anti psikotik

45
http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-%28Indonesian %29.aspx Sabtu, 25 Desember 2010 ANTIPSIKOTIK Obat penyakit jiwa adalah obat-obat yang bekerja terhadap SSP dengan mempengaruhi fungsi-fungsi psikis dan prosesproses mental. Dari banyak kelompok obat yang memenuhi definisi ini, hanya psikofarmaka sejati yang akan dibicarakan di sini, khususnya antipsikotika dan antidepresiva. Di masa lampau, penyakit jiwa diobati dengan sedativa, seperti candu, bromida, dan skopolamin, kemudian dengan barbital. Pengobatan ini sering kali dilengkapi dengan beberapa cara lain, misalnya kerja kreatif, kur tidur (1922) atau metode metode yang agak drastis (shock insulin, 1933 dan shock listrik, 1937). Pada schizofrenia parah bahkan dilakukan operasi otak (leukotomia, 1935) untuk mengeluarkan sebagian otak. Cara-cara ini menghasilkan efek yang cukup baik, terutama electroshock (Electro Convulsive Therapy, ECT), tetapi pelaksanaannya dengan gejala yang hebat (serangan epilepsi, kerusakan otak, hilangnya ingatan), telah menemui perlawanan dari baik pasien maupun perawat. Pendobrakan dalam farmakoterapi psikose telah dimulai dengan introduksi klorpromazin pada tahun 1952. Antipsikotikum pertama ini disusul oleh alkaloida Rauwolfia reserpin (1954),

Upload: tugba1234

Post on 01-Feb-2016

75 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ap

TRANSCRIPT

Page 1: Anti Psikotik

http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-%28Indonesian%29.aspx

Sabtu, 25 Desember 2010

ANTIPSIKOTIK

Obat penyakit jiwa adalah obat-obat yang bekerja terhadap SSP dengan

mempengaruhi fungsi-fungsi psikis dan prosesproses mental. Dari banyak kelompok

obat yang memenuhi definisi ini, hanya psikofarmaka sejati yang akan dibicarakan di

sini, khususnya antipsikotika dan antidepresiva.

 Di masa lampau, penyakit jiwa diobati dengan sedativa, seperti candu, bro-

mida, dan skopolamin, kemudian dengan barbital. Pengobatan ini sering kali dileng-

kapi dengan beberapa cara lain, misalnya kerja kreatif, kur tidur (1922) atau metode

metode yang agak drastis (shock insulin, 1933 dan shock listrik, 1937). Pada schizo-

frenia parah bahkan dilakukan operasi otak (leukotomia, 1935) untuk mengeluarkan

sebagian otak. Cara-cara ini menghasilkan efek yang cukup baik, terutama

electroshock (Electro Convulsive Therapy, ECT), tetapi pelaksanaannya dengan

gejala yang hebat (serangan epilepsi, kerusakan otak, hilangnya ingatan), telah

menemui perlawanan dari baik pasien maupun perawat.

Pendobrakan dalam farmakoterapi psikose telah dimulai dengan introduksi

klorpromazin pada tahun 1952. Antipsikotikum pertama ini disusul oleh alkaloida

Rauwolfia reserpin (1954), yaitu suatu obat hipertensi yang dewasa ini dianggap

obsolet. Kemudian, banyak antipsikotika lain dipasarkan, yang efektif dalam

menanggulangi banyak gejala psikose. Kemajuan selanjutnya dicapai di akhir tahun

1980-an dengan ditemukannya antipsikota baru yang mampu menyembuhkan

gejala-gejala negatif, yang kebal bagi obat-obat terdahulu.

Obat-obat "baru" itu tidak mampu menyembuhkan 100% gangguan jiwa,

namun banyak gejalanya dapat dihalau atau dikurangi. Keadaan pasien dapat

diperbaiki, hingga si pasien dapat melanjutkan kehidupannya secara bebas dengan

kualitas hidup yang baik. Lagi pula, obat-obat ini tidak saja lebih efektif daripada

obat-obat dan cara-cara lama, melainkan mengubah drastis dan mempermudah

Page 2: Anti Psikotik

perawatan pasien di rumah sakit gangguan jiwa. Mereka menjadi lebih terbuka dan

mau mengadakan kontak dengan para dokter, perawat, dan terapisnya. Masa

perawatannya di rumah sakit pun dapat dipersingkat, karena sering kali

pengobatannya dapat secara ambulan, artinya poliklinis, di rumahnya sendiri.

Resosialisasinya dalam masyarakat juga beriangsung lebih lancar. Meskipun

demikian, psikofarmaka ternyata tidak dapat menggantikan seluruhnya terapi kIasik,

seperti ECT pada keadaan depresi tertentu.

 Psikofarmaka dalam arti sempit yang terutama digunakan untuk penanganan

gangguan jiwa, dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar yakni :

a.    Antipsikotika, juga disebut neuroleptika atau major tranquillizers, yang bekerja

antipsikotik dan sedative. Obat ini digunakan khusus untuk bermacam-macam

psikose (antara lain schizofrenia) dan mania.

b.    Antidepresiva, yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa dan

terutama digunakan  pada keadaan depresi, panic, dan fobia.

Klasifikasi. Ada ratusan penyakit jiwa dan gangguan perilaku, yang tidak

mudah didiagnosa. Untuk memudahkan dan menstandarisasi diagnosa, lazimnya

digunakan klasifikasidari APA (American Psychiatric Association) dalam buku

pedomannya DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi

ke-4, 1996). Dalam DSM IV ini diberikan definisi dan kriteria seksama dari semua

gangguan psikiatris.

Di bawah ini diberikan ringkasan singkat dari sejumlah.gangguan jiwa

terpenting yang berkaitan dengan psikose.

a.       Psikose didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan

pengertian (insight), timbulnya pandangan yang tidak realistis atau bizar (aneh),

mempengaruhi kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala

psikotis mencakup waham (pikiran khayali), halusinasi, dan gangguan berpikir formil

(tak dapat berpikir riil), yang sering kali disebabkan oleh schizofrenia. Psikose dapat

diobati dengan antipsikotika (1).

Page 3: Anti Psikotik

b.       Neurose termasuk gangguan jiwa tanpa gejala psikotis. Kepribadian pasien relatif

kurang dirusak dan kontak dengan realitas tidak terganggu. Gangguan jiwa ini dapat

dianggap sebagai bentuk berlebihan dari reaksi normal terhadap situasi dan kejadi-

aan dengan penuh stress. Gejalanya dapat disebut kegelisahan, cemas, murung,

mudah tersinggung, dan pelbagai perasaan tidak enak di tubuh. Penyakit ini dapat

ditanggulangi dengan tranquillizers.

c.       Sindroma Borderline, lengkapnya Borderline Personality Disorder (BPD), yang

gejalanya terletak di perbatasan antara neurose dan psikose. Sejak tahun 1987, sin-

drama ini diakui sebagai penyakit jiwa dan dalam DSM 1996 dimuat kriteria untuk

diagnosanya. Gejalanya banyak sekali, yang utama antara lain impulsivitas

(minuman keras /narkotika, penyalahgunaan, mengendarai mobil secara

membahayakan, hasrat kuat untuk membeli), instabilitas emosional dengan

perubahan suasana jiwa secara mendadak, dan percobaan bunuh diri, kesulitan

membuat kontak, karena menganggap segala sesuatu sebagai hitamputih. Ciri-ciri

lainnya adalah ketakutan ditinggalkan dan sukar hidup sendiri, juga kecurigaan kuat

dengan hilangnya hubungan antara daya berpikir dan perasaan (disosiasi), masa-

masa psikose singkat, dan masa-masa depresi. Akibat gejala-gejala ini, penderita

BPD mengalami banyak kesulitan dalam pergaulan dan cenderung menarik diri dari

kehidupan sosial. Pengobatan dilakukan poliklinis dengan kombinasi dari suatu

bentuk psikoterapi khusus (M.Lineham: Terapi perlakuan dialectis, 2,3) dan

psikofarmaka (antipsikotika, antidepresiva, atau obat-obat yang meregulasi suasana,

seperti litium).

d.       Mania didefinisikan sebagai kecenderungan patologis untuk suatu aktivitas tertentu,

yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (kleptomania). Suasana jiwa

pasien muluk dan seolah-olah ada paksaan untuk bertindak, melakukan aktivitas

berlebihan, kegelisahan, dan perilaku tak terkendali. Bila masa-masa mania diselingi

masa-masa depresi, gangguan ini disebut depresi manis, Antidepresiva. Pena-

nganan mania dilakukan dengan antipsikotika, khususnya klorpromazin, haloperidol,

dan pimozida.

