Penyandang Masalah Sosial Gelandangan Psikotik di Wilayah

Perbatasan dan Perkotaan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

perhatian dan kepedulian Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat. Selain memberikan manfaat

kepada pemerintah, juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat dalam menyikapi kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

b. Informasi berkaitan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan penanganan

Gelandangan Psikotik di Jawa Tengah, tidak semata-mata dilihat dari jumlah

penderita atau kelayan yang sudah bisa pulang ke keluarga, akan tetapi juga

kegiatan pelayanan yang diberikan oleh pihak petugas RSJ dan Panti Tuna

Laras., serta berkembangnya kelambagaan yang dikelola pemerintah dan

organisasi masyarakat

c. Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses pelaksanaan

penanganan serta identifikasi langkah-langkah yang telah ditempuh Provinsi,

Kabupaten/Kota dalam mengatasi permasalahan, diantaranya:

1). Dana yang terbatas/tidak mencukupi untuk menangani penyandang

masalah sosial Gelandangan Psikotik, meskipun sumber pembiayaan

berasal dari beragam sumber dana.

2). Data tentang jenis kelompok Gelandangan Psikotik maupun Psikotik baik

di tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota banyak yang

kurang akurat.

3). Kepedulian masyarakat yang mampu terhadap para Gelandangan Psikotik

maupun Psikotik masih kurang.

4). Kurang adanya monitoring dan evaluasi guna memantau pelaksanaan

kebijakan/program

Page 13: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

5). Kurangnya koordinasi antar instansi dalam perencanaan, pelaksanaan

sehingga banyak kelompok sasaran yang tidak terbantu.

Langkah yang dilakukan guna mengatasi persoalan-persoalan tersebut diatas

antara lain:

Mengalokasikan dana melaui sumber dana Pemerintah Kabupaten/ Kota,

melakukan aktifitas rasia secara terpadu dan pendataan. Disamping itu juga

melibatkan pihak swasta/LSM/Yayasan dan masyarakat. Persoalan yang

menyangkut keterbatasan dana untuk masyarakat tidak mampu diatasi melalui

Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS

BBM) atau yang sering dikenal dengan Askeskin, sedangkan untuk

masyarakat mampu melalui swadana, sedangkan di tingkat rehabilitasi

sosial/Panti Tuna Laras masih mengandalkan pendanaan dari Pemerintah

Provinsi saja.

Saran

Semua yang sudah dikemukakan di atas hendaknya dibaca didalam perspektif

ketiga tujuan penanganan gelandangan psikotik, perlu diingat, merupakan tujuan yang

tidak mungkin dapat dicapai dalam waktu yang pendek. Di dalam perspektif waktu

pencapaian tujuan yang panjang itulah prestasi pengelola Penyandang Masalah Sosial

Gelandangan Psikotik di Jawa Tengah dalam upayanya mengembangkan kemampuan

kelembagaan dan meningkatkan kesejahteraan hidup kelayannya sebagaimana

dikemukakan di muka harus dipandang sebagai suatu keberhasilan. Pada saat yang sama

beberapa catatan tentang rekomendasi perlu pula dikemukakan sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota

a.Perlu dipertimbangkan membuka Bangsal Jiwa untuk Rumah Sakit Umum di

masing-masing kabupaten Kota seperti di Kabupaten Banyumas;

Page 14: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

b. Masing-masing daerah kabupaten/kota perlu memiliki tempat penampungan

bagi penyandang masalah kesejateraan sosial;

c.Diperlukan dukungan dana pemkab/kot dalam kegiatan penanganan

gelandangan psikotik seperti rapat koordinasi lintas SKPD secara terstruktur

disamping masalah rasia.

d. Perlu melakukan kerjasama dengan daerah perbatasan dalam propinsi dan

perbatasan antar propinsi untuk meminimalisir populasi GP dan P di

wilayah perbatasan dalam koridor kerjasama antar daerah yang

dikoordinasikan oleh pemerintah Provinsi; Kerjasama tersebut dapat

dilakukan antar Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan serta Satpol PP dalam

bentuk kesepakatan bersama atau Peraturan Bersama antar Pemerintah

Provinsi dan antar Pemerintah Kabupaten/Kota; seperti membangunan

fasilitas bersama untuk penanganan penyandang masalah sosial Psikotik,

sehingga tidak terjadi saling melepas penyandang masalah gelandangan

psikotik

e.Perlu memberdayakan lembaga-lembaga swadaya/organisasi masyarakat yang

berkecimpung dalam penanganan GP seperti pondok pesantren dsb

f. Perlunya meningkatkan peran PSM dan PSK dalam penyampaian informasi

tentang berbagai program pengentasan masalah sosial termasuk penanganan

gelandangan psikotik;

g. Penyusunan inventarisasi data PMS GP dilengkapi dengan penyebab

masalah-masalah yang disandangnya. Penyebab masalah kesejahteraan

sosial dihimpun melalui penelitian dan pengamatan di lapangan dalam kurun

waktu tertentu serta keterangan dari pemuka masyarakat dan kepala

desa/lurah setempat.