Page 4: Anti Psikotik

Schizofrenia (4,5,6).

Schizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan kasus

bersifat sangat serius, berkelanjutan, dan dapat mengakibatkan kendala sosial,

emosional, dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya membedakan; Lat.

cognitus = dikenali). Akan tetapi, ada pula banyak varian lain yang kurang serius.

Schizofrenia adalah penyebab terpenting gangguan psikotis, di mana periode

psikotis diselingi periode 'normal', saat pasien bisa berfungsi baik. Mulainya penyakit

sering kali secara menyelinap, adakalanya juga dengan mendadak. Pada pria,

biasanya timbul antara usia 15-25 tahun, jarang di atas 30 tahun, sedangkan pada

wanita antara 25-35 tahun.

Penyebabnya masih belum diketahui, mungkin berkaitan dengan

terganggunya kesimbangan sistem kimiawi rumit di otak. Dewasa ini hanya

ditetapkan adanya faktor keturunan dengan faktor lingkungan sebagai pemeran

penting.

Skizofrenia merupakan psikosis tipe khusus, yaitu gangguan mental yang

disebabkan oleh disfungsi otak yang diwariskan. Sifat yang menonjol ialah delusi,

halusinasi (sering dalam bentuk suara), gangguan pemikiran atau bicara. Gangguan

mental ini merupakan penyakit yang sering terjadi di antara 1 % penduduk atau kira-

kira sama dengan insidens diabetes melitus. Pada awalnya, penderita terserang

penyakit selama masa remaja, bersifat kronis dan " lumpuhkan". Skizofrenia

mempunyai komponen genetik yang kuat dan barangkali disertai kelainan biokimiawi

dasar, akibat aktivitas berlebihan neuron dopaminergik mesolimbik.

Istilah antipsikosis dan neuroleptik sama-sama digunakan untuk menunjuk

sekelompok obat yang tidak hanya dipakai khusus untuk skizofrenia, namun juga

efektif untuk beberapa jenis psikosis dan gaduh gelisah.

Obat-obat antipsikosis telah digunakan secara klinis selama 50 tahun.

Reserpine dan chlorpromazine merupakan obat pertama yang digunakan untuk

skizofrenia. Meskipun chlorpromazine kadangkala masih digunakan untuk terapi

psikosis, obat-obat perintis ini telah banyak digantikan oleh obat-obat baru.

Page 5: Anti Psikotik

Bagaimanapun juga, dampak keuntungan obat-abat tersebut terhadap dunia

kedokteran jiwa-terutama dalam penanganan skizofrenia sangatlah besar. Jumlah

pasien yang membutuhkan rawat inap di rumah sakit jiwa telah banyak berkurang,

dan kecenderungan gangguan jiwa lebih banyak ke arah dasar biologis.

Obat-obat neuroleptika juga disebut obat antiskizofren, obat antipsikotik atau

transquilizer mayor) terutama digunakan untuk mengobati skizofrenia tetapi juga

efektif untuk psikotik lainnya seperti keadaan maniak dan delirium. Obat-obat

neuroleptika tradisional (Iama) adalah inhibitor kompetitif pada berbagai reseptor,

tetapi efek antipsikotiknya mencerminkan penghambatan kompetitif dari reseseptor

dopamin. Obat-obat ini berbeda dalam potensinya tetapi tidak ada satu obatpun

yang secara klinik lebih efektif dari yang lain. Sebaliknya, obat antipsikotik "atipikal"

yang lebih baru, aktivitasnya yang unik adalah penghambatan reseptor serotonin.

Terapi telah menunjukkan ke arah penggunaan obat dengan potensi tinggi, seperti

tiotiksen, haloperidol, dan flufenazin. Klorpromazin prototip obat neuroleptika, jarang

digunakan karena sering terjadi efek samping yang berbahaya. Obat neuroleptika

bukan untuk pengobatan kuratif tidak menghilangkan gangguan pemikiran yang

fundamental, tetapi sering memungkinkan pasien psikotik berfungsi dalam

lingkungnya yang suportif.

Psikotropik ialah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis,

kelakuan atau pengalaman (WHO, 1966). Sebenarnya psikotropik baru

diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi,

yang khusus mempelajari psikofarmaka atau psikotropik. Psikofarmakologi

berkembang dengan pesat sejak ditemukannya alkaloid Rauwolfia dan klorpromazin

yang ternyata efektif untuk mengobati kelainan psikiatrik. Sekarang psikofarmakologi

menjadi titik pertemuan antara cabang ilmu klinik dan preklinik yaitu: farmakologi,

fisiologi, biokimia, genetika serta ilmu biomedik lain. Berbeda dengan antibiotik.

pengobatan dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan atas

pengetahuan empirik. Hal ini dapat dipahami, karena patofisiologi penyakit jiwa itu

Page 6: Anti Psikotik

sendiri belum jelas. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga

lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik.

Dewasa ini terapi renjatan Iistrik (ECT, electro convulsive therapy) masih

digunakan dalam psikiatri, terutama untuk mengatasi depresi hebat dengan

kecenderungan bunuh diri. Biasanya ECT Iebih cepat menghilangkan depresi

daripada obat. Keuntungan penggunaan obat ialah pemberiannya Iebih mudah,

dapat digunakan untuk pengobatan masal, relatif murah (penderita tidak

memerlukan perawatan di rumah sakit) dan pemberiannya dapat dilaksanakan lebih

cepat pada penderita yang tidak kooperatif.

Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

(1) Antipsikosis (major tranquilizer, neuroleptik) ;

(2) Antiansietas (antineurosis, minor tranquilizer) ;

 (3) Antidepresin; dan

(4)Psikotogenik (psikotomimetik, psikodisleptik, halusinogenik).

Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik.

Kegunaannya pada psikoneurosis dan penyakit psikosomatik belum jelas. Ciri

terpenting obat neuroleptik ialah :

(1)  Berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas

emosional pada pasien psikosis. Efek ini tidak berhubungan langsung dengan efek

sedatif;

(2)  Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia;

(3)  Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel; dan

(4) Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psikik dan fisik.

Antipsikotika, juga disebut neuroleptika atau major tranquillizers, adalah obat-

obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-

fungsi umum, seperti berpikir dan kelakuan normal. Obat-obat ini dapat meredakan

emosi dan agresi, dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa,

seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi) serta menormalkan perilaku yang

tidak normal. Oleh karena itu, antipsikotika terutama digunakan pada psikosis,

Page 7: Anti Psikotik

penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit pada pasien, misalnya penyakit

schizofrenia ("gila") dan psikosis mania-depresif.

Minor tranquillizers adalah anksiolitika yang digunakan pada gangguan kece-

masan dan pada gangguan tidur, seperti hipnotika.

Khasiat fisiologi dan penggunaan

Antipsikotika memiliki sejurnlah kegiatan fisiologi, yakni:

a.       Antipsikotis. Obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikotis,

seperti schizofrenia, mania, dan depresi psikotis. Di samping itu, obat-obat ini digu-

nakan untuk menangani gangguan perilaku serius pada pasien demensia dan

dengan handikap rohani, juga untuk keadaan gelisah akut (excitatio) dan penyakit

lata (p. Gilles de la Tourette).

b.       Anxiolitis, yaitu mampu meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan, dan agresi

yang hebat. Oleh karena itu, adakalanya obat ini digunakan dalam dosis rendah

sebagai minor tranquillizer pada kasus-kasus besar, di mana benzodiazepin kurang

efektif, misalnya pimozida dan thioridazin. Berhubung efek sampingnya,

penggunaan antipsikotika dalam dosis rendah sebagai anxiolitika tidak dianjurkan.

c.       Antiemetis berdasarkan perintangan neurotransmisi dari CTZ (Chemo Trigger Zone)

ke pusat muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin, Karena sifat inilah, obat ini

sering digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, seperti pada terapi

sitostatika; sedangkan pada mabuk-jalan tidak efektif. Obat dengan daya antiemetis

kuat adalah proklorperazin dan thietilperazin. Obat lain dengan daya antimual yang

baik dalam dosis rendah adalah klorpromazin, perfenazin, triflupromazin, flufenazin,

haloperidol (dan metoklopramida).

d.       Analgetis. Beberapa antipsikotika memiliki khasiat analgetis kuat, antara lain

levomepromazin, haloperidol, dan droperidol (Thalamonal). Tetapi obat ini jarang

digunakan sebagai obat antinyeri, kecuali droperidol. Obat lainnya dapat memper-

kuat efek analgetika dengan jalan meningkatkan ambang-nyeri, misalnya klorproma-

zin.

Page 8: Anti Psikotik

Klorpromazin dan haloperidol adakalanya juga digunakan pada sedu (hiccup)

yang tak henti-henti dan gangguan keseimbangan bila obat lain tidak ampuh.

Mekanisme kerja

Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam CCS

(cairan cerebrospinal), dan obat-obat ini melakukan kegiatannya secara langsung

terhadap saraf otak. Mekanisme kerjanya pada taraf biokimiawi belum diketahui

dengan pasti, tetapi ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini berhubungan erat

dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar-keseimbangannya.

Antipsikotika menghambat (agak) kuat reseptor dopamin (D2) di sistem

limbis otak dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D4, α1 (dan α2)-

adrenerg, serotonin, muskarin, dan histamin. Akan tetapi, pada pasien yang kebal

bagi obat-obat klasik telah ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor D2 tersebut.

Riset baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blokade-D2 saja tidak selalu

cukup untuk menanggulangi schizofrenia secara efektif. Untuk ini, neurohormon

lainnya, seperti serotonin (5HT2), glutamat, dan GABA (gamma-butyric acid), perlu

dipengaruhi.

Mulai kerjanya blokade-D2 cepat, begitu pula efeknya pada keadaan

gelisah. Sebaliknya, kerjanya terhadap gejala psikose lain, seperti waham,

halusinasi, dan gangguan pikiran baru nyata setelah beberapa minggu. Mungkin

efek lambat ini (masa latensi) disebabkan sistem reseptor-dopamin menjadi kurang

peka.

§  Antipsikotika atypis memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor-D1 dan –D2,

sehingga lebih efektif daripada obat-obat klasik untuk melawan simtom negatif. Lagi

pula obat ini lebih jarang menimbulkan GEP dan dyskinesia tarda.

a.      Sulpirida terutama menghambat reseptor-D2 dan praktis tanpa afinitas bagi reseptor

lain. Pada dosis rendah (di bawah 600 mg/hari) terutama bekerja antagonistis ter-

hadap reseptor presinaptis, dan pada dosis lebih tinggi (di atas 800 mg/hari) juga

terhadap reseptor-D2 postsinaptis, seperti obat-obat.klasik. Efek antipsikotis

Page 9: Anti Psikotik

terutama dicapai pada dosis lebih tinggi, dan dosis rendah berguna pada psikose

dengan terutama simtom negatif.

b.      Klozapin: ikatannya pada reseptor-D2 agak ringan (ca 20%) dibandingkan obat-obat

klasik (60-75%). Namun, efek antipsikotisnya kuat, yang bisa dianggap paradoksal.

Namun, afinitasnya pada reseptor lain dengan efek antihistamin, antiserotonin,

antikolinergis, dan antiadrenergis adalah relatif tinggi. Menurut perkiraan, efek

baiknya dapat dijelaskan oleh blokade kuat dari reseptor-D2, -D4 dan -5HT2.

Blokade reseptor muskarin dan -D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan blokade

SHT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Hal ini meniadakan

sebagian blokade D2, tetapi mengurangi risiko GEP.

c.      Risperidon juga terutama menghambat reseptor -D2 dan 5HT2, dengan perbanding-

an afinitas 1 ; 10, juga dari reseptor –a1, -a2, dan –H1. Blokade a1 dan a2 dapat

menimbulkan masing-masing hipotensi dan depresi, sedangkan blokade H1

berkaitan dengan sedasi.

d.      Olanzapin menghambat semua reseptor-dopamin (D1 s/ d D5) dan reseptor H1, 5-

HT2, adrenergis, dan kolinergis, dengan afinitas lebih tinggi untuk reseptor 5-HT2

dibandingkan D2.

e.      Reboxetin (Edronax) yang secara selektif menghambat reuptake noradrenalin, pada

paruh tahun 1997 dipasarkan di Inggris.

Efek samping

SejumIah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotika

dan yang paling sering terjadi adalah:

ü  Gejala ekstrapiramidal (GEP), yang bertalian dengan daya antidopaminnya dan bersifat

kurang berat pada senyawa butirofenon, butilpiperidin, dan obat atypis. GEP dapat

berbentuk sebagai berikut:

v  Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson): hipokinesia (daya gerak berkurang,

berjalan langkah demi langkah), dan kekakuan anggota tubuh, kadang-kadang

tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya "rabbit-syndrome" (mulut

membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat muncul setelah beberapa

Page 10: Anti Psikotik

minggu atau bulan. Terutama pada dosis tinggi dan lebih jarang pada obat-obat

dengan kerja antikolinergis. Insidensinya 2-10%.

v  Dystonia akut: kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring, gangguan

menelan, sukar bicara, dan kejang rahang. Guna menghindarkannya, dosis harus

dinaikkan dengan perlahan, atau diberikan antikolinergika sebagai profilaksis.

v  Akathisia: selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa menggerakkan kaki,

tangan, atau tubuh (Vun. kathisis = duduk, a = tidak, tanpa). Ketiga GEP di atas

dapat dikurangi dengan menurunkan dosis dan dapat diobati dengan antikolinergika.

Akathisia juga dapat diatasi dengan propranolol atau benzodiazepin.

v  Dyskinesia tarda: gerakan abnormal tak-sengaja, khususnya otot-otot muka dan mulut

(menjulurkan lidah), yang dapat menjadi kekal. Gejala ini sering muncul setelah 0,5-

3 tahun dan berkaitan antara lain dengan dosis kumulatif (total) yang telah diberikan.

Resiko efek samping ini meningkat pada penggunaan lama dan tidak tergantung dari

dosis, juga lebih sering terjadi pada lansia; insidensinya tinggi (10-15%). Gejala ini

lenyap dengan menaikkan dosis, tetapi kemudian timbul kembali secara lebih hebat.

Antikolinergika juga dapat memperhebat gejala tersebut. Pemberian vitamin E dapat

mengurangi efek samping ini (5).

v  Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot, dan GEP lain,

kesadaran menurun dan kelainan-kelainan SSO (tachycardia, berkeringat, fluktuasi

tekanan darah, inkontinensi). Gejala ini tak tergantung pada dosis, terutama terjadi

pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insidensi 1 %. Diagnosanya sukar,

tetapi bila tidak ditangani bisa berakhir fatal.

ü  Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin, yang identik

dengan PIF ( Prolactine Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak dirintangi lagi,

kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak.

ü  Sedasi, yang bertalian dengan khasiat antihistamin, khususnya klorpromazin,

thioridazin, dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat difenilbutilamin.

ü  Hipotensi ortostatis akibat blokade reseptor α-adrenergis, misalnya klorpromazin,

thioridazin, klozapin, dan pipamperon.

Page 11: Anti Psikotik

ü  Efek antikolinergis akibat blokade reseptor muskarin, yang bercirikan antara lain mulut

kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih, dan tachycardia, terutama pada

lansia. Efeknya khusus kuat pada klorpromazin, thioridazin, dan klozapin.

ü  Efek antiserotonin akibat blokade reseptor-5HT, yang berupa stimulasi nafsu makan

dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia.

ü  Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak berdaya adiktif. Bila

penggunaannya dihentikan mendadak dapat timbul sakit kepala, sukar tidur, mual,

muntah, anorexia, dan rasa takut. Efek ini terutama pada obat-obat dengan kerja

antikolinergis. Oleh karena itu, penghentiannya selalu perlu secara berangsur.