h. Mengingat banyaknya PMKS, maka diperlukan lembaga/institusi yang

kuat baik struktur maupun Sumber Daya Manusia yang melaksanakan tugas

Page 15: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

pokok dan fungsi lembaga tersebut. Berdasarkan Struktur Organisasi dan

Tatalaksana yang baru banyak Kabupaten/Kota yang menempatkan lembaga

penanganan masalah kesejahteraan sosial hanya berupa seksi dalam dinas

yang dibentuknya, hal ini berdampak semakin kecilnya kewenangan dan

potensi yang dimilikinya sehingga berbanding terbalik dengan permasalahan

yang dihadapinya.

2. Pemerintah Provinsi

a.Perlu Perumusan kembali dan atau menghidupkan kemblai Pondok Boro

dalam kerangka pelayanan untuk GP dan psikotik

b. Perlu PTL di setiap Eks Karesidenan di Jawa Tengah

c.Perlu dipikirkan menambah bangsal kelas ekonomi untuk merawat pasien

psikotik dari keluarga tidak mampuPerlunya kerjasama antar daerah dalam

penanganan GP

d. Perlunya fasilitasi Panti Tuna Laras seperti penugasan tenaga medis dan non

medis, psikolog dan ahli agama.

e. Menyusun rekapitulasi data PMS dari Kabupaten/Kota yang berasal dari

Kabupaten/Kota lengkap dengan permasalahan dan penyebabnya yang

disesuaikan dengan data dari Kabupaten/Kota setiap tahun.Menyusun model

pola tatalaksana penanganan yang diteliti yaitu Gelandangan psikotik.

Penyusunan model dapat mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh

Borg & Gal (dalam Dwi Heru Sukoco 2003), yaitu :1). Survei awal ,

2).Pengembangan Konsep Model 3).Uji coba model 4).Validasi model

5).Pelaporan dan Diseminasi

f. Memberdayakan Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial yang ada

di tingkat provinsi dan Forum Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial

yang ada di Kabupaten/Kota untuk menangani Semua program/kegiatan

Page 16: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

untuk membantu pengentasan kelompok PMKS, baik yang berasal dari

APBN/APBD, Swasta, LSM Pengusaha/Perorangan.

g. Menerbitkan Surat Edaran Gubernur untuk Dinas/Instrnasi/Lembaga di

tingkat propinsi yang terkait dan Kabupaten/Kota untuk menyediakan

anggaran untuk membiayai kegiatan peningkatan kesejahteraan PMS

khususnya penanganan GP baik dari APBN, APBD maupun sumber-sumber

lain yang sah secara berkesinambungan. Disamping itu menghimbau kepada

pihak Swasta, LSM, Pengusaha/Perorangan yang mampu dan mau menjadi

donatur tetap bagi pengentasan PMS Gelandangan Psikotik dengan

menggunakan satu sistem yang telah disahkan oleh Gubernur

3. Pemerintah Pusat

a. Program ASKESKIN perlu dilanjutkan dengan formula khusus bagi

penyandang GP

b. Perlu penegasan keberadaan Penyandang Masalah Sosial GP dalam

komposisi 27 PMKS

c. Perlu membangun sebuah model desa Psikotik

4. Lembaga Swadaya Masyarakat/Swasta/Perorangan

Perlu menumbuhkembangkan peran masyarakat baik orang perorangan,

lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga

pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media masa, dalam

pengambilan keputusan, perumusan rencana, pelaksanaan kegiatan, pemantauan

dan evaluasi dalam kegiatan peningkatan kesejahteraan sosial khususnya PMS

Gelandangan Psikotik.

Page 17: 7 Study Penanganan Penyandang Masalah Sosial an Psikotik Di Wilayah an Dan Perko

5. Meningkatkan Sumber Ddaya Manusia di bidang Profesionalisme, kinerja

aparatur dan pelaku pembangunan kesejateraan sosial. Meningkatkan kemitraan

kerjasama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan, kolaborasi dan pelaksanaan

jaringan kerjasama diantara pelaku pembangunan kesejahteraan sosial serta

meningkatkan partisipasi, prakarsa, peranan dan keterlibatan semua pelaku

pembangunan dan penerima pelayanan, lingkungan sosial dan penyedia

pelayanan dalam pengambilan keputusan, perumusan rencana, pelaksanaan

kegiatan dan pemantauan pelaksanaan serta melakukan pilihan terbaik untuk

peningkatan kesejahteraan sosial.

Hak Cipta © 2007 Balitbang Prov. JatengJl. Imam Bonjol No. 190 Semarang

50132Telp : (024) 3540025,

Fax : (024) 3560505Email : [email protected]