ü  efek lainnya. Akhirnya masih ada beberapa efek samping yang karakteristik bagi obat-

obat tertentu, yakni:

v   fenotiazin: sering kali reaksi imunologis, seperti fotosensibilisasi, hepatitis, dan kelainan

darah dan dermatitis alergis, jarang pada zat-zat thioxanten. Efek lainnya berupa

kelainan mata dengan endapan pigmen di lensa dan cornea, serta retinopati pada

thioridazin (dosis di atas 800 mg/hari).

v   klozapin: dapat menimbulkan agranulocytose (1-2%), juga bradycardia, hipotensi

ortostatis, dan berhentinya jantung.

Kehamilan dan laktasi. Penggunaan obat-obat ini selama kehamilan dan

laktasi sedapat mungkin harus dihindari berhubung toksisitasnya bagi janin dan bayi.

Karena psikose yang tidak ditangani dengan tepat dapat sangat merusak kesehatan

ibu dan janin, maka risiko penggunaan antipsikotika perlu dipertimbangkan per

pasien secara individual. Bila sangat perlu hendaknya diberikan dalam dosis

serendah mungkin selama masa yang singkat. Minggu-minggu dengan fisiko tinggi

adalah minggu ke-4 sampai ke-10 dan 2-4 minggu terakhir; selama periode tersebut,

hendaknya jangan diberikan medikasi. Obat pilihan pertama untuk keadaan darurat

adalah haloperidol.

Interaksi

Page 12: Anti Psikotik

Beta-blockers dan antidepresiva trisiklis dapat saling memperkuat efek

antipsikotika dengan jalan menghambat masing-masing metabolisme.

Levodopa dan bromokriptin dapat dikurangi kerja dopaminergnya.

Barbital menurunkan kadar darah antipsikotika berdasarkan induksi enzim.

Klorpromazin dan garam-garam litium saling menurunkan kadar darahnya

masing-masing.

Penanganan schizofrenia (11,12,13)

Kesulitan utama penanganan semua gangguan jiwa adalah tidak adanya

keinsafan sakit pada kebanyakan pasien. Mereka menganggap halusinasi dan

pikiran khayalnya sebagai sesuatu yang sejati/riil dan selalu berpikir dirinya tidak

sakit, sehingga sering kali menolak minum obat. Lagi pula undang-undang yang

ketat di banyak negara tidak memungkinkan pengobatan/ opname dipaksakan bagi

seseorang tanpa persetujuannya. Pemaksaan hanya diizinkan jika pasien

membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Dengan demikian, tak jarang

penderita psikotis hebat tidak bisa ditolong. Penderita umumnya tidak bisa

memelihara kebutuhan dasar dirinya dan berakhir sebagai pengembara di jalan-jalan

kota.

Jelaslah bahwa setelah masa psikose lewat, juga kesetiaan terapinya (drug

compliance) kurang besar, yang tak jarang mengakibatkan gagalnya pengobatan.

Schizofrenia tidak dapat disembuhkan, penanganannya bersifat simtomatis,

yakni menghalau gejala-gejalanya dan kemudian mencegah kambuhnya lagi. Di

samping itu, rehabilitasi psikososialnya sangat penting untuk reintegrasi pasien

dalam masyarakat.

* Psikoterapi.

Dewasa ini para ilmiawan sepaham bahwa penanganan schizofrenia paling

efektif terdiri atas kombinasi dari farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi

kelakuan kognitif, yang juga disebut "terapi bicara". Dokter/psikiater berusaha

membangun hubungan baik dengan pasiennya dan memperoleh kepercayaan

Page 13: Anti Psikotik

mereka, juga mencoba membantu mengatasi problema psikis mereka, serta

memberikan petunjuk bagaimana menghadapi masalah. Di samping itu, penting

sekali untuk menunjang pula secara moril keluarganya yang lazimnya sangat frustasi

mengenai pergaulannya dengan pasien.

* Obat-obat klasik.

Umumnya dimulai dengan suatu obat klasik, terutama klorpromazin bila

diperIukan efek sedatif, trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida

jika pasien justru perIu diaktifkan. Efek antipsikotika baru menjadi nyata setelah

terapi 2-3 minggu. Bila sesudah masa latensi, obat-obat kelompok kimiawi lain.

Flufenazin dekanoat digunakan sebagai profilakse untuk mencegah kambuhnya

penyakit. Thioridazin berguna pada lansia untuk mengurangi GEP dan gejala

antikolinergis. Obat-obat klasik terutama efektif untuk meniadakan simtom pasitif,

dan efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perIu dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2

tahun dan tak jarang seumur hidup.

* Obat-obat atypis.

Obat-Obat atypis lebih ampuh untuk simtom negatif kronis, mungkin karena

pengikatannya pada reseptor -D1 dan –D2 lebih kuat. Sulpirida. risperidon, dan

olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efektif (lagi) atau bila terjadi terIalu

banyak efek samping. Karena klozapin dapat menimbulkan agranulocytosis hebat (l-

2% dari kasus), selama terapi perIu dilakukan penghitungan lekosit setiap minggu.

* Obat-obat tambahan antikolinergika (trihexyfenidyl, orfenadrin) dan beta-blockers

(propranolol).

Obat-obat ini sering ditambahkan untuk menangguIangi efek-efek samping

antipsikotika, terutama gejala extrapiramidal (GEP). Benzodiazepin diberikan guna

mengatasi kegelisahan dan kecemasan.

* Penanganan altematif

Sejumlah psikiater (CPfeiffer, A.Hoffer) hanyalah berhasil baik dengan

mengkombinasi vitamin dan mineral tertentu dalam megadose. Penanganan

Page 14: Anti Psikotik

ortomolekuler ini berdasarkan penemuan bahwa pasien schizofreni mengalami

defisiensi nutrien-nutrien bersangkutan. Cara ini terdiri dari pemberian nutrien tepat

dengan antar-perbandingan yang tepat ke sel-sel tubuh (Yun. orthos = lurus, tepat,

sehat). Vitamin. Yang diberikan adalah vitamin C (3 x 1 g), niasinamida (3 x 1-2 g),

piridoksin (2-3 x 250 mg), dan vitamin E (I x 400 mg). Pilihan ini didasarkan pada

sering ditemukannya kekurangan vitamin-vitamin tersebut di otak penderita

schizofrenia.

Mekanisme kerja penanganan schizofrenia

Menurut perkiraan hal ini disebabkan oleh terhambatnya pengubahan asam

amino triptofan menjadi niasinamida dalam otak, sehingga terjadi kekurangan

vitamin B3 dan kelebihan triptofan bebas. Triptofan berlebihan dapat mendorong

pembentukan zat-zat halusinogen tertentu (yang menimbulkan khayalan) dan dapat

menimbulkan kelainan pada suasana jiwa dan pengamatan. Halusinogen ini dapat

dirombak oleh enzim MAO (monoaminooksidase) yang justru memerlukan

niasinamida (dan vitamin C) untuk kerjanya. Lagi pula pada schizofrenia terdapat

kekurangan co-enzim NAD (nicotinamideadenine-dinucleotide) di otak yang dibentuk

di bawah pengaruh niasinamida dan berperan penting pada reaksi oksidasi dan

reduksi di dalam sel. Vitamin B3 ini dan piridoksin mutlak diperlukan untuk reaksi

pengubahan triptofan, karena merupakan ko-enzim bagi hidroksilase.

Di samping vitamin-vitamin itu, elemen-elemen tertentu diberikan pula, yaitu:

magnesium (250 mg), zinc (50 mg), selenium (220 mcg), dan mangan (25 mg)

sehari. Dianjurkan pula diet tanpa bahan makanan yang mengandung asam amino,

yang dapat meningkatkan kadar atau aktivitas dopamin di otak, yakni kacang-

kacangan (dari genus Fiava), gluten (suatu protein dalam gandum), dan kacang

tanah (mengandung banyak glycine dan serine).

Dengan kombinasi ini, gejala penyakit ternyata dapat sangat dikurangi,

sehingga banyak pasien dapat berfungsi sosial lebih baik, bahkan dapat bekerja

secara lebih kurang normal.

Penggolongan Antipsikotika

Page 15: Anti Psikotik

Antipsikotika biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis

atau klasik dan obat atypis.

A.     Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif; pada umumnya dibagi

lagi dalam sejurnlah kelompok kimiawi sebagai berikut:

a.    Derivat fenotiazin: klorpromazin, levomepromazin, dan triflupromazin (Siquil)-

thioridazin dan periciazin- perfenazin dan flufenazin-perazin (Taxilan), trifluoperazin,

proklorperazin (Stemetil), dan thietilperazin (Torecan).

b.    Derivat thioxanthen: klorprotixen (Truxal) dan zuklopentixol (Cisordinol).

c.    Derivat butirofenon: haloperidol, bromperidol, pipamperon, dan droperidol.

d.    Derivat butilpiperidin: pimozida, fluspirilen, dan penfluridol.

B.  Antipsikotika atypis.

Obat-obat atypis ini sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan quetiapin

(Seroquel) bekerja efektif melawan simtom-simtom negatif, yang praktis kebal

terhadap obat-obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya

gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.

Sertindol (Serdolect) setelah dipasarkan hanya satu tahun lebih, akhir 1998

ditarik dari peredaran di Eropa, karena beberapa kali dilaporkan terjadinya aritmia

dan kematian mendadak (Pharma Selecta 1988; 14: 144). Obat atypis lainnya yang

kini sedang diselidiki secara klinis adalah oliperidon dan ziprasidon.

Obat-obat neroleptika dapat dibagi atas 5 kelompok utama berdasarkan

struktur obat yaitu ;

1. FENOTIAZIN

-       Klorpromazin

-       Flufetazin

-       Proklorperazin

-       Prometazin

-       Tioridazin

Page 16: Anti Psikotik

2.  BENZISOKSAZOL

-       Risperidon

3. DIBENZODIAZEPIM

-       Klozapin

4. BUTIROFENON

-       Haloperidol

5. TIOXANTIN

-       Tiotiksen

1. Klorpromazin (EI.): Largactil

Antipsikotikum tertua ini (1951) diturunkan dari prometazin dan memiliki

rantai-sisi alifatis. Khasiat anti-psikotisnya lemah sedangkan daya antihistamin dan

alfa adrenergnya lebih kuat. Obat ini memperkuat efek analgetika, sehingga

membuat pasien lebih tak-acuh pada rasa nyeri. Selain pada keadaan psikose dan

sebagai obat tambahan pada analgetika, klorpromazin juga digunakan untuk

mengobati sedu yang tak henti-henti (singultus, hiccup).

Resorpsinya di usus baik, tetapi BA-nya hanya ca 30% akibat FPE besar.

PP-nya tinggi, sekitar 95%, t 1/2nya 16-37 jam. Zat ini mudah melintasi barrier darah

-CCS kadarnya dalam cairan otak lebih tinggi daripada dalam darah. Ekskresinya

lewat kemih sebagai metabolitnya.

Indikasi

Mengendalikan mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan mual dan

muntah, menghilangkan kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi, porforia

intermiten akut, Terapi tambahan pada tetanus.

Dosis dan cara pemberian

Anak >= 6 bulan :

Page 17: Anti Psikotik

Sizoprenia/psikosis :

Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam;

Anak yang lebih tua mungkin membutuhkan 200 mg/hari atau lebih besar; im, iv: 0,5-

1 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, < 5 tahun (22,7 kg): maksimum 75 mg/hari.

Mual muntah ; Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam bila diperlukan; im, iv : 0,5-1

mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, < 5 tahun (22,75 kg) : maksimum 40 mg/hari, 5-12 tahun

(22,7-45,5 jg) : maksimum 75 mg/hari. Dewasa : Shcizoprenia/psikosis; Oral : 30-

2000 mg/hari dibagi dalam 1-4 dosis, mulai dengan dosis rendah, kemudian

sesuaikan dengan kebutuhan. Dosis lazim : 400-600 mg/hari, beberapa pasien

membutuhkan 1-2 g/hari. im.,iv. : awal: 25 mg, dapt diulang 25-50 mg , dalam 1-4

jam, naikkan bertahap sampai maksimum 400 mg/dosis setiap 4-6 jam sampai

pasien terkendali; Dosis lazim : 300-800 mg/hari. Cegukan tidak terkendali : Oral,

im.: 25-50 mg sehari 3-4 kali. Mual muntah : Oral : 10-25 mg setiap 4-6 jam, im.,iv., :

25-50 mg setiap 4-6 jam. Orang tua : gejala-gejala perilaku yang berkaitan dengan

demensia : awal : 10-25 mg sehari 1-2 kali, naikkan pada interval 4-7 hari dengan

10-25 mg/hari, naikkan interval dosis, sehari 2x, sehari 3 kali dst Bila perlu untuk

mengontrol respons dan efek samping; dosis maksimum : 800 mg.

Farmakologi

Onset kerja : im.: 15 menit; oral: 30-60 menit, absorpsi cepat, distribusi

melewati plasenta dan masuk ke ASI, Vd: 20 L/kg, Ikatan protein 92%-97%,

Metabolisme : di hati secara luas menjadi metabolit aktif dan tidak aktif,

Bioavailibilitas: 20%, Waktu paruh bifasik, awal: 2 jam, akhir: 30 jam, Ekskresi lewat

urin dalam 24 jam <1% sebagai bentuk utuh.

Kontra indikasi

Sindrom Reye

Efek samping

Kardiovaskuler : hipotensi postural, takikardia, pusing, perubahan interval

QT tidak spesifik. SSP : mengantuk, distonia, akathisia, pseudoparkinsonism,

diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, kejang. Kulit : fotosensitivitas,

Page 18: Anti Psikotik

dermatitis, pigmentasi (abu-abu-biru). Metabolik & endokrin : laktasi, amenore, 

ginekomastia, pembesaran payudara, hiperglisemia, hipoglisemia, test kehamilan

positif palsu. Saluran cerna : mual, konstipasi xerostomia. Agenitourinari : retensi

urin, gangguan ejakulasi, impotensi. Hematologi : agranulositosis, eosinofilia,

leukopenia, anemia hemolisis, anemia aplastik, purpura trombositopenia. Hati :

jaundice. Mata : penglihatan kabur, perubahan kornea dan lentikuler, keratopati

epitel, retinopati pigmen.

Interaksi obat

Efek klorpromazin dapat ditingkatkan oleh delavirdin, fluoksetin, mikonazol,

paroksetin, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol  dan inhibitor CYP2D6

lainnya. Klorpromazin memperkuat efek penekan terhadap SSP dari analgesik

narkotik, etanol, barbiturat, antidepresan siklik, antihistamin, hipnotik-sedatif.

Klorpromazin dapat meningkatkan efek amfetamin, betabloker tertentu,

dekstrometorfan, fluoksetin, lidokain, paroksetin, risperidon, ritonavir, antidepresan

trisiklik dan substrat CYP2D6 lainnya. Klorpromazin dapat meningkatkan efek

/toksiksitas antikolinergik, antihipertensi,litium, trazodon, asam valproat.

Penggunaan bersama antidepresan trisklik dapt mengubah respons dan

meningkatkan toksisitas. Kombinasi dengan epinefrin akan dapat menimbulkan

hipotensi. Kombinasi dengan antiaritmia, cisaprid, pimosid, sparfloksacin dan obat-

obat yang memperpanjang interval QT akan dapat meningkatkan resiko aritmia.

Kombinasi dengan metoklopramid akan dapt meningkatkan resiko gejala

ekstrapiramidal. Klorpromasin mungkin menurunkan efek substrat prodrug CYP2D6

seperti kodein, hirokodon, oksikodon dan tramadol. Klorpromasin mungkin dapat

menghambat efek antiparkinson levodopa dan mungkin dapat menghambat efek

pressor epinefrin.

Mekanisme kerja

Memblok reseptor dopaminergik di postsinaptik mesolimbik otak. Memblok

kuat efek alfa adrenergik. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa,

Page 19: Anti Psikotik

menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme

basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dandan emesis.

* Levomepromazin (Nozinan) adalah derivat yang atom-klor-nya digantikan dengan -

OCH3. Khasiat antipsikotisnya sama dengan klorpromazin. Daya analgetisnya lebih

kuat, ca 60% dari morfin, sehingga berguna untuk nyeri hebat, antara lain pada

kanker dan sinanaga (herpes zoster). Plasm t1/2-nya lebih panjang, sampai 78 jam.

Efek sam ping penting lainnya adalah hipotensi dan rasa kantuk.

Dosis: pada nyeri hebat i.m. 12,5-25 m oral 4-6 dd 12,5-50 mg (garam-

hidrogenmaleat).

2. Flufenasin

Indikasi

Mengendalikan gangguan psikotik dan shcizofrenia.

Dosis

Anak : Oral : 0,04 mg/kg/hari.

Dewasa : psikosis : Oral : 0,5-10 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis dengan

interval 6-8 jam, beberapa pasien mungkin membutuhkan peningkatan dosis sampai

40 mg/hari.; i.m.: 2,5-10 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis dengan interval 6-8

jam (dosis parenteral 1/3-1/2 dosis oral); im. Dekanoat : 12,5 mg setiap 2 minggu.

12,5 mg dekanoat setiap 3 minggu = 10 mg HCl/hari.

Farmakologi

Onset kerja im.: sebagai HCl: sekitar 1 jam, Puncak efek : neuroleptik

sebagai dekanoat : 48-86 jam. Durasi garam HCl : 6-8 jam, sebagai dekanoat : 24-

72 jam. Absorbsi oral bervariasi dan tidak teratur. Distribusi : menembus plasenta,

masuk ke ASI. Ikatan protein : 91% dan 99%. Metabolisme di hati. T½ eliminasi

HCl : 33 jam, Dekanoat : 163-232 jam. Ekskresi lewat urin sebagai metabolit.

Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap flufenazin atau komponen formulasi lainnya. Mungkin

terjadi reaktivitas silang antara fenotiazin. Depresi SSP berat, koma, kerusakan otak

subkortikal, diskrasia darah, penyakit hati.

Page 20: Anti Psikotik

Efek samping

KV : takikardia, tekanan darah berfluktuasi, hiper/hipotensi, aritmia, udem.

SSP : parkinsonisme, akathisia, distonia, diskinesia tardif, pusing, hiper refleksia,

sakit kepala, udem serebral, mengantuk, lelah, gelisah, mimpi aneh, perubahan

EEG, depresi, kejang, perubahan pengaturan pusat temperatur tubuh. Kulit :

dermatitis, eksim, eritema, fotosensitifitas, rash, seborea, pigmentasi, urtikaria.

Metabolik & endokrin : perubahan siklus menstruasi, nyeri payudara, amenorea,

galaktoria, ginekomastia, perubahan libido, peningkatan prolaktin, Saluran cerna :

berat badan bertambah, kehilangan selera makan, salivasi, xerostomia, konstipasi,

ileus paralitik, udem laring. Genitourinari : gangguan ejakulasi, impotensi, poliuria,

paralisis kandung urin, enurisis, Darah : agranulositosis, leukopenia,

trombositopenia, nontrombositopenik purpura, eosinofilia, pansitopenia. Hati :

cholestatic jaundice, hepatotoksik. Otot-saraf : tangan gemetar, sindroma lupus

eritamatosus, spasme muka sebelah. Mata : retinopati pigmen, perubahan kornea

dan lensa, penglihatan kabur, glaukoma, Pernafasan : kongesti hidung, asma.

Interaksi obat:

Inhibit CYP2D6 : chlorpromazin, delavirdin, fluoksetin, mikonazol, paroksetin,

pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol meningkatkan efek flufenasin. Flufenasin

memperkuat efek penekanan terhadap SSP dari analgesik narkotik, etanol,

barbiturat, antidepresan siklik, antihistamin, hipnotik-sedatif. Flufenasin dapat

meningkatkan efek/toksisitas antikolinergik, antihipertensif, litium, trazodon, asam

valproat. Penggunaan bersama antidepresan trisklik dapt mengubah respons dan

meningkatkan toksisitas. Kombinasi flufenasin dengan epinefrin akan dapt

menimbulkan hipotensi. Kombinasi dengan antiaritmia, cisaprid, pimosid,

sparfloksacin dan obat-obat yang memperpanjang interval QT akan dapat

meningkatkan resiko aritmia. Kombinasi denagn metoklopramid akan dapt

meningkatkan resiko gejala ekstrapiramidal. Fenotiasin akan menghambat aktivitas

guanetidin, levodopa dan brokriptin. Barbiturat, merokok akan dapat meningkatkan

Page 21: Anti Psikotik

metabolisme flufenasin di hati. flufenasin dan antipsikotik potensi rendah lainnya

dapat menghambat efek presor epinefrin.

Mekanisme aksi

Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.

Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular

Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur

tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis

3. Haloperidol

Indikasi

Penanganan shcizofrenia, sindroma Tourette pada anak dan dewasa, masalah

perilaku yang berat pada anak.

Dosis dan cara pemberian

Anak-anak 3-12 tahun Oral : Awal : 0,05 mg/kg/hari atau 0,25-0,5 mg/hari

dibagi dalam 2-3 dosis; peningkatan 0,25-0,5 mg setiap 5-7 hari maksimum 0,15

mg/kg/hari.

Dosis lazim pemeliharaan : Agitasi/hiperkinesia : 0,01-0,003 mg/kg/hari,

sehari satu kali.; Gangguan nonpsikosis : 0,05-0,075 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3

dosis; Gangguan psikosis : 0,05-15 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Anak-anak 6-

12 tahun: Gangguan psikosis/sedasi : i.im. sebagai laktat: 1-3 mg/dosis setiap 4-8

jam ditingkatkan sampai maksimum 0,15 mg/kg/hari; ubah ke terapi oral sesegera

mungkin.

Dewasa : Psikosis : Oral : 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali, maksimum  lazimnya 30

mg/hari. I.m. sebagai laktat : 2-5 mg setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan; Sebagai

dekanoat : awal 10-20 x dosis harian oral, diberikan dengan interval 4 minggu. Dosis

pemeliharaan : 10-15 kali dosis awal oral, digunakan untuk menstabilkan gejala

psikiatri. Delirium di unit perawatan intensif: iv.: 2-10 mg; dapat diulang secara bolus

setiap 20-30 menit sampai dicapai kondisi tenang, kemudian berikan 25% dosis

maksimum setiap 6 jam, monitor EKG dan interval QT. IV intermiten : 0,03-0,15

mg/kg setiap 30 menit sampai 6 jam. Oral : Agitasi : 5-10 mg; infus iv. 100mg/100 ml

Page 22: Anti Psikotik

D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25 mg/jam. Agitasi berat : setiap 30-60 menit 5-10

mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan total 10-20 mg. Orang tua : Awal 0,25-0,5

mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan dosis 0,25-0,5 mg/hari setiap interval 4-7 hari,

Naikkan interval pemberian sehari 2 kali, sehari 3 kali dan seterusnya bila diperlukan

untuk mengontrol efek samping.  

Farmakologi

Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.

Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular

Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur

tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis. Onset kerja : sedasi :iv.: sekitar 1

jam, Durasi dekanoat : sekitar 3 minggu; distribusi; melewati plasenta dan masuk ke

ASI. Ikatan protein : 90%, metabolisme: di hati menjadi senyawa tidak aktif,

bioavailabilitas oral : 60%, T½ eliminasi 20 jam, T maks serum : 20 menit, Ekskresi :

urin, dalam 5 hari, 33-40% sebagai metabolit, feses 15%.

Kontra indikasi

Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit

Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung  atau hati

berat, koma.

Efek samping

KV : takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal dengan

perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes (sekitar 4%). SSP : gelisah,

cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda pseudoparkinson, diskinesia

tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan temperatur tubuh,

akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi, pusing, depresi, lelah, sakit

kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang. Kulit : kontak dermatitis,

fotosensitifitas, rash, hiperpigmentasi, alopesia Metabolik & endokrin : amenore, 

gangguan seksual, nyeri payudara, ginekomastia, laktasi, pembesaran payudara,

gangguan keteraturan menstruasi, hiperglisemia, hipoglisemia, hiponatremia;

Saluran cerna : berat : mual muntah, anoreksia, konstipasi, diare, hipersalivasi,

Page 23: Anti Psikotik

dispepsia, xerostomia. Saluran genito-urinari : retensi urin, priapisme; Hematologi :

cholestatic jaundice, obstructive jaundice; Mata : penglihatan kabur, Pernafasan :

spasme laring dan bronkus; Lain-lain : diaforesis dan heat stroke.

Interaksi obat

Efek haloperidol meningkat oleh klorokuin, propranolol, sulfadoksin-

piridoksin, anti jamur azol, chlorpromazin, siprofloksacin, klaritromisin, delavirdin,

diklofenak, doksisiklin, aritromisin, fluoksetin, imatinib, isoniasid, mikonazol,

nefazodon, paroksetin, pergolid, propofol, protease inhibitor, kuinidin, kuinin,

ritonavir, ropinirole, telitromisin, verapamil, dan inhibitor CYP2D6 atau 3A4.

Haloperidol dapat meningkakan efek amfetamin, betabloker tertentu, benzodiazepin

tertentu, kalsium antagonis, cisaprid, siklosporin, dekstrometorfan, alkaloid ergot,

fluoksetin, inhibitor HMG0CoA reductase tertentu, lidokain, paroksetin, risperidon,

ritonavir, sildenafil , takrolimus, antidepresan trisiklik, venlafaksin, dan sunstrat

CYP2D6  atau 3A4. Haloperidol dapat meningkatkan efek antihipertensi, SSP

depresan, litium, trazodon dan antidepresan trisiklik. Kombinasi haloperidol dengan

indometasin dapat menyebabkan mengantuk, lelah dan bingung sedangkan dengan

metoklopramid dapat meningkatkan resiko ekstrapiramidal. Haloperidol dapat

menghambat kemampuan bromokriptin menurunkan konsentrasi prolaktin.

Benztropin dan antikholinergik lainnya dapat menghambat respons terapi haloperidol

dan menimbulkan efek antikholinergik. Barbiturat, karbamazepin, merokok, dapat

meningkatkan metabolisme haloperidol. Haloperidol dapat menurunkan efek

levodopa, hindari kombinasi. Haloperidol dapat menurunkan efek levodopa, hindari

kombinasi. Haloperidol mungkin menurunkan efek substrat prodrug CYP2D6 seperti

kodein, hirokodon, oksikodon dan tramadol.

Mekanisme aksi

Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.

Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular

Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur

tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.

Page 24: Anti Psikotik

4. Risperidon

Indikasi

Terapi shcizofrenia, mania akut, mania yang berkaitan dengan gangguan

bipolar I

Dosis:

Anak dan remaja : Autis : awal 0,25 mg pada waktu tidur titrasi sampai 1

mg/hari (0,1 mg/kg/hari). Sizofrenia : awal : 0, 5 mg sehari 1-2 kali, bila dibutuhkan

dinaikkan bertahap sampai 2-6 mg/hari. Gangguan mania bipolar: awal: 0,5 mg,

naikkan sampai 0,5-3 mg/hari; Autism : awal o,25 mg pada saat tidur, naikkan

sampai 1 mg/hari. Dewasa : Shcizofrenia : dosis awal ; 0,5- 1 mg sehari 2 kali,

naikkan perlahan sampai kisaran optimal 3-6 mg/hari. Mania bipolar : awal : 2-3 mg,

dosis tunggal, bila perlu sesuaikan dengan dosis 1 mg/hari, kisaran dosis : 1-6

mg/hari. Orang tua : awal : 0,25-1 mg dibagi dalam 2 dosis. Penyesuaian dosis pada

gagal ginjal dan hati : oral : awal 0,25-0,5 mg sehari 2 kali. 

Farmakologi

Berikatan dengan reseptor serotonin 5HT2 dan Dopamin D2 di otak dan

perifer. Ikatan dengan reseptor dopamin 20 kali lebih rendah dibandingkan ikatan

dengan reseptor 5-HT2. Penambahan aktivitas antagonis reseptor serotonin pada

aktivitas antagonis reseptor dopamin (mekanisme klasik neuroleptik) dipercaya

memperbaiki gejala negatif psikosis dan menurunkan insidens efek samping

ekstrapiramidal. Reseptor alfa 1, alfa2 adrenergik, reseptor histamin juga

diantagonis dengan afinitas kuat. Risperidon mempunyai afinitas rendah atau

sedang terhadap reseptor 5-HT1c, 5-HT1d dan5-HT1a, sedangkan terhadap

reseptor D1 afinitasnya rendah dan tidak mempunyai afinitas terhadap reseptor

muskarinik, beta1 dan beta2. Absorpsi oral cepat dan baik, makanan tidak

berpengaruh; injeksi absorbsi awal <1%, penglepasan utama terjadi sekitar 3

minggu dan dipertahankan 4-6 minggu. Vd 1-2 l/kg, ikatan protein risperidon 90%, 9-

hidroksirisperidon 77%. Metabolisme lewat hati secara ekstensif. Bioavailabilitas

larutan 70%,  tablet 66% . Waktu paruh eliminasi oral 20 jam. Orang dengan

Page 25: Anti Psikotik

metabolisme ekstensif : T½  risperidon 3 jam,  9-hidroksirisperidon 21 jam. Orang

dengan metabolisme buruk ; T½ riperidon 20 jam, 9 hidroksi risperidon 30 jam. T½

injeksi 3-6 hari. T maks oral dalam 1 jam,  9-hidroksirisperidon : ekstensif

metaboliser 3 jam, metaboliser yang jelek 17 jam. Ekskresi lewat urin 70%, lewat

feses 15%.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap risperidon atau komponen-komponen lain sediaan.

Efek samping

Frekuensi>10% : SSP : insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, gejala

ekstra piramidal, pusing(injeksi); Saluran cerna : berat badan naik; Pernapasan :

rinitis(injeksi). Frekuensi 1-10% : KV : hipotensi, terutama ortostatik, takikardia,

SSP : sedasi, pusing, gelisah, reaksi distoni, pseudoparkinson, diskinesia tardif,

sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan suhu tubuh, nervous, lelah,

somnolen, halusinasi. Dermatologi : fotosensitivitas, rash, kulit kering, seborea,

akne. Endokrin-metabolisme : amenore, galaktorea, ginekomastia, disfungsi seks.

Saluran cerna : konstipasi, xerostomia, dispepsia, muntah, nyeri abdominal, mual,

anoreksia, diare, perubahan berat badan.

Interaksi obat

Efek risperidon dapat ditingkatkan oleh korpromazin, delavirdin, fluoksetin,

mikonazol, paroksetin, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol dan inhibitor

CYP2D6 lainnya. Risperidon meningkatkan efek hipotensif antihipertensi. Klozapin

menurunkan bersihan risperidon. Kombinasi dengan metoklopramid akan dapat

meningkatkan resiko gejala ekstrapiramidal. Efek levodopa dapat diantagonis oleh

risperidon, Karbamasepin menurunkan konsentrasi serum risperidon.

Mekanisme aksi

Klozapin menurunkan bersihan risperidon. Kombinasi dengan

metoklopramid akan dapat meningkatkan resiko gejala ekstrapiramidal. Efek

levodopa dapat diantagonis oleh risperidon, Karbamasepin menurunkan konsentrasi

serum risperidon.

Page 26: Anti Psikotik

5. Thioridazin: Melleril.

Salah satu fenothiazin pertama ini dengan rantai-sisi piperidin (1958)

memiliki khasiat antipsikotis dan sedatif yang baik, sehingga sering digunakan pada

pasien2 yang sukar Iidur. Obat ini digunakan pula pada neurose hebat dengan

depresi, rasa takut, dan ketegangan, serta depresi dengan kegelisahan. Kerja anti-

adrenergisnya lebih kuat, juga efek antihistamin, antikolinergis, dan anti-

serotoninnya.

Resorpsinya di usus baik dan lengkap, tetapi BA-nya hanya 65% akibat FPE

besar. PP-nya di atas 95%, t1/2-nya 10-24 jam. Ekskresinya berupa metabolit lewat

tinja (50%) dan kemih (30%).

Efek samping yang terpenting adalah gejala antikolinergis kuat dan

hipotensi ortostatis, GEP dan hepatitis yang jarang terjadi.

Dosis: oral 2-4 dd 25-75 mg (garam-HCD maksimum 800 mg sehari,

sebagai tranquillizer 2-3 dd 15-30 mg.

* Periciazin (Neuleptil) adalah derivatpiperidin pula dengan efek antipsikotis agak

ringan dan efek anti-adrenergis dan antiserotonin kuat.

Dosis: oral 2-3 dd 10-20 mg (garam-tartrat), maksimum 90 mg/hari, pada

manula dimulai dengan 5 mg/hari, yang berangsur-angsur dinaikkan sampai 20-30

mg/hari.

6. Pedenazin: Trilafon, *Mutabon-D/M.

Derivat-fenotiazin dengan rantai-sisi piperazin ini (1957) berdaya antipsikotis

kuat dengan daya anti-adrenergis dan antiserotonin relatif lemah. Kerja

antikolinergisnya ringan sekali. Obat ini juga berkhasiat antiemetis kuat. GEP sering

timbul.

Reasorpsinya di usus baik, BA-nya hanya ca 35% karena FPE tinggi. PP-

nya di atas 90%, t1/2-nya ca 9 jam. Dalarn hati, zat ini dirombak menjadi metabolit

yang kurang aktif. Perfenazin mengalami siklus enterohepatis.

Dosis: oral 2-3 dd 2-4 mg, maks 24 mg sehari, im. 100 mg (dekanoat/

enanthat, preparat depot) setiap 2-4 minggu .

Page 27: Anti Psikotik

* Trifluoperazin (Stelazin, Terfluzin) adalah derivat yang atom-Cl digantikan -CF3 de-

ngan efek yang lebih kurang sama dengan perfenazin.

Dosis: oral permulaan 5 mg sehari, dan dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5

mg sampai maksimum 90 mg. Sebagai obat antimual dan tranquillizer 2 dd 1-3 mg.

* Flufenazin (Modecate, Moditen) adalah turunan-CH20H dari trifluoperazin dengan

sifat hampir sarna. Daya antimual dan sedatifnya ringan. Flufenazin terutama

digunakan sebagai injeksi kerja-panjang guna menjamin pengobatan. Plasma t1/2-

nya dari senyawa -HCl, -enantat dan -dekanoatnya masing-masing rata-rata 8 jam,

3,6 hari, dan 8 hari. GEP sering terjadi, efek anti-kolinergis dan sedasifnya ringan.

Esternya dapat mengakibatkan depresi serius.

Dosis: pada psikose akut i.m. 1,25 mg (HCl), lalu setiap 4-8 jarn 2-5 mg

sampai gejala terkendali, pemeliharaan 25 mg enantat setiap 2 minggu, atau 25 mg

dekanoat setiap 3-4 minggu.

7. Pimozida: Orap.

Derivat-difenilbutilpiperidin ini diturunkan dari droperidol (1969) dan memiliki

khasiat antipsikotis kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah beberapa

waktu, tetapi bertahan agak lama (1-2 hari). Obat ini tidak layak diberikan pada

keadaan eksitasi dan kegelisahan akut, yang memerlukan sedasi langsung. Lagi

pula efek sedasinya lebih ringan dibandingkan obat-obat lain. Pimozida khusus

digunakan pada psikose kronis jangka-panjang.

Resorpsinya di usus lambat dan variabel. Plasma t1/2-nya panjang: 55-150

jam; pada pasien schizofrenia rata-rata 55-150 jam. Sifatnya sangat lipofil dan hanya

sedikit dirombak dalam hati. Ekskresinya sangat lambat, karena selalu diresorpsi

kembali oleh tubuli. Akhirnya ca 40% dikeluarkan lewat kemih terutama berupa

metabolit dan 15% dengan tinja secara utuh.

Efek sampingnya berupa umum, GEP sering terjadi, adakalanya nampak

perubahan jantung (ECG) dan aritmia.

Dosis: oral 1 dd 1-2 mg, dinaikkan secara berangsur-angsur setiap 2

minggu sampai maksimum 6 mg sehari.

Page 28: Anti Psikotik

* Penfluridol (Semap) adalah derivat piperidin pula (1971) dengan kerja sangat

panjang (ca 7 hari) dan terutama berkhasiat antidopaminerg kuat. Efeknya dimulai

relatif cepat, sesudah 1-2 hari. GEP sering terjadi .

Dosisnya: 1 x seminggu 10-20 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai

maksimum 60 mg seminggu.

" Fluspirilen (lmap) adalah derivat-piperidin long-acting pula, yang harus diberikan

parenteral i.m. 1 x seminggu 1-10 mg.

8. Sulpirida: Dogmatil.

Derivat-sulfamoyl dianggap sebagai obat atypis pertama (1968) dan khusus

memiliki daya antidopamin. Pada dosis rendah (200-600 mg sehari), sulpirida

digunakan untuk penanganan simtom negatif, dan pada dosis di atas 800 mg

sebagai antipsikotikum. Pada semua dosis menimbulkan lebih jarang GEP dan

sedasi, adakalanya dilaporkan galaktorrea, amenorroea, dan perintangan ovulasi.

Dosis: oral permulaan 1 dd 200 mg, sesudah 3 hari berangsur-angsur

dinaikkan sampai 3-4 dd 200 mg. Pada pusing2 (vertigo) 150-300 mg sehari. i.m.

200-300 mg sehari selama 10 hari.

9. Klozapin: Leponex.

Senyawa-dibenzodiazepin ini (1969) juga termasuk kelompok obat-obat

atypis. Khasiatnya antipsikotis lemah, dan daya kerja noradrenolitis, antikolinergis,

dan antihistaminenya kuat. Efek sedatif cepat dimulainya, efek antipsikotisnya

setelah 1-6 bulan. Plasma-t1/2nya 6-14 jam. Efektivitasnya terhadap simtom positif

dan negatif dari psikose akut lebih baik daripada obat-obat lain. Lagi pula tidak

menimbulkan GEP dan dyskinesia, dan jarang sekali akathisia dan dystonia. Tetapi

penggunaannya dibatasi oleh risiko agranulocytose berbahaya (1-2%). Oleh karena

itu, gambaran-darah harus dimonitor selama 5-6 bulan pertama dari terapi (16).

Dosis: oral, Lm. 25-50 mg sehari, berangsur-angsur dinaikkan sampai

maksimum 600 mg sehari. Pemeliharaan 1 dd 200 mg malam hari.

* Olanzapin (Zyprexa) ada1ah derivat long-acting terbaru (1995) dengan daya meng-

hambat reseptor D1 sId D5 dan reseptor neurotransmitter lainnya. P1asma-t1/2-nya

Page 29: Anti Psikotik

ca 30 jam. Olanzapin terutama digunakan pada schizofrenia, sarna ampuhnya

dengan haloperidol tetapi kurang GEP Efek samping tersering (>10%) adalah rasa

kantuk dan naiknya berat badan. Agranulocytose belum dilaporkan.

Dosis: permulaan 1 dd 10 fig, pemeliharaan 7,5-17,5 mg sehari. 

Cara Kerja

1.  Menghambat reseptor dopamin dalam otak : semua obat neuroleptika menghambat

reseptor dopamin dalam otak dan perifer. Lima jenis reseptor dopamin telah di-

ketahui. : Reseptor D1 dan D5 mengaktifkan adenine siklase, sedangkanan reseptor

D2, D3 dan D4 menghambatnya. Obat neuroleptik terikat pada reseptor-reseptor

tersebut dalam berbagai  tingkat, dan efikasi obat neuroleptika tradisional berkorelasi

dengan  kemampuannya menghambat reseptor D2 dalam sistem mesolimbik otak.

Kerja obat neuroleptika diantagonisir oleh obat-obat yang meningkatkan konsentrasi

dopamin, misalnya L-dopa (prekursor metabolic dopamin) dan amfetamin (yang

menunukkan efek neurology dan klinik yang amat mirip dengan yang terjadi pada

kokain, efek amfetaminpada SSP dan SSP (Perifer) bersifat tidak langsung artinya

tergantung pada peningkatan kadar transmiter pada ruang sinap, obat ini dapat

memberikan efek ini karena melepaskan depot intaraseluler katekolamin dan obat ibi

juga menghambat monoamineoksidase (MAO)